Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu

(1)

OLEH :

SITI NUR HOLIPAH A14070031

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

SITI NUR HOLIPAH. Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu. Di bawah bimbingan

ERNAN RUSTIADI dan SURIA DARMA TARIGAN.

DAS adalah daratan yang satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya. DAS merupakan satu ekosistem yang terdiri dari hulu, tengah dan hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. DAS Ciliwung termasuk dalam DAS super prioritas yang harus segera dilakukan upaya konservasi pada wilayah DAS karena dipandang dari berbagai faktor DAS telah mengalami gangguan. Menurut Suripin (2002), komponen hidrologi yang terkena dampak kegiatan pembangunan di dalam DAS meliputi koefisien aliran permukaan, koefisien regim sungai, nisbah debit maksimum-minimum, kadar lumpur atau kandungan sedimen sungai, laju, frekuensi dan periode banjir serta keadaan air tanah.

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis penutupan/penggunaan lahan, perubahan penutupan/penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung hulu dan menganalisis pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi (banjir dan debit maksimum-minimum) DAS. Dalam penelitian ini digunakan citra landsat tahun 1990, 2001 dan 2010 untuk menganalisis penutupan/penggunaan lahan. Kondisi perubahan penutupan/penggunaan lahan dan karakteristik hidrologi kemudian dibandingkan dan dievaluasi.

Penelitian menghasilkan informasi penutupan lahan tahun 1990 dan 2001 didominasi secara berturut-turut oleh hutan lebat, kebun campuran dan kebun teh. Sedangkan penggunaan lahan tahun 2010 didominasi secara berturut-turut oleh hutan lebat, kebun teh dan pemukiman. Pola perubahan penutupan lahan yang terjadi pada periode tahun 1990-2001 menunjukkan perubahan dari lahan budidaya pertanian yaitu sawah, tegalan dan kebun campuran menjadi pemukiman. Luas perubahan yang terjadi secara berturut-turut yaitu 238,8 ha, 238,5 ha dan 127,8 ha. Hutan semak/belukar kemudian berubah menjadi budidaya pertanian yaitu kebun teh (180,1 ha), kebun campuran (140,7 ha) dan budidaya pertanian lain. Kebun campuran mengalami konversi yang tinggi ke area tegalan (411,3 ha), perubahan ini merupakan perubahan yang terbesar. Pada periode tahun


(3)

2001-2010 pola umum perubahan penutupan/penggunaan terjadi tidak terlalu berbeda namun dalam skala yang lebih besar. Luas perubahan ke area pemukiman dari konversi lahan budidaya pertanian sawah sebesar 231,3 ha, kebun campuran sebesar 176,2 ha dan tegalan sebesar 128,9 ha. Luas perubahan ke area tegalan dari kebun campuran sebesar 329,5 ha dan dari sawah sebesar 212,8 ha. Luas perubahan hutan semak/belukar ke area kebun teh sebesar 107,1 ha, ke area sawah 144,9 ha dan area tegalan 108,4 ha. Terjadi penurunan kualitas hidrologi pada sub DAS Ciliwung Hulu dilihat dari karakteristik frekuensi banjir, kualitas banjir, debit maksimum, debit minimum dan rasio debit maksimum-minimum. Perubahan pola penutupan/penggunaan lahan yang mengarah kepada pemukiman dan tegalan serta terkonversinya area hutan semak/belukar dan kebun campuran menyebabkan menurunnya kualitas karakteristik hidrologi sub DAS Ciliwung hulu.


(4)

SUMMARY

SITI NUR HOLIPAH. Impact of Land Use/Cover Change On Hydrology Characteristics of Sub Watershed Ciliwung. Under supervision of ERNAN RUSTIADI and SURIA DARMA TARIGAN.

Watershed is an ecosystem consisting of upstream, middle and downstream. Upstream watershed ecosystem is play an important role, because its function to regulate hydrologic characteristics of the watershed. Ciliwung watershed is one of the superpriority watershed that must be taken high priority effort to rehabilitation. According to Suripin (2002), hydrological components affected by development activities in the watershed includes surface flow coefficient, coefficient of discharge regim river, the ratio between maximum-minimum river discharge, mud content or sedimentary deposits in the river, the rate of frequency and period of floods, and also the state of groundwater.

The aim of the research is to analyze land use/cover, changes of land use/cover in upstream ciliwung watershed and to analyze its influence on watershed hydrology (flood and maximum-minimum river discharge). In this research landsat image of 1990, 2001 and 2010 was used to analyze the land use/cover changes. After that the condition of land use changes and characteristics of watershed hydrology were compared and evaluated.

Based on image interpretation of land cover in 1990 and 2001, the area dominated respectively by dense jungle, mixed farms and tea plantation. While land use in 2010 is dominated respectively by dense jungle, tea plantation and settlement. Patterns of land use/cover change at period 1990-2001 indicates substantially conversion of agriculture land such as the rice field, dryland farming and mixed farms into settlements. Area that converted respectively are 238.8 ha, 238,5 ha and 127,8 ha. Bush land is transformed into agriculture land as well, which are tea plantation (180,1 ha), mixed farms (140,7 ha) and other agricultural cultivation. Mixed farms is the most intensively converted land into dryland farming (411,3 ha). In the period 2001-2010, pattern of landuse/cover changes that occured is not too different but in a much larger scale. Large conversion of agriculture land occurred toward settlement (rice field 231,3 ha, mixed farms 176,2ha and dryland farming 128,9 ha). Mixed farms was converted into dryland


(5)

farming are 329,5 ha and rice field 212,8 ha. Amount of bush land converted to tea plantation, rice field and dryland farming were respectivally 107,1 ha, 144,9 ha and 108,4 ha. A decline in the quality of the upstream ciliwung watershed hydrology can be seen from characteristic of flood frequency, the quality of a flood, minimum river discharge and the ratio between maximum-minimum river discharge. Increase of settlement and dryland farming area in the upstream ciliwung watershed contribute to declining of upstream ciliwung sub watershed hydrology characteristics.


(6)

PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KARAKTERISTIK HIDROLOGI

SUB DAS CILIWUNG HULU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

OLEH :

SITI NUR HOLIPAH A14070031

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu Nama Mahasiswa : Siti Nur Holipah

Nomor Pokok : A14070031

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr) (Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc) NIP. 196510111990021002 NIP.196203051987031002

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc) NIP. 196211131987031003


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal tepatnya di Desa Kambangan Kecamatan Lebaksiu pada tanggal 11 Juni 1989, putri terakhir dari tiga bersaudara dari pasangan Ibu Surimi dan Bapak Sumitro.

Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SD Negeri 13 Jakarta Selatan, Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2004 di SMP Negeri 31 Jakarta dan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2007 di SMA Negeri 32 Jakarta. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu Forum Kemahasiswaan Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian IPB, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian IPB dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian IPB.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabbil’aalamiin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang diberikan-Nya selama ini. Terutama saat menyelsaikan penelitian ini. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai Oktober 2011 berjudul Analisis Hubungan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi. Berhasilnya penelitian ini dapat berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Ucapan Terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr dan Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M. Sc atas arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, M. Sc selaku dosen penguji.

3. Ir. Laode Syamsul Iman, M.Si yang telah memberikan ilmunya.

4. Dosen Departemen Manajemen Sumber Daya Lahan atas ilmu yang telah diberikan selama ini.

5. Dosen dan staf Laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah.

6. Bapak Andi selaku Pegawai Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane Kota Bogor atas data yang diberikan, Bapak Sudirman selaku Kepala pintu air Katulampa dan Ibu Leni selaku staf BMKG Dramaga atas bantuannya dalam memperoleh data.

7. Bapak, Mama, Kakak dan Keponakan atas segala kasih sayang, doa, motivasi, semangat dan inspirasi yang telah diberikan selama ini.

8. Teman seperjuangan laboratorium Pengembangan Wilayah dan teman-teman yang sudah membantu penelitian ini Aci, Andi, Endang, Dita, Nindi, Lili, Citra, Febri, Sis dan Ufi.

9. Teman-teman seperjuangan Soil 44 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

10.Keluarga Pesantren Mahasiswa Al-Iffah IPB, Team Lingkaran Lollypop, keluarga Salam ISC 2011 atas kebersamaannya selama ini.

11.Pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Desember 2011 Siti Nur Holipah


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ...1

1.2 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan ...2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...3

2.1 Citra Landsat ...3

2.2 Penutupan/Penggunaan Lahan ...5

2.3 Jenis Penutupan/Penggunaan Lahan ...6

2.4 Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan ...7

2.5 Daerah Aliran Sungai ...8

2.6 Siklus Hidrologi ...9

2.7 Aliran Permukaan ...10

2.8 Banjir ...11

2.9 Sistem Peringatan Dini Banjir ...12

2.10 Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi ...13

III. METODE PENELITIAN ...15

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...15

3.2 Bahan dan Alat ...15

3.3 Metode Penelitian ...16

3.3.1 Stacking Image ...16

3.3.2 Koreksi Geometri ...17

3.3.3 Penajaman Citra ...17

3.3.4 Digitasi ...17

3.3.5 Cek Lapang ...18

3.3.6 Menghitung Luas Penutupan/Penggunaan Lahan dan Perubahannya. ...18


(11)

3.3.7 Poligon Thiessen ...19

3.3.8 Banjir ...20

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...22

4.1 Kondisi Fisik Sub DAS Ciliwung Hulu ...22

4.1.1 Geologi dan Geomorfologi ...22

4.1.2 Tanah dan Topografi ...23

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...24

5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 ...24

5.2 Pola Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan ...25

5.3 Perubahan Penutupan Penggunaan Lahan ...27

5.4 Analisis Debit Maksimum-Minimum ...37

5.5 Analisis Banjir ...39

5.6 Hubungan Curah Hujan dengan Banjir ...40

5.7 Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dengan Karakteristik Hidrologi DAS (Banjir dan Debit Maksimum- Minimum). ...42

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...45

6.1 Kesimpulan ...45

6.2 Saran ...45

DAFTAR PUSTAKA ...47


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rekomendasi Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan untuk

Pemetaan Tematik Dasar Indonesia ...6

Tabel 2. Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu ...8

Tabel 3. Pembobotan Curah Hujan Poligon Thiessen ...19

Tabel 4. Topografi DAS Ciliwung Hulu ...23

Tabel 5. Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 1990, 2001 dan 2010 ...25

Tabel 6. Luas Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 1990, 2001 dan 2010 ...28

Tabel 7. Perubahan tipe dan luas tutupan lahan periode tahun 1990-2001...29

Tabel 8. Perubahan tipe dan luas tutupan lahan periode tahun 2001-2010...30

Tabel 9. Tipe Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dominan tahun 1990-2001 ...31

Tabel 10. Tipe Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dominan tahun 2001-2010 ...31

Tabel 11. Debit maksimum dan Debit Minimum tahun 1990, 2001 dan 2010 ...38

Tabel 12. Kejadian Banjir dengan Curah Hujan Sama ...40

Tabel 13. Hubungan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dengan Karakteristik Hidrologi ...43


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Administrasi wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu ...15

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian ...21

Gambar 3. Grafik Luas Penutupan/Penggunaan Lahan tahun 1990, 2001 dan 2010 ...27

Gambar 4. Grafik Luas Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan tahun 1990-2010 ...28

