Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN DAN
PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CILIWUNG DAN CISADANE

YULIANA ARIFASIHATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Perubahan
Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Yuliana Arifasihati
NIM A44100083

ABSTRAK
YULIANA ARIFASIHATI. Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan
di DAS Ciliwung dan Cisadane. Dibimbing oleh KASWANTO.

Penelitian ini melakukan pengujian pola spasial dan temporal dari
penutupan dan penggunaan lahan serta dinamika perubahan populasi di DAS Jawa
Barat bagian utara. DAS tersebut adalah DAS Ciliwung dan Cisadane. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pendorong dari perbahan dengan
menggunakan data citra Landsat jangka panjang dari tahun 1978, 1995 dan 2012.
Perubahan penutupan dan penggunaan lahan masih berlanjut terutama di daerah
aliran sungai karena pertumbuhan masyarakat dan ekonomi terus meningkat. Oleh
karena itu, diperlukan sebuah terobosan penting untuk mengetahui faktor
pendorong perubahan dengan menggunakan teknologi yang mudah dan cerdas dari
Sistem Informasi Geografis (GIS). GIS memberikan informasi tentang faktor
pendorong perubahan dan pada saat yang sama dapat memantauan alam tanpa harus

terus melakukan pengamatan secara langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa perubahan pada kedua DAS ini didominasi menjadi pemukiman dan lahan
kering. Faktor pendorong yang dianalisis adalah jumlah penduduk, kepadatan
penduduk, jenis tanah, kemiringan, curah hujan, dan jarak ke kota. Analisis regresi
logistik (LRA) dilakukan dengan menggunakan metode forward stepwise,
menunjukkan bahwa masing-masing faktor pendorong cenderung mempengaruhi
perubahan.
Keywords: Citra Landsat, DAS Ciliwung, DAS Cisadane, Pengelolaan DAS
ABSTRACT
YULIANA ARIFASIHATI. Analysis of Land Use and Cover Changes in Ciliwung and
Cisadane Watershed. Supervised by KASWANTO.

In this study, we examined the spatial and temporal patterns of land use and
cover change (LUCC) and population change dynamics in the Northern Watershed
of West Java. Those watersheds are Ciliwung and Cisadane. The objective of this
study was to quantify the drivers of LUCC using long-term Landsat image data
from 1978, 1995 and 2012. We found the changing of LUCC, especially in those
watersheds boundary still continues since the growth of society and economy are
increasing. Therefore, it needs a significance breakthrough to figure out the driver
of LUCC of changing by using an easy and smart technology of Geographical

Information System (GIS). A GIS gives the information about the driver of LUCC
and at the same time monitoring the enviromental for minimizing some efforts of
direct observation. The results show that the changing in those watersheds
following several processes and in the end changed into settlements and dry lands,
predominantly. The predicted drivers are number of population, density of
population, soil type, slope, precipitation, and distance to city. The logistic
regression analysis (LRA) by using forward stepwise model show that those drivers
inclined to affect LUCC, respectively.
Keywords: Ciliwung Watershed, Cisadane Watershed, Landsat image, watershed
management

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN DAN
PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CILIWUNG DAN CISADANE

YULIANA ARIFASIHATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap


DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul Penelitian : Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS
Ciliwung dan Cisadane.
Nama
: Yuliana Arifasihati

NIM
: A44100083

Disetujui oleh

Dr Kaswanto, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr
Ketua Departemen

Tanggal disahkan:

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia
yang telah diberikan, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis
Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane”
dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada:
1. Dr. Kaswanto, SP., MSi selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan
bimbingan dan arahan selama penelitian ini berlangsung sehingga penulis
dapat menyelesaikannya.
2. Kedua orang tua dan adik-adik yang telah memberikan doa, semangat dan
kasih sayang.
3. Semua pihak dan instansi yang telah membantu di dalam pengambilan data
4. Program penelitian BOPTN DIKTI dengan judul Desain Lanskap
Agroforestri Menuju Masyarakat Rendah Karbon yang diketuai oleh Dr.
Kaswanto, SP., MSi dimana telah membantu pendanaan selama penulis
melaksanakan penelitian.
5. Teman-teman tersayang Arsitektur Lanskap 47, teman-teman satu
bimbingan, 3 dara, serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, doa
dan semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Semoga skripsi ini
dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


Bogor, Februari 2015
Yuliana Arifasihati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

i

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat

2

Kerangka Pikir

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Daerah Aliran Sungai

4


Penutupan Lahan

4

Penggunaan Lahan

4

Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan

5

Sistem Informasi Geografi

6

Penginderaan Jauh

7


Citra Landsat

7

METODOLOGI

8

Lokasi dan Waktu Penelitian

8

Alat dan Bahan

9

Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN


10
13

Kondisi Umum

13

Penutupan Lahan Tiga Periode

28

Perbandingan Luas Penutupan dan Penggunaan Lahan Selama Tiga Periode 41
Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan Selama Tiga Periode

43

Analisis Faktor Pendorong Perubahan Lahan Selama Tiga Periode

61

Rekomendasi Pengelolaan DAS Ciliwung dan Cisadane

64

KESIMPULAN DAN SARAN

67

DAFTAR PUSTAKA

68

LAMPIRAN

71

RIWAYAT HIDUP

73

vii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Keterangan DAS Ciliwung dan Cisadane
Peta DAS Ciliwung dan Cisadane
Alat yang digunakan dalam penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian
Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan tahun 1978
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan 1978
Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan 1995
Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan
Luas hasil klasifikasi penutupan lahan 2012
Pendugaan akurasi dari penggunaan dan penutupan lahan
Perbandingan luas dan laju peningkatan tahun 1978 dan tahun 1995
Perbandingan luas dan laju peningkatan tahun 1995 dan tahun 2012
Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang tetap/tidak berubah
tahun 1978 dan 1995
Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang mengalami
perubahan tahun 1978 dan 1995
Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang tetap/tidak berubah
tahun 1995 dan 2012
Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang mengalami
perubahan tahun 1995 dan 2012
Perubahan lahan yang tetap dan berubah tahun 1978-1995
Perubahan kelas penutupan lahan tahun 1978- 1995
Penutupan lahan yang tetap dan berubah
Perubahan kelas penutupan lahan tahun 1995-2012

