Efisiensi penggunaan air pada budidaya tebu lahan kering

EFISIENSI PENGGUNAAN AIR
PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

PURWONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ”Efisiensi Penggunaan Air pada
Budidaya Tebu Lahan Kering” adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012


Purwono
NIM. A361020011

ABSTRACT
PURWONO. Water Use Efficiency on Upland Sugar Cane. Supervised by DIDY
SOPANDIE as the chairman, SRI SETYATI HARJADI and BUDI MULYANTO
as the member of advisory committee.
Low Indonesian sugar production is mainly due to low productivity and low
sugar yield. The shift of sugarcane crop acreage from low land to upland was the
major factor of low productivity. Cultivation of sugarcane in uplands faced many
constraints, namely low availaibility of soil water, low soil nutrient and
unavailability of appropriate varieties. Cane cultivation in upland is commonly done
at the beginning of the wet season (in November) in order to avoid the plant from
water stress at the beginning of growth period. This causes the sugarcane age of only
7 months and have not reach maturity at harvest time in June which leads to lower
sugarcane productivity.
Shifting planting season is an alternative that can be done to obtain plants with
sufficient maturity at the harvest time. However, the consequences of shifting the
planting season is that the planting occured on dry season and which means that

watering is needed. The limited availability of water demands efficiency in water
usage. The application of organic matter as filter cake compost is expected to reduce
the frequency of irrigation.
This aims of this study are (1) to study the effect of water supply on
performance of several varieties of sugarcane, (2) to study the effect of filter cake
compost on nutrient uptake by sugarcane at various irrigation levels, (3) to analyze
the efficiency of water usage in connection with the provision of filter cake compost
in some varieties of sugarcane, and (4) to develop recommendation of water supply
efficiency in the field with the addition of filter cake compost. The study was
conducted in three stages of the experiment, which were the performance of several
varieties under water stress, the effect of filter cake compost and irrigation on plant
nutrient uptake, and the application of filter cake compost and frequency of irrigation
on upland sugar cane productivity.
The sugarcane varieties used in the experiments of performance varieties under
different moisture content were PS 851, PS 864, PS 862, PS 921, PS 951, PS 91-787
and BL. After 3 months observation, it appears that water stress began significantly
affected plant growth at 50% of field capacity (FC). The results showed that seven
varieties were able to grow well under soil water content up to 75% FC. Based on
Drought Tolerance Index, varieties BL and PS 864 has DTI values close to tolerant,
while others were considered as moderate tolerant. Although the DTI value of

PS 921 was only classified as moderately tolerant, it has the highest biomass in all of
the soil water content treatments. It shows that PS 921 has the highest potential
among the other varieties as variety of sugarcane suitable for upland planting.

To study the effect of filter cake compost and water supply on the nutrient
uptake of sugarcane, the variety PS 921 was used. The dose of filter cake compost
were 0, 5, 10, 15, and 20 tons per hectare and the soil water content were 100%, 75%
and 50% FC, respectively. The results of this experiments show that the uptake of P
by sugarcane was influenced by soil water content, whereas filter cake compost was
not significantly influenced. The results of nutrient analysis showed residual P was
greater in soil with low water content but it has smaller dry weight. The effect of
filter cake compost was not significant in this experiment. Sugarcane plants under
low water level condition have a smaller shoot-root ratio. This indicates that
sugarcane plants overcome water shortage conditions by increasing root growth as
their effort to fulfill the need of water. This has caused prolinae content not to
increase in plans under water stress conditions.
Field experiments using two varieties of PS 862 and PS 864 showed that
addition of filter cake compost on Regosol soil was able to reduce the frequency of
irrigation from once a week to 2 weeks without lowering the yield. The amount of
water needed at each watering was 100 m3. The amount of water needed per month

was 20% of crop evapotranspiration (ETp) amount. The highest yield of plants
obtained was on plants treated with 5 tons filter cake compost with two weeks
irrigation frequency. The relationship between the dose of filter cake compost with
crystall sugar, showed that the highest yield, 7.62 tons, achieved at dose of 3 tons
filter cake compost per hectare. With a furrow area 36% of the total area, so if an
application made to the entire surface of the ground with the applicator, the doses is
equivalent to 8 tons.
The results showed that the productivity of sugar could be increased if the plant
has sufficient maturity at harvested. This could be achieved if planting is shifted 2
months earlier before the rainy season. To ensure the early growth of plants, watering
should be given. With the application of filter cake compost irrigation could be
given every 2 weeks. If water conditions in the field is sufficient, recommendation
of varieties are those that have high yield potential which are varieties similar to
PS 921 or PS 862. Under lower soil water content it was recommended to use
varieties similar to PS 864.
Keyword : filter cake compost, variety, soil water content, rendement (commercial
sugar content)

RINGKASAN
PURWONO. Efisiensi Penggunaan Air pada Budidaya Tebu Lahan Kering.

Dibimbing oleh DIDY SOPANDIE sebagai Ketua, SRI SETYATI HARJADI, dan
BUDI MULYANTO sebagai Anggota Komisi.
Rendahnya produksi gula di Indonesia disebabkan oleh rendahnya
produktivitas gula dan terutama disebabkan oleh rendahnya rendemen. Pergeseran
areal pertanaman tebu dari lahan sawah ke lahan kering menjadi faktor utama
rendahnya produktivitas. Pengusahaan tebu di lahan kering menghadapi kendala
ketersediaan air, rendahnya ketersediaan unsur hara dan penentuan varietas yang
sesuai. Penanaman tebu di lahan kering umumnya dilakukan pada awal musim hujan
(November) agar tanaman tidak mengalami cekaman air pada awal pertumbuhan.
Namun dengan masa tanam ini tanaman tebu belum cukup umur pada saat tebang
awal (Juni), sehingga produktivitasnya rendah.
Pergeseran masa tanam merupakan alternatif yang dapat dilakukan agar umur
tanaman sudah cukup tua pada saat ditebang. Konsekuensi pergeseran masa tanam
adalah menanam tebu pada akhir musim kemarau yang berarti harus melakukan
penyiraman. Jumlah air yang terbatas menuntut efisiensi penggunaan air di lapangan.
Aplikasi bahan organik berupa kompos blotong diharapkan dapat menekan frekuensi
penyiraman.
Penelitian ini bertujuan (1) mempelajari pengaruh pemberian air terhadap
keragaan beberapa varietas tebu, (2) mempelajari pengaruh pemberian kompos
blotong terhadap serapan hara oleh tanaman tebu pada kadar air yang berbeda,