Gambar 5. Pola perubahan penutupan/penggunaan lahan tahun 1990-2001 ...34

Gambar 6. Pola perubahan penutupan/penggunaan lahan tahun 2001-2010 ...35

Gambar 7. Frekuensi Banjir berdasarkan Status Siaga ...39

Gambar 8. Grafik hubungan Curah Hujan dengan Banjir (Kejadian banjir dengan curah hujan yang relatif sama) ...40


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 ...50

Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2001 ...51

Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 ...52

Lampiran 4. Penampakan citra landsat untuk masing-masing tipe penutupan lahan ...53

Lampiran 5. Foto penggunaan lahan existing di wilayah penelitian ...54

Lampiran 6. Kombinasi perubahan penutupan/penggunaan lahan tahun 1990-2001 ...56

Lampiran 7. Kombinasi perubahan penutupan/penggunaan lahan tahun 2001-2010 ...57

Lampiran 8. Data Kejadian Banjir tahun 1990 ...58

Lampiran 9. Data Kejadian Banjir tahun 2001 ...58

Lampiran 10. Data Kejadian Banjir tahun 2010 ...59

Lampiran 11. Curah Hujan wilayah Sub DAS Ciliwung hulu tahun 1990 ...60

Lampiran 12. Curah Hujan wilayah Sub DAS Ciliwung hulu tahun 2001 ...61

Lampiran 13. Curah Hujan wilayah Sub DAS Ciliwung hulu tahun 2010 ...62

Lampiran 14. Debit maksimum bulanan tahun 1990, 2001 dan 2010 ...63


(15)

I. PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang

Sebagian besar wilayah DKI Jakarta adalah dataran yang letaknya lebih rendah dari permukaan laut. Kota ini dialiri oleh tiga belas sungai yang bermuara di Laut Jawa. Saat ini Jakarta juga merupakan kota dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia dan jumlah ini terus bertambah karena daya tarik kota ini sebagai pusat perekonomian. Perpaduan antara kondisi geografis dengan dataran yang rendah dan dialiri oleh banyak sungai, serta kian rusaknya lingkungan hidup akibat tekanan pertumbuhan penduduk, menyebabkan Jakarta kian lama kian rentan terhadap ancaman bencana banjir (Kompas, 2007).

Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir di Kota Jakarta berkaitan erat dengan banyak faktor seperti antara lain, pembangunan fisik di kawasan tangkapan air di hulu yang kurang tertata baik, urbanisasi yang terus meningkat, perkembangan ekonomi dan perubahan iklim global.

Salah satu sungai yang bermuara di Jakarta adalah sungai Ciliwung, hulu sungai ini berada di dataran tinggi yang terletak di perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur, atau tepatnya di Gunung Gede, Gunung Pangrango dan daerah Puncak serta melintasi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Depok, dan Jakarta.

DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai beserta anak-anak sungainya. DAS berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. DAS merupakan satu ekosistem yang terdiri dari hulu, tengah dan hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS (Asdak, 2010).

DAS Ciliwung merupakan satu dari beberapa DAS yang tergolong kritis, dan termasuk DAS super prioritas. Penetapan DAS Prioritas ini dilakukan oleh Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum karena suatu DAS telah mengalami gangguan sehingga diperlukan upaya konservasi dengan segera. Pada dasarnya, DAS Ciliwung mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan DAS kritis lainnya, akan tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan DAS Ciliwung lebihmendapat sorotan. Pertama


(16)

wilayah hilir DAS Ciliwung mencakup ibukota Negara (DKI Jakarta) yang sangat kaya akan berbagai aset nasional dan pemukiman penduduk. Kedua kerusakan wilayah hulu DAS Ciliwung tidak semata-mata sebagai akibat dari kegiatan pertanian, tetapi juga oleh tumbuhnya pemukiman dan prasarana lainnya yang tidak berwawasan lingkungan. Ketiga wilayah hulu DAS Ciliwung merupakan kawasan wisata yang terus berkembang sehingga hal itu mengakibatkan terjadinya tekanan terhadap sumberdaya air semakin berlanjut (Lewolaba, 1997).

Leopold dan Dunne (1978) dalam Sudadi et al. (1991) mengatakan secara umum perubahan penggunaan lahan akan mengubah: (1) karakteristik aliran sungai, (2) total aliran permukaan, (3) kualitas air dan (4) sifat hidrologi yang bersangkutan. Komponen hidrologi yang terkena dampak kegiatan pembangunan di dalam DAS meliputi koefisien aliran permukaan, koefisien regim sungai, nisbah debit maksimum-minimum, kadar lumpur atau kandungan sedimen sungai, laju, frekuensi dan periode banjir serta keadaan air tanah (Suripin, 2002).

Berkaitan dengan kenyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, perlu dilakukan suatu kajian mengenai perubahan penutupan/penggunaan lahan di daerah sub DAS Ciliwung Hulu dan dinamikanya. Khususnya mengenai pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap perubahan karakteristik hidrologi DAS.

1.2 Tujuan

1. Menganalisis penutupan/penggunaan lahan dan perubahannya di kawasan sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 1990, 2001 dan 2010.

2. Menganalisis pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi DAS (frekuensi banjir, kualitas banjir, debit maksimum, debit minimum dan rasio debit maksimum-minimum).


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Landsat

Landsat 5 diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang ini masih beroperasi pada orbit polar membawa sensor TM (Thematic Mapper) yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor TM mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari pada ketinggian orbit 705 km (Sitanggang dalam Siddik, 2008).

Program Landsat merupakan yang tertua dalam program observasi bumi. Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor MSS multispektral. Setelah tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada sensor MSS. Pada April 1999 Landsat-7 diluncurkan dengan membawa ETM+scanner. Saat ini, hanya Landsat-5 dan 7 yang masih beroperasi.

Sistem Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang mempunyai tiga instrument pencitraan, yaitu RBV (Return Beam Vidicon), MSS (multispectral Scanner) dan TM (Thematic Mapper) (Jaya dalam Siddik, 2008). RBV merupakan instrumen semacam televisi yang mengambil citra snapshot dari permukaan bumi sepanjang track lapangan satelit pada setiap selang waktu tertentu. MSS merupakan suatu alat scanning mekanik yang merekam data dengan cara men-scanning permukaan bumi dalam jalur atau baris tertentu TM juga merupakan alat scanning mekanis yang mempunyai resolusi spectral, spatial

dan radiometric.

Interpretasi citra adalah perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Di dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi ialah pengamatan atas adanya obyek, identifikasi ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, sedangkan analisis


(18)

ialah tahap mengumpulkan keterangan lebih lanjut. Interpretasi citra dapat dilakukan secara visual maupun digital (Somantri, 2009).

Interpretasi visual dilakukan pada citra hardcopy atau yang tertayang pada monitor komputer. Interpretasi visual adalah aktivitas visual untuk mengkaji gambaran muka bumi yang tergambar pada citra untuk tujuan identifikasi objek dan menilai maknanya. Unsur-unsur dalam interpretasi yaitu :

a.Bentuk: merupakan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk beberapa obyek demikian mencirikan sehingga citranya dapat diidentifikasi langsung hanya berdasarkan kriteria ini.

b.Ukuran obyek: dipertimbangkan sehubungan dengan skala foto udara. c.Pola: Hubungan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau

pola hubungan merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun bangunan dan akan memberikan suatu pola yang memudahkan penafsir untuk mengidentifikasi pola tersebut.

d.Bayangan: Bentuk atau kerangka bayangan dapat memberikan gambaran profil suatu obyek dan obyek di bawah bayangan hanya dapat memantulkan sedikit cahaya dan sukar diamati pada foto.

e.Rona: adalah warna atau kecerahan relatif suatu obyek pada foto. f.Tekstur: Frekuensi perubahan rona pada citra fotografi.

g.Situs: Lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain. (Liliesand and Kiefer, 1997)

Interpretasi citra digital yaitu aktivitas mengkaji gambaran muka bumi dengan menggunakan bantuan software untuk menginterpretasi citra satelit seperti Erdas Imagine atau ENVI.

2.2 Penutupan/Penggunaan Lahan

Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Liliesand and Kiefer, 1997). Karakteristik penutupan/penggunaan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kondisi bio-fisik maupun sosial ekonomi masyarakatnya (Haryadi, 2007).

Dalam artikel Beni Raharjo mengutip Townshend dan Justice (1981) penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda


(19)

alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Sedangkan Barret dan Curtis (1982), mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya. Sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan).

Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas penyediaan air dan komoditas diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Tabel 1 merupakan pedoman klasifikasi penutupan/penggunaan lahan yang diberikan oleh Bakosurtanal.


(20)

Sumber: (BAKOSURTANAL, 2000 dalam Surlan 2002) 2.3 Jenis Penutupan/Penggunaan Lahan

Penelitian ini membagi/mengelompokkan penutupan/penggunaan lahan menjadi tujuh kategori, masing-masing yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun teh, kebun campuran, pemukiman, sawah, dan tegalan.

Tingkat I Tingkat II Tingkat III

1. Daerah perkotaan dan terbangun

Permukiman perkotaan Permukiman perkotaan Perdagangan, jasa, industri Perdagangan, jasa, industri Transportasi, komunikasi,

utilities

Transportasi, komunikasi, utilitis

Lahan terbangun lainnya Lahan terbangun lainnya Bukan lahan terbangun Bukan lahan terbangun

2. Daerah pedesaan

Permukiman pedesaan Permukiman pedesaan

Lahan bervegetasi diusahakan

Sawah irigasi Sawah tadah hujan Sawah pasang surut Tegalan

Perkebunan Lahan bervegetasi tidak Hutan lahan kering

Diusahakan

Hutan lahan basah Belukar

Semak Rumput

Lahan tidak bervegetasi (lahan kosong)

Lahan terbuka Lahar, dan lava Beting pantai Gosong sungai Gemuk pasir Tubuh perairan Danau Waduk Tambak Rawa Sungai Kelurusan Kelurusan

Tabel 1. Rekomendasi Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan untuk Pemetaan Tematik Dasar Indonesia


(21)

Harimurti dalam Janudianto (2004) memberikan definisi dan batasan yang jelas mengenai tipe penggunaan lahan di atas. Definisi dari masing-masing penggunaan lahan di atas yaitu :

• Hutan Lebat: Wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan baik alami maupun yang dikelola dengan tajuk yang rimbun dan besar/lebat.

• Hutan Semak/Belukar: Hutan yang telah dirambah atau dibuka, merupakan area transisi dari hutan lebat menjadi kebun atau lahan pertanian, bisa berupa hutan dengan semak atau belukar dengan tajuk yang relatif kurang rimbun.

• Kebun Campuran: Daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran baik dengan pola acak, maupun teratur sebagai pembatas tegalan.

• Permukiman: Kombinasi antara jalan, bangunan, pekarangan dan bangunan itu sendiri.

• Sawah: Daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak saat pertanaman hingga beberapa hari sebelum panen.

• Tegalan: Daerah yang umumnya ditanami tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tidak ditanami dengan vegetasi. Vegetasi yang umum dijumpai seperti padi gogo, singkong, jagung, kentang, kedelai, dan kacang tanah.

• Kebun Teh: merupakan daerah yang digunakan sebagai perkebunan teh baik yang diusahakan pemerintah maupun pihak swasta.

2.4 Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan

Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS merupakan suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda di DAS tersebut. Indentifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal (Suarna et al., 2008).

Penggunaan lahan secara umum dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor alami seperti iklim, topografi, tanah atau bencana alam dan faktor manusia berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan. Faktor manusia dirasakan berpengaruh lebih dominan dibandingkan dengan faktor alam karena sebagian


(22)

besar perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya pada sebidang lahan yang spesifik (Vink dalam Sudadi

et al., 1991).