5
8
9
9
30
30
33
33
34
35
36
41
42
44

44
45
45
46
51
54
59

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Riwayat peluncuran satelit Landsat
Keterangan DAS Ciliwung dan Cisadane
Matriks Post Classification Comparison
Peta kecamatan DAS Ciliwung
Peta kecamatan DAS Cisadane
Curah hujan rata-rata tahun 1983-2012 pada Stasiun Katulampa
Peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981-2010 DAS Ciliwung
Peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981-2010 DAS Cisadane
Telaga Warna
Peta kelerengan DAS Ciliwung
Peta kelerengan DAS Cisadane
Peta jenis tanah DAS Ciliwung
Peta jenis tanah DAS Cisadane
Pemanfaatan lahan sebagai hutan
Pemanfaatan lahan sebagai badan air

7
8
11
14
15
16
17
18
19
20
21
23
24
25
26

viii

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46

Pemanfaatan lahan sebagai pemukiman
Pemanfaatan lahan sebagai sawah
Pemanfaatan lahan sebagai semak
Pemanfaatan lahan sebagai lahan kosong
Pemanfaatan lahan sebagai ladang
Peta penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 1978
Peta penutupan lahan DAS Cisadane tahun 1978
Peta penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 1995
Peta penutupan lahan DAS Cisadane tahun 1995
Peta penutupan lahan DAS Ciliwung 2012
Peta penutupan lahan DAS Cisadane Tahun 2012
Perbandingan laju perubahan DAS Ciliwung (%)
Perbandingan laju perubahan DAS Cisadane (%)
Peta penutupan lahan DAS Ciliwung yang tetap dan berubah
Peta penutupan lahan DAS Cisadane yang tetap dan berubah
Peta kelas penutupan lahan DAS Ciliwung yang tetap dan berubah
Peta kelas penutupan lahan DAS Cisadane yang tetap dan berubah
Peta perubahan penutupan lahan Ciliwung
Peta perubahan penutupan lahan DAS Cisadane
Peta penutupan lahan DAS Ciliwung yang tetap dan berubah
Peta penutupan lahan DAS Cisadane yang tetap dan berubah
Peta penutupan lahan DAS Ciliwung yang tetap dan berubah
Peta penutupan lahan DAS Cisadane yang tetap dan berubah
Peta perubahan penutupan lahan DAS Ciliwung
Peta perubahan penutupan lahan DAS Cisadane
Ilustrasi faktor kemiringan lahan
Faktor pendorong perubahan
Ilustrasi jenis tanah
Ilustrasi jarak dengan pusat kota
Ilustrasi rekomendasi kemiringan lahan
Ilustrasi penurunan aliran limpasan

26
27
27
28
28
32
33
37
38
39
40
43
43
47
48
49
50
52
53
55
56
57
58
60
61
62
63
64
65
65
66

DAFTAR LAMPIRAN
1 Classification accuracy assessment report

71

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di garis khatulistiwa
dengan curah hujan yang tinggi. Aliran hujan yang dialirkan akan membentuk
sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dengan air hujan yang jatuh pada daerah tersebut, dan akan
ditampung oleh punggung gunung lalu dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke
sungai utama (Asdak, 2004). Menurut Dixon dan Easter (1986) disebutkan bahwa
DAS merupakan pemersatu ekosistem alami antar wilayah hulu dengan wilayah
hilir melalui siklus hidrologi.
Berdasarkan curah hujan, wilayah DAS dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
wilayah yang berfungsi sebagai wilayah resapan dan wilayah yang berfungsi
sebagai wilayah pengaturan drainase. Berfungsi tidaknya wilayah tersebut akan
sangat terkait dengan penggunaan lahan. Perubahan mencolok dari perubahan
penggunaan lahan khususnya di catchment area DAS Ciliwung dan Cisadane
adalah pesatnya pembangunan pemukiman khususnya DAS wilayah tengah. DAS
daerah hulu dan tengah yang sejak awal berfungsi sebagai daerah resapan berubah
menjadi daerah kedap air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan diantaranya
pemukiman, selain itu situ-situ yang ada berdasarkan data Badan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung berjumlah 199 buah namun saat
ini yang berfungsi tinggal 31 buah dan selebihnya sudah tidak berfungsi sebagai
penampung air.
Perubahan yang terjadi pada DAS pada saat ini dapat dikarenakan karena
meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat yang mulai tak terpenuhi berdampak pada eksploitasi alam yang
berlebihan. Pertumbuhan dan aktivitas penduduk yang tinggi terjadi di daerah
perkotaan, sehingga daerah perkotaan pada umumnya mengalami perubahan
penggunaan lahan yang cepat. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
diketahui bahwa beberapa kota yang ada di dunia memiliki angka pertumbuhan
penduduk yang meningkat lebih dari 9 kali lipat. Salah satu kota yang mengalami
pertumbuhan tersebut yaitu Kota Jakarta yang merupakan bagian dari DAS
Ciliwung dari 1,7 juta jiwa (1950) menjadi 16,5 juta jiwa (2000) atau berkembang
9 kali lipat.
Semakin meningkatnya angka pertumbuhan penduduk akan berimplikasi
pada besarnya tekanan penduduk terhadap suatu lahan, karena kebutuhan lahan
untuk tempat tinggal dan fasilitas-fasilitas pendukungnya yang semakin meningkat.
Degradasi lahan yang berlebihan akan merubah ekologi dan menurunkan kualitas
lahan tersebut, apabila hal ini terus-menerus berlangsung maka akan terjadi
ketidakseimbangan ekosistem yang akan berdampak negatif bagi kelangsungan
hidup selanjutnya.
Berbagai dampak negatif pada kehidupan manusia yang sudah mulai
dirasakan diantaranya bencana banjir, kekeringan, atau tingkat polusi yang terus
meningkat, karena DAS juga berfungsi sebagai daerah penyerapan karbon.
Peningkatan emisi karbon di udara saat ini adalah bentuk nyata dari perubahan
penutupan dan penggunaan lahan. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO)

