Peningkatan Keawetan Glulam Dari Tiga Jenis Kayu Cepat Tumbuh Dengan Pengasapan.

PENINGKATAN KEAWETAN GLULAM DARI TIGA JENIS
KAYU CEPAT TUMBUH DENGAN PENGASAPAN

MULYANI EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Keawetan
Glulam dari Tiga Jenis Kayu Cepat Tumbuh dengan Pengasapan adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Mulyani Efendi
NIM E251130111

RINGKASAN
MULYANI EFENDI. Peningkatan Keawetan Glulam dari Tiga Jenis Kayu Cepat
Tumbuh dengan Pengasapan. Dibimbing oleh MUH. YUSRAM MASSIJAYA,
YUSUF SUDO HADI dan GUSTAN PARI.
Glued laminated lumber (Glulam) yang terbuat jenis kayu hutan tanaman di
antaranya sengon (Falcataria moluccana Miq.), kayu manii (Maesopsis eminii
Engl.) dan mangium (Acacia mangium Willd.) Untuk meningkatkan masa
pemakaian produk glulam yang terbuat dari jenis kayu cepat tumbuh dilakukan
dengan smenambahkan bahan pengawet kayu seperti imidacloprid efektif
membunuh rayap tanah, tetapi bahan tersebut berbahaya bagi manusia dan hewan.
Salah satu alternatif pengawetan yang dapat diterapkan terhadap glulam adalah
dengan pengasapan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan senyawa yang
terdapat di dalam asp mangium, menganalisis resistensi glulam asap terhadap
serangan rayap tanah dengan uji laboratorium, dan menganalisis glulam asap secara
kimia.

Asap cair mangium menghasilkan senyawa yang didominasi oleh Acetic acid
(CAS) Ethylicacid, Cyclobutanol (CAS) Cyclobutyl hydroxide, phenol dan
kelompok Polycyclic aromatic hydrocarbon (PAHs) lainnya yang meningkatkan
resistensi glulam terhadap rayap tanah. Glulam asap memiliki resistensi yang sama
dengan imidacloprid dan resistensinya lebih tinggi dibanding glulam tanpa
pengawet. Resistensi glulam yang diasapi 15 hari sama dengan glulam yang diasapi
30 hari. Derajat kristalinitas kayu manii dan sengon menurun setelah diasapi,
sedangkan pada kayu mangium meningkat. Analisis FTIR menunjukkan ada gugus
fungsi baru pada bilangan 2848.86 cm-1 dan 1373.32 cm-1 serta terjadi penurunan
intensitas OH pada bilangan 3336.85 cm-1. Pengaspan terhadap glulam
menghasilkan senyawa berbasis phenol, acetaldehyde, benzaldehyde, carbamic
acid, octene, cyclopentene, cyclobutanon, ethanone dan pyran yang mempunyai
toksisitas yang tinggi.

Kata kunci: glulam asap, kayu cepat tumbuh, rayap tanah, pengasapan

SUMMARY
MULYANI EFENDI. Improving Resistance of Glulam Made From Three Fast
Growing Tree Species by Smoking. Supervised by MUH. YUSRAM
MASSIJAYA, YUSUF SUDO HADI dan GUSTAN PARI.

Glulam (Glued Luminated Lumber) is an alternative product for structural
material that uses wood from plantation forests made from sengon (Falcataria
moluccana), manii (Maesopsis eminii), and mangium (Acacia mangium). The
service life of glulam can be extended by employing various preservative or chemical
treatment methods. Imidacloprid improves wood resistance against termite attack, but it is
dangerous to organisms and humans. Smoking is another alternative for improving glulam
durability.

The purpose of this research was to perform a chemical analysis of mangium
wood smoke, to determine the resistance of smoked glulam against subterranean
termite attack in laboratory tests, and chemical analysis of smoked glulam.
Based on findings of this research, it can be concluded that mangium smoke
predominantly produced acetic acid, cyclobutanol, phenolic compounds, and other
PAHs that improved glulam resistant to subterranean termite attack. Smoked
glulam has the same resistance to subterranean termite attack as imidaclopridpreserved glulam, and this resistance is much higher than that of untreated glulam.
The glulam smoked for 15 days has the same resistance as glulam smoked for 30
days. Crystalinity of sengon and manii were decrease after smoke treatment,
however mangiun was increase. FTIR analysis indicate that there are new peak at
2848.86 cm-1 and 1373.32 cm-1, the insensity of OH free was decrease (3336.85 cm1
). Smoking treatment produced phenol, acetaldehyde, benzaldehyde, carbamic

acid, octene, cyclopentene, cyclobutanon, ethanone and pyran on glulam that high
toxicity.
Keywords: smoked glulam, fast growing tree species, Subterranean termite, smoking

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENINGKATAN KEAWETAN GLULAM DARI TIGA JENIS
KAYU CEPAT TUMBUH DENGAN PENGASAPAN

MULYANI EFENDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi:

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MS

Judul Penelitian : Peningkatan Keawetan Glulam dari Tiga Jenis Kayu
Cepat Tumbuh dengan Pengasapan
Nama

: Mulyani Efendi

NIM


: E251130111

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Muh. Yusram Massijaya, MS
Ketua

Prof Dr Ir Yusuf Sudo Hadi, MAgr
Anggota

Prof (R) Dr Ir Gustan Pari, MS
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan


Dekan sekolah Pascasarjana

Dr Ir Nyoman J. Wistara, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal ujian :

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian Peningkatan Keawetan Glulam dari Tiga Jenis Kayu Cepat
Tumbuh dengan Pengasapan
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Prof Dr Ir Muh. Yusram Massijaya, MS selaku ketua komisi pembimbing,
Dr Ir Yusuf Sudo Hadi, M.Agr selaku pembimbing kedua, Prof (Ris.) Dr Ir Gustan

Pari M.Si selaku pembimbing ketiga, dan Ibu Arinana, S.Hut, Msi yang telah
memberikan bantuan dan arahan yang sangat membantu penulis dalam penyusunan
hingga penyelesaian karya tulis ini. Penghargaan yang setinggi-tingginya buat
kedua orang tua saya Bapak Danuridin dan Ibu Wasliah, serta kedua mertua saya
(alm) Bapak Ngaderi dan (alm) Ibu Suparmi. Terima kasih juga atas perjuangan,
dukungan, doa dan pengorbanan isteri tercinta Puput Malahayati Sari dan kedua
puteri saya Rahmah Syifa dan Adelia Sylva.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Mulyani Efendi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v


DAFTAR LAMPIRAN

v

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat

Metode Pembuatan Glulam
Metode Pengawetan
Analisis Asap Cair mangium
Metode Pengujian Keawetan Glulam
Metode Analisis Pengasapan
Analisis Data

3
3
3
3
5
7
7
9
9

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengawetan Glulam
Kandungan Senyawa Asap Mangium

Pengujian Ketahanan Glulam terhadap Rayap Tanah
Analisa Pengasapan

11
11
13
14
21

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Jenis dan jumlah sampel pada proses pengasapan
Retensi imidacloprid pada glulam
Kandungan senyawa asap cair kayu mangium
Mortalitas (%) rayap pada pengujian JIS
Persentase kehilangan berat (%) pada pengujian JIS
Feeding rate (μg/ekor/hari) pada pengujian JIS
Hasil analisis sidik ragam pengujian JIS
Uji lanjut Tukey terhadap faktor metode pengawetan pada pengujian JIS
Mortalitas (%) rayap pada pengujian SNI
Persentase kehilangan berat (%) pada pengujian SNI
Feeding rate (μg/ekor/hari) pada pengujian SNI
Hasil analisis sidik ragam pengujian SNI
Uji lanjut Tukey faktor metode pengawetan pada pengujian SNI

5
13
14
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20

DAFTAR GAMBAR

10.
11.
12.
13.

