yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi (4)

LATAR BELAKANG
Krisis moneter yang melanda negara-negara anggota ASEAN, telah
menjadikan
struktur perekonomian negara-negara tersebut terguncang. Krisis ini dimulai
pada pertengahan tahun 1997 semua perekonomian negara negara ASEAN
terpuruk oleh krisis ekonomi regional yang disebabkan oleh depresiasi mata
uang dollar terhadap Amerika. Tak tekecuali bagi Indonesia, akibat dari
terjadinya krisis moneter yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi dan
politik ini, telah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap sendisendi perekonomian nasional.
“Secara garis besar, terganggunya perekonomian Indonesia dicerminkan oleh
tingkat
pertumbuhan ekonomi 1997 yang merosot menjadi 4,91% bahkan pada
triwulan III tahun
1998 pertumbuhannya minus 17,13%, turun drastis dari rata-rata pertumbuhan
selama tiga
tahun terakhir sebesar 7,9%”. (Yudanto,Noor.1998). Hal ini diperparah lagi
dengan menurunya nilai tukar rupiah secara tajam terhadap terhadap dollar.
Terganggunya perekonomian ini memiliki dua makna terhadap sektor ekonomi.
Disatu pihak menimbulkan kelupuhan pada sektor ekonomi daerah perkotaan
yang mungkin bergantung pada dollar Amerika. Disisi lain mungkin bagi
masyarakat pedesaan yang mayoritas petani kurang merasakan akibat

terpuruknya keadaan ini, karena petani tidak bergantung pada dolar. Akan tetapi
sangat mungkin dampak yang dirasakan petani adalah kenaikan harga barangbarang pokok karena pemerintah tidak bisa membiayai impor bahan baku
karena melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengatasi keadaan ini pemerintah tidak tinggal diam. Hal ini
dibuktikan pemerintah dengan mengeluarkan beberapa kebijakan, baik
kebijakan sementara maupun tetap. Salah satunya pemerintah pada saat itu
mengeluarkan kebijakan sementara yang dipimpin langsung oleh menteri
keuangan saat itu. “Dalam jangka pendek kebijaksanaan ekonomi tersebut
memiliki dua sasaran strategis, yaitu pertama, mengurangi dampak negatif dari
krisis tersebut terhadap kelompok penduduk berpendapatan rendah dan rentan;
dan kedua, pemulihan pembangunan ekonomi ke jalur petumbuhan yang
tinggi”. (Kartasasmita,Ginandjar.1998)
Dengan kebijakan yang telah dibuat tersebut pemerintah optimis krisis dapat
segera diatasi, terutama perbaikan ekonomi bagi masyarakat menengah
kebawah.
PEMBAHASAN
1.Penyebab dan Dampak Krisis
Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997 -1998 bukan krisis
pertama yang dialami oleh Indonesia. Akan tetapi krisis ini termasuk krisis yang


tergolong parah dan mempunyai rentetan dampak yang tidak sedikit. Selain
fakta krisis diatas, menurunya perekonomian Indonesia dibuktikan oleh data
beberapa sumber.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1990-1997
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
Pertumbuhan
7,24 6,95 6,46 6,50 7,54 8,22 7,98 4,65
Ekonomi
%
Tingkat Inflasi
9,93 9,93 5,04 10,18 9,66 8,96 6,63 11,60
%
Sumber : BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi
Keuangan Indonesia;
World Bank. dalam Tarmidi,Lepi T.1998
Melemahnya pertumbuhan perekonomian Indonesia yang disebabkan oleh
merosotnya nilai tukar dollar Amerika, diperparah lagi oleh peristiwa dalam
dunia perdagangan seperti yang diungkapkan oleh Adwin S. Atmadja dalam
Jurnal Akuntansi dan keuangan tahun 1999 bahwa krisis ekonomi di Indonesia
terjadi akibat adanya Domino Effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand

(bath) dan negara lainya, dimana salah satunya telah mengakibatkan terjadinya
lonjakan harga barang-barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri yang
menyebabkan lonjakan harga dalam negeri secara drastis. Dari berbagai
latarbelakang penyebab terjadinya krisis moneter tersebut mengakibatkan
beberapa masalah ekonomi seperti inflasi yang tinggi dan masalah sosial yang
tak kunjung selesai seperti pengangguran
Dampak yang ditimbulkan oleh krisis ini mulai dari sektor perbankan sampai
sektor sosial masyarakat.
Beberapa jurnal ekonomi menyebutkan bahwa dampak dari krisis ini yang
paling banyak adalah inflasi.” melemahnya nilai tukar rupiah telah
menurunkan daya beli masyarakatkarena naiknya inflasi yang tertransmisi
melalui kenaikan harga-harga barang konsumsi yang sarat kandungan
impor”. ( Yudanto,Noor.1998).
Namun bila dikaji lebih mendalam sebenarnya dampak yang ditimbulkan oleh
krisis moneter ini lebih dari adanya inflasi, melainkan krisis ini telah
menimbulkan dampak nyata pada
kehidupan sosial masyarakat. Adapun contoh dampak krisis terhadap sosial
masyarakat, salah satunya meningkatnya angka pengangguran.
“Jutaan penduduk telah kehilangan pekerjaan pada awal berlangsungnya
krisis ekonomi. Antara bulan Agustus 1997 hingga Agustus 1998, jumlah