2
merilis statistik emisi karbon secara global akibat dari deforestasi pertanian dan
berbagai bentuk lain dari penggunaan lahan antara tahun 1990 hingga tahun 2010.
Hasilnya diketahui bahwa Indonesia menempati posisi kedua dengan pelepasan
karbon sebanyak 13,1 miliar metrik ton karbon.
Pengelolaan DAS yang baik akan meminimalisir dampak yang terjadi, salah
satunya adalah dengan melakukan analisis setiap perubahan dan penggunaan lahan
sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan di masa depan. Salah satu
teknologi yang dapat digunakan yaitu Sistem Informasi Geografi (SIG).
Penggunaan teknologi SIG merupakan alat penting yang dapat menyatukan data
menjadi database yang sangat berguna bagi seorang perencana dalam melakukan
evaluasi ataupun monitoring (Lillesand dan Kiefer 1979). SIG ini akan memberikan
informasi tentang perubahan-perubahan penutupan dan penggunaan lahan yang
terjadi tanpa harus melakukan kontak langsung dengan obyek atau daerah yang
akan diteliti.
Perubahan-perubahan yang terjadi di DAS Ciliwung dan Cisadane dalam
kurun waktu terakhir ini menurut Forest Watch Indonesia yang memaparkan bahwa
tutupan hutan di DAS Ciliwung hanya tersisa 12 persen dari total kawasan DAS
yang mencapai 29 ribu hektar, sedangkan untuk DAS Cisadane hanya sekitar 36,6
persen dari total kawasan hampir mencapai 59 ribu hektar (KMNLH, 2010).
Perubahan jenis dan luas penggunaan lahan yang relatif cepat ini akan berimplikasi
pada pola penataan ruang, kenyamanan hidup dan kondisi sosial ekonomi penduduk
setempat.
Suatu perubahan penutupan dan penggunaan lahan tidak dapat dilihat
dengan kurun waktu yang singkat, karena sebuah perubahan tersebut memerlukan
proses yang cukup lama. Penelitian ini menganalisis citra multitemporal yang
dikaji selama dua periode yaitu pada tahun 1978, tahun 1995 dan tahun 2012, untuk
mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi dan trend arah perubahan,
sehingga dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam menetapkan sebuah
kebijakan di kemudian hari. Penggunaan teknologi SIG ini akan memudahkan
dalam melakukan studi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di DAS
Ciliwung dan Cisadane selama dua periode.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis besarnya kelas
penutupan lahan, perubahan penutupan lahan dan faktor-faktor yang mendorong
terjadinya perubahan penutupan dan penggunaan lahan di DAS Ciliwung dan
Cisadane selama dua periode yaitu pada tahun 1978, tahun 1995 dan tahun 2012.
Manfaat Penelitian
Analisis perubahan penutupan lahan yang dilakukan selama dua periode
pada tahun 1978 hingga tahun 1995 dan tahun 1995 hingga tahun 2012 di DAS
Ciliwung dan Cisadane diharapkan mampu menampilkan perbandingan serta
mengetahui perubahan apa saja yang telah terjadi dalam kurun waktu tersebut. Hal
ini tentu saja dapat menjadi sebuah kontrol dan rekomendasi bagi pemerintah untuk
melihat dan mengetahui dampak apa yang akan terjadi dikemudian hari serta
mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Analisis ini pun akan memberikan informasi

3
tentang faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya perubahan pada DAS
Ciliwung dan Cisadane .
Kerangka Pikir
Peningkatan kebutuhan manusia yang semakin tidak terpenuhi
mempengaruhi perilaku terhadap alam. Perubahan yang terjadi akibat eksploitasi
alam yang berlebihan akibat tidak seimbangnya antara kebutuhan dengan
sumberdaya yang tersedia memberikan dampak negatif untuk keberlangsungan
ekosistem. Analisis setiap perubahan lahan yang terjadi merupakan salah satu solusi
dalam mengelola dan menjaga kelestarian alam terutama di DAS Ciliwung dan
Cisadane.
DAS Ciliwung dan Cisadane merupakan DAS yang berperan penting di
wilayah Jawa Barat, terutama di bagian utara. Kedua DAS ini berada di daerah
wilayah yang terus berkembang dengan pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi
dan jumlah penduduk. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas
manusia pada suatu lahan maka akan menyebabkan perubahan pola penutupan dan
penggunaan lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane. Perubahan-perubahan yang
terjadi secara terus-menerus dalam kurun waktu terakhir mulai memberikan
dampak negatif, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan. Penggunaan
teknologi SIG diharapkan dapat membantu melihat perkembangan perubahan
penutupan dan penggunaan lahan yang terjadi, sehingga dapat meminimalisir halhal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Diagram di bawah ini adalah kerangka
pikir yang digunakan penulis sebagai acuan dalam rangkaian penelitian analisis
perubahan penutupan lahan dan faktor-faktor perubahan dengan menggunakan SIG
pada DAS Ciliwung dan Cisadane selama dua periode (Gambar 1).
DAS Ciliwung dan Cisadane
Peningkatan Kebutuhan Manusia
Perubahan Lanskap
Perubahan Penutupan lahan
Terganggunya DAS
Berdampak Pada Daerah Resapan Air
Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan lahan di DAS Ciliwung
dan Cisadane
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggungpunggung gunung dengan air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung
oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke
sungai utama (Asdak, 2004). Maka, karena setiap permukaan bumi memiliki
ketinggian dan kemiringan tertentu dan mengalirkan air hujan (presipitasi), pada
akhirnya akan membentuk DAS. Sehingga, pada hakikatnya seluruh daratan di
muka bumi ini terbagi habis atas DAS.
Selain itu, berdasarkan susunan ekologis, DAS memiliki ekosistem daratan
yang lengkap. Menurut Dixon dan Easter (1986) disebutkan bahwa DAS
merupakan penyatu ekosistem alami antara wilayah hulu (dari puncak
gunung/bukit) dengan wilayah hilir (sampai dengan muara sungai dan wilayah
pantai yang masih terpengaruh daratan) melalui siklus/daur hidrologi/air. Oleh
karena itu, DAS seringkali dijadikan sebagai basis teritorial dalam melakukan
berbagai riset penelitian dan sangat dijaga pengelolaannya. Pengelolaan DAS akan
mempengaruhi keberlanjutan ekosistem, apabila pengelolaan DAS tidak baik maka
akan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem dan mengakibatkan dampakdampak yang merugikan untuk keberlangsungan ekosistem.
Penutupan Lahan
Peningkatan kebutuhan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya mengakibatkan eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam, hal ini
yang mendorong terjadinya perubahan lahan beberapa tahun terakhir. Menurut
Kazaz dan Charles (2001) dalam Munibah (2008), perubahan penutupan lahan
adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap satu lahan yang berbeda dari
aktivitas sebelumnua, baik untuk tujuan komersial maupun industri. Terdapat
empat faktor pertimbangan penting yang menentukan penggunaan lahan yaitu:
faktor fisik lahan, faktor ekonomi dan faktor kelembagaan serta faktor kondisi
sosial dan budaya masyarakat setempat akan mempengaruhi pola penggunaan lahan
(Barlowe, 1978). Wilayah dengan perkembangan yang pesat dan di daerah yang
labil memiliki penutupan lahan yang bersifat dinamis. Penyebab penutupan lahan
dapat terjadi karena sifat manusia atau perubahan karena sifat lahannya sendiri yang
berubah. Perubahan yang disebabkan oleh manusia dapat dikarenakan faktor
aksesibilitas, pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan jarak lokasi terhadap pusat
kegiatan (infrastruktur) menurut (Noviansyah, 2000).
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan sebuah hal yang masih berkaitan dengan
penutupan lahan, namun pada dasarnya adalah hal yang berbeda. Penggunaan
Lahan (landuse) menurut Lillesand dan Kiefer (1993) adalah gambaran keadaan
fisik permukaan bumi, penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia

5
pada satu bidang lahan. Sedangkan, menurut Vink (1975) penggunaan lahan (land
use) merupaan bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Contoh dari
penggunaan lahan yaitu sawah, pemukiman, perkantoran, area industri, ladang,
kebun, dan sebagainya. Sistem penggunaan lahan dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar yaitu penggunaan untuk keperluan pertanian dan penggunaan
untuk non-pertanian (Arsyad, 1989).
Menurut Barlowe (1978) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
penggunaan lahan yaitu faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan
institusi (kelembagaan). Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah
faktor yang terkait dengan kesesuaian lahan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim,
sumberdaya air, bentuk lahan, topografi, karakteristik tanah dan lainnya. Faktor
pertimbangan ekonomi adalah sebuah persyaratan yang diperlukan untuk
pengelolaan suatu penggunaan lahan. Suatu lahan akan dimanfaatkan apabila lahan
tersebut memberikan suatu keuntungan atau hasil yang lebih besar dari biaya
modalnya (Barlowe, 1978). Pertimbangan ekonomi ini bersifat dinamis, tergantung
dari harga dan permintaan terhadap suatu penggunaan lahan. Meningkatnya jumlah
permintaan terhadap suatu penggunaan lahan yang tadinya tidak memiliki nilai
ekonomis akan berubah menjadi layak secara ekonomis (Saefulhakim, 1999).
Faktor kelembagaan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah faktorfaktor yang terkait dengan sosial budaya dan aturan yang berada di masyarakat,
termasuk peraturan perundangan dari pemerintah setempat (Barlowe, 1978).
Penggunaan lahan yang terdapat pada suatu wilayah adalah suatu penggunaan lahan
yang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah, sosial budaya, tradisi
maupun kepercayaan masyarakat setempat.
Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan
Perubahan penutupan dan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu
penutupan atau penggunaan lahan dari satu ke yang lainnya diikuti dengan
berkurangnya tipe penutupan dan penggunaan lahan yang lain dari waktu ke waktu,
atau perubahan fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et
al, 2001) dalam Wirustyastuko (2010). Perubahan ini tidak terjadi dalam waktu
yang singkat. Perubahan ini dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari
peta penutupan dan penggunaan lahan pada titik tahun yang berbeda. Perubahan
penggunaan lahan yang terjadi dalam periode waktu tertentu mampu memberikan
sebuah prediksi penutupan dan penggunaan lahan yang akan terjadi berikutnya
(Munibah, et al, 2006).
Menurut Kaiser dan Weiss, dalam Pontoh dan Sudrajat (2005) secara
konsepsional proses perubahan penggunaan lahan di pinggir kota dipengaruhi oleh:
(1) urban Interest, yaitu meningkatnya kebutuhan lahan kota, sehingga kawasan
pinggir kota menjadi potensial dan guna lahan yang ada mulai bergeser; (2) posisi
strategis dan dinamika kota menjadi bahan pertimbangan bagi pengusaha untuk
membeli dan mengembangkan lahan di perkotaan; (3) mulai diprogram untuk
pembangunan, dibangun dan dihuni oleh penduduk.

6
Sistem Informasi Geografi
Teknologi berkembang semakin pesat memudahkan dalam melakukan
semua kegiatan, salah satunya adalah dengan adanya sistem informasi geografi.
Sistem informasi Geografi (SIG) adalah integrasi dari perangkat keras, perangkat
lunak, dan data untuk menangkat, mengelola, menganalisis dan menampilkan
semua bentuk informasi geografis. Sedangkan menurut BAKOSURTANAL dalam
Prahasta (2007) menjabarkan SIG sebagai suatu sistem yang saling terkait antara
satu dengan yang lain. SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras
komputer, perangkat lunak, data geografi dan personal yang didesain untuk
memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis serta
menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Basis analisis SIG
adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit atau
data lain terdigitasi. Analisis SIG memerlukan tenaga ahli sebagai interpreter,
perangkat keras komputer dan perangkat lunak pendukung.
Sistem informasi geografi merupakan seperangkat sistem berbasis komputer
untuk memetakan dan menganalisis sesuatu yang terlihat jelas dan terjadi di
permukaan bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan pengoperasian database seperti
pertanyaan dan analisis statistika dengan cara menampilkan secara khas dan
menganalisis secara geografi dari suatu peta. Kemampuan ini membedakan SIG
dengan sistem informasi lainnya dan menjadikannya lebih bernilai dalam
penggunaannya oleh umum ataupun bisnis pribadi yang bertujuan untuk
menjelaskan peristiwa yang dianggap penting, memprediksi hasil serta perencanaan
strategi (ESRI dalam Prahasta, 2007).
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh didefinisikan sebagai identifikasi dan pengkajian objek
pada jarak jauh dengan menggunakan energi elektromagnetik yang dipantulkan
atau dipancarkan dari objek. Informasi tentang objek-objek yang diteliti didapat
berdasarkan hasil analisis data yang telah dikumpulkan oleh sensor jarak jauh.
Pengindaraan jauh adalah ilmu yang digunakan untuk memperoleh suatu obyek,
daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan obyek dikaji tersebut. Pengumpulan data yang akan
dianalisis dari jarak jauh diperoleh dengan menggunakan berbagai sensor, sehingga
tidak perlu berkontak langsung dengan obyek yang diteliti (Lilesand dan Kiefer,
1990).
Prinsip penginderaan jauh dalam pengamatan obyek di muka bumi
dilakukan dengan cara mengukur radiasi gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan oleh obyek yang dimaksud. Secara umum elemen yang terkait dalam
pengindraan jauh dengan gelombang elektromagnetik untuk memperoleh informasi
suatu obyek dan lingkungannya meliputi:
1. sumber energi;
2. perjalanan energi melalui atmosfer;
3. interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi;
4. sensor wahana pesawat terbang dan satelit;
5. hasil pembentukan data dalam bentuk piktoral dan numerik.
(Lillesand dan Kiefer, 1990).