Diagram alir pembuatan glulam
4
Bentuk panel Glulam, S (Sengon), M (Manii), dan A (Mangium)
4
Sampel pengujian terhadap rayap tanah untuk glulam ASA
5
Proses pengasapan dengan YSH wood smoke kiln
6
Pengujian rayap tanah standar SNI
7
Pengujian rayap tanah standar JIS
8
YSH Wood Smoke Kiln
11
Persentase penambahan berat glulam setelah diasapi
12
Kristalinitas (a) sengon tanpa pengawet, (b) sengon diasapi, (c) manii tanpa
pengawet, (d) manii diasapi
22
Derajat kristalinitas (a) kayu mangium sebelum dan (b) sesudah diasapi
23
Spektrum infrared sengon sebelum (atas) dan sesudah diasapi (bawah)
23
Spektrum infrared manii sebelum (atas) dan sesudah diasapi (bawah)
24
Spektrum infrared mangium sebelum (atas) dan sesudah diasapi (bawah) 24

1
2
3
4

Perubahan senyawa pada kayu setelah diasapi
Pola kerusakan pada pengujian SNI
Sampel setelah diumpankan terhadap rayap tanah (JIS)
Sampel setelah diumpankan terhadap rayap tanah (SNI)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

DAFTAR LAMPIRAN
32
34
35
36

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Glued laminated lumber (Glulam) merupakan rekayasa teknologi kayu
dengan melakukan pengaturan tegangan (stress-rated product) dua atau lebih
lamina yang direkat dengan arah longitudional sehingga menghasilkan produk
desain ekonomis yang mampu memenuhi prinsip struktural (Moody et al. 1999).
Glulam dapat dijadikan alternatif untuk memenuhi bahan struktural yang sudah
terbatas bahan bakunya dengan memanfaatkan kayu yang berasal dari hutan
tanaman yang jumlahnya terus meningkat (Massijaya 2014). Kayu hutan tanaman
didominasi oleh jenis kayu cepat tumbuh yang pada umumnya berdiameter kecil
sehingga memiliki kekuatan dan keawetan rendah (Massijaya et al. 2011).
Penelitian produk glulam sudah banyak dilakukan diantaranya Hazira et al.
(2011) menyatakan bahwa pembuatan glulam dengan kombinasi dari jenis kayu
yang memiliki kelas kuat yang berbeda menghasilkan kekuatan glulam yang sama.
Sulistyawati et al. (2008) menyatakan bahwa semakin tipis lamina yang digunakan
dalam pembuatan glulam akan menghasilkan kekuatan dan kelenturan balok glulam
yang semakin besar karena luas garis rekat yang semakin luas. Komariah et al.
(2015) mengkombinasikan beberapa jenis kayu hutan tanaman di antaranya sengon
(Falcataria moluccana Miq.), kayu manii (Maesopsis eminii Engl.) dan mangium
(Acacia mangium Willd.) menjadi produk glulam dengan ketebalan lamina yang
berbeda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa glulam memiliki karakteristik yang
lebih baik dibandingkan dengan kayu solidnya dan glulam yang dibuat sudah
memenuhi standar JIS 234 tahun 2003 utnuk dijadikan sebagai bahan baku
struktural.
Pemakaian produk glulam yang terbuat dari jenis kayu cepat tumbuh masih
dimungkinkan adanya ancaman dari mikroorganisme perusak kayu seperti rayap
tanah karena kayu tersebut masih didominasi oleh kayu juvenil (Fajriani et al.
2013). Lebih lanjut dilaporkan oleh Pandit dan Kurniawan (2008) bahwa kayu
mangium termasuk kelas awet IV-V dan Hadi et al. (2014) menyebutkan bahwa
sengon termasuk kelas awet V, sehingga untuk memaksimalkan penggunaanya
diperlukan pengawetan untuk meningkatkan masa pakai produk glulam tersebut.
Pengawetan kayu yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan bahan kimia
ke dalam kayu. Salah satu bahan pengawet yang banyak digunakan adalah
imidacloprid yang efektif membunuh rayap (Majid et al. 2007). Tetapi bahan
tersebut masih memberikan efek negatif dalam penggunaannya karena bersifat
racun sehingga berbahaya bagi organisme lain seperti kelinci, burung, tanaman,
ikan (Cox 2001), dan dilaporkan menimbulkan gangguan terhadap pernapasan
manusia (Kumar et al. 2013). Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengawetan lain
yang lebih aman bagi lingkungan dan lebih efisien dalam penggunaannya. Salah
satu alternatif pengawetan yang dapat diterapkan terhadap glulam adalah dengan
pengasapan yaitu memaksimalkan asap yang merupakan by-product dari proses
pengarangan (Pari et al. 2006).
Hadi et al. (2010a, 2010b, 2012) menyebutkan bahwa pengasapan kayu
dengan asap yang berasal dari proses pengarangan kayu mangium mampu
meningkatkan keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah. Nurhayati et al.

2
(2005) menyebutkan bahwa asap cair dari kayu mangium mengandung beberapa
senyawa kimia seperti asam organik, asam asetat, phenol, dan o-creosol yang
mampu meningkatkan resistensi kayu asap. Dalam penelitian tersebut belum
dilakukan analisis lanjutan terhadap pengaruh asap mangium terhadap sampel yang
diasapi baik perubahan secara fisik maupun kimiawi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh pengasapan terhadap glulam yang
diasapi dengan menganalisis perubahan fisik dan kimia sebelum dan sesudah
glulam diasapi. Perubahan fisik glulam dianalisis dengan XRD (X-Ray
deffractometer) yang merupakan teknik analisis fisik untuk melihat perubahan
kristanilitas glulam setelah diasapi. Perubahan kimia pada glulam dilakukan dengan
melakukan analisis FTIR (Fourier transform infrared spectroscopy) untuk melihat
perubahan gugus fungsi, dan analisis GCMS (Gas Chromatography–Mass
Spectrometry) untuk mengetahui kandungan senyawa kimia sebelum dan sesudah
dilakukan pengasapan terhadap glulam.

Perumusan Masalah
Glulam yang dibuat dari tiga jenis kayu cepat tumbuh (sengon, manii dan
mangium) memiliki kekuatan yang lebih baik dibandingkan dengan kayu solid.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan glulam memiliki kelas awet yang
rendah dan rentan terhadap serangan rayap tanah. Berdasarkan latar belakang di
atas maka perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Senyawa apakah yang terkandung di dalam asap mangium?.
2. Apakah pengasapan dapat meningkatkan keawetan glulam yang terbuat dari
kayu cepat tumbuh?.
3. Bagaimana pengaruh pengasapan terhadap glulam?.

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kandungan senyawa kimia asap mangium.
2. Menghasilkan produk glulam yang awet terhadap serangan rayap tanah
dengan memanfaatkan tiga jenis kayu cepat tumbuh.
3. Menganalisis pengaruh pengasapan terhadap glulam.

Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Glulam yang terbuat dari kayu cepat tumbuh memiliki masa pakai yang lebih
lama karena tahan terhadap serangan rayap tanah.
2. Memaksimalkan pemanfaatan asap yang biasanya terbuang dalam proses
pengarangan sehingga mampu meningkatkan nilai ekonomis pengarangan.
3. Meningkatkan nilai ekonomis kayu cepat tumbuh.

3

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Puslitbang Kehutanan Gunung
Batu, Laboratorium Komposit dan Laboratorium Rekayasa Konstruksi Bangunan,
Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Desember 2014 sampai bulan Mei 2015.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu sengon, manii dan
mangium dengan diameter antara 15 cm dan 25 cm yang berasal dari Leuwiliang,
Bogor. Perekat yang digunakan adalah jenis perekat WBPI (Water Base Polymer
Isocyanate) yang diproduksi oleh PT. Polychemi Asia Pasifik. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari oven, YSH wood smoke kiln, Alat pengujian GCMS,
XRD), dan FTIR.

Metode Pembuatan Glulam
Proses pembuatan glulam dapat dilihat pada Gambar 1. Balok sengon, manii
dan mangium digergaji menjadi lembaran-lembaran papan dengan ukuran 2 cm x 5
cm x 160 cm (tebal, lebar, panjang). Papan-papan tersebut dikeringkan secara alami
sampai mencapai kadar air kering udara ± 12%. Papan yang sudah kering diserut
dan diamplas menjadi papan lamina yang berukuran 1.7 cm x 5 cm x 160 cm dan
1.1 cm x 5 cm x 160 cm. Lamina tersebut diukur dimensi (panjang, lebar dan tebal)
dan berat lamina. Ukuran akhir glulam yang dibuat adalah 5 cm x 5 cm x 160 cm
dengan lima ulangan.
Pemilahan lamina berdasarkan nilai MOE (Modulus of Elasticity) yang
nilainya diukur dengan menggunakan alat deflektometer yang prosedurnya adalah
sebagai berikut (Surjokusumo et al. 2003):
1. Lamina yang dipilah diletakkan di atas dua tumpuan. Beban A (P1) diletakkan
di atas lamina tepat di atas jarum deflektometer, diukur besarnya defleksi (y1).
2. Beban standar B (P2) kemudian ditambahkan, angka pada deflokmeter dicatat.
Beban diturunkan, lamina dibalik dan dipilah ulang seperti sebelumnya.
3. Besarnya nilai modulus elastisitas (MOE) setiap lamina dihitung dengan
rumus pada persamaan berikut:
∆Pl
MOE =
4∆ybh
Keterangan :
MOE : Modulus elastisitas (kg/cm2)
∆P
: Beban standar (kg)

: Jarak sangga (cm)
∆y
: Defleksi yang terjadi akibat beban P
b
: Lebar penampang (cm)

4
h
: Tebal penampang (cm)
Nilai MOE dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan rentang tertentu
yang disimbolkan dengan E1, E2, dan E3. Besar E1 > E2 > E3 yang kemudian nilai
tersebut sebagai dasar penyusunan lamina (Herawati et al. 2010).

Persiapan
Bahan Baku

Pengkondisian
± 1 minggu

Pembuatan
Lamina

Pemilahan
Lamina

Cold Press (t
= ± 3 jam, P =
10 kg/cm2)

Pelaburan
Perekat
Isosianat 280
gr/m2

Gambar 1 Diagram alir pembuatan glulam, P(tekanan), t(waktu)
Penyusunan lamina berdasarkan nilai MOE yang telah dikelompokkan.
Prinsip penyusunannya adalah dengan menempatkan lamina yang memiliki nilai
MOE yang lebih tinggi (E1) di bagian face glulam, lamina yang memiliki MOE
terendah (E3) diletakkan pada bagian core dan lamina dengan MOE sedang (E2)
pada bagian back glulam. Penyusunan lamina tebal 1 cm terdiri atas sengon (SSS),
Manii (MMM), mangium (AAA), mangium-sengon (ASA), mangium-manii
(AMA) dan lamina tebal 1.7 cm terdiri atas sengon (SSSSS), manii (MMMMM),
mangium (AAAAA),
mangium-sengon (ASSSA), dan mangium-manii
(AMMMA) seperti Gambar 2.

Gambar 2 Bentuk panel Glulam, S (Sengon), M (Manii), dan A (Mangium)
Perekat yang digunakan adalah WBPI dengan berat labur 280 g/m2 yang
dilaburkan dengan menggunakan kuas pada kedua permukaan rekatan (double
spread). Setelah itu dilakukan pengempaan dingin (cold press) dengan tekanan 10
kg/cm2 selama 3 jam dan dilakukan pengkondisian selama 1 minggu.

5
Pembuatan Contoh Uji
Gambar 3 menunjukkan ukuran contoh uji keawetan glulam terhadap rayap
tanah yang dibuat berdasarkan standar JIS K 1571- 2004 termodifikasi dan SNI 01.
7207-2006 termodifikasi pada ukuran sampel. Ukuran sampel dimodifikasi agar
seluruh lapisan glulam terwakili pada saat pengujian laboratorium.

Gambar 3 Sampel pengujian terhadap rayap tanah untuk glulam ASA
Metode Pengawetan
Pengasapan
Pengasapan dilakukan terhadap contoh uji pengujian rayap tanah yang dibuat
dari glulam dan kayu solid sebagai tanpa pengawet. Ukuran dan jumlah sampel
seperti yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan jumlah sampel pada proses pengasapan
Jenis Sampel
Glulam
Glulam
Kayu solid
Kayu solid
Kayu solid
Kayu solid

Ukuran sampel
JIS termodifikasi
SNI termodifikasi
JIS termodifikasi
SNI termodifikasi
JIS standar
SNI standar

Jumlah
50
50
15
15
15
15

Semua sampel dimasukan ke dalam YSH (Yusuf Sudo Hadi) wood smoke kiln
seperti pada Gambar 4. Sampel diasapi selama 15 dan 30 hari dengan menggunakan
asap yang diperoleh dari proses pengarangan kayu mangium.

6

Gambar 4 Proses pengasapan dengan YSH wood smoke kiln
Keterangan gambar :
1. Tungku pengarangan kayu.
2. Drum dengan ukuran tinggi ± 90 cm, diameter ± 55 cm yang berisi
kayu yang dibakar untuk dijadikan arang.
3. Drum 2 untuk menyalurkan asap dan meredam panas (ukuran drum
sama dengan drum 1).
4. Saluran untuk menyalurkan asap dari drum 1 ke YSH wood smoke kiln
(diameter ± 3 inchi).
5. Katup buka dan tutup yang mengatur pergerakan asap.
6. Tempat sampel yang diasapi.
7. Saluran untuk membuang cuka kayu (diameter 3/4 inchi).
8. Saluran pembuangan sisa asap.
9. Saluran udara untuk mengatur proses pengarangan kayu dan jumlah
asap yang masuk YSH wood smoke kiln.
Pengawetan Kimiawi
Contoh uji yang akan diawetkan dihitung volume awalnya. Sampel
dimasukkan ke dalam oven yang bersuhu 60 oC selama 2 hari dan kemudian
ditimbang beratnya (W1). Pemberian bahan pengawet pada contoh uji dilakukan
dengan pelaburan menggunakan kuas sebanyak 4 kali dengan konsentrasi 2.5%.
Setelah kering, kemudian contoh uji ditimbang (W2) sehingga retensi bahan
pengawet ke dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus di bawah ini.
�=



