Peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten bondowoso
PERANAN SEKTOR PERKEBUNAN
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN BONDOWOSO
TAHUN 2003-2012
DIAN SITI HARTATI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Sektor
Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Dian Siti Hartati
NIM H14100068
ii
ABSTRAK
DIAN SITI HARTATI. Peran Sektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Bondowoso. Dibimbing oleh ALLA ASMARA.
Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu kabupaten tertinggal di Jawa Timur. Sektor
ekonomi yang memiliki potensi di Kabupaten Bondowoso adalah subsektor perkebunan.
Pengembangan subsektor perkebunan dilakukan untuk meningkatkan perekonomian
Kabupaten Bondowoso. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis sektor unggulan
Kabupaten Bondowoso, (2) menganalisis daya saing subsektor perkebunan Kabupaten
Bondowoso, serta (3) menganalisis peran subsektor perkebunan terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bondowoso. Metode yang digunakan adalah Location Quontient,
metode Shift Share, dan metode panel statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
subsektor perkebunan merupakan sektor unggulan Kabupaten Bondowoso, dengan daya
saing baik namun pertumbuhan lambat. Dukungan kelembagaan atas komoditi kopi serta
akses pasar yang mudah atas komoditi tembakau menyebabkan daya saing yang baik,
namun penggunaan cara tanam tradisional dan varietas non unggulan menyebabkan
subsektor tanaman perkebunan memiliki pertumbuhan lambat. Hasil olahan data panel
menunjukkan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor
perkebunan dan produksi kopi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Bondowoso.
Kata Kunci : Location Quontient, Panel Statis, Peran Sektor, Subsektor Perkebunan, Shift
Share.
ABSTRACT
DIAN SITI HARTATI. The Role of The Plantation Sector on Economic Growth of
District Bondowoso. Supervised by ALLA ASMARA.
Bondowoso is one of underdeveloped districts in East Java in 2012. The one of potential
sector in Bondowoso is plantation subsector. The development of plantation subsector
done to improve the economy of district Bondowoso. The purpose of this research was
(1) to analyzed the leading sector, (2) analyzed the competitiveness of the plantation
subsector, and (3) analyzed the role of the plantation subsector on economic growth of
district Bondowoso. The method that used were Location Quotient, Shift Share, and panel
method. The results showed that plantation subsector is leading sector in Bondowoso,
with good competitiveness but experienced slower growth. Institutional support for the
coffe and an easy market access for tobacco cause good competitiveness, however the use
of traditional way of planting and varieties of non-winning plantation crop subsector has
led to slower growth. The panel data processed show that variable regional gross
domestic product of plantation and production of coffee influential positive toward
economic growth of Bondowoso.
Key Word : Location Quotient, Panel, The role of sector, Plantation subsector, Shift Share
PERAN SEKTOR PERKEBUNAN
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN BONDOWOSO
TAHUN 2003-2012
Skripsi
sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iv
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
Peran Sektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Bondowoso. Kajian tentang peran sektor terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi
topik menarik karena pengembangan sektor yang tepat diharapkan dapat
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya di Kabupaten
Bondowoso.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :
1.
Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu, bimbingan, arahan dan motivasi sehingga proses
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Dr.Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr sebagai penguji utama dan Dr. Muhammad
Findi, ME sebagai penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran
dan kritiknya demi penyempurnaan skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini
menjadi lebih baik.
3.
Kedua orang tua tercinta, Moch. Syaiful Ichlas dan Suhartatik, kakak, serta
nenek tercinta yang telah memberikan semangat serta doa yang membuat
penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Indra Purnama Bahri, atas dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik.
5.
Teman-teman satu bimbingan : Yola, Bili, Trisa, dan Adit yang telah
memberikan semangat, doa, dan kesediaannya dalam membantu penulis.
6.
Sahabat-sahabat terbaik : Ria Brilian K, Tiko Permatasari, Eli Rahmawati,
Dara Ayu Lestari, Kusuma Hani P, Anisa Ramadanti, Fatimah Zachra,
Novia Trisnawulan, dan Silvia Sari yang selalu memotivasi.
7.
Teman-teman IE 47, Marie Violeta Nuna Tukan, Queen 1, dan teman
IKAPINDO atas motivasi dan doa yang diberikan.
8.
BAPPEDA Bondowoso, BPS Bondowoso, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Bondowoso, Bambang Sri Ono dan seluruh pihak yang telah
membantu penulis mendapatkan data dan informasi sehingga skripsi ini
dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan,
sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penulisan yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, November 2014
Dian Siti Hartati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
5
Peran Subsektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
7
Konsep dan definisi Tanaman Perkebunan
8
Analisis Daya Saing
9
Penelitian Terdahulu
10
Kerangka Pemikiran
12
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber data
13
Metode Analisis Data
14
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis, Karakter Fisik dan Wilayah
Kabupaten Bondowoso
17
Potensi dan Kondisi Perkebunan di Kabupaten Bondowoso
17
PEMBAHASAN
Sektor Unggulan di Kabupaten Bondowoso
20
Daya Saing Sektor Ekonomi di Kabupaten Bondowoso
27
Peran Faktor-faktor Subsektor Perkebunan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso
32
SIMPULAN DAN SARAN
37
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
42
viii
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Pertumbuhan ekonomi subsektor pertanian Kabupaten Bondowoso
tahun 2011 dan 2012 (persen)
Luas areal dan produksi komoditi unggulan tanaman perkebunan
Kabupaten Bondowoso tahun 2009 dan 2012
Target dan realisasi belanja urusan pertanian Kabupaten Bondowoso
tahun 2010-2012
Klasifikasi tumbuh tanaman perkebunan menurut tanaman tahunan
dan tanaman semusim
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
menurut subsektor dari sektor pertanian Kabupaten Bondowoso tahun
2010 – 2012
Produksi tanaman perkebunan menurut komoditi unggulan tahun
2011 dan 2011 di Kabupaten Bondowoso
Luas areal perkebunan tahun 2009 - 2013 di Kabupaten Bondowoso
Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quotient tahun 2003-2012
Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quotient menurut sektor pertanian
tahun 2003-2012
Komoditi unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quotient menurut produksi
tanaman perkebunan tahun 2009-2013
Komoditi unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan LQ
menurut kecamatan tahun 2009-2011
Komoditi unggulan per kecamatan tahun 2009-2012 di Kabupaten
Bondowoso
Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten
Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut sektor
tahun 2003-2012
Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten
Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor
pada sektor pertanian tahun 2003-2008
Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten
Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor
pada sektor pertanian tahun 2008-2012
Hasil estimasi model pengaruh subsektor perkebunan terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso dengan Fixed Effect
Model (FEM)
Luas total perkebunan dan luas lahan perkebunan tidak menghasilkan
tahun 2009-2011 Kabupaten Bondowoso Pertumbuhan dan daya
saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso
3
3
4
9
18
19
19
21
22
23
25
27
28
29
30
33
36
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso Tahun 2008 – 2012
2 Penerimaan daerah Kabupaten Bondowoso tahun 2008-2012
3 Produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso atas
dasar harga konstan (ADHK) sektor ekonomi tahun 2003-2012
4 Alur kerangka pemikiran penelitian
5 Peta rancana kawasan perkebunan Kabupaten Bondowoso berdasarkan
RTRW Kabupaten Bondowoso 2011-2031
6 Perkebunan tebu dan varietas unggulan kopi di Kabupaten Bondowoso
7 Profil pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan Kabupaten
Bondowoso berdasarkan analisis Shift Share
8 Jumlah produksi komoditi cengkeh, kapuk randu, tebu, dan tembakau
Kabupaten Bondowoso 2009-2011
1
1
2
13
18
20
31
35
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quontient menurut subsektor tahun
2003 – 2012
2 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor pada sektor
pertanian tahun 2003 – 2008
3 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor pada sektor
pertanian tahun 2008 – 2012
4 Hasil Pengujian dengan metode PLS test untuk mengestimasi
Keterkaitan antar Perkebunan dengan pertumbuhan Ekonomi
5 Uji asumsi klasik model
42
43
45
47
47
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu dari lima kabupaten tertinggal
di Provinsi Jawa Timur yang ditetapkan oleh Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal (PDT) pada tahun 2012. Salahsatu kriteria utama dalam penentuan
kabupaten tertinggal yaitu kemampuan keuangan lokal yang dimiliki suatu daerah.
Pada Gambar 1 menunjukan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bondowoso tahun 2008-2012. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso
mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Pertumbuhan
(Juta Rp)
250.000,00
200.000,00
150.000,00
100.000,00
50.000,00
2008
2009
2010
Tahun
2011
2012
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso Tahun 2008 –
2012
Penerimaan
Daerah
Kab.Bondowoso
Pada Gambar 2 besar penerimaan daerah Kabupaten Bondowoso
menunjukkan peningkatan tiap tahunnya, namun besar dana perimbangan yang
diterima jauh lebih besar dari pada besar pendapatan asli daerah (PAD). Keadaan
ini merupakan salahsatu faktor yang menyebabkan Kabupaten Bondowoso
menjadi kabupaten tertinggal.
910,00
810,00
710,00
610,00
510,00
410,00
310,00
210,00
110,00
10,00
650,35
780,38
45,78
60,58
68,08
2010
2011
2012 Tahun
523,17
536,52
578,46
30,00
39,57
2008
2009
Dana
Perimbangan
(Milyar Rp)
Pendapatan Asli
Daerah (Milyar
Rp)
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Bondowoso 2012
Gambar 2 Penerimaan Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2008 – 2012
Upaya peningkatan perekonomian daerah perlu dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Bondowoso. Keberhasilan pembangunan adalah perencanaan yang
tepat. Arifien dkk (2012) menyatakan bahwa perencanaan yang tepat yaitu
perencanaan yang didasarkan pada masalah, kebutuhan dasar dan potensi wilayah
agar pembangunan yang dilakukan mampu meningkatkan perekonomian daerah.
Kontribusi dari sembilan sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso dapat dilihat
2
Jasa-jasa
4.000.000
3.500.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
-
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
Pengangkutan dan Komunikasi
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Bangunan
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
Listrik, Gas dan Air Bersih
2003
PDRB
Kabupaten Bondowoso
pada Gambar 3. Besar kontribusi dari sembilan sektor ekonomi tahun 2003 hingga
2012 yang tertinggi adalah sektor pertanian.
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Tahun
Pertanian
Sumber : Badan Pusat Statistik Bondowoso, berbagai tahun
Gambar 3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso atas
dasar harga konstan (ADHK) Sektor Ekonomi Tahun 2003-2012
Kabupaten Bondowoso memiliki ketinggian dari permukaan laut rata-rata
mencapai ± 253 meter diatas permukaan laut dengan wilayah tertinggi mencapai ±
3.287 meter dan terendah ± 73 meter. Kondisi dataran di wilayah Bondowoso ini
terdiri dari pegunungan dan perbukitan seluas 44,4 persen, dataran tinggi 24,9
persen dan dataran rendah 30,7 persen dari luas wilayah keseluruhan (Statistik
Daerah Kabupaten Bondowoso, 2013). Posisi geografis Kabupaten Bondowoso
ini dapat berpotensi memajukan subsektor perkebunan.
Pemerintah Kabupaten Bondowoso mengusung tema peningkatan produksi
dan nilai tambah sektor agrobisnis dan peningkatan infrastruktur dalam rencana
kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2014. Salahsatu subsektor yang
dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bondowoso adalah subsektor tanaman
perkebunan. Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu sentra penanaman tiga
jenis tanaman perkebunan, yaitu tanaman kopi, tembakau, dan Tebu menurut
Dinas Perkebunan Jawa Timur (2011). Berikut merupakan beberapa program
pemerintah Kabupaten Bondowoso dalam meningkatkan potensi subsektor
perkebunan:
1. Perda no.10/2010 yang berisi tentang peningkatan pemanfaatan potensi
sumberdaya ekonomi berbasis agrobisnis yang berdaya saing.
2. Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten 2011-2014 ialah terwujudnya
wilayah Kabupaten Bondowoso sebagai kawasan agropolitan, wisata agro dan
pegunungan yang maju, berdaya saing dan lestari.
3. Kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan beserta petani dengan Puslitkoka, Bank Indonesia
cabang Jember dalam pembentukan klaster pengembangan kopi arabika
Kabupaten Bondowoso.
4. Pematenan varietas unggulan tembakau, yaitu Maesan I dan Maesan II (SK
Mentan No.584/Kptsn/SR.120/2/2012 dan No.585/Kptsn/SR.120/2/120).
3
Program yang dibentuk pemerintah Kabupaten Bondowoso tersebut
diharapkan dapat lebih meningkatkan pendapatan daerah. Pertumbuhan ekonomi
dari subsektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 1, dimana program pemerintah
kabupaten dalam mengembangkan subsektor tanaman perkebunan terlihat pada
meningkatnya pertumbuhan ekonomi subsektor tanaman perkebunan. Pada tahun
2011 subsektor tanaman perkebunan memiliki nilai pertumbuhan sebesar 3,63
persen dan meningkat menjadi 4,84 persen tahun 2012.
Tabel 1 Pertumbuhan ekonomi subsektor pertanian Kabupaten Bondowoso tahun
2011 dan 2012 (persen)
Subsektor
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
2011
3,94
3,63
3,78
5,10
3,26
2012
3,47
4,84
4,25
4,49
5,18
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab.Bondowoso, 2012
Penggunaan lahan untuk perkebunan di Kabupaten Bondowoso hanya 86,13
km2 atau 5,52 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Bondowoso (Kabupaten
Bondowoso dalam angka, 2010). Berikut Tabel 2 menunjukkan luas areal dan
produksi tanaman perkebunan tahun 2009 dan 2011.
Tabel 2 Luas areal dan produksi komoditi unggulan tanaman perkebunan
Kabupaten Bondowoso tahun 2009 dan 2011
No
Komoditi
Luas Areal (ha)
2009
2011
1
2
3
Kopi
Tebu
Tembakau
4.696
6.486
9.034
4.881
5.111
8.570
Produksi (ton)
2009
2011
1.627,15
23.523,00
6.903,67
1.504,46
23.008,00
6.537,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2010; 2011
Perkembangan tanaman perkebunan yang mulai terlihat antara lain, mampu
meningkatkan luas areal komoditi kopi, tahun 2009 mencapai 4.696 Ha
berkembang menjadi 4.881 Ha tahun 2011. Luas areal perkebunan komoditi
tembakau 9.034 Ha tahun 2009 yang menurun menjadi 8.570 Ha. Pertambahan
luas areal komoditi tembakau ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi, dimana
jumlah produksi antara tahun 2009 dan 2011 mengalami penurunan sebesar
366,67 ton. Penurunan luas areal penanaman tebu menyebabkan penurunan
jumlah produksi sebesar 515 ton antara tahun 2009 hingga 2011.
Pembinaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Puslit Kopi-Kakao
Indonesia-Jember dengan program Kluster Petani Kopi meningkatkan jumlah
produksi kopi menjadi 2.232,03 ton tahun 2012. Jumlah produksi pada tahun 2009
sebesar 1.627,15 ton kopi, namun peningkatan luas lahan di tahun 2011 tidak
4
diikuti oleh peningkatan produksi melainkan terjadi penurunan sebesar 122,69
ton, dengan jumlah produksi 2011 mencapai 1.504,46 ton.
Program yang diangkat oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso untuk
memajukan subsektor tanaman perkebunan telah memberikan pengaruh pada
produksi tanaman perkebunan. Perkembangan yang sangat potensial atas tanaman
perkebunan di Kabupaten Bondowoso diharapkan mampu mendorong
perekonomian Kabupaten Bondowoso agar lebih mandiri. Selain itu juga
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan,
sehingga Kabupaten Bondowoso dapat menjadi Kabupaten Maju.
Rumusan Masalah
Pada tahun 2012, Kabupaten Bondowoso masuk dalam lima kabupaten
tertinggal menurut Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Hal
tersebut dikarenakan ketidakmandirian perekonomian lokal. Kemandirian lokal
Kabupaten Bondowoso dapat ditingkatkan dengan mengembangkan potensi
sumberdaya alam yang dimiliki. Perkembangan perkebunan di Kabupaten
Bondowoso menjadi salahsatu tujuan dari rencana pembangunan jangka panjang
Kabupaten Bondowoso dan diharapkan dapat menjadi solusi bagi kemandirian
perekonomian lokal Kabupaten Bondowoso. Hal tersebut dapat dilihat dari
besarnya realisasi belanja urusan pertanian yang dikeluarkan oleh pemerintah
Kabupaten Bondowoso yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Target dan realisasi belanja urusan pertanian Kabupaten Bondowoso
tahun 2010 – 2012 (juta rupiah)
Subsektor
Pertanian
Perkebunan
Peternakan
2010
Target
Realisasi
5.848
5.645
2.796
2.731
707
654
2011
Target
Realisasi
11.798
11.516
3.911
3.833
1.689
1.689
2012
Target
Realisasi
14.028
13.700
12.054
11.934
2.606
2.606
Subsektor pertanian merupakan penggabungan subsektor tanaman bahan makanan, perikanan, dan
kehutanan
Sumber : Badan Perencanaan Pemerintah Daerah Kab Bondowoso, 2013
Dukungan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bondowoso terhadap
subsektor perkebunan dapat dilihat dari besarnya anggaran belanja yang
mengalami peningkatan di tahun 2012. Peningkatan anggaran oleh pemerintah
yang sangat besar atas tanaman perkebunan di Kabupaten Bondowoso diharapkan
mampu mendorong perekonomian Kabupaten Bondowoso agar lebih mandiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja sektor ekonomi yang termasuk sebagai sektor unggulan di Kabupaten
Bondowoso? Apakah subsektor tanaman perkebunan termasuk sektor
unggulan?
2. Bagaimana daya saing sektor perkebunan di Kabupaten Bondowoso?
3. Bagaimana peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bondowoso?
5
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis sektor unggulan atau sektor basis di Kabupaten Bondowoso.
2. Menganalisis daya saing sektor perkebunan di Kabupaten Bondowoso.
3. Menganalisis peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bondowoso.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan atas penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan baru dan
menambah pemahaman tentang pengaruh subsektor tanaman perkebunan di
Kabupaten Bondowoso.
2. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dalam
upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemandirian ekonomi.
3. Menambah bahan kepustakaan dan sumber informasi mengenai peranan sektor
unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas subsektor tanaman perkebunan sebagai sektor
unggulan, peran, dan daya saing sektor perkebunan, serta menganalisis pengaruh
faktor-faktor dari sektor perkebunan yang berhubungan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bondowoso. Periode waktu data yang
digunakan ialah 2002-2012 untuk analisis Location Quention (LQ) dan analisis
Shift Share (SS) berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur, serta data PDRB Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Kabupaten Bondowoso. Periode 2009-2013 digunakan untuk
analisis LQ per komoditi perkebunan dengan menggunakan data produksi
tanaman perkebunan Kabupaten Bondowoso dan Jawa Timur. Analisis data panel
menggunakan data PDRB Kabupaten Bondowoso, PDRB Sektor Perkebunan
Kabupaten Bondowoso, Luas Perkebunan Kabupaten Bondowoso, Produksi kopi,
Produksi tebu, dan Produksi tembakau dengan periode waktu data tahun 20092011.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Teori Klasik mengenai pertumbuhan ekonomi dipelopori oleh Adam Smith
pada abad ke-18, menurut Adam Smith pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh
karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Penduduk
yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan
6
spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Produktivitas tenaga kerja akan
meningkat akibat adanya spesialisasi, sehingga akan meningkatkan pendapatan,
investasi dan keuntungan. Investasi yang meningkat diharapkan dapat
meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan, bertambahnya
pendapatan akan menambah kemakmuran penduduk sehingga akan mendorong
bertambahnya jumlah penduduk (Adisasmita, 2005).
Pertumbuhan pembangunan menurut Walt W. Rostow (Todaro, 2006) yaitu
perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi, dapat dijelaskan
dalam tahapan yang harus dilalui semua negara. Tahapan-tahapan pertumbuhan
yakni: (1) masyarakat tradisional, (2) penyusunan kerangka dasar tahapan tinggal
landas menuju pertumbuhan berkesinambungan, (3) tahapan tinggal landas, (4)
tahapan menuju kematangan ekonomi, dan (5) tahapan konsumsi massal tinggi.
Todaro dan Smith menyatakan bahwa terdapat tiga inti pembangunan yang
harus dimiliki oleh masyarakat, yaitu: (1) Peningkatan ketersediaan serta
perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok-seperti pangan,
sandang, dan papan; (2) Peningkatan standar hidup, tidak hanya peningkatan
pendapatan tetapi juga meliputi penambahan lapangan kerja, perbaikan kualitas
pendidikan dan peningkatan perhatian atas nilai sosial masyarakat; (3) Perluasan
pilihan-pilihan ekonomis dan sosial, membebaskan dari sikap menghamba dan
ketergantungan.
Pertumbuhan Ekonomi merupakan suatu proses kenaikan produksi yang
berdampak pada kenaikan pendapatan suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang
baik dapat menggambarkan adanya pembangunan ekonomi yang berhasil.
Perbedaan antara pertumbuhan dengan pembangunan ekonomi menurut Mankiw
(2000) dalam Adhitia (2009) adalah pertumbuhan ekonomi bersifat kuantitatif,
yakni kenaikan standar pendapatan dan tingkat output produksi, sedangkan
pembangunan bersifat kualitatif, tidak hanya pertambahan produksi tetapi juga
perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai
sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik. Menurut
Anggraeni (2003) pertumbuhan ekonomi lebih cenderung ditandai oleh adanya
peningkatan output agregat atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi
dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan
PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional (PN).
Pengukuran secara makro dari produk suatu daerah dan perkembangannya
secara menyeluruh, maka pendapatan regional digunakan sebagai indikator
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, yang dapat dilihat dari nilai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Definisi PDRB menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi diwilayah
(regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun). PDRB juga merupakan
indikator untuk mengatur laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat
dimonitor sektor-sektor apa saja yang menyebabkan tinggi-rendahnya
pertumbuhan ekonomi diwilayah tersebut, sehingga ada prioritas pada sektor
tersebut.
Nugroho dan Dahuri (2004) menyatakan bahwa ketersediaan faktor-faktor
lokal memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan wilayah
berdasarkan pendekatan penawaran. Faktor-faktor dari pasokan lokal yang
mempengaruhi produktivitas wilayah adalah : (1) Kapital atau modal, (2) Lahan,
(3) Tenaga Kerja, (4) Kewirausahaan, (5) masukan antara (pupuk, pestisida, atau
7
bahan packaging). Pengertian lahan diatas adalah mencakup bahan-bahan
dibawah tanah dan karakteristik iklim diatasnya, penyediaan lahan dalam arti
kualitas dan kuantitas harus optimal agar dapat menyumbang hasil ekonomi.
Berdasarkan pendekatan permintaan, pertumbuhan wilayah terjadi sebagai akibat
adanya permintaan barang dan jasa tertentu pada suatu wilayah oleh wilayah
lainnya. Semakin tinggi permintaan luar wilayah dapat dipenuhi berarti semakin
tinggi pula aktivitas ekonomi lokal dan pertumbuhan ekonominya.
Aspek penting yang dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya pertanian
adalah aspek alam (tanah), modal dan tenaga kerja, namun menurut Soekartawi
(2002) selain aspek tersebut terdapat aspek yang juga dianggap penting, yaitu
aspek manajemen. Hal ini dapat dimengerti karena walaupun sumberdaya tersedia
dalam jumlah yang memadai, namun tanpa adanya kemampuan untuk mengelola
yang baik, maka penggunaan sumberdaya tidak akan efisien.