7
Hasil pengindraan jauh umumnya berupa citra yang merupakan gambaran
suatu obyek yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik atau
elektronik. Umumnya digunakan bila radiasi elektromagnetik yang dipancarkan
atau dipantulkan oleh suatu obyek tidak langsung direkam (Simonett, 1983 dalam
Susanto, 1986). Interpretasi citra pengindraan jauh dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi,
2001).
Citra Landsat
Pada penelitian ini digunakan citra Landsat sebagai salah satu bahan yang
akan diolah dalam SIG. Satelit Landsat yang pertama diluncurkan dengan nama
Earth Resourch Technology Sattelite (ERTS-1) pada tahun 1972. Berikut ini adalah
riwayat dari peluncuran satelit Landsat yang ada pada Tabel 1.
Tabel 1. Riwayat peluncuran satelit Landsat
Nama Satelit
Landsat-1 (ERTS-1)
Landsat-2
Landsat-3
Landsat-4
Landsat-5
Landsat-6
Landsat-7

Peluncuran
23 Juli 1972
22 Januari 1975
5 Maret 1978
16 Juli 1982
1 Maret 1984
5 Oktober 1993
15 April 1999

Berakhir
Januari 1978
Juli 1983
September 1983
Juni 2001
5 Oktober 1993
-

Instrumen
RBV, MSS
RBV, MSS
RBV, MSS
MSS, TM
MSS, TM
ETM
ETM+

Sumber : NASA (2009)
Satelit Landsat memiliki arah orbit dari utara ke selatan, hampir polder dan
sinkron dengan matahari. Satelit Landsat beroperasi pada ketinggian 705 km. Tiga
jenis sensor yang terdapat pada satelit Landsat adalah RBV (Return Beam Vidicon),
MSS (Multi Spectral Scanner) dengan resolusi 79 x 79 m, dan TM (Thematic
Mapper) dengan resolusi 30 x 30 m (Sabins, 1978 dalam Widagdo, 1995). Menurut
Sabins (1987) karakteristik setiap saluran berbeda-beda dan memiliki fungsi yang
tersendiri. Saluran-1 (biru) berguna untuk membedakan kejernihan air dan juga
membedakan antara tanah dengan tanaman; Saluran-2 (hijau) berguna untuk
mendeteksi tanaman; Saluran-3 (merah) berguna untuk membedakan tipe tanaman;
Saluran-4 (reflected-IR) berguna untuk meneliti biomassa tanaman, dan
membedakan batas tanah-tanaman dan daratan-air; Saluran-5 (reflected-IR)
menunjukan kandungan air tanaman dan tanah, berguna untuk menentukan tipe
tanaman dan kesehatan tanaman, dapat digunakan pala untuk membedakan awan,
salju, dan es; Saluran-6 (termal-IR) berguna untuk mencari lokasi kegiatan
geothermal, mengukur tingkat stres tanaman, kebakaran dan kelembaban tanah;
Saluran-7 (reflected-IR) berhubungan dengan mineral; Saluran-8 (pankromatik)
merupakan saluran beresolusi tinggi, berfungsi untuk meningkatkan resolusi citra
Landsat saluran 1, 2, 3 ,4, 5, 6, dan 7 dari semula 30 x 30 m menjadi 15 x 15 m.

8

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan
Cisadane (Gambar 2). DAS Ciliwung dan Cisadane masing-masing memiliki
keterangan letak geografis, luas dan batas wilayah administrasi pada Tabel 2.
Tabel 2. Keterangan DAS Ciliwung dan Cisadane
DAS
Letak Geografis
Luas
Ciliwung

6o 6’ 00” - 6o 46’ 12” LS
dan 106o 48’ 36” - 107o
00’ 00” BT

Cisadane

6o 37' 48” – 6o 46' 12”
LS dan 106o 49' 48” –
107o 0' 0” BT

38.610,25 ha

151.808 ha

Wilayah Administrasi
Kab Bogor, Kota
Bogor, Kota Depok,
dan Provinsi DKI
Jakarta
Kab Bogor, Kota
Bogor, Kab Tangerang
dan Kota Tangerang

Sumber: BP DAS
Gambar 2 Peta DAS Ciliwung dan Cisadane

9
Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware) maupun
perangkat lunak (software) (Tabel 3). Landsat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Landsat tahun 1978 L1-5 MSS, Landsat tahun 1995 L4-5 TM, dan Landsat tahun 2012.
Tabel 3. Alat yang digunakan dalam Penelitian
Hardaware dan Software
Fungsi
Hardware
Kamera Digital
Pengambilan video dan Foto
Laptop
Pengolahan grafis dan data
Global Positioning System (GPS)
Menentukan posisi dan pemetakan
Meteran
Mengukur saat dilapang
Software
SPSS
Pengolahan Data
Arc GIS 10
Pengolahan Data
ERDAS Imagine 9.2
Pengujian Akurasi Peta
MS Excel 2007
Pengolahan Data
MS Word 2007
Penyusunan Skripsi
Tabel 4. Data yang digunakan dalam Penelitian
No

2.

Jenis Data
Bentuk Data
Sumber
Landsat 1 MSS
- 17 Juli 1978, Path 131, Row
065
- 16 Juli 1978, Path 130, Row
065
Raster, resolusi
Landsat 5 TM
earthexplorer.usgs.gov
30x30m
- 8 Agustus 1995, Path 122, Row
065
Landsat 7 ETM+
- Agustus 2012, Path 122, Row
065
Peta Batas DAS
Vektor
Kementrian Kehutanan

3.

Peta Kemiringan Lereng

Raster

DIPERTA Jawa Barat
dan DKI

4.

Peta jenis tanah Jawa Barat

Vektor

BMKG Jawa Barat dan
DKI

5.

Peta curah hujan Jawa Barat

Tabular

Pemprov Jawa Barat dan
DKI

6.

Data Kependudukan

Tabular

Pemprov Jawa Barat dan
DKI

1.