��

Keterangan:
R : Retensi bahan pengawet (kg/m3)
A : Absorbsi (kg)
V :Volume contoh uji yang dimasukan bahan pengawet (m3)
K : Konsentrasi bahan pengawet (%)

7
Analisis Asap Cair Mangium
Analisis kimia asap mangium dilakukan dengan menganalisis kandungan
senyawa kimia asap cair mangium dengan GCMS dengan gas helium (He) sebagai
fasa gerak. Sampel berbentuk serbuk sebanyak 10 mg dimasukkan kedalam kuvet
(sel) dan selanjutnya kuvet dimasukkan kedalam GCMS yang dipanaskan dengan
menggunakan suhu terprogram (suhu analisa) yang secara bertahap meningkat dari
100-250 oC.
Metode Pengujian Keawetan Glulam
Uji Laboratorium Standar SNI 01. 7207-2006
Pengujian dengan standar SNI termodifikasi ditunjukkan dengan Gambar 5.
Sebelum dilakukan pengujian maka contoh uji dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 60 ± 2 oC selama 24 jam dan ditimbang sehingga mendapatkan berat kayu
sebelum pengujian (W1). Sedangkan untuk 200 gram pasir yang digunakan dalam
pengujian disterilisasi di dalam oven dengan suhu 100 ± 2 oC selama 48 jam dan
setelah itu dimasukkan ke dalam botol. Setelah itu contoh uji dimasukkan ke dalam
botol dengan posisi mendatar di atas pasir seperti tampak pada Gambar 5. Botol uji
diatur kelembabannya dengan kadar air 7% di bawah kapasitas menahan air (water
holding capacity). Selanjutnya ke dalam setiap botol dimasukkan rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren) yang sehat dan aktif sebanyak 200 ekor.
Botol tersebut disimpan di tempat gelap selama 4 minggu dan setiap minggu botol
ditimbang dan diamati aktivitas rayapnya. Jika kadar air pasir turun 2% atau lebih
maka ke dalam botol tersebut ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya
kembali seperti semula (Arinana et al. 2012). Setelah proses pengujian rayap selesai
kemudian contoh uji dibersihkan, selanjutnya dioven selama 48 jam dengan suhu
60 ± 2 oC dan ditimbang (W2).

Gambar 5 Pengujian rayap tanah standar SNI
Uji Laboratorium JIS K 1571- 2004
Contoh uji dioven dengan suhu 60 ± 2 oC selama 48 jam untuk mendapatkan
nilai berat kayu sebelum pengujian (W1). Wadah uji berupa pipa paralon dibuat
dengan dasar dental cement dan jaring tipis diletakkan diatas dental cement. Wadah
uji & jaring plastik harus dalam keadaan steril dengan cara disemprot dengan
alkohol 70%. Contoh uji dimasukkan ke dalam wadah uji dengan posisi mendatar
menyentuh jaring tipis (Gambar 6). Setiap wadah uji berisi 1 contoh uji dan

8
dimasukkan 150 ekor rayap tanah dari kasta pekerja dan 15 ekor kasta prajurit.
Selanjutnya wadah uji ditutup dengan kain hitam yang diikat dengan karet dan
ditempatkan dalam kontainer (wadah uji) yang telah dialasi kapas basah. Wadah
diletakkan di atas kapas basah, kemudian disimpan di tempat gelap selama 3
minggu (Arinana et al. 2012). Selama pengujian diusahakan agar kelembaban botol
uji tetap terjaga dan rayap tanah yang mati harus segera dikeluarkan dari wadah uji
(Gambar 6). Setelah 3 minggu wadah uji dibongkar, selanjutnya dilakukan
penghitungan jumlah rayap yang masih hidup untuk mengetahui nilai mortalitas
rayap. Contoh uji dibersihkan, selanjutnya dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ±
2 oC dan ditimbang (W2).

Gambar 6 Pengujian rayap tanah standar JIS
Respon yang dihitung setelah dilakukan pengujian rayap dengan standar JIS
dan SNI terdiri atas persen kehilangan berat, mortalitas dan feeding rate yang
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
MR =
Wl =
FR = (

D
x
n

W −W
x
W

∆W
) /�
R +R /

Keterangan:
MR : Mortalitas rayap (%)
D : Jumlah rayap pekerja yang mati (ekor)
n : Jumlah total rayap pekerja pada pengujian (ekor)
MR : Mortalitas rayap (%)
D : Jumlah rayap pekerja yang mati (ekor)
��




T

: Feeding Rate (μg/ekor/hari)
: Selisih kehilangan berat contoh uji (μg)
: Jumlah rayap pekerja pada awal pengujian (ekor)
: Jumlah rayap pekerja pada akhir pengujian (ekor)

: Lama waktu pengumpanan (hari)

9
Metode Analisis Pengasapan
Sampel glulam sebelum dan sesudah diasapi dianalisis di Puslitbang
Kehutanan di Gunung Batu untuk mengetahui perubahan glulam secara fisik dan
kimia (Lempang et al. 2011).
Kristalinitas
Karakterisasi struktur dengan XRD untuk mengetahui derajat kristalinitas,
tinggi, lebar, jarak dan jumlah lapisan aromatik pada contoh. Karakterisasi ini
dilakukan dengan cara menginterpretasi pola difraksi dari hamburan sinar X pada
contoh. Sekitar 2 g serbuk contoh glulam sebelum dan sesudah diasapi dimasukkan
ke dalam kuvet aluminium, kemudian permukaan serbuk contoh dipadatkan dan
diratakan dengan menggunakan sepotong kaca. Kaca tersebut ditekan sambil
digerak-gerakkan diatas permukaan kuvet yang berisi serbuk contoh, sehingga
serbuk contoh menjadi padat dan permukaannya rata dan sejajar dengan permukaan
kuvet, selanjutnya diradiasi dengan sinar X. Penetapan derajat kristalinitas, tinggi
(Lc), lebar (La), jarak (d) dan jumlah lapisan aromatik (N) pada contoh.
Gugus Fungsi
Karakterisasi FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi pada glulam
sebelum dan sesudah dilakukan pengasapan. Karakterisasi ini dilakukan dengan
cara mencampurkan serbuk contoh dengan kalium bromida (KBr) kering (1 : 99).
Campuran serbuk contoh dan KBr kemudian dicetak dan dipadatkan sehingga
berbentuk pelet yang tipis, selanjutnya diukur serapannya pada bilangan gelombang
600-4000 cm-1.
Senyawa Kimia
Identifikasi senyawa kimia serbuk glulam sebelum dan sesudah diasapi
dilakukan dengan menggunakan kromatografi GCMS dengan gas helium (He)
sebagai fasa gerak. Sampel berbentuk serbuk sebanyak 10 mg dimasukkan kedalam
kuvet (sel) dan selanjutnya kuvet dimasukkan kedalam GCMS yang dipanaskan
dengan menggunakan suhu terprogram (suhu analisa) yang secara bertahap
meningkat dari 100-250 oC.

Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah Rancangan Acak Blok dalam 2 × 4
faktorial. Adapun blok adalah jenis kayu (J) yang terdiri atas 5 taraf yaitu sengon
(J1), manii (J2), mangium (J3), sengon-mangium (J4) dan manii-mangium (J5).
Faktor jumlah lapisan (L) terdiri atas 3-lapis (L1), 5-lapis (L2). Faktor metode
pengawetan glulam (P) terdiri atas 4 taraf yaitu tanpa pengawet (P1), imidacloprid
(P2), pengasapan 1/2 bulan (P3), pengasapan 1 bulan (P4)
Model linier aditif dari rancangan ini menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2002) adalah:
Yijk = µ + Li + Pj + (LP)ij + Jk + єijk

10
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan faktor jumlah lapisan ke-i, metode pengawetan
ke-j dan blok ke-k
µ
: Nilai rata-rata populasi
Li
: Pengaruh taraf ke-i dari faktor jumlah lapisan
Pj
: Pengaruh taraf ke-j dari faktor metode pengawetan
(LP)ij: Pengaruh interaksi dari jumlah lapisan dan metode pengawetan
Jk : Pengaruh blok dari jenis ke-k
εijk : Galat percobaan
Apabila hasilnya beda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan uji Tukey.

11

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawetan Glulam
Pengasapan
Proses pengasapan dilakukan dengan menggunakan YSH wood smoke kiln.
Prinsip kerja alat ini adalah mengalirkan asap dari hasil proses pengarangan ke
dalam tempat penyimpanan sampel. Alat ini terdiri dari dua drum yang fungsinya
berbeda, drum pertama berfungsi sebagai tungku (drum kiln) untuk tempat
pengarangan kayu dan drum kedua berisi ijuk dan pasir yang berfungsi sebagai
peredam panas dan penyaringan asap agar terbebas dari tar. Proses pengasapan
glulam dilakukan selama satu bulan yang menghabiskan kayu bakar mangium
sebanyak 667 kg dan kadar air kayu 19%. Proses pengasapan terhadap glulam
dilakukan dalam dua periode waktu yaitu 15 hari dan 30 hari. Selama proses
pengasapan, sampel glulam di balik posisinya setiap pertengahan periode agar
proses pengasapan merata pada permukaan sampel terutama pada bagian
permukaan yang lebar. Arah pergerakan asap pada alat YSH wood smoke kiln adalah
dari atas ruang peletakan sampel, sehingga bagian yang terkena asap adalah bagian
atas sampel.

Gambar 7 YSH Wood Smoke Kiln
Suhu proses pengasapan pada ruangan tempat sampel berkisar antara 24 oC
sampai 33 oC. Dengan kondisi tersebut maka sampel glulam tidak terpengaruh oleh
suhu akibat proses pengarangan kayu yang biasanya menimbulkan panas.

12

Penambahan berat (%)

25
20
15
10

15 hari

5

30 hari
0

Jenis
Gambar 8 Persentase penambahan berat glulam setelah diasapi
Gambar 8 menunjukkan penambahan berat sampel setelah dilakukan
pengasapan selama 15 hari dan 30 hari. Rata-rata penambahan berat sampel pada
pengasapan 15 hari sebesar 9% dan pengasapan 30 hari sebesar 20%. Hasil analisis
sidik ragam menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi penambahan berat
pada sampel yang diasapi adalah periode pengasapan, sedangkan jenis dan interaksi
kedua faktor tersebut tidak berbengaruh. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa
penambahan berat pada pengasapan 30 hari berbeda dengan pengasapan 15 hari.
Penambahan berat sampel mengindikasikan adanya bahan asap yang masuk atau
menempel pada glulam pada saat proses pengasapan. Ukuran partikel asap
berukuran lebih kecil dari 2,5 � sehingga penambahan berat diduga karena adanya
partikel asap yang menempel pada permukaan kayu dan masuk ke dalam lumen
melalui pori-pori kayu yang berukuran 20-400 � (Martawijaya et al. 1989).
Pengawetan Kimia
Retensi adalah banyaknya larutan pengawet yang masuk ke dalam kayu.
Besarnya retensi dapat dinyatakan dalam banyaknya bahan pengawet per meter
kubik kayu. Efektifitas suatu cara pengawetan kayu, baru dapat ditentukan
kemudian berdasarkan umur pakai kayu yang telah diawetkan, tetapi nilai penetrasi
dan retensi dapat dijadikan kriteria untuk menilai kesuksesan proses pengawetan
kayu.
Tabel 2 menunjukkan hasil retensi pengawetan imidacloprid pada glulam.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis glulam dan banyaknya lapisan tidak
berpengaruh pada retensi bahan pengawet.

13
Tabel 2 Retensi imidacloprid pada glulam
No

Jenis

1
2
3
4
5

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-manii
Mangium-sengon

Retensi
(kg/m3)
11
10
10
8
7

Kandungan Senyawa Asap Mangium
Pirolisis adalah salah satu proses pengarangan yang mendekomposisi
material organik tanpa mengandung oksigen. Apabila ada oksigen pada saat proses
pirolisis maka akan ada reaksi dengan material lain yang pada akhirnya akan
menghasilkan abu. Pada proses pirolisis terhadap kayu, lignin terdegradasi sebagai
akibat kenaikan suhu sehingga dihasilkan senyawa-senyawa karakteristik sesuai
dengan jenis kayu. Proses pirolisis berlangsung dalam dua tahapan yaitu pirolisis
primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer terdiri dari proses cepat yang terjadi
pada suhu 50 oC sampai 300 °C, dan proses lambat pada suhu 300 sampai 400 °C.
Proses pirolisis primer cepat menghasilkan arang, berbagai gas, dan H2O.
Sedangkan proses lambat menghasilkan arang, H2O, CO, dan CO2. Pirolisis
sekunder merupakan proses pirolisis yang berlangsung pada suhu lebih dari 600°C
dan terjadi pada gas– gas hasil, serta menghasilkan CO, H2, dan hidrokarbon (Pari
2004).
Asap hasil pengarangan yang dialirkan ke tempat sampel diidentifikasi untuk
mengetahui kandungan senyawa yang ada di dalamnya. Hasil identifikasi senyawa
kimia asap cair mangium dengan menggunakan alat uji GCMS ditunjukkan pada
Tabel 3. Hasil spektra kromatografi gas asap cair mangium hasil pirolisis pada suhu
400 ℃ terlihat adanya 13 puncak yang mengindikasikan ada 13 senyawa yang
terkandung di dalamnya.
Senyawa penyusun asap cair mangium terdiri dari beberapa senyawa asam,
karbonil dan fenol. Konsentrasi komponen senyawa kimia yang tertinggi
didominasi oleh Acetic acid (CAS) Ethylicacid (32.06%), Cyclobutanol (CAS)
Cyclobutyl hydroxide (30.82%), fenol (12.01%) dan kelompok polyciclic aromatic
hydrocarbon (PAHs) lainnya. Asam asetat merupakan komponen terbesar dalam
asap cair mangium yang bersifat asam dengan PH berkisar 3 sampai 6. Proses
pirolisis telah menyebabkan terjadinya degradasi terhadap hemiselullosa. Pada saat
terjadi degradasi terhadap hemisellulosa diawali dengan dilepaskannya asam asetat
dan pembentukannya makin cepat dengan konsentrasi yang meningkat pada
pemanasan 150 oC (Sunqvis 2004). Pembentukan asam asetat tersebut 40% sampai
60% berasal dari o-acetyl yang dirubah menjadi asam asetat (Garrote et al. 2001).