Menurut Glasson (1978) dalam Natalia (2004), secara implisit terdapat
hubungan sebab akibat dalam pembagian kegiatan perekonomian wilayah menjadi
kegiatan basis dan non basis. Peningkatan jumlah kegiatan basis dalam suatu
wilayah akan menyebabkan peningkatan arus pendapatan yang masuk ke wilayah
tersebut meningkatkan permintaan barang dan jasa dalam wilayah dan
mengakibatkan peningkatan volume kegiatan non basis. Penentuan sektor
prioritas pembangunan dapat menggunakan besarnya peranan suatu sektor dalam
suatu daerah terutama kontribusi sektor tersebut terhadap nilai PDRB daerah
tersebut. Bila kontribusi nilai PDRB suatu sektor persentasenya lebih
dibandingkan dengan sektor lain terhadap PDRB total, maka dapat dikatakan
sektor tersebut adalah sektor unggulan daerah tersebut (Anggraeni, 2003).
Kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat dibedakan menjadi kegiatan
basis dan kegiatan non basis menurut Hoover dalam Natalia (2004). Kegiatan
basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan
pembangunan wilayah secara keseluruhan . sedangkan kegiatan non basis adalah
kegiatan yang pertumbuhannya merupakan akibat pembangunan wilayah secara
keseluruhan.
Peran Subsektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian dan definisi yang digunakan dalam Buku Pembakuan Statistik
Perkebunan 2007 mengacu pada Undang-undang No 18 Tahun 2004 mengenai
Perkebunan serta Buku Konsep dan Definisi Baku Statistik Pertanian (BSP).
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (Puslitbangbun,
2007).
Di Indonesia komoditas perkebunan merupakan komoditas pertanian yang
penting. Komoditi ini dapat dikembangkan melalui peningkatan potensi lahan
perkebunan yang memiliki potensi dan didukung oleh kondisi iklim serta tanah
yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman (Nurleli, 2008). Tanaman perkebunan
memiliki peran terhadap pertumbuhan ekonomi, baik ditingkat nasional maupun
8
regional. Komoditi tanaman perkebunan dapat menghasilkan devisa bagi negara
yang mengekspor hasil produksi perkebunan.
Peran tanaman perkebunan lainnya adalah pemenuhan ketersediaan pangan,
menurut Parulian (2008) minyak goreng dan gula merupakan produk perkebunan
yang mempunyai peran penting dalam memelihara ketahanan pangan dimana,
ketahanan pangan merupakan salahsatu syarat penting ketahanan nasional.
Menurut Natalia (2004) peran subsektor perkebunan dalam pembangunan wilayah
adalah mendorong pertumbuhan agroindustri melalui penyediaan bahan baku,
meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil perkebunan, menciptakan
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahterahan petani
serta menunjang pembangunan daerah.
Pada umumnya perkebunan berkembang di wilayah pedesaan dan wilayah
terpencil, sehingga perkembangan subsektor perkebunan akan berpengaruh pada
wilayah tersebut. Pengaruh dari berkembangnya perkebunan yaitu dengan
berkembangnya produksi serta mutu dari produk perkebunan akan meningkatkan
pendapatan masyarakat dan perluasan pangsa pasar. Munculnya berbagai industri
pendukung perkebunan di daerah sekitar perkebunan juga akan memberikan
dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Hal ini terjadi akibat
perkembangan wilayah berkaitan erat dengan perkembangan sektor ekonomi di
wilayah yang bersangkutan, karena kegiatan ekonomi merupakan sumber aktivitas
dalam suatu daerah (Parulian, 2008).
Konsep dan Definisi Tanaman Perkebunan
Tanaman perkebunan dapat dibedakan berdasarkan umur tanaman, yaitu
tanaman tahunan dan tanaman semusim atau berumur pendek. Berdasarkan Pusat
Data dan Informasi Pertanian (tahun tidak diketahui) tanaman tahunan adalah
tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur lebih dari satu tahun dan
pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali masa panen untuk satu kali
penanaman. Tanaman semusim adalah tanaman perkebunan yang pada umumnya
berumur pendek atau kurang dari satu tahun, dan panen dilakukan satu kali masa
panen untuk satu kali penanaman.
Berdasarkan kepemilikannya, perkebunan dibedakan menjadi dua, yaitu
perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar adalah perkebunan
yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan yang
berbadan hukum. Perkebunan besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara
(PTP/PNP) dan perkebunan besar swasta nasional/asing. Kedua adalah
perkebunan rakyat, jenis perkebunan ini dibedakan menjadi (1) Usaha kecil
tanaman perkebunan rakyat, usaha tanaman perkebunan yang diselenggarakan
atau dikelola secara komersial oleh perusahaan perseorangan yang tidak berakte
notaris dan memenuhi kriteria yaitu luas antara 0,25 Ha - 2 Ha; dan (2) Usaha
rumah tangga perkebunan rakyat, usaha tanaman perkebunan yang tidak berbadan
hukum yang diselenggarakan atau dikelola oleh rumah tangga perkebunan dan
belum memenuhi kriteria usaha kecil tanaman perkebunan rakyat (Pusdatin, tanpa
tahun)
Menurut Dinas Perkebunan Jawa Barat (2014), terdapat beberapa klasifikasi
tumbuh pada tanaman perkebunan. Berikut merupakan tabel klasifikasi tanaman
9
perkebunan yang terbagi atas tanaman tahunan dan tanaman semusim. Pada Tabel
4 menunjukan persyaratan lingkungan tumbuh yang spesifik, yaitu jenis tanah
yang sesuai, ketinggian tempat penanaman, dan suhu yang diperlukan oleh
tanaman untuk menghasilkan hasil optimal. Kesesuaian iklim sangat diperlukan
untuk mendapatkan produksi yang optimal.
Tabel 4 Klasifikasi tumbuh tanaman perkebunan menurut tanaman tahunan dan
tanaman semusim
Jenis
Tanaman
Jenis Tanah
Ketinggian
(Mdpl)
Suhu
(oC)
Tanaman Tahunan
Cengkeh
Gembur
0 - 900
25 - 34
15 - 25
Jambu Mete Lempung
berpasir 1 - 1.200
dan tanah ringan
berpasir
± 27
Kelapa
Berpasir,
berabu
gunung dan tanah
berliat
Kopi
Kapuk
Tebu
Tembakau
Gembur,
subur, 700 – 1000
kandungan
bahan
organik tinggi dan
berdrainase baik
-
17 - 21
(Robusta)
21 -24
(Arabika)
Tanaman Semusim
-
Bersifat tidak terlalu < 500
basah
Gembur, remah, dan 0 – 900
mudah mengikat air
21 - 31
Keterangan
4 -6 bulan kering
atau curah hujan
1.000-2.000 mm/th.
Curah hujan 1.3002.300
mm/th,
kelembapan
tinggi
akan mudah terserah
jamur.
3 - 4 bulan kering,
1,5 bulan kering
sebelum
masa
berbunga.
< 4 bulan kering atau
curah hujan < 350
mm/th
Curah hujan < 2000
mm/th
Penanaman pada area
terbuka,
dapat
tumbuh pada dataran
rendah atau tinggi
Sumber : Dinas Perkebunan Jawa Barat, 2014
Analisis Daya Saing
Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini salahsatunya adalah alat
analisis Shift Share, analisis ini merupakan alat analisis yang digunakan untuk
mengetahui sumber pertumbuhan perekonomian yang dapat dilihat dari sisi
pendapatan atau dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah.
Menurut Budiharsono (2001) dalam Auliandyni (2013) komponen
pertumbuhan nasional (PN) merupakan perubahan produksi/kesempatan kerja
suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/kesempatan kerja
nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional yang berdampak pada
perekonomian semua sektor dan wilayah seperti inflasi, pengangguran dan pajak.
10
Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul akibat perbedaan sektor dalam
permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industri
(misalnya subsidi) dan struktur dan keragaman pasar. Komponen ketiga yaitu
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul akibat peningkatan atau penurunan
PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah
lainnya.
Pada analisis ini digunakan empat kuadran yang berfungsi untuk
mengevaluasi kinerja sektor ekonomi yang terdapat di suatu wilayah. Empat
kuadran tersebut dipisahkan oleh garis horisontal yang menggambarkan
persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP). Sumbu vertikal
yang menggambarkan persentase pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
Penjelasan masing-masing kuadran yaitu (1) kuadran I nilai PP dan PPW
positif yang menunjukkan bahwa sektor di kuadran ini memiliki pertumbuhan
yang cepat dan daya saing yang baik; (2) kuadran II memiliki nilai PP positif
sedangkan PPW negatif yang menggambarkan sektor mengalami pertumbuhan
cepat tetapi tidak memiliki daya saing yang baik; (3) kuadran III memiliki nilai PP
dan PPW negatif sehingga sektor tidak memiliki pertumbuhan dan daya saing
yang baik; (4) kuadran IV memiliki nilai PP negatif dan PPW positif dimana
menunjukkan pertumbuhan yang lambat dan daya saing yang relatif baik.
Terdapat garis yang melintang antara kuadran II dan kuadran IV, yang
membentuk sudut 45 derajat. Garis tersebut berfungsi untuk menunjukkan nilai
pergeseran bersih, pada bagian atas garis tersebut menunjukkan PBij > 0 yang
berarti bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya maju (progressif) sedangkan
bagian bawah garis menunjukkan PBij < 0 dimana sektor-sektor tersebut memiliki
pertumbuhan yang lambat.
Penelitian Terdahulu
Natalia (2004) melakukan penelitian berjudul Analisis Efektifitas Kebijakan
Pembangunan Subsektor Perkebunan di Kabupaten Kampar. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat efektifitas kebijakan pemerintah Kabupaten Kampar yang
bertitik berat pada subsektor perkebunan. Metode yang digunakan adalah
Location Quotient (LQ) dan metode Shift Share (SS). Hasil dari penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah untuk terus mengembangkan
subsektor perkebunan cukup efektif, terutama untuk jangka panjang.
Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan sektor pertanian terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lombok Tengah (Distia, 2013) memiliki
tujuan (1) mengidentifikasi sektor basis, (2) menganalisis daya saing sektor
unggulan dan (3) menganalisis pengaruh pertumbuhan sektor pertanian tehadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lombok Tengah. Metode yang digunakan
adalah metode LQ, metode Shift Share (SS) dan metode panel. Penelitian tersebut
menghasilkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor basis dengan
pertumbuhan yang lambat dan memiliki daya saing yang kurang baik
dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Hasil dari model panel ialah variabel
PDRB Pertanian dan penduduk berpengaruh nyata, sedangkan variabel luas tanah
dan tenaga kerja dengan pendidikan akhir SMA tidak berpengaruh.
11
Penelitian Anggraeni (2003) mengenai peranan perkebunan tehadap
pertumbuhan wilayah dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB, penyerapan
tenaga kerja dan perdagangan bertujuan untuk mengidentifikasi kesejahterahan.
Model regresi berganda digunakan untuk melihat faktor yang mempengaruhi
petani untuk keluar dari kemiskinan.Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah umur, lama pengalaman berkebun, pendidikan, status
kepemilikian usahatani, pekerjaan sampingan, status asal petani, keikutsertaan
dalam proyek pengembangan perkebunan, jumlah tanggungan keluarga, luas
lahan, nilai aset non lahan, pendapatan perkebunan, pendapatan tanaman pangan,
biaya produksi perkebunan, biaya produksi tanaman pangan, pendapatan pertanian
luar usahatani, pendapatan luar usahatani, pengeluaran rutin, pengeluaran tidak
rutin, akses terhadap input, akses terhadap informasi, dan akses terhadap pasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perkebunan mempunyai
peranan besar terhadap pertumbuhan wilayah dilihat dari sumbangannya terhadap
PDRB. Faktor yang berpengaruh positif terhadap pendapatan rumah tangga petani
adalah tingkat pendidikan, luas lahan, pendapatan perkebunan, pendapatan
tanaman pangan, pendapatan pertanian luar usahatani, total biaya perkebunan, dan
pendapatan luar usahatani. Sedangkan faktor lainnya tidak berpengaruh positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurleli (2008) memiliki tujuan salahsatunya
adalah membangun pewilayahan komoditas perkebunan unggulan dengan
menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Untuk komoditas yang berbasis
lahan seperti perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (areal
tanam atau areal panen) data series selama kurun waktu lima tahun (2000 – 2005).