10
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai dengan
menggunakan data primer yang didapatkan pada saat di lapang dan data sekunder
yang didapatkan melalui literatur terkait. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan
yaitu : (1) Inventarisasi (survai dan pengumpulan data), (2) analisis dan (3) output.
1. Inventarisasi (Survai dan Pengumpulan Data)
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang diperlukan selama
penelitian. Data diperoleh dengan turun langsung ke lapang dan pengumpulan data
spasial. Data spasial yang digunakan adalah citra Landsat selama dua periode yaitu
tahun 1978 hingga 1995 dan tahun 1995 hingga tahun 2012 untuk melakukan
pembandingan penutupan lahan. Untuk data primer seperti citra Landsat tersebut
dibuat mosaik, kemudian dipotong sesuai daerah penelitian. Pada kegiatan survai
lapang dilakukan pengambilan titik tujuh kelas penutupan lahan (hutan, sawah,
ladang, pemukiman, tanah kosong, semak, dan badan air) yang dilakukan secara
langsung. Selain itu dilakukan juga pengumpulan data dari studi pustaka yang dapat
mendukung penelitian ini.
2. Analisis
Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap analisis yaitu menggunakan
Klasifikasi Terbimbing (Supervised classification), dilanjutkan dengan pembuatan
training area, pendugaan akurasi, dan deteksi perubahan penutupan lahan.
Klasifikasi Terbimbing
Pada penelitian ini klasifikasi yang digunakan untuk mengelompokkan
penggunaan lahan yang dilakukan dengan menggunakan klasifikasi terbimbing.
Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi dengan pemilihan kategori
informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk setiap kategori
penutupan lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Pada klasifikasi ini
digunakan data penginderaan jauh multispektral yang berbasis numerik, sedangkan
pengenalan polanya merupakan proses otomatis dengan bantuan komputer. Konsep
penyajian datanya adalah dalam bentuk numeris/grafik atau diagram.
Sebelum melakukan klasifikasi, informasi tematik yang ingin diperoleh
harus dibagi ke dalam kelas-kelas. Penentuan kelas klasifikasi merupakan faktor
penting bagi keberhasilan proses klasifikasi. Untuk pengklasifikasian lahan,
penutupan/penggunaan lahan dikelaskan menjadi tujuh kelas yaitu hutan,
pemukiman, ladang, sawah, semak, badan air dan awan.
Training Sample
Analisis ini dilakukan dengan menyusun “kunci interpretasi” dan
mengembangkan secara numerik spektral untuk setiap kenampakan dengan
memeriksa batas daerah (training area). Training area yang diambil untuk
pengkelasan sebanyak 15 training area. Training area menjadi bagian yang penting

11
karena dengan melakukan training area yang baik akan berpengaruh terhadap
keakurasian data yang dihasilkan.
Pendugaan Akurasi
Penelitian ini mengguanakan metode Kappa untuk melakukan akurasi.
Menurut Khoiriah dan Farda (2010) metode akurasi kappa yaitu membandingkan
hasil klasifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Metode akurasi ini
dilakukan menggunakan software ERDAS. Penghitungan secara matematika
metode Kappa (Congalton dan Green, 1999) ini adalah sebagai berikut :
r

r

k

N  X i   Z i .Yi
i 1

i 1

N  Z i .Yi
2

x100%

Dimana :
Zi
Yi
Xi
N

= Jumlah piksel pada baris ke- i
= Jumlah Piksel pada kolom ke-i
= Piksel pada diagonal utama
= Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan

Deteksi Perubahan Penutupan lahan.
Metode yang digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan yaitu
dengan menggunakan Post Classification Comparison. Tujuan dari penggunaan
metode ini adalah untuk mengetahui perubahan penutupan lahan di lokasi DAS
Ciliwung dan Cisadane. Metode ini menggunakan fungsi perkalian antara nilai
kelas penutupan lahan yang telah di recode terlebih dahulu. Proses ini akan
menghasilkan sebuah image baru yang mengandung informasi penutupan lahan
yang berubah maupun tidak berubah dalam kurun waktu tertentu (Gambar 3).

Gambar 3 Matriks Post Classification Comparison

12
Faktor Pendorong (Driving Factor)
Pada penelitian ini akan diketahui besarnya perubahan-perubahan yang
terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dan Cisadane, besarnya perubahanperubahan tersebut dihitung dengan menggunakan pendekatan persamaan Logistic
Regression Analysis (LRA). Menurut Peng, Lee dan Ingersoll (2002) LRA adalah
pendekatan pemodelan matematika yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan
hubungan beberapa variabel dan mengetahui variabel mana yang berpengaruh.
Persamaan LRA adalah sebagai berikut:

E (Y) =
Keterangan :
Y
X
β
βj

1

1+exp⁡[− �+∑ =1 ���� ]

= Variabel Binomial
= Variabel penduga
= Konstanta
= Koefisien Variabel

Adapun enam variabel adalah sebagai berikut :
1. Jenis Tanah
2. Kemiringan Lereng
3. Jumlah Penduduk

4. Kepadatan Penduduk
5. Jarak Pusat Kota
6. Curah Hujan

Metode LRA dilakukan dengan menggunakan metode forward stepwise,
dimana pemodelan regresi dilakukan secara berulang, dan memasukkan peubah
bebas satu persatu. Peubah bebas yang berpengaruh secara signifikan akan
dipertahankan dalam model, sedangkan peubah bebas yang tidak signifikan akan
dikeluarkan dari model, sehingga peubah yang terdapat dalam model semuanya
signifikan terhadap penggunaan lahan. Hal ini juga diharapkan dapat
menghilangkan multi kolinearitas yang mungkin ada diantara peubah. Variabel
peubah tetap yang digunakan adalah jumlah perubahan tutupan lahan selama dua
periode, sementara peubah bebas yang digunakan terdapat enam faktor.
3. Output
Hasil dari penelitian ini adalah peta-peta penutupan dan penggunaan lahan
yang terjadi selama dua periode yaitu tahun 1978, tahun 1995 dan tahun 2012. Petapeta penutupan dan penggunaan lahan tersebut digunakan untuk mendeteksi
besarnya perubahan yang terjadi. Analisis faktor pendorong didapat dari perubahan
yang akan dijadikan variabel tetap untuk mendeteksi enam variabel bebas yang
dianggap memiliki pengaruh terhadap perubahan penutupan dan penggunaan lahan
yang terjadi di DAS Ciliwung dan Cisadane selama dua periode.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum

Letak Geografis dan Batas Tapak
Lokasi penelitian berada pada DAS Ciliwung dan Cisadane dimana secara
geografis masing-masing DAS terletak pada 6º 05’ 51” 6º 46’ 12” Lintang Selatan
(LS) dan 106º 47’ 09” - 107º 0’ 0” Bujur Timur (BT) dan 6º 37' 48” - 6º 46' 12”
LS dan 106º 49' 48” - 107º 0' 0” BT. Wilayah DAS Ciliwung sendiri terletak di
sebelah timur DAS Cisadane. Luas DAS Ciliwung kurang lebih 38.610,25 ha yang
secara administratif berada pada delapan Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Bogor,
Kota Bogor, Kota Depok, Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta
Pusat, Kota Jakarta Timur dan Kota Jakarta Utara. Sedangkan DAS Cisadane
dengan luas kurang lebih 51.808 ha yang secara administratif meliputi Kabupaten
Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tanggerang dan Kota Tanggerang.
Wilayah DAS Ciliwung di sebelah Barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan
di sebelah Timur dibatasi DAS Citarum dengan bagian hulu di sebelah Selatan yaitu
berada di Gunung Gede-Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta. DAS Ciliwung
mengalir dari arah Selatan menuju Utara, melintasi Wilayah Provinsi Jawa Barat
(Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok) dan Provinsi DKI Jakarta dengan
delineasi sebagai berikut :
a. Bagian hulu DAS Ciliwung mulai dari hulu sampai Stasiun Pengamat Arus
Sungai (SPAS) Katulampa di Kecamatan Bogor Timur
b. Bagian tengah DAS Ciliwung mulai dari SPAS Katulampa hingga SPAS
Ratujaya meliputi wilayah Kota Bogor dan Kota Depok
c. Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai, termasuk dalam wilayah
administrasi pemerintahan Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Lebih ke
hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Banjir Barat
dan Kanal Banjir Timur. Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah Kota
Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta utara.
DAS Ciliwung merupakan sebuah DAS yang melewati beberapa kota
dengan kemajuan penduduk dan infrastruktur yang terus berkembang, hal ini
membuat wilayah DAS Ciliwung mengalami degradasi lahan yang tidak dapat
dihindari beberapa tahun terakhir. DAS Cisadane berbatasan dengan Laut Jawa di
sebelah utara, DAS Cimandiri bagian selatan, DAS Ciliwung dan DAS Kali Angke
di sebelah timur dan DAS Cimanceri di sebelah baratnya. DAS Cisadane terbagi
atas tujuh Sub-DAS yaitu Sub-DAS Cisadane Hulu, Ciapus, Ciampea Cihideung,
Cianten, Cikaniki, Cisadane Tengah dan Cisadane Hilir. Berbeda dengan DAS
Ciliwung yang berada di sebelah utara, Cisadane merupakan sebuah DAS yang
berada di sebelah selatan, melewati wilayah kota dengan pertumbuhan penduduk
dan infrastrukturnya yang tidak sepesat di bagian utara. Berikut ini adalah
gambaran spasial batas kabupaten lokasi penelitian yang berada di DAS Ciliwung
dan Cisadane (Gambar 4 dan 5).

14

Gambar 4 Peta kecamatan DAS Ciliwung

15

Gambar 5 Peta kecamatan DAS Cisadane

16

Iklim
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika dengan stasiun pengamatan curah hujan yang berada di
Katulampa, DAS Ciliwung dan Cisadanen hulu merupakan wilayah yang memiliki
curah hujan tinggi dan terjadi sepanjang tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim
Koppen, dapat diketahui bahwa iklim di wilayah DAS Ciliwung dan Cisadane hulu
ini termasuk dalam tipe iklim Af (Iklim hutan hujan tropis). Berikut ini adalah
gambar grafik curah hujan dari tahun 1983 hingga 2012 (Gambar 6).
500
450

Tinngi Hujan (mm)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agu

Sep

Okt

Nov

Des

Bulan

Sumber : Stasiun pengamatan curah hujan Katulampa

Gambar 6 Curah hujan rata-rata tahun 1983-2012 pada Stasiun Katulampa
Wilayah tengah dan hilir memiliki tingkat curah hujan yang berbeda dengan
yang berada di wilayah hulu. Pengamatan curah hujan rataan dibagi menjadi
beberapa titik yang mewakili keseluruhan daerah penelitian. Wilayah hulu DAS
Ciliwung dan Cisadane yang berada di telaga warna diwakili oleh stasiun yang
berada di Bogor, sedangkan untuk wilayah tengah dan hilir diwakili oleh stasiunstasiun yang berada di daerah Depok, Jakarta dan Tanggerang. Berdasarkan hasil
pengamatan rataan curah hujan tahunan dari tahun 1980 hingga tahun 2010
diketahui bahwa terjadi peredaan tingkat curah hujan yang berada di daerah hulu,
tengah serta hilir. Pada bagian hulu diketahui bahwa tingkat intensitas hujan sangat
tinggi, terbukti dengan banyaknya curah hujan yang terjadi dengan rataan sekitar
2500-3000 mm per tahun. Pada bagian tengah DAS Ciliwung dan Cisadane
diketahui bahwa rataan curah hujan tahunan berkisar antara 2000-2500 mm
pertahun.

17

Gambar 7 Peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981-2010 DAS Ciliwung

18

Gambar 8 Peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981-2010 DAS
Cisadane

19
Hidrologi
DAS Ciliwung dan Cisadane merupakan DAS yang memiliki hulu yang
sama, yang berlokasi di Gunung Gede Pangrango, tepatnya dari Danau Telaga
Warna yang terletak pada ketinggian 1433 mdpl. Kawasan Danau Telaga Warna
merupakan sebuah kawasan obyek wisata yang dikelola oleh Kementrian
Kehutanan dengan luas danau sekitar 1 ha dan area penyangga sebesar 5 ha.

Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 9 Telaga warna
Peningkatan volume serta fluktuasi debit sungai dapat terjadi karena curah
hujan yang tinggi pada lokasi penelitian, hal ini merupakan sebuah korelasi yang
positif dimana intensitas hujan akan berpengaruh terhadap peningkatan limpasan
(run off). Kemampuan daerah tangkapan (catchmant area) untuk menampung
aliran air yang masuk akan mempengaruhi fluktuasi aliran sungai tersebut. Aliran
tinggi terjadi pada musim penghujan dan menurun pada saat musim kemarau tiba.
Debit DAS Ciliwung rata-rata yang teramati pada periode 1989-2001 di Stasiun
Katulampa yaitu debit tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 245 m3/detik,
sedangkan debit terendah terjadi pada bulan September sebesar 48 m3/detik (Tim
IPB, 2002). Menurut hasil pemantauan kualitas air yang dilakukan pada tahun 2012
oleh Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten diketahui bahwa
debit rata-rata bulanan DAS Cisadane yang terpantau melalui Stasiun Batu Beulah
yaitu 115,315 m3/detik.
Berdasarkan data debit Sungai Ciliwung dan Cisadane dapat diketahui
bahwa terjadi fluktuasi limpasan air yang besar. Hal ini dapat dikarenakan
pengelolaan yang kurang baik pada kedua DAS tersebut. Fluktuasi debit yang tinggi
dapat menimbulkan ancaman bencana banjir pada daerah yang dilewati oleh sungai
Ciliwung dan Cisadane ini khususnya pada saat musim penghujan.