Tabel 2 adalah hasil analisis perhitungan luas penutupan/penggunaan lahan menurut penelitian Sudadi et al. tahun 1981, 1985 dan 1990. Serta hasil analisis perhitungan luas penutupan/penggunaan lahan menurut penelitian Janudianto tahun 1994 dan 2001 di wilayah sub DAS Ciliwung Hulu.

Sumber: Sudadi et al. (1991) dan Janudianto (2004) 2.5 Daerah Aliran Sungai

Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Menurut Departemen Kehutanan (2001), daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

Hutan Lebat 4469.47 29.96 3869.93 25.94 3143.39 21.07 3143.02 21.07 2993.53 20.06

Hutan Semak/Belukar 881.3 5.91 479.39 3.21 873.46 5.85 512.06 3.43 278.69 1.87

Kebun Campuran 1076.96 7.22 1317.45 8.83 1151.73 7.72 1586.41 10.63 1582.01 10.60

Kebun Karet 57.51 0.39 188.53 1.26 0 0.00 0 0.00 0 0.00

Kebun Tteh 2928.05 19.62 3166.06 21.22 3838.64 25.73 3759.16 25.20 3094.77 20.74

Lahan Terbuka 73.65 0.49 540.7 3.62 107.15 0.72 44.44 0.30 11.7 0.08

Pemukiman 699.84 4.69 1765.58 11.83 2482.24 16.64 3016.01 20.21 3954.88 26.51

Sawah 3833.4 25.69 3417.76 22.91 2703.87 18.12 2490.25 16.69 1363.73 9.14

Tegalan/Ladang 899.95 6.03 174.72 1.17 619.63 4.15 368.77 2.47 1640.83 11.00

Total 14920.13 100.00 14920.13 100 14920.13 100.00 14920.13 100.00 14920.13 100.00

Penutupan/Penggunaan Lahan

1981 1985 1990 1994 2001


(23)

dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam sub DAS – sub DAS.

Menurut Asdak (2010), DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melaluli sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau

catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.

Menurut Suripin (2002), DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh alam, seperti punggung-punggung bukit atau gunung maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Menurut Kamus Webster

dalam Suripin (2002), DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut.

Daerah Aliran Sungai merupakan satu ekosistem yang terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Aktivitas satu komponen ekosistem selalu mempengaruhi ekosistem yang lain. DAS dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal berikut merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air dipengaruhi oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS (Asdak, 2010).

2.6 Siklus Hidrologi

Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari proses penambahan, penampungan dan kehilangan air di bumi. Air yang jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, embun, salju akan mengalami berbagai peristiwa kemudian akan menguap


(24)

ke udara menjadi awan dalam bentuk hujan, salju dan embun yang kemudian akan kembali jatuh ke bumi.

Sebagian besar air hujan yang jatuh menguap sebelum sampai ke bumi (evaporasi). Pada tempat yang terdapat tumbuhan atau benda lain air hujan akan ditahan (intersepsi), air hujan yang tertahan sebagian akan menguap ke udara, sebagian lagi jatuh ke permukaan tanah (lolosan tajuk/through fall) sedangkan sebagian yang lain akan mengalir di permukaan tumbuhan kemudian sampai ke permukaan tanah (aliran batang/stem flow). Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan mengalir di permukaan tanah disebut aliran permukaan (runn off) atau masuk ke dalam tanah disebut infiltrasi. Air infiltrasi bisa menjadi air bawah tanah, menguap ke udara atau diserap tanaman.

Presipitasi atau curah hujan merupakan curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk berbeda. Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi suatu DAS (Arsyad, 2006).

2.7 Aliran Permukaan

Aliran Permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah atau bumi. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan/run off terdiri dari dua kelompok, yakni kelompok meteorologi yang diwakili oleh hujan dan elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat fisik dari daerah pengaliran. Elemen meteorologi terdiri dari jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya curah hujan, distribusi curah hujan dalam daerah limpasan, arah pergerakan hujan serta curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah. Elemen daerah pengaliran terdiri dari kondisi penggunaan tanah (land use), luas daerah pengaliran, kondisi topografi daerah pengaliran dan jenis tanah (Arsyad, 2006).

Aliran permukaan memiliki sifat-sifat yang mempengaruhi kemampuannya untuk menimbulkan erosi. Sifat-sifat tersebut yaitu diantaranya jumlah aliran permukaan menyatakan jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu massa hujan atau massa tertentu dinyatakan dalam tinggi kolom air (mm atau cm) atau dalam volume air (m3) dan laju aliran permukaan (debit) adalah banyaknya atau volume air yang mengalir melalui suatu titik per satuan


(25)

waktu dinyatakan dalam m/detik atau m/jam. Besarnya debit dinyatakan dengan persamaan:

Q = AV

Q adalah debit air, A adalah luas penampang saluran dan V adalah kecepatan air melalui penampang tersebut.

Debit aliran permukaan berubah menurut waktu yang dipengaruhi oleh terjadinya hujan. Pada musim hujan debit akan mencapai maksimum dan pada musim kemarau akan mencapai minimum. Rasio debit maksimum (Qmax) terhadap debit minimum (Qmin) menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai. Semakin kecil rasionya, semakin baik keadaan vegetasi dan penggunaan lahan DAS dan sebaliknya (Arsyad, 2006).

2.8 Banjir

Banjir adalah air yang melebihi kapasitas tampung di dalam tanah, saluran air, sungai, danau atau laut karena kelebihan kapasitas air dalam tanah, saluran air, sungai, danau, dan laut akan meluap dan mengalir cukup deras menggenangi dataran atau daerah yang lebih rendah di sekitarnya. Hal itu sesuai dengan sifat air yang selalu mengalir dan mencari tempat-tempat yang lebih rendah (Kristianto, 2010).

Dalam istilah teknis, banjir adalah aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas tampung sungai dan dengan demikian aliran air akan melewati tebing sungai dan menggenangi daerah di sekitarnya (Asdak, 2010). Faktor-faktor Penyebab Banjir:

1. Pengaruh aktivitas manusia: pembangunan pemukiman, mengubah pemanfaatan hutan menjadi budidaya, pembangunan di sekitar sepadan sungai, sampah dll.

2. Kondisi Alam yang bersifat tetap: kondisi geografi daerah yang sering terkena badai, angin muson barat daya membuat hujan deras terutama india dan asia tenggara. Daerah dengan topografi cekung.

3. Peristiwa Alam yang bersifat dinamis: hujan dalam jangka waktu panjang atau hujan deras berhari-hari, penurunan muka tanah atau amblesan, pendangkalan dasar sungai karena sedimen yang terlalu tinggi.


(26)

Jenis-jenis Banjir berdasarkan Penyebabnya dan Proses terjadinya di Indonesia menurut Kristianto (2010):

1. Banjir Bandang

Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah di wilayah tersebut berlangsung sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul dan mengalir dengan cepat di daerah-daerah dengan permukaan rendah. Akibatnya, segala macam yang dilewatinya dikelilingi oleh air dengan tiba-tiba. Banjir bandang terjadi begitu cepat sehingga setiap detik begitu sangat berharga.

2. Banjir Sungai

Banjir sungai umumnya terjadi akibat curah hujan yang terjadi di daerah aliran sungai (DAS) secara luas yang berlangsung cukup lama. Selanjutnya air hujan yang tidak tertampung lagi di sungai meluap sehingga menimbulkan banjir dan genangan di daerah sekitarnya. Banjir sungai umumnya akan menjadi banjir besar secara perlahan, dan tergolong banjir musiman yang dapat berlanjut sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

3. Banjir Pantai

Banjir pantai adalah banjir yang terkait dengan terjadinya badai tropis. Air laut membanjiri daratan akibat satu atau perpaduan dampak gelombang pasang, badai, atau tsunami (gelombang pasang).

2.9 Sistem Peringatan Dini Banjir

Early warning system (EWS) atau Sistem Peringatan Dini merupakan sebuah tatanan penyampaian informasi hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada masyarakat sebelum terjadinya sebuah peristiwa yang dapat menimbulkan resiko. EWS bertujuan untuk memberikan peringatan agar penerima informasi dapat segera siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi dan waktu yang tepat. Prinsip utama dalam EWS adalah memberikan informasi cepat, akurat, tepat sasaran, mudah diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan. Berdasarkan data Pengendalian Banjir Dinas PU DKI Jakarta, informasi dari petugas pemantau ketinggian air di hulu menempati poisisi yang sangat penting (ACF dan European Comission Humanitarian Aid, 2011).


(27)

Peringatan dini dikeluarkan sesaat sebelum terjadinya bencana banjir. Selama ini, sistem peringatan dini banjir di Indonesia disampaikan berdasarkan tahapan kondisi siaga yang didasarkan tinggi muka air di beberapa pos pengamatan dan pintu air. Contohnya di DKI Jakarta, kondisi siaga ditentukan berdasarkan tinggi muka air di pos Depok, Katulampa dan Manggarai. Berikut ini contoh kondisi siaga di DKI Jakarta berdasarkan tinggi muka air dari ketiga pos tersebut:

• Siaga IV : Kondisi normal dimana Katulampa <80 cm, Depok <200 cm dan Manggarai <750 cm

• Siaga III : Katulampa 80 cm, Depok 200 cm dan Manggarai 750 cm

• Siaga II : Katulampa 150 cm, Depok 270 cm dan Manggarai 850 cm

• Siaga I : Katulampa 200 cm, Depok 350 cm dan Manggarai 950 cm (Promise Indonesia, 2009)

2.10 Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi

Leopold dan Dunne (1978) dalam Sudadi et al. (1991) mengatakan secara umum perubahan penggunaan lahan akan mengubah: (1) karakteristik aliran sungai, (2) total aliran permukaan, (3) kualitas air dan (4) sifat hidrologi yang bersangkutan. Alih fungsi lahan memberikan pengaruh terhadap perubahan debit banjir melalui kemampuan tanah menyerap air hujan berdasarkan penutupan/penggunaan lahannya (Yustina, 2007).

Berkurangnya kawasan bervegetasi dan meningkatnya area terbangun, menyebabkan kecenderungan naiknya nilai koefisien run off, yang berkaitan erat dengan meningkatnya debit maksimum sungai dan menurunnya debit minimum sungai. Selanjutnya fenomena yang kerap terjadi adalah banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau (Sarminingsih, 2007).

Kegiatan tataguna lahan yang bersifat mengubah bentang lahan dalam suatu DAS seringkali dapat mempengaruhi hasil air (wateryield). Pada batas tertentu, kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air. Pembalakan hutan, perubahan dari satu jenis vegetasi hutan menjadi jenis vegetasi hutan lainnya, perladangan berpindah, atau perubahan tataguna lahan hutan menjadi areal pertanian atau padang rumput adalah contoh-contoh kegiatan yang


(28)

sering dijumpai di negara berkembang. Terjadinya perubahan tataguna lahan dan jenis vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat permanen, dapat mempengaruhi besar-kecilnya hasil air (Asdak, 2010).

Menurut Arsyad (2006), vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah.


