SIMULASI PENTRANSMISIAN DATA PADA JARINGAN WIMAX MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB 7.0

(1)

ABSTRAK

SIMULASI PENTRANSMISIAN DATA PADA JARINGAN WIMAX MENGGUNAKAN PROGRAM MATLAB 7.0

Oleh Apriga Pranata

Kecepatan tinggi dan kapasitas besar dalam mengirimkan data merupakan hal penting dalam proses transmisi data. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, WiMAX dapat menjadi pilihan karena memiliki banyak keunggulan. Tetapi dalam penerapannya, dibutuhkan suatu metode transmisi yang baik, yang mampu mengirimkan informasi dengan kapasitas besar, aman terhadap gangguan error, dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Sistem yang dirancang adalah sistem komunikasi WiMAX yang menggunakan penambahan metode Adaptive Modulation and Coding (AMC) dan Forward Error Correction (FEC) dengan salah satu cabang FEC adalah convolutional codes sebagai pendeteksi serta pengkoreksi error. Dan analisis dilakukan menggunakan modulasi BPSK, QPSK, 16-QAM dan 64-QAM dengan simulasi MATLAB 7.0 untuk menganalisa performansi BER terhadap SNR menggunakan teknik pengkodean convolutional codes dengan cara mengubah code rate yang berbeda-beda pada convolutional codes. Dari hasil simulasi, dengan menggunakan pengkodean convolutional codes pada sistem komunikasi WiMAX dapat memberikan performansi yang lebih baik untuk mencapai BER 10-3 dengan cara menggunakan modulasi yang lebih kecil dan code rate yang lebih tinggi. Hal ini terbukti pada modulasi 16-QAM dengan code rate = 3/4 dan guard interval 1/4 dibutuhkan SNR sebesar 1-3dB untuk mencapai BER yang lebih kecil, sedangkan pada modulasi 16-QAM dengan code rate = 1/2 dan guard interval 1/4 dibutuhkan SNR sebesar 5 dB

Kata Kunci : BER, SNR, Convolutional Codes.


(2)

ii ABSTRACT

SIMULATION OF DATA TRANSMISSION ON WIMAX USING MATLAB 7.0

By Apriga Pranata

High speed and large capacity in data transmission is very important. To satisfy that needs, WiMAX becomes the preferred choice for its characteristics. However, in its application, a good transmission method is required. The transmission method must be able send information with large capacity and errorless, therefore giving the better service. The system designed is using Adaptive Modulation and Coding (AMC) and Forward error correction (FEC) method is added, with Convolutional Codes as one of its branch. The Convolutional Codes is used for error-detection and error-correction. The simulation system using Convolutional Codes with BPSK, QPSK, 16-QAM and 64-QAM modulation using MATLAB 7.0. This simulation analyzes the performance of the SNR versus BER with a technique using Convolutional Codes which uses different code rates. The simulation results use Convolutional Codes in WiMAX communication systems, Convolutional Codes can provide a better performance to achieve a 10-3 BER by using smaller modulation and high code rate. This conclusion can be achieved by looking at the result which by using modulation 16-QAM with 3/4 code rate and 1/4 guard interval gives 1-3 dB SNR to achieve the smaller BER, on the modulation 16-QAM with 1/2 code rate and 1/4 guard interval, 5dB SNR is needed to achieve smaller BER.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan layanan informasi komunikasi melaju begitu pesat. Pada awalnya layanan informasi komunikasi hanya berupa suara melalui teknologi switching PSTN, sekarang telah berkembang layanan yang dapat memenuhi kebutuhan informasi suara, data (multimedia), dan video. Pada layanan informasi data (multimedia) dan video, kecepatan serta kehandalan dalam pengaksesan data maupun video merupakan parameter penting bagi pelanggan. Hadirnya teknologi WiMAX dengan standar IEEE.802.16 memungkinkan koneksi nirkabel dengan kecepatan tinggi dan biaya yang efektif. Standar WiMAX pada awalnya dirancang untuk rentang frekuensi 10 s.d. 66 Ghz. 802.16a, diperbaharui pada 2004 menjadi 802.16-2004 (yang dikenal juga dengan 802.16d) menambahkan rentang frekuensi 2 s.d. 11 Ghz dalam spesifikasi. 802.16d dikenal juga dengan fixed WiMAX, diperbaharui lagi menjadi 802.16e pada tahun 2005 (yang dikenal dengan mobile WiMAX) dan menggunakan 11 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang lebih memiliki skalabilitas dibandingkan dengan standar 802.16d yang menggunakan OFDM 256 sub-carriers[1]. Penggunaan OFDM yang baru ini memberikan keuntungan dalam hal cakupan, instalasi, konsumsi daya, penggunaan frekuensi dan efisiensi pita frekuensi. WiMAX dengan standar


(4)

802.16e memiliki kemampuan hand over atau hand off, sebagaimana layaknya pada komunikasi selular. Dengan menggunakan WiMAX, maka hanya dibutuhkan sebuah BTS dengan rentang jarak 30-50 Km, yang berarti untuk sebuah kota atau kabupaten hanya dibutuhkan 1 BTS untuk menjangkau seluruh wilayah tersebut.

Kecepatan transfer data juga dapat dilakukan secara teoritis dengan kecepatan 70 Mbps, jauh di atas kecepatan Wi-Fi yang hanya 11-54 Mbps. Keunggulan– keunggulan lainnya yaitu efisiensi bandwidth yang lebih baik, kapasitas user yang banyak dan Bit Error Rate (BER) yang rendah.

Bit Error Rate (BER) merupakan parameter untuk menunjukkan kualitas saluran transmisi WiMAX, yang dihitung dengan membagi jumlah bit yang diterima yang mengalami kesalahan dengan total jumlah bit yang ditransmisikan. Dan salah satu cara untuk mendapatkan nilai BER yang baik yaitu dengan menentukan teknik modulasi dan code rate yang efisien untuk diterapkan dalam suatu sistem komunikasi.

Untuk mengetahui pengaruh besarnya Signal to Noise Ratio dan jenis modulasi yang digunakan terhadap nilai BER yang dihasilkan pada jaringan telekomunikasi WiMAX, maka dilakukan simulasi pentransmisian data pada jaringanWiMAX. Simulasi adalah suatu cara untuk menduplikasikan/ menggambarkan ciri, tampilan, dan karakteristik dari suatu sistem nyata dan kemudian mempelajari sifat dan karakter operasionalnya dan untuk mensimulasikannya digunakan program MATLAB 7.0. MATLAB adalah sebuah lingkungan komputasi numerikal dan bahasa pemrograman komputer generasi keempat. Dikembangkan oleh The MathWorks, MATLAB


(5)

memungkinkan manipulasi matriks, pem-plot-an fungsi dan data, implementasi algoritma, pembuatan antarmuka pengguna, dan antarmuka dengan program dalam bahasa lainnya yang dapat membantu dalam proses simulasi pentransmisian data pada jaringan WiMAX.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mempelajari pengaruh jenis modulasi yang digunakan (BPSK,QPSK, 16QAM dan 64QAM) terhadap nilai BER yang dihasilkan pada jaringan telekomunikasi WiMAX.

2. Menganalisis pengaruh besarnya Signal to Noise Ratio terhadap Bit Error Rate (BER) dari masing-masing modulasi.

C. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui proses pengiriman data pada jaringan telekomunikasi

WiMAX.

2. Meningkatkan efektifitas dari kinerja jaringan WiMAX dengan menerapkan teknik modulasi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 3. Mengetahui pengaruh besarnya Signal to Noise Ratio terhadap Bit Error


(6)

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara memperoleh nilai Bit Error Rate yang baik dengan menggunakan teknik modulasi yang tepat.

2. Bagaimana mensimulasikan teknik modulasi pada jaringan WiMAX dengan menggunakan program Matlab 7.0.

E. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hanya membahas pengaruh teknik modulasi dan besarnya Signal to Noise Ratio (SNR) yang digunakan pada jaringan WiMAX terhadap Bit Error Rate (BER) yang dihasilkan.

2. Data yang akan ditransmisikan dalam simulasi hanya berupa bit random.

F. Hipotesa Awal

Besarnya Bit Error Rate (BER) akan berbanding terbalik dengan besarnya Signal to Noise Ratio (SNR), jika Signal to Noise Ratio semakin besar maka Nilai Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin kecil.

G. Sistematika Penulisan

Sistematis penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Bab I Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang pemilihan topik, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan.


(7)

Bab II Berisi bahasan tentang jaringan WiMAX sendiri, Bit Error Rate (BER), Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM), Adaptive Modulation dan Coding (AMC), serta Cyclic Prefix. Bab III Bab ini membahas mengenai bagaimana metode pengerjaan tugas

akhir ini dilakukan dan langkah-langkah pengerjaan yang dilakukan.

Bab IV Bab ini berisi analisis simulasi mengenai besarnya Bit Error Rate yang dihasilkan jaringan WiMAX berdasarkan besarnya Signal to Noise Ratio dan penggunaan teknik modulasi.


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengenalan WiMAX

WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access, IEEE.802.16) dikembangkan secara khusus dari teknologi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) untuk mencapai coverage area yang luas (beberapa mil/sekitar 50-an kilometer) dengan kecepatan tinggi (sekitar 70 Mbps) [2]dan tambahan multiple access yang mungkin bisa diaplikasikan untuk sistem komunikasi selluler masa depan. Tambahan multiple access ini dengan performansi yang baik bisa jadi akan menjadi kompetitor baru bagi jaringan telepon seluler yang sudah ada.

Teknologi pendahulunya, yaitu WiFi (IEEE.802.11) yang sekarang masih dipakai di laboratorium, kampus, airport, ruang konferensi sampai coffee shop dan supermarket, hanya mampu menjangkau 20-100 meter dengan kecepatan beberapa puluh Mbps. Karena itulah WiMAX lebih menjanjikan untuk memperluas jaringan yang murah di pedesaan dibandingkan pembangunan infrastruktur dengan kabel yang cukup mahal. Inilah yang mendasari komentar para pakar WiMAX internasional, bahwa teknologi WiMAX adalah vital dan sangat cocok untuk diaplikasikan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dimana biaya investasi fixed communication masih tinggi.


(9)

B. Fase Pengembangan dan Implementasi

Untuk awal implementasi, sebut saja misal Fase I, mungkin WiMAX masih memerlukan antena di atas rumah. Namun pada Fase II, diharapkan antena dalam rumah (indoor) pun sudah mampu menerima sinyal dengan baik. Dan Fase III, diharapkan chip WiMAX bisa tertanam dalam semua laptop komputer dan telepon selluler.

Sebuah chip WiMAX pertama “Rosedale” PRO/Wireless 5116 dikembangkan dari IEEE.802.16-2004 berisi OFDM 256-subcarrier. Menyusul kemudian Chip MB87M3400 (Fujitsu, 2005) juga telah dijual seharga 40 dollar, bisa digunakan menjadi base station dan subscriber station untuk komunikasi Non Line of Site (NLOS), menggunakan OFDM 256-subcarrier pula.