20
Kemiringan Lahan
Kemiringan lereng pada daerah penelitian bervariasi antara bentuk datar,
landai, agak curam, curam sampai dengan sangat curam. Kemiringan lereng pada
DAS Ciliwung dan Cisadane dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11 di bawah ini.

Gambar 10 Peta kemiringan DAS Ciliwung

21

Gambar 11 Peta kemiringan DAS Cisadane

22

Geologi
Penyusun batuan DAS Ciliwung umumnya merupakan hasil produk gunung
api muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede-Pangrango yang terdiri atas breksi,
lahar, lava dan tufa, produk gunungapi tua dari Gunung Limo, Gunung Kencana,
berupa batuan yang sulit untuk dipisahkan seperti breksi dan lava. Selanjutnya
Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi DAS Ciliwung hulu
dapat dibagi atas 4 formasi geologi yaitu:
 Formasi Qvu
: berupa endapan lahar, aliran lava, breksi gunung api, batu
pasir tufa.
 Formasi Qvba
: formasi ini merupakan aliran basal dari Geger Bentang.
 Formasi Qvb
: terdiri atas breksi gunung api, lahar
 Formasi Qv
: berupa lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat, dan endapan
lahar.
Kondisi geologi di DAS Cisadane terbentuk oleh batuan sedimen yang
berumur Miosen Awal-Plistosen, batuan vulkanik dan endapan permukaan yang
berumur sekarang. Formasi geologi yang terdapat di DAS Cisadane terdiri atas Qa,
Qav, Tmb, Tpg, Tpss, QTvb, Qv, Qvas yaitu :
 Formasi Qa
: berupa lempung pasir, kerikil, krakal dan bongkahan.
 Formasi Qav
: endapan berupa tuf halus berlapis, tuf konglomerat
berselang-seling dengan tuf pasiran dan batu apung.
 Formasi Tmb
: endapan berupa perselingan batu pasir dan batu lempung
dengan sisipan batu gamping.
 Formasi Tpg
: endapan berupa dari tuf batu apung, batu pasir tufan, breksi,
andesit, konglomerat dan sisipan lempung taufan.
 Formasi Tpss
: terdiri atas perselingan konglomerat, batu pasir, batu
langau, batu lempung dengan sisa tanaman, konglomerat batu apung dan tur
batu apung.
 Formasi QTvb : terdiri atas tuf, batu apung, breksi dan batu pasir tufan
 Formasi Qv
: terdiri atas breksi, lahar, lava bantal, dan tuf breksi
berselingan dengan tuf pasir atau tuf halus.
 Formasi Qvas
: terdiri atas Andesit kelabu kehitaman, padat, porfiritik
dengan piroksen, hornblenda dan plagioklas.
Jenis Tanah
Berdasarkan Peta Tanah Semi Detil Tahun 1992 skala 1:50.000 yang
dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis tanah yang terdapat
di DAS Ciliwung meliputi Aluvial, Andosol, Latosol dan Litosol. Sedangkan jenis
tanah di DAS Cisadane terdiri atas berbagai kumpulan tanah diantaranya adalah
Latosol, Podsolit Merah Kuning, Regosol dan Andosol. Berikut ini adalah peta jenis
tanah pada DAS Ciliwung dan Cisadane (Gambar 12 dan 13).

23

Gambar 12 Peta jenis tanah DAS Ciliwung

24

Gambar 13 Peta Jenis Tanah DAS Cisadane
Pemanfaatan lahan
Terdapat beberapa kepemilikan lahan pada lokasi penelitian yaitu lahan
negara, hak milik dan lahan untuk hak guna usaha. Lahan negara merupakan lahan

25
yang dikelola oleh pemerintah, seperti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Lahan hak milik merupakan lahan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar DAS
diluar lahan negara dan hak untuk usaha. Lahan hak miliki digunakan untuk
pemukiman, sawah, ladang maupun perkebunan. Tipe penutupan lahan yang berada
di wilayah DAS Ciliwung dan Cisadane secara garis besar terbagi menjadi 7 tipe
penutupan kelas yaitu :
1. Hutan
Hutan adalah wilayah yang didominasi dengan tumbuhan dengan kerapatan
yang tinggi dan menutupi areal yang luas. Umumnya terdapat di bagian hulu DAS.
Menurut Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan
hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya
alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan
lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan. Hutan berfungsi
sebagai penyerap karbon dioksida di udara, habitat hewan, pelestarian air dan
tanah, dan sekaligus merupakan aspek biosfer yang penting di muka bumi.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 14 Pemanfaatan lahan sebagai hutan

2. Badan air
Badan air yang terdapat di wilayah penelitian umumnya merupakan blue
openspace yang menempati sebuah cekungan di permukaan tanah. Sedangkan
definisi dari badan air itu sendiri adalah kumpulan air yg besarnya antara lain
bergantung pada relief permukaan bumi, kesarangan batuan pembendungnya,
curah hujan, suhu, dan sebagainya. Tipe tutupan lahan ini merupakan wilayah
lowland atau wetland seperti sungai, waduk, danau/situ, bendungan, kolamkolam dan sumur resapan yang merupakan area tangkapan air yang berperan
penting dalam pengendalian banjir dengan menahan hidrograf aliran masuk dan
mengurangi debit puncak aliran keluar sehingga dapat mengurangi kapasitas saluran
yang diperlukan di bagian hilir. DAS Ciliwung dan Cisadane bagian hulu memiliki
curah hujan yang tinggi sehingga memerlukan area tangkapan air yang akan
mengurangi limpasan ke bagian hilir.

26

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 15 Pemanfaatan lahan sebagai badan Air
3. Pemukiman
Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan
pemukiman, defini dari pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pemukiman yang
berada di sekitar DAS ini termasuk dengan bangunan untuk keperluan industri dan
bidang jasa lainnya. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat mempengaruhi
perkembangan pembangunan yang kian merapat.

Sumber : Dokumenta