(29)

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Sub-DAS Ciliwung hulu, kegiatan analisis dolakukan di laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Fakultas Pertanian IPB dan P4W LPPM IPB. Sub-DAS Ciliwung hulu merupakan wilayah penelitian yang terletak pada koordinat geografis 6036’45” sampai 6 046’30” Lintang Selatan 106048’45” sampai 107000’30”. Pengolahan citra dan analisis data dilakukan di laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Fakultas Pertanian IPB dan P4W LPPM IPB. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2011 sampai Oktober 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi : 1. Citra landsat tahun:

• Citra Landsat TM 1990, path/row: 122/65 (sumber: P4W LPPM IPB)

• Citra Landsat ETM 2001, path/row: 122/65 (sumber:

http://usgsglovis.gov)


(30)

• Citra Landsat ETM 2010, path/row: 122/65 (sumber: http://usgsglovis.gov)

2. Data Curah hujan harian wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu tahun

• 1990: stasiun katulampa (sumber BPSDA Ciliwung-Cisadane), stasiun Gunung Mas (sumber BPSDA Ciliwung Cisadane) dan stasiun Citeko (sumber BMKG Dramaga)

• 2001: stasiun katulampa (sumber BPSDA Ciliwung-Cisadane), stasiun Gunung Mas (sumber BPSDA Ciliwung Cisadane) dan stasiun Citeko (sumber BPSDA Ciliwung Cisadane)

• 2010: stasiun katulampa (sumber BPSDA Ciliwung-Cisadane dan BMKG Dramaga), stasiun Gunung Mas (sumber BPSDA Ciliwung Cisadane) dan stasiun Citeko (sumber BPSDA Ciliwung Cisadane dan BMKG Dramaga)

3. Data debit harian dan debit banjir DAS Ciliwung (outlet Katulampa) tahun 1990, 2001 dan 2010 (sumber: Kantor Bendung Katulampa DAS Ciliwung). 4. Peta Tanah semi detail Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu Propinsi Jawa

Barat Skala 1:50.000 Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1992. 5. Data Lapangan berupa penggunaan lahan eksisting.

Alat yang digunakan

1. Software Arc GIS 9.3, Arc View, Mirosoft Exel, Microsoft word. 2. Laptop atau komputer.

3. GPS. 4. Kamera.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: (i) studi pustaka, (ii) pengumpulan data, (iii) analisis data, (iv) interpretasi data atau hasil dan pembahasan dan (v) tahap penulisan skripsi.

3.3.1 Stacking Image

Citra landsat yang didapatkan, masing-masing band masih dalam layer

yang berbeda sehingga perlu disatukan dalam satu layer. Stacking image adalah penggabungan beberapa image yang mempunyai band berbeda menjadi satu


(31)

image dan disimpan dalam file .img. Pada penelitian ini digunakan software Arcview untuk melakukan stack image pada citra. Hal yang dilakukan untuk melakukan stack image yaitu pertama add semua file landsat yang masih terpisah satu-satu dengan format analysis data source, kemudian urutkan file pada layer

sesuai urutan bandnya dari terendah sampai tinggi. Aktifkan semua image citra landsat. Setelah itu klik Image Analysis lalu klik stack image.

3.3.2 Koreksi Geometri

Terkadang citra yang didapatkan belum terkoreksi sehingga perlu dikoreksi geometri agar posisi citra cocok dengan koordinat peta dunia yang sesungguhnya. Ada beberapa cara dalam pengkoreksian, antara lain triangulasi, polynomial, orthorektifikasi dengan menggunakan titik-titik kontrol lapangan (ground control point), proyeksi peta ke peta, dan registrasi titik yang telah diketahui (known point registration) (Supriatna dan Sukartono, 2002). Penelitian ini menggunakan koreksi dengan cara menyiapkan citra satelit yang telah terkoreksi di daerah yang sama dengan citra yang akan dikoreksi. Koreksi citra berdasarkan citra satelit lain yang telah dikoreksi disebut image to image

3.3.3 Penajaman Citra

Penajaman citra (image enhancement) dilakukan untuk memperjelas visualisasi citra agar dapat dilakukan interpretasi citra. Citra landsat yang terdiri dari berbagai macam band dikombinasikan untuk menghasilkan visualisasi yang jelas agar mudah diinterpretasi. Kombinasi band yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red (5), Green (4) dan Blue (3). Kombinasi ini sangat tergantung pada intrepeter, sesuai dengan kejelasan yang dapat dilihat dari masing-masing interpreter. Untuk mengatur kombinasi band di Arc GIS 9.3 caranya klik dua kali citra yang akan diatur pada layer kemudian pilih menu symbology lalu atur band yang diinginkan.

3.3.4 Digitasi

Digitasi adalah kegiatan membatasi daerah-daerah yang memiliki karakteristik unsur interpretasi yang berbeda yang menunjukkan perbedaan penutupan lahan dari citra. Citra yang didigitasi adalah citra landsat tahun 1990, 2001 dan 2010. Penarikan batas untuk penutupan lahan dilakukan langsung pada


(32)

layar komputer (digitasi onscreen). Proses digitasi ini menggunakan software Arc GIS 9.3 dengan wilayah penelitian yang didapatkan dari peta tanah Sub DAS Ciliwung Hulu sebagai poligon luar.

Prosesnya, masukan citra landsat satu titik tahun kemudian masukan

feature peta batas Sub DAS Ciliwung Hulu. Untuk melakukan pembatasan sesuai dengan unsur-unsur interpretasi menggunakan cut poligon feature serta created new feature sesuai kebutuhan. Peta penutupan lahan hasil digitasi satu tahun tetap digunakan untuk mendigitasi penutupan lahan tahun lainnya sehingga tidak memerlukan proses intersect.

3.3.5 Cek Lapang

Pengecekan lapang dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil interpretasi, terutama ditujukan pada obyek/daerah yang berbeda atau berubah dan terdeteksi pada saat menginterpretasikan data. Pengecekan lapang dilakukan selama 5 hari sebanyak 56 titik.Titik yang telah didapatkan kemudian di masukan pada peta penutupan lahan tahun 2010 kemudian di cocokan kesesuaian penutupan/penggunaan lahannya dengan kenyataan di lapang. Hasilnya, peta penggunaan lahan existing tahun 2010.

3.3.6 Menghitung Luas Penutupan/Penggunaan Lahan dan Perubahannya.

Luas masing-masing penutupan/penggunaan lahan dihitung menggunakan software Arc GIS 9.3. Untuk menghitung luas wilayah menggunakan calculate geometry dengan property area. Secara otomatis field tersebut akan terisi dengan luas dari masing-masing poligon penutupan/penggunaan lahan dengan satuan meter, dengan syarat satuan koordinatnya dalam UTM (Universal Transfere Mercator). Apabila luasnya ingin diubah menjadi hektar maka buat field baru dan gunakan formula untuk menghitung.

Luas dalam field tersebut masih untuk per poligon. Untuk memperoleh luas seluruh penutupan/penggunaan lahan untuk masing tipe dan masing-masing tahun serta perubahan luas penutupan/penggunaan lahan perlu proses lebih lanjut. Tabel atribut dalam Arc GIS di export ke Ms.Excel kemudian dalam Ms. Excel data atribut ini di buat pivot table. Seteleh didapatkan data hasil pivot


(33)

tabel, kemudian menghitung dengan excel luas perubahan penutupan/penggunaan lahannya.

Perubahan luas (%) = {(TL i t1 – TL i t0) / TL i t0} x 100

TL i adalah Penutupan/penggunaan Lahan tahun ke i t0 adalah tahun awal analisis

t1 adalah tahun akhir analisis

3.3.7 Poligon Thiessen

Teknik poligon thiessen dilakukan dengan cara menghubungkan satu alat penakar hujan dengan lainnya menggunakan garis lurus. Pada peta daerah tangkapan air untuk masing-masing alat penakar hujan, daerah tangkapan tersebut dibagi menjadi beberapa poligon (jarak garis pembagi dua penakar hujan yang berdekatan lebih kurang sama).

Hasil pengukuran pada setiap alat penakar hujan terlebih dahulu diberi bobot dengan menggunakan bagian-bagian wilayah dari total daerah tangkapan air yang diwakili oleh alat penakar hujan masing-masing lokasi, kemudian dijumlahkan. Curah hujan tahunan rata-rata di daerah tersebut diperoleh dari persamaan berikut:

(R1 a1/A) + (R2 a2/A) + … + (Rn an/A)

Keterangan:

R1, R2, …, Rn = curah hujan untuk masing-masing wilayah a1, a2, ….., an = luas untuk masing-masing daerah poligon (ha) A adalah luas total daerah tangkapan air (ha)

(Asdak, 2010).

Pada penelitian ini, stasiun penakar hujan yang digunakan untuk menentukan curah hujan wilayah ada tiga yaitu Stasiun Katulampa, Stasiun Gunung Mas dan Stasiun Citeko. Untuk mengetahui pembobotan curah hujan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan software arcgis, dengan cara memasukan titik koordinat dari masing-masing stasiun kemudian diproses di

analysis tool --> poligon thiesseen. Berikut pembobotannya : Tabel 3. Pembobotan Curah Hujan Poligon Thiessen

No Stasiun CH Pembobotan

1 Citeko 0.43

2 Katulampa 0.16


(34)

3.3.8 Banjir

Kejadian banjir pada tahun 1990, 2001 dan 2010 diketahui dari data debit sungai pada outlet bendung Sub DAS Ciliwung Hulu di Katulampa serta pedoman Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Siaga Banjir yang digunakan oleh DKI Jakarta sebagai karakteristik pedoman banjir. Dari pedoman SPD/EWS ini, dapat ditentukan frekuensi serta kualitas banjir. Berikut ini status kondisi siaga di DKI Jakarta berdasarkan tinggi muka air dari Pos Katulampa tersebut :

• Siaga IV : Kondisi normal dimana Katulampa <80 cm

• Siaga III : Katulampa 80 cm

• Siaga II : Katulampa 150 cm


(35)

(36)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Sub DAS Ciliwung Hulu

Berdasarkan Agus dan Hadihardja (2011) penentuan batas sub DAS pada wilayah Ciliwung bagian hulu didasarkan pada bentang alam dan administrasi adalah sebagai berikut luas DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah 14.876 ha terbagi kedalam 4 (empat) Sub DAS yaitu Sub DAS Ciesek seluas 2.452,78 ha, Sub DAS Hulu Ciliwung seluas 4.593,03 ha, Sub DAS Cibogo Cisarua seluas 4.110,34 ha, Sub DAS Ciseuseupan Cisukabirus seluas 3.719,85 ha.

DAS Ciliwung Bagian Hulu mempunyai curah hujan rata-rata sebesar 2929 – 4956 mm/ tahun. Perbedaan bulan basah dan kering sangat mencolok yaitu 10,9 Bulan Basah per tahun dan hanya 0,6 Bulan Kering per tahun. Tipe iklim DAS Ciliwung Bagian Hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson (1951) yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (> 200 mm) dan Bulan Kering (< 100 mm) adalah termasuk ke dalam Tipe A.

4.1.1 Geologi dan Geomorfologi

Formasi batuan yang menutupi wilayah sekitar Bogor terdapat 4 satuan , yaitu bahan volkan, aluvial sungai, breksi bersusunan andesit dan bahan napal (LPT 1986 dalam Aditya, 2007).

Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi daerah penelitian dapat dibagi atas 4 formasi geologi, yaitu formasi Qvu: terletak pada bagian atas dari Sub DAS yang mempunyai lereng rata-rata di atas 40%. Formasi ini merupakan endapan lahar, aliran lava, breksi gunung api, batu pasir tufa. Formasi Qvba: terletak pada bagian atas Sub DAS, formasi ini merupakan aliran basal dari Geger Bentang. Formasi Qvb: terdiri dari breksi gunung api, lahar. Formasi Qv: Formasi ini terletak pada outlet dengan luasan yang kecil, merupakan lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat, dan endapan lahar.