penganggur yang kehilangan pekerjaan akibat krisis (pemutusan hubungan
kerja/PHK, usaha terhenti atau masalah lain yang berhubungan dengan krisis),
yaitu sebanyak 4,2 juta orang (BPS, Sakernas 1998). Tetapi data yang tercatat
di Depnaker pada tahun 1998 adalah 7,3 juta. ILO dan UNDP (1998)

memperkirakan terdapat sebanyak 5,41 juta penganggur karena dampak krisis,
mencakup korban PHK dan penganggur lain yang tidak bisa bekerja lagi
karena usaha atau tempat kerjanya terkena imbas krisis”. (Romdiati,
Haning.2000)
Dengan adanya banyak dampak yang disebabkan oleh krisis ini, pemerintah
menyusun strategi dengan mengeluarkan beberapa kebijakan untuk
permasalahan yang kiranya harus segera mendapat penanganan agar tidak
menimbulkan dampak yang seamakin parah. Kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah terutama adalah penyelesaian masalah inflasi dan pengangguran
guna menstabilkan keadaan perekonomian negara.
“Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14
Agustus
1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dollar
AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan

sistimmanaged floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober
1978”.( Tarmidi. Lepi.T.1998)
Untuk mengatasi inflasi tersebut, kebijakaan pemerintah yang utama dilakukan
saat itu adalah menstabilkaan perekonomian dengan memperkuat nilai tukar
rupiah terhadap valuta asing, khususnya terhadap dolar Amerika.(Kartasasmita,
Ginandjar.1998. dan Adwin S.Atmadjaya dalam jurnal akuntansi dan keuangan
tahun 1999.)
Selain kebijakan memperkuat nilai tukar rupiah, untuk menekan laju inflasi
pemerintah memanfatkan suku bunga dengan harapan jumlah uang yang
beredar di masyarakat bisa segera dikendalian. “Tight money policy yang
dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI (melalui open
market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif
untuk mengurangi money suplly”. ( Adwin S. Atmadja.1999 )
Adapun setelah tahun 1998 pemerintah mengambil kebijakan moneter yang
diarahkan pada
penciptaan stabilitas harga dengan target base money (inflation targeting lite).
(Prijambodho, Bambang.2006)
Sedangkan untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh krisis di
bidang sosial masyarakat khususnya penganguran, pemerintah memberikan
perhatian yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan dampak dari banyaknya

pengangguran dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga
beberapa tahun kedepan.
“untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok
penduduk
berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi
program

penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan
tingkat pelayanan
pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan
pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat
berpendapatan rendah”
(Kartasasmita,Ginandjar.1998)
Banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk merespon adanya pengangguran
tersebut.
“Kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang pekerjaan
sebelumnya bagi penganggur korban krisis telah direspons dengan berbagai
cara, baik oleh individu penganggur maupun masyarakat. Upaya-upaya yang
dilakukan pada umumnya mengarah pada pemanfaatan potensi wilayah dan
akses peluang kerja yang ada di sekitar lokasi kajian, tetapi strategi yang

dilakukan tampak jelas berbeda antara penganggur berpendidikan tinggi dan
yang kurang berpendidikan”.( Romdiati, Haning.2000 )

PENUTUP
Krisis moneter yang berlangsung di Indonesia pada tahun 1997-1998,
dapat disimpulkan sbagai dampak dari penurunan nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika. Tak hanya Indonesi, negara- negara tetangga pun juga
merasakan. Akan tetapi Indonesia termasuk negara yang terparah akibat
masalah tersebut. Hal ini dikarenakan Indonesia sangat tergantung pada dollar
Amerika, entah dari sektor impor maupun sektor lain. Dengan adanya keadaan
tersebut sebenarnya Indonesia mengalami masalah dalam ekonomi makronya.
Hal ini terbukti Indonesia saat itu mengalami Inflasi dan angka pengangguran
yang cukup tinggi.
Dapat dikatakan juga krisis saat itu menyerang secara langsung sektor riil dari
perekonomian Indonesia.
Pertama, dalam menyikapi inflasi pemerintah mengambil kebijakan menaikkan
suku bunga, dimana suku bunga masih dianggap efektif untuk menekan laju
inflasi dengan asumsi bila suku bunga dinaikkan orang akan berbondongbondong menabung uangnya di bank sehingga jumlah uang yang beredar
dimasyaraakat dapat berkurang. Selain itu dengan menaikkan suku bunga
diharapkan mampu memperkuat nilai tukar rupiah karena terjadi pemasukan