(3) menganalisis efisiensi penggunaan air sehubungan dengan pemberian kompos
blotong pada beberapa varietas tebu, dan (4) mendapatkan rekomendasi pemberian
air yang efisien di lapangan dengan adanya penambahan kompos blotong. Penelitian
dilakukan dengan tiga tahapan percobaan, yaitu keragaan beberapa varietas terhadap
cekaman air, peranan kompos blotong dan penyiraman terhadap serapan hara, dan
aplikasi kompos blotong dan frekuensi penyiraman pada tebu lahan kering.
Varietas tebu yang digunakan pada percobaan keragaan varietas pada tiga
kadar air tanah adalah PS 851, PS 864, PS 862, PS 921, PS 951, PS 91-787 dan BL.
Dari pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan, terlihat bahwa cekaman air mulai
nyata pada kadar air 50% KL. Dari perhitungan Drought Tolerance Index (DTI)
ketujuh varietas hanya mampu tumbuh dengan baik sampai kadar air tanah 75% KL.
Varietas BL dan PS 864 memiliki nilai mendekati nilai toleran, sedangkan lainnya
memiliki nilai cukup toleran. Meskipun nilai DTI varietas PS 921 termasuk sedang
tetapi memiliki biomasa yang paling tinggi pada semua perlakuan kadar air tanah dan
kebutuhan air paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa varietas PS 921 memiliki
potensi paling tinggi di antara varietas lainnya sebagai varietas tebu lahan kering.
Untuk mengetahui peranan kompos blotong dan pemberian air terhadap
serapan hara oleh tanaman digunakan varietas PS 921. Dosis kompos blotong yang

dicobakan adalah 0, 5, 10, 15, dan 20 ton per ha dan kadar air tanah 100%, 75% dan

50% KL. Hasil dari percobaan ini menunjukkan bahwa serapan hara P oleh tanaman
dipengaruhi oleh kadar air tanah. Hasil analisis unsur hara menunjukkan sisa P lebih
besar pada tanah dengan kondisi kadar air tanah yang rendah, artinya jumlah yang
diserap lebih kecil. Serapan unsur P yang rendah sejalan dengan rendahnya bobot
kering tanaman yang semakin kecil pada kadar air tanah yang semakin rendah.
Tanaman pada kondisi kadar air tanah yang rendah memiliki nisbah tajuk-akar yang
lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman tebu mengatasi kondisi
kekurangan air dengan memperbesar pertumbuhan akar daripada tajuk, sehingga
menjadi alasan mengapa kandungan prolina tidak meningkat pada kondisi tanaman
mengalami cekaman air.
Percobaan lapangan menggunakan dua varietas yaitu PS 862 dan PS 864
menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong pada tanah Regosol mampu
mengurangi frekuensi penyiraman dari seminggu sekali menjadi 2 minggu sekali
tanpa menurunkan rendemen. Jumlah air yang dibutuhkan pada tiap penyiraman
adalah 100 m3. Jumlah air yang dibutuhkan per bulan sebesar 20% dari jumlah
evapotranspirasi tanaman (ETp). Rendemen tertinggi diperoleh pada tanaman yang
diberi kompos blotong 5 ton dengan frekuensi penyiraman 2 minggu sekali.
Hubungan antara dosis kompos blotong dengan hasil hablur gula menunjukkan
bahwa hasil tertinggi, yaitu 7,62 ton, dicapai pada dosis kompos blotong 3 ton per ha.
Dengan luas juringan 36% dari total luas areal maka jika dilakukan aplikasi ke

seluruh permukaan tanah dengan aplikator, dosis ini setara dengan 8 ton.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas gula akan dapat
ditingkatkan jika tanaman memiliki kematangan yang cukup pada saat ditebang. Hal
ini akan dapat dicapai jika penamanan digeser 2 bulan lebih awal sebelum musim
hujan. Untuk menjamin pertumbuhan awal tanaman, harus diberikan penyiraman.
Dengan pemberian kompos blotong, penyiraman air dapat dilakukan 2 minggu
sekali. Jika kondisi air di lapangan mencukupi, varietas yang disarankan adalah yang
memiliki potensi hasil tinggi yaitu varietas sejenis PS 921 atau PS 862, tetapi jika
kondisi air tanah kurang, disarankan menggunakan varietas sejenis PS 864.
Kata kunci : kompos blotong, varietas, kadar air tanah, frekuensi penyiraman,
rendemen

@Hak Cipta milik IPB tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

EFISIENSI PENGGUNAAN AIR
PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

PURWONO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji pada Ujian Tertutup :
1.

Prof . Dr. Ir. M. A. Chozin

(Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor)

2.

Dr. Ir. Tri Koesoemaningtyas, MSc
(Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor)

Penguji pada Ujian Terbuka :
1.

Prof . Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc
(Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor)

2.

Prof. Dr. Ir. Deciyanto Soetopo, MS
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Litbang

Pertanian Kementerian Pertanian)

Judul Disertasi : Efisiensi Penggunaan Air pada Budidaya Tebu Lahan Kering
Nama

: Purwono

Nomor Pokok

: A361020011

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi, M.Sc
Anggota

Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Agronomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Munif Gulamahdi

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian : 03 Januari 2012

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga disertasi ini dapat selesai dengan baik.