1. Masalah Alokasi Frekuensi

Sebuah organisasi non-profit yaitu WiMAX Forum, yang memiliki lebih 300 anggota yang terdiri industri dan organisasi, merekomendasikan tiga alokasi frekuensi yaitu; 2.5GHz, 3.5GHz, dan 5.8 GHz.

Sayangnya, alokasi frekuensi kerja ini seringkali bermasalah hampir di seluruh negara di dunia, tidak hanya di negara-negara berkembang. Sebagai contoh Jepang, di Jepang ternyata 2.5GHz sudah dipakai untuk komunikasi seluler, 3.5GHz dipakai untuk broadcasting dan 5.8GHz telah dipakai untuk sistem navigasi transportasi ITS (Intelligent Transportation System).

Jika kita teliti kembali, masalah alokasi frekuensi yang sesungguhnya adalah pada masalah power dan interferensi. Jika terpaksa, WiMAX bisa


(10)

dialokasikan pada frekuensi yang tidak terdaftar (unlicensed band). Namun, jika WiMAX ini bekerja di frekuensi yang unlicensed, maka powernya harus dibatasi dan tidak boleh mengganggu (menimbulkan interferensi) terhadap teknologi lainnya pada frekuensi yang terdaftar. Itulah kendala utama yang dikhawatirkan berpengaruh dalam performansi dan mungkin juga bisnis.

Beberapa negara yang telah memutuskan alokasi frekuensi ini misalnya: Eropa pada 3.4–3.6GHz, Korea dengan WiBro-nya pada 2.3-2.4GHz, China 3.3-3.4GHz, USA pada 2.5-2.7GHz dan 3.65-3.70GHz, Malaysia (tentative) 3.4-4.2GHz. Dan untuk Indonesia, WiMAX akan dialokasikan pada 2.3GHz dengan lebar pita 90MHz (dengan 6 blok, masing-masing 15MHz, 6×15MHz = 90MHz). [3].

2. WiMAX Forum

Untuk mempercepat penerapan dan sosialisasi standar ini di masyarakat dan kalangan industri, pada bulan April 2001, dibentuklah sebuah forum yang diberi nama WiMAX (Worldwide Interoparibility for Microwave Access) Forum. Tujuan pembentukan WiMAX Forum ini adalah untuk mempromosikan dan melakukan sertifikasi terhadap kompatibilitas dan interoperabilitas perangkat berbasis standar 802.16 dan standar turunannya.

Disamping itu, forum ini bertujuan mengembangkan perangkat-perangkat tersebut agar bisa memenuhi kebutuhan pasar. Forum ini beranggotakan berbagai organisasi dan perusahaan seperti Airspan, Alvarion, Analog


(11)

Devices, Aperto Networks, Ensemble Communications, Fujitsu, Intel, Nokia, OFDM Forum, Proxim, dan Wi-LAN.

C. Karakteristik WiMAX

WiMAX merupakan standar IEEE 802.16 yang membawahi aneka standar turunannya. Standar ini mengatur penggunaan perangkat nirkabel untuk keperluan jaringan perkotaan (Metropolitan Area Network/MAN). Standar ini khususnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan akses nirkabel berkecepatan tinggi atau BWA (Broadband Wireless Access). Kehadiran teknologi ini diharapkan akan memungkinkan akses terhadap aneka aplikasi multimedia via koneksi nirkabel dengan jarak antar perangkat yang lebih jauh. Standar 802.16 (dan turunannya) beroperasi pada pita frekuensi radio antara 2GHz sampai 11GHz. Standar ini memiliki transfer rate 70 Mbit per detik dengan tingkat latency yang rendah, dan penggunaan ruang spektrum frekuensi yang efisien.

Untuk mengamankan koneksi yang terjadi, standar ini juga telah mendukung feature enkripsi data, dengan pengaturan kesalahan bertipe Forward Error Correction (FEC). Jarak yang bisa dijangkau oleh standar ini dapat diperluas sampai sekitar 30 mil, atau sekitar 48 kilometer dengan tingkat throughput yang masih memadai untuk mentransfer data.

WiMAX terbagi menjadi dua model pemanfaatan yang masing-masing diwakili oleh dua standar IEEE yang berbeda. Model pemanfaatan pertama adalah pemanfaatan fixed access, atau sambungan tetap yang menggunakan standar IEEE 802.16-2004 (sebagai hasil revisi atas standar IEEE 802.16a).


(12)

Standar ini termasuk dalam golongan layanan fixed wireless karena menggunakan antena yang dipasang di lokasi pelanggan. Antena ini dapat dipasang di atap atau tiang tinggi persis seperti cakram parabola untuk TV. Teknologi dari standar inilah yang menjadi subsitusi dari teknologi-teknologi seperti cable modem, berbagai macam digital subscriber line (DSL), sirkuit transmit/exchange (Tx/Ex), dan sirkuit optical carrier (Oc-x).

Sementara model pemanfaatan kedua, sering disebut pemanfaatan portable atau mobile yang menggunakan standar IEEE 802.16e. Standar ini khususnya diimplementasikan untuk komunikasi data pada aneka perangkat genggam, atau perangkat bergerak (mobile).

D. Keuntungan dan Kekurangan WiMAX

Banyak keuntungan yang didapatkan dari terciptanya standardisasi industri ini. Para operator telekomunikasi dapat menghemat investasi perangkat, karena kemampuan WiMAX dapat melayani pelanggannya dengan area yang lebih luas dan tingkat kompatibilitas lebih tinggi. Selain itu, pasarnya juga lebih meluas karena WiMAX dapat mengisi celah broadband yang selama ini tidak terjangkau oleh teknologi kabel dan DSL (Digital Subscriber Line). WiMAX merupakan salah satu solusi teknologi yang memudahkan pelanggan untuk mendapatkan koneksi internet yang berkualitas dan melakukan aktivitas. Selain itu media wireless selama ini sudah terkenal sebagai media yang paling ekonomis dalam mendapatkan koneksi internet. Area coveragenya sejauh 50 km dan kemampuannya menghantarkan data dengan transfer rate yang tinggi dalam jarak jauh, sehingga memberikan kontribusi


(13)

sangat besar bagi keberadaan wireless MAN dan dapat menutup semua celah broadband yang ada saat ini. Dari segi kondisi saat proses komunikasinya, teknologi WiMAX dapat melayani para subscriber, baik yang berada dalam posisi Line of Sight (posisi dimana perjalanan sinyal tidak terhalang dari pemancar ke penerima), maupun yang tidak memungkinkan untuk itu (Non Line of Sight). Jadi dimana pun para penggunanya berada, selama masih masuk dalam area coverage sebuah BTS (Base Transceiver Stations), mereka mungkin masih dapat menikmati koneksi yang dihantarkan oleh BTS tersebut. Sistem kerja MAC (Media Access Control) yang ada pada data link layer adalah connection oriented, sehingga memungkinkan penggunanya melakukan komunikasi berbentuk video dan suara. Untuk berinternet murah, mudah, dan nyaman dengan kualitas broadband. Pelanggan hanya tinggal memasang PCI card yang kompatibel dengan standar WiMAX, atau tinggal membeli PCMCIA (Personal Computer Memory Card International Association) yang telah mendukung komunikasi dengan WiMAX.

Adapun kekurangan dari WiMAX:

• Harga peralatan infrastruktur yang masih sangat mahal.

• Teknologinya masih terus berkembang, sehingga mengakibatkan bisa salah investasi.

• Terlalu banyak jenis perangkat yang tidak saling kompatibel. • Dibutuhkan pengalaman untuk memasang perangkatnya.


(14)

E. Error Rate

Error Rate merupakan rasio antara jumlah informasi yang diterima yang mengalami kesalahan dibandingkan dengan jumlah total informasi yang diterima selama periode waktu. Error rate dapat dinyatakan dalam jumlah bit yang diterima dalam kesalahan pada jumlah blok data (paket) yang hilang selama periode waktu. Error rate WiMAX dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kualitas sinyal dan konfigurasi sistem. Beberapa error rate yang umum terdapat pada WiMAX yaitu Bit Error Rate (BER) dan Packet Loss Rate (PLR).

1. Bit Error Rate (BER)

BER dihitung dengan membagi jumlah bit yang diterima yang mengalami kesalahan dengan total jumlah bit yang ditransmisikan. Hal ini umumnya digunakan untuk menunjukkan kualitas saluran transmisi digital. Kesalahan dapat terjadi secara acak dari waktu ke waktu (random error) atau dalam grup (error burst).

Random error adalah bit dalam sinyal digital yang diterima dalam kondisi kesalahan yang terjadi sedemikian rupa sehingga setiap kesalahan statistik dapat dianggap independen dari error lain.

Perhitungan teoritis dari BER untuk masing-masing skema modulasi dilakukan menggunakan persamaan:


(15)

Atau

... (2) Dimana :

m = banyaknya bit dalam satu simbol M = nilai dari orde modulasi

Pecc = probabilitas simbol salah setelah koding konvolusional SNR = Signal to Noise Ratio

2. Packet Loss Rate (PLR)

Packet Loss Rate adalah rasio jumlah paket data yang telah hilang dalam transmisi dibandingkan dengan total jumlah paket yang telah dikirimkan. Beberapa aplikasi (seperti digital television) lebih sensitif terhadap hilangnya paket Bit Error Rate.

F. Propagasi NLOS dan LOS

Dalam link LOS, sebuah perjalanan sinyal tidak terhalang dari pemancar ke penerima. Sebuah link LOS memerlukan sebagian besar fresnel zone pertama bebas dari segala halangan,[4] jika kriteria seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 tidak terpenuhi maka akan terjadi pengurangan yang signifikan terhadap power sinyal. Fresnel clearance yang diperlukan tergantung pada frekuensi operasi dan jarak antara lokasi pemancar dan penerima.

Dalam link NLOS, suatu sinyal menjangkau penerima melalui reflections, scattering, dan diffractions. Sinyal yang tiba di penerima terdiri dari komponen-komponen dari multiple reflected paths, scattered energy, dan diffracted propagation paths.


(16)

Fenomena multipath juga dapat menyebabkan perubahan pada polarisasi sinyal. Jadi menggunakan polarisasi sebagai sarana untuk menggunakan kembali frekuensi, seperti yang biasanya dilakukan dalam propagasi LOS tidak dapat digunakan dalam aplikasi NLOS[5].

Gambar 1 LOS Fresnel Zone

Ada beberapa keuntungan yang membuat penyebaran NLOS diinginkan. Sebagai contoh, persyaratan perencanaan yang ketat dan pembatasan tinggi antena sering tidak memungkinkan antena diposisikan untuk LOS. Untuk sistim selular skala besar, dimana penggunaan kembali frekuensi sangat penting, maka dengan menurunkan antena cukup menguntungkan untuk mengurangi interferensi antara sel yang berdekatan. Hal ini sering memaksa BTS untuk beroperasi dalam kondisi NLOS.