Geomorfologi Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh dataran volkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil yang merupakan dataran alluvial. Geomorfologi daerah ini dibentuk oleh dua gunung api muda, yaitu Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede Pangrango (3.019 m). Rangkaian pegunungan api tua yang terdiri dari Gunung Malang (1.262 m),


(37)

Gunung Limo, Gunung Kencana, dan Gunung Gendongan (Riyadi dalam

Janudianto 2004).

4.1.2 Tanah dan Topografi

Tanah-tanah yang terbentuk umumnya berasal dari bahan induk abu volkan dan batuan piroklastik. Pada Peta Tanah Semidetil Tahun 1992 skala 1:50.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Ciliwung Hulu meliputi order Andisol, Ultisol, Inceptisol, dan Entisol yang masing-masing sebesar 38%, 11%, 48%, dan 2,1% (Janudianto, 2004).

Keadaan topografi pada DAS Ciliwung Hulu didominasi kelas lereng landai hingga agak curam. Kelas lereng yang ada pada wilayah ini disajikan pada Tabel 4 (Ilma, 2006).

Tabel 4. Topografi DAS Ciliwung Hulu

Deskripsi Kelerengan

1 Datar 0-8%

2 Agak Landai 8-15%

3 Landai 15-30%

4 Agak Curam 30-45%

5 Curam 45-65%

6 Sangat Curam >65%

Kelas Lereng No


(38)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010

Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penutupan/penggunaan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi. Masing-masing penutupan/penggunaan lahan memiliki karakteristik yang unik. Citra landsat dari masing-masing tahun memiliki kualitas citra yang berbeda, sehingga kenampakan yang terlihat juga berbeda.

Hutan Lebat menunjukkan bentuk dan pola yang tidak teratur dengan ukuran yang cukup luas. Berwarna hijau tua sampai gelap, tekstur relatif kasar, ada bayangan igir-igir puncak gunung yang menunjukan sebaran hingga daerah curam. Identik dengan letak di sekitar puncak gunung. Hutan Semak/Belukar

memiliki kenampakan bentuk dan pola yang hampir sama dengan hutan lebat. Berwarna hijau agak terang dibandingkan hutan lebat, tekstur lebih halus dari hutan lebat. Umumnya dijumpai di perbatasan antara hutan lebat dan lahan budidaya (kebun teh, kebun campuran atau tegalan).

Kebun Teh memiliki kenampakan bentuk dan pola yang lebih teratur, berwarna hijau muda campur ungu dan merah muda halus. Dengan tekstur relatif halus dan seragam pada lereng-lereng yang relatif landai hingga curam. Kebun Campuran memiliki kenampakan tekstur yang relatif agak kasar berwarna hijau agak gelap bercampur magenta atau ungu. Bentuk dan pola relatif kurang teratur dan menyebar. Biasanya berbatasan dengan tegalan, sawah, pemukiman dan hutan lebat.

Pemukiman menunjukan bentuk petak-petak dengan pola menyebar di sepanjang jalan utama. Berwarna magenta, ungu kemerahan dengan tekstur relatif agak kasar sampai kasar. Sawah mempunyai warna hijau agak gelap bercampur biru tua, ungu tua, hijau tua atau magenta dengan tekstur relatif kasar. Bentuknya berpetak-petak, polanya menyebar di daerah dataran dengan lereng landai.

Tegalan menunjukan warna hijau terang bercampur kuning terang dan magenta dengan tekstur agak kasar. Bentuk tegalan berpetak-petak, pola sebaran seperti sawah.


(39)

Citra landsat dari masing-masing tahun memiliki kenampakan yang sedikit berbeda, namun secara umum masih banyak kesamaan. Perbedaan penampakan citra masing-masing tahun untuk setiap penutupan lahan terlihat pada perbedaan rona citra. Tingkat kecerahan dari ketiga citra yaitu 1990, 2010 kemudian 2001. Namun secara keseluruhan citra tahun 2010 memiliki kualitas gambar yang lebih baik dari dua citra landsat lainnya. Penampakan penutupan lahan dari masing-masing citra dapat dilihat dalam Tabel Lampiran 1. Foto penggunaan lahan existing terdapat pada Tabel Lampiran 2.

5.2 Pola Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan

Pola penutupan/penggunaan lahan wilayah sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990, 2001 dan 2010 masing-masing disajikan pada lampiran 1, 2 dan 3. Berdasarkan peta tersebut, daerah penelitian memiliki luas 15.057 hektar dengan 7 tipe penutupan/penggunaan lahan yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun camapuran, kebun teh, pemukiman, sawah dan tegalan. Luas masing-masing tipe penutupan/penggunaan lahan untuk masing-masing tahun tersaji dalam Tabel 5 .

Perlu diketahui sebelumnya bahwa terdapat perbedaan makna dari penutupan dan penggunaan lahan. Berdasarkan Liliesand Kiefer (1997) istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Dalam artikel Beni Raharjo mengutip Townshend dan Justice pada tahun 1981 penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Peta yang dihasilkan dari analisis citra pada tahun 1990 dan 2001 merupakan peta penutupan lahan dikarenakan tidak terdapat data lapangan mengenai penggunaan lahan sebenarnya

Tabel 5. Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 1990, 2001 dan 2010

Luas (ha) % Peringkat Luas (ha) % Peringkat Luas (ha) % Peringkat

Hutan Lebat 4300.4 28.6 1 4077.8 27.1 1 3946.0 26.2 1

Hutan Semak/Belukar 2125.1 14.1 4 1765.5 11.7 4 1370.1 9.1 6

Kebun Campuran 2411.1 16.0 2 2130.2 14.1 3 1833.0 12.2 5

Kebun Teh 2378.7 15.8 3 2469.2 16.4 2 2514.8 16.7 2

Pemukiman 883.3 5.9 7 1521.4 10.1 6 2170.6 14.4 3

Sawah 1563.8 10.4 5 1454.9 9.7 7 1227.0 8.1 7

Tegalan 1394.8 9.3 6 1638.2 10.9 5 1995.6 13.3 4

2010 Penutupan/Penggunaan


(40)

pada tahun tersebut. Namun peta hasil analisis citra pada tahun 2010 merupakan peta penggunaan lahan karena dilakukan pengecekan lapang terhadap penggunaan lahan sesungguhnya pada tahun yang berdekatan.

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa penutupan pada tahun 1990 masih didominasi berturut-turut oleh hutan lebat, kemudian kebun campuran dan kebun teh. Masing-masing memiliki luas wilayah sebesar 4300,4 ha, 2411,1 ha dan 2378,7 ha. Dengan persentase untuk masing-masing dari seluruh wilayah penelitian yaitu 28,6%, 16% dan 15,8%. Penutupan/penggunaan lahan lainnya yaitu hutan semak (2125,1 ha dengan persentase 14,1%), sawah (1563,8 ha dan persentase 10,4 %), tegalan (1394,8 ha dan persentase 9,3%) dan pemukiman (883,3 ha dan persentase 5,9%).

Untuk tahun 2001 tutupan lahan didominasi secara berturut-turut oleh hutan lebat dengan luas area dan persentase sebesar 4077,8 ha dan 27,1%, kemudian kebun teh dengan luas area dan persentase sebesar 2469,2 ha dan 16,4% dan kebun campuran dengan luas area dan persentase sebesar 2130,2 dan 14,1%. Untuk penutupan lahan lainnya yaitu hutan semak/belukar (1765,5 ha dan persentase 11,7%), tegalan (1638 ha dan persentase 10,9%), pemukiman (1521 ha dan persentase 10,1%) dan sawah (1454,9 ha dan persentase 9,7%).

Penggunaan lahan tahun 2010 menunjukkan pola yang agak berbeda dengan dua tahun yang lain yaitu hutan lebat menjadi dominasi utama dengan luas area dan persentase sebesar 3946,0 ha dan 26,2%, kemudian kebun teh dengan luas area dan persentase 2514,8 ha dan 16,7% lalu pemukiman dengan luas area 2170,6 ha dan persentase 14,4%. Pola penutupan/penggunaan lahan lainnya yaitu tegalan (1995,6 ha dan persentase 13,3%), kebun campuran (1833 ha dan persentase 12,2%), hutan semak/belukar (1370,1 ha dan persentase 9,1%) dan sawah (1227 ha dan 8,1%).

Dari pola penutupan/penggunaan lahan masing-masing tahun dapat dilihat bahwa tipe penutupan/penggunaan lahan yang mengalami perubahan pesat adalah pemukiman dari peringkat terakhir di tahun 1990 kemudian naik satu peringkat di tahun 2001 dan naik tiga peringkat di tahun 2010 menjadi peringkat ke tiga. Penutupan/penggunaan lahan lain yang mengalami peningkatan yang tinggi adalah tegalan naik satu peringkat setiap sepuluh tahun. Sedangkan


(41)

penutupan/penggunaan lahan yang mengalami penurunan yaitu kebun campuran, sawah dan hutan semak/belukar. Penutupan/penggunaan lahan yang cenderung tetap adalah hutan lebat dan kebun teh.

Persentase proporsi penutupan/penggunaan lahan dalam wilayah penelitian yang terjadi dari tahun 1990, 2001 dan 2010 menunjukkan bahwa pemukiman mengalami peningkatan tertinggi yaitu dari tahun 1990 sebesar 5,9% kemudian tahun 2001 sebesar 10,1% dan tahun 2010 sebesar 14,4%. Tegalan juga mengalami peningkatan yaitu di tahun 1990 sebesar 9,3%, tahun 2001 sebesar 10,9% dan tahun 2010 sebesar 13,3%. Penutupan/penggunaan lahan yang mengalami penurunan persentase tertinggi adalah hutan semak/belukar yaitu di tahun 1990 persentasenya adalah 14,1%, tahun 2001 sebesar 11,7% dan tahun 2010 sebesar 9,1%. Kemudian kebun campuran pada tahun 1990 adalah 16%, tahun 2001 14,1 dan 2010 12,2%. Penutupan/penggunaan lahan lain yang mengalami penurunan persentase lainnya adalah sawah yaitu 10,4 pada tahun 1990, 9,7% tahun 2001% dan 8,1% tahun 2010.

5.3 Perubahan Penutupan Penggunaan Lahan

Gambar 3 merupakan grafik yang menggambarkan luas masing-masing tipe penutupan/penggunaan lahan tahun 1990, 2001 dan 2010. Dari grafik tersebut diketahui bahwa penutupan/penggunaan lahan yang mengalami penurunan luasan area pada dua periode tahun yaitu hutan semak/belukar, kebun campuran, hutan lebat dan sawah. Sedangkan penutupan/penggunaan lahan yang mengalami kenaikan luasan area yaitu kebun teh, pemukiman, dan tegalan.


(42)

Dari Grafik 4 dan Tabel 6 dapat diketahui bahwa pertambahan luas area tertinggi terdapat pada lahan pemukiman baik pada periode tahun 1990-2001 (638,1 ha dengan persentase 72,2% dari penutupan/penggunaan lahan pemukiman sebelumnya) dan periode tahun 2001-2010 (649,1 ha dengan persentase 42,7% dari penutupan/penggunaan lahan pemukiman sebelumnya).