Disertasi ini

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Doktor (S3) di
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Saat ini produksi gula Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan gula
dalam negeri yang tiap tahun terus meningkat. Rendahnya produksi gula dalam
negeri disebabkan rendahnya produktivitas gula. Pergeseran areal tebu ke lahan
kering adalah penyebab penting menurunnya produktivitas gula.

Diperlukan

berbagai usaha untuk meningkatkan produksi dalam rangka mencapai swasembada
nasional. Untuk mendukung program swasembada gula nasional, disusun penelitian
berdasarkan suatu rangkaian pemikiran dan serangkaian percobaan berjudul
”Efisiensi Penggunaan Air pada Budidaya Tebu Lahan Kering”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir.
Didy Sopandie, M.Agr. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Sri Setyati
Harjadi, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc sebagai anggota Komisi
Pembimbing, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dari mulai penyusunan
proposal penelitian hingga penulisan disertasi, sehingga disertasi ini dapat selesai
dengan baik.
Ucapan terimakasih dan penghargaan disampaikan juga kepada :
1.

Kementerian Pendidikan Nasional yang telah

memberikan beasiswa BPPS

sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan program Doktor di Sekolah
Pascasarjana IPB Bogor.
2.

Rektor Institut Pertanian Bogor, Wakil Rektor Bidang Akademik, Dekan dan
Wakil Dekan Fakultas Pertanian IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Kepala Bagian Produksi Tanaman
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB atas pemberian ijin dan dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

3.

Staf Pengajar Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah
memberikan ilmu selama penulis mengikuti kuliah untuk Program Doktor di
Sekolah Pascasarjana IPB.
xv

4.

Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto yang telah menguji penulis pada Ujian
Prakualifikasi Program Doktor di IPB.

5.

Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin dan Dr. Ir. Tri Koesoemaningtyas, M.Sc sebagai
penguji pada Ujian Tertutup Program Doktor di IPB.

6.

Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc dan Prof. Dr. Ir. Deciyanto Soetopo, MS
sebagai penguji pada Ujian Terbuka Program Doktor di IPB.

7.

Pimpinan dan Staf PTPN X Surabaya yang telah memberikan fasilitas dan
dukungan selama penulis melakukan percobaan lapangan di Jengkol Kediri.

8.

Istriku Murdiningsih dan anakku Dimas Aji Supriyanto yang selalu memberikan
dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan studi.

9.

Sdr. Aga Fathir dan Indah Rahmawati yang telah membantu pelaksanaan
penelitian di rumah kaca.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
bergerak di bidang pengusahaan tanaman tebu dan pergulaan.

Bogor, Januari 2012

Purwono

xvi

RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama pasangan H. Gijono (Alm) dan Hj. Desmi, lahir
di Pekalongan pada tanggal 22 September 1958. Menyelesaikan pendidikan Sarjana
di Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), lulus
pada tahun 1981. Pada tahun 1985 penulis diterima di Program Studi Agronomi,
Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun 1989. Masuk Program Doktor pada Program
Studi Agronomi, Pascasarjana IPB, tahun 2002.
Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Departemen Agronomi, Fakultas
Pertanian IPB sejak tahun 1982 sampai sekarang. Mata kuliah yang diasuh oleh
penulis adalah Budidaya Tanaman Karbohidrat Non Biji dan Pemanis, Budidaya
Tanaman Pangan, Perancangan Percobaan, Pertanian Terpadu, Dasar-dasar
Agronomi, dan Kapita Selekta Usaha Pertanian.

xvii

xviii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................................... xxi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xxiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... xxiv
PENDAHULUAN ..................................................................................................

1

Latar Belakang .................................................................................................

1

Perumusan Masalah .........................................................................................

6

Tujuan ..............................................................................................................

8

Hipotesis ..........................................................................................................

9

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................

11

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu ...........................................

11

Proses Pembentukan Gula dan Perimbangan Sink-Source ..............................

14

Karakteristik Lahan Kering .............................................................................

18

Tanggap Tanaman Tebu terhadap Kekeringan ................................................

21

Bahan Organik .................................................................................................

27

Varietas Tebu untuk Lahan Kering..................................................................

30

KERAGAAN VARIETAS TEBU PADA BEBERAPA KADAR AIR TANAH ..

33

Abstrak .............................................................................................................

33

Abstract ............................................................................................................

34

Pendahuluan .....................................................................................................

35

Bahan dan Metode ...........................................................................................

36

Hasil Percobaan ...............................................................................................

38

Pembahasan .....................................................................................................

49

Simpulan ..........................................................................................................

53

PERANAN KOMPOS BLOTONG DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP
SERAPAN HARA ..................................................................................................

55

Abstrak .............................................................................................................

55

Abstract ............................................................................................................

56

Pendahuluan .....................................................................................................

57

Bahan dan Metode ...........................................................................................

58

Hasil Percobaan ...............................................................................................

60

Pembahasan .....................................................................................................

66

Simpulan ..........................................................................................................

69

xix

APLIKASI KOMPOS BLOTONG DAN FREKUENSI PENYIRAMAN PADA
TEBU LAHAN KERING.......................................................................................

71

Abstrak ............................................................................................................

71

Abstract ...........................................................................................................

72

Pendahuluan ....................................................................................................

73

Bahan dan Metode ...........................................................................................

74

Hasil Percobaan ...............................................................................................

79

Pembahasan .....................................................................................................

89

Simpulan ..........................................................................................................

92

PEMBAHASAN UMUM .......................................................................................

95

Penataan Varietas ............................................................................................

96

Peranan Kompos Blotong terhadap Efisiensi Penggunaan Air dan
Pergeseran Waktu Tanam ................................................................................

98

Peningkatan Rendemen Efektif ....................................................................... 101
Kontribusi Hasil Penelitian terhadap Swasembada Gula ............................... 103
SIMPULAN DAN SARAN.................................................................................... 107
Simpulan .......................................................................................................... 107
Saran ................................................................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 111
GLOSARI ............................................................................................................... 117
LAMPIRAN ........................................................................................................... 119

xx

DAFTAR TABEL
1.

