Pertumbuhan dan Keragaan Planlet Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) pada Medium dengan Berbagai Sumber Karbohidrat dan Intensitas Cahaya yang Berbeda

PERTUMBUHAN DAN KERAGAAN PLANLET SAGU
(Metroxylon sagu Rottb.) PADA MEDIUM DENGAN BERBAGAI SUMBER
KARBOHIDRAT DAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA

WIRDHATUL MUSLIHATIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan dan Keragaan
Planlet Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) pada Medium dengan Berbagai
Sumber Karbohidrat dan Intensitas Cahaya yang Berbeda adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing yang belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.
Bogor, 17 Juli 2009
Wirdhatul Muslihatin
NIM G353070061

ABSTRACT
WIRDHATUL MUSLIHATIN. Growth and Performance of Plantlets of Sago
(Metroxylon sagu Rottb.) on Medium with Different Sources of Carbohydrate and
Different Levels of Light Intensity. Under direction of DIAH RATNADEWI and
SUMARYONO.
Plantlets of sago derived from somatic embryos usually are weak with few
leaves and roots, resulted in a low survival rate during plantlet acclimatization.
Essential factors for vigorous plantlets are carbohydrate and light intensity.
Carbohydrate is added into a culture medium as energy source and osmotic agent.
Light intensity influences plant growth and development because it is directly
related to photosynthesis and morphogenic process. Research was conducted to
determine a suitable carbohydrate and light intensity for plantlets growth in order
to produce vigorous plantlets of sago. The basal medium used was modified MMS
(Murashige & Skoog) medium with a half strength salts. The first experiment was
the application of different types of carbohydrate (sucrose, maltose, glucose, and

fructose) at various concentrations (30, 45, and 60 g/L) into the medium. A single
1-2 cm plantlet was cultured on a culture tube. Each treatment consisted of 15
plantlets. In the second experiment, plantlets were cultured on the basal medium
with sucrose 30 g/L. The cultures were incubated in a light room culture with
different light intensities (10, 20, 30, and 40 µmol/m2/sec). Parameters observed
were plantlet height, leaf number, leaf color, stem diameter, biomass fresh weight
and rooting percentage. Relative growth rate (RGR) of plantlet height and leaf
number was also calculated. Histology of leaf, leaf sheath and root was conducted
according to modified Nakamura method. Leaf stomata density was observed
using whole mount preparatory. The results show that different types and
concentrations of carbohydrate influenced sago plantlet growth. Medium with
sucrose 30 g/L gave the best growth of sago plantlet based on RGR plantlet
height, RGR leaf number, biomass fresh weight, stem diameter, and rooting
percentage. However, the greenest leaf color was found on a medium added with
glucose 60 g/L. Light intensity did not affect plantlet growth and performance
except stem diameter. Higher density and smaller size of stomata was observed on
leaf of non vigorous plantlets than those of vigorous plantlets. Anatomy of leaf
sheath of vigorous and non vigorous plantlets reveals different patterns, where
shoot apical meristem (SAM) was found in vigorous plantlets. It can be concluded
that plantlets of sago palm cultured on a medium added with sucrose 30 g/L under

light intensity of 10 µmol/m2/sec grew better than on medium with other
carbohydrate sources and light intensities.
Keyword : sago palm, carbohydrate, light intensity, plantlet growth, plantlet
performance, in vitro culture.

RINGKASAN
WIRDHATUL MUSLIHATIN. Pertumbuhan dan Keragaan Planlet Sagu
(Metroxylon sagu Rottb.) pada Medium dengan Berbagai Sumber Karbohidrat dan
Intensitas Cahaya yang Berbeda. Dibimbing oleh DIAH RATNADEWI dan
SUMARYONO.
Sagu merupakan tanaman asli Indonesia yang memiliki potensi sebagai
sumber bahan pangan dan industri. Kebutuhan dan permintaan sagu semakin besar
sehingga perlu dilakukan peningkatan produksi. Pertumbuhan populasi sagu
secara alami dikhawatirkan tidak mampu mengimbangi laju penebangan untuk
memenuhi kebutuhan. Salah satu cara untuk menghasilkan bahan tanam yang
seragam dengan jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat adalah dengan
teknik kultur jaringan atau kultur in vitro. Planlet sagu hasil kultur in vitro pada
umumnya masih sangat lemah dengan jumlah daun dan akar yang sedikit. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan dan daya hidup bibit saat aklimatisasi sangat rendah.
Komposisi medium kultur dan intensitas cahaya merupakan penentu utama bagi

pertumbuhan tanaman in vitro. Karbohidrat merupakan komponen yang sangat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman in vitro yang terjadi pada
kondisi yang tidak cocok untuk fotosintesis atau tanpa fotosintesis. Intensitas
cahaya juga mempengaruhi keberhasilan kultur in vitro. Selain berperan dalam
proses fotosintesis planlet, cahaya mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan atau morfogenesis tanaman. Modifikasi jenis dan komposisi
medium serta faktor lingkungan seperti intensitas cahaya merupakan cara-cara
yang dapat dilakukan untuk menghasilkan planlet yang vigor.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mendapatkan jenis dan konsentrasi
karbohidrat yang tepat untuk menghasilkan planlet sagu yang vigor; 2)
mendapatkan intensitas cahaya yang sesuai untuk menghasilkan planlet sagu yang
vigor dan 3) membandingkan kerapatan stomata, anatomi daun, pelepah dan akar
planlet sagu yang vigor dan tidak vigor hasil kultur in vitro. Informasi yang
diperoleh diharapkan mampu meningkatkan produksi bibit unggul sagu Indonesia
secara klonal.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi,
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia di Bogor mulai bulan
Desember 2008 sampai dengan Juni 2009. Bahan tanam yang digunakan adalah
planlet tanpa akar dengan tinggi 1-2 cm yang terbentuk dari kultur embrio
somatik. Medium kultur yang digunakan adalah medium padat MS (Murashige &