14
Tabel 3 Kandungan senyawa asap cair kayu mangium
No

R. Time

Nama senyawa

1
2
3
4
5

5.25
3.165
3.067
13.95
18.324

6
7
8

13.782
18.517
16.583

9

13.575

10
11

14.928
15.426

12
13

15.767
3.728

Acetic acid(CAS)Etyhlicacid
Cyclobutanol (CAS) Cyclobutyl hydroxide
Trideuteroacetonitrile
Phenol,4-methyl-(CAS)p-Cresol
1,6-Anhydro-Beta-DGlucopyranose(Levoglucosan)
Phenol,2-methoxy-(CAS)Guaiacol
1-Acetoxy-Cyclopenten-3-ONE
Phenol,2,6-dimetoxy-(CAS)2,6Dimethoxyphenol
2H-Pyran-2-one,tetrahydro-(CAS)5Valerolactone
2-Methoxy-4-methylphenol
2-Propenoicacid, 2 methyl, ethylester (CAS)
Ethylmethacrylate
2,5-Dimetoxytoluene
Acetic acid,methylester(CAS)Methylacetate

Konsentrasi
(%)
32.06
30.82
8.78
4.86
3.99
3.92
3.60
3.23
2.58
2.04
1.71
1.47
0.93

Kelompok senyawa yang terkandung di dalam asap mangium diduga
berperan aktif dalam meningkatkan resistensi glulam terhadap serangan rayap
tanah. Oramahi et al. (2014) yang menyebutkan bahwa kelompok senyawasenyawa alkohol, fenol, asam dan keton yang terkandung di dalam asap cair dari
kayu laban mampu meningkatkan mortalitas pada pengujian kayu laban dari
serangan rayap tanah. Kandungan senyawa asap cair terdiri dari senyawa PAHs
lainnya seperti 2H-Pyran-2-one,tetrahydro-(CAS)5, Valerolactone; 1,6-AnhydroBeta-D-Glucopyranose (Levoglucosan); dan 1-Acetoxy Cyclopenten-3-ONE. PAHs
berasal dari beberapa proses seperti hasil proses pembakaran yang tidak sempurna
atau hasil pirolisis material organik pada saat proses pengarangan yang bersifat
karsinogenik (Fang et al. 2002) dan menyebabkan kerusakan permanen bagi
organisme hidup (Ong et al. 2007) .

Pengujian Ketahanan Glulam terhadap Rayap Tanah
Pada penelitian ini digunakan dua standar pengujian ketahanan glulam
terhadap serangan rayap tanah, yaitu standar JIS dan standar SNI. Indikator yang
digunakan untuk menguji ketahanan glulam terhadap serangan rayap tanah adalah
mortalitas rayap, persentase kehilangan berat sampel dan feeding rate rayap. Nilai
mortalitas ditentukan berdasarkan jumlah rayap yang mati selama proses
pengumpanan contoh uji. Semakin banyak rayap yang mati, maka semakin tinggi
mortalitas yang menunjukkan juga bahwa bahan pengawet semakin baik. Parameter
kedua yang digunakan dalam pengujian sifat anti rayap adaIah laju konsumsi rayap
tanah yang menunjukkan besarnya kehilangan berat kertas uji selulosa setelah

15
diumpankan selama periode pengujian. Semakin tinggi persentase kehilangan berat
sampel mengindikasikan semakin rendah sifat anti rayap dari bahan pengawet.
Feeding rate rayap menunjukkan banyaknya sampel yang dimakan oleh tiap rayap
per hari (Arinana et al. 2012).
Pengujian Laboratorium Standar JIS
Hasil pengujian glulam terhadap rayap tanah dengan menggunakan standar
JIS ditunjukkan dengan parameter mortalitas, persentase kehilangan berat sampel
dan feeding rate.
Tabel 4 Mortalitas (%) rayap pada pengujian JIS
Jenis

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata
Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

Metode pengawetan
Tanpa
Pengasapan Pengasapan Imidacloprid
pengawet
15 hari
30 hari
3-lapis
83(9)
100(1)
100(0)
100(0)
90(9)
100(1)
97(6)
100(0)
95(1)
97(5)
100(0)
100(0)
76(27)
100(1)
100(0)
100(0)
86(4)
100(0)
100(0)
100(0)
86
99
99
100
5-lapis
84(15)
100(0)
99,4(0)
100(0)
74(31)
100(1)
97(2)
100(0)
78(29)
100(0)
100(0)
100(0)
93(8)
100(0)
100(0)
100(0)
81(21)
100(0)
100(0)
100(0)
84
100
99
100

Ket : data terdiri dari rataan (standar deviasi)

Tabel 4 menunjukkan bahwa mortalitas rayap dengan perlakuan yang berbeda
memberikan hasil yang berbeda-beda, mortalitas glulam dengan bahan pengawet
(pengasapan dan imidacloprid) nilainya antara 98% dan 100% yang
mengindikasikan bahwa hampir semua rayap yang digunakan dalam pengujian
mati. Nilai tersebut 15.5% lebih tinggi dibandingkan dengan mortalitas pada glulam
tanpa pengawet yang nilainya 85%. Mortalitas pada glulam tanpa pengawet
tergolong tinggi, hal ini diduga karena perekat yang digunakan pada pembuatan
glulam mampu meningkatkan resistensi terhadap serangan rayap tanah (Santoso
dan Jasni 2003) sehingga banyak rayap yang mati. Hal ini juga sejalan dengan
Hakim et al. (2011) yang melaporkan bahwa pembuatan produk komposit dengan
menggunakan perekat isosianat meningkatkan mortalitas rayap.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kehilangan berat sampel yang paling besar
terjadi pada glulam tanpa pengawet 26.86%, sedangkan kehilangan berat glulam
dengan pengasapan 15 hari, 30 hari dan pengawetan imidacloprid secara berturutturut adalah 3.06%; 3.11%; dan 0.62%.

16
Tabel 5 Persentase kehilangan berat (%) pada pengujian JIS
Jenis

Tanpa
pengawet

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

18.58(14.27)
19.87(7.67)
18.85(3.49)
18.02(2.3)
37.74(5.34)
22.61

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

73.7(50.5)
21.27(0.92)
14.74(0.79)
25.66(7.17)
20.17(7.64)
31.11

Metode pengawetan
Pengasapan Pengasapan Imidacloprid
15 hari
30 hari
3-lapis
3.48(1.21)
2.73(1.48)
0.39(0.18)
3.94(0.44)
2.91(0.2)
1.09(0.48)
4.23(1.01)
2.32(0.92)
0.91(0.74)
2.93(0.38)
2.99(0.14)
0.58(0.47)
2.66(0.85)
2.78(0.62)
0.38(0.06)
3.45
2.75
0.67
5-lapis
2.94(1.59)
3.94(0.65)
0.61(0.05)
2.91(1.39)
3.29(0.7)
0.99(0.99)
2.86(0.83)
3.01(0.89)
0.55(0.41)
2.19(1.11)
4(1.02)
0.28(0.09)
2.51(0.22)
3.13(0.7)
0.51(0.22)
2.68
3.47
0.59

Ket : data terdiri dari rataan (standar deviasi)