(17)

Gambar 2 NLOS propagasi

G. Standar WiMAX

Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan antara standar Fixed WiMAX dan standar WiMAX yang digunakan untuk mobile dan portabel. Tabel ini menunjukkan bahwa standar 802,16 dirilis pada tahun 2004 hanya mampu menyediakan layanan data nirkabel tetap. Modulasi OFDM dapat digunakan pada format TDD atau FDD. Standar 802.16e yang dirilis pada tahun 2005 ini dirancang untuk operasi fixed, mobile dan portabel. Serta menggunakan modulasi OFDMA TDD dan FDD duplexing.


(18)

Tabel 1 Standar WiMAX

Characterictic Fixed WiMAX Mobile WiMAX Industry Standard 802.16-2004 802.16e-2005

Access Type Fixed Fixed, Portable and

Mobile

Modulation OFDM OFDMA

Duplexing TDD, FDD TDD, FDD Optional

Handoffs No Yes

Type of Service Providers

DSL, Cable Modems and Competitive Access

Providers (CAPs)

Mobile Operators, DSL, Cable Modems, Wireless

and Wired ISPs Subcriber Unit

High Performance Outdoor and Indoor

CPE

Low Cost Consumer Electronics CPE and Embedded Modules Preferred

Frequency Bands

2.5 GHz, 3.4-3.6 GHz, 5.8 GHz

2.3-2.4 GHz, 2.5-2.7GHz, 3.3-3.4 GHz, 3.4-3.8 GHz

H. Teknik yang Digunakan dalam 802.16

802.16 menggunakan sejumlah teknik yang cukup baik untuk meningkatkan keandalan dan kecepatan transmisi data pada saluran yang buruk. Fenomena multipath juga dapat menyebabkan polarisasi sinyal akan berubah. Jadi menggunakan polarisasi sebagai sarana untuk menggunakan kembali frekuensi, seperti yang biasanya dilakukan dalam penyebaran LOS dapat menjadi masalah dalam aplikasi NLOS [5].

1. OFDM dalam WiMAX

OFDM bukanlah barang baru karena sebenarnya sudah ramai diteliti sejak tahun 60-an meskipun baru booming setelah dipicu dengan penemuan FFT (Fast Fourier Transform) sekitar tahun 70-an. OFDM juga terkenal karena diaplikasikan dalam DSL, cable modem, WiFi, televisi digital dan WiMAX itu sendiri. OFDM mampu melayani


(19)

data kecepatan tinggi karena efisiensinya yaitu dengan frekuensi overlapping.

Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) merupakan kasus khusus dari FDM (Frequency Division Multiplexing). Pada FDM, suatu bandwidth dibagi menjadi beberapa kanal tersendiri. Agar tidak saling menginterferensi satu sama lain maka diberi jarak antar kanal (guardband) yang cukup boros dalam penggunaan bandwidth. Sedangkan dalam OFDM, kanal-kanal dalam satu bandwidth seakan-akan ditumpang tindihkan menjadi satu. Sehingga OFDM sangat efisien dalam penggunaan bandwidth [6]. Spektrum frekuensi kanal pada OFDM dapat ditumpangtindihkan dan tidak terjadi saling interferensi antar kanal, sebab null dari setiap kanal yang berdekatan jatuh tepat pada titik tengah spektrum yang membawa informasi (spektrum yang memiliki power tertinggi). Untuk mengatur supaya setiap null dari kanal spektrum tetangga jatuh tepat pada titik tengah spektrum yang membawa informasi, setiap sinyal transmisi pada setiap kanal harus bersifat saling orthogonal dan saling harmonic [7]

Secara matematis, untuk membuat setiap sinyal orthogonal adalah dengan membuat luas area positif sama dengan luas area negatif atau hasil integral dari sinyal tersebut adalah nol. Selanjutnya untuk harmonic, misalkan c adalah frekuensi pembawa dalam suatu bandwidth dengan persamaan cn = n x c1, maka frekuensi cn dikatakan harmonic dengan c1, jika n adalah integer. Jika sinyal-sinyal tersebut saling orthogonal, maka ketika digabungkan, mereka tidak saling menginterferensi [7].


(20)

OFDM dengan modulasi adaptif dapat digunakan untuk sistem komunikasi dari base station ke user (downlink) dengan menggunakan bandwidth yang tersedia untuk dibagi-bagi menjadi independent subchannel. Dengan karakter dasar OFDM di atas, dalam standard WiMAX OFDM akan mampu mencapai 70Mbps (data bersih) atau sampai 100Mbps (data plus bit untuk error correction coding) dalam spektrum 20MHz. Artinya, OFDM dalam WiMAX mampu mengirimkan 3.5 bps. Misalnya untuk alokasi bandwidth 100MHz, dan akan diimplementasikan pada frekuensi 5.8GHz (yaitu misal 5.725-5.825GHz), maka akan diperoleh 5 blok band (yaitu 5 x 20MHz = 100MHz), sehingga kapasitas yang diperoleh adalah 5×70Mbps = 350Mbps.

Salah satu pengembangan teknik OFDM yaitu Scalable OFDM dan sudah diterapkan dalam sistem akses jamak pada WiMAX standar 802.16e. SOFDM merupakan sistem OFDM yang terskalakan cacah titik N pada struktur FFT.

Dalam sistem transmisi OFDM, simbol OFDM masing-masing data set diubah menjadi bilangan kompleks dari penurunan amplitudo dan fase pada subcarrier serta bilangan kompleks diubah menjadi amplitudo kompleks yang sesuai subcarrier[8]. Invers FFT mengkonversi spektrum frekuensi menjadi urutan sampel waktu. Bilangan kompleks untuk sinyal terhadap waktu akan diubah menjadi tegangan oleh ADC.


(21)

2. Teknik MIMO dalam WiMAX

Penggunaan teknologi MIMO pada jaringan telekomunikasi WiMAX meningkatkan kualitas penerimaan dan memungkinkan untuk mencapai laju transmisi yang lebih baik. Penggunaan WiMAX MIMO juga memberikan peningkatan yang signifikan dalam efisiensi spektrum. MIMO memanfaatkan gelombang radio yang bersifat multipath[9], pentransmisian informasi dapat dilakukan dengan cara dipantulkan melalui dinding, pintu, dan objek-objek lain guna mencapai antena dengan melalui beberapa rute. MIMO memanfaat teknik multipath yang disebut space-division multiplexing.

3. Adaptive Modulation and Coding (AMC)

Penggunaan skema AMC pada WiMAX memungkinkan penggunaan modulasi dan encoding yang berbeda untuk pelanggan yang berada di tempat dan lingkungan yang berbeda. Modulasi yang digunakan WiMAX adalah QPSK, 16 QAM dan 64 QAM. Serta coding rate yang digunakan yaitu 1/2, 2/3 dan 3/4 [11].

Dengan menggunakan teknologi antena cerdas, WiMAX dapat menentukan modulasi dan coding rate yang sesuai untuk mobile station yang berada dalam cakupan base station tersebut. Penentuan tersebut ditentukan berdasarkan kondisi air interface antara pengguna dengan pemancar.

Untuk menghadapi air interface yang buruk, diterapkan teknik modulasi yang lebih tahan gangguan dan coding rate yang lebih tinggi sehingga


(22)

transfer rate lebih rendah. Sebaliknya untuk kondisi air interface yang baik, digunakan teknik modulasi yang mengandung informasi lebih banyak dan coding rate yang lebih rendah sehingga transfer rate lebih cepat[12].

Teknik modulasi order tinggi 64 Quadratur Amplitude Modulation (QAM) misalnya, penggunaan spektrum radio lebih efisien karena lebih banyak data bit yang ditransmisikan dikemas dalam masing-masing simbol. Namun, ketika Signal to Noise Ratio (SNR) buruk, maka akan dapat mengurangi throughput saluran. Skema yang lebih rendah, seperti Binary Phase Shift Keying (BPSK), diperlukan untuk mempertahankan throughput yang lebih rendah dengan bit error yang dapat diterima. Dengan modulasi adaptif, dapat dilakukan perubahan skema modulasi terus-menerus sesuai dengan SNR dari saluran. Modulasi yang sesuai dapat mendukung Bit Error Rate yang baik ketika digunakan.

Dengan error control coding, error control yang lebih kuat diperoleh dengan sedikit redundansi. Sebagai contoh, code rate 5/6 akan mengirimkan 6 bit untuk setiap 5 data bit, Ini diperlukan untuk mencapai Bit Error Rate yang dapat diterima. Tetapi jika OFDM subcarrier SNR baik, less error control diperlukan, sebuah code rate 1/2 akan mengirimkan 2 bit untuk setiap 1 data bit, sehingga efisiensi spektrum dipotong setengah.

Dengan adaptif coding, kekuatan kode disesuaikan untuk mendapatkan kinerja yang baik. Sebuah kombinasi dari modulasi adaptive dan coding


(23)

adavtive dilakukan untuk setiap OFDM subcarrier, sehingga sistem dapat beradaptasi dengan kondisi SNR pada setiap subcarrier.

4. Phase Shift Keying

Pada modulasi Binary Phase Shift Keying (BPSK), sinyal yang dipancarkan merupakan dua sinyal yang berbeda. Jika sinyal baseband adalah suatu biner 0, maka yang dipancarkan:

A cos(2 ft+ ) = -A cos (2 ft) ... (3) dan untuk biner 1, yang dipancarkan:

A cos (2 ft) ... (4) Keterangan persamaan:

A = amplitudo f = frekuensi t = waktu

Jarak kesalahan dari suatu sistem PSK dengan M Phase adalah A sin( /M). Suatu kesalahan detektor terjadi jika noise dari polaritas terdapat pada salah satu dari kedua phase detector.

5. Quadrature Amplitude Modulation

QAM dapat dikatakan sebagai modulasi PSK multi phase dimana 2 sinyal baseband dibangkitkan secara bebas pada masing-masing channel. Dua independent (quadrature) channel ditempatkan meliputi baseband coding dan detection proses. Pada kasus tertentu, 2 level pada masing-masing


(24)

channel, sistem tersebut identik dengan 4 PSK dan sering sekali direpresentasikan sebagai 4 PSK.

Sinyal QAM level tinggi jelas berbeda dengan sistem PSK level tinggi. Sebagai catatan bahwa sinyal QAM tidak memiliki envelope yang konstant seperti pada PSK. Pada modulasi PSK, envelope yang konstan dibatasi kombinasi level pada quadrature channel. Sebuah sistem QAM tidak dibatasi kombinasi tersebut karena level pada masing-masing channel dipilih secara bebas. Spektrum QAM dapat dihitung dengan spektum sinyal baseband yang dipakai pada quadrature channel karena sinyal tersebut memiliki struktur basic yang sama seperti sinyal PSK, misal 16-QAM memiliki bentuk yang sama dengan 16-PSK dan 64-QAM sama dengan 64-PSK.

6. Hybrid Automatic Repeat Request (HARQ)

HARQ adalah pilihan untuk Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA). Ordinary Automatic Repeat Request (HARQ) digunakan untuk meminta transmisi ulang sebuah protokol data unit (PDU - MAC layer data paket) jika paket ini ditemukan rusak (menurut the cyclic redundancy check- CRC). Hybrid ARQ (HARQ), physical layer error control coding (seperti Reed-Solomon, atau turbo codes) digunakan untuk menentukan apakah paket tersebut dapat dipulihkan. Jika tidak, mekanisme HARQ akan meminta transmisi ulang. Hal ini memberikan kinerja yang lebih baik dalam error control pada saluran nirkabel.