modal dari luar negeri.
Akan tetapi menaikkan suku bunga menjadi lebih tinggi mempunyai risiko yang
mungkin dapat berakibat fatal bagi sektor-sektor perekonomian di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui bahwa suku bunga berhubungan negatif dengan harga
saham karena peningkatan suku bunga mengakbatkan pemilik dana untuk
mengalihkan penanamanya dari saham ke deposito, hal ini disebabkan pemilik

dana merasa lebih untung mempunyai deposito dengan hasil bunga tinggi dari
pada menanam modal dengan keuntungan yang tidak dapat diprediksikan, lebihlebih dalam keadaan ekonomi yang tak menentu.
Dalam dunia perbankan pun peningkatan suku bunga bila dikaji lebih lanjut
juga bisa merugikan selain memperburuk kerja bank sbagai debitur, kenaikkan
suku bunga tidak disertai kenaikkan bunga pinjaman sehingga bank mersa
dirugikan. Kebijakan pemerintah dalam menghadapi inflasi di Idonesia dengan
menaikkan tingkat suku bunga dapat disimpulkan bahwa menaikkan suku bunga
dianggap efektif untuk memperkuat rupiah apabila tidak terdapat faktor- faktor
lain diluar faktor ekonomi yang mengganggu. Hal ini disebabkan karena jika
keadaan lain mendukung maka keadaan ekonomi pun segera bisa cepat
distabilkan. Dengan kata lain menaiikan suku bunga efektif hanya untuk
mengendalikan inflasi tetapi tidak efektif untuk menekan laju inflasi apalagi
dengan periode yang lama.

Kedua, dalam menghadapi dampak krisis di bidang sosial masyarakat
khususnya pengangguran pemerintah mengambil beberapa kebijakan. Hal
tersebut dilakukan pemerintah karena dampak dari adanya pengangguran dapat
mengganggu pertumbuhan perekonomian beberapa tahun kedepan. Sebenarnya
banyaknya pengangguran saat krisis waktu itu berhubungan dengan adanya
inflasi. Hal itu dikarenakan adanya inflasi menjadikan ekonomi tidak stabil
sehingga konsumsi masyarakat pun berkurang yang berakibat pada kurangnya
keuntungan produksi. Keuntungan yang sedikit melatarbelakangi aktivitas
perusahaan berkurang bahkan bisa merugikan perusahaan dan berakir pada
pengurangan jumlah tenaga kerja. Kebijakan pemerintah saat itu dengan
membedakan penanganan pengangguran yang berpendidikan dan tidak
berpendidikan sudah tepat. Hal ini dikarenakan penanganan pengangguran yang
tidak berpendidikan mungkin dirasa pemerintah jauh lebih mudah.
Pengangguran yang tidak berpendidikan biasanya lebih mudah menyesuaikan
diri dengan pekerjaan barunya. Apalagi jika dihubungkan dengan kebijakan
memanfaatkan potensi ruang yang maksimal, pengangguran yang tidak
berpendidikan bisa menjadi pelaku utama dalam melaksanakan kebijakan ini.
Contohnya dengan mengolah lahan-lahan yang masih kosong dan belum diolah
secara maksimal. Selain hal tersebut pemerintah juga bisa membentuk suatu
komunikasi dengan masyarakat untuk memaksimalkan kreatifitas masyarakat

yang terampil dan bisa menghasilkan keuntungan, meskipun keuntungan
tersebut hanya bisa untuk mempertahankan daya beli masyarakat sehingga
perekonomian bisa berjalan.
Akan tetapi penanganan pengangguran masyarakat yang berpendidikan
mungkin mengalami hambatan. Hal ini dikarenakan masyarakat yang
berpendidikan terlalu memikirkan pekerjaan nya harus sesuai jurusan yang ia
tempuh selama bersekolah. Berdasarkan kebijakan diatas mungkin pemerintah
mengambil cara membentuknetworking dengan usaha usaha menengah keatas
yang bisa menyerap tenaga kerja sesuai dengan ketrampilanya. Dengan

konsekuensi pemerintah harus membantu usaha tersebut agar tetap
mempertahankan produksinya sehingga tidak perlu mengurangi tenaga kerja.
Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan kepercayaan kepada ekonomi di
Indonesia akan segera pulih dan ekonomi akan segera tumbuh kembali.
sumber : http://alunanpena-alunanpena.blogspot.com/2011/11/krisismoneter-1998-dan-kebijakanya.html