Skoog 1962) yang telah dimodifikasi ditambah GA3 0,5 mg/L, IBA 2 mg/L dan
NAA 3 mg/L. Jenis karbohidrat yang digunakan adalah sukrosa, maltosa, fruktosa
dan glukosa, masing-masing dengan konsentrasi 30, 45, dan 60 g/L. Kultur
ditempatkan pada ruang kultur dengan suhu 25°C dengan intensitas cahaya 10
µmol/m2/detik dengan periode pencahayaan 14 jam. Kultur dilakukan selama 12
minggu dengan 15 ulangan. Penelitian dilanjutkan dengan pengaruh intensitas
cahaya. Perlakuan yang diberikan adalah 10, 20, 30, dan 40 µmol/m2/detik,
masing-masing perlakuan dilakukan dengan 8 ulangan. Pengamatan stomata
menggunakan metode preparat utuh (whole mount) mengikuti metode Johansen
(1940) dan Sass (1951) yang telah dimodifikasi. Irisan anatomis menggunakan
metode Nakamura (1995) yang telah dimodifikasi.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Data yang dihasilkan dianalisis dengan General Linear Model (GLM) 2
faktor yaitu jenis dan konsentrasi karbohidrat, dilanjutkan dengan uji Duncan pada
taraf kepercayaan 95% menggunakan program SAS ver 9.1.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi karbohidrat
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan keragaan planlet sagu. Medium
dengan sukrosa 30 g/L memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan
planlet sagu berdasarkan parameter tinggi, jumlah daun, diameter, bobot basah

dan persentase perakaran kecuali warna daun. Dalam penelitian ini perbedaan
intensitas cahaya yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
dan keragaan planlet sagu kecuali pada diameter planlet. Intensitas cahaya 10
µmol/m2/detik menghasilkan planlet vigor lebih banyak daripada intensitas cahaya
yang lebih tinggi.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa planlet sagu
yang dikultur pada media yang mengandung sukrosa 30 g/L dan intensitas cahaya
10 µmol/m2/detik menghasilkan planlet yang lebih vigor. Kerapatan stomata
planlet tidak vigor lebih tinggi dengan ukuran stomata lebih kecil daripada planlet
vigor. Secara anatomi tidak terdapat perbedaan antara daun dan akar planlet sagu
vigor dan tidak vigor, namun pelepah planlet sagu vigor dan tidak vigor
menunjukkan perbedaan secara histologi. meristem apikal pucuk (SAM)
ditemukan pada planlet sagu vigor.
Kata kunci : sagu, karbohidrat, intensitas cahaya, pertumbuhan planlet, keragaan
planlet, kultur in vitro.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERTUMBUHAN DAN KERAGAAN PLANLET SAGU
(Metroxylon sagu Rottb.) PADA MEDIUM DENGAN BERBAGAI SUMBER
KARBOHIDRAT DAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA

WIRDHATUL MUSLIHATIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si

Judul Tesis

Nama
NIM

: Pertumbuhan dan Keragaan Planlet Sagu (Metroxylon sagu
Rottb.) pada Medium dengan Berbagai Sumber Karbohidrat dan
Intensitas Cahaya yang Berbeda
: Wirdhatul Muslihatin
: G353070061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Diah Ratnadewi
Ketua


Ir. Sumaryono, M.Sc
Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor
Biologi Tumbuhan

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si

Tanggal Ujian: 28 Juli 2009

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Alhamdulillah, puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas
segala karunia NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan tesis. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
tinggi kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian
dan penyusunan tesis ini yaitu,
1. Dr. Ir. Diah Ratnadewi selaku ketua komisi pembimbing atas waktu,
kesabaran, ilmu dan kemudahan yang telah diberikan selama memberikan
bimbingan.
2. Ir. Sumaryono, M. Sc selaku anggota komisi pembimbing sekaligus kepala
Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi, Balai Penelitian Perkebunan
Indonesia atas waktu, kesabaran, ilmu dan kemudahan selama penelitian
sampai tersusunnya tesis ini.
3. Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si selaku penguji luar komisi atas
ilmu dan saran yang telah diberikan untuk kesempurnaan tesis ini.
4. Ketua program studi, seluruh dosen dan karyawan biologi tumbuhan atas
ilmu, bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian dan penyusunan tesis
ini berjalan lancar.
5. Seluruh peneliti, teknisi dan pembantu teknisi Laboratorium Biak Sel dan
Mikropropagasi, Balai Penelitian Perkebunan Indonesia atas semua

bantuan, kerjasama dan kemudahan yang telah diberikan selama penelitian
dan penyusunan tesis ini.
6. Program Riset Insentif Terapan Kementerian Negara Riset dan Teknologi
atas nama Ir. Sumaryono, M.Sc yang telah mendanai penelitian ini sampai
selesai.
7. Drs. Bachsis Aminullah M.Pd, Indah Ermawati, S.Pd, Adkhiatul
Muslihatin dan Fahmi Iskandar Aminullah, atas nasehat, kepercayaan, doa
dan semangat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini tepat waktu.
8. Rekan-rekan Pascasarjana Biologi IPB tahun 2007 atas kerjasama dan
kebersamaannya selama menyelesaikan studi.
9. Seluruh pihak yang telah terlibat dan membantu penelitian dan
penyusunan tesis ini.
Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat khususnya untuk
perkembangan sagu di Indonesia.
Bogor, 17 Juli 2009
Wirdhatul Muslihatin

PERTUMBUHAN DAN KERAGAAN PLANLET SAGU
(Metroxylon sagu Rottb.) PADA MEDIUM DENGAN BERBAGAI SUMBER
KARBOHIDRAT DAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA

WIRDHATUL MUSLIHATIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan dan Keragaan
Planlet Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) pada Medium dengan Berbagai
Sumber Karbohidrat dan Intensitas Cahaya yang Berbeda adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing yang belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Bogor, 17 Juli 2009
Wirdhatul Muslihatin
NIM G353070061