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan
kelapa menjadi sektor basis perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus dan
menggambarkan pemusatan luasan usaha tani komoditas tersebut.
Pusat aktivitas ekonomi wilayah antar kabupaten/kota se provinsi Riau,
Parulian (2008) juga menggunakan alat analisis LQ dalam penelitiannya. Selain
itu peneliti juga menggunakan alat analisis Shift Share yang menggambarkan
posisi kemajuan pendapatan regional kabupaten/kota menurut lapangan usaha
tahun 2000 dan 2004. Berdasarkan hasil analisis tersebut, potensi sektor
perkebunan yang merupakan sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Kampar dan
ditingkatkan di Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
Zainudin (2012) meneliti potensi pertumbuhan ekonomi kabupaten Bone
dalam periode 2006 hingga 2010. Peneliti menggunakan alat analisis Location
Quotient (LQ) dan analisis Shift Share. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
sektor yang merupakan sektor basis adalah sektor pertanian, sektor bangunan dan
sektor jasa-jasa. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor listrik, gas
dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan dan
komunikasi, dan sektor keuangan merupakan sektor yang berkembang pesat.
Penelitian yang dilakukan oleh Polyzos dan Minetos (2008) memberikan
gambaran mengenai perkembangan ekonomi regional Yunani dengan
menganalisis perubahan-perubahan struktural dan pola produktivitas. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ)
dengan 12 sektor ekonomi untuk melihat spesialisasi ekonomi di Yunani dalam
periode 1996-2002. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sektor ekonomi
yang berpengaruh positif pada tingkat kemakmuran adalah construction sector,
community, social and personal service serta real estate, menyewa dan kegiatan
12
usaha. Manufaktur dan pertanian tidak memiliki pengaruh dalam pembentukan
kesejahterahan daerah.
Penelitian yang dilakukan Sutikno dan Maryunani (2007) menggunakan alat
analisis Tipologi klasen, Location Quotient dan Shift Share untuk menjawab
tujuan penelitian yaitu, mengetahui struktur dan pola pertumbuhan ekonomi
masing-masing Satuan Wilayah Pembangunan (SWP), mengetahui sektor dan
subsektor ekonomi unggulan, dan potensi serta daya saing masing-masing
kecamatan sebagai prioritas pusat pertumbuhan pada masing-masing SWP.
Menunjukkan bahwa struktur ekonomi di semua SWP di dominasi oleh sektor
tersier kemuadian diikuti oleh sektor primer dan sekunder (Tersier, Primer, dan
Sekunder). Sedangkan berdasarkan kontribusi masing masing sektor menunjukan
bahwa sektor pertanian, industri pengolahan, serta perdangan, hotel dan restoran
merupakan sektor yang dominan kontribusinya terhadap PDRB di setiap SWP
Syahza dan Johan (2005) meneliti mengenai pengaruh pengembangan
komoditi tanaman perkebunan kelapa sawit terhadap ekonomi regional daerah
Riau. Ekspor kopra, karet, dan non perkebunan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap PDRB. Ekspor karet mengalami penurunan volume yang
berakibat turunnya nilai ekspor. Turunnya volume ekspor karet lebih disebabkan
oleh penurunan produksi karet itu sendiri yang disebabkan terjadinya alih fungsi
lahan dari kebun karet menjadi kebun kelapa sawit dan sebagian besar karet
masyarakat pada kondisi produksi mulai menurun karena sudah tua.
Kerangka Pemikiran
Kabupaten Bondowoso menjadi salahsatu dari lima kabupaten tertinggal di
Jawa Timur pada tahun 2012. Hal ini dikarenakan kurangnya kemandirian
keuangan lokal yang dimiliki Kabupaten Bondowoso. Pemerintah Kabupaten
Bondowoso mulai mengembangkan potensi subsektor tanaman perkebunan, yang
di harapkan dapat menopang pendapatan daerah, serta menjadi solusi untuk
menjadikan Kabupaten Bondowoso sebagai kabupaten terentaskan.
Potensi yang dimiliki subsektor tanaman perkebunan perlu di analisis, yaitu
dengan menganalisis sektor unggulan, daya saing dan analisis peran sektor
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso. Data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) digunakan dalam menganalisis sektor unggulan dan daya
saing, serta data produksi perkebunan untuk melihat komoditi unggulan.
Data PDRB dikelompokkan berdasarkan lapangan usahanya, yaitu:
pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air
bersih; kontruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan
komunikasi; keuangan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa. Analisis tersebut dapat
dilakukan dengan analisis Location Quention (LQ) dan analisis Shift Share (SS).
Peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Bondowoso dapat dilakukan dengan analisis ekonometrika, yaitu analsis panel
data. Alat analisis ini akan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor subsektor
perkebunan yang berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bondowoso. Dengan menggunakan beberapa variabel yang
diasumsikan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB Kabupaten
Bondowoso, PDRB Sektor Perkebunan Kabupaten Bondowoso, Luas Lahan
13
Perkebunan, dan Produksi tanaman unggulan berdasarkan perhitungan LQ). Hasil
data yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi
untuk proses pertumbuhan ekonomi daerah berkelanjutan di Kabupaten
Bondowoso.
Kabupaten Bondowoso
merupakan
salahsatu
Kabupaten tertinggal di
Jawa Timur
Permasalahan :
Pemerintah Kabupaten
Bondowoso mulai melakukan
pengembangan terhadap
subsektor tanaman perkebunan
ANALISIS POTENSI PERKEBUNAN
Sektor Ekonomi yang
merupakan sektor unggulan
Daya saing subsektor
tanaman perkebunan
Peran subsektor tanaman
perkebunan terhadap
pertumbuhan ekonomi
Analisis:
Analisis sektor
unggulan
Analisis daya
saing
Analisis peran
sektor
Subsektor tanaman
perkebunan berpotensi
sebagai sektor unggulan
Implikasi:
Arahan pengembangan subsektor
tanaman perkebunan dapat
meningkatkan kemandirian lokal
dan menjadi kabupaten
terentaskan
Gambar 4 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso dan PDRB Provinsi
Jawa Timur, data produksi tanaman perkebunan Kabupaten Bondowoso dan
produksi tanaman perkebunan Provinsi Jawa Timur dan data sekunder gabungan
antara data cross section dan data time series yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS), BAPPEDA Kabupaten Bondowoso, dan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan. Periode waktu untuk analisis Location Quention tahun 2003 hingga
14
2012 untuk melihat sektor unggulan dan tahun 2009 hingga 2013 untuk melihat
komoditi unggulan, analisis Shift Share tahun 2003 adalah tahun dasar analisis
dan tahun 2012 menjadi tahun akhir analisis. Sedangkan analisis panel statis
menggunakan periode waktu antara tahun 2009-2011. Studi pustaka dilakukan
terhadap berbagai artikel internet, koran, dan literatur-literatur yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif dan metode kuantitatif, analisis deskriptif digunakan untuk memberikan
penjelasan umum mengenai hasil yang diteliti, sedangkan metode kuantitatif akan
memberikan informasi berupa angka-angka. Pada penelitian ini metode analisis
deskriptif akan menjelaskan secara umum mengenai kondisi perekonomian
Kabupaten Bondowoso, kondisi perkebunan, serta peran sektor perkebunan
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso. Sedangkan metode
analisi kuantitatif yang digunakan berupa metode analisis Location Quention,
Shift Share, dan analisis data panel.
Analisis Location Quention (LQ)
Metode ini digunakan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan atau sektor
basis yang dimiliki oleh suatu wilayah. Kegunaan dari metode ini juga untuk
menunjukkan besar kecilnya peranan suatu sektor dengan membandingkan
dengan wilayah diatasnya. Analisis ini dapat dirumuskan sebagai berikut
(Adisasmita, 2005):
⁄
LQ
⁄
Keterangan:
Pi
: PDRB sektor i pada Kabupaten Bondowoso
: total PDRB semua sektor ekonomi Kabupaten Bondowoso
Pt
: PDRB sektor i pada Provinsi Jawa Timur
Qi
: total PDRB semua sektor ekonomi Provinsi Jawa Timur
Qt
Jika nilai LQ > 1 maka sektor i merupakan sektor unggulan/basis dan
memiliki peran yang besar pada perekonomian Kabupaten Bondowoso.
Sedangkan jika nilai LQ < 1 maka sektor i merupakan sektor non unggulan/non
basis. Analisis LQ juga digunakan untuk melihat komoditi unggulan dengan
menggunakan data produksi, dapat dirumuskan sebagai berikut:
LQ
⁄
⁄
Keterangan:
Ai
: produksi perkebunan komoditi i pada Kabupaten Bondowoso
At
: total produksi perkebunan Kabupaten Bondowoso
Bi
: produksi perkebunan komoditi i pada Provinsi Jawa Timur
Bt
: total produksi perkebunan Provinsi Jawa Timur
15
Selain menganalisis sektor unggulan dan komoditi unggulan Kabupaten
Bondowoso, penelitian ini juga menganalisis komoditi unggulan pada tingkat
kecamatan. Analisis LQ digunakan untuk melihat komoditi unggulan yang
dimiliki setiap kecamatan di Kabupaten Bondowoso dengan periode waktu 2009
dan 2011. Berikut rumus yang digunakan dalam penelitian ini:
LQ
⁄
⁄
Keterangan:
Uia
: Produksi perkebunan komoditi i pada kecamatan a
Uta
: total produksi perkebunan pada kecamatan a
Vi
: Produksi perkebunan komoditi i pada Kabupaten Bondowoso
Vt
: total produksi perkebunan pada Kabupaten Bondowoso
Analisis Shift Share (SS)
Pada penelitian ini menggunakan sisi pendapatan yaitu data PDRB
Kabupaten Bondowoso dan PDRB Provinsi Jawa Timur. Analisis ini melihat
perubahan PDRB yang terjadi pada dua titik waktu. Perubahan tersebut dapat
dinyatakan sebagai berikut:
∆Yij
Y’ij – Yij
Dengan:
ΔYij : Perubahan PDRB sektor i pada wilayah j
Y’ij : PDRB tahun akhir analisis dari sektor i pada wilayah j
Yij
: PDRB tahun dasar analisis dari sektor i pada wilayah j
Rasio indikator kegiatan ekonomi digunakan untuk melihat perbandingan
indikator ekonomi di suatu wilayah tertentu. Rasio indikator kegiatan ekonomi ini
terdiri dari ri, Ri dan Ra.
ri
Ri
Ra
Dengan :
ri
: rasio indikator kegiatan ekonomi sektor i pada wilayah j
Y’ij : indikator kegiatan ekonomi sektor i wilayah j pada tahun akhir analisis
Yij
: indikator kegiatan ekonomi sektor i wilayah j pada tahun dasar analisis
Ri
: rasio indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i
Y’i
: indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i pada tahun akhir analisis
Yi
: indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i pada tahun dasar analisis
Ra
: rasio indikstor kegiatan ekonomi (Provinsi)
Y’
: indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) pada tahun akhir analisis
Y
: indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) pada tahun dasar analisis
Menurut Budiharsono (2001) dalam Auliandyni (2013) terdapat tiga
komponen utama dalam analisis Shift Share, yaitu komponen pertumbuhan
nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Berikut cara perhitungannya:
PNij
Ra Yij PPij
Ri – Ra Yij
16
PPWij
ri – Ri Yij PB
PP
PPW
Nilai PN menunjukkan pengaruh kebijakan nasional terhadap sektor
ekonomi, nilai PP menunjukkan pertumbuhan, dan nilai PPW menunjukkan daya
saing. Terdapat empat kuadran yang dapat menggambarkan posisi sektor
ekonomi, (1) jika PP dan PPW positif maka menunjukkan bahwa sektor-sektor di
kuadran ini memiliki pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik, (2) nilai
PP positif sedangkan PPW negatif yang menggamb
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN BONDOWOSO
TAHUN 2003-2012
DIAN SITI HARTATI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Sektor
Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Dian Siti Hartati
NIM H14100068
ii
ABSTRAK
DIAN SITI HARTATI. Peran Sektor Perkebunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Bondowoso. Dibimbing oleh ALLA ASMARA.
Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu kabupaten tertinggal di Jawa Timur. Sektor
ekonomi yang memiliki potensi di Kabupaten Bondowoso adalah subsektor perkebunan.
Pengembangan subsektor perkebunan dilakukan untuk meningkatkan perekonomian
Kabupaten Bondowoso. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis sektor unggulan
Kabupaten Bondowoso, (2) menganalisis daya saing subsektor perkebunan Kabupaten
Bondowoso, serta (3) menganalisis peran subsektor perkebunan terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bondowoso. Metode yang digunakan adalah Location Quontient,
metode Shift Share, dan metode panel statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
subsektor perkebunan merupakan sektor unggulan Kabupaten Bondowoso, dengan daya
saing baik namun pertumbuhan lambat. Dukungan kelembagaan atas komoditi kopi serta
akses pasar yang mudah atas komoditi tembakau menyebabkan daya saing yang baik,
namun penggunaan cara tanam tradisional dan varietas non unggulan menyebabkan
subsektor tanaman perkebunan memiliki pertumbuhan lambat. Hasil olahan data panel
menunjukkan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor
perkebunan dan produksi kopi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Bondowoso.
Kata Kunci : Location Quontient, Panel Statis, Peran Sektor, Subsektor Perkebunan, Shift
Share.
ABSTRACT
DIAN SITI HARTATI. The Role of The Plantation Sector on Economic Growth of
District Bondowoso. Supervised by ALLA ASMARA.
Bondowoso is one of underdeveloped districts in East Java in 2012. The one of potential
sector in Bondowoso is plantation subsector. The development of plantation subsector
done to improve the economy of district Bondowoso. The purpose of this research was
(1) to analyzed the leading sector, (2) analyzed the competitiveness of the plantation
subsector, and (3) analyzed the role of the plantation subsector on economic growth of
district Bondowoso. The method that used were Location Quotient, Shift Share, and panel
method. The results showed that plantation subsector is leading sector in Bondowoso,
with good competitiveness but experienced slower growth. Institutional support for the
coffe and an easy market access for tobacco cause good competitiveness, however the use
of traditional way of planting and varieties of non-winning plantation crop subsector has
led to slower growth. The panel data processed show that variable regional gross
domestic product of plantation and production of coffee influential positive toward
economic growth of Bondowoso.
Key Word : Location Quotient, Panel, The role of sector, Plantation subsector, Shift Share
PERAN SEKTOR PERKEBUNAN
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN BONDOWOSO
TAHUN 2003-2012
Skripsi
sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iv
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
Peran Sektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Bondowoso. Kajian tentang peran sektor terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi
topik menarik karena pengembangan sektor yang tepat diharapkan dapat
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya di Kabupaten
Bondowoso.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :
1.
Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu, bimbingan, arahan dan motivasi sehingga proses
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Dr.Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr sebagai penguji utama dan Dr. Muhammad
Findi, ME sebagai penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran
dan kritiknya demi penyempurnaan skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini
menjadi lebih baik.
3.
Kedua orang tua tercinta, Moch. Syaiful Ichlas dan Suhartatik, kakak, serta
nenek tercinta yang telah memberikan semangat serta doa yang membuat
penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Indra Purnama Bahri, atas dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik.
5.
Teman-teman satu bimbingan : Yola, Bili, Trisa, dan Adit yang telah
memberikan semangat, doa, dan kesediaannya dalam membantu penulis.
6.
Sahabat-sahabat terbaik : Ria Brilian K, Tiko Permatasari, Eli Rahmawati,
Dara Ayu Lestari, Kusuma Hani P, Anisa Ramadanti, Fatimah Zachra,
Novia Trisnawulan, dan Silvia Sari yang selalu memotivasi.
7.
Teman-teman IE 47, Marie Violeta Nuna Tukan, Queen 1, dan teman
IKAPINDO atas motivasi dan doa yang diberikan.
8.
BAPPEDA Bondowoso, BPS Bondowoso, Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Bondowoso, Bambang Sri Ono dan seluruh pihak yang telah
membantu penulis mendapatkan data dan informasi sehingga skripsi ini
dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan,
sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penulisan yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, November 2014
Dian Siti Hartati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
5
Peran Subsektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
7
Konsep dan definisi Tanaman Perkebunan
8
Analisis Daya Saing
9
Penelitian Terdahulu
10
Kerangka Pemikiran
12
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber data
13
Metode Analisis Data
14
GAMBARAN UMUM
Kondisi Geografis, Karakter Fisik dan Wilayah
Kabupaten Bondowoso
17
Potensi dan Kondisi Perkebunan di Kabupaten Bondowoso
17
PEMBAHASAN
Sektor Unggulan di Kabupaten Bondowoso
20
Daya Saing Sektor Ekonomi di Kabupaten Bondowoso
27
Peran Faktor-faktor Subsektor Perkebunan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso
32
SIMPULAN DAN SARAN
37
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
42
viii
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Pertumbuhan ekonomi subsektor pertanian Kabupaten Bondowoso
tahun 2011 dan 2012 (persen)
Luas areal dan produksi komoditi unggulan tanaman perkebunan
Kabupaten Bondowoso tahun 2009 dan 2012
Target dan realisasi belanja urusan pertanian Kabupaten Bondowoso
tahun 2010-2012
Klasifikasi tumbuh tanaman perkebunan menurut tanaman tahunan
dan tanaman semusim
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
menurut subsektor dari sektor pertanian Kabupaten Bondowoso tahun
2010 – 2012
Produksi tanaman perkebunan menurut komoditi unggulan tahun
2011 dan 2011 di Kabupaten Bondowoso
Luas areal perkebunan tahun 2009 - 2013 di Kabupaten Bondowoso
Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quotient tahun 2003-2012
Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quotient menurut sektor pertanian
tahun 2003-2012
Komoditi unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quotient menurut produksi
tanaman perkebunan tahun 2009-2013
Komoditi unggulan di Kabupaten Bondowoso berdasarkan LQ
menurut kecamatan tahun 2009-2011
Komoditi unggulan per kecamatan tahun 2009-2012 di Kabupaten
Bondowoso
Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten
Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut sektor
tahun 2003-2012
Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten
Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor
pada sektor pertanian tahun 2003-2008
Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten
Bondowoso berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor
pada sektor pertanian tahun 2008-2012
Hasil estimasi model pengaruh subsektor perkebunan terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso dengan Fixed Effect
Model (FEM)
Luas total perkebunan dan luas lahan perkebunan tidak menghasilkan
tahun 2009-2011 Kabupaten Bondowoso Pertumbuhan dan daya
saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso
3
3
4
9
18
19
19
21
22
23
25
27
28
29
30
33
36
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso Tahun 2008 – 2012
2 Penerimaan daerah Kabupaten Bondowoso tahun 2008-2012
3 Produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso atas
dasar harga konstan (ADHK) sektor ekonomi tahun 2003-2012
4 Alur kerangka pemikiran penelitian
5 Peta rancana kawasan perkebunan Kabupaten Bondowoso berdasarkan
RTRW Kabupaten Bondowoso 2011-2031
6 Perkebunan tebu dan varietas unggulan kopi di Kabupaten Bondowoso
7 Profil pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan Kabupaten
Bondowoso berdasarkan analisis Shift Share
8 Jumlah produksi komoditi cengkeh, kapuk randu, tebu, dan tembakau
Kabupaten Bondowoso 2009-2011
1
1
2
13
18
20
31
35
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Sektor unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Location Quontient menurut subsektor tahun
2003 – 2012
2 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor pada sektor
pertanian tahun 2003 – 2008
3 Pertumbuhan dan daya saing sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso
berdasarkan perhitungan Shift Share menurut subsektor pada sektor
pertanian tahun 2008 – 2012
4 Hasil Pengujian dengan metode PLS test untuk mengestimasi
Keterkaitan antar Perkebunan dengan pertumbuhan Ekonomi
5 Uji asumsi klasik model
42
43
45
47
47
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu dari lima kabupaten tertinggal
di Provinsi Jawa Timur yang ditetapkan oleh Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal (PDT) pada tahun 2012. Salahsatu kriteria utama dalam penentuan
kabupaten tertinggal yaitu kemampuan keuangan lokal yang dimiliki suatu daerah.
Pada Gambar 1 menunjukan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bondowoso tahun 2008-2012. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso
mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Pertumbuhan
(Juta Rp)
250.000,00
200.000,00
150.000,00
100.000,00
50.000,00
2008
2009
2010
Tahun
2011
2012
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bondowoso Tahun 2008 –
2012
Penerimaan
Daerah
Kab.Bondowoso
Pada Gambar 2 besar penerimaan daerah Kabupaten Bondowoso
menunjukkan peningkatan tiap tahunnya, namun besar dana perimbangan yang
diterima jauh lebih besar dari pada besar pendapatan asli daerah (PAD). Keadaan
ini merupakan salahsatu faktor yang menyebabkan Kabupaten Bondowoso
menjadi kabupaten tertinggal.
910,00
810,00
710,00
610,00
510,00
410,00
310,00
210,00
110,00
10,00
650,35
780,38
45,78
60,58
68,08
2010
2011
2012 Tahun
523,17
536,52
578,46
30,00
39,57
2008
2009
Dana
Perimbangan
(Milyar Rp)
Pendapatan Asli
Daerah (Milyar
Rp)
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Bondowoso 2012
Gambar 2 Penerimaan Daerah Kabupaten Bondowoso Tahun 2008 – 2012
Upaya peningkatan perekonomian daerah perlu dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Bondowoso. Keberhasilan pembangunan adalah perencanaan yang
tepat. Arifien dkk (2012) menyatakan bahwa perencanaan yang tepat yaitu
perencanaan yang didasarkan pada masalah, kebutuhan dasar dan potensi wilayah
agar pembangunan yang dilakukan mampu meningkatkan perekonomian daerah.
Kontribusi dari sembilan sektor ekonomi di Kabupaten Bondowoso dapat dilihat
2
Jasa-jasa
4.000.000
3.500.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
-
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
Pengangkutan dan Komunikasi
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Bangunan
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
Listrik, Gas dan Air Bersih
2003
PDRB
Kabupaten Bondowoso
pada Gambar 3. Besar kontribusi dari sembilan sektor ekonomi tahun 2003 hingga
2012 yang tertinggi adalah sektor pertanian.
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Tahun
Pertanian
Sumber : Badan Pusat Statistik Bondowoso, berbagai tahun
Gambar 3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso atas
dasar harga konstan (ADHK) Sektor Ekonomi Tahun 2003-2012
Kabupaten Bondowoso memiliki ketinggian dari permukaan laut rata-rata
mencapai ± 253 meter diatas permukaan laut dengan wilayah tertinggi mencapai ±
3.287 meter dan terendah ± 73 meter. Kondisi dataran di wilayah Bondowoso ini
terdiri dari pegunungan dan perbukitan seluas 44,4 persen, dataran tinggi 24,9
persen dan dataran rendah 30,7 persen dari luas wilayah keseluruhan (Statistik
Daerah Kabupaten Bondowoso, 2013). Posisi geografis Kabupaten Bondowoso
ini dapat berpotensi memajukan subsektor perkebunan.
Pemerintah Kabupaten Bondowoso mengusung tema peningkatan produksi
dan nilai tambah sektor agrobisnis dan peningkatan infrastruktur dalam rencana
kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2014. Salahsatu subsektor yang
dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bondowoso adalah subsektor tanaman
perkebunan. Kabupaten Bondowoso merupakan salahsatu sentra penanaman tiga
jenis tanaman perkebunan, yaitu tanaman kopi, tembakau, dan Tebu menurut
Dinas Perkebunan Jawa Timur (2011). Berikut merupakan beberapa program
pemerintah Kabupaten Bondowoso dalam meningkatkan potensi subsektor
perkebunan:
1. Perda no.10/2010 yang berisi tentang peningkatan pemanfaatan potensi
sumberdaya ekonomi berbasis agrobisnis yang berdaya saing.
2. Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten 2011-2014 ialah terwujudnya
wilayah Kabupaten Bondowoso sebagai kawasan agropolitan, wisata agro dan
pegunungan yang maju, berdaya saing dan lestari.
3. Kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan beserta petani dengan Puslitkoka, Bank Indonesia
cabang Jember dalam pembentukan klaster pengembangan kopi arabika
Kabupaten Bondowoso.
4. Pematenan varietas unggulan tembakau, yaitu Maesan I dan Maesan II (SK
Mentan No.584/Kptsn/SR.120/2/2012 dan No.585/Kptsn/SR.120/2/120).
3
Program yang dibentuk pemerintah Kabupaten Bondowoso tersebut
diharapkan dapat lebih meningkatkan pendapatan daerah. Pertumbuhan ekonomi
dari subsektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 1, dimana program pemerintah
kabupaten dalam mengembangkan subsektor tanaman perkebunan terlihat pada
meningkatnya pertumbuhan ekonomi subsektor tanaman perkebunan. Pada tahun
2011 subsektor tanaman perkebunan memiliki nilai pertumbuhan sebesar 3,63
persen dan meningkat menjadi 4,84 persen tahun 2012.
Tabel 1 Pertumbuhan ekonomi subsektor pertanian Kabupaten Bondowoso tahun
2011 dan 2012 (persen)
Subsektor
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
2011
3,94
3,63
3,78
5,10
3,26
2012
3,47
4,84
4,25
4,49
5,18
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab.Bondowoso, 2012
Penggunaan lahan untuk perkebunan di Kabupaten Bondowoso hanya 86,13
km2 atau 5,52 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Bondowoso (Kabupaten
Bondowoso dalam angka, 2010). Berikut Tabel 2 menunjukkan luas areal dan
produksi tanaman perkebunan tahun 2009 dan 2011.
Tabel 2 Luas areal dan produksi komoditi unggulan tanaman perkebunan
Kabupaten Bondowoso tahun 2009 dan 2011
No
Komoditi
Luas Areal (ha)
2009
2011
1
2
3
Kopi
Tebu
Tembakau
4.696
6.486
9.034
4.881
5.111
8.570
Produksi (ton)
2009
2011
1.627,15
23.523,00
6.903,67
1.504,46
23.008,00
6.537,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2010; 2011
Perkembangan tanaman perkebunan yang mulai terlihat antara lain, mampu
meningkatkan luas areal komoditi kopi, tahun 2009 mencapai 4.696 Ha
berkembang menjadi 4.881 Ha tahun 2011. Luas areal perkebunan komoditi
tembakau 9.034 Ha tahun 2009 yang menurun menjadi 8.570 Ha. Pertambahan
luas areal komoditi tembakau ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi, dimana
jumlah produksi antara tahun 2009 dan 2011 mengalami penurunan sebesar
366,67 ton. Penurunan luas areal penanaman tebu menyebabkan penurunan
jumlah produksi sebesar 515 ton antara tahun 2009 hingga 2011.
Pembinaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Puslit Kopi-Kakao
Indonesia-Jember dengan program Kluster Petani Kopi meningkatkan jumlah
produksi kopi menjadi 2.232,03 ton tahun 2012. Jumlah produksi pada tahun 2009
sebesar 1.627,15 ton kopi, namun peningkatan luas lahan di tahun 2011 tidak
4
diikuti oleh peningkatan produksi melainkan terjadi penurunan sebesar 122,69
ton, dengan jumlah produksi 2011 mencapai 1.504,46 ton.
Program yang diangkat oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso untuk
memajukan subsektor tanaman perkebunan telah memberikan pengaruh pada
produksi tanaman perkebunan. Perkembangan yang sangat potensial atas tanaman
perkebunan di Kabupaten Bondowoso diharapkan mampu mendorong
perekonomian Kabupaten Bondowoso agar lebih mandiri. Selain itu juga
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan,
sehingga Kabupaten Bondowoso dapat menjadi Kabupaten Maju.
Rumusan Masalah
Pada tahun 2012, Kabupaten Bondowoso masuk dalam lima kabupaten
tertinggal menurut Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Hal
tersebut dikarenakan ketidakmandirian perekonomian lokal. Kemandirian lokal
Kabupaten Bondowoso dapat ditingkatkan dengan mengembangkan potensi
sumberdaya alam yang dimiliki. Perkembangan perkebunan di Kabupaten
Bondowoso menjadi salahsatu tujuan dari rencana pembangunan jangka panjang
Kabupaten Bondowoso dan diharapkan dapat menjadi solusi bagi kemandirian
perekonomian lokal Kabupaten Bondowoso. Hal tersebut dapat dilihat dari
besarnya realisasi belanja urusan pertanian yang dikeluarkan oleh pemerintah
Kabupaten Bondowoso yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Target dan realisasi belanja urusan pertanian Kabupaten Bondowoso
tahun 2010 – 2012 (juta rupiah)
Subsektor
Pertanian
Perkebunan
Peternakan
2010
Target
Realisasi
5.848
5.645
2.796
2.731
707
654
2011
Target
Realisasi
11.798
11.516
3.911
3.833
1.689
1.689
2012
Target
Realisasi
14.028
13.700
12.054
11.934
2.606
2.606
Subsektor pertanian merupakan penggabungan subsektor tanaman bahan makanan, perikanan, dan
kehutanan
Sumber : Badan Perencanaan Pemerintah Daerah Kab Bondowoso, 2013
Dukungan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bondowoso terhadap
subsektor perkebunan dapat dilihat dari besarnya anggaran belanja yang
mengalami peningkatan di tahun 2012. Peningkatan anggaran oleh pemerintah
yang sangat besar atas tanaman perkebunan di Kabupaten Bondowoso diharapkan
mampu mendorong perekonomian Kabupaten Bondowoso agar lebih mandiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja sektor ekonomi yang termasuk sebagai sektor unggulan di Kabupaten
Bondowoso? Apakah subsektor tanaman perkebunan termasuk sektor
unggulan?
2. Bagaimana daya saing sektor perkebunan di Kabupaten Bondowoso?
3. Bagaimana peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bondowoso?
5
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis sektor unggulan atau sektor basis di Kabupaten Bondowoso.
2. Menganalisis daya saing sektor perkebunan di Kabupaten Bondowoso.
3. Menganalisis peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bondowoso.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan atas penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan baru dan
menambah pemahaman tentang pengaruh subsektor tanaman perkebunan di
Kabupaten Bondowoso.
2. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dalam
upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemandirian ekonomi.
3. Menambah bahan kepustakaan dan sumber informasi mengenai peranan sektor
unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas subsektor tanaman perkebunan sebagai sektor
unggulan, peran, dan daya saing sektor perkebunan, serta menganalisis pengaruh
faktor-faktor dari sektor perkebunan yang berhubungan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bondowoso. Periode waktu data yang
digunakan ialah 2002-2012 untuk analisis Location Quention (LQ) dan analisis
Shift Share (SS) berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur, serta data PDRB Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Kabupaten Bondowoso. Periode 2009-2013 digunakan untuk
analisis LQ per komoditi perkebunan dengan menggunakan data produksi
tanaman perkebunan Kabupaten Bondowoso dan Jawa Timur. Analisis data panel
menggunakan data PDRB Kabupaten Bondowoso, PDRB Sektor Perkebunan
Kabupaten Bondowoso, Luas Perkebunan Kabupaten Bondowoso, Produksi kopi,
Produksi tebu, dan Produksi tembakau dengan periode waktu data tahun 20092011.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Teori Klasik mengenai pertumbuhan ekonomi dipelopori oleh Adam Smith
pada abad ke-18, menurut Adam Smith pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh
karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Penduduk
yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan
6
spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Produktivitas tenaga kerja akan
meningkat akibat adanya spesialisasi, sehingga akan meningkatkan pendapatan,
investasi dan keuntungan. Investasi yang meningkat diharapkan dapat
meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan, bertambahnya
pendapatan akan menambah kemakmuran penduduk sehingga akan mendorong
bertambahnya jumlah penduduk (Adisasmita, 2005).
Pertumbuhan pembangunan menurut Walt W. Rostow (Todaro, 2006) yaitu
perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi, dapat dijelaskan
dalam tahapan yang harus dilalui semua negara. Tahapan-tahapan pertumbuhan
yakni: (1) masyarakat tradisional, (2) penyusunan kerangka dasar tahapan tinggal
landas menuju pertumbuhan berkesinambungan, (3) tahapan tinggal landas, (4)
tahapan menuju kematangan ekonomi, dan (5) tahapan konsumsi massal tinggi.
Todaro dan Smith menyatakan bahwa terdapat tiga inti pembangunan yang
harus dimiliki oleh masyarakat, yaitu: (1) Peningkatan ketersediaan serta
perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok-seperti pangan,
sandang, dan papan; (2) Peningkatan standar hidup, tidak hanya peningkatan
pendapatan tetapi juga meliputi penambahan lapangan kerja, perbaikan kualitas
pendidikan dan peningkatan perhatian atas nilai sosial masyarakat; (3) Perluasan
pilihan-pilihan ekonomis dan sosial, membebaskan dari sikap menghamba dan
ketergantungan.
Pertumbuhan Ekonomi merupakan suatu proses kenaikan produksi yang
berdampak pada kenaikan pendapatan suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang
baik dapat menggambarkan adanya pembangunan ekonomi yang berhasil.
Perbedaan antara pertumbuhan dengan pembangunan ekonomi menurut Mankiw
(2000) dalam Adhitia (2009) adalah pertumbuhan ekonomi bersifat kuantitatif,
yakni kenaikan standar pendapatan dan tingkat output produksi, sedangkan
pembangunan bersifat kualitatif, tidak hanya pertambahan produksi tetapi juga
perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai
sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik. Menurut
Anggraeni (2003) pertumbuhan ekonomi lebih cenderung ditandai oleh adanya
peningkatan output agregat atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi
dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan
PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional (PN).
Pengukuran secara makro dari produk suatu daerah dan perkembangannya
secara menyeluruh, maka pendapatan regional digunakan sebagai indikator
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, yang dapat dilihat dari nilai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Definisi PDRB menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi diwilayah
(regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun). PDRB juga merupakan
indikator untuk mengatur laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat
dimonitor sektor-sektor apa saja yang menyebabkan tinggi-rendahnya
pertumbuhan ekonomi diwilayah tersebut, sehingga ada prioritas pada sektor
tersebut.
Nugroho dan Dahuri (2004) menyatakan bahwa ketersediaan faktor-faktor
lokal memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan wilayah
berdasarkan pendekatan penawaran. Faktor-faktor dari pasokan lokal yang
mempengaruhi produktivitas wilayah adalah : (1) Kapital atau modal, (2) Lahan,
(3) Tenaga Kerja, (4) Kewirausahaan, (5) masukan antara (pupuk, pestisida, atau
7
bahan packaging). Pengertian lahan diatas adalah mencakup bahan-bahan
dibawah tanah dan karakteristik iklim diatasnya, penyediaan lahan dalam arti
kualitas dan kuantitas harus optimal agar dapat menyumbang hasil ekonomi.
Berdasarkan pendekatan permintaan, pertumbuhan wilayah terjadi sebagai akibat
adanya permintaan barang dan jasa tertentu pada suatu wilayah oleh wilayah
lainnya. Semakin tinggi permintaan luar wilayah dapat dipenuhi berarti semakin
tinggi pula aktivitas ekonomi lokal dan pertumbuhan ekonominya.
Aspek penting yang dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya pertanian
adalah aspek alam (tanah), modal dan tenaga kerja, namun menurut Soekartawi
(2002) selain aspek tersebut terdapat aspek yang juga dianggap penting, yaitu
aspek manajemen. Hal ini dapat dimengerti karena walaupun sumberdaya tersedia
dalam jumlah yang memadai, namun tanpa adanya kemampuan untuk mengelola
yang baik, maka penggunaan sumberdaya tidak akan efisien.