(25)

7. Cyclic Prefix

Salah satu keuntungan dari OFDM adalah kemampuannya dalam mengatasi interferensi antar simbol (intersymbol interference, ISI) karena adanya pengaruh kanal multipath dan delay spread. Teknik yang digunakan dalam mengatasi efek ISI yaitu dengan menambahkan interval pengaman (Guard Interval, GI) antara dua simbol OFDM. Interval pengaman yang dipilih adalah beberapa data simbol terakhir dari satu simbol OFDM. Interval pengaman yang dipilih, diduplikat menjadi awalan satu simbol OFDM, dan hal ini disebut cyclic prefix. Untuk menghindari ISI dalam sistem OFDM, cyclic prefix harus lebih besar dari pada delay spread maksimum saluran. Cyclic prefix sering digunakan bersamaan dengan modulasi untuk mempertahankan sinusoid properti pada multipath channel. Cyclic prefix juga digunakan dalam OFDM untuk memerangi multipath dengan membuat saluran estimasi sederhana. Dengan demikian, sebuah saluran multipath diubah menjadi paralel skalar sub-saluran dalam domain frekuensi, sehingga menyederhanakan desain receiver.

8. Kanal Transmisi (Air Interface).

Karakteristik propagasi pada kanal transmisi mobile wireless memiliki beberapa gangguan yang sangat merusak. Perusakan ini dapat menyebabkan sinyal yang diterima berbeda dengan sinyal yang dikirim, sehingga bisa menyebabkan terjadinya kesalahan informasi yang diterima.


(26)

Pada kanal transmisi selalu terdapat penambahan derau yang timbul karena akumulasi derau termal dari perangkat pemancar, kanal transmisi, dan perangkat penerima. Derau yang menyertai sinyal pada sisi penerima dapat didekati dengan model matematis statistik AWGN. Derau AWGN merupakan gangguan yang bersifat Additive terhadap sinyal transmisi, dimodelkan dalam pola distribusi acak Gaussian dengan rataan (mean) nol, standar deviasi 1, dan mempunyai rapat spektral daya yang tersebar merata pada lebar pita frekuensi tak berhingga. AWGN mempunyai distribusi derau dengan rumus sebagai berikut :

... (5) dimana :

p(x) = probabilitas kemunculan derau = standar deviasi

m = rataan (mean)

x = variabel (tegangan atau daya sinyal)

Additive White Gaussian Noise (AWGN) merupakan model kanal sederhana dan umum dalam suatu sistem komunikasi. Perusakan dari gangguan AWGN tidak terlalu berpengaruh karena dapat ditangani dengan baik oleh teknik Forward Error Correction (FEC).

Keadaan multipath dalam komunikasi bergerak menyebabkan penghamburan dan pemantulan sinyal transmisi menjadi beberapa sinyal lain. Beberapa sinyal lain ini melalui lintasan yang berbeda-beda. Sehingga kuat sinyal dan waktu tiba di penerima berbeda-beda. Hal ini menyebabkan masalah multipath fading dan delay spread.


(27)

Panjang lintasan dan perlakuan perlambatan gelombang yang berbeda-beda mengakibatkan sinyal-sinyal multipath sampai pada penerima dengan waktu tunda yang bervariasi. Sebuah impuls yang dikirimkan oleh pemancar akan diterima oleh penerima bukan lagi sebagai impuls melainkan pulsa dengan lebar penyebaran yang disebut delay spread. Delay spread ini dapat menimbulkan interferensi antar simbol (ISI), karena setiap simbol akan saling bertumbukan dengan simbol sebelum dan sesudahnya. Pergeseran frekuensi Doppler disebabkan oleh pergerakan relatif dari mobile station terhadap base station. Pergeseran frekuensi tergantung pada kecepatan dan arah gerak mobile station. Persamaan untuk menentukan besarnya pergeseran frekuensi adalah:

F doppler = ( / ).cos ... (6) dimana F doppler adalah besarnya pergeseran frekuensi pembawa, v adalah kecepatan gerak relative mobile station terhadap base station, merupakan panjang gelombang dari frekuensi pemancar dan adalah sudut datang yang dibentuk antara path tersebut dengan arah gerak mobile station.

I Signal to Noise Ratio

Signal to Noise Ratio adalah perbandingan antara daya sinyal yang diinginkan terhadap daya noise yang diterima pada suatu titik pengukuran. SNR ini adalah suatu parameter untuk menunjukkan tingkat kualitas sinyal penerimaan pada sistem komunikasi analog, dimana semakin besar harga SNR maka kualitas akan semakin baik, dan satuan dari SNR ini adalah dalam


(28)

dB. Pengukuran S/N ini biasanya dilakukan pada sistem komunikasi analog pada bagian penerima untuk menunjukkan kualitas sinyal terima dibandingkan dengan noisenya. S/N juga digunakan sebagai patokan batas ambang sinyal informasi analog yang masih dapat diterima dengan baik. Nilai S/N dapat diperoleh dengan rumus.

... (7) Dimana :

Ps : Daya Sinyal PN : Daya Noise

J. Parameter Physical Layer (PHY) dalam WiMAX

Ada tiga variant WiMAX PHY yaitu : OFDM 256-carrier (wajib), single carrier (opsional) dan 2048 OFDMA (opsional). OFDM 256 dipilih untuk diimplementasikan, yaitu dengan 256 FFT point, guard interval (GI) sebesar = 1/4, 1/8, 1/16, 1/32 dan error koreksinya menggunakan convolutional coding (CC). Teknik modulasinya adalah adaptif (adaptif modulation) untuk BPSK, QPSK, 16QAM dan 64QAM. Jika lingkungan jelek atau jauh dari base station, modulasi yang dipakai BPSK, sedangkan jika lingkungan baik dipakai 64QAM. Dan untuk menjaga level Bit Error Rate (BER) digunakan teknik ARQ (automatic repeat request).


(29)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu : Nopember 2009 - Maret 2010

Tempat : Laboratorium Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung.

B. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah:

1. Studi Pustaka dan Literatur: dilakukan untuk menambah teori dasar dan pendukung dalam menganalisa masalah yang terjadi. Literatur diperoleh dari buku-buku, jurnal dan artikel ilmiah serta bahan-bahan dari internet. 2. Perancangan Perangkat Lunak: dilakukan perancangan perangkat lunak

untuk mengukur nilai BER pada simulasi jaringan WiMAX dengan menggunakan MATLAB 7.0.

3. Simulasi dan Pengujian: dilakukan simulasi pentransmisian data pada jaringan WiMAX dengan menggunakan MATLAB 7.0 dan pengujian untuk mengetahui besarnya nilai Bit Error Rate dari jaringan WiMAX terhadap modulasi yang digunakan.

4. Hasil dan Pembahasan: dilakukan analisis terhadap hasil simulasi dan pengujian.


(30)

C. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu Personal Computer (PC) Intel Pentium Dual Core E 2160 dengan RAM 1 GB yang ter-install software Matlab 7.0 sebagai program untuk mensimulasikan penelitian yang dilaksanakan.

D. Diagram Alir Penelitian


(31)

E. Performansi Sistem dalam Bit Error Rate (BER)

Melihat performansi sistem dengan menggunakan parameter Bit Error Rate, tidak boleh mengabaikan peranan subsistem di tingkat baseband yaitu berupa pengacak bit, koding Reed Solomon, koding konvolusi dan interleaver. Keempat subsistem tersebut sangat berpengaruh dalam proses deteksi dan koreksi kesalahan bit. Sebagai gambaran, jika suatu simbol diterima salah maka belum tentu bit yang dikandung oleh simbol tersebut menjadi salah juga. Seberapa besar kemampuan subsistem baseband dalam hal deteksi dan koreksi kesalahan bit, tergantung pada bagaimana subsistem baseband tersebut dirancang.

F.Perancangan Model dan Simulasi Sistem

Tugas akhir ini akan meneliti pengaruh jenis modulasi dan SNR terhadap nilai Bit Error Rate yang dihasilkan pada jaringan telekomunikasi WiMAX untuk masing-masing modulasi. Ada beberapa jenis modulasi, namun yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah BPSK, QPSK, 16-QAM dan 64-QAM. Perancangan model simulasi WiMAX sebagai platform dari penelitian mengacu pada beberapa pilihan yang dikeluarkan oleh organisasi dan beberapa peneliti sebelumnya, namun acuan utama adalah standart IEEE 802.16. Standart IEEE 802.16 merupakan standar akses wireless pita lebar yang memiliki laju data yang bervariasi tergantung dari laju keluaran pengkodean kanal, jenis pemetaan dan penambahan guard interval yang digunakan.


(32)

G. Parameter Model Layer Fisik[15]

Adapun parameter model layer fisik yang digunakan pada simulasi ini yaitu: - Jumlah subcarrier : 256 subcarrier

- Subcarrier untuk data : 192 subcarrier - Subcarrier untuk pilot : 8 subcarrier

- Periode guard interval : 1/4, 1/8, 1/16 dan 1/32 - Mapping : BPSK, QPSK dan QAM

- Code rate : 1/2, 2/3 dan 3/4

H. Algoritma dan Flowchart Program Simulasi

Pada laporan tugas akhir ini digunakan software program Matlab 7.0 untuk mensimulasikan pentransmisian data pada jaringan WiMAX. Dalam mensimulasikan pentransmisian data pada jaringan WiMAX ini, sebelumnya dibuat terlebih dahulu algoritma dan flowchart untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai prinsip kerja dari pentransmisian data pada jaringan WiMAX agar bisa disimulasikan dengan menggunakan program Matlab 7.0. Algoritma dan flowchart tersebut antara lain :

Algoritma

1. Menentukan jenis modulasi, code rate, transmiter, receiver dan guard interval yang akan digunakan dalam proses pentransmisian

2. Inisialisai variabel-variabel yang berkenaan dengan besaran-besaran yang digunakan dalam proses pentransmisian dan penghitungan BER


(33)

3. Tentukan rate_id yang dipakai untuk inisialisasi modulasi dan code rate yang dipakai

4. Jika rate_id yang dimasukan tidak sesuai dengan yang diminta maka ditampilkan keterangan error dan simulasi berakhir

5. Bangkitkan data yang akan ditransmisikan 6. Dilakukan pengacakan data

7. Inisialisasi panjang dari codeword dan jumlah dari simbol informasi yang digunakan untuk proses RS encoder berdasarkan jenis modulasi dan code rate yang dipakai

8. Untuk rate id 0 tentukan nilai dari TxRx 9. Untuk TxRx 10 dilakukan proses RS encoder 10.Untuk TxRx 01 dilkukan penghapusan zero

11.Inisialisasi Bit Parity (m) dari RS encoder dan decoder 12.Menghitung koreksi kesalahan dari setiap kode RS 13.Tentukan nilai dari TxRx