Pembagian umur dan fase pertumbuhan tanaman tebu .................................... 11

2.

Persentase tiap bagian vegetatif tanaman tebu ................................................. 12

3.

Komposisi batang tebu (Staub, 1955 dalam Barnes, 1974) .............................. 13

4.

Kecukupan hara berdasarkan analisis tanaman ................................................ 13

5.

Hasil analisis tanah di wilayah Jombang dan Kediri ........................................ 21

6.

Nilai (kc) tebu berdasarkan fase pertumbuhan (Inman-Bamber and Smith,
2005) ................................................................................................................. 23

7.

Hasil analisis kompos blotong .......................................................................... 30

8.

Tinggi tanaman tebu umur 2 MST sampai dengan 12 MST ............................ 39

9.

Interaksi antara varietas dan kadar air untuk peubah tinggi tanaman tebu
umur 12 MST .................................................................................................... 40

10. Jumlah daun tiap tanaman umur 2 - 12 MST .................................................. 41
11. Luas daun tiap tanaman umur 2 – 12 MST....................................................... 41
12. Interaksi antara varietas dan kadar air terhadap luas daun umur 12 MST ........ 42
13. Interaksi antara varietas dan kadar air untuk peubah diameter batang umur
12 MST ............................................................................................................. 43
14. Interaksi antara varietas dengan kadar air tanah terhadap jumlah tunas........... 43
15. Kandungan karbohidrat, protein, nisbah karbohidrat/protein, dan jumlah
stomata pada tanaman ....................................................................................... 44
16. Interaksi varietas dan kadar air terhadap bobot kering tanaman ...................... 46
17. Total air ditambahkan dan nisbah dengan bobot kering per tanaman .............. 46
18. Kandungan prolina pada jaringan tanaman ...................................................... 47
19. Nilai DTI masing-masing varietas pada kondisi kadar air tanah 75% KL dan
50% KL ............................................................................................................. 52
20. Analisis tanah pada awal percobaan ................................................................. 60
21. Jumlah air yang ditambahkan 1 BST dan 1-2 BST .......................................... 61
22. Interaksi antara kadar air dengan dosis kompos terhadap penambahan
air total .............................................................................................................. 62
23. Tinggi tanaman tebu umur 4, 8 dan 12 MST .................................................... 62
24. Jumlah daun tanaman tebu umur 4, 8 dan 12 MST .......................................... 63
25. Luas daun tanaman tebu umur 4, 8 dan 12 MST .............................................. 64
26. Jumlah tunas, bobot kering dan nisbah tajuk/akar tanaman tebu ..................... 65
27. Kandungan unsur hara tanaman tebu ................................................................ 66
28. Kandungan unsur hara tanah pada akhir percobaan (3 bulan) .......................... 66

xxi

29. Analisis tanah sebelum percobaan.................................................................... 80
30. Tinggi tanaman tebu umur 1 BST sampai dengan 6 BST ................................ 83
31. Jumlah tunas tanaman tebu umur 1 sampai dengan 6 BST .............................. 84
32. Panjang lengkung daun tanaman tebu umur 1 BST dan 3 BST ....................... 84
33. Diameter batang tanaman tebu umur 5 BST dan 6 BST .................................. 85
34. Kandungan unsur hara pada daun tanaman tebu ............................................. 86
35. Kandungan unsur hara tanah pada umur tanaman 4 BST ................................ 87
36. Brix, Pol, Harkat Kemurnian (HK), Nilai Nira, KNT, Rendemen Sementara,
dan Rendemen Efektif ...................................................................................... 88
37. Kecenderungan interaksi antara pemberian air dengan dosis kompos
terhadap rendemen............................................................................................ 88
38. Jumlah Batang, Panjang Batang, Bobot Batang/m, dan Hasil Hablur ............. 89
39. Target produksi gula nasional pada Road Map Pergulaan Nasional ................ 104
40. Keragaan produksi GKP tahun 2002 - 2010..................................................... 105
41. Kondisi produksi GKP saat ini dan perkiraan sampai dengan tahun 2014 ...... 105

xxii

DAFTAR GAMBAR
1.

Bagan alir kerangka pemecahan masalah .........................................................

8

2.

Bagian batang tebu dewasa ............................................................................... 13

3.

Rumus kimia sukrosa ........................................................................................ 14

4.

Reaksi singkat pembentukan sukrosa pada tebu (Babb and Haigler, 2001) ..... 15

5.

Persentase bahan kering, gula dan nitrogen pada batang tebu
(Sudiatso, 1999) ................................................................................................ 15

6.

Perkembangan rendemen sejalan dengan umur tanaman varietas
CP 80-1827 (Gilbert et al. 2001) ...................................................................... 16

7.

Persentase brix dan pol per periode analisis (2 minggu) di Indonesia
(Sudiatso, 1999) ................................................................................................ 17

8.

Hubungan antara defisit air dengan rendemen gula relatif (Dorenbos and
Kasam, 1987 dalam Irianto et al., 2000) .......................................................... 25

9.

Neraca bahan pada proses pengolahan gula tebu (PG Gunung Madu
Plantation, 1999) ............................................................................................... 29

10. Penampang melintang batang varietas PS 851, PS 921, dan BL ...................... 48
11. Curah hujan rata-rata di Kebun Jengkol bulan Mei 2006 – Okt 2007 .............. 79
12. Curah hujan rata-rata di Kebun Jengkol tahun 1990-2007 ............................... 80
13. Evapotranspirasi potensial (ETp) dan evapotranspirasi tanaman tebu (ETc)
Tahun 2006 di Kebun Jengkol .......................................................................... 81
14. (a) Kadar air tanah pada penyiraman 1 minggu sekali; (b) Kadar air tanah
pada penyiraman 2 minggu sekali; (c) Kadar air tanah pada penyiraman 3
minggu sekali. ................................................................................................... 82
15. Pola tanam tebu di Jawa saat ini (a) dan penggeseran masa tanam varietas
matang awal (b) ................................................................................................ 101
16. Alur perjalanan tebu dari lapangan sampai pabrik ........................................... 103
17. Permasalahan swasembada gula dan kontribusi penelitian .............................. 106
18. Saran pembaruan sistem pengukuran rendemen tebu ...................................... 109