ABSTRACT
WIRDHATUL MUSLIHATIN. Growth and Performance of Plantlets of Sago
(Metroxylon sagu Rottb.) on Medium with Different Sources of Carbohydrate and
Different Levels of Light Intensity. Under direction of DIAH RATNADEWI and
SUMARYONO.
Plantlets of sago derived from somatic embryos usually are weak with few
leaves and roots, resulted in a low survival rate during plantlet acclimatization.
Essential factors for vigorous plantlets are carbohydrate and light intensity.
Carbohydrate is added into a culture medium as energy source and osmotic agent.
Light intensity influences plant growth and development because it is directly
related to photosynthesis and morphogenic process. Research was conducted to
determine a suitable carbohydrate and light intensity for plantlets growth in order
to produce vigorous plantlets of sago. The basal medium used was modified MMS
(Murashige & Skoog) medium with a half strength salts. The first experiment was
the application of different types of carbohydrate (sucrose, maltose, glucose, and
fructose) at various concentrations (30, 45, and 60 g/L) into the medium. A single
1-2 cm plantlet was cultured on a culture tube. Each treatment consisted of 15
plantlets. In the second experiment, plantlets were cultured on the basal medium
with sucrose 30 g/L. The cultures were incubated in a light room culture with
different light intensities (10, 20, 30, and 40 µmol/m2/sec). Parameters observed
were plantlet height, leaf number, leaf color, stem diameter, biomass fresh weight
and rooting percentage. Relative growth rate (RGR) of plantlet height and leaf
number was also calculated. Histology of leaf, leaf sheath and root was conducted
according to modified Nakamura method. Leaf stomata density was observed
using whole mount preparatory. The results show that different types and
concentrations of carbohydrate influenced sago plantlet growth. Medium with
sucrose 30 g/L gave the best growth of sago plantlet based on RGR plantlet
height, RGR leaf number, biomass fresh weight, stem diameter, and rooting
percentage. However, the greenest leaf color was found on a medium added with
glucose 60 g/L. Light intensity did not affect plantlet growth and performance
except stem diameter. Higher density and smaller size of stomata was observed on
leaf of non vigorous plantlets than those of vigorous plantlets. Anatomy of leaf
sheath of vigorous and non vigorous plantlets reveals different patterns, where
shoot apical meristem (SAM) was found in vigorous plantlets. It can be concluded
that plantlets of sago palm cultured on a medium added with sucrose 30 g/L under
light intensity of 10 µmol/m2/sec grew better than on medium with other
carbohydrate sources and light intensities.
Keyword : sago palm, carbohydrate, light intensity, plantlet growth, plantlet
performance, in vitro culture.

RINGKASAN
WIRDHATUL MUSLIHATIN. Pertumbuhan dan Keragaan Planlet Sagu
(Metroxylon sagu Rottb.) pada Medium dengan Berbagai Sumber Karbohidrat dan
Intensitas Cahaya yang Berbeda. Dibimbing oleh DIAH RATNADEWI dan
SUMARYONO.
Sagu merupakan tanaman asli Indonesia yang memiliki potensi sebagai
sumber bahan pangan dan industri. Kebutuhan dan permintaan sagu semakin besar
sehingga perlu dilakukan peningkatan produksi. Pertumbuhan populasi sagu
secara alami dikhawatirkan tidak mampu mengimbangi laju penebangan untuk
memenuhi kebutuhan. Salah satu cara untuk menghasilkan bahan tanam yang
seragam dengan jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat adalah dengan
teknik kultur jaringan atau kultur in vitro. Planlet sagu hasil kultur in vitro pada
umumnya masih sangat lemah dengan jumlah daun dan akar yang sedikit. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan dan daya hidup bibit saat aklimatisasi sangat rendah.
Komposisi medium kultur dan intensitas cahaya merupakan penentu utama bagi
pertumbuhan tanaman in vitro. Karbohidrat merupakan komponen yang sangat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman in vitro yang terjadi pada
kondisi yang tidak cocok untuk fotosintesis atau tanpa fotosintesis. Intensitas
cahaya juga mempengaruhi keberhasilan kultur in vitro. Selain berperan dalam
proses fotosintesis planlet, cahaya mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan atau morfogenesis tanaman. Modifikasi jenis dan komposisi
medium serta faktor lingkungan seperti intensitas cahaya merupakan cara-cara
yang dapat dilakukan untuk menghasilkan planlet yang vigor.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mendapatkan jenis dan konsentrasi
karbohidrat yang tepat untuk menghasilkan planlet sagu yang vigor; 2)
mendapatkan intensitas cahaya yang sesuai untuk menghasilkan planlet sagu yang
vigor dan 3) membandingkan kerapatan stomata, anatomi daun, pelepah dan akar
planlet sagu yang vigor dan tidak vigor hasil kultur in vitro. Informasi yang
diperoleh diharapkan mampu meningkatkan produksi bibit unggul sagu Indonesia
secara klonal.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi,
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia di Bogor mulai bulan
Desember 2008 sampai dengan Juni 2009. Bahan tanam yang digunakan adalah
planlet tanpa akar dengan tinggi 1-2 cm yang terbentuk dari kultur embrio
somatik. Medium kultur yang digunakan adalah medium padat MS (Murashige &
Skoog 1962) yang telah dimodifikasi ditambah GA3 0,5 mg/L, IBA 2 mg/L dan
NAA 3 mg/L. Jenis karbohidrat yang digunakan adalah sukrosa, maltosa, fruktosa
dan glukosa, masing-masing dengan konsentrasi 30, 45, dan 60 g/L. Kultur
ditempatkan pada ruang kultur dengan suhu 25°C dengan intensitas cahaya 10
µmol/m2/detik dengan periode pencahayaan 14 jam. Kultur dilakukan selama 12
minggu dengan 15 ulangan. Penelitian dilanjutkan dengan pengaruh intensitas
cahaya. Perlakuan yang diberikan adalah 10, 20, 30, dan 40 µmol/m2/detik,
masing-masing perlakuan dilakukan dengan 8 ulangan. Pengamatan stomata
menggunakan metode preparat utuh (whole mount) mengikuti metode Johansen
(1940) dan Sass (1951) yang telah dimodifikasi. Irisan anatomis menggunakan
metode Nakamura (1995) yang telah dimodifikasi.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Data yang dihasilkan dianalisis dengan General Linear Model (GLM) 2
faktor yaitu jenis dan konsentrasi karbohidrat, dilanjutkan dengan uji Duncan pada
taraf kepercayaan 95% menggunakan program SAS ver 9.1.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi karbohidrat
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan keragaan planlet sagu. Medium
dengan sukrosa 30 g/L memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan
planlet sagu berdasarkan parameter tinggi, jumlah daun, diameter, bobot basah
dan persentase perakaran kecuali warna daun. Dalam penelitian ini perbedaan
intensitas cahaya yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
dan keragaan planlet sagu kecuali pada diameter planlet. Intensitas cahaya 10
µmol/m2/detik menghasilkan planlet vigor lebih banyak daripada intensitas cahaya
yang lebih tinggi.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa planlet sagu
yang dikultur pada media yang mengandung sukrosa 30 g/L dan intensitas cahaya
10 µmol/m2/detik menghasilkan planlet yang lebih vigor. Kerapatan stomata
planlet tidak vigor lebih tinggi dengan ukuran stomata lebih kecil daripada planlet
vigor. Secara anatomi tidak terdapat perbedaan antara daun dan akar planlet sagu
vigor dan tidak vigor, namun pelepah planlet sagu vigor dan tidak vigor
menunjukkan perbedaan secara histologi. meristem apikal pucuk (SAM)
ditemukan pada planlet sagu vigor.
Kata kunci : sagu, karbohidrat, intensitas cahaya, pertumbuhan planlet, keragaan
planlet, kultur in vitro.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERTUMBUHAN DAN KERAGAAN PLANLET SAGU
(Metroxylon sagu Rottb.) PADA MEDIUM DENGAN BERBAGAI SUMBER
KARBOHIDRAT DAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA

WIRDHATUL MUSLIHATIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si

Judul Tesis

Nama
NIM

: Pertumbuhan dan Keragaan Planlet Sagu (Metroxylon sagu
Rottb.) pada Medium dengan Berbagai Sumber Karbohidrat dan
Intensitas Cahaya yang Berbeda
: Wirdhatul Muslihatin
: G353070061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Diah Ratnadewi
Ketua

Ir. Sumaryono, M.Sc
Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor
Biologi Tumbuhan

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si

Tanggal Ujian: 28 Juli 2009

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas
segala karunia NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan tesis. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
tinggi kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian
dan penyusunan tesis ini yaitu,
1. Dr. Ir. Diah Ratnadewi selaku ketua komisi pembimbing atas waktu,
kesabaran, ilmu dan kemudahan yang telah diberikan selama memberikan
bimbingan.
2. Ir. Sumaryono, M. Sc selaku anggota komisi pembimbing sekaligus kepala
Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi, Balai Penelitian Perkebunan
Indonesia atas waktu, kesabaran, ilmu dan kemudahan selama penelitian
sampai tersusunnya tesis ini.
3. Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si selaku penguji luar komisi atas
ilmu dan saran yang telah diberikan untuk kesempurnaan tesis ini.
4. Ketua program studi, seluruh dosen dan karyawan biologi tumbuhan atas
ilmu, bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian dan penyusunan tesis
ini berjalan lancar.
5. Seluruh peneliti, teknisi dan pembantu teknisi Laboratorium Biak Sel dan
Mikropropagasi, Balai Penelitian Perkebunan Indonesia atas semua
bantuan, kerjasama dan kemudahan yang telah diberikan selama penelitian
dan penyusunan tesis ini.
6. Program Riset Insentif Terapan Kementerian Negara Riset dan Teknologi
atas nama Ir. Sumaryono, M.Sc yang telah mendanai penelitian ini sampai
selesai.
7. Drs. Bachsis Aminullah M.Pd, Indah Ermawati, S.Pd, Adkhiatul
Muslihatin dan Fahmi Iskandar Aminullah, atas nasehat, kepercayaan, doa
dan semangat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini tepat waktu.
8. Rekan-rekan Pascasarjana Biologi IPB tahun 2007 atas kerjasama dan
kebersamaannya selama menyelesaikan studi.
9. Seluruh pihak yang telah terlibat dan membantu penelitian dan
penyusunan tesis ini.
Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat khususnya untuk
perkembangan sagu di Indonesia.
Bogor, 17 Juli 2009
Wirdhatul Muslihatin

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur 20 Juni 1984, sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs. Bachsis Aminullah M. Pd dengan
Indah Ermawati, S. Pd.
Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
jurusan Biologi lulus pada tahun 2006. Selama menyelesaikan pendidikan sarjana
sains, penulis menjadi asisten di Laboratorium Tumbuhan Biologi ITS pada
beberapa mata kuliah yaitu Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Fisiologi
Tumbuhan, Fisiologi Cekaman, dan Biokimia. Penulis pernah bekerja di
Universitas Muhammadiyah Surabaya tahun 2006 sampai dengan 2007. Penulis
melanjutkan studi S2 pada tahun 2007 di Departemen Biologi bidang mayor
Biologi Tumbuhan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................1
Permasalahan ………………………………….…………………. …….. 3
Tujuan Penelitian .........................................................................................3
Manfaat Penelitian………………………………………………………... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Sagu ..................................................................4
Habitat Sagu .................................................................................................5
Pertumbuhan dan Siklus Hidup Sagu...........................................................6
Potensi dan Manfaat Sagu ............................................................................8
Kultur In vitro Sagu. ....................................................................................9
Peranan Karbohidrat dalam Kultur In vitro ...............................................10
Intensitas Cahaya dalam Kultur In vitro. ...................................................11
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................13
Bahan Tanam dan Medium ........................................................................13
Perlakuan Karbohidrat ...............................................................................13
Perlakuan Intensitas Cahaya ......................................................................13
Parameter Pertumbuhan Planlet Sagu ........................................................14
Kerapatan Stomata .....................................................................................14
Anatomi Daun, Pelepah dan Akar..............................................................15
Rancangan Penelitian dan Analisis Statistik. .............................................15
Hipotesis Penelitian....................................................................................16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Karbohidrat terhadap Pertumbuhan
Planlet Sagu
Pertumbuhan Tinggi Planlet . ........................................................ 17
LPR untuk Tinggi Planlet...............................................................19
LPR untuk Jumlah Daun Planlet ................................................... 20
Warna Daun Planlet .......................................................................21
Bobot Basah Planlet .......................................................................23
Diameter Planlet. ............................................................................23
Persentase perakaran Planlet ..........................................................24
 

Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Planlet Sagu
Pertumbuhan Tinggi Planlet . ........................................................ 26
LPR untuk Tinggi dan Jumlah Daun Planlet..................................27
Warna Daun Planlet .......................................................................28
Bobot Basah, Diameter, dan Persentase Perakaran Planlet............28
Struktur, Kerapatan dan Ukuran Stomata Daun Planlet Sagu
Vigor dan Tidak Vigor ...............................................................................29
Struktur Anatomi Daun, Pelepah dan Akar Planlet Sagu
Vigor dan Tidak Vigor ...............................................................................32
Perlakuan Karbohidrat.................................................................. .31
Perlakuan Intensitas Cahaya ......................................................... 34
Pembahasan Umum....................................................................................35
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ....................................................................................................38
Saran ........................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39
LAMPIRAN .......................................................................................................... 44

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap
bobot basah planlet sagu (g).............................................................................23
2 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap
diameter planlet sagu (mm)..............................................................................24
3 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap
persentase perakaran planlet sagu (%).............................................................25
4 Pengaruh intensitas cahaya terhadap LPR untuk tinggi dan
jumlah daun planlet sagu..................................................................................27
5 Pengaruh intensitas cahaya terhadap bobot basah, diameter
dan persentase perakaran planlet sagu.............................................................29

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Populasi sagu di alam ........................................................................................ 5
2 Skema pola tumbuh sagu membentuk rumpun . .............................................. 6
3 Siklus hidup sagu .............................................................................................. 7
4 Kurva pertumbuhan planlet sagu pada berbagai jenis karbohidrat ................ 17
5 Kurva pertumbuhan planlet sagu pada berbagai konsentrasi karbohidrat ..... 18
6 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap LPR untuk tinggi ...........
planlet sagu .................................................................................................... 20
7 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap LPR untuk jumlah .........
daun planlet sagu ............................................................................................. 21
8 Pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat terhadap warna daun ....................
planlet sagu. .................................................................................................... 22
9 Kurva pertumbuhan planlet sagu pada berbagai intensitas cahaya. ................ 26
10 Pengaruh intensitas cahaya terhadap warna daun planlet sagu ....................... 28
11 Susunan dan struktur stomata daun planlet sagu............................................. 30
12 Kerapatan stomata daun planlet sagu .............................................................. 30
13 Sayatan melintang daun planlet sagu .............................................................. 32
14 Sayatan melintang akar planlet sagu ............................................................... 33
15 Sayatan melintang pelepah planlet sagu perlakuan karbohidrat ..................... 34
16 Sayatan melintang pelepah planlet sagu perlakuan intensitas cahaya……… 34

 
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Komposisi dehidran metode paraplas......................................................................................45
2 Metode pewarnaan ganda safranin 2% dan fast green 1%......................................................46
3 Analisis sidik ragam pengaruh jenis dan konsentrasi karbohidrat..........................................47
4 Analisis sidik ragam pengaruh intensitas cahaya....................................................................49
5

 

Gambar planlet sagu.............................................................................................................. 51

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tumbuhan asli Indonesia yang
diperkirakan berasal dari daerah Sentani Papua, karena keragaman plasma nutfah
sagu di daerah tersebut paling tinggi. Daerah sebaran sagu meliputi wilayah
tropika basah Asia Tenggara dan Oceania. Sagu tumbuh terutama di daerah rawa,
payau atau daerah yang sering tergenang air. Indonesia memiliki areal sagu yang
cukup luas. Areal sagu terluas terdapat di Papua yakni 1,2 juta hektar dan Papua
Nugini seluas 1,0 juta hektar yang merupakan 90% dari total areal sagu dunia
(Flach 1997). Dengan luasnya areal sagu, Indonesia memiliki kesempatan besar
untuk mengembangkan komoditas ini. Namun, sampai saat ini perkembangan
sagu Indonesia masih dalam tahap pengolahan secara tradisional menjadi bahan
pangan dengan bahan baku bergantung hasil alam.
Sagu memiliki potensi sebagai sumber bahan pangan dan non pangan
Semua bagian tumbuhan yaitu daun, batang dan pelepah dapat dimanfaatkan.
Sagu sebagai bahan pangan dimanfaatkan sebagian besar dalam bentuk aci sagu
yang dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti mie, roti dan sirup.
Pemanfaatan sagu sebagai bahan non pangan yaitu bioetanol, biodegradable
plastic, bahan perekat, briket, bahan bangunan dan lainnya. Kandungan sagu yang
paling banyak dimanfaatkan adalah karbohidrat yang terdapat dalam batang. Sagu
merupakan tananaman penghasil karbohidrat yang memiliki produktivitas tinggi.
Kandungan karbohidrat sagu dapat mencapai 700 kg pati basah per batang yang
berumur 10-11 tahun atau 15-25 ton pati kering per hektar per tahun (Flach 1997).
Kandungan karbohidrat sagu lebih tinggi daripada beras (Djoefrie 1999). Aci sagu
mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73% (Flach 1997).
Besarnya potensi sagu sebagai bahan pangan dan non pangan
menyebabkan kebutuhan dan permintaan sagu semakin meningkat sehingga perlu
dilakukan peningkatan produksi. Tarigans (2001) menyatakan bahwa sampai saat
ini Indonesia masih mengandalkan tegakan alami dan semibudidaya. Pertumbuhan
populasi sagu secara alami dikhawatirkan tidak mampu mengimbangi laju
penebangan untuk memenuhi kebutuhan.