14.Jika TxRx 01, Bit dirubah kedalam bentuk desimal

15.Dilakukan proses RS decoder dan data dirubah kembali menjadi bentuk biner

16.Untuk TxRx 10, Bit dirubah kedalam bentuk desimal dan ditambahkan 0 pada akhir vektor

17.Dilakukan pengkodean RS dengan menggunakan Galois field 28 dan data dirubah menjadi bentuk desimal

18.Membangun trellis dengan constraint length 7, G1=171oct dan G2=1310ct


(34)

20.Tentukan nilai TxRx

21.Untuk rate_id 0 dan TxRx 01 dilakukan deconvolution dengan Traceback length 12

22.Jika TxRx 10 dilkukan proses convolution

23.Untuk rate_id 1 sampai dengan 6 pada nilai TxRx 10 dilakukan proses convolution

24.Dilakukan proses pucturing

25.Untuk nilai TxRx 01 dilakukam proses membangkitkan decoded length zero vektor sesuai dengan masing-masing modulasi dan code rate

26.Deconvolution dengan Traceback length sesuai dengan masing-masing code rate yang dipakai

27.Penentuan rate_id

28.Jika rate_id tidak bernilai 0 sampai dengan 6 maka akan ditampilkan error 29.Hentikan operasi jika rate_id tidak bernilai 0 sampai dengan 6

30.Untuk rate_id bernilai 0 sampai dengan 6 inisialisasi jumlah bit yang dialokasikan untuk subcarrier dan jumlah bit per carrier (Ncbps dan Ncpc) yang digunakan pada saat proses interleaving sesuai dengan modulasi yang digunakan

31.Lakukan proses interleaving 32.Penentuan nilai dari rate_id

33.Untuk rate_id bernilai selain 0 sampai dengan 6 maka akan ditampilkan error

34.Untuk rate_id 0 sampai dengan 6 dilakukan inisialisasi constellation dari masing-masing modulasi


(35)

35.Hentikan operasi jika rate_id tidak bernilai 0 sampai dengan 6

36.Menghitung jumlah bit per simbol k=log2(M) dan data diubah menjadi bentuk desimal

37.Tentukan rate_id yang dipakai

38.Untuk rate_id selain 0 sampai dengan 6 maka akan ditampilkan error 39.Untuk rate_id selain 0 sampai dengan 6 proses akan dihentikan 40.Untuk rate_id 0 sampai dengan 2 dilakukan modulasi PSK 41.Untuk rate_id 3 sampai dengan 6 dilakukan modulasi QAM 42.Inisialisasi besarnya FFT dan IFFT yang digunakan (Nfft)

43.Menentukan TxRx

44.Jika TxRx 10 maka dibangkitkan pilot

45.Menyusun OFDM symbol

46.Menambahkan cyclic prefix

47.Meghitung besarnya SNR kanal di receiver 48.Mengirim sinyal pada AWGN channel

49.Jika TxRx 01 dilakukan penghapusan cyclic prefix 50.Memisahkan pilot dari OFDM symbol

51.Memisahkan pilot 52.Mengekstrak data FFT 53.Tentukan nilai dari rate_id

54.Jika rate_id selain 0 sampai dengan 6 ditampilkan error dan proses berakhir 55.Untuk rate_id 0 sampai dengan 6 inisialisasi constellation (M) untuk

masing-masing modulasi


(36)

57.Tentukan rate_id

58.Untuk rate_id selain 0 sampai dengan 6 ditampilkan error 59.Proses berakhir

60.Untuk rate_id 0 sampai dengan 2 dilakukan demodulasi PSK 61.Untuk rate_id 3 sampai dengan 6 dilakukan demodulasi QAM 62.Data dirubah kembali menjadi biner

63.Tentukan rate_id yang dimasukan

64.Jika rate_id yang dimasukan selain 0 sampai dengan 6 maka ditampilkan error

65.Proses akan berakhir

66.Untuk rate_id 0 sampai dengan 6 inisialisasi variabel-variabel yang digunakan dalam proses deinterleaving

67.Dilakukan permutasi pertama 68.Permutasi kedua

69.Penyusunan kembali data

70.Dihasilkan data yang diterima di user

71.Dilakukan perhitungan BER dengan membandingkan data yang diterima dengan data yang dikirim


(37)

Flowchart


(38)

(39)

(40)

(d)


(41)

(f)


(42)

(43)

(i)


(44)

(k)

Gambar 4. (a),(b),(c),(d),(e),(f),(g),(h),(i),(j),(k) Flowchart program simulasi pentransmisian data pada jaringan WiMAX

I.Bagan Alir Simulasi Jaringan WiMAX

Gambar 5. Bagan alir simulasi WiMAX Data Derandomizer

FFT Demodulator Demodulator Mapper Deinterleaving

Convolution Decoder RS Decoder

Channel IFFT Modulator Modulation Mapper

Data Random RS Encoder Convolution Encoder

Interleaving


(45)

Bagan alir di atas menggambarkan simulasi untuk Wireless MAN-OFDM physical layer WiMAX. Lapisan PHY ini menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan 256 subcarriers. Setiap simbol OFDM terdiri dari 192 data subcarriers, 1 zero DC subcarrier, 8 pilot subcarriers, dan pada sumber dibangkitkan bit acak. Besarnya bit acak yang dibangkitkan yaitu sebesar RS code yang digunakan dikurangi 1. Sumber yang berupa bit acak tersebut kemudian dikodekan dengan menggunakan RS encoder, convolution encoder, interleaving dan modulation mapper. Setelah proses pengkodean dilakukan, sinyal dikonversi ke domain waktu dengan menggunakan Inverse Fast Fourier Transform, dan dalam proses ini juga ditambahkan cyclic prefix (CP) dengan tujuan mencegah interferensi antar simbol. Pada channel ditambahkan Aditif Gaussian White Noise.

Di receiver pada dasarnya bekerja dengan pembalikkan operasi yang sama pada transmiter. Pertama-tama, CP dihilangkan dan sinyal yang diterima dikonversi menjadi daerah frekuensi menggunakan algoritma FFT. Karena suatu simbol OFDM disusun dari data, pilot-pilot, zero DC subcarrier, dan beberapa guard band. Jadi dengan demikian diperlukan suatu proses untuk memisahkan semua subcarriers ini. Pertama-tama, guard band dihilangkan, kemudian dilakukan proses disassembling untuk memperoleh pilot-pilot dan data. Data-data yang diperoleh kemudian digunakan dalam proses decoder untuk mendapatkan kembali sinyal yang dikirim oleh sumber. Setelah mendapatkan data asli yang dikirim oleh sumber, baru dapat dihitung besarnya nilai BER yang dihasilkan dengan cara membandingkan data yang diterima dan data yang dikirim.


(46)

1. Sumber

Dalam standard WiMAX sebelum informasi ditransmisikan, perlu dilakukan pengacakan terhadap bit informasi tersebut. Proses pengacakan digunakan untuk meminimalkan kemungkinan transmisi modulasi non-subcarriers. Proses dari pengacakan dilakukan pada setiap burst data downlink dan uplink, dan di setiap alokasi blok data (subchannels domain frekuensi dan simbol-simbol OFDM pada domain waktu). Jumlah bit yang dihasilkan ditentukan untuk menjadi frame-based dan dihitung dari ukuran paket yang diperlukan dalam setiap situasi. Ukuran paket tergantung dari jumlah simbol OFDM yang ditransmisikan dan keseluruhan tingkat pengkodean sistem.

2. RS Encoder [12]

Proses pengkodean terdiri dari Rangkaian Reed Solomon (RS) dan convolutional code (CC) sebagai FEC skema. Kode Reed Solomon (RS) adalah salah teknik pengkodean kanal yang bertujuan untuk melindungi sinyal informasi dari setiap ancaman yang ada pada kanal. Kode Reed Solomon merupakan kode blok, yang berarti pesan yang akan ditransmisikan dibagi menjadi blok-blok data yang terpisah. Kode ini disebut juga kode sistematik yang artinya proses encoding tidak merubah simbol-simbol pesan dan simbol proteksi ditambahkan pada tempat yang terpisah pada blok data tersebut. RS disebut juga kode linear (dengan menjumlahkan dua codeword akan menghasilkan codeword yang lain), dan juga cyclic (dengan menggeser sebuah codeword secara cyclic akan menghasilkan codeword lain). RS termasuk dalam keluarga pengkodean


(47)

Bose-Choundhuri-Hocquenghem (BCH) non-biner. RS (n,k) artinya dengan masukan sejumlah k simbol informasi maka akan menghasilkan blok kode sebanyak n simbol. Dimana, n=2m – 1 dengan m adalah jumlah bit pada setiap simbol. Kemampuan deteksi dan koreksi errornya adalah t < n-k. Proses perhitungan dalam kode RS menggunakan aturan field terbatas Galois Field GF(2m) artinya setiap simbol dalam RS merupakan anggota dari GF(2m) tersebut. Encoder membentuk blok kode

C(x) = Xn-km(x) + r(x) ... (8) dengan r(x) adalah sisa pembagian dari polinom simbol masukan X^n-k m(x) oleh polinom generator g(x). G(x) adalah polinom generator berderajat n-k dan merupakan faktor dari Xn + 1,

g(x)=(x- 1) (x- 2)…. (x- n-k) ... (9) Aplikasi encoding ini dapat diterapkan pada encoder RS dengan menggunakan Linear Feedback Shift Register (LFSR) dengan internal feedback yang bersesuaian dengan g(x). Operasi yang digunakan adalah penjumlahan dan perkalian Galois Field (2m).

Sifat dari kode Reed Solomon cocok untuk aplikasi kesalahan yang terjadi di burst. Reed Solomon error correction adalah coding skema yang bekerja dengan terlebih dahulu membangun sebuah polinom dari simbol data yang akan dikirim, dan kemudian mengirimkan versi oversampled polinomial bukan simbol-simbol asli sendiri. Kemampuan koreksi kesalahan dari setiap kode RS ditentukan oleh (n-k), dari ukuran redundansi di blok.

Di dalam blok codes, suatu urutan dari informasi simbol K disandikan di suatu blok dari N symbol (N>K), untuk ditransmisikan pada suatu saluran.


(48)

Pada suatu sumber data yang akan dikirim, bit informasi dengan rate B bps setiap T seconds, encoder menerima suatu urutan dari K=BT bits yang merupakan suatu pesan. Setelah informasi bit K dimasukan ke encoder, dihasilkan suatu urutan dari code symbol yang ditransmisikan pada saluran. Dalam pentransmisian data atau codeword, N harus lebih besar atau sama dengan K untuk menjamin suatu hubungan yang unik antara masing-masing codeword dan masing-masing dari pesan-pesan 2K. Kode-kode tersebut yang memetakan suatu block dari K informasi symbol ke dalam suatu block N coded symbol yang disebut (N,K) block code.

Di dalam blok-blok ini, data tersebut lebih lanjut dibagi lagi ke dalam suatu nomor dari suatu symbol, yang secara umum mempunyai ukuran 6 sampai 10 bit. Data asli, adalah suatu blok terdiri dari symbol N-R, yang mengalami proses enkoder RS dan R check symbol, yang ditambahkan untuk membentuk suatu code word dari length N.

Pengkodean RS bisa dilakukan di setiap panjangnya pesan dan dapat ditambahkan di setiap nomor dari check symbol, kode RS dinyatakan sebagai RS (N, N, R) code. Dengan N adalah jumlah keseluruhan nomor dari simbol per code word, R adalah banyaknya check symbol per code word, dan N-R adalah banyaknya symbol informasi actual per code word. RS encoding terdiri dari pembangkitan check symbol data asli.Variabel-variabel tersebut dipakai untuk menghasilkan kode RS tertentu yang akan dimasukan dalam field polinomial dan generator polinomial. Field polinomial ini digunakan untuk menentukan order finite field.


(49)

Primitive Polynomial:

p(x) = x8 + x4 + x3 + x2 + 1 ... (10)

Tabel. 2 Skema modulasi dan coding WiMAX

AMC Modulation RS Code CC code rate Overall code rate

1 2-PAM (12,12,0) 1/2 1/2

2 4-QAM (32,24,4) 2/3 1/2

3 4-QAM (40,36,2) 5/6 3/4

4 16-QAM (64,48,4) 2/3 1/2

5 16-QAM (80,72,4) 5/6 3/4

6 64-QAM (108,96,6) 3/4 2/3

7 64-QAM (120,108,6) 5/6 3/4

3. ConvolutionalEncoder

Setelah proses encoding RS, data bit dikodekan lebih lanjut oleh binary convolutional encoder, yang memiliki native rate 1/2 dan constraint length 7. Generator polinomial digunakan untuk memperoleh dua kode output bit, dilambangkan X dan Y, yaitu sebagai berikut berikut:

G1= 171OCT untuk X ... (11)

G2= 133OCT untuk Y ... (12)

Gambar 6. Convolutional encoder pada WiMAX

Pada blok ini juga terjadi proses puncturing. Puncturing adalah proses sistematis menghapus bit dari output stream pada suatu low rate encoder


(50)

untuk mengurangi jumlah data yang akan dikirim, sehingga membentuk kode tingkat tinggi. Proses puncturing digunakan untuk menciptakan variable coding rate yang diperlukan untuk memberikan perlindungan error berbagai level untuk para pengguna sistem.

Rate yang berbeda yang dapat digunakan adalah rate 1/2, rate 2/3, rate 3/4, dan rate 5/6. Puncturing vektor untuk rate ini ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel. 3 Puncture vector untuk berbagai convolutional coding rate

Rate Puncture vector

1/2 2/3 3/4 5/6

[1] [1 1 1 0] [1 1 0 1 1 0]

[1 1 0 1 1 0 0 1 1 0]

4. Interleaver [13]

Interleaving data umumnya digunakan untuk scatter error burst sehingga mengurangi konsentrasi error dengan tujuan meningkatkan efisiensi FEC. Interleaver bekerja dengan cara mengacak terjadinya error sehingga mirip dengan error random. Interleaver dirancang untuk menyebar pola urutan bit-bit yang sebenarnya, agar pengaruh dari error burst tidak menyebabkan pola error yang berurutan sebelum masuk decoder. Pada pengirim, deretan bit diatur sedemikian rupa untuk memastikan agar bit-bit yang bersebelahan terpisah sejauh beberapa bit setelah interleaving. Proses ini memuat pesan yang akan dikirimkan ke dalam sebuah matrik baris demi baris dan kemudian dibaca kolom per kolom.

WiMAX menggunakan interleaver yang bekerja dengan menggabungkan data menggunakan 12 interleaving level. Efek dari proses berupa


(51)

penyebaran bit simbol yang berbeda, yang digabungkan untuk mendapatkan simbol baru, dengan ukuran yang sama tetapi dengan bit diatur ulang. Contoh peroses interleaving[14]:

5. Modulation Mapper

Setelah sinyal dikodekan, sinyal tersebut memasuki modulasi blok. Semua sistem komunikasi wireless menggunakan skema modulasi untuk memetakan data-data biner menjadi simbol-simbol yang sesuai dengan konstelasi simbol tersebut, yang efektif untuk ditransmisikan melalui saluran komunikasi.

Jadi, bit dipetakan ke subcarrier amplitudo dan fase, yang diwakili oleh complex in-phase dan quadrature-phase (IQ) vector. IQ plot dari suatu skema modulasi berfungsi menunjukkan vektor transmisi untuk semua data dari kombinasi kata. Gray coding adalah metode untuk alokasi ini sehingga poin yang berdekatan di konstelasi hanya berbeda satu bit. Coding tersebut membantu untuk memperkecil tingkat kesalahan bit.


(52)

Modulasi BPSK, 4-QAM, 16-QAM, dan 64-QAM merupakan modulasi yang didukung oleh sistem komunikasi WiMAX. Modulasi yang terakhir, yaitu modulasi 64-QAM, adalah opsional untuk band bebas lisensi. Konstelasi peta untuk modulasi BPSK, 4-QAM, dan 16-QAM ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Konstelasi peta untuk modulasi BPSK, 4-QAM, dan 16-QAM

6. Inverse Fast Fourier Transform

IFFT digunakan untuk menghasilkan sinyal dalam domain waktu, simbol-simbol yang diperoleh setelah modulasi dapat dianggap amplitudo dari range tertentu dari suatu sinyal sinusoid. Selain memastikan orthogonality dari OFDM subcarriers, IFFT juga mewakili modulasi subcarriers secara paralel, sehingga penggunaan berbagai modulator dan demodulator yang menghabiskan banyak waktu dan sumber daya untuk melakukan operasi ini dapat dihindari.

Gambar 8 menunjukkan struktur subcarrier yang memasuki IFFT blok setelah melakukan penataan ulang. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini, Zero subcarriers disimpan di tengah-tengah struktur.


(53)

Gambar 8. Penyusunan kembali subcarrier sebelum melakukan operasi IFFT.

Pada blok IFFT ini juga dibentuk pilot dan cyclic prefix. Pilot simbol dapat digunakan untuk melakukan kompensasi frekuensi offset di penerima. Selain itu juga dapat digunakan untuk fast time-varying channels. Pilot simbol mengalokasikan subcarriers khusus di semua data OFDM simbol. Pilot ini diperoleh dari Pseudo-Random Binary Sequence (PRBS) generator yang didasarkan pada polinomial x11 + x9 + 1. Semacam pemetaan yang dihasilkan oleh operasi 1 - 2wk dan 1 − 2wk, di mana wk adalah urutan PRBS dihasilkan oleh generator, dan wk menunjukkan biner inverse.

Ketahanan transmisi OFDM terhadap multipath delay spread dapat dicapai jika memiliki periode simbol yang panjang dengan tujuan untuk meminimalkan inter symbol interference. Pada gambar 9 ditunjukan satu cara untuk melakukan pengkutipan periode simbol panjang, yang menciptakan extended guard interval di mana setiap simbol OFDM didahului oleh perluasan periodik sinyal itu sendiri. Guard interval ini, yang sebenarnya merupakan salinan dari bagian terakhir data simbol, yang dikenal sebagai cyclic prefix (CP).


(54)

Gambar 9. OFDM symbol dengan cyclic prefix

Dengan demikian, total panjang simbol

Tsym = Tb + Tg, ... (13) Dimana:

• Tsym adalah OFDM simbol waktu,

• Tb adalah simbol waktu yang digunakan, dan • Tg mewakili waktu CP.

Parameter G mendefinisikan rasio dari panjang CP untuk simbol waktu yang digunakan. Ketika menghilangkan ISI, harus diperhitungkan bahwa CP harus lebih panjang daripada dispersi dari saluran.

7. Channel

Karakteristik propagasi pada kanal transmisi mobile wireless memiliki beberapa gangguan yang sangat merusak. Perusakan ini bisa menyebabkan sinyal yang diterima berbeda dengan sinyal yang dikirim, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan informasi yang diterima.

Additive White Gaussian Noise (AWGN) merupakan gangguan (noise) yang diberikan kepada sinyal yang dikirim pada kanal transmisi dengan menggunakan distribusi gaussian. Keadaan multipath dalam sistem komunikasi menyebabkan penghamburan dan pemantulan sinyal transmisi menjadi beberapa sinyal lain. Beberapa sinyal lain ini melalui lintasan yang


(55)

beda. Sehingga kuat sinyal dan waktu tiba di penerima berbeda-beda. Hal ini menyebabkan masalah multipath fading dan delay spread. Panjang lintasan dan perlakuan perlambatan gelombang yang berbeda-beda mengakibatkan sinyal-sinyal multipath sampai pada penerima dengan waktu tunda yang bervariasi. Sebuah impuls yang dikirimkan oleh pemancar akan diterima oleh penerima bukan lagi sebagai impuls melainkan pulsa dengan lebar penyebaran yang disebut delay spread. Delay spread ini dapat menimbulkan interferensi antar simbol (ISI), karena setiap simbol akan saling bertumbukan dengan simbol sebelum dan sesudahnya.

8. Fast Fourier Transform

Proses FFT perlu dilakukan untuk mengkonversi sinyal kembali kepada domain frekuensi. Dalam proses ini juga dilakukan penghapusan guard band atau cyclic prefik. Ketika menghapus subcarriers agar cocok dengan guard band, struktur frekuensi harus diperhitungkan. Meski zero padding bertindak sebagai guard band yang ditambahkan pada akhir struktur subcarrier di transmiter, suatu penyusunan kembali dari subcarriers harus dilaksanakan ketika melakukan operasi IFFT ini, seperti yang ditunjukkan pada gambar 8. Jadi dengan demikian, guard band dipindahkan dari pusat simbol OFDM, dimana dialokasikan setelah proses pengaturan. Dalam proses ini dilakukan juga pemisahan sinyal, dalam domain waktu atau di dalam daerah frekuensi, untuk mendapat data, dan pilot-pilot yang berguna dalam estimasi sinyal.


(56)

9. Demodulator Mapper

Demapper berfungsi menyediakan interface antara kanal transmisi, fungsi-fungsi perhitungan dan beroperasi pada bentuk gelombang yang diterima pada setiap pemisahan interval simbol transmisi sehingga menghasilkan suatu nomor atau satu set angka-angka yang mewakili suatu perkiraan dari suatu biner yang dipancarkan atau M-ary simbol. Jadi dengan demikian, metoda-metoda demapping merupakan ilmu tentang matrik keputusan dengan tujuan bagaimana membuat suatu keputusan tentang bit, "nol" atau "satu", yang dipancarkan.

10.Deinterleaving

Blok ini bekerja sama seperti yang digunakan dalam interleaver. Blok deinterleaving melakukan proses mengisi matriks dengan simbol-simbol input ke dalam kolom-kolom, dan kemudian membacanya baris demi baris. Parameter yang digunakan dalam kedua blok adalah sama dengan yang yang digunakan dalam proces interleaving.