Feeding rate rayap pada pengujian rayap dengan standar JIS ditunjukkan
pada Tabel 6. Glulam tanpa pengawet mempunyai rata-rata feeding rate tertinggi
243.5 µg/rayap/hari dan yang terendah pada glulam yang diawetkan dengan
imidacloprid 2 µg/rayap/hari. Rata-rata feeding rate untuk glulam yang diasapi
selama 30 hari nilainya 8.13 µg/rayap/hari, sedangkan glulam yang diasapi selama
15 hari 8 µg/rayap/hari).
Tabel 6 Feeding rate (μg/ekor/hari) pada pengujian JIS
Jenis

Tanpa
pengawet

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

116(79)
189(117)
219(70)
163(53)
375(70)
212

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

508(341)
226(26)
175(15)
240(91)
227(104)
275

Metode pengawetan
Pengasapan Pengasapan Imidacloprid
15 hari
30 hari
3-lapis
6(2)
5(3)
1(0)
11(1)
7(1)
3(2)
14(3)
7(4)
3(2)
8(1)
8(0)
2(1)
7(2)
7(1)
1(0)
9
7
2
5-lapis
6(4)
9(4)
1(0)
9(3)
9(1)
3(3)
10(3)
9(2)
2(1)
6(3)
9(6)
1(0)
8(1)
10(3)
2(1)
8
9
2

17
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang ditunjukkan pada Tabel 7
menunjukkan bahwa semua indikator serangan rayap tanah (mortalitas, kehilangan
berat, feeding rate) hanya dipengaruhi oleh metode pengawetan glulam, sedangkan
jumlah lapisan, interaksi kedua faktor, dan jenis sebagai kelompok tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap ketiga indikator
Tabel 7 Hasil analisis sidik ragam pengujian JIS
Indikator
Mortalitas
Kehilangan Berat
Feeding rate

Metode
pengawetan
(A)
*
*
*

Jumlah
lapisan (B)

Interaksi
(AB)

Jenis
(blok)

NS
NS
NS

NS
NS
NS

NS
NS
NS

Signifikant (P < 0.01), NS: Non Significant

Hasil uji lanjut Tukey terhadap faktor metode pengawetan glulam terhadap
ketiga indikator ditunjukkan pada Tabel 8. Mortalitas rayap pada glulam tanpa
pengawet berbeda dengan mortalitas glulam yang diawetkan, sedangkan glulam
yang diawetkan imidacloprid nilainya tidak berbeda dengan glulam yang diasapi
selama 15 hari dan 30 hari. Persentase kehilangan berat sampel menunjukkan
bahwa kehilangan berat sampel glulam tanpa pengawet berbeda dengan glulam
yang diawetkan, sedangkan kehilangan berat pada glulam yang diawetkan
imidacloprid nilainya sama dengan glulam yang diasapi. Feeding rate pada glulam
tanpa pengawet berbeda dengan glulam yang diawetkan, sedangkan feeding rate
glulam yang diawetkan imidacloprid nilainya sama dengan glulam yang diasapi.
Tabel 8 Uji lanjut Tukey terhadap faktor metode pengawetan pada pengujian JIS
Metode pengawetan

Mortalitas (%)

Tanpa pengawet
Pengasapan 15 hari
Pengasapan 30 hari
Imidacloprid

85a
100b
90b
100b

Kehilangan berat
(%)
26,86a
3,06b
3,11b
0,62b

Feeding rate
(μg/ekor/hari)
244a
9b
8b
2b

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5%.

Pengujian laboratorium standar SNI
Hasil pengujian laboratorium terhadap sampel glulam selama 4 minggu
dengan menggunakan standar SNI ditunjukkan dengan parameter mortalitas,
persentase kehilangan berat sampel dan feeding rate.

18
Tabel 9 Mortalitas (%) rayap pada pengujian SNI
Jenis

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata
Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

Metode pengawetan
Tanpa
Pengasapan Pengasapan Imidacloprid
pengawet
15 hari
30 hari
3-lapis
82(8)
98(2)
97(5)
100(0)
99(1)
97(6)
97(6)
100(0)
87(6)
87(2)
89(10)
100(0)
88(11)
96(7)
93(8)
100(0)
85(13)
99(1)
92(6)
100(0)
88
95
94
100
5-lapis
86(16)
98(4)
95(5)
100(0)
78(19)
100(1)
95(9)
100(0)
83(16)
98(3)
93(7)
100(0)
92(7)
99(2)
99(2)
100(0)
94(7)
95(6)
97(6)
100(0)
87
98
96
100

Ket : data terdiri dari rataan (standar deviasi)

Nilai mortalitas ditentukan berdasarkan jumlah rayap yang mati selama
proses pengumpanan contoh uji. Tabel 9 menunjukkan bahwa mortalitas perlakuan
dengan menggunakan standar SNI memberikan nilai yang berbeda-beda. Mortalitas
tertinggi terjadi pada glulam yang diawetkan dengan imidacloprid (100%) yang
mengindikasikan bahwa semua rayap mati, sedangkan glulam dengan pengasapan
nilainya 95% - 96.5% dan terendah pada glulam tanpa pengawet yaitu 87.5% .
Tabel 10 Persentase kehilangan berat (%) pada pengujian SNI
Jenis

Tanpa
pengawet

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

21.97(8.57)
36.1(24.3)
6.06(3.52)
8.33(5.57)
15(5.62)
17.49

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon

52.6(29)
11.57(3.24)
4.16(2.41)
21.78(16.06)

Metode pengawetan
Pengasapan Pengasapan Imidacloprid
15 hari
30 hari
3-lapis
5.32(3.05)
10.13(0.83) 4.61(0.96)
9(2.98)
6.59(2.61)
5.02(3.86)
5.73(1.63)
1.95(0.45)
2.63(0.98)
7.83(2.22)
5.98(2.37)
2.21(0.18)
8.33(0.49)
8.64(0.61)
3.55(2.1)
7.242
6.658
3.60
5-lapis
9.38(1.89)
7.88(0.76)
7.33(2.03)
5.03(5.82)
7.09(0.63)
6.77(2.99)
5.45(2.16)
4.75(1.96)
1.96(0.36)
5.39(1.02)
5.31(3.28)
5.73(3.28)

Mangium-manii
Rata-rata

11.51(8.56)
20.32

7.96(1.78)
6.64

5(1.36)
6.00

3.17(2.06)
4.99

19
Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan berat sampel
setelah pengujian paling besar terjadi pada glulam tanpa pengawet 18.9%,
sedangkan rata-rata kehilangan berat glulam dengan pengasapan 15 hari,
pengasapan 30 hari dan pengawetan imidacloprid secara berurut-turut adalah
6.94%; 6.33%; dan 4.3%. Kehilangan berat berdasarkan jenis menunjukkan bahwa
kehilangan berat terbesar terjadi pada glulam tanpa pengawet sengon 37.29% dan
yang terkecil pada glulam mangium 5.11%. sedangkan untuk glulam manii,
mangium-sengon dan mangium-manii secara berurutan adalah 23.84%, 15.06% dan
13.26%.
Tabel 11 Feeding rate (μg/ekor/hari) pada pengujian SNI
Jenis

Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata
Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

Metode pengawetan
Tanpa
Pengasapan Pengasapan Imidacloprid
pengawet
15 hari
30 hari
3-lapis
32(14)
17(12)
37(9)
14(4)
82(56)
44(20)
33(14)
28(22)
18(11)
29(9)
11(3)
14(4)
20(14)
36(8)
29(11)
10(2)
36(10)
48(5)
44(2)
18(11)
38
35
31
17
5-lapis
111(85)
33(12)
33(4)
26(9)
31(6)
28(31)
38(5)
37(16)
13(7)
37(18)
28(10)
13(1)
52(42)
26(4)
21(11)
25(13)
31(22)
42(11)
27(8)
15(10)
48
33
29
23