2

Sagu merupakan tumbuhan Palmae tahunan yang umumnya diperbanyak
secara vegetatif dengan tunas anakan yang tumbuh di sekitar batang utama
(induk). Perbanyakan sagu dapat dilakukan secara generatif yaitu dengan biji.
Namun perbanyakan dengan biji jarang terjadi karena pada umumnya sagu
dipanen sebelum masa reproduktif. Persediaan tunas anakan yang seragam
merupakan hambatan utama dalam pembukaan perkebunan sagu (Jong 1995).
Salah satu cara untuk memproduksi bahan tanam yang seragam dengan
jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat adalah dengan teknik kultur
jaringan atau kultur in vitro. Teknik in vitro sagu yang telah dilakukan adalah
melalui embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik merupakan salah satu
aplikasi penting dalam propagasi tumbuhan secara vegetatif dalam skala besar.
Penelitian kultur in vitro sagu secara bertahap dan berkelanjutan telah dilakukan.
Tahardi et al. (2002) berhasil mendapatkan embriogenesis somatik sagu
menggunakan eksplan berupa jaringan muda dari tunas apikal anakan.
Riyadi et al. (2005) telah menemukan komposisi medium untuk induksi
embrio somatik, pendewasaan embrio dan pembentukan planlet. Dalam fase
perkembangan embrio somatik sagu menunjukkan keragaman morfologi, meliputi
bentuk, ukuran dan warna (Kasi & Sumaryono 2006). Keragaman morfologi
embrio somatik yang tinggi dapat menghambat propagasi tumbuhan secara in
vitro dalam jumlah besar (Riyadi et al. 2005). Komposisi medium kultur
merupakan penentu utama untuk pertumbuhan tumbuhan in vitro. Garam mineral
dan karbohidrat sebagai sumber karbon merupakan komponen utama dalam
medium kultur in vitro (Gamborg & Phillips 1995).
Karbohidrat

merupakan

komponen

yang

sangat

penting

untuk

pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan in vitro yang terjadi pada kondisi yang
tidak cocok untuk fotosintesis atau tanpa fotosintesis (Pierik 1997). Pemilihan
konsentrasi karbohidrat tergantung pada jenis dan umur material tumbuh. Jenis
karbohidrat yang paling sering digunakan dalam penelitian adalah sukrosa,
fruktoa dan glukosa. Sukrosa sebagai sumber karbon paling banyak digunakan
karena dianggap memberikan pengaruh pertumbuhan yang optimal dan relatif
murah (Swedlund & Locy 1993). Selain medium tumbuh, faktor fisik lingkungan
seperti intensitas cahaya dan suhu mempengaruhi keberhasilan kultur in vitro.

3

Cahaya dapat mendorong pembentukan dan pertumbuhan tunas selain berperan
dalam membantu proses fotosintesis planlet. Modifikasi jenis dan komposisi
medium serta faktor lingkungan seperti intensitas cahaya merupakan cara-cara
yang perlu dilakukan untuk menghasilkan planlet yang vigor.

Permasalahan
Planlet sagu hasil kultur in vitro sagu pada umumnya masih sangat lemah
dengan jumlah daun dan akar yang sedikit. Hal ini menyebabkan daya hidup bibit
sagu saat aklimatisasi sangat rendah.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. mendapatkan jenis dan konsentrasi karbohidrat yang tepat untuk
menghasilkan planlet sagu yang vigor.
2. mendapatkan intensitas cahaya yang sesuai untuk menghasilkan planlet
sagu yang vigor.
3. membandingkan kerapatan stomata, anatomi daun, pelepah dan akar
planlet sagu yang vigor dan tidak vigor.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi
terbaik bagi pertumbuhan sehingga dihasilkan planlet sagu yang vigor.
Keberhasilan proses tersebut diharapkan mampu meningkatkan produksi bibit
unggul sagu Indonesia secara klonal.

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Sagu
Sagu merupakan tumbuhan Palmae asli Indonesia yang diduga berasal dari
sekitar daerah Sentani Papua. Sagu dikenal hampir oleh seluruh masyarakat
Indonesia, tetapi nama atau sebutannya berbeda di setiap daerah. Sagu dikenal
dengan nama rumpia di Minangkabau; kirai di Jawa Barat; bulung, rembulu,
ambulung atau kresula di Jawa Tengah; lapia atau nampia di Ambon; bak sagee
di Aceh dan sebutan lainnya (Haryanto & Pangloli 1992).
Nama Metroxylon berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu metra dan xylon. Metra berarti isi batang atau empulur dan xylon berarti
xilem (Flach 1997). Sagu dari genus Metroxylon terbagi menjadi dua yaitu
tumbuhan yang berbuah atau berbunga dua kali (pleonanthic) dan tumbuhan yang
berbunga atau berbuah hanya sekali (hepaxanthic). Hepaxanthic memiliki nilai
ekonomis penting karena kandungan karbohidratnya lebih banyak daripada
pleonanthic. Metroxylon sagu Rottb atau dikenal dengan sagu Tuni tergolong
dalam hepaxanthic (Haryanto & Pangloli 1992).
Metroxylon sagu Rottb banyak ditemui di Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Papua dengan ciri-ciri: tinggi batang sekitar 10-14 meter,
berbentuk silinder dengan diameter 40-60 cm atau bahkan 80 cm dan bobot
batang mencapai 1,2 ton atau lebih. Ukuran batang sagu sebenarnya berbeda-beda
tergantung dari jenis, umur dan lingkungan atau tempat tumbuhnya. Umumnya
diameter batang bagian bawah lebih besar daripada bagian atas. Batang sagu
terdiri dari lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian dalam mengandung
empulur yang berserat. Tebal kulit luar yang keras sekitar 3-5 cm. Lapisan kulit
paling luar berupa lapisan sisa-sisa daun dari sebagian pelepah daun yang terlepas
(Haryanto & Pangloli 1992; Flach 1997).
Sagu memiliki daun sirip dengan ujung panjang meruncing. Letak daun
berjauhan, panjang tangkai daun 4,5 meter, panjang lembaran daun 1,5 meter
dengan lebar 7 cm. Setiap bulan tumbuhan sagu membentuk satu tangkai daun dan
berumur rata-rata 18 bulan, kemudian akan gugur. Daun sagu muda berwarna
hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua kemudian berubah

5

menjadi coklat kemerah-merahan apabila sudah matang atau tua (Gambar 1)
(Haryanto & Pangloli 1992; Flach 1997).