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ............................................................. 121
2. Denah petak percobaan lapangan ................................................................ 122
3. Rekapitulasi nilai P percobaan keragaan varietas........................................ 123
4. Rekapitulasi nilai P percobaan peranan kompos blotong ............................ 124
5. Rekapitulasi Nilai P percobaan aplikasi kompos blotong ........................... 125
6. Deskripsi varietas yang digunakan dalam penelitian .................................. 127

xxiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata
memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan
industri pengolahan. Indonesia semula terkenal sebagai negara pengekspor gula
yang cukup besar dan diperhitungkan di dunia, tetapi saat ini justru berubah menjadi
negara pengimpor gula dalam jumlah cukup besar. Berdasarkan data Dewan Gula
Indonesia, untuk tahun 2009, pada saat produksi dalam negeri sekitar 2,45 juta ton,
kebutuhan domestik sekitar 4,64 juta ton, atau kemampuan produksi dalam negeri
sekitar 53 persen. Tahun 2010 kebutuhan gula Indonesia mencapai 4,8 juta ton yang
terdiri 2,6 juta ton gula konsumsi rumah tangga langsung dan 2,2 juta ton untuk
industri makanan dan minuman. Sementara itu produksi gula kristal putih nasional
dari tebu menurun drastis hanya sebesar 2,2 juta ton. Dengan kondisi tersebut,
ketergantungan pemenuhan gula dalam negeri 56% terhadap total kebutuhan.
Jumlah impor gula tahun 2010 mencapai 2,5 juta ton lebih yang terdiri 2,4 juta ton
raw sugar, 75 ribu ton gula rafinasi, dan 118 ribu ton gula kristal putih.
Pada tahun 2010/2011 produksi gula dunia mencapai 168 juta ton atau naik
4,66% dari tahun 2009/2010 sebesar 161 juta ton. Sementara konsumsi pada tahun
2010/2011 mencapai 167,9 juta ton, sehingga stok gula dunia mencapai 58,8 juta ton.
Jumlah stok ini hampir sama dengan stok tahun sebelumnya. Namun meskipun stok
jumlahnya relatif sama, karena jumlah konsumsi meningkat maka nisbah antara stok
dengan konsumsi menurun dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 35,04 persen1.
Stok gula dunia diperkirakan akan terus berkurang sejalan dengan meningkatnya
harga minyak bumi yang ternyata mendorong industri tebu menjadi etanol. Akibat
persaingan antara penggunaan tebu untuk gula dan untuk etanol, maka harga gula
dunia cenderung bertahan pada tingkat yang tinggi. Sebagai negara yang mengimpor
gula dalam jumlah besar, bagi Indonesia baik kelimpahan maupun kelangkaan gula
dunia sangat nyata pengaruhnya terhadap kondisi pergulaan di Indonesia.
Pemerintah Indonesia mencanangkan program swasembada gula tercapai pada
tahun 2014. Kebutuhan total gula tahun 2014 diproyeksikan sebesar 5,6 juta ton,
1

International Sugar Organiation Quarterly Market Outlook, Februari 2011

1

2
terdiri dari gula kristal putih sebesar 3 juta ton dan gula kristal rafinasi sebesar 2,6
juta ton. Dengan asumsi produktivitas gula sebesar 7,44 ton per ha, swasembada gula
akan tercapai jika luas areal meningkat menjadi 766 ribu ha (Dewan Gula Indonesia,
2007).
Data tahun 2010 menunjukkan bahwa luas kebun tebu di Indonesia adalah 450
ribu ha. Luasan ini terdiri dari tebu petani (TR) sekitar 57,8% dan kebun tebu milik
pabrik gula sekitar 42,2 persen. Pada tahun yang sama, di Jawa persentase kebun
tebu petani sekitar 73,80%, sedangkan kebun milik pabrik gula sekitar 26,20 persen.
Dari total luas tanaman tebu tersebut 77,27% adalah tebu yang dibudidayakan di
lahan kering (Dewan Gula Indonesia, 2011). Pulau Jawa yang semula sebagai sentral
produksi gula nasional semakin bergeser dengan semakin sulitnya diperoleh lahan
yang sesuai untuk areal produksi tebu. Berdasarkan luas areal tebu yang ada saat ini,
untuk mencapai swasembada diperlukan penambahan 15 pabrik gula dengan areal
minimum 350 ribu ha.
Salah satu faktor penting rendahnya produktivitas gula di Indonesia adalah
rendahnya rendemen tebu yang dicapai. Dari data yang diperoleh 10 tahun terakhir
terlihat bahwa rendemen rata-rata di Indonesia jarang melampaui 7%, bahkan di
beberapa pabrik gula rendemen yang diperoleh hanya sekitar 6,5 persen. Pencapaian
produktivitas gula tebu tahun 2010 hanya sebesar 5,29 ton per ha. Hasil ini diperoleh
dari rendemen rata-rata tebu sebesar 6,47% dan produktivitas tebu sebesar 80,56 ton
per ha. Jika dibandingkan dengan negara penghasil gula yang saat ini surplus di
Asia, yaitu Thailand dan Cina, sebenarnya data produktivitas tebu Indonesia tidak
terlalu rendah. Produktivitas tebu rata-rata di Cina saat ini adalah 77,1 ton dengan
rendemen rata-rata 14%. Yunnan merupakan salah satu provinsi penghasil gula
terbesar di Cina dan mengalami peningkatan produktivitas dari 60 ton menjadi 80 ton
tebu per hektar. Rata-rata produkitivitas tebu di Thailand sekitar 70-75 ton per
hektar dengan rendemen rata-rata 12 persen2. Negara penghasil gula terbesar saat ini
adalah Brasil, dari data yang ada ternyata tingginya hasil gula per hektar disebabkan
oleh tingginya rendemen yaitu 14-16% sedangkan hasil tebunya hanya antara 68-70

2

Office Of Cane And Sugar Board, Thailand (2010)

3
ton per hektar. Sementara hasil tebu di Australia saat ini tidak jauh berbeda dengan
Indonesia, yaitu 84 ton per ha tetapi dengan rendemen 14-15 persen3.
Meskipun hasil gula per satuan luas ditentukan oleh hasil tebu dan rendemen,
tetapi peningkatan rendemen jauh lebih strategis dibandingkan peningkatan hasil
tebu. Pilihan ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain efisiensi akan lebih
tinggi jika rendemen yang ditingkatkan daripada pada hasil tebu.