Untuk periode tahun 1990-2001 luas penutupan/penggunaan lahan lain yang bertambah adalah tegalan (243,4 ha dengan persentase pertambahan 17,5%) kemudian kebun teh (90,4 ha dengan persentase kenaikan 3,8%). Pada periode tahun 2001 – 2010 luas penutupan/penggunaan lahan yang bertambah adalah tegalan (357.4 ha dengan persentase pertambahan 21.8 %) dan kebun teh (45.6 ha dengan persentase kenaikan 1.8%).

Sedangkan tipe penutupan/penggunaan lahan yang berkurang luasannya pada periode 1990-2001 adalah hutan semak/belukar (-359,6 ha dengan persentase penurunan -16,9%) , kebun campuran (-280,9 ha dengan persentase penurunan

Tabel 6. Luas Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 1990, 2001 dan 2010

Gambar 4. Grafik Luas Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan tahun 1990, 2001 dan 2010

1990 2001 2010 ha % ha %

Hutan Lebat 4300.4 4077.8 3946.0 -222.6 -5.2 -131.8 -3.2 Hutan Semak/Belukar 2125.1 1765.5 1370.1 -359.6 -16.9 -395.3 -22.4 Kebun Campuran 2411.1 2130.2 1833.0 -280.9 -11.7 -297.1 -13.9 Kebun Teh 2378.7 2469.2 2514.8 90.4 3.8 45.6 1.8 Pemukiman 883.3 1521.4 2170.6 638.1 72.2 649.1 42.7 Sawah 1563.8 1454.9 1227.0 -108.8 -7.0 -227.9 -15.7 Tegalan 1394.8 1638.2 1995.6 243.4 17.5 357.4 21.8

Penutupan/Penggunaan Lahan

Luas (ha) Luas Perubahan


(43)

luas -11,7%), hutan lebat (-222,6 ha dengan persentase penurunan -5,2 %) dan sawah (-108,8 ha dengan persentase penurunan -7,0%). Tipe penutupan/penggunaan lahan yang mengalami penurunan luasan untuk periode 2001-2010 adalah hutan semak/belukar (-395,3 ha dengan persentase penurunan -22,4%), kebun campuran (-297,1 ha dengan persentase penurunan -13,9%), sawah (-227,9 ha dengan persentase penurunan -15,7%) dan hutan lebat (-131,8 ha dengan persentase penurunan -3,2%).

Hal penting yang perlu diketahui dari pola perubahan penutupan/penggunaan lahan adalah perubahan yang terjadi dari jenis tertentu menjadi jenis yang lain. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Pada periode tahun 1990-2001, pengurangan luas penutupan/penggunaan lahan terbesar adalah hutan semak/belukar yang terkonversi menjadi kebun teh (180,1 ha), tegalan (54,2 ha), sawah (37,3 ha) dan pemukiman (37,0 ha). Kemudian kebun campuran yang terkonversi menjadi tegalan (411,3 ha), pemukiman (127,8 ha), sawah (65,7 ha) dan kebun teh (26,6 ha) Hutan lebat banyak terkonversi menjadi kebun teh (104,7 ha), tegalan (21,1 ha), sawah (1,9

Tabel 7. Perubahan tipe dan luas tutupan lahan periode tahun 1990-2001

Tabel 8. Perubahan tipe dan luas tutupan lahan periode tahun 2001-2010

Hutan Lebat 4077.8 89.7 5.2 104.7 0.0 1.9 21.1 4300.4

Hutan Semak/Belukar 0.0 1675.8 140.7 180.1 37.0 37.3 54.2 2125.1

Kebun Campuran 0.0 0.0 1779.7 26.6 127.8 65.7 411.3 2411.1

Kebun Teh 0.0 0.0 125.1 2155.1 26.0 46.9 25.7 2378.7

Pemukiman 0.0 0.0 0.0 0.0 883.3 0.0 0.0 883.3

Sawah 0.0 0.0 13.3 2.8 208.5 1242.7 96.6 1563.8

Tegalan 0.0 0.0 66.1 0.0 238.8 60.4 1029.4 1394.8

Grand Total 4077.8 1765.5 2130.2 2469.2 1521.4 1454.9 1638.2 15057.2

Penutupan/Penggunaan Lahan tahun 1990(ha)

Penutupan/Penggunaan Lahan tahun 2001(ha) Hutan Lebat Hutan Semak/Belukar Kebun Campuran Kebun Teh Pemukim

an Sawah Tegalan

Grand Total

Hutan Lebat 3946.0 64.9 0.0 61.2 0.0 0.9 4.9 4077.8

Hutan Semak/Belukar 0.0 1305.3 22.8 107.1 77.0 144.9 108.4 1765.5

Kebun Campuran 0.0 0.0 1538.1 39.3 176.2 47.1 329.5 2130.2

Kebun Teh 0.0 0.0 16.4 2275.9 35.8 11.2 129.9 2469.2

Pemukiman 0.0 0.0 0.0 0.0 1521.4 0.0 0.0 1521.4

Sawah 0.0 0.0 78.2 11.1 231.3 921.5 212.8 1454.9

Tegalan 0.0 0.0 177.7 20.2 128.9 101.4 1210.0 1638.2

Grand Total 3946.0 1370.1 1833.0 2514.8 2170.6 1227.0 1995.6 15057.2

Penutupan/Penggunaan

Lahan tahun 2001(ha) Kebun

Campuran

Kebun Teh

Pemukim

an Sawah Tegalan

Penutupan/Penggunaan Lahan tahun 2010(ha) Hutan Lebat Hutan Semak/Belukar Grand Total


(44)

ha) dan kebun campuran (5,2 ha). Terakhir sawah yang terkonversi menjadi pemukiman (208,5 ha), tegalan (96,6 ha), kebun campuran (13,3 ha) dan kebun teh (2,8 ha).

Dari Tabel 7 dan 8, juga dapat diketahui pertambahan luas tipe penutupan/penggunaan lahan tertentu adalah hasil konversi dari penutupan/penggunaan lahan yang lain. Pertambahan luas penutupan/penggunaan lahan yang tertinggi pada periode tahun 1990-2001 adalah pemukiman hasil konversi dari tegalan (238,8 ha), sawah (208,5 ha), kebun campuran (127,8 ha) dan kebun teh (26,6 ha). Kemudian tegalan adalah hasil konversi dari kebun campuran (411,3 ha), sawah (96,6 ha), hutan semak/belukar (54,2 ha), kebun teh (25,7 ha) dan hutan lebat (21,1 ha). Kebun teh adalah hasil konversi dari penutupan/penggunaan lahan hutan semak/belukar (180,1 ha), hutan lebat (104,7 ha), kebun campuran (26,6 ha), dan sawah (2,8 ha).

Pada periode tahun 2001-2010, pengurangan luas penutupan/penggunaan lahan terbesar adalah hutan semak belukar yang terkonversi menjadi sawah (144,9 ha), tegalan (108,4 ha), kebun teh (107,1 ha), pemukiman (77,0 ha) dan kebun campuran (22,8 ha). Kebun campuran terkonversi menjadi jenis penutupan/penggunaan lahan tegalan (329,5 ha), pemukiman (176,2 ha), sawah (47,1 ha) dan kebun teh (39,3 ha). Hutan lebat terkonversi menjadi kebun teh (61,2 ha), hutan semak/belukar (64,9 ha), tegalan (4,9 ha) dan sawah (0,9 ha). Sawah terkonversi menjadi pemukiman (231,3 ha), tegalan (212,8 ha), kebun campuran 78,2 ha dan kebun teh (11,1 ha).

Pertambahan luas penutupan/penggunaan lahan periode tahun 2001-2010 yang tertinggi adalah pemukiman merupakan hasil konversi dari lahan sawah (231,3 ha), kebun campuran (176,2 ha), tegalan (128,9 ha), hutan semak/belukar (77 ha) dan kebun teh (35,8 ha). Kebun teh merupakan hasil konversi tipe penutupan/penggunaan lahan hutan semak/belukar (107,1 ha), hutan lebat (61,2 ha), kebun campuran (39,3 ha), tegalan (20,2 ha), dan sawah (11,1 ha). Tegalan konversi dari kebun campuran (329,5 ha), sawah (212,8 ha), kebun teh (129,9 ha), hutan semak/belukar(108,4 ha) dan hutan lebat (4,9 ha).


(45)

Perubahan tipe penutupan/penggunaan lahan yang dominan dapat dilihat pada Tabel 9 untuk tahun 1990-2001 dan Tabel 10 untuk tahun 2001-2010. Perubahan penutupan/penggunaan lahan dominan tahun 1990-2001 yaitu kebun campuran menjadi tegalan dengan luas perubahan 411,3 ha dan persentase dari luas total perubahan sebesar 18,6%. Kemudian tegalan menjadi pemukiman dengan luas perubahan 238,8 ha dan persentase dari total luas perubahan sebesar 10,8% serta sawah menjadi pemukiman sebesar 208,5 ha dan persentase dari total Tabel 9. Tipe Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dominan tahun

1990-2001

Tabel 10. Tipe Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dominan tahun 2001-2010

1 Kebun Campuran-->Tegalan 411.3 18.6

2 Tegalan-->Pemukiman 238.8 10.8

3 Sawah-->Pemukiman 208.5 9.4

4 Hutan Semak/Belukar-->Kebun Teh 180.1 8.1

5 Hutan Semak/Belukar-->Kebun Campuran 140.7 6.4

6 Kebun Campuran-->Pemukiman 127.8 5.8

7 Kebun Teh-->Kebun Campuran 125.1 5.7

8 Hutan Lebat-->Kebun Teh 104.7 4.7

9 Sawah-->Tegalan 96.6 4.4

10 Hutan Lebat-->Hutan Semak/Belukar 89.7 4.1

11 Lainnya 490.2 22.1

2213.33 100.0

Tipe Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan tahun 1990-2001

Total

Luas (ha) No

%

1 Kebun Campuran-->Tegalan 329.5 14.1

2 Sawah-->Pemukiman 231.3 9.9

3 Sawah-->Tegalan 212.8 9.1

4 Tegalan-->Kebun Campuran 177.7 7.6

5 Kebun Campuran-->Pemukiman 176.2 7.5

6 Hutan Semak/Belukar-->Sawah 144.9 6.2

7 Kebun Teh-->Tegalan 129.9 5.6

8 Tegalan-->Pemukiman 128.9 5.5

9 Hutan Semak/Belukar-->Tegalan 108.4 4.6 10 Hutan Semak/Belukar-->Kebun Teh 107.1 4.6

11 Lainnya 592.0 25.3

2338.84 100.0 Tipe Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan

tahun 2001-2010 Luas (ha) %

Total No


(46)

luas perubahan sebesar 9,4%. Perubahan penutupan/penggunaan lahan dominan pada tahun 2001-2010 yaitu kebun campuran menjadi tegalan dengan perubahan 329,5 ha dan persentase dari luas total perubahan sebesar 14,1%. Kemudian sawah menjadi pemukiman dengan perubahan 231,3 ha dan persentase dari luas total perubahan sebesar 9,9% dan sawah menjadi tegalan dengan perubahan 212,8 ha dan persentase dari luas total perubahan sebesar 9,1%.