Ket : data terdiri dari rataan (standar deviasi)

Tabel 11 menunjukkan feeding rate rayap pada pengujian SNI, feeding rate
terendah pada pengawetan dengan imidacloprid, kemudian diikuti oleh pengaspan
30 hari, pengasapan 15 hari dan tanpa pengawet. Trend kenaikan feeding rate juga
terjadi pada glulam yang terbuat dari 3-lapis dan 5-lapis, terutama jika dilihat dari
glulam yang diawetkan dengan imidacloprid, pengasapan 15 hari, pengasapan 30
hari, dan glulam tanpa pengawet.
Tabel 12 Hasil analisis sidik ragam pengujian SNI
Indikator
Mortalitas
Kehilangan Berat
Feeding rate
a

Metode
pengawetan
(A)
*
*
*

Jumlah
lapisan (B)

Interaksi
(AB)

Jenis
(blok)

NS
NS
NS

NS
NS
NS

NS
*
NS

huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda

20
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang ditunjukkan pada Tabel 12
menunjukkan bahwa semua indikator serangan rayap tanah (mortalitas, kehilangan
berat, feeding rate) hanya dipengaruhi oleh metode pengawetan glulam, sedangkan
jumlah lapisan dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap ketiga indikator. Sedangkan jenis sebagai faktor blok hanya berpengaruh
secara signifikan pada kehilangan berat sampel. Hal tersebut diduga karena glulam
yang terbuat dari jenis yang sama atau kombinasi dua jenis kayu memiliki densitas
yang berbeda-beda (Komariah et al. 2015) sehingga mempengaruhi kehilangan
berat. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Hermawan (2012) dan Hadi et al.
(2015).
Tabel 13 Uji lanjut Tukey faktor metode pengawetan pada pengujian SNI
Metode pengawetan
Tanpa pengawet
Pengasapan 15 hari
Pengasapan 30 hari
Imidacloprid

Mortalitas
(%)
87a
97bc
95b
100c

Kehilangan berat
(%)
18.90a
6.94b
6.33b
4.30b

Feeding rate
(μg/ekor/hari)
87.42a
33.92ab
29.89ab
19.87b

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Hasil uji lanjut Tukey terhadap faktor metode pengawetan glulam terhadap
ketiga indikator ditunjukkan pada Tabel 13. Mortalitas rayap pada glulam tanpa
pengawet berbeda dengan mortalitas glulam yang diawetkan, sedangkan glulam
yang diawetkan imidacloprid nilainya tidak berbeda dengan glulam yang diasapi
selama 15 hari, mortalitas glulam yang diasapi 15 hari tidak berbeda dengan 30 hari.
Persentase kehilangan berat menunjukkan bahwa kehilangan berat sampel glulam
tanpa pengawet berbeda dengan glulam yang diawetkan, sedangkan kehilangan
berat pada glulam yang diawetkan imidacloprid nilainya sama dengan glulam yang
diasapi. Feeding rate pada glulam tanpa pengawet berbeda dengan glulam yang
diasapi 30 hari dan glulam dengan imidacloprid, sedangkan feeding rate glulam
yang diawetkan imidacloprid nilainya sama dengan glulam yang diasapi 30 hari.
Hasil pengujian glulam terhadap serangan rayap tanah pada pengujian JIS dan
SNI memberikan hasil yang hampir sama. Faktor yang berpengaruh terhadap
mortalitas, kehilangan berat sampel dan feeding rate adalah metode pengawetan.
Mortalitas glulam yang diasapi nilainya lebih besar dibandingkan dengan glulam
tanpa pengawet, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hadi et al. (2010a,
2010b, 2012) yang menyebutkan bahwa mortalitas rayap kayu yang diasapi lebih
besar dibandingkan dengan kayu tanpa pengawet. Bahan asap mampu memberikan
efek toksik seperti imidacloprid yang sudah tebukti membunuh rayap tanah (Majid
et al. 2007)
Kehilangan berat sampel glulam yang diasapi lebih rendah dibandingkan
dengan glulam tanpa pengawet, hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Hadi et
al. (2010a, 2010b, 2012). Pengasapan telah mempengaruhi perilaku makan rayap
yang ditunjukkan dengan kehilangan berat sampel. Bahan asap diduga termasuk ke
dalam golongan non-repellen sehingga glulam yang telah diasapi masih dimakan
oleh rayap (Richardson 1993).

21
Berdasarkan hasil pengujian ketahanan glulam terhadap serangan rayap tanah
berdasarkan pengujian JIS dan SNI menunjukkan bahwa mortalitas, kehilangan
berat sampel dan feeding rate rayap pada glulam tanpa pengawet nilainya berbeda
dengan glulam yang diawetkan (pengasapan dan imidacloprid). Nilai ketiga
indikator pada glulam yang diasapi sama dengan glulam yang diawetkan dengan
imidacloprid, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pengasapan terhadap glulam
telah meningkatkan resistensi glulam terhadap serangan rayap tanah yang
diindikasikan dengan mortalitas rayap yang tinggi, kehilangan berat sampel yang
rendah, dan feeding rate yang rendah. Asap mangium yang didominasi oleh
senyawa asam asetat, cyclobutanol, senyawa phenolic dan Senyawa PAHs yang
lain telah meningkatkan keawetan glulam terhadap serangan rayap tanah.
Pengaruh pengasapan tersebut juga terlihat pada Tabel 14 tentang klasifikasi
keawetan glulam berdasarkan persentase kehilangan berat sampel pada pengujian
SNI.
Tabel 14 Klasifikasi kelas keawetan glulam berdasarkan standar SNI
Jenis
Sengon
Manii
Mangium
Mangium-sengon
Mangium-manii
Rata-rata

Tanpa
pengawet
37.29(V)
23.84(V)
5.11(II)
15.06(IV)
13.26(IV)
20.32(V)

Metode pengawetan
Pengasapan
Pengasapan
15 hari
30 hari
7.35(III)
9.01(III)
7.02(III)
6.84(II)
5.59(II)
3.35(I)
6.61(II)
5.65(II)
8.15(III)
6.82(II)
6.64(II)
6.01(II)

Imidacloprid
5.97(II)
5.9(II)
2.3(I )
3.97(II)
3.36(II)
4.99(II)

Kelas keawetan alami kayu sengon, manii dan mangium yang digunakan
dalam penelitian ini mempunyai kelas keawetan V yang artinya keawetan kayu
tersebut sangat buruk terhadap serangan rayap tanah. Secara umum pengawetan
terhadap glulam dapat meningkatkan kelas keawetan glulam. Metode pengawetan
yang terdiri dari pengawet imidacloprid, pengasapan 15 hari dan pengasapan 30
hari mampu meningkatkan glulam dari kelas V menjadi kelas II. Dengan
peningkatan kelas keawetan glulam tersebut menunjukkan adanya pengaruh asap
mangium terhadap glulam sehingga meningkatkan resistensi glulam terhadap
serangan rayap tanah.
Analisa Pengasapan
Derajat Kristalinitas
Struktur kimia kayu terdiri dari sel