Efisiensi ini

tercapai dengan penghematan biaya tebang angkut sampai dengan proses pengolahan
tebu menjadi gula. Jika produktivitas gula dapat ditingkatkan sesuai asumsi dalam
road map atau lebih tinggi, kebutuhan tambahan areal tidak perlu sampai
300 ribu ha.

Potensi rendemen tebu di Indonesia memungkinkan pencapaian

rendemen riel lebih dari 8 persen. Kontribusi varietas dan masa tanam yang tepat
dapat mencapai > 20% dari produktivitas yang dicapai saat ini (P3GI, 2011).
Proses pembentukan gula yang sesungguhnya terjadi pada tanaman melalui
suatu proses metabolisme yang panjang dari mulai fotosintesis sampai dengan
pembentukan sukrosa. Tebu adalah tanaman semusim yang akan berakhir masa
pertumbuhannya

dengan

berbunga

pada

bulan

Mei-Juni

(Barnes,

1974).

Pembentukan sukrosa terjadi mulai awal musim kemarau, karena dipacu oleh enzim
Sukrosa Phosphate Synthetase (Lehninger, 1982; Babb and Haigler, 2001).
Sementara itu pembentukan gula monosakarida mulai terjadi saat tanaman berumur
4 bulan setelah tanam.

Hal ini berarti tanaman tebu harus memiliki masa

pertumbuhan yang cukup untuk membentuk gula monosakarida yang nantinya akan
diubah menjadi sukrosa.
Sebagian besar tebu saat ini diusahakan di lahan kering sehingga umumnya
ditanam di awal musim hujan, yaitu bulan November–Desember dengan tujuan
menghindarkan tanaman dari cekaman air. Tanaman tebu yang ditanam pada awal
musim hujan akan digiling pada musim kemarau (Juni–September ) tahun berikutnya
sehingga umur tanaman berkisar 8 bulan.

Dengan umur ini tentu saja tanaman

belum cukup matang pada saat dipanen, sehingga produktivitas yang dicapai tidak
maksimum. Untuk mendapatkan masa pertumbuhan yang cukup, masa tanam harus
digeser lebih maju ke akhir musim kemarau. Penggeseran masa tanam harus disertai
dengan penyiraman agar tanaman tidak mengalami cekaman air di awal
3

Australia Sugar Annual Report (2009)

4
pertumbuhannya. Gupta (1995) memberikan batasan tentang budidaya lahan kering
sebagai suatu sistem produksi tanaman tanpa tambahan irigasi pada daerah semi arid.
Sistem budidaya tanaman lahan kering ditekankan pada konservasi dan pemakaian
air yang tersimpan dalam tanah. Konservasi air difokuskan pada penggunaan secara
efisien air hujan yang tersimpan dalam tanah.

Jumlah air yang tersedia di dalam

tanah sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan ketersediaan bahan organik. Hal
ini menyebabkan pasokan air sering kurang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman.
Selain ketersediaan air, masalah kritis di lahan kering adalah tingkat kesuburan tanah
yang rendah. Ketersediaan hara, terutama P kurang baik, dan kandungan bahan
organik sangat rendah.

Dari pengukuran di beberapa tempat di Jawa Timur,

kandungan bahan organik kurang dari 3%, padahal tanah untuk tanaman tebu
seharusnya memiliki kandungan bahan organik tanah tidak kurang dari 5 persen.
Rendahnya kandungan bahan organik menyebabkan efisiensi pemupukan dan retensi
air rendah.
Tanaman tebu adalah tanaman yang membutuhkan air pada saat awal
pertumbuhan dan menghendaki kondisi kering nyata di akhir masa pematangan.
Jaminan kecukupan air pada awal tanam adalah syarat mutlak tercapainya
pertumbuhan yang baik.

Kekurangan air pada saat awal pertumbuhan akan

berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan proses pembentukan gula.
Sementara itu keadaan kering pada akhir pertumbuhan justru diinginkan karena
berpengaruh terhadap proses pembentukan sukrosa dan kematangan tebu. Tambahan
air pada saat awal pertumbuhan sangat diperlukan, dimana kebutuhan air tanaman
tebu pada saat pertumbuhan setara dengan curah hujan 100 mm/bulan
(http:/www.isuagcenter.com). Beberapa penelitian dan praktik di lapangan
menunjukkan bahwa pemberian air pada awal pertumbuhan ternyata memberikan
hasil yang sangat positif. Salah satu kunci sukses PT Gunung Madu Plantation di
Lampung adalah dengan menggeser masa tanam tebu ke akhir musim kemarau
dengan memberikan tambahan air. Pergeseran masa tanam dari bulan Februari ke
bulan November di Thailand berdasarkan penelitian yang oleh Jintrawet et al. (2000)
ternyata sangat berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas gula. Di lapangan
saat ini ketersediaan air mulai menjadi masalah yang sangat sulit diatasi bagi petani.