Dari data-data yang sudah dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perubahan yang terjadi adalah perubahan menuju area pemukiman dan tegalan. Hal ini menunjukkan bahwa tegalan merupakan jenis budidaya pertanian yang diminati masyarakat dibandingkan budidaya pertanian lainnya seperti kebun campuran dan sawah. Hal tersebut dikarenakan mengelola tegalan lebih mudah dari pada sawah dikarenakan pasokan air untuk budidaya hanya mengandalkan air hujan tidak perlu irigasi, tegalan juga lebih cepat menghasilkan dari pada kebun campuran. Hal tersebut diduga menjadi alasan masyarakat lebih memilih tegalan menjadi alternatif usaha budidaya pertanian.

Pemukiman yang selalu meningkat menggambarkan kebutuhan penduduk akan pemukiman semakin meningkat, secara tidak langsung menggambarkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk. Namun terjadinya peningkatan pemukiman ini tidak hanya disebabkan .penduduk yang terus meningkat. Fenomena yang menyebabkan terjadinya peningkatan area pemukiman adalah wilayah ini cocok untuk dijadikan sarana rekreasi keluarga sehingga banyak vila serta tempat wisata yang dibangun. Dengan adanya pembangunan tersebut menyebabkan dibangunnya sarana dan prasarana pendukung. Hal tersebut berpengaruh pada peningkatan area pemukiman masyarakat karena lokasi wisata merupakan salah satu sumber kegiatan ekonomi.

Kenyataan tersebut sesuai dengan yang pernyataan Haryadi (2007), bahwa pada wilayah dengan curah hujan tinggi berpenduduk jarang, pola penutupan/penggunaan lahannya lebih dominan pada tanaman tahunan, sebaliknya pada wilayah curah hujan tinggi berpenduduk padat pola penutupan/penggunaan lahannya lebih dominan pada tananan semusim. Hal ini sesuai dengan peningkatan area tegalan sebagai budidaya pertanian yang diiringi dengan peningkatan area pemukiman.


(47)

Dari fakta di atas dapat diketahui kecenderungan perubahan penutupan/penggunaan lahan adalah perubahan ke area pemukiman, dari penutupan/penggunaan lahan sebelumnya yaitu terutama tegalan, sawah dan kebun campuran. Dengan berkurangnya area lahan budidaya pertanian tegalan dan sawah menyebabkakan lahan kebun campuran dan sebagian hutan semak/belukar terkonversi menjadi lahan tegalan dan sawah.

Pola perubahan penutupan/penggunaan lahan pada periode tahun 2001-2010 yang terjadi dalam skala yang lebih besar. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan fakta bahwa hutan lebat relatif tetap, yaitu berkurang sekitar 1% setiap sepuluh tahun. Hutan yang menjadi pilihan masyarakat untuk dikonversi adalah hutan semak/belukar. Pola perubahan yang tidak berbeda terjadi pada periode tahun 1981-1990 di wilayah yang sama, berdasarkan hasil penelitian Sudadi et al. (1991) terjadi arah perubahan pola penggunaan lahan ke areal pemukiman.

Perubahan pola penutupan/penggunaan lahan yang terjadi pada sub DAS Ciliwung Hulu memperkuat pernyataan Vink dalam Sudadi et al. (1991) yaitu penggunaan lahan secara umum dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor alami seperti iklim, topografi, tanah atau bencana alam dan faktor manusia berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan. Faktor manusia dirasakan berpengaruh lebih dominan dibandingkan dengan faktor alam karena sebagian besar perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya pada sebidang lahan yang spesifik.

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan sudah disebutkan di atas bahwa banyak dibangun vila dan area rekreasi lain yang menyebabkan bertambah pula sarana lain yang mendukung dan area pemukiman di sekitarnya. Pertambahan penduduk juga menyebabkan terjadinya kebutuhan pemukiman dan area pemukiman meningkat. Hal ini membuktikan bahwa manusia menjadi faktor utama dalam perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Kenyataan ini diperkuat dengan artikel yang dimuat dalam Kompas (2010) yang menyatakan bahwa pembangunan kawasan puncak sudah tidak mengindahkan peraturan tata ruang. Hutan yang tersisa di Puncak pun terus tergerus pembangunan vila dan perluasan pemukiman warga tanpa izin. Menurut data Dinas Tata Bangunan dan


(48)

Permukiman Kabupaten Bogor 2010, dari 59.486 bangunan di Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua baru 12.844 bangunan yang memiliki izin mendirikan bangunan atau sekitar seperlimanya. Kawasan di sepanjang jalan utama sudah dibangun menjadi berbagai sarana atau fasilitas umum untuk masyarakat, ketika menelusuri jalan sempit ataupun gang di kiri dan kanan jalan utama, ditemukan lebih banyak lagi vila yang disewakan.

Dari fakta-fakta yang dipaparkan di atas, dapat dibuat ringkasan perubahan penutupan/penggunaan lahan yang terjadi dalam Gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Pola perubahan penutupan/penggunaan lahan tahun 1990-2001

Keterangan menunujukkan perubahan tipe penutupan/penggunaan lahan


(49)

Gambar 6. Pola perubahan penutupan/penggunaan lahan tahun 2001-2010

Keterangan menunujukkan perubahan tipe penutupan/penggunaan lahan

meniunjukkan perubahan tipe penutupan/penggunaan lahan dominan

Sumberdaya tanah menjadi semakin penting seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan laju yang masih tinggi serta akibat dari berkembangnya kegiatan ekonomi. Keadaan ini akan membawa konsekuensi semakin besarnya tekanan permintaan (demand) akan tanah untuk berbagai keperluan yang semakin beragam seperti untuk perluasan tanah pertanian, perkebunan, hutan produksi, pemukiman/perumahan, pertambangan maupun lokasi kegiatan perdagangan/bisnis dan industri serta keperluan pembangunan infrastruktur (Rustiadi et al., 2001).

Terjadinya ketimpangan antara permintaan dan penawaran tentunya merupakan suatu indikasai bahwa tanah dapat dikategorikan sebagai sumberdaya yang mempunyai sifat kelangkaan (scarcity). Kelangkaan tanah tersebut akan berimplikasi terhadap melambungnya harga tanah itu sendiri, yang dapat dibedakan berdasarkan (1) nilai intrinsik yang terkandung dalam sebidang tanah seperti kesuburan dan topografinya, sehingga mempunyai keunggulan produktifitas dari tanah lain (Ricardiant rent); (2) nilai yang disebabkan oleh perbedaan lokasi (locational rent); dan (3) nilai perlindungan terhadap lingkungan


(1)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 1 20.69 0.68 8.64 1.65 0.00 8.05 0.00 1.32 1.65 8.56 1.66 42.89 2 9.00 17.79 4.39 0.00 5.33 0.00 1.62 16.20 6.34 36.28 0.00 1.14 3 21.29 31.48 10.86 4.78 3.25 7.67 9.23 19.61 14.19 33.18 0.00 17.57 4 0.72 1.62 11.71 8.10 11.92 27.34 9.12 0.00 0.00 4.26 0.00 21.02 5 15.40 3.69 5.38 6.95 10.70 8.28 0.00 10.39 6.17 1.65 0.00 3.03 6 62.71 2.24 0.00 10.88 7.31 13.89 3.20 8.12 8.23 0.00 14.40 9.15 7 80.10 0.00 2.94 0.00 13.69 4.32 4.11 24.85 0.00 0.00 9.91 18.78 8 23.01 0.00 4.53 19.43 0.00 5.76 2.73 24.45 12.68 0.00 0.00 15.75 9 0.00 6.58 7.80 32.54 6.58 0.00 0.00 18.01 1.75 0.00 0.00 5.71 10 20.61 3.70 7.72 0.00 3.70 2.88 1.65 21.38 16.26 0.00 2.88 5.76 11 18.63 0.81 0.00 5.52 0.00 6.58 0.00 2.06 0.00 3.25 5.86 33.66 12 26.29 13.79 1.65 2.88 9.46 0.00 0.00 12.86 0.00 0.00 6.50 35.49 13 15.04 15.59 5.29 4.06 0.00 0.00 0.81 19.53 0.00 2.60 15.54 17.86 14 23.10 0.97 6.56 0.00 12.31 0.00 3.70 3.67 1.62 35.70 7.40 3.25 15 2.44 12.25 0.00 8.64 12.65 0.00 4.19 0.97 0.00 0.00 1.19 20.62 16 2.35 19.94 5.91 12.62 5.20 0.00 0.00 0.00 0.00 2.60 0.81 18.76 17 6.17 5.49 18.23 0.00 11.72 2.44 0.00 0.00 1.65 0.81 5.35 15.68 18 10.00 24.28 5.68 3.70 6.10 3.25 0.00 2.47 2.17 0.00 7.07 3.24 19 14.65 27.06 8.14 6.09 7.82 0.81 1.62 0.00 0.90 0.00 4.01 17.64 20 24.37 24.28 8.41 0.77 11.25 10.89 3.92 0.00 0.00 0.00 5.76 6.48 21 15.75 11.77 0.00 0.00 14.81 3.70 6.58 0.65 12.69 3.25 4.23 22.84 22 64.49 16.20 4.10 2.06 2.60 2.54 7.89 2.01 0.00 1.95 4.57 17.21 23 28.84 13.48 0.00 0.00 6.74 0.00 3.69 2.00 39.21 8.77 2.44 10.51 24 48.55 25.54 8.64 0.00 0.00 3.79 16.47 6.48 25.44 4.93 5.68 6.14 25 44.55 18.17 0.00 10.89 10.67 2.88 16.69 15.46 0.00 3.70 17.21 15.45 26 18.75 32.63 0.00 7.82 0.00 6.53 26.46 8.19 5.76 5.79 15.35 14.67 27 28.64 18.10 0.51 0.00 9.38 23.35 6.82 0.49 0.00 8.72 4.06 25.69 28 11.94 13.43 9.58 15.31 14.42 26.98 0.00 16.31 11.11 6.92 0.00 21.48 29 59.03 1.66 29.21 11.72 0.81 7.40 16.82 6.58 6.15 1.62 9.70 30 9.87 0.00 0.00 14.95 3.96 0.00 1.58 1.36 9.65 10.88 19.26

31 32.93 5.71 11.76 4.39 2.96 4.39 16.75

Jml Curah Hujan 759.91 361.58 154.03 193.88 236.03 176.70 142.29 258.84 175.75 193.10 154.38 493.19 Jml total CH

Curah Hujan harian Wilayah (mm) Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990