Gambar 1 Populasi sagu di alam
(Sumaryono 2007)
Bunga sagu merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk
sagu berwarna merah kecoklatan. Bunga sagu bercabang banyak, terdiri dari
cabang primer, sekunder dan tersier. Pada cabang tersier terdapat sepasang bunga
jantan dan betina. Bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina
terbuka. Putik pada bunga betina mengandung tiga sel induk telur tetapi hanya
satu yang dapat berkecambah dan dua lainnya bersifat rudimenter (Haryanto &
Pangloli 1992; Flach 1997).

Habitat Sagu
Sagu memiliki daya adaptasi yang tinggi pada lahan marginal dan kritis
yang tidak memungkinkan pertumbuhan optimal bagi tumbuhan pangan dan
perkebunan lain (Suryana 2007). Sagu banyak dijumpai di daerah-daerah dataran
rendah dengan ketinggian 0-700 m di atas permukaan air laut, suhu di atas 25 °C
dan kelembaban udara lebih dari 70%. Sagu tumbuh di daerah rawa berair tawar
atau daerah bergambut, di sepanjang aliran sungai atau daerah tropis basah yang
banyak digenangi air (Flach 1997).
Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah berlumpur
tapi akar nafas tidak terendam, kaya mineral dan bahan organik, air berwarna
coklat dan agak asam (Flach 1993 diacu dalam Haryanto & Pangloli 1992).

6

Habitat tersebut cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang sangat berguna
bagi pertumbuhan sagu. Selain itu pertumbuhan sagu dipengaruhi oleh adanya
unsur hara yang disuplai oleh air tawar terutama unsur kalium, fosfat, kalsium dan
magnesium (Haryanto & Pangloli 1992). Di beberapa daerah Melanesia,
penduduk menanam sagu di tanah rawa, aluvial dan gambut tanpa drainase dan
pengolahan tanah terlebih dahulu (Ehara et al. 2007). Namun berdasarkan
penelitian Yamamoto et al. (2003b), sagu dapat tumbuh dengan baik di tanah
gambut yang memiliki karakteristik tanah ber pH rendah, tergenang air sepanjang
tahun dan miskin hara mineral.

Pertumbuhan dan Siklus Hidup Sagu
Sagu adalah tumbuhan tahunan yang dapat berkembang biak atau
dikembangbiakkan dengan tunas anakan dan biji. Tunas anakan muncul pada
pangkal batang induk dan mulai membentuk batang pada umur 3 tahun. Anakan
sagu memperoleh nutrisi dari batang induk sampai akar-akarnya mampu untuk
menyerap unsur hara sendiri dan daunnya mampu melakukan fotosintesis (Flach
1997). Dalam setiap rumpun sagu terdiri dari beberapa tingkat pertumbuhan yaitu:
1) tingkat semai atau anakan berukuran 0-0,5 m; 2) tingkat sapih (apling)
berukuran 0,5-1,5 m; 3) tingkat tiang (pole) berukuran 1,5-5 dan 4) tingkat pohon
berukuran di atas 5 m (Gambar 2). Penggolongan tingkat pertumbuhan sagu
didasarkan pada tinggi batang sagu tanpa daun atau pelepah (BPP Teknologi
1982, diacu dalam Haryanto & Pangloli 1992).

Gambar 2 Skema pola tumbuh sagu membentuk rumpun
1.batang induk; 2-5 batang atau tunas anakan
( Haryanto & Pangloli 1992).

7

3

1
2

Gambar 3 Siklus hidup sagu
(Flach 1997).

Sagu memiliki siklus hidup dengan waktu relatif panjang yaitu sekitar 1112 tahun. Sagu tumbuh dan berkembang dalam beberapa tahap atau fase (Gambar
3). Tahap awal, tumbuhan membentuk roset daun (rossette stage), belum
membentuk batang dan daun melebar (Flach 1997). Tinggi rata rata tumbuhan
6,7-8,5 meter dengan umur tumbuhan sekitar 2-6 tahun. Rata-rata jumlah daun
pada tahap ini adalah 5,5 dan 6,7 (Ando et al. 2007). Daun sagu memiliki jumlah
stomata sekitar 1000 stomata per mm2 luas daun sehingga sagu memiliki
kemampuan fotosintesis yang tinggi. Tumbuhan sagu memfiksasi CO2 secara
terus menerus dalam siklus hidupnya dengan jumlah besar dan menghasilkan
karbohidrat yang akan diubah dan disimpan dalam bentuk pati di batang sagu
(Jong 2006).

8

Tahap kedua, tumbuhan membentuk batang (bole formation stage) dan
daun terus tumbuh di pucuk batang. Kandungan karbohidrat pada batang sangat
tinggi sehingga batang ditebang untuk dimanfaatkan dan diolah menjadi aci sagu
(Flach 1997). Proses akumulasi karbohidrat pada empulur sagu dimulai dari
bawah ke atas, bagian pusat ke tepi empulur atau secara longitudinal dan radial
pada batang (Yamamoto et al. 2003a). Bobot kulit batang sagu berkisar 17-25%
sedangkan bobot empulurnya 75-83%. Kandungan empulur batang sagu berbedabeda tergantung pada umur, jenis dan lingkungan tempat tumbuh. Makin tua umur
tumbuhan sagu kandungan pati dalam empulur makin besar dan pada umur
tertentu kandungan aci akan menurun. Peningkatan kadar pati terjadi sampai fase
pembentukan primordia bunga. Setelah lewat fase primordia kandungan pati
mulai menurun karena dipergunakan sebagai energi untuk proses pembentukan
bunga dan buah. Setelah pembungaan dan pembentukan buah, batang akan
menjadi gabug atau kosong kemudian sagu akan mati (Haryanto & Pangloli
1992).
Tahap ketiga, tumbuhan mengalami pembungaan (inflorescence stage).
Munculnya

bunga

menandakan

bahwa

sagu

mendekati

akhir

fase

pertumbuhannya. Fase ini di dahului dengan munculnya daun bendera yang
berukuran lebih pendek dari daun yang lain dan tahap keempat adalah pematangan
buah (fruit ripening stage) yang merupakan masa akhir pertumbuhannya (Flach
1997).