5
Oleh sebab itu diperlukan suatu cara yang tepat untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan air oleh tanaman yang ditanam lebih awal (akhir musim kering).
Peningkatan efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan pengurangan
tambahan air tetapi pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Kondisi ini dapat terjadi
jika evaporasi dapat dikurangi sehingga air di tanah tetap tersedia bagi tanaman.
Cara lain untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air adalah dengan menanam
varietas yang tahan kekeringan, sehingga tanaman tebu tetap tumbuh dengan baik
meskipun mengalami kekurangan air atau hanya mendapat tambahan air yang relatif
sedikit.
Perbaikan kondisi tanah pada tanaman tebu dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan organik. Percobaan pada lahan kering bekas hutan di daerah
Lamongan dengan klas S3 menunjukkan hasil yang baik dengan penambahan bahan
organik (Siswanto, 1998). Dalam proses pengolahan tebu menjadi gula terdapat hasil
samping yang disebut blotong. Bahan ini merupakan hasil endapan nira dalam
proses pemurnian. Penggunaan blotong di perkebunan tebu mulai dilakukan sejak
awal tahun 1985. Penelitian oleh Utomo dan Susanti (1986) di Malang Selatan
menunjukkan bahwa pemberian blotong pada lahan kering ternyata mampu
meningkatkan hasil tebu 25 persen.

Pengaruh pemberian blotong terhadap

peningkatan daya memegang air ditunjukkan oleh penelitian Suhadi dan Sumojo
(1985). Selanjutnya Toharisman et al. (1991) dalam penelitiannya mendapatkan
bahwa pemberian blotong pada lahan kering mampu meningkatkan ketersediaan
unsur P dan Ca bagi tanaman. Namun pada tanah Alluvial di lahan sawah pemberian
blotong tidak memberikan pengaruh yang nyata. Permasalahan penggunaan blotong
secara langsung pada areal tanaman adalah sulitnya melakukan penaburan, karena
kadar airnya masih tinggi (> 50%). Pemberian kompos yang dibuat dari blotong dan
bagase (ampas tebu) ternyata mampu memperbaiki serapan unsur hara N dan S, dan
pertumbuhan tanaman tebu di lahan kering. Percobaan pemberian kompos blotong
di tanah berat (wilayah PG Jatitujuh) menunjukkan bahwa ketersediaan unsur P dan
K meningkat pada akhir pertumbuhan tanaman (Guntoro et al., 2003). Penelitian
lain di PG Tjoekir pada musim tanam 2003/2004 menunjukkan dengan dosis kompos
blotong 3 ton per hektar yang diberikan ke juringan ternyata mampu meningkatkan

6
produtivitas tebu 10% dan rendemen 0,5 sampai 0,7 persen4. Hasil nyata juga dapat
dilihat pada keberhasilan Pabrik Gula Gunung Madu dan Sugar Group di Lampung
dalam peningkatan rendemen melalui program soil building dengan pemberian bahan
organik berupa blotong secara kontinyu pada tanaman tebu pertama (plant cane).
Praktik aplikasi pemberian blotong ataupun kompos blotong yang banyak dilakukan
masih bertujuan memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, sedangkan terhadap
pengurangan frekuensi penyiraman belum dilakukan.

Perumusan Masalah
Dari penelusuran aspek yang menjadi penentu produksi gula di dalam negeri,
dapat ditarik beberapa hal penting, yaitu penurunan produksi gula lebih disebabkan
oleh penurunan produktivitas tebu dan rendahnya rendemen yang dicapai daripada
produktivitas tebu dan luas areal. Luas areal tanaman tebu relatif tetap selama
5 tahun terakhir. Penurunan produktivitas karena rendahnya rendemen ini antara lain
disebabkan oleh pergeseran areal (wilayah produksi) lahan tebu dari lahan sawah
irigasi ke lahan kering. Permasalahan pengusahaan tebu di lahan kering adalah :
a. Umumnya di lahan kering tebu ditanam di awal musim hujan. Pada saat itu
curah hujan masih rendah dan kadar air tanah yang kurang terjamin, bahkan
sering kurang terutama di awal pertumbuhan, sehingga pertumbuhan awal
terhambat.
b. Kesuburan tanah kurang baik terutama ketersediaan unsur hara makro yang
sangat dibutuhkan tebu (N, P, dan K). Akibatnya selain pertumbuhan terganggu,
proses pembentukan gula tidak berlangsung dengan baik, sehingga rendemen
yang diperoleh rendah.
c. Kandungan bahan organik rendah (lahan untuk tebu menghendaki kandungan
bahan organik minimum 3%)
d. Varietas kurang sesuai, karena selama ini orientasi perakitan varietas adalah
untuk lahan sawah dengan pengairan yang terjamin. Akibat ketidaksesuaian ini
tanaman mengalami cekaman air pada awal pertumbuhan yang ditunjukkan
dengan berkurangnya pembentukan anakan dan berkurangnya tinggi dan

4

Laporan Litbang PTPN X, 2005

7
diameter batang. Pada saat musim hujan datang, tanaman akan lebih
memperbaiki

pertumbuhan

vegetatif

sehingga

pembentukan

gula

tidak

maksimum.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka di lapangan dilakukan tindakan pemecahan:
a. Memberikan pengairan di awal pertumbuhan, biasanya selama 3 bulan sebelum
air hujan mencukupi kebutuhan air tanaman.
b. Melakukan pemupukan untuk mencukupi unsur hara. Pupuk yang diberikan
adalah pupuk anorganik (Urea dan ZA, SP-36, dan KCl) untuk mencukupi
kebutuhan unsur hara makro yang dianggap kurang.
c. Penggunaan varietas yang dianggap sesuai ditanam di lahan kering dengan
kriteria memiliki potensi hasil tinggi.
Namun dari tindakan yang diambil ternyata belum mampu menyelesaikan masalah,
karena :
a. Pemberian air memang mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman, tetapi
keterbatasan jumlah air dan tambahan biaya menimbulkan masalah yang tidak
mudah diatasi di lapangan. Air menjadi mahal jika diberikan secara tidak tepat,
khususnya di Jawa yang umumnya sumber air untuk irigasi adalah sumur.
b. Pemupukan yang dilakukan ternyata sering tidak berpengaruh besar terhadap
hasil. Hal ini karena kondisi fisik tanah kurang baik akibat rendahnya bahan
organik. Daya tukar kation dan aerasi tanah kurang baik, sehingga serapan hara
oleh akar tanaman menjadi kurang baik.
c. Penggantian varietas ternyata belum mampu mengatasi permasalahan budidaya
tebu di lahan kering. Beberapa varietas yang digunakan ternyata tidak mampu
menyesuaikan dengan kondisi lahan kering. Diperlukan suatu pengujian yang
cermat terhadap varietas yang akan ditanam di lahan kering, sebab varietas yang
memiliki potensi hasil tinggi belum tentu sesuai untuk tiap wilayah. Pemilihan
varietas harus didasarkan pada sifat toleran terhadap kekeringan dan memiliki
respon tinggi terhadap pemberian air.
Jika digambarkan dalam diagram alir, pemikiran untuk mengatasi masalah di
atas adalah sebagai tertera pada Gambar 1.