3299.66


(2)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 1 13.89 23.29 53.04 0.00 18.84 15.32 0.00 0.00 5.11 13.20 0.00 4.11 2 8.42 36.79 11.68 11.93 9.76 2.18 0.00 2.11 56.88 14.62 17.76 13.99 3 17.71 33.70 25.26 6.03 0.32 1.62 0.00 0.00 14.13 29.16 18.67 0.00 4 2.53 30.91 24.80 4.43 8.42 6.58 14.81 22.38 26.11 8.36 18.28 2.26 5 18.03 40.18 9.98 23.67 6.70 4.74 0.41 6.49 0.00 12.81 40.85 28.79 6 14.61 39.25 2.13 20.38 2.13 14.31 4.32 6.38 0.82 25.05 9.79 12.34 7 33.34 41.68 8.45 11.69 1.62 18.21 2.88 18.30 17.99 9.18 7.67 17.89 8 24.76 46.81 2.31 5.97 2.76 3.90 16.76 0.82 27.38 20.27 9.90 2.88 9 19.19 53.21 22.35 1.62 24.43 46.06 14.14 0.00 24.13 2.13 24.61 6.79 10 31.07 35.24 17.48 3.09 3.70 2.44 11.85 13.16 16.55 13.21 14.10 0.62 11 16.84 41.28 23.52 0.97 32.72 0.00 9.38 1.62 10.49 0.00 10.23 4.52 12 22.73 25.23 26.22 13.92 1.03 2.44 0.85 0.00 13.68 2.94 15.17 0.62 13 12.29 29.32 0.00 18.20 0.00 3.29 0.00 6.01 8.90 0.41 12.81 5.11 14 15.63 31.98 9.35 2.48 9.26 2.27 0.00 0.00 2.88 33.29 39.44 6.99 15 21.85 26.21 36.42 20.19 49.94 2.76 0.00 6.82 0.41 9.62 17.11 2.67 16 8.63 33.29 1.23 9.20 31.07 34.36 6.54 2.32 13.78 12.80 13.20 13.99 17 23.80 27.33 43.94 1.65 7.82 1.65 7.27 4.94 2.06 7.03 22.67 4.73 18 13.31 46.10 12.75 0.00 0.00 0.00 7.17 6.17 6.87 28.96 16.97 13.16 19 0.00 22.13 18.31 6.38 0.00 0.00 10.43 0.41 7.31 15.31 14.40 0.41 20 40.47 33.38 11.34 0.00 2.37 2.26 13.81 1.23 1.44 12.58 8.08 1.65 21 6.17 19.26 17.19 20.16 7.39 10.66 6.01 4.14 3.57 8.94 10.90 1.65 22 33.66 30.31 2.66 11.08 13.84 6.39 0.00 13.03 4.21 12.22 18.84 6.38 23 12.75 28.30 22.68 0.00 17.32 4.87 0.00 0.81 5.96 15.12 11.91 0.41 24 0.82 19.03 11.53 4.87 20.98 8.10 4.11 4.94 4.30 21.32 12.74 0.00 25 11.49 15.34 19.62 11.16 8.92 0.00 0.00 0.00 13.37 11.52 22.68 0.41 26 11.31 38.75 8.93 0.00 1.85 12.92 9.58 24.68 3.91 22.73 27.51 3.09 27 11.02 32.47 13.50 12.41 11.06 0.00 8.14 0.41 4.52 4.44 12.08 3.29 28 59.04 26.79 11.48 7.35 0.00 4.42 1.65 22.21 4.90 4.35 17.90 0.00 29 17.84 7.52 4.94 2.98 0.00 9.46 0.00 4.87 12.67 24.39 0.00 30 4.17 6.58 2.98 0.00 0.00 4.52 0.00 14.75 11.08 6.26 15.77

31 19.16 58.00 5.72 0.00 2.92 0.00 17.57

Jml Curah Hujan 546.54 907.57 540.28 236.75 302.97 211.75 164.08 172.31 321.32 395.33 496.93 192.10 Jml total CH

Curah Hujan harian Wilayah (mm) Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2001

4487.93


(3)

Tanggal Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 1 13.12 27.98 17.15 5.44 14.03 4.11 0.16 0.81 0.97 7.35 0.81 19.42 2 12.91 26.74 4.94 1.46 4.55 1.85 0.16 0.00 43.93 3.07 0.00 14.47 3 17.04 39.18 25.68 9.60 11.27 0.00 0.00 0.00 10.03 8.64 0.00 0.00 4 2.05 10.55 21.88 8.63 2.92 6.58 14.81 8.23 14.60 14.92 3.67 2.26 5 13.89 30.42 16.58 24.38 15.43 2.47 0.74 3.09 2.44 8.52 28.69 35.19 6 18.70 16.28 12.18 1.79 2.78 2.88 4.32 6.38 2.28 31.45 13.40 12.34 7 23.62 16.28 8.37 12.97 4.75 1.65 2.88 18.30 5.35 8.08 5.93 25.14 8 16.46 19.06 0.65 9.38 0.00 0.00 9.45 0.82 13.57 31.78 3.09 5.86 9 14.36 48.89 41.58 0.65 13.57 45.25 0.78 0.00 17.07 5.34 4.29 6.79 10 42.01 15.61 12.95 7.83 14.36 0.00 9.58 13.16 14.72 2.92 6.08 0.62 11 16.50 21.04 13.74 9.82 26.49 0.49 9.42 0.00 10.49 12.28 4.02 18.08 12 25.82 5.03 33.53 11.67 9.55 0.81 1.62 0.00 4.73 9.76 22.15 1.10 13 12.02 4.23 17.32 7.17 5.11 9.95 0.32 0.32 3.70 5.53 4.69 0.00 14 25.86 14.30 1.40 0.21 9.26 0.00 2.11 0.32 2.88 25.05 32.84 10.24 15 19.72 8.57 41.31 15.88 40.84 0.00 0.65 1.14 1.06 4.59 9.23 8.38 16 19.75 20.89 1.56 2.72 14.39 4.52 3.09 0.62 16.54 8.68 0.74 18.25 17 24.62 14.48 37.55 1.65 7.82 1.65 0.69 4.94 3.84 0.21 15.15 4.73 18 24.66 30.27 14.05 1.14 22.73 0.00 1.65 6.17 4.11 24.27 5.95 14.95 19 10.23 26.35 12.45 17.78 1.46 0.00 5.55 1.06 0.00 12.55 2.79 1.87 20 34.93 24.05 4.69 0.65 1.23 2.59 5.14 1.23 2.09 12.37 7.82 6.03 21 15.34 1.95 7.82 27.37 15.11 0.00 0.00 2.67 0.00 4.23 6.60 2.13 22 25.58 20.08 12.51 5.68 5.78 0.00 0.32 2.47 2.26 14.58 10.60 6.38 23 17.62 3.86 14.40 1.62 3.94 0.32 0.00 8.52 5.96 16.88 15.50 0.74 24 7.72 4.44 4.85 2.44 27.80 0.00 4.11 4.94 2.67 8.96 19.56 11.04 25 12.63 0.81 12.00 0.00 5.37 0.00 0.00 11.93 15.16 18.54 10.54 8.94 26 8.07 6.80 7.69 0.00 4.94 8.23 0.16 24.68 1.31 10.25 17.60 24.20 27 12.95 5.25 5.52 3.28 9.30 2.92 1.65 0.41 15.73 12.54 7.39 30.00 28 51.32 0.97 8.76 6.98 0.16 1.44 1.65 22.21 2.96 21.20 8.40 8.97 29 22.10 0.00 12.64 4.94 0.00 0.81 9.46 0.00 0.81 3.09 21.49 2.88 30 11.76 0.00 15.69 0.32 0.00 0.00 4.52 0.00 3.51 1.14 17.53 1.30 31 13.31 0.00 58.32 0.00 2.47 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 15.02 Jml Curah Hujan 586.67 464.37 499.75 203.45 297.41 98.52 95.00 144.44 224.80 348.76 306.54 317.32 Jml total CH

Curah Hujan harian Wilayah (mm) Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2010

3587.03


(4)

Lampiran 14. Debit maksimum bulanan tahun 1990, 2001 dan 2010

Lampiran 15. Data debit minimum bulanan tahun 1990, 2001 dan 2010

Januari

Februari

Maret

April

Mei Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November Desember

1990

198558

130674

44190

106698

10128

64398

29194

64398

106698

44190

132474

132474

198558

2001

343200

106698

83904

249209

29194

411675

44190

18720

29144

64398

106698

10128

411675

2010

22200

629968

307647

90046

216914

216914

113417

441980

276246

276246

161986

216914

629968

Tahun

Q

 

max

 

(lt/dtk)

Qmax

 

tahunan

 

(lt/dtk)

Januari

Februari

Maret

April

Mei Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November Desember

1990

10128

2647

4508

1216

4508

1216

1216

2647

1216

500

2647

2647

500

2001

4508

4508

4508

4508

1216

1216

1216

4508

1216

1216

4508

1216

1216

2010

5048

11883

11883

1310

1310

1310

5048

5048

11883

5048

11883

1310

1310

Tahun

Qmin

 

tahunan

 

(lt/dtk)

Q

 

min

 

(lt/dtk)


(5)

SITI NUR HOLIPAH

. Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan

terhadap Karakteristik Hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu. Di bawah bimbingan

ERNAN RUSTIADI

dan

SURIA DARMA TARIGAN

.

DAS adalah daratan yang satu kesatuan dengan sungai dan anak

sungainya. DAS merupakan satu ekosistem yang terdiri dari hulu, tengah dan

hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi

perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. DAS Ciliwung termasuk dalam DAS

super prioritas yang harus segera dilakukan upaya konservasi pada wilayah DAS

karena dipandang dari berbagai faktor DAS telah mengalami gangguan. Menurut

Suripin (2002), komponen hidrologi yang terkena dampak kegiatan pembangunan

di dalam DAS meliputi koefisien aliran permukaan, koefisien regim sungai,

nisbah debit maksimum-minimum, kadar lumpur atau kandungan sedimen sungai,

laju, frekuensi dan periode banjir serta keadaan air tanah.

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis penutupan/penggunaan lahan,

perubahan penutupan/penggunaan lahan di sub DAS Ciliwung hulu dan

menganalisis pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap

karakteristik hidrologi (banjir dan debit maksimum-minimum) DAS. Dalam

penelitian ini digunakan citra landsat tahun 1990, 2001 dan 2010 untuk

menganalisis penutupan/penggunaan lahan. Kondisi perubahan

penutupan/penggunaan lahan dan karakteristik hidrologi kemudian dibandingkan

dan dievaluasi.

Penelitian menghasilkan informasi penutupan lahan tahun 1990 dan 2001

didominasi secara berturut-turut oleh hutan lebat, kebun campuran dan kebun teh.

Sedangkan penggunaan lahan tahun 2010 didominasi secara berturut-turut oleh

hutan lebat, kebun teh dan pemukiman.

Pola perubahan penutupan lahan yang

terjadi pada periode tahun 1990-2001 menunjukkan perubahan dari lahan

budidaya pertanian yaitu sawah, tegalan dan kebun campuran menjadi

pemukiman. Luas perubahan yang terjadi secara berturut-turut yaitu 238,8 ha,

238,5 ha dan 127,8 ha. Hutan semak/belukar kemudian berubah menjadi budidaya

pertanian yaitu kebun teh (180,1 ha), kebun campuran (140,7 ha) dan budidaya

pertanian lain. Kebun campuran mengalami konversi yang tinggi ke area tegalan

(411,3 ha), perubahan ini merupakan perubahan yang terbesar. Pada periode tahun


(6)

2001-2010 pola umum perubahan penutupan/penggunaan terjadi tidak terlalu

berbeda namun dalam skala yang lebih besar. Luas perubahan ke area pemukiman

dari konversi lahan budidaya pertanian sawah sebesar 231,3 ha, kebun campuran

sebesar 176,2 ha dan tegalan sebesar 128,9 ha. Luas perubahan ke area tegalan

dari kebun campuran sebesar 329,5 ha dan dari sawah sebesar 212,8 ha. Luas

perubahan hutan semak/belukar ke area kebun teh sebesar 107,1 ha, ke area sawah

144,9 ha dan area tegalan 108,4 ha. Terjadi penurunan kualitas hidrologi pada sub

DAS Ciliwung Hulu dilihat dari karakteristik frekuensi banjir, kualitas banjir,

debit maksimum, debit minimum dan rasio debit maksimum-minimum.

Perubahan pola penutupan/penggunaan lahan yang mengarah kepada pemukiman

dan tegalan serta terkonversinya area hutan semak/belukar dan kebun campuran

menyebabkan menurunnya kualitas karakteristik hidrologi sub DAS Ciliwung

hulu.