Potensi dan Manfaat Sagu
Sagu banyak dimanfaatkan karena kandungan karbohidrat atau pati yang
terkandung dalam batang. Cara mendapatkan karbohidrat dari sagu adalah dengan
cara ekstraksi sehingga hasil yang berupa bubuk disebut aci bukan tepung. Batang
sagu memiliki empulur berwarna putih sehingga aci yang dihasilkan berwarna
putih dan memiliki rasa enak yang khas yang disukai oleh masyarakat. Batang
sagu ditebang sebelum atau menjelang tumbuhan berbunga karena pada fase ini
kandungan pati dalam batang paling tinggi. Setelah pohon ditebang, empulur
batang diolah untuk menjadi aci sagu. Aci sagu mengandung amilosa 27% dan

9

amilopektin 73%. Kandungan kalori, karbohidrat, protein dan lemak sagu setara
dengan tepung tumbuhan penghasil karbohidrat lainnya (Tarigans 2001).
Hampir seluruh bagian tumbuhan sagu telah dimanfaatkan untuk bahan
non pangan secara tradisional oleh masyarakat. Pelepah pohon dimanfaatkan
sebagai dinding dan pagar rumah, daun sebagai atap, kulit dan batang digunakan
sebagai kayu bakar, serat sagu dimanfaatkan sebagai hardboard atau briket
bangunan bila dicampur semen. Selain itu, aci sagu diolah menjadi perekat atau
lem, bahan bakar atau bioetanol dan lain sebagainya (Prihatman 2000).
Kandungan karbohidrat sagu lebih tinggi daripada tumbuhan penghasil
karbohidrat lainnya. Karena kandungan karbohidratnya, sagu dimanfaatkan
sebagai bahan pangan utama oleh masyarakat di beberapa daerah, misalnya Papua
dan Maluku. Pemanfaatan aci sagu dalam industri makanan sangat luas. Sagu
dapat diolah menjadi sirup, campuran penyedap rasa, biskuit, cracker dan
makanan pelengkap seperti kerupuk dan jajanan tradisional lainnya, seperti
papeda, soun dan ongol-ongol. Sebagian besar jenis makanan yang berbahan baku
sagu berasal dari wilayah Indonesia bagian Timur seperti Maluku dan Papua
(Tarigans 2001). Sagu merupakan tumbuhan penghasil karbohidrat yang perlu
diperhatikan dalam rangka diversifikasi pangan (Djoefrie 1999).

Kultur In vitro Sagu
Kemampuan satu sel tumbuhan menjadi tumbuhan yang lengkap atau
totipotensi dapat dimanfaatkan untuk melakukan regenerasi tumbuhan secara in
vitro dari sumber yang berupa protoplas, sel, jaringan maupun organ. Secara
umum sumber yang digunakan dalam perbanyakan mikro (micropropagation)
untuk menghasilkan planlet yaitu meristem, apeks dan nodus. Eksplan dapat
ditumbuhkan sebagai kalus yang selanjutnya diinduksi sehingga terbentuk tunas
adventif atau embrio somatik (Yuwono 2006).
Kultur in vitro sagu telah berhasil dilakukan di Indonesia. Tahardi et al.
(2002) berhasil melakukan kultur in vitro sagu dengan eksplan berasal dari pucuk
tunas anakan dalam medium MS (Murashige & Skoog 1962) yang telah
dimodifikasi. Selanjutnya Riyadi et al. (2005) meneliti perkembangan embrio
somatik sagu pada tahap embriogenesis sampai terbentuk planlet. Hasil penelitian

10

tersebut membuktikan bahwa embrio berkembang menjadi planlet pada medium
kultur dengan setengah unsur hara makro tanpa penambahan zat pengatur tumbuh.
Kasi dan Sumaryono (2006) mengamati bahwa ukuran embrio tidak berubah
secara signifikan selama masa kultur. Jumlah embrio meningkat tetapi komposisi
warna embrio mengalami perubahan selama masa kultur. Dalam penelitian
selanjutnya, embrio berhasil berkembang menjadi kotiledon dan beberapa menjadi
kecambah (Kasi & Sumaryono 2007).

Peranan Karbohidrat dalam Kultur In Vitro
Medium kultur in vitro dapat berupa medium padat atau cair. Medium
yang digunakan mengandung lima komponen utama yaitu senyawa anorganik,
sumber karbon yaitu karbohidrat, vitamin, zat pengatur tumbuh dan suplemen
organik. Karbohidrat yang digunakan dapat berupa glukosa, fruktosa, maltosa atau
sukrosa. Sumber karbon yang umum digunakan dalam kultur in vitro tumbuhan
adalah sukrosa (Pierik 1997; Yuwono 2007).
Karbohidrat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat dan
jenis diferensiasi dan morfologi dalam kultur in vitro. Ketersediaan karbohidrat
dalam medium tidak hanya berperan sebagai sumber karbon dan energi tetapi juga
sebagai osmoregulator (osmotic agent) selama organogenesis (Huang & Liu
2002). Karbohidrat bersama dengan protein, lipid dan asam nukleat merupakan
bahan pembangun dasar sel organisme, karbohidrat dimetabolismekan melalui
respirasi selular. Selain itu karbohidrat juga berperan dalam mengatur ekspresi
gen tumbuhan dan hubungannya dengan metabolisme serta perkembangan (Koch
1996). Ketersediaan karbohidrat yang terus menerus sangat penting dalam kultur
in vitro tumbuhan karena aktivitas fotosintesis tumbuhan kultur in vitro sangat
rendah sebagai akibat dari intensitas cahaya rend