Menurut Glasson (1978) dalam Natalia (2004), secara implisit terdapat
hubungan sebab akibat dalam pembagian kegiatan perekonomian wilayah menjadi
kegiatan basis dan non basis. Peningkatan jumlah kegiatan basis dalam suatu
wilayah akan menyebabkan peningkatan arus pendapatan yang masuk ke wilayah
tersebut meningkatkan permintaan barang dan jasa dalam wilayah dan
mengakibatkan peningkatan volume kegiatan non basis. Penentuan sektor
prioritas pembangunan dapat menggunakan besarnya peranan suatu sektor dalam
suatu daerah terutama kontribusi sektor tersebut terhadap nilai PDRB daerah
tersebut. Bila kontribusi nilai PDRB suatu sektor persentasenya lebih
dibandingkan dengan sektor lain terhadap PDRB total, maka dapat dikatakan
sektor tersebut adalah sektor unggulan daerah tersebut (Anggraeni, 2003).
Kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat dibedakan menjadi kegiatan
basis dan kegiatan non basis menurut Hoover dalam Natalia (2004). Kegiatan
basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan
pembangunan wilayah secara keseluruhan . sedangkan kegiatan non basis adalah
kegiatan yang pertumbuhannya merupakan akibat pembangunan wilayah secara
keseluruhan.
Peran Subsektor Perkebunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian dan definisi yang digunakan dalam Buku Pembakuan Statistik
Perkebunan 2007 mengacu pada Undang-undang No 18 Tahun 2004 mengenai
Perkebunan serta Buku Konsep dan Definisi Baku Statistik Pertanian (BSP).
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (Puslitbangbun,
2007).
Di Indonesia komoditas perkebunan merupakan komoditas pertanian yang
penting. Komoditi ini dapat dikembangkan melalui peningkatan potensi lahan
perkebunan yang memiliki potensi dan didukung oleh kondisi iklim serta tanah
yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman (Nurleli, 2008). Tanaman perkebunan
memiliki peran terhadap pertumbuhan ekonomi, baik ditingkat nasional maupun
8
regional. Komoditi tanaman perkebunan dapat menghasilkan devisa bagi negara
yang mengekspor hasil produksi perkebunan.
Peran tanaman perkebunan lainnya adalah pemenuhan ketersediaan pangan,
menurut Parulian (2008) minyak goreng dan gula merupakan produk perkebunan
yang mempunyai peran penting dalam memelihara ketahanan pangan dimana,
ketahanan pangan merupakan salahsatu syarat penting ketahanan nasional.
Menurut Natalia (2004) peran subsektor perkebunan dalam pembangunan wilayah
adalah mendorong pertumbuhan agroindustri melalui penyediaan bahan baku,
meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil perkebunan, menciptakan
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahterahan petani
serta menunjang pembangunan daerah.
Pada umumnya perkebunan berkembang di wilayah pedesaan dan wilayah
terpencil, sehingga perkembangan subsektor perkebunan akan berpengaruh pada
wilayah tersebut. Pengaruh dari berkembangnya perkebunan yaitu dengan
berkembangnya produksi serta mutu dari produk perkebunan akan meningkatkan
pendapatan masyarakat dan perluasan pangsa pasar. Munculnya berbagai industri
pendukung perkebunan di daerah sekitar perkebunan juga akan memberikan
dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Hal ini terjadi akibat
perkembangan wilayah berkaitan erat dengan perkembangan sektor ekonomi di
wilayah yang bersangkutan, karena kegiatan ekonomi merupakan sumber aktivitas
dalam suatu daerah (Parulian, 2008).
Konsep dan Definisi Tanaman Perkebunan
Tanaman perkebunan dapat dibedakan berdasarkan umur tanaman, yaitu
tanaman tahunan dan tanaman semusim atau berumur pendek. Berdasarkan Pusat
Data dan Informasi Pertanian (tahun tidak diketahui) tanaman tahunan adalah
tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur lebih dari satu tahun dan
pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali masa panen untuk satu kali
penanaman. Tanaman semusim adalah tanaman perkebunan yang pada umumnya
berumur pendek atau kurang dari satu tahun, dan panen dilakukan satu kali masa
panen untuk satu kali penanaman.
Berdasarkan kepemilikannya, perkebunan dibedakan menjadi dua, yaitu
perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar adalah perkebunan
yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan yang
berbadan hukum. Perkebunan besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara
(PTP/PNP) dan perkebunan besar swasta nasional/asing. Kedua adalah
perkebunan rakyat, jenis perkebunan ini dibedakan menjadi (1) Usaha kecil
tanaman perkebunan rakyat, usaha tanaman perkebunan yang diselenggarakan
atau dikelola secara komersial oleh perusahaan perseorangan yang tidak berakte
notaris dan memenuhi kriteria yaitu luas antara 0,25 Ha - 2 Ha; dan (2) Usaha
rumah tangga perkebunan rakyat, usaha tanaman perkebunan yang tidak berbadan
hukum yang diselenggarakan atau dikelola oleh rumah tangga perkebunan dan
belum memenuhi kriteria usaha kecil tanaman perkebunan rakyat (Pusdatin, tanpa
tahun)
Menurut Dinas Perkebunan Jawa Barat (2014), terdapat beberapa klasifikasi
tumbuh pada tanaman perkebunan. Berikut merupakan tabel klasifikasi tanaman
9
perkebunan yang terbagi atas tanaman tahunan dan tanaman semusim. Pada Tabel
4 menunjukan persyaratan lingkungan tumbuh yang spesifik, yaitu jenis tanah
yang sesuai, ketinggian tempat penanaman, dan suhu yang diperlukan oleh
tanaman untuk menghasilkan hasil optimal. Kesesuaian iklim sangat diperlukan
untuk mendapatkan produksi yang optimal.
Tabel 4 Klasifikasi tumbuh tanaman perkebunan menurut tanaman tahunan dan
tanaman semusim
Jenis
Tanaman
Jenis Tanah
Ketinggian
(Mdpl)
Suhu
(oC)
Tanaman Tahunan
Cengkeh
Gembur
0 - 900
25 - 34
15 - 25
Jambu Mete Lempung
berpasir 1 - 1.200
dan tanah ringan
berpasir
± 27
Kelapa
Berpasir,
berabu
gunung dan tanah
berliat
Kopi
Kapuk
Tebu
Tembakau
Gembur,
subur, 700 – 1000
kandungan
bahan
organik tinggi dan
berdrainase baik
-
17 - 21
(Robusta)
21 -24
(Arabika)
Tanaman Semusim
-
Bersifat tidak terlalu < 500
basah
Gembur, remah, dan 0 – 900
mudah mengikat air
21 - 31
Keterangan
4 -6 bulan kering
atau curah hujan
1.000-2.000 mm/th.
Curah hujan 1.3002.300
mm/th,
kelembapan
tinggi
akan mudah terserah
jamur.
3 - 4 bulan kering,
1,5 bulan kering
sebelum
masa
berbunga.
< 4 bulan kering atau
curah hujan < 350
mm/th
Curah hujan < 2000
mm/th
Penanaman pada area
terbuka,
dapat
tumbuh pada dataran
rendah atau tinggi
Sumber : Dinas Perkebunan Jawa Barat, 2014
Analisis Daya Saing
Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini salahsatunya adalah alat
analisis Shift Share, analisis ini merupakan alat analisis yang digunakan untuk
mengetahui sumber pertumbuhan perekonomian yang dapat dilihat dari sisi
pendapatan atau dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah.
Menurut Budiharsono (2001) dalam Auliandyni (2013) komponen
pertumbuhan nasional (PN) merupakan perubahan produksi/kesempatan kerja
suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/kesempatan kerja
nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional yang berdampak pada
perekonomian semua sektor dan wilayah seperti inflasi, pengangguran dan pajak.
10
Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul akibat perbedaan sektor dalam
permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industri
(misalnya subsidi) dan struktur dan keragaman pasar. Komponen ketiga yaitu
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul akibat peningkatan atau penurunan
PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah
lainnya.
Pada analisis ini digunakan empat kuadran yang berfungsi untuk
mengevaluasi kinerja sektor ekonomi yang terdapat di suatu wilayah. Empat
kuadran tersebut dipisahkan oleh garis horisontal yang menggambarkan
persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP). Sumbu vertikal
yang menggambarkan persentase pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
Penjelasan masing-masing kuadran yaitu (1) kuadran I nilai PP dan PPW
positif yang menunjukkan bahwa sektor di kuadran ini memiliki pertumbuhan
yang cepat dan daya saing yang baik; (2) kuadran II memiliki nilai PP positif
sedangkan PPW negatif yang menggambarkan sektor mengalami pertumbuhan
cepat tetapi tidak memiliki daya saing yang baik; (3) kuadran III memiliki nilai PP
dan PPW negatif sehingga sektor tidak memiliki pertumbuhan dan daya saing
yang baik; (4) kuadran IV memiliki nilai PP negatif dan PPW positif dimana
menunjukkan pertumbuhan yang lambat dan daya saing yang relatif baik.
Terdapat garis yang melintang antara kuadran II dan kuadran IV, yang
membentuk sudut 45 derajat. Garis tersebut berfungsi untuk menunjukkan nilai
pergeseran bersih, pada bagian atas garis tersebut menunjukkan PBij > 0 yang
berarti bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya maju (progressif) sedangkan
bagian bawah garis menunjukkan PBij < 0 dimana sektor-sektor tersebut memiliki
pertumbuhan yang lambat.
Penelitian Terdahulu
Natalia (2004) melakukan penelitian berjudul Analisis Efektifitas Kebijakan
Pembangunan Subsektor Perkebunan di Kabupaten Kampar. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat efektifitas kebijakan pemerintah Kabupaten Kampar yang
bertitik berat pada subsektor perkebunan. Metode yang digunakan adalah
Location Quotient (LQ) dan metode Shift Share (SS). Hasil dari penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah untuk terus mengembangkan
subsektor perkebunan cukup efektif, terutama untuk jangka panjang.
Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan sektor pertanian terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lombok Tengah (Distia, 2013) memiliki
tujuan (1) mengidentifikasi sektor basis, (2) menganalisis daya saing sektor
unggulan dan (3) menganalisis pengaruh pertumbuhan sektor pertanian tehadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lombok Tengah. Metode yang digunakan
adalah metode LQ, metode Shift Share (SS) dan metode panel. Penelitian tersebut
menghasilkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor basis dengan
pertumbuhan yang lambat dan memiliki daya saing yang kurang baik
dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Hasil dari model panel ialah variabel
PDRB Pertanian dan penduduk berpengaruh nyata, sedangkan variabel luas tanah
dan tenaga kerja dengan pendidikan akhir SMA tidak berpengaruh.
11
Penelitian Anggraeni (2003) mengenai peranan perkebunan tehadap
pertumbuhan wilayah dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB, penyerapan
tenaga kerja dan perdagangan bertujuan untuk mengidentifikasi kesejahterahan.
Model regresi berganda digunakan untuk melihat faktor yang mempengaruhi
petani untuk keluar dari kemiskinan.Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah umur, lama pengalaman berkebun, pendidikan, status
kepemilikian usahatani, pekerjaan sampingan, status asal petani, keikutsertaan
dalam proyek pengembangan perkebunan, jumlah tanggungan keluarga, luas
lahan, nilai aset non lahan, pendapatan perkebunan, pendapatan tanaman pangan,
biaya produksi perkebunan, biaya produksi tanaman pangan, pendapatan pertanian
luar usahatani, pendapatan luar usahatani, pengeluaran rutin, pengeluaran tidak
rutin, akses terhadap input, akses terhadap informasi, dan akses terhadap pasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perkebunan mempunyai
peranan besar terhadap pertumbuhan wilayah dilihat dari sumbangannya terhadap
PDRB. Faktor yang berpengaruh positif terhadap pendapatan rumah tangga petani
adalah tingkat pendidikan, luas lahan, pendapatan perkebunan, pendapatan
tanaman pangan, pendapatan pertanian luar usahatani, total biaya perkebunan, dan
pendapatan luar usahatani. Sedangkan faktor lainnya tidak berpengaruh positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurleli (2008) memiliki tujuan salahsatunya
adalah membangun pewilayahan komoditas perkebunan unggulan dengan
menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Untuk komoditas yang berbasis
lahan seperti perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (areal
tanam atau areal panen) data series selama kurun waktu lima tahun (2000 – 2005).