11.Convolution Decoder

Pada blok convolution decoder merupakan kebalikan dari proses puncturing. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam proses puncturing terjadi proses penghapusan bit. Penerima tidak tahu nilai dari bit yang dihapus akan tetapi dapat mengetahui posisi bit-bit tersebut dari puncturing vector. Angka nol yang dimasukkan dapat dilihat sebagai erasures dari


(57)

saluran. Mereka tidak memiliki pengaruh pada perhitungan metrik Viterbi decoder.

Algoritma Viterbi mengurangi beban komputasi dengan memanfaatkan struktur khusus kode trellis. Keuntungan lain yang didapat adalah kompleksitas, yang bukan merupakan fungsi dari jumlah simbol yang membentuk urutan codeword. Algoritma Viterbi melakukan perkiraan kemungkinan maksimum decoding.

12.RS Decoder

Pada RS decoder ini dilakukan operasi yang diperlukan untuk memecahkan kode sinyal, dan mendapatkan pesan asli yang dikirim oleh sumber. Seperti pada semua blok receiver, RS decoder membalikkan langkah-langkah yang dilakukan pada blok di transmiter. Dengan demikian, RS decoder mengambil codewords dengan panjang N, dan setelah decoding sinyal pesan itu dikembalikan dengan panjang K, nilai N dan K yang digunakan pada RS decoder ini harus sama seperti yang digunakan di RS encoder.

13.Data Derandomizer

Pada blok ini dihasilkan data yang sesuai dengan data yang dikirimkan pada sumber di transmitter. Yang menggambarkan data yang akan diperoleh oleh penerima pesan.


(58)

14.Perhitungan BER

Pada blok ini dihasilkan nilai BER yang diperoleh berdasarkan besarnya SNR dan modulasi yang digunakan. Perhitungan BER ini dilakukan untuk melihat kualitas dari suatu sistem komunikasi. Metoda perhitungan BER pada blok ini dilakukan dengan membandingkan data yang dikirim terhadap data yang diterima, dan dilakukan perhitungan kesalahan bit, akumulasi total kesalahan kemudian dibagi dengan total data bit yang terkirim.


(59)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Simulasi dengan Menggunakan Guard Interval 1/4

1.Hasil BER untuk Simulasi WiMAX dengan Code Rate 1/2

Tabel. 4 Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 1/2 dan guard interval 1/4

SNR Bit Error Rate

BPSK QPSK 16-QAM

1 0.0030 0.4234 0.5231

2 0.0008 0.3662 0.5025

3 0.0007 0.2276 0.5012

5 0 0.0191 0.4838

7 0 0 0.4088

9 0 0 0.2075

10 0 0 0.0836


(60)

Gambar 10. Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 1/2 dan guard interval 1/4

Gambar 10 adalah perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan dari simulasi pengiriman data pada jaringan telekomunikasi WiMAX memakai program matlab 7.0, menggunakan tiga jenis modulasi yang berbeda dengan code rate 1/2 dan guard interval 1/4. Pada grafik Bit Error Rate dengan menggunakan modulasi BPSK, terlihat nilai Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya nilai SNR pada saluran. Bit Error Rate maksimum yang dihasilkan dengan menggunakan modulasi BPSK adalah 0.0030. Modulasi ini cocok dipakai saat nilai SNR lebih dari 2dB.


(61)

Pada grafik Bit Error Rate dengan menggunakan modulasi QPSK terlihat bahwa Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin kecil seiring dengan bertambahnya nilai SNR saluran. Akan tetapi nilai Bit Error Rate yang dihasilkan lebih besar dari 10-3 sehingga modulasi ini tidak dapat digunakan dikarenakan akan merusak kualitas sistem telekomunikasi. Pada grafik Bit Error Rate yang dihasilkan dari modulasi 16-QAM terlihat bahwa seiring dengan bertambahnya nilai SNR dari saluran maka Bit Error Rate yang dihasilkan akan berkurang. Seperti halnya pada modulasi QPSK, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan dengan modulasi 16-QAM ini juga lebih besar dari 10-3 sehingga tidak baik jika digunakan dalam suatu sistem komunikasi. Ini berarti modulasi QPSK dan 16-QAM tidak dapat bekerja dengan baik di daerah yang mempunyai tingkat SNR yang rendah.

2. Hasil BER untuk Simulasi WiMAX dengan Code Rate 3/4

Tabel. 5 Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 3/4 dan guard interval 1/4

SNR Bit Error Rate

QPSK 16-QAM 64-QAM

1 0.4817 0.5051 0.5018

2 0.4443 0.5011 0.4990

3 0.4107 0.4962 0.4980

5 0.1974 0.4909 0.4976

7 0.0315 0.4833 0.4962

9 0.0016 0.4089 0.4952

10 0 0.3323 0.4931

12 0 0.1010 0.4918

15 0 0.0016 0.4003

17 0 0 0.2018

20 0 0 0.0101


(62)

Gambar 11. Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 3/4 dan guard interval 1/4


(63)

Gambar 11 adalah perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan dari simulasi pentransmisian data pada jaringan WiMAX dengan menggunakan tiga (3) macam modulasi yang berbeda dan code rate yang dipakai sebesar 3/4 serta guard interval 1/4. Pada grafik Bit Error Rate dengan menggunakan modulasi QPSK pada saat nilai SNR saluran 1-9dB dihasilkan nilai Bit Error Rate yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kedua jenis modulasi yang lain. Ini berarti modulasi QPSK lebih baik digunakan saat SNR saluran buruk.

Pada saat SNR buruk maka diperlukan modulasi yang lebih rendah agar throughput terjaga, hal ini dikarenakan saat SNR buruk maka laju data akan berkurang sehingga modulasi yang rendah akan lebih memudahkan sistem dalam memecahkan persandian dari modulasi tersebut.

Pada grafik modulasi 16-QAM secara umum nilai Bit Error Rate yang dihasilkan mengalami penurunan seiring bertambahnya nilai SNR dari saluran. Pada grafik 64-QAM terlihat bahwa Bit Error Rate yang dihasilkan cenderung menurun saat nilai SNR saluran semakin besar. Tidak seperti kedua jenis modulasi yang lainnya, pada modulasi 64-QAM ini dapat menghasilkan nilai Bit Error Rate yang diharapkan untuk mendapatkan kualitas transmisi yang baik yaitu di bawah 10-3 walaupun diperoleh pada saat SNR yang cukup besar, yaitu ketika SNR bernilai 22dB. Ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi tingkat modulasi yang digunakan maka SNR yang dibutuhkan semakin besar untuk menjaga throughput dari jaringan.

Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa saat digunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 1/2, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan pada saat nilai


(64)

SNR 1 sampai dengan 3 dB lebih besar dibandingkan dengan nilai Bit Error Rate yang dihasilkan saat menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 3/4. Sedangkan saat nilai SNR saluran bernilai di atas 3 dB, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan saat menggunakan code rate 1/2 lebih kecil dibandingkan ketika menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 3/4. Ini berarti saat nilai SNR bernilai 1dB sampai dengan 2dB lebih baik digunakan code rate yang lebih tinggi yaitu code rate 3/4, dan saat nilai SNR di atas 2 dB sebaiknya menggunakan code rate yang lebih rendah yaitu 1/2. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghadapi air interface yang buruk, sebaiknya diterapkan teknik modulasi yang lebih tahan gangguan dan coding rate yang lebih tinggi sehingga transfer rate lebih rendah. Sebaliknya untuk kondisi air interface yang baik, digunakan teknik modulasi yang mengandung informasi lebih banyak dan coding rate yang lebih rendah sehingga transfer rate lebih cepat.

Dari perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan ketika menggunakan guard interval 1/4 dengan beberapa macam jenis modulasi dan code rate yang berbeda, dapat dilihat bahwa modulasi BPSK paling tahan terhadap gangguan kanal transmisi. Ini ditunjukkan dari nilai Bit Error Rate yang dihasilkan bernilai kurang dari 10-3 saat nilai SNR 2dB. Sedangkan modulasi 64-QAM adalah yang paling rentan terhadap gangguan kanal transmisi karena nilai SNR yang diperlukan untuk mencapai Bit Error Rate yang kurang dari 10-3, lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh modulasi lain.


(65)

B. Simulasi dengan Menggunakan Guard Interval 1/8

1.Hasil BER untuk Simulasi WiMAX dengan Code Rate 1/2

Tabel. 6 Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 1/2 dan guard interval 1/8

SNR Bit Error Rate

BPSK QPSK 16-QAM

1 0.0025 0.4297 0.5009

2 0.0005 0.3520 0.4977

3 0.0002 0.2410 0.4951

5 0 0.0208 0.4774

7 0 0 0.4152

9 0 0 0.2164

10 0 0 0.0966


(66)

Gambar 12. Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 1/2 dan guard interval 1/8

Gambar 12 menunjukkan bahwa transmisi WiMAX dengan modulasi BPSK baik digunakan saat nilai SNR kanal lebih dari 2dB. Grafik pada modulasi BPSK menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar nilai dari SNR maka akan semakin kecil nilai Bit Error Rate yang akan dihasilkan. Nilai BER pada penggunaan BPSK semakin memburuk saat nilai SNR kurang dari 2dB.

Hal yang serupa juga terjadi pada modulasi QPSK, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin menurun seiring bertambahnya nilai dari SNR. Akan tetapi nilai Bit Error Rate yang dihasilkan oleh modulasi QPSK dengan code rate 1/2 dan guard interval 1/8 tidak layak untuk diterapkan pada sistem


(67)

komunikasi, karena pada saat SNR bernilai 1 sampai 5 dB nilai Bit Error Rate yang dihasilkan melebihi batas yang dianjurkan untuk sistem komunikasi, yaitu harus kurang dari 10-3. Begitupun pada modulasi 16-QAM, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan tidak memenuhi standar dari sistem komunikasi karena nilai Bit Error Rate yang dihasilkan untuk SNR 1 sampai dengan 12dB lebih besar dari 10-3.

Dari gambar 12 dapat disimpulkan bahwa saat derau dalam kanal tinggi,

performansi BPSK dengan code rate 1/2 adalah yang paling baik

dibandingkan kedua modulasi yang lain. Akan tetapi BPSK memiliki kapasitas terbatas, sehingga lebih tidak menghemat bandwidth bila dibandingkan kedua modulasi yang lain. Penggunaan BPSK pada transmisi WiMAX dapat mentoleransi SNR pada kanal lebih dari 2dB.