8

ISUE UTAMA
PRODUKSI GULA DALAM NEGERI MENURUN
SEMENTARA KEBUTUHAN TERUS MENINGKAT

PERMASALAHAN

PENYEBAB
PRODUKTIVITAS TURUN (HASIL TEBU & RENDEMEN RENDAH)

PENYEBAB UTAMA
PERGESERAN LAHAN DARI SAWAH KE LAHAN KERING

MASALAH UTAMA LAHAN KERING

KETERSEDIAAN HARA
KURANG

2

KANDUNGAN BHN
ORGANIK RENDAH

KADAR AIR TANAH
KURANG

1

4

VARIETAS
TIDAK COCOK

HASIL TEBU DAN RENDEMEN
RENDAH

HASIL TEBU DAN KADAR NIRA
RENDAH

MENGALAMI CEKAMAN

HARA DITAMBAH
DENGAN PUPUK

PENAMBAHAN
AIR PD AWAL PERTUMB

MENGGANTI VARIETAS

JUMLAH AIR
TERBATAS

TIAP VARIETAS
BERBEDA SIFAT

PEMBERIAN AIR DG
TEPAT

PENGGUNAAN VARIETAS
YANG SESUAI

HARA TETAP KURANG
TERJAMIN
PENAMBAHAN
KOMPOS
BLOTONG
KETERSEDIAAN HARA
DIPERBAIKI

PENINGKATAN EFISIENSI
PENGGUNAAN AIR

PEMECAHAN MASALAH

3

PERTUMBUHAN DIPERBAIKI

HASIL TEBU DAN RENDEMEN TINGGI

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemecahan masalah

Tujuan
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tebu
yang ditanam di lahan kering. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:
a. Mempelajari pengaruh pemberian air terhadap keragaan beberapa varietas tebu
dari mulai pertumbuhan, produktivitas tebu dan rendemen.

9
b. Mempelajari pengaruh pemberian kompos blotong terhadap serapan hara oleh
tanaman tebu pada kadar air tanah yang berbeda.
c. Menganalisis efisiensi penggunaan air sehubungan dengan pemberian kompos
blotong pada beberapa varietas tebu.
d. Mendapatkan rekomendasi pemberian air yang efisien di lapangan dengan
adanya penambahan kompos blotong.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Tiap varietas akan memiliki keragaan yang berbeda pada tingkat kadar air tanah
yang berbeda.
2. Pemberian kompos blotong akan memperbaiki efisiensi serapan hara, sehingga
pertumbuhan tanaman lebih baik, yang ditunjukkan dengan peningkatan hasil
tebu dan rendemen.
3. Pemberian air yang cukup di awal pertumbuhan tanaman (dari tanam sampai
awal musim hujan) akan memperbaiki pertumbuhan tanaman.
4. Pemberian kompos blotong akan memperbaiki efisiensi penggunaan air dan
serapan hara (terutama N, P dan K), sehingga pertumbuhan tanaman lebih baik
yang ditunjukkan dengan peningkatan hasil tebu dan rendemen.

10

TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk tanaman C4 yang sudah
mengalami adaptasi dari tanaman liar (Saccharrum robustum L.). Dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya dapat dibagi menjadi dua bagian penting, yaitu
secara vegetatif dan reproduktif.

Penggolongan ini sangat penting diketahui

mengingat tujuan akhir pengusahaan tanaman tebu adalah hasil gula (sukrosa) yang
merupakan resultan dari hasil batang tebu dan kandungan gula yang dikandungnya.
Faktor yang mempengaruhi hasil tanaman tebu adalah varietas, lingkungan termasuk
tanah, iklim, suplai air, teknik budidaya, dan umur tanaman.
Secara umum tanaman tebu dikembangbiakkan secara vegetatif menggunakan
stek tanaman. Pertumbuhan tebu dibagi menjadi 4 fase, yaitu (1) perkecambahan
sampai dengan tunas muncul di permukan tanah, (2) pembentukan anakan sampai
dengan pembentukan kanopi secara penuh, (3) pembentukan dan pemanjangan
batang, dan (4) pematangan (Wiedenfeld, 2000). Fase petumbuhan tanaman tebu
dan umurnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Pembagian umur dan fase pertumbuhan tanaman tebu
Umur tanaman (Bulan)
0–1
1–2
2–3
2,5 – 4
4 – 10
10 – 11
11 – 12

Fase pertumbuhan
Perkecambahan – pertumbuhan tunas
Pembentukan anakan
Pembentukan anakan
Pertumbuhan anakan - kanopi penuh
Pertumbuhan puncak (pemanjangan batang)
Pematangan - awal senesen
Matang

Daun tumbuh pada buku tanaman dengan susunan filotaksis 180 (daun gasal
akan sebidang dengan daun gasal dan begitu juga daun genap). Daun tanaman tebu
terdiri atas helai daun dan pelepah (sebagai seludang) daun yang membungkus
batang. Pada ujung batang tanaman terdapa