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan
kelapa menjadi sektor basis perkebunan rakyat di Kabupaten Tanggamus dan
menggambarkan pemusatan luasan usaha tani komoditas tersebut.
Pusat aktivitas ekonomi wilayah antar kabupaten/kota se provinsi Riau,
Parulian (2008) juga menggunakan alat analisis LQ dalam penelitiannya. Selain
itu peneliti juga menggunakan alat analisis Shift Share yang menggambarkan
posisi kemajuan pendapatan regional kabupaten/kota menurut lapangan usaha
tahun 2000 dan 2004. Berdasarkan hasil analisis tersebut, potensi sektor
perkebunan yang merupakan sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Kampar dan
ditingkatkan di Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
Zainudin (2012) meneliti potensi pertumbuhan ekonomi kabupaten Bone
dalam periode 2006 hingga 2010. Peneliti menggunakan alat analisis Location
Quotient (LQ) dan analisis Shift Share. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
sektor yang merupakan sektor basis adalah sektor pertanian, sektor bangunan dan
sektor jasa-jasa. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor listrik, gas
dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan dan
komunikasi, dan sektor keuangan merupakan sektor yang berkembang pesat.
Penelitian yang dilakukan oleh Polyzos dan Minetos (2008) memberikan
gambaran mengenai perkembangan ekonomi regional Yunani dengan
menganalisis perubahan-perubahan struktural dan pola produktivitas. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ)
dengan 12 sektor ekonomi untuk melihat spesialisasi ekonomi di Yunani dalam
periode 1996-2002. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sektor ekonomi
yang berpengaruh positif pada tingkat kemakmuran adalah construction sector,
community, social and personal service serta real estate, menyewa dan kegiatan
12
usaha. Manufaktur dan pertanian tidak memiliki pengaruh dalam pembentukan
kesejahterahan daerah.
Penelitian yang dilakukan Sutikno dan Maryunani (2007) menggunakan alat
analisis Tipologi klasen, Location Quotient dan Shift Share untuk menjawab
tujuan penelitian yaitu, mengetahui struktur dan pola pertumbuhan ekonomi
masing-masing Satuan Wilayah Pembangunan (SWP), mengetahui sektor dan
subsektor ekonomi unggulan, dan potensi serta daya saing masing-masing
kecamatan sebagai prioritas pusat pertumbuhan pada masing-masing SWP.
Menunjukkan bahwa struktur ekonomi di semua SWP di dominasi oleh sektor
tersier kemuadian diikuti oleh sektor primer dan sekunder (Tersier, Primer, dan
Sekunder). Sedangkan berdasarkan kontribusi masing masing sektor menunjukan
bahwa sektor pertanian, industri pengolahan, serta perdangan, hotel dan restoran
merupakan sektor yang dominan kontribusinya terhadap PDRB di setiap SWP
Syahza dan Johan (2005) meneliti mengenai pengaruh pengembangan
komoditi tanaman perkebunan kelapa sawit terhadap ekonomi regional daerah
Riau. Ekspor kopra, karet, dan non perkebunan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap PDRB. Ekspor karet mengalami penurunan volume yang
berakibat turunnya nilai ekspor. Turunnya volume ekspor karet lebih disebabkan
oleh penurunan produksi karet itu sendiri yang disebabkan terjadinya alih fungsi
lahan dari kebun karet menjadi kebun kelapa sawit dan sebagian besar karet
masyarakat pada kondisi produksi mulai menurun karena sudah tua.
Kerangka Pemikiran
Kabupaten Bondowoso menjadi salahsatu dari lima kabupaten tertinggal di
Jawa Timur pada tahun 2012. Hal ini dikarenakan kurangnya kemandirian
keuangan lokal yang dimiliki Kabupaten Bondowoso. Pemerintah Kabupaten
Bondowoso mulai mengembangkan potensi subsektor tanaman perkebunan, yang
di harapkan dapat menopang pendapatan daerah, serta menjadi solusi untuk
menjadikan Kabupaten Bondowoso sebagai kabupaten terentaskan.
Potensi yang dimiliki subsektor tanaman perkebunan perlu di analisis, yaitu
dengan menganalisis sektor unggulan, daya saing dan analisis peran sektor
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso. Data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) digunakan dalam menganalisis sektor unggulan dan daya
saing, serta data produksi perkebunan untuk melihat komoditi unggulan.
Data PDRB dikelompokkan berdasarkan lapangan usahanya, yaitu:
pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air
bersih; kontruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan
komunikasi; keuangan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa. Analisis tersebut dapat
dilakukan dengan analisis Location Quention (LQ) dan analisis Shift Share (SS).
Peran sektor perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Bondowoso dapat dilakukan dengan analisis ekonometrika, yaitu analsis panel
data. Alat analisis ini akan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor subsektor
perkebunan yang berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bondowoso. Dengan menggunakan beberapa variabel yang
diasumsikan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB Kabupaten
Bondowoso, PDRB Sektor Perkebunan Kabupaten Bondowoso, Luas Lahan
13
Perkebunan, dan Produksi tanaman unggulan berdasarkan perhitungan LQ). Hasil
data yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi
untuk proses pertumbuhan ekonomi daerah berkelanjutan di Kabupaten
Bondowoso.
Kabupaten Bondowoso
merupakan
salahsatu
Kabupaten tertinggal di
Jawa Timur
Permasalahan :
Pemerintah Kabupaten
Bondowoso mulai melakukan
pengembangan terhadap
subsektor tanaman perkebunan
ANALISIS POTENSI PERKEBUNAN
Sektor Ekonomi yang
merupakan sektor unggulan
Daya saing subsektor
tanaman perkebunan
Peran subsektor tanaman
perkebunan terhadap
pertumbuhan ekonomi
Analisis:
Analisis sektor
unggulan
Analisis daya
saing
Analisis peran
sektor
Subsektor tanaman
perkebunan berpotensi
sebagai sektor unggulan
Implikasi:
Arahan pengembangan subsektor
tanaman perkebunan dapat
meningkatkan kemandirian lokal
dan menjadi kabupaten
terentaskan
Gambar 4 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso dan PDRB Provinsi
Jawa Timur, data produksi tanaman perkebunan Kabupaten Bondowoso dan
produksi tanaman perkebunan Provinsi Jawa Timur dan data sekunder gabungan
antara data cross section dan data time series yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS), BAPPEDA Kabupaten Bondowoso, dan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan. Periode waktu untuk analisis Location Quention tahun 2003 hingga
14
2012 untuk melihat sektor unggulan dan tahun 2009 hingga 2013 untuk melihat
komoditi unggulan, analisis Shift Share tahun 2003 adalah tahun dasar analisis
dan tahun 2012 menjadi tahun akhir analisis. Sedangkan analisis panel statis
menggunakan periode waktu antara tahun 2009-2011. Studi pustaka dilakukan
terhadap berbagai artikel internet, koran, dan literatur-literatur yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif dan metode kuantitatif, analisis deskriptif digunakan untuk memberikan
penjelasan umum mengenai hasil yang diteliti, sedangkan metode kuantitatif akan
memberikan informasi berupa angka-angka. Pada penelitian ini metode analisis
deskriptif akan menjelaskan secara umum mengenai kondisi perekonomian
Kabupaten Bondowoso, kondisi perkebunan, serta peran sektor perkebunan
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bondowoso. Sedangkan metode
analisi kuantitatif yang digunakan berupa metode analisis Location Quention,
Shift Share, dan analisis data panel.
Analisis Location Quention (LQ)
Metode ini digunakan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan atau sektor
basis yang dimiliki oleh suatu wilayah. Kegunaan dari metode ini juga untuk
menunjukkan besar kecilnya peranan suatu sektor dengan membandingkan
dengan wilayah diatasnya. Analisis ini dapat dirumuskan sebagai berikut
(Adisasmita, 2005):
⁄
LQ
⁄
Keterangan:
Pi
: PDRB sektor i pada Kabupaten Bondowoso
: total PDRB semua sektor ekonomi Kabupaten Bondowoso
Pt
: PDRB sektor i pada Provinsi Jawa Timur
Qi
: total PDRB semua sektor ekonomi Provinsi Jawa Timur
Qt
Jika nilai LQ > 1 maka sektor i merupakan sektor unggulan/basis dan
memiliki peran yang besar pada perekonomian Kabupaten Bondowoso.
Sedangkan jika nilai LQ < 1 maka sektor i merupakan sektor non unggulan/non
basis. Analisis LQ juga digunakan untuk melihat komoditi unggulan dengan
menggunakan data produksi, dapat dirumuskan sebagai berikut:
LQ
⁄
⁄
Keterangan:
Ai
: produksi perkebunan komoditi i pada Kabupaten Bondowoso
At
: total produksi perkebunan Kabupaten Bondowoso
Bi
: produksi perkebunan komoditi i pada Provinsi Jawa Timur
Bt
: total produksi perkebunan Provinsi Jawa Timur
15
Selain menganalisis sektor unggulan dan komoditi unggulan Kabupaten
Bondowoso, penelitian ini juga menganalisis komoditi unggulan pada tingkat
kecamatan. Analisis LQ digunakan untuk melihat komoditi unggulan yang
dimiliki setiap kecamatan di Kabupaten Bondowoso dengan periode waktu 2009
dan 2011. Berikut rumus yang digunakan dalam penelitian ini:
LQ
⁄
⁄
Keterangan:
Uia
: Produksi perkebunan komoditi i pada kecamatan a
Uta
: total produksi perkebunan pada kecamatan a
Vi
: Produksi perkebunan komoditi i pada Kabupaten Bondowoso
Vt
: total produksi perkebunan pada Kabupaten Bondowoso
Analisis Shift Share (SS)
Pada penelitian ini menggunakan sisi pendapatan yaitu data PDRB
Kabupaten Bondowoso dan PDRB Provinsi Jawa Timur. Analisis ini melihat
perubahan PDRB yang terjadi pada dua titik waktu. Perubahan tersebut dapat
dinyatakan sebagai berikut:
∆Yij
Y’ij – Yij
Dengan:
ΔYij : Perubahan PDRB sektor i pada wilayah j
Y’ij : PDRB tahun akhir analisis dari sektor i pada wilayah j
Yij
: PDRB tahun dasar analisis dari sektor i pada wilayah j
Rasio indikator kegiatan ekonomi digunakan untuk melihat perbandingan
indikator ekonomi di suatu wilayah tertentu. Rasio indikator kegiatan ekonomi ini
terdiri dari ri, Ri dan Ra.
ri
Ri
Ra
Dengan :
ri
: rasio indikator kegiatan ekonomi sektor i pada wilayah j
Y’ij : indikator kegiatan ekonomi sektor i wilayah j pada tahun akhir analisis
Yij
: indikator kegiatan ekonomi sektor i wilayah j pada tahun dasar analisis
Ri
: rasio indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i
Y’i
: indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i pada tahun akhir analisis
Yi
: indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) sektor i pada tahun dasar analisis
Ra
: rasio indikstor kegiatan ekonomi (Provinsi)
Y’
: indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) pada tahun akhir analisis
Y
: indikator kegiatan ekonomi (Provinsi) pada tahun dasar analisis
Menurut Budiharsono (2001) dalam Auliandyni (2013) terdapat tiga
komponen utama dalam analisis Shift Share, yaitu komponen pertumbuhan
nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Berikut cara perhitungannya:
PNij
Ra Yij PPij
Ri – Ra Yij
16
PPWij
ri – Ri Yij PB
PP
PPW
Nilai PN menunjukkan pengaruh kebijakan nasional terhadap sektor
ekonomi, nilai PP menunjukkan pertumbuhan, dan nilai PPW menunjukkan daya
saing. Terdapat empat kuadran yang dapat menggambarkan posisi sektor
ekonomi, (1) jika PP dan PPW positif maka menunjukkan bahwa sektor-sektor di
kuadran ini memiliki pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik, (2) nilai
PP positif sedangkan PPW negatif yang menggamb