2. Hasil BER untuk Simulasi WiMAX dengan Code Rate 3/4

Tabel.7 Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 3/4 dan guard interval 1/8

SNR Bit Error Rate

QPSK 16-QAM 64-QAM

1 0.4797 0.4989 0.5008

2 0.4722 0.4969 0.5004

3 0.4121 0.4955 0.5

5 0.1944 0.4940 0.4993

7 0.0328 0.4808 0.4980

9 0.0039 0.4088 0.4972

10 0 0.3334 0.4952

12 0 0.1018 0.4887

15 0 0.0029 0.3926

17 0 0.0002 0.2043

20 0 0 0.0167


(68)

Gambar 13. Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 3/4 dan guard interval 1/8


(69)

Dari data yang diperoleh dari simulasi pengirimaan data pada jaringan WiMAX menggunakan 3 jenis modulasi yang berbeda dengan code rate sebesar 3/4, dapat diketahui bahwa nilai Bit Error Rate yang dihasilkan saat SNR bernilai 1 sampai 9 dB dengan menggunakan modulasi QPSK tidak layak untuk diterapkan dalam sistem komunikasi. Hal ini disebabkan nilai Bit Error Rate yang dihasilkan melebihi batas yang diperbolehkan yaitu 10

-3

. Dari ketiga jenis modulasi yang diterapkan, nilai Bit Error Rate yang diperoleh dengan menggunakan 16-QAM adalah yang paling rendah. Bit Error Rate yang dihasilkan 64-QAM menjadi lebih tinggi dibandingkan kedua modulasi yang lain saat SNR kanal kurang dari 20dB. Modulasi

16-QAM dapat digunakan untuk mempertahankan throughput saat SNR

bernilai rendah. Sedangkan modulasi 64-QAM dapat digunakan jika SNR bernilai lebih dari 22dB, penerapan modulasi ini mampu menggandakan kapasitas data dua kali modulasi 16-QAM.

Dari data yang diperoleh, juga terlihat bahwa saat nilai SNR bernilai 1 sampai dengan 2 dB dan digunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 1/2, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan lebih besar dibandingakan dengan nilai Bit Error Rate yang dihasilkan saat menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 3/4. Akan tetapi sebaliknya ketika nilai SNR saluran bernilai di atas 2 dB nilai Bit Error Rate yang dihasilkan lebih besar saat

menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 3/4 dibandingkan

dengan code rate 1/2. Hal ini membuktikan bahwa untuk menghadapi air interface yang buruk, sebaiknya diterapkan teknik modulasi yang lebih tahan gangguan dengan coding rate yang lebih tinggi sehingga transfer rate


(70)

menjadi lebih rendah. Sebaliknya untuk kondisi air interface yang baik, digunakan teknik modulasi yang mengandung informasi lebih banyak dengan coding rate yang lebih rendah sehingga transfer rate lebih cepat. Dari perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan dengan menggunakan beberapa macam jenis modulasi dan code rate, dapat dilihat bahwa modulasi BPSK merupakan modulasi yang paling tahan terhadap gangguan kanal transmisi. Ini ditunjukkan dari nilai Bit Error Rate yang dihasilkan saat nilai SNR 2dB bernilai kurang dari 10-3. Sedangkan modulasi 64-QAM adalah yang paling rentan terhadap gangguan kanal transmisi karena untuk mencapai Bit Error Rate yang kurang dari 10-3, nilai SNR yang diperlukan lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh modulasi lain.

C. Simulasi dengan Menggunakan Guard Interval 1/16

1.Hasil BER untuk Simulasi WiMAX dengan Code Rate 1/2

Tabel. 8 Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 1/2 dan guard interval 1/16

SNR Bit Error Rate

BPSK QPSK 16-QAM

1 0.0036 0.4323 0.5054

2 0.0020 0.3737 0.5006

3 0 0.2361 0.4994

5 0 0.0294 0.4956

7 0 0.0005 0.4784

9 0 0 0.4099

10 0 0 0.3323

12 0 0 0.1157


(71)

Gambar 14. Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 1/2 dan guard interval 1/16


(72)

Grafik di atas (gambar 14) adalah perbandingan Bit Error Rate hasil simulasi pentransmisian data pada jaringan WiMAX dengan menggunakan tiga (3) jenis modulasi yang berbeda, yaitu BPSK, QPSK dan 16-QAM. Pada simulasi ini digunakan code rate 1/2 dan guard interval sebesar 1/16. Dari grafik Bit Error Rate dengan menggunakan modulasi BPSK tersebut dapat dilihat perbedaan nilai Bit Error Rate pada setiap nilai SNR saluran, yaitu 0.0036 pada saat SNR bernilai 1dB dan 0.0020 saat SNR bernilai 2dB. Ini sesuai teori bahwa nilai Bit Error Rate akan semakin kecil seiring dengan bertambah besarnya SNR. Pada grafik modulasi QPSK menunjukkan hal yang sama seperti ketika menggunaan modulasi BPSK yaitu seiring bertambahnya SNR maka nilai Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin kecil, dan pada modulasi QPSK ini diperoleh nilai Bit Error Rate yang paling kecil dibandingkan dengan kedua jenis modulasi yang lain, yaitu sebesar 0.0005. Nilai ini memenuhi standar dalam jaringan komunikasi yaitu kurang dari 10-3. Sehingga modulasi ini baik digunakan pada saat nilai SNR bernilai 7dB. Sedangkan untuk nilai SNR kurang dari nilai tersebut sebaiknya tidak digunakan modulasi QPSK dengan code rate 1/2 dan guard interval 1/16. Pada grafik Bit Error Rate 16-QAM terlihat secara keseluruhan nilai Bit Error Rate yang dihasilkan semakin menurun seiring bertambahnya nilai SNR saluran. Pada saat nilai SNR saluran bernilai 1dB sampai dengan 12dB, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan dengan menggunakan modulasi 16-QAM lebih besar dibandingkan dengan menggunakan tiga jenis modulasi yang lain. Ini


(73)

menunjukkan bahwa penggunaan 16-QAM tidak efektif jika digunakan pada saat nilai SNR bernilai di bawah 12dB.

2. Hasil BER untuk Simulasi WiMAX dengan Code Rate 3/4

Tabel. 9 Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 3/4 dan guard interval 1/16

SNR Bit Error Rate

QPSK 16-QAM 64-QAM

1 0.4835 0.4996 0.4992

2 0.4651 0.4923 0.4989

3 0.4144 0.490 0.4976

5 0.1808 0.4806 0.4940

7 0.0310 0.4059 0.4817

9 0.0006 0.1975 0.4047

10 0.0003 0.0806 0.3271

12 0 0.0017 0.1042


(74)

Gambar 15. Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 3/4 dan guard interval 1/16

Gambar 15 adalah perbandingan nilai Bit Error Rate hasil dari simulasi pengiriman data pada jaringan WiMAX dengan menggunakan tiga (3) modulasi yang berbeda dengan code rate 3/4 serta guard interval sebesar 1/16. Dari perbandingan grafik Bit Error Rate tersebut terlihat perbedaan antara ketiga jenis modulasi tersebut. Secara logika nilai Bit Error Rate yang dihasilkan akan lebih kecil pada saat SNR semakin besar. Dari grafik Bit Error Rate modulasi QPSK terlihat seperti pernyataan sebelumnya,


(1)

5 0.1974 0.4748 0.4995 7 0.0329 0.4061 0.4990 9 0.0030 0.1972 0.4989

10 0 0.0845 0.4987

12 0 0.0010 0.4880

15 0 0 0.3925

17 0 0 0.2123


(2)

79

Gambar 17. Perbandingan Bit Error Rate dengan menggunakan code rate 3/4 dan guard interval 1/32

Gambar 17 adalah perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan dari simulasi pentransmisian data pada jaringan WiMAX menggunakan tiga (3) macam modulasi yang berbeda dengan code rate sebesar 3/4 serta guard interval sebesar 1/32. Pada grafik Bit Error Rate dengan menggunakan modulasi QPSK saat nilai SNR saluran 1-9dB, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan lebih kecil jika dibandingkan dengan kedua jenis modulasi yang lain. Ini berarti modulasi QPSK lebih baik digunakan saat SNR saluran buruk.

Pada saat SNR buruk maka diperlukan modulasi yang lebih rendah agar throughput terjaga, hal ini dikarenakan saat SNR buruk maka laju data akan berkurang sehingga modulasi yang rendah akan lebih memudahkan sistem dalam memecahkan persandian dari modulasi tersebut.

Pada grafik modulasi 16-QAM secara umum nilai Bit Error Rate yang dihasilkan mengalami penurunan seiring bertambahnya nilai SNR dari saluran. Pada grafik 64-QAM terlihat bahwa Bit Error Rate yang


(3)

jaringan. Dari data yang diperoleh dari simulasi terlihat bahwa nilai Bit Error Rate yang dihasilkan pada saat SNR bernilai 1-12 dB dan menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 1/2, nilai Bit Error Rate yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan nilai Bit Error Rate yang dihasilkan pada saat menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 3/4. Sedangkan ketika SNR bernilai di atas 12 dB nilai Bit Error Rate yang dihasilkan saat menggunakan modulasi 16-QAM dengan code rate 1/2 bernilai lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan code rate 3/4. Hal ini juga membuktikan teori bahwa untuk menghadapi air interface yang buruk, sebaiknya diterapkan teknik modulasi yang lebih tahan gangguan dan coding rate yang lebih tinggi sehingga transfer rate lebih rendah. Sebaliknya untuk kondisi air interface yang baik, digunakan teknik modulasi yang mengandung informasi lebih banyak dan coding rate yang lebih rendah sehingga transfer rate lebih cepat. Dari perbandingan Bit Error Rate yang dihasilkan dengan menggunakan beberapa macam jenis modulasi dan code rate, dapat dilihat bahwa modulasi BPSK paling tahan terhadap gangguan kanal transmisi. Ini ditunjukkan dari besarnya Bit Error Rate yang dihasilkan modulasi BPSK saat SNR buruk lebih rendah


(4)

81

dibandingkan dengan Bit Error Rate yang dihasilkan oleh modulasi lain. Sedangkan modulasi 64-QAM adalah yang paling rentan terhadap gangguan kanal transmisi karena nilai SNR yang diperlukan untuk mencapai Bit Error Rate yang kurang dari 10-3, lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh modulasi lain.


(5)

sebelumnya, maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada nilai SNR yang sama besar, semakin rendah modulasi yang dipakai maka nilai Bit Error Rate yang dihasilkan akan semakin kecil.

2. Untuk sistem WiMAX telah dibuktikan bahwa modulasi 64-QAM adalah paling rentan dan modulasi BPSK adalah paling tahan terhadap gangguan kanal transmisi (air interface).

3. Semakin kecil nilai SNR dari saluran maka akan semakin besar nilai Bit Error Rate yang dihasilkan pada keempat jenis modulasi.

4. Untuk kondisi air interface yang baik, digunakan teknik modulasi yang mengandung informasi lebih banyak dan coding rate yang lebih rendah sehingga transfer rate lebih cepat, sedangkan untuk kondisi air interface yang buruk sebaiknya digunakan modulasi yang tahan terhadap gangguan dan coding rate yang lebih tinggi sehingga transfer rate menjadi lebih rendah.


(6)

83

5.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan pada tugas akhir ini adalah:

1. Perlu diteliti pengaruh kecepatan pergerakan user terhadap nilai Bit Error Rate yang dihasilkan.

2. Untuk penelitian lebih lanjut dan lebih valid, pengukuran dapat dilakukan dengan membandingkan hasil hasil yang diperoleh dari simulasi dengan menggunakan program MATLAB 7.0 dengan hasil simulasi menggunakan program yang lain.

3. Untuk pengembangan selanjutnya dapat diperluas dengan dilakukan pengukuran terhadap parameter performansi WiMAX yang lain seperti Throughput, Delay dan Jitter.