Cloning, characterization and manipulation expression of Follicle Stimulating Hormone gene β subunit from Striped Catfish Pangasianodon hypopthalmus for gonadal maturation

KLONING, KARAKTERISASI DAN REKAYASA EKSPRESI
GEN FSH FOLLICLE STIMULATING HORMONE SUBUNIT β
PADA IKAN PATIN SIAM Pangasianodon hypopthalmus
UNTUK MEMPERCEPAT MATURASI GONAD

MUHAMMAD AHYA RAFIUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “kloning, karakterisasi
dan rekayasa ekspresi gen Follicle stimulating hormone subunit β pada ikan patin
siam Pangasianodon hypopthalmus untuk mempercepat maturasi gonad” adalah
benar karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Muhammad Ahya Rafiuddin
NIM C151110241

RINGKASAN
M. AHYA RAFIUDDIN. Kloning, karakterisasi dan rekayasa ekspresi gen
Follicle Stimulating Hormone subunit β pada ikan patin siam Pangasianodon
hypopthalmus untuk mempercepat maturasi gonad. Dibimbing oleh AGUS
OMAN SUDRAJAT, ALIMUDDIN, dan UTUT WIDYASTUTI.
Peningkatan produksi ikan budidaya dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan yang masih berada kekurangan. Dalam rangka pemenuhan
kebutuhan tersebut, maka dilakukan manipulasi secara hormonal dengan
menginduksi PMSG dan antidopamin. Komposisi bahan induksi tersebut berisi
hormon gonadotropin I atau FSH dan LH, namun aktivitas yang dominan diduga
FSH. Saat ini, perolehan FSH murni sangat sulit karena harganya sangat mahal.
Oleh karena itu, kemurnian FSH diperoleh dengan melakukan pembentukan
protein rekombinan FSH yang berasal dari ikan. Pembentukan FSH rekombinan

dilakukan dengan isolasi dan karakterisasi FSH subunit α dan β sebagai langkah
awal dalam proses pembentukan FSH rekombinan.
Isolasi RNA total dilakukan dengan menggunakan TRIzol invitrogen
kemudian dilakukan sintesis cDNA. Kemudian ligasi pada pGEM T easy (GEMFSH) dan transformasi ke vektor kloning. Keberhasilan transformasi dievaluasi
menggunakan metode seleksi koloni biru putih. Analisis kesamaan menggunakan
penyejajaran pada situs NCBI dan program MEGA 5 untuk membuat hubungan
kekerabatan. Penentuan sinyal peptida dan peptida mature menggunakan signal
4.1. Selanjutnya, analisis ekspresi dilakukan dengan menginduksi PMSG dan
antidopamin untuk melihat aktivitas sekresi hormon yang berasal dari dalam
tubuh (endogenous). Induksi PMSG dan antidopamin dilakukan setiap minggu
selama 3 minggu kemudian dilakukan analisis molekuler dan respons fisiologis
meliputi gonadal somatic index, histologi gonad, dan jumlah telur yang
dihasilkan.
Sekuensing menghasilkan panjang basa 404 dengan asam amino residu
132 yang tersusun atas sinyal peptida pada asam amino ke 1-16 dan peptida
mature pada asam amino ke 17-132. Penyejajaran asam amino dilakukan untuk
membuat hubungan kekerabatan dengan ikan yang lain, berdasarkan pohon
filogenetik yang dibentuk susunan asam amino gen FSH subunit β terbagi menjadi
dua kluster besar yakni ikan bersisik dan ikan yang tidak bersisik. Pada ikan yang
bersisik memiliki kesamaan 0,08 dengan gen FSH subunit β, sedangkan pada ikan

yang tidak bersisik menunjukkan nilai pada interval 0,01-0,015. Tingkat
kesamaan pada kisaran 79-99% menunjukkan kesamaan struktur asam amino
pada ikan yang tidak bersisik seperti ikan lele dan belut laut. Ekspresi gen FSH
subunit β mendapat pengaruh yang berbeda antar perlakuan yang diinduksi
menggunakan PMSG, AD, PMSG+AD dan larutan fisiologis. Ekspresi gen FSH
subunit β lebih tinggi pada ikan yang diinduksi dengan menggunakan PMSG+AD
dibandingkan dengan AD dan PMSG saja. Hal ini sejalan dengan respons fisiologi
yang dilakukan pada nilai GSI dan histologi. Nilai GSI berkisar antara 0,62-4,05%
dengan rataan yang tertinggi pada PMSG+AD. Hasil histologi pun menunjukkan
hal yang sama yakni ikan yang diinduksi menggunakan PMSG+AD telah
mengalami perkembangan gonad pada stadia vitelogenesis akhir Kombinasi
PMSG dengan antidopamin dapat menginduksi peningkatan ekspresi FSH dan

aromatase. Dengan demikian, siklus reproduksi pada ikan patin dapat
dikendalikan di luar musim sehingga produksi benih akan terjadi secara
berkelanjutan.
Kata kunci : Pangasianodon hypopthalmus, FSH subunit β, PMSG, AD, ekspresi
gen.

SUMMARY

M. AHYA RAFIUDDIN. Cloning, characterization and manipulation expression
of Follicle Stimulating Hormone gene β subunit from Striped Catfish
Pangasianodon hypopthalmus for gonadal maturation. Under supervised by
AGUS OMAN SUDRAJAT, ALIMUDDIN, and UTUT WIDYASTUTI.
Induced maturation of fish by hormonal plays important role to get mature
broodstock at out of spawning season. In this study, striped catfish FSH β subunit
was cloned, characterized, and analyzed its expression after PMSG and AD
induction. Cloning of FSH is a step to construct recombinant protein expression
vector. The aimed of this research were isolation and characterization of FSH β
subunit and evaluation of FSH β subunit expression after hormonal induction.
Isolation of total RNA was done by TRIzol invitrogen method, then
synthesis cDNA by reverse transciptase. Then, the PCR product were ligated to
pGEM Teasy (GEM-FSH) and transformed into cloning vector. The successful of
transformation would be evaluated by blue white colony screening. Similarity and
alignment analysis used NCBI site and MEGA 5 for phylogenetic tree. Signal
peptide and mature peptide were examined by signal 4.1 site. Then, manipulation
FSH β subunit expression by inducing PMSG and antidopamine was conducted.
PMSG and AD was injected every week for three weeks to evaluate FSH
endogenous activity and physiology respond. After inducing during three weeks,
the analysis expression FSH was amplified as molecular analysis and

physiological respond including gonadal somatic index, gonad histology, and
fecundity.
The sequence of FSH β subunit fragment was 404 bp with 132 amino acid
residue and consisted of signal peptide on 1-16 and mature peptide on 17-132.
Alignment amino acid was done to make phylogenetic tree between other species.
Based on phylogenetic tree, FSH gene β subunit divided for two clade; scales and
no scales fishes. Genetic distance FSH gene β subunit has 0.08 with scales fish
while 0.01-0.015 no scales fish. related to evolution, 0.08 with FSH gene β
subunit for scale fish. The amino acid residue alignment showed 79-99% showed
that similarity of structur amino acid on no scales fishes namely catfish and sea
eel. Expression of FSH β subunit got influence after inducing with PMSG, AD,
PMSG+AD and physiological solution. Inducing PMSG+AD showed expression
FSH β subunit was higher than other one. Gonad histology showed that eeg
developed to be late vitelogenic stage. Injected of combination PMSG and AD
also increase aromatase expression. Therefore, reproduction cycle on striped
catfish can be induced in out of season spawning.
Key word :

Pangasianodon hypopthalmus, FSH subunit β, PMSG, AD, gene
expression.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KLONING, KARAKTERISASI DAN REKAYASA EKSPRESI
GEN FSH FOLLICLE STIMULATING HORMONE PADA IKAN
PATIN SIAM Pangasianodon hypopthalmus UNTUK
MEMPERCEPAT MATURASI GONAD

MUHAMMAD AHYA RAFIUDDIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si

Judul Tesis
Nama
NIM

: Kloning, Karakterisasi dan Rekayasa Gen Follicle Stimulating
Hormone pada Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus
untuk Mempercepat Maturasi Gonad
: Muhammad Ahya Rafiuddin
: C151110241


Menyetujui
Komisi Pembimbing

Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc
Ketua

Dr Alimuddin, SPi, MSc

Dr Ir Utut Widyastuti, MS

Anggota

Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dr Ir Widanarni, MSi
Tanggal Ujian: 24 Desember 2013


Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang
berjudul ” Kloning, Karakterisasi dan Rekayasa Gen Follicle Stimulating
Hormone pada Ikan Patin Siam Pangasionodon hypopthalmus untuk
Mempercepat Maturasi Gonad”. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka penelitian
akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi
Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terselesaikan karena bantuan dari
berbagai pihak. Penelitian ini dibiayai oleh LPDP (Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan) yang dilakukan selama 7 bulan di laboratorium BIORIN
(Biotechnology Research Indonesian The Netherlands), Biologi Seluler dan
Molekuler Tanaman, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi
(PPSHB), Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, FPIK,

dan Kolam Percobaan Babakan, FPIK, IPB. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc yang telah banyak mengajari
tentang ilmu endokrinologi molekuler, bersabar dalam membimbing mulai dari
awal penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini, dan membantu biaya selama
mengikuti pendidikan di sekolah pascasarjana, Bapak Dr. Alimuddin, S.Pi., M.Sc,
selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis mulai dari penelitian
hingga penyusunan tesis ini, dan Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti MS. yang telah
memberikan izin menggunakan laboratorium Biologi Molokuler dan Seluler
Tanaman, PPSHB, IPB, arahan serta bimbingan selama menjalani pendidikan dan
penelitian di sekolah Pasca Sarjana IPB. Di samping itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada Prof. Suharsono, DEA selaku kepala PPSHB, IPB yang telah
memberikan izin penelitian dan menggunakan fasilitas selama penelitian di
Laboratorium. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Prof. Dr. Enang Harris
selaku ketua program studi Ilmu Akuakultur atas ilmu pengetahuan dan
bimbingan yang diberikan selama menempuh pendidikan. Rekan-rekan
mahasiswa dan Teknisi di laboratorium BIORIN: Mba Pepi, Pak Mulya, Ibu Ifa,
Pak Asri, Pak Ilyas, Mba Fajri, Mba Nurul, Mba Nuril, Mas Wawan, Mba Ista,
dkk. Teman-teman PS Ilmu Akuakultur tahun 2011 semuanya yang tidak disebut
satu persatu. Dan seluruh pihak yang telah memberikan peranan dalam

berlangsungnya penyusunan tesis ini. Penulis juga mendedikasikan karya ilmiah
ini untuk Mama yang dengan tulus mengiringi doa selama menempuh pendidikan,
alm Papa yang semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT. Lisna Fauziah,
S.Far., Apt. yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil,
kesabaran dan kasih sayangnya.

Bogor, Februari 2014
Muhammad Ahya Rafiuddin

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PRAKATA

xii

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

2 TINJAUAN PUSTAKA

2

Biologi ikan patin siam (Pangasianodon hypopthalmus)

2

Endokrin dalam kontrol reproduksi

3

Isolasi, kloning, dan karakterisasi FSH

4

Struktur umum dan ekspresi gonadotropin

6

Gametogenesis

7

3 METODE PENELITIAN

8

Isolasi mRNA

9

Sintesis cDNA

9

Kloning cDNA ke dalam pGEM®-T

10

Transformasi ke bakteri E. coli DH5α

10

Identifikasi hasil transformasi

11

Pengurutan cDNA

12

Analisis ekspresi mRNA

12

Analisis data

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Isolasi RNA dan Sintesis cDNA

13

Ligasi dan Transformasi

14

Identifikasi hasil transforman

14

Analisis urutan nukleotida gen FSH

14

Ekspresi gen FSH pada ikan yang dilakukan rekayasa maturasi

17

Histologi gonad ikan patin yang diberi perlakuan hormon

19

Nilai GSI yang diberikan perlakuan hormon

20

Jumlah telur yang dihasilkan dari perlakuan hormon

21

5 SIMPULAN DAN SARAN

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur molekul gen FSH
2. Hasil isolasi RNA
3. Hasil amplifikasi PCR
4. Hasil PCR koloni dan pola pemotongan plasmid
5. Sekuen parsial
6. Hasil penyejajaran berdasarkan asam amino
7. Pohon filogenetik gen FSH subunit β
8. Ekspresi molekuler gen FSH subunit β
9. Histologi gonad
10. Nilai GSI pada induk ikan patin
11. Jumlah telur yang dihasilkan

7
13
13
14
15
16
17
19
20
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kuantitas RNA total ikan patin siam (Pangasianodon hypopthalmus)
Hasil transformasi
Hasil penyejajaran berdasarkan susunan nukleotida
Prediksi posisi sinyal peptida
Media kultur bakteri
Perbedaan asam amino antar spesies
Hasil analisis statistik dengan uji lanjut

31
31
31
33
34
34
35

1 PENDAHULUAN
Kegiatan budidaya ikan merupakan salah satu sektor yang berkembang
menjadi industri dan memiliki peran dalam penyediaan kebutuhan pangan.
Berkembangnya kegiatan budidaya ikan dalam skema produksi ditentukan oleh
ketersediaan induk matang gonad yang kemudian menghasilkan benih.
Berkembangnya kegiatan pembenihan memiliki kendala pada reproduksi yang
diharapkan dapat dilakukan pada wadah yang terkontrol. Kendala yang terjadi
seperti induk tidak dapat mencapai titik optimum pada vitelogenesis dan
spermatogenesis, induk dapat mencapai titik optimum vitelogenesis dan spermatogenesis tetapi tidak dapat menyelesaikan proses pematangan akhir gonad, dan
induk tidak dapat mengeluarkan telur secara alami (harus distripping) (Zohar dan
Mylonas, 2001). Kendala tersebut terjadi pada beberapa ikan seperti ikan sidat
yang hanya dapat memijah di laut dalam dan hanya satu kali dalam siklus
hidupnya; ikan lele yang sulit memijah dalam waktu tertentu (Hassin, 1997);
abalon dan ikan kerapu yang hanya memijah pada bulan gelap (Hassin, 1997); dan
udang yang hanya dapat memijah setelah dipotong tangkai matanya (Zohar dan
Mylonas, 2001; Yusuf, 2012). Beberapa masalah tersebut telah teratasi dengan
induksi hormonal secara intramuskular dan dicampur ke dalam pakan. Hormon
yang diimplan ke induk matang kelamin menggunakan pregnant mare’s serum
gonadotropin (PMSG), human chorionic gonadotropin (hCG), PMSG dicampur
dengan hCG, PMSG dicampur dengan antidopamin, PMSG dicampur dengan
hCG, dan antidopamin telah digunakan dan berhasil menghasilkan induk yang
siap ovulasi (Lestari, 2010; Samara, 2010; Febriana, 2010; dan Putra, 2013).
Proses perkembangan awal gonad dikontrol oleh hormon follicle stimulating
hormone (FSH) dan untuk pematangan gonad oleh hormon Luteinizing Hormone
(LH). Perkembangan awal gonad yang dikontrol oleh FSH merupakan proses
akumulasi pembentukan telur berupa lipoprotein yang berasal dari prekursor dan
vitelogenin berasal dari hati. Proses pembentukan telur merupakan konversi
estradiol dari testosteron yang dibawa melalui pembuluh darah dan masuk ke
dalam oosit sehingga material tersebut menjadi penyusun kuning telur. Setelah itu,
proses selanjutnya adalah pematangan akhir yang melibatkan LH, maturation
inducing hormone (MIH), dan maturation-promoting factor (MPF). LH beraksi
pada sel theca untuk memproduksi MIH (17α, 20β-dihydroxy-4-pregnen-3-one,
17α,20β-dihidroksi progesteron). Peningkatan kapasitas folikel setelah vitelogenesis bertujuan untuk memproduksi MIH sebagai respons terhadap LH (Fukada et
al. 1994; Nagahama, 1995; Planas et al. 2000; Nagahama dan Yamashita, 2008)
Budidaya ikan patin merupakan salah satu budidaya ikan yang termasuk
dalam komoditas industrialisasi perikanan budidaya. Program pemerintah tersebut
membutuhkan ketersediaan induk matang gonad, namun pada musim kemarau
induk matang gonad memiliki jumlah yang relatif terbatas. Ketersediaan induk
matang gonad diperlukan untuk menjamin ketersediaan benih sepanjang tahun
tanpa terkecuali. Kematangan gonad induk ikan patin dapat diinduksi secara
kombinasi pakan vitamin E dan hormonal menggunakan PMSG 10 IU dan 20 IU
hCG (Febriana, 2010), PMSG 10 IU dan hCG 5 IU (Lestari, 2010), dan PMSG 10
IU dan hCG 5 IU (Samara, 2010). Tidak hanya premiks PMSG dan hCG tetapi
premiks PMSG dan antidopamin (domperidon) yang telah digunakan dan terbukti

2
dapat mencapai kebuntingan pada ikan. Berbagai ikan yang telah diinduksi
dengan premiks tersebut menunjukan adanya pengaruh induksi. Ikan patin dapat
mencapai matang gonad 2-4 minggu (Lestari, 2010; Samara, 2010; Febriana,
2010), ikan lele 3-4 minggu (Manurung, 2011; dan Mayasari, 2012), ikan belut 34 minggu (Putra, 2013); ikan sidat 3-5 minggu (Lestari, 2013) dan dan udang
vaname 2-4 minggu pascainduksi (Yusuf, 2011). PMSG merupakan hormon
kompleks yang memberikan kombinasi aktivitas FSH dan LH, namun aktivitas
secara biologi memiliki kecendrerungan FSH yang lebih besar (Pierce dan
Parsons, 1981; Querrat et al. 1994). FSH merupakan hormon gonadotropin yang
berperan dalam proses vitelogenesis yang menentukan proses maturasi dan
rematurasi gonad pada induk betina. Namun demikian, bahan tersebut masih
impor sehingga perlu bahan lain sebagai alternatif rekayasa secara hormonal.
FSH adalah salah satu hormon yang disekresikan oleh hipofisa yang
termasuk dalam famili hormon glikoprotein dan tersusun atas subunit α dan β.
Subunit bagian α merupakan bagian yang umum dari famili ini, sedangkan subunit
bagian β memiliki bersifat spesifik (Pierce dan Parsons, 1981). Isolasi gen
penyandi FSH merupakan tahap awal untuk memproduksi FSH sintetik. Hormon
ini disekresikan oleh kelenjar pituitari dan berperan dalam gonad. Sintesis dan
sekresi FSH dipengaruhi langsung oleh hipotalamus dekapeptida gonadotropin
releasing hormone (GnRH). Sintesis dan sekresi FSH memiliki proses yang
sangat kompleks dan meliputi interaksi antara gonad, pituitari, dan hipotalamus.
FSH berperan pada ovari dan testis untuk meregulasi proses vitelogenesis dan
spermatogenesis (Burger et al. 2004).
Isolasi dan karakterisasi FSH subunit β akan menghasilkan domain protein
struktural dan fungsional yang konservatif dan memiliki kesamaan yang tinggi
dengan ikan yang bersisik dan ikan yang tidak bersisik. Ekspresi FSH berkaitan
dengan stadia awal perkembangan gonad pada ikan uji, dan manipulasi secara
hormonal dapat dilakukan dengan induksi pada ikan yang diharapkan mampu
mempengaruhi ekspresi FSH dalam perkembangan gonad pada ikan patin.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi gen
FSH subunit β, dan evaluasi ekspresi mRNA FSH subunit β pada induk ikan patin
diinduksi maturasi menggunakan hormon.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Biologi ikan patin siam (Pangasianodon hypopthalmus)
Ikan patin siam diklasifikasikan menurut ordo: Ostariophysi; Sub-ordo:
siluroidea; famili: Pangasidae; Genus: Pangasionodon; Spesies: Pangasionodon
hypopthalmus. Nama umum ikan ini adalah ikan patin Siam dalam Bahasa
Indonesia dan stripped catfish dalam bahasa Inggris. Secara morfologi ikan patin
Siam memiliki ciri-ciri seperti badan yang panjang berwarna putih, kepala yang
relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala, pada sudut mulutnya terdapat
dua pasang sungut, sirip punggung yang memiliki jari-jari keras yang berubah

3
menjadi patil yang bergerigi, dan tidak memiliki sisik (Khairuman dan Sudenda,
2008).
Secara alamiah, perkembangan ikan patin siam mulai dari telur hingga
dewasa membutuhkan waktu selama 9-12 bulan, dan kematangan induk pertama
kali biasanya setelah berumur 2 tahun dan membutuhkan waktu 2-6 bulan pasca
dilakukan pemijahan secara stripping. Hal ini menyebabkan induk ikan patin
dapat dipijahkan hanya dua kali dalam satu tahun. Kondisi ini merupakan kondisi
sulit untuk berkembangnya budidaya ikan patin, padahal ikan ini merupakan salah
satu komoditas budidaya yang dikembangkan. Oleh karena itu, kondisi ini tidak
mendukung adanya industrialisasi perikanan budidaya ikan patin karena benih
ikan patin belum dapat tersedia sepanjang tahun. Lamanya waktu kematangan
gonad disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal disebabkan
oleh fotoperiode, suhu, dan lingkungan, sedangkan faktor internal salah satu di
antaranya adalah kandungan FSH yang sedikit sehingga stimulasi tidak sampai ke
gonad (Amano, 2010; Fard et al. 2012). Salah satu solusi dari permasalahan ini
adalah induksi pematangan kembali dengan menggunakan PMSG dan
antidopamin sehingga diