Pengaruh Tiga Jenis Pakan Terhadap Biologi Perkembangan Ostrinia F Urnacalis G Uenée (Lepidoptera: Crambidae)

PENGARUH TIGA JENIS PAKAN TERHADAP BIOLOGI
PERKEMBANGAN Ostrinia furnacalis Guenée
(LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)

AMALIATUS SHALIHAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Tiga Jenis
Pakan terhadap Biologi Perkembangan Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera:
Crambidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Amaliatus Shalihah
NIM A34110007

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK

AMALIATUS SHALIHAH. Pengaruh Tiga Jenis Pakan terhadap Biologi
Perkembangan Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae). Dibimbing
oleh TEGUH SANTOSO.
Perbanyakan massal serangga di laboratorium untuk keperluan penelitian
juga diupayakan menggunakaan pakan berbiaya murah. Penelitian bertujuan
mempelajari pengaruh pakan jagung semi, daun jagung muda, dan pada pakan
meridik termodifikasi terhadap atribut biologi Ostrinia furnacalis yang meliputi

siklus hidup, stadia larva dan pupa, keperidian serta lama hidup imago. Dengan
pakan meridik perkembangan larva instar I, II, III, IV dan V berturut-turut
berlangsung selama 3.4 hari, 3.9 hari, 5 hari, 6 hari, dan 10.6 hari. Pada pakan
daun jagung muda perkembangan larva tidak sempurna karena larva hanya bisa
bertahan hidup sampai instar IV. Larva instar I berlangsung selama 3.3 hari, larva
instar II 5.3 hari, larva instar III 11.8 hari,dan larva instar IV 14.5 hari; stadia
larva III dan IV lebih lama dibandingkan dengan menggunakan pakan meridik
dan jagung semi. Pupa jantan maupun betina, yang dibiakkan dengan jagung semi
lebih berat jika dibandingkan dengan pupa pada pakan meridik. Pada pakan
meridik, stadia pupa dan imago berlangsung berturut-turut selama 6.4 dan 7.6
hari. Serangga yang diberi pakan meridik meletakkan telur lebih sedikit (26.24
telur/betina) dibandingkan dengan serangga pada pakan jagung semi (88.78
telur/betina). Penelitian menunjukkan bahwa tanaman jagung muda tidak dapat
digunakan untuk pembiakan, demikian juga pakan meridik yang dicoba belum
memberikan tingkat keberhasilan hidup serangga yang tinggi.
Kata kunci: berat pupa, daun jagung muda, jagung semi, keperidian, meridik,
stadia

ABSTRACT


AMALIATUS SHALIHAH. The Effect of Three Different Diets for
Developmental Biology of Ostrinia furnacalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae).
Guided by TEGUH SANTOSO.
Low cost diets usually prefered in insect mass rearing for biological study
purposes. Different diets of Ostrinia furnacalis (corn seedling, young corn cob,
modified meridic diet) were studied to evaluate their effect on life cycle, larval
and pupal stadia, fecundity and longevity of moth. On meridic diet, larvae instar I,
II, III, IV and V developed in 3.4, 3.9, 5.0, 6.0 and 10.6 days respectively. On
corn seedling, the stadia of instar I was 3.3 days, instar II 5.3 days, instar III 11.8
days, and instar IV 14.5 days; with this diet larva failed to develop further.
Besides, the stadia of instar III and IV on corn seedling were prololonged as
compared with which on young cob and meridic diet. The weight of both male
and female pupa reared on meridic diet was lighter than that reared on young cob.
On meridic diet, pupal and adult stadia lasted during 6.4 and 7.6 days,
respectively. When fed with meridic diet, female laid less egg (26.2 eggs/female)
than that fed with young cob (88.8 eggs/female). The research showed that the
corn seedling was not suitable diet for mass rearing of O. furnacalis; similarly the
survival of larvae decreased on tested meridic diet.
Keywords: corn cob, fecundity, meridic, pupal weight, seedling, stadia


©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantukan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PENGARUH TIGA JENIS PAKAN TERHADAP BIOLOGI
PERKEMBANGAN Ostrinia furnacalis Guenée
(LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)

AMALIATUS SHALIHAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA

BarakaAllaah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allaah SWT
yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Pengaruh Tiga Jenis Pakan terhadap
Biologi Perkembangan Ostrinia furncalis Guenée (Lepidoptera: Crambidae)”,
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dibiayai sepenuhnya oleh Beasiswa Direktoral Jendral Pendidikan
Tinggi Bidik Misi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Teguh Santoso, DEA selaku
dosen pembimbing skripsi yang banyak memberi bimbingan, motivasi, saran,
materi, waktu, dan hal lainnya. Dr Ir Supramana, MSi selaku dosen penguji tamu
yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi.
Seluruh Staff Departemen Proteksi Tanaman IPB baik dosen pengajar, laboran,
petugas teknis, dan yang lainnya. Keluarga tercinta Ummah, Aba, Kakak, Adik,
beserta keluarga yang lainnya untuk kasih sayang, doa, serta dukungan yang
selalu diberikan. Special thanks untuk mas Very Firmansyah atas dukungan,
semangat, dan kasih sayang yang diberikan selama perjuangan tugas akhir ini.
Teman-teman Laboratorium Patologi Serangga (Amelia Widiastuti, kak Susi, kak
Umami, Ferdika Mirasanti Sutadji, kak Agung, kak Ifa, kak Humay, Kiki, ibu
Silvi) atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama penulis melakukan
penelitian. Teman-teman seperjuangan angkatan 48 Ratih Suryaningrum, Iyun,
Siti Rohmah, Dina Agustin, dan teman-teman di Departemen Proteksi Tanaman,
serta pihak lain yang turut membantu dalam pelaksanaan tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Amaliatus Shalihah


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Penelitian
Serangga Uji
Metode Penelitian
Pembuatan Pakan Meridik
Pemeliharaan Serangga Uji
Pakan alami jagung semi
Pakan daun tanaman jagung muda (bibit jagung)
Pakan meridik
Pengamatan Telur, Larva, dan Pupa

Pengamatan Imago
Pengolahan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus Hidup O. furnacalis pada Pakan Alami dan Meridik
Telur
Larva
Pupa
Imago
Berat pupa
Atribut Biologi Imago O. furnacalis
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii

1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
5
6
6
7
8
8
8

8
10
11
13
15
16
16
16
17
19
24

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5


Komposisi pakan meridik yang digunakan dalam penelitian
Perkembangan stadia larva O. furnacalis pada pakan alami jagung semi
Perkembangan stadia larva O. furnacalis pada pakan daun jagung muda
Perkembangan stadia larva O. furnacalis pada pakan meridik
Berat pupa jantan dan betina O. furnacalis pada pakan alami jagung
semi dan meridik
6 Keperidian imago O. furnacalis pada pakan alami jagung semi dan
meridik

4
6
10
10
13
13

DAFTAR GAMBAR

1 Pemeliharaan larva pada pakan alami jagung semi pada pengamatan
nisbah kelamin dalam baki
2 Pemeliharaan larva pada pakan daun jagung muda
3 Pemeliharaan larva pada pakan meridik
4 Tempat pemeliharaan imago (a) dan pupa (b) O. furnacalis
5 Tahapan perkembangan telur O. furnacalis
6 Larva instar terakhir O. furnacalis
7 Perbedaan pupa O. furnacalis berdasarkan ukuran dan abdomen
terakhir
8 Perbedaan imago jantan dan betina O. furnacalis
9 Tahap perkembangan larva O. furnacalis pada pakan alami dan buatan
10 Sebaran berat pupa betina O. furnacalis pada pakan alami jagung semi
(A) dan pakan meridik (B)
11 Sebaran berat pupa jantan O. furnacalis pada pakan alami jagung semi
dan pakan meridik

4
5
5
6
8
10

11
12
13
14
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4

Keperidian imago O. furnacalis pada pakan alami jagung semi
Keperidian imago O. furnacalis pada pakan meridik

20
20

Hasil uji T pengaruh jenis pakan terhadap jumlah kelompok telur
O. furnacalis dengan aplikasi SAS

20

Hasil uji T pengaruh jenis pakan terhadap jumlah butir telur O.
furnacalis dengan aplikasi SAS

22

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Di Indonesia, jagung merupakan tanaman serealia sebagai sumber
karbohidrat dan protein kedua setelah beras. Jagung juga dimanfaatkan sebagai
pakan ternak, bahan baku industri, dan rumah tangga (Ditjen BPTP 2002).
Menurut Park (2001), selain untuk pangan dan pakan ternak, jagung juga dapat
digunakan untuk kompos, tepung, bahan baku industri, minyak, pulp, kertas, dan
bahan bakar.
Perkembangan industri pengolahan makanan dan pakan ternak
menyebabkan permintaan jagung bertambah. Permintaan jagung untuk pakan
ternak pada tahun 2015 naik 10% menjadi 16.5 juta ton (BPS 2015). Namun,
kemampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan jagung untuk pakan ternak
hanya sebesar 40% atau 6.6 juta ton dari total permintaan (MAS 2015).
Kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi karena tingkat produktivitas jagung di
Indonesia yang cenderung menurun.
Produktivitas jagung di Indonesia pada tahun 2013 mengalami penurunan
1.12% atau sebesar 0.55 kwintal/hektar dibandingkan dengan tahun 2012 (BPS
2014). Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya hama.
Hama pada tanaman jagung antara lain ulat tanah (Agrotis ipsilon), lalat bibit
(Atherigona sp.), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol
(Helicoverpa armigera), pemakan daun (Spodopterta litura), kutu daun (Aphis sp.),
dan belalang (Locusta sp.) (Subandi 2004). Penggerek batang (Ostrinia furnacalis)
sering menimbulkan kerusakan ekonomi.
O. furnacalis tersebar di wilayah Asia terutama di seluruh Asia tenggara,
Asia Tengah, Asia Timur, dan Australia (Mutuura dan Munroe 1970). Tseng
(1998) dan Chundurwar (1989) melaporkan bahwa O. furnacalis merupakan hama
penting di beberapa Negara Asia sampai ke Australia, Mikronesia, China, Jepang,
Korea, India, Srilanka, dan Taiwan. Menurut Granados (2000), O. furnacalis
merupakan hama penting pada jagung di Philippines, Kamboja, Vietnam, Cina,
Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua New Guinea. Di Sulawesi Selatan hama
penggerek batang merupakan hama penting pada tanaman jagung (Nonci et al.
1996).
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan populasi O. furnacalis
di lapangan, antara lain pengendalian biologi dengan musuh alaminya,
pengendalian kultur teknis, dan kimiawi dengan insektisida. Cara-cara
pengendalian tersebut perlu diuji terlebih dahulu keefektifannya di laboratorium.
Pengujian tersebut memerlukan serangga O. furnacalis sebagai serangga uji.
Serangga O. furnacalis dapat diperoleh dengan perbanyakan secara massal.
Menurut Singh (1982) dan Taneja dan Nwanje (1990), pembiakan massal
serangga memiliki berbagai kegunaan, antara lain mempelajari spesies serangga,
memfasilitasi pengintroduksian suatu spesies, pengujian efikasi insektisida,
manipulasi hormon dan feromon (misalnya untuk perangkap feromon),
pengendalian hayati, pengujian ketahanan tanaman transgenik, rekayasa genetika,
serta pengelolaan resistensi hama melalui pelepasan hama yang rentan terhadap
insektisida.

Perbanyakan massal memerlukan media atau pakan yang sesuai untuk
perkembangan biologinya. Ada dua jenis pakan yang dapat digunakan untuk
membiakkan suatu serangga, yaitu pakan alami dan pakan meridik. Pakan alami
merupakan pakan yang secara alami tersedia di lapangan. Pakan meridik
merupakan pakan yang diramu dari berbagai bahan untuk mengganti pakan alami.
Pakan meridik dibuat untuk memudahkan dalam pembiakan massal serangga di
laboratorium, baik dalam segi efisiensi teknik, tempat, waktu, dan biaya. Menurut
Heryana (2013), penggunaan pakan meridik dalam pembiakan massal O.
furnacalis dapat menghasilkan perkembangan biologi yang cukup baik.
Di laboratorium, pakan alami yang sering digunakan untuk pembiakan
massal O. furnacalis adalah jagung semi (tongkol jagung muda). Di lapangan,
setelah menetas larva muda terlebih dulu makan daun pucuk, sebelum menggerek
batang. Diperkirakan bagian daun jagung muda ini dapat digunakan sebagai
pakan. Daun jagung muda lebih mudah dan murah dibandingkan dengan jagung
semi jika digunakan sebagai pakan untuk pembiakan massal O. furnacalis di
laboratorium. Informasi tentang penggunaan daun jagung muda sebagai pakan
alami untuk membiakan massal O. furnacalis di laboratorium belum pernah
dilaporkan.
Salah satu pakan meridik yang digunakan untuk pembiakan massal O.
furnacalis di laboratorium menggunakan formulasi pakan Gomez et al. (2010).
Modifikasi formulasi tersebut pernah diuji oleh Umami (2015), yaitu mengganti
mata gandum (wheat germ) dengan bekatul (rice germ). Modifikasi dilakukan
dengan memanfaatkan semaksimum mungkin bahan baku lokal sehingga biaya
dapat dihemat. Pakan modifikasi menghasilkan perkembangan O. furnacalis yang
baik; namun penelitiannya baru sampai pada perkembangan pradewasa.
Pemilihan jenis pakan yang digunakan dalam pembiakan massal serangga
sangat berpengaruh terhadap kebugaran serangga yang dibiakkan. Oleh karena itu,
jenis pakan yang digunakan harus dipilih selektif mungkin terutama saat
digunakan untuk mempelajari reproduksi suatu serangga. Informasi mengenai
keefektifan jenis pakan untuk O. furnacalis masih sangat jarang sehingga melalui
penelitian ini, diharapkan mampu memberikan informasi mengenai potensi dari
berbagai macam pakan yang dapat dimanfaatkan dalam mengetahui siklus hidup
hama penggerek batang jagung.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh pemberian pakan daun
jagung muda dan pada pakan meridik termodifikasi terhadap perkembangan
biologi O. furnacalis yang dibandingkan dengan data jagung semi. Atribut biologi
O. furnacalis yang diteliti meliputi siklus hidup, lama perkembangan larva dan
pupa, dan keperidian serta lama hidup imago.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi
tentang kesesuaian jenis pakan untuk pembiakan massal O. furnacalis yang
murah.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan
Februari sampai Juni 2015.

Bahan Penelitian
Serangga Uji
Serangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah O. furnacalis yang
dikoleksi dari tanaman jagung di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian
Bogor. Serangga tersebut dibiakkan massal di laboratorium dengan menggunakan
pakan jagung muda. Larva O. furnacalis dipelihara dalam baki plastik (panjang
19.5 cm x lebar 13 cm x tinggi 5 cm) yang telah dialasi dengan tisu. Jagung muda
dipotong menjadi dua secara membujur sebagai pakan larva. Larva yang telah
berpupa dimasukkan ke dalam wadah plastik (tinggi 10.5 cm x diameter 9 cm)
yang diberi penutup (Gambar 4b). Pupa yang telah menjadi imago dipindahkan ke
kurungan tempat pemeliharaan serangga (panjang 38.5 cm x lebar 31 cm x tinggi
30 cm) yang di atasnya diberi kertas roti dan ditutup dengan busa lembab
(Gambar 4a). Imago diberi makan madu dengan konsentrasi 10% yang diserapkan
pada busa dan diletakkan dalam cawan petri tanpa tutup. Penggantian pakan madu
untuk imago setiap 2 hari sekali. Imago yang berkopulasi akan meletakkan telur
pada kertas roti yang sudah dipasang. Kertas roti yang terdapat telur O. furnacalis
digunting dan dikumpulkan sampai jumlahnya mencukupi untuk perlakuan. Telur
pada kertas yang sudah digunting disimpan di cawan petri dengan diberi alas tisu
lembab.

Metode Penelitian
Pembuatan Pakan Meridik
Pakan meridik yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Gomez et
al. (2010) yang sudah dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah
penggantian choline chloride murni (100%) dengan choline chloride 60% yang
terkandung dalam pakan ternak ayam. Modifikasi lainnya adalah brewer yeast
yang diganti dengan ragi tape lokal sedangkan volume aquades dikurangi dari 700
mL menjadi 500 mL. Penelitian ini juga menggunakan mata gandum lokal sebagai
ganti “wheat germ” yang biasa digunakan Gomez et al. (2010).
Pembutan pakan dilakukan dengan cara aquades dididihkan. Setelah itu,
lembaran agar yang telah direndam dalam air dimasukkan dan diaduk secara
perlahan-lahan sampai larut kemudian didiamkan selama beberapa menit sampai
suhu larutan di bawah 50o C (tidak terlalu panas). Tepung kedelai, tepung jagung,
wheat germ, dan kasein dicampurkan ke dalam satu wadah kemudian diaduk
secara merata dengan menggunakan mixer. Larutan agar segera dimasukkan ke
dalam campuran tepung dan diaduk kembali dengan menggunakan mixer. Saat
campuran tepung dan larutan agar tersebut tercampur dengan baik, sorbic acid,
methyl paraben, ascorbic acid, vitamin E, choline chloride, dan ragi dimasukkan

kemudian diaduk kembali dengan mixer. Pakan dituang ke dalam wadah sebelum
campuran pakan tersebut dingin dan memadat.
Table 1 Komposisi pakan meridik yang digunakan dalam penelitian
Kategori
Nutrisi utama
Antimikrob
Antijamur

Vitamin

Pemadat
Pelarut
*)

Komposisi
Tepung jagung *)
Tepung kedelai *)
Casein
Mata gandum *)
Sorbic acid
Methyl paraben
Ascorbic acid
Vitamin E *)
Vitamin kompleks *)
Choline Chloride (teknis)
Ragi *)
Agar-agar *)
Aquades *)

Takaran
96 g
50 g
2g
2g
1.25 g
2g
4g
0.5
50 IU
2g
40 g
10 g
500 mL

Produk lokal

Pemeliharaan Serangga Uji
Pakan alami jagung semi. Jagung semi dipotong menjadi dua secara
membujur, diletakkan dalam baki plastik yang telah diberi alas kertas tisu
(Gambar 1). Ke dalam baki dimasukkan100 larva O. furnacalis yang baru keluar
dari telur (asal lapangan). Percobaan diulang empat kali. Pemeliharaan massal 100
larva di dalam baki plastik ini dilakukan untuk mempelajari nisbah kelamin dan
keperidian. Ketika larva telah menjadi pupa, pupa dipindahkan ke dalam wadah
plastik lain sampai menjadi imago.

Gambar 1 Pemeliharaan larva dengan pakan alami jagung semi pada pengamatan
nisbah kelamin dalam baki
Pakan daun jagung muda (bibit jagung). Daun jagung muda (bibit
jagung) berumur dua sampai tiga hari dimasukkan ke dalam 4 baki plastik yang
telah dialasi dengan tisu (Gambar 2b). Larva O. furnacalis yang baru keluar dari
telur dimasukkan ke dalam baki tersebut masing-masing sebanyak 100 larva (2
sampai 3 kelompok telur berukuran sedang). Pemeliharaan ini dilakukan untuk

mengetahui nisbah kelamin dan keperidian O. furnacalis dengan pakan daun
jagung muda (bibit jagung). Pemeliharaan O. furnacalis juga dilakukan di cawan
petri ukuran sedang (d=9 cm). Setiap cawan diberi satu pucuk dan satu larva
(Gambar 2a). Larva yang digunakan untuk pengamatan instar sebanyak 40 larva.
Pakan daun jagung muda diganti dan diamati setiap hari. Ketika larva O.
furnacalis telah menjadi pupa, pupa dipindahkan ke dalam wadah plastik. Ke
dalam setiap wadah diletakkan satu pupa.

Gambar 2 Pemeliharaan larva dengan pakan daun jagung muda. Pengamatan
nisbah kelamin dalam baki (a) dan perkembangan larva dalam cawan
petri (b).
Pakan meridik. Pakan meridik dipotong seperti balok memanjang (Gambar
3a). Ke dalam tiap baki diletakkan sebanyak 4 sampai 6 potongan dengan jarak
antar potongan 1.5 cm. Larva O. furnacalis yang baru menetas dimasukkan ke
dalam baki berisi pakan sebanyak 100 larva (berasal 2 sampai 3 kelompok telur
berukuran sedang). Pemeliharaan ini dilakukan untuk mengetahui nisbah kelamin
dan keperidian O. furnacalis. Untuk pengamatan instar, dilakukan pemeliharaan
dalam cawan petri.

Gambar 3 Pemeliharaan larva dalam pakan meridik. Pengamatan nisbah kelamin
dalam baki (a) dan perkembangan larva dalam cawan petri (b).
Larva O. furnacalis yang baru menetas dimasukkan ke dalam cawan petri
kecil (d=6 cm) yang sudah dialasi tisu. Untuk mencegah penyerapan air dalam
pakan oleh tisu, bagian tengah tisu dilubangi. Ke dalam setiap cawan dimasukkan
satu larva O. furnacalis. Setelah itu, pakan dipotong berbentuk dadu (1 cm x 1
cm) dan dimasukkan pada masing-masing cawan (Gambar 3b). Pakan diganti
setiap satu sampai dua hari sekali. Ketika larva O. furnacalis telah menjadi pupa,

pupa dipindahkan ke dalam wadah plastik. Setiap wadah diletakkan satu pupa.
Percobaan diulang 50 kali.
Pengamatan Telur, Larva, dan Pupa
Pengamatan telur dilakukan pada saat warna telur berubah menjadi
kehitaman yang mengindikasikan bakal kepala larva. Banyaknya telur tiap satu
kelompok telur dihitung menggunakan mikroskop stereo dan hand counter.
Pengamatan pada setiap perlakuan jenis pakan dilakukan setiap hari terhadap
perkembangan larva yang ditandai dengan pergantian kulit dan kapsul kepala.
Lama perkembangan setiap instar stadia larva pada pakan alami daun jagung
muda (bibit jagung) dan pakan meridik dibandingkan berdasarkan hasil penelitian
Nonci dan Baco (1991) (Tabel 2). Pengamatan pupa meliputi berat dan jenis
kelamin pupa yang dihasilkan. Stadia pupa dihitung sejak larva menjadi pupa
hingga pupa menjadi imago.
Tabel 2 Perkembangan stadia larva O. furnacalis pada pakan alami jagung semiab
Stadia
Telur
Larva
Instar I
Instar II
Instar III
Instar IV
Instar V
Pupa
Imago

Kisaran stadia (hari)
3-4

Rata-rata (hari)
3.60

3-5
3-5
3-5
3-4
3-7
7-9
2-7

3.30
3.70
3.80
3.40
4.70
8.50
3.50

a

Sumber: Nonci dan Baco (1991)
Suhu 26.60-31.60oC dan kelembapan 71.90-84.50%

b

Pengamatan Imago
Imago yang keluar dari pupa dipelihara dalam kurungan berkasa (Gambar
4a). Imago diberi pakan madu 10% yang diserapkan pada busa dan diletakkan
dalam cawan petri (d= 9 cm) tanpa tutup. Pengamatan imago dilakukan terhadap
jenis kelamin imago, lama hidup, dan produksi telur.

Gambar 4 Tempat pemeliharaan imago (a) dan pupa (b) O. furnacalis

Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft
Excel 2007. Data keperidian dan berat pupa O. furnacalis diolah menggunakan
program SAS 9.1.3 portable untuk memperoleh hasil analisis ragam.
Pembandingan nilai tengah antarperlakuan dilakukan dengan uji Tstudent pada taraf
5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus Hidup O. furnacalis pada Pakan Alami dan Meridik
Telur
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada pakan alami jagung semi telur
O. furnacalis menetas setelah 3 sampai 5 hari sedangkan pada pakan meridik telur
menetas setelah 4 hari. Hal ini sesuai dengan Granados (2000) yang
mengemukakan bahwa telur penggerek batang menetas 3 sampai 5 hari setelah
diletakkan. Pengamatan telur pada pakan daun jagung muda (bibit jagung) tidak
dapat dilakukan karena pada pengamatan siklus hidup perkembangan larva O.
furnacalis hanya sampai instar V dan tidak berhasil menjadi imago.
Telur O. furnacalis diletakkan berkelompok dengan bentuk seperti sisik
ikan. Pada waktu diletakkan telur berwarna bening kemudian berubah menjadi
putih kekuningan pada saat berumur 2 hari (Gambar 5a). Telur berubah menjadi
kehitaman saat akan menetas (Gambar 5b), yaitu umur 3 sampai 4 hari setelah
peletakan telur. Warna hitam tersebut menandakan kepala calon larva. Setelah
menetas, larva instar I langsung aktif bergerak mencari makanan dan
meninggalkan cangkang telurnya (Gambar 5c). Masa inkubasi telur O. furnacalis
dalam penelitian ini berlangsung selama 4 hari.

Gambar 5 Tahapan perkembangan telur O. furnacalis. (a) Telur O. furnacalis
yang baru diletakkan (b) telur yang akan menetas (c) larva instar I
yang baru menetas.
Larva
Perkembangan larva O. furnacalis terdiri atas lima instar dengan lama stadia
yang berbeda-beda. Perubahan setiap instar ditandai dengan adanya proses ganti
kulit dan terlepasnya kapsul kepala. Larva yang baru keluar dari telur tubuhnya
berwana putih bening dengan kepala berwarna hitam. Hasil pengamatan pada
pakan meridik menunjukkan bahwa larva instar I berlangsung antara 3 sampai 4
hari dengan rata-rata 3.4 hari, larva instar II berlangsung antara 3 sampai 5 hari
dengan rata-rata 3.9 hari, larva instar III rata-rata berlangsung selama 5 hari, larva
instar IV rata-rata berlangsung selama 6 hari, dan larva instar V berlangsung
antara 9 sampai 12 hari dengan rata-rata 10.6 hari (Tabel 4). Stadia larva antara 26
sampai 29 hari dengan rata-rata 27.6 hari. Pada pakan daun jagung muda (bibit
jagung) menunjukkan larva instar I berlangsung antara 3 sampai 4 hari dengan
rata-rata 3.3 hari, larva instar II antara 3 sampai 8 hari dengan rata-rata 5.3 hari,
larva instar III antara 10-14 hari dengan rata-rata 11.8 hari, dan larva instar IV
antara 14 sampai 15 hari dengan rata-rata 14.5 hari (Tabel 3). Stadia larva instar I

sampai instar IV antara 30 sampai 37 hari dengan rata-rata 34 hari. Lama instar V
tidak diamati karena larva mati. Penyebab kematian belum diketahui, namun
diduga nutrisi yang dibutuhkan O. furnacalis untuk proses pergantian kulit yang
terkandung dalam daun jagung tidak mencukupi untuk metabolisme pergantian
kulit. Di lapangan, larva besar lebih banyak dijumpai menggerek batang dari pada
memakan daun.
Tingkat kematian larva instar satu yang cukup tinggi pada pakan meridik
(Tabel 4) disebabkan oleh formulasi pakan yang kurang baik dimana kandungan
minyak yang masih terlalu tinggi. Kandungan minyak yang tinggi membuat larva
sulit untuk bergerak dan kehilangan tenaga sehingga menyebabkan larva mati.
Kandungan minyak tersebut, diduga berasal dari choline chloride teknis yang
digunakan dalam pembuatan pakan meridik.
Lama stadia larva pada pakan daun jagung muda lebih lama dibandingkan
dengan pakan alami jagung semi maupun meridik, begitupun pada pakan meridik
lebih lama jika dibandingkan dengan pakan alami jagung semi. Dengan
menggunakan pakan alami jagung semi, Nonci dan Baco (1991) memperoleh
lama stadia larva O. furnacalis instar I rata-rata 3.30 hari, instar II rata-rata 3.70
hari, instar III rata-rata 3.80 hari, instar IV rata-rata 3.40 hari, instar V rata-rata
4.70 hari (Tabel 2). Stadia larva O. furnacalis pada pakan daun jagung muda lebih
lama dibandingkan dengan pakan alami jagung semi maupun meridik diduga
disebabkan oleh tanaman jagung muda hanya berfungsi sebagai tempat asimilasi
klorofil. Asimilasi adalah proses pengolahan atau perubahan glukosa menjadi
oksigen dan energi dengan bantuan matahari. Selain itu, varietas jagung yang
digunakan juga dapat mempengaruhi perkembangan biologi O. furnacalis. Dalam
penelitian digunakan jagung lokal yang tidak diketahui varietasnya.
Larva penggerek batang jagung dapat merusak daun, batang, serta bunga
jantan dan betina (tongkol muda). Nafus dan Schreiner (1987) menyebutkan
bahwa larva instar I-III merusak daun, pucuk, dan bunga jantan, sedangkan larva
instar IV-V merusak batang dan tongkol. Dalam penelitian ini, larva instar I
sampai II masih dapat berkembang baik di pakan daun jagung muda (bibit jagung)
namun pada tahap instar selanjutnya, larva O. furnacalis tidak dapat berkembang
baik. Hal tersebut terjadi diduga karena nutrisi pada daun jagung muda tidak dapat
memenuhi untuk perkembangan larva instar selanjutnya. Pada pakan buatan,
stadia larva dapat berkembang sempurna walaupun waktu tahapan tiap instar
masih lebih lama jika dibandingkan dengan pakan alami jagung semi.
Setiap instar larva memiliki panjang tubuh yang berbeda. Larva yang baru
menetas atau larva instar I memiliki panjang 1-3 mm dengan rata-rata 1.40 mm
berwarna putih bening dengan caput (kepala) berwarna hitam. larva instar II
3.50−5 mm dengan rata-rata 4.30 mm; larva instar III 7−12 mm dengan rata-rata
9.10 mm; larva instar IV 13−20 mm dengan rata-rata 17.20 mm; dan larva instar
V 16−24 mm dengan rata-rata 21.50 mm. Larva instar terakhir berwarna kristal
keputihan, cerah, terdapat bercak-bercak berwarna violet, dan bertanda titik hitam
pada setiap segmen abdomen (Gambar 6).

Gambar 6 Larva instar terakhir O. furnacalis
Table 3 Perkembangan stadia larva O. furnacalis pada pakan daun jagung muda
Stadia
Kisaran stadia (hari) Rata-rata (hari)
n (ekor)a
Telur
4
4
40
Larva
Instar I
3-4
3.3
40
Instar II
3-8
5.3
35
Instar III
10-14
11.8
12
Instar IV
14-15
14.5
6
Instar V
Pupa
imago
a

n = Jumlah sampel serangga
-) Tidak ada yang menjadi instar V, pupa, dan imago

Table 4 Perkembangan stadia larva O. furnacalis pada pakan meridika
Stadia
Kisaran stadia (hari)
Rata-rata (hari)
n (ekor)
Telur
4
4
50
Larva
Instar I
3-4
3.4
50
Instar II
3-5
3.9
14
Instar III
5
5
5
Instar IV
6
6
5
Instar V
9-12
10.6
5
Pupa
6-7
6.4
5
Imago
7-8
7.6
5
a

Suhu basah 28oC, suhu kering 30oC, dan kelembaban 80.35%

Pupa
O. furnacalis mengalami masa prapupa selama satu sampai tiga hari
sebelum menjadi pupa. Selama periode ini, larva menjadi lebih pendek, berwarna
keputihan, dan tidak makan kemudian berganti kulit menjadi pupa. Ciri fase
prapupa adalah perubahan bentuk tubuh larva menjadi mengkerut, memendek, dan
melengkung. Pada fase prapupa larva mulai memproduksi benang-benang halus.
Benang-benang halus ini digunakan sebagai pelindung sesudah pupa terbentuk.
Bentuknya berbeda dengan kokon pada umumnya yang lepas dari substrat.

Benang-benang halus pada O. furnacalis terikat pada substrat. Pupa yang baru
terbentuk berwarna krem, kemudian berubah menjadi kuning kecoklatan, dan
menjelang imago keluar berwarna coklat tua. Hasil pengamatan menunjukkan
lama stadia pupa pada pakan meridik antara 6-7 hari dengan rata-rata 6.4 hari
(Tabel 4). Menurut Nonci dan Baco (1991) rata-rata lama stadia pupa adalah 8.5
hari (Tabel 2). Pada pakan daun jagung muda, larva O. furnacalis tidak menjadi
pupa karena perkembangannya terhenti sampai instar IV (Tabel 3).
Pupa jantan berbeda dengan pupa betina berdasarkan ukuran dan
morfologinya. Ukuran pupa betina lebih besar dibandingkan dengan pupa jantan
(Gambar 7a). Pada ruas terakhir abdomen pupa betina terdapat celah yang berasal
dari satu titik sedangkan pada pupa jantan terdapat celah yang bentuknya agak
bulat (Gambar 7b dan Gambar 7c).

Gambar 7

Perbedaan pupa O. furnacalis berdasarkan ukuran dan abdomen
terakhir. (a) pupa betina lebih panjang dibandingkan dengan pupa
jantan, (b) pupa betina terdapat celah yang berasal dari satu titik, (c)
pupa jantan terdapat celah yang bentuknya agak bulat.

Imago
Ngengat biasanya muncul dari pupa pada malam hari dan segera
berkopulasi. Imago lebih aktif pada malam hari dan tertarik terhadap cahaya.
Imago jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan ukuran, warna sayap, dan
bentuk abdomen. Imago betina memiliki ukuran yang lebih besar dan panjang
dibandingkan imago jantan (Gambar 8a). Panjang imago jantan hanya berkisar
antara 1 sampai 1.5 cm dan imago betina berukuran antara 1.3 sampai 2 cm.
Warna sayap jantan lebih terang dibandingkan dengan warna sayap imago betina
(Gambar 8b). Ruas terakhir (ujung) abdomen imago jantan lebih runcing (Gambar
8d) dibandingkan dengan imago betina yang tumpul (Gambar 8c).

Gambar 8 Perbedaan imago jantan dan betina O. furnacalis. (a) ukuran imago
betina (kiri) lebih besar dibandingkan dengan jantan (kanan), (b)
warna sayap imago jantan (kanan) lebih terang dibandingkan imago
betina (kiri), (c) ujung abdomen imago betina tidak runcing, (d)
ujung abdomen imago jantan runcing.
Hasil pengamatan menunjukkan lama hidup imago pada pakan meridik
berlangsung antara 7 sampai 8 hari dengan rata-rata 7.6 hari (Tabel 4) sehingga
total lama seluruh siklus dari telur hingga imago mati berlangsung selama 45
sampai 49 hari. Menurut Nonci dan Baco (1991) rata-rata lama stadia imago
adalah 3.5 hari (Tabel 2). Perbedaan rata-rata lama hidup stadia imago yang
cukup jauh diduga karena pemberian pakan meridik dan larutan madu dapat
memperpanjang lama hidup imago. Menurut Nelly dan Buchori (2008) larutan
madu 10% adalah pakan yang paling baik bagi imago karena kandungan glukosa
yang terdapat pada madu mampu memberi energi bagi imago sehingga dapat
memperpanjang lama hidupnya. Namun, nilai rata-rata lama hidup imago betina
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan imago jantan. Kecenderungan bahwa
imago betina memiliki lama hidup yang lebih tinggi dibandingkan imago jantan
ini juga ditemukan pada ngengat Nyctemera coleta (Lepidoptera: Eribidae)
(Atmaja & Kilin 1999) dan kepik Rhinocoris fuscipes (Hemiptera: Reduviidae)
(Pambudhi 2012).
Secara umum, perkembangan larva O. furnacalis pada pakan daun jagung
muda (bibit jagung) lebih lama jika dibandingkan dengan perkembangan larva
pada pakan alami jagung semi maupun pakan meridik. Periode stadia larva instar I
sampai instar V dan stadia imago pada siklus O. furnacalis yang diberi pakan
meridik berlangsung lebih lama dibandingkan dengan O. furnacalis yang diberi
pakan alami jagung semi, sedangkan pupa O. furnacalis pada pakan meridik
berlangsung lebih cepat (Gambar 9). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Guanghong et al. (2002) yang menunjukkan bahwa ulat grayak Spodoptera exigua

Lama perkembangan
O. furnacalis (hari)

yang dipelihara dan diberi pakan meridik memiliki tingkat kelangsungan hidup
yang lebih lama.

Pakan daun jagung muda
Pakan meridik

16
14
12
10
8
6
4
2
0
Instar I

Instar II

Instar III

Instar IV

Instar V

Pupa

Imago

Gambar 9 Tahap perkembangan larva O. furnacalis pada pakan daun jagung
muda dan meridik
Perbedaan panjang siklus hidup ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan
kandungan nutrisi pada pakan meridik dan pakan daun jagung muda sehingga
lebih mendukung perkembangan serangga. Hal ini juga didukung dengan
komposisi pakan meridik yang digunakan mengandung berbagai nutrisi tambahan
seperti protein, antibiotik, dan vitamin. Stadia telur hingga pupa yang berlangsung
lebih cepat menyebabkan imago keluar lebih cepat dan mempercepat peluang
imago melakukan kopulasi. Selain itu, Kandungan antibiotik pada pakan meridik
dapat mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh bakteri, terutama Bacillus
thuringiensis (Bt) (Morton 1979). Dengan demikian, maka jumlah kematian
serangga dapat berkurang sehingga lama hidup semakin panjang. Lama hidup
yang panjang akan menghasilkan jumlah telur yang juga lebih banyak jika
dibandingkan dengan imago dengan lama hidup yang pendek (Nelly dan Buchori
2008).
Berat Pupa
Pembiakan massal menggunakan jagung semi untuk perkembangan
serangga yang sering dilakukan biasanya tidak homogen karena kualitas nutrisi
antara bagian tanaman yang tidak seragam. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, sebaran berat pupa betina O. furnacalis pada pakan jagung semi lebih
homogen jika dibandingkan dengan berat pupa pada pakan meridik. Hal tersebut
dapat dilihat pada grafik A (Gambar 10) yang memiliki sebaran berat pupa yang
lebih merata, sedangkan pada grafik B (Gambar 10) berbentuk grafik sebaran
normal seperti lonceng yang berarti berat pupa lebih heterogen. Keheterogenan
berat pupa pada pakan meridik diduga akibat bahan nutrisi yang belum tercampur
merata saat pembuatan sehingga larva tidak mendapatkan porsi nutrisi yang sama.

Jumlah pupa O. furnacalis

35
A: 0.05-0.0599 (n=21)
B: 0.06-0.0699 (n=18)
C: 0.07-0.0799 (n=29)
D: 0.08-0.0899 (n=13)
E: 0.09-0.0999 (n=14)
F: 0.1-0.1999 (n=5)

A

30
25
20

35
30
25
20

15

15

10

10

5

5

0

A: 0.02 – 0.0299 (n=1)
B: 0.03 – 0.0399 (n=6)
C: 0.04 – 0.0499 (n=9)
D: 0.05 – 0.0599 (n=16)
E: 0.06 – 0.0699 (n=29)
F: 0.07 – 0.0799 (n=15)
G: 0.08 – 0.0899 (n=6)
H: 0.09 – 0.0999 (n=3)

B

0
A

B

C

D

E

F

A

B

C

D

E

F

G

H

Kisaran berat pupa (g)

Gambar 10 Sebaran berat pupa betina O. furnacalis pada pakan alami jagung
semi (A) dan pakan meridik (B)

Populasi pupa

Sebaran berat pupa jantan O. furnacalis pada pakan jagung semi lebih
heterogen jika dibandingkan dengan sebaran berat pupa pada pakan meridik
(Gambar 11). Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa keheterogenan berat
pupa pada pakan jagung semi karena kualitas nutrisi antara bagian tanaman yang
tidak seragam. Berat pupa jantan pada pakan meridik lebih ringan dibandingkan
dengan berat pupa pada pakan jagung semi. Kisaran berat pupa pada pakan jagung
semi antara 0.02 sampai 0.07 g, sedangkan pada pakan meridik hanya berkisar
antara 0.01 sampai 0.05 g. Hal tersebut menunjukkan bahwa pakan meridik yang
dicoba belum bisa memberikan perkembangan yang cukup baik terhadap
pertumbuhan pupa.
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Jagung semi (n=100)
Meridik (n=31)

0,01

0,02

0,03

0,04
Berat pupa (g)

0,05

0,06

0,07

Gambar 11 Sebaran berat pupa jantan O. furnacalis pada pakan alami jagung
semi dan meridik
Berat pupa jantan dan betina O. furnacalis pada pakan jagung semi dan
meridik berbeda nyata pada uji lanjut tstudent dengan taraf uji 5% (Tabel 5). Hal
tersebut menunjukkan bahwa jenis pakan mempengaruhi berat pupa. Salah satu
nutrisi dalam pakan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan serangga
adalah protein. Lestari et al. (2013) menjelaskan bahwa protein merupakan

senyawa makromolekul yang terdiri dari asam amino, yang merupakan materi
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Kandungan
protein pada pakan dapat mempengaruhi proses pertumbuhan larva untuk bisa
mencapai tahap akhir perkembangannya. Pembentukan jaringan tubuh pada larva
yang memakan pakan dengan kandungan protein tinggi akan lebih pesat sehingga
larva lebih cepat mencapai tahap instar terakhir.
Tabel 5 Berat pupa jantan dan betina O. furnacalis pada pakan jagung semi dan
meridik
Berat* (g)
n
tstudent
Kelamin
Jagung semi Meridik
Jagung semi
Meridik thitung
P=0.05, df>120
Jantan
Betina
*)

0.050251a
0.074073a

0.041842b
0.062433b

100
100

31
85

1.979
1.973

1.960
1.960

Angka-angka pada baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Atribut Biologi Imago O. furnacalis
Ngengat betina menghasilkan telur yang berkelompok dengan jumlah
kelompok telur yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Rata-rata imago
O. furnacalis mampu meletakkan telur setelah dua hari dikawinkan. Berdasarkan
pengamatan, diketahui bahwa keperidian imago O. furnacalis pada pakan alami
jagung semi berbeda nyata dengan pakan meridik, baik pada rata-rata jumlah
kelompok telur maupun rata-rata jumlah butir telur (Tabel 6). Hal tersebut
menunjukkan bahwa jenis pakan berpengaruh terhadap keperidian imago O.
furnacalis. Rata-rata jumlah kelompok dan butir telur yang dihasilkan tiap
individu imago O. furnacalis pada pakan jagung semi sebanyak 6.245 dan 88.78
sedangkan pada pakan meridik sebanyak 1.846 dan 26.24. Kalshoven (1981)
mengungkapkan bahwa pembiakan larva O. furnacalis di laboratorium
menghasilkan jumlah telur pada setiap kelompok berkisar 2 sampai 200 butir.
Lama masa inkubasi telur hingga menetas menjadi larva berlangsung antara 3-5
hari.
Tabel 6 Keperidian imago O. furnacalis pada pakan jagung semi dan meridik

*)
a)

Pakan

n

Jagung semi
Meridik

8
8

Keperidian*
Kelompok telur
Butir telur
88.78a
6.245a
1.846b
26.24b

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
KT adalah kelompok telur, BT adalah butir telur

tstudent a
2.145 (KT)
2.145 (BT)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Jenis pakan berpengaruh terhadap biologi perkembangan O. furnacalis.
Pakan meridik belum bisa memberikan perkembangan biologi O. furnacalis yang
baik. Pakan daun jagung muda tidak dapat digunakan dalam pembiakan massal
serangga O. furnacalis di laboratorium karena hanya bisa mempertahankan masa
hidup larva sampai stadia larva instar IV. Pada pakan daun jagung muda, lama
perkembangan larva O. furnacalis lebih lama jika dibandingkan dengan
perkembangan larva pada pakan meridik. Keperidian larva O. furnacalis pada
pakan meridik masih rendah dibandingkan dengan tingkat keperidian larva pada
pakan alami jagung semi.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk pembuatan formulasi pakan meridik larva
O. furnacalis dalam pembiakan massal di laboratorium baik pada metode
pembuatan, jenis bahan yang digunakan maupun takarannya sehingga
mendapatkan perkembangan larva yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja WR, Kilin D. 1999. Beberapa aspek biologi ulat belang Nyctemera coleta
Cramer (Lepidoptera: Noctuidae) pada daun dewa Gynura procumbens
(Lour) Merr. di laboratorium. Di dalam: [PEI] Perhimpunan Entomologi
Indonesia Cabang Bogor (ID), editor. Peranan Entomologi dalam
Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Prosiding
Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia; 1999 Feb 16; Bogor,
Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia. Hlm 495-500.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produktivitas padi, jagung, dan kedelai.
[Internet].
[diunduh
2015
Maret
11].
Tersedia
pada:
www.bps.go.id/brs_file/asem_03mar14.pdf.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi padi, jagung, dan kedelai. [Internet].
[diunduh
2015
Maret
11].
Tersedia
pada:
www.bps.go.id/brs_file/asem_03mar14.pdf.
Chundurwar RD. 1989. Sorghum stemborer in India and Southeast Asia.
International Workshop on Shorgum Stemborers. India (IN): ICRISAT.
hlm:19-25.
[Dirjen BPTP] Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. 2002,
Program pengembangan produksi jagung nasional. Makalah disampaikan
pada National Maize Research and Development Prioritization Workshop.
Dirjen BPTP. 2002 Mei 15 – 17, Malino (Sulawesi Selatan).
Gomez JJL, Velasco LRI, Medina CR. 2010. Effect of the phenology of corn (Zea
mays L.) on the reproductive development of Asian Corn Borer, Ostrinia
furnacalis Guenée (Lepidoptera: Pyralidae). Asia Life Science Supplement.
4:203-212.
Granados G. 2000. Maize Insects: Tropical MaizeImprovement and Production.
Roma (IT): Food and Agriculture Organization Park KJ. 2001. Corn
Production in Asia. Taipei (TW): Food and Fertilizer: Technology Center
for The Asia and Pasific.
Guanghong LI, Yi P, Qijin C, Zhijian SU, Xiaozhao WEN. 2002. Studies on the
Artificial Diet for Beet Armyworm, Spodoptera exigua [abstrak]. Chinese
Journal of Biological Control. [internet]. [diunduh 2014 Des 11].18(3):132134.
Tersedia
pada:
http:
//en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTALZSWF200203007.htm
Heryana RTS. 2013. Penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis Guenee
(Lepidopera: Carambidae): tingkat serangan di wilayah Bogor dan siklus
hidupnya di laboratorium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Lestari S, Ambarningrum TB, Pratiknyo H. 2013. Tabel hidup Spodoptera litura
Fabr. dengan pemberian pakan meridik yang berbeda. J Sains Vet. 31(2):
166-179.
MAS. 2015 Juli 27. Penghentian impor dinilai mendadak. Kompas. Ekonomi
Sektor Riil Jagung. Hlm 19.
Morton AC. 1979. Rearing butterflies on artificial diet. J Res Lep. 18(4): 221-227.

Mutuura A, E. Munroe. 1970. Taxonomy and distribution of the European corn
borer and allied species: genus Ostrinia (Lepidoptera: Pyralidae). Memoirs
of the Entomological Society of Canada No.71, 112 pp.
Nafus DM, Schreiner IH. 1987. Location of Ostrinia furnacalis (Lepidoptera:
Pyralidae) eggs and larvae on sweet corn in relation to plant growth stage.
Journal of Economic Entomology. 80(1):411-416.
Nelly N, Buchori D. 2008. Pengaruh pakan terhadap lama hidup dan kebugaran
imago Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae).
J Ent Ind. 5(1): 1-9.
Nonci N, Baco D. 1991. Pertumbuhan penggerek jagung (Ostrinia furnacalis)
Guenée pada berbagai tingkat umur tanaman jagung (Zea mays L.).
Agrikam. 6(3):95−101.
Nonci NJ, Tandiabang D, Baco. 1996. Kehilangan hasil oleh penggerek jagung
Ostrinia furnacalis pada berbagai stadia tanaman jagung. Maros (ID):
Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia.
Pambudhi WR. 2012. Biologi kepik pembunuh Rhinocoris fuscipes (Hemiptera:
Reduviidae) [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember.
Park KJ. 2001. Corn Production in Asia. Taipei (TW): Food and Fertilizer:
Technology Center for The Asia and Pasific.
Singh P. 1982. The rearing of beneficial insects. New Zealand (US):
Entomologist. hlm: 304- 310.
Subandi. 2004. Program Penelitian Benih Serealia. Makalah disampaikan pada
Pelatihan Peningkatan Kemampuan Petugas Produksi Benih Serealia. Maros
14-16 Juli 2004.
Taneja SL, Nwanze KF. 1990. Mass rearing of Chilo spp. on artificial diets and its
use in resistance screening. lnsect Sci. Applic. 11:605-616.
Tseng CT. 1998. Use of Trichogramma ostriniae (Hymenoptera:
Trichogrammatidae), to control the Asian Corn Borer, Ostrinia furnacalis
(Lepidoptera: Pyralidae). Proceeding of the Seventh Asian Regional Maize
Workshop; 1998 February 23-27; Los Banos, Philippines. Los Banos
(PH): Seventh Asian Regional Maize Workshop. hlm 340-356.
Umami U. 2015. Studi pakan meridik untuk pembiakan Ostrinia furnacalis
Guenee (Lepidopera: Carambidae)
Valdez LL, Adalla CB. 1983. The biology and behavior of the Asian corn borer,
Ostrinia furnacalis Guenée (Pyralidae: Lepidoptera) on cotton. Philippines
Enomologist. 6(6):621-631.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Keperidian imago O. furnacalis pada pakan alami jagung semi
Kurungan
ke1
2
3
4
5
6
7
8
Total

Jumlah (ekor)
Jantan
32
29
27
25
14
13
4
1
145

Produksi telur total
Kelompok
Butir
161
3 466
238
6 283
258
5 957
282
5 289
682
4 818
53
967
103
453
4
104
1 781
27 337

Betina
35
39
41
57
44
20
11
8
255

Lampiran 2 Keperidian imago O. furnacalis pada pakan meridik
Kurungan
ke1
2
3
4
5
6
7
8

Jumlah (ekor)
Jantan
6
4
3
3
9
3
2
1

Betina
12
10
15
10
17
9
7
5

Produksi telur total
Kelompok
Butir
20
287
19
202
23
389
25
401
42
638
15
198
10
150
8
94

Total

31

85

147

2 359

Lampiran 3 Hasil uji T pengaruh jenis pakan terhadap jumlah kelompok telur
O. furnacalis dengan aplikasi SAS
The SAS System
13:16 Thursday, November 9, 2015 1
The GLM Procedure
Class Level Information
Class
perlakuan

Levels
2

Values
12

Number of Observations Read
Number of Observations Used

16
16

The SAS System

13:16 Thursday, November 9, 2015 2
The GLM Procedure

Dependent Variable: respon
Sum of
DF
Squares

Source
Model
Error
Corrected Total

Source
perlakuan

Source
perlakuan

Mean Square

1

77.3960063

77.3960063

14

146.9432447

10.4959461

15

F Value

Pr > F

7.37 0.0167

224.3392510

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.344995

80.08763

3.239745

4.045250

DF

Type I SS

1

77.39600625

DF

Type III SS

1

77.39600625

Mean Square
77.39600625

Mean Square
77.39600625

F Value

Pr > F

7.37 0.0167

F Value

Pr > F

7.37 0.0167

The SAS System
13:16 Thursday, November 9, 2015 3
The GLM Procedure
t Tests (LSD) for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error rate.

Alpha
Error Degrees of Freedom
Error Mean Square
Critical Value of t
Least Significant Difference

0.05
14
10.49595
2.14479
3.4743

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping

Mean

N perlakuan

A

6.245

8 1

B

1.846

8 2

Lampiran 4 Hasil uji T pengaruh jenis pakan terhadap jumlah butir telur
O. furnacalis dengan aplikasi SAS
The SAS System
13:16 Thursday, November 9, 2015 7
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

2

Values
12

Number of Observations Read
Number of Observations Used

16
16

The SAS System
13:16 Thursday, November 9, 2015 8
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon

Source

DF

Sum of
Squares

Model

1

15646.13214

15646.13214

Error

14

19075.62430

1362.54459

Corrected Total

15

34721.75644

Mean Square

F Value

Pr > F

11.48 0.0044

R-Square

Coeff Var

Root MSE respon Mean

0.450615

64.18519

36.91266

Source
perlakuan

Source
perlakuan

DF

Type I SS

1

15646.13214

57.50963

Mean Square

F Value

15646.13214

DF Type III SS
1 15646.13214

Pr > F

11.48 0.0044

Mean Square F Value Pr > F
15646.13214 11.48 0.0044

The SAS System
13:16 Thursday, November 9, 2015 9
The GLM Procedure
t Tests (LSD) for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error rate.

Alpha
Error Degrees of Freedom 14
Error Mean Square
Critical Value of t
Least Significant Difference

0.05
1362.545
2.14479
39.585

Means with the same letter are not significantly different.

t Grouping

Mean

N perlakuan

A

88.78

8

1

B

26.24

8

2

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 3 Oktober 1992, sebagai putri dari
Bapak Muhammad Ridlwan Faruq dan Ibu Muhsinatin. Penulis adalah anak kedua
dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 4 Jember Kabupaten Jember
pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) program seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri
(SNMPTN) jalur tulis dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian.
Selama empat tahun menjadi mahasiswa, penulis memperoleh beasiswa
penuh Bidik Misi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Penulis aktif
mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitiaan dari IPB dan Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA). Penulis juga aktif dalam Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) voli, tenis meja, dan Gentra Kaheman yang merupakan unit
kegiatan yang mempelajari tentang kesenian Sunda. Selain itu, penulis juga
menjadi asisten praktikum Hama dan Penyakit Tumbuhan Perkebunan tahun
ajaran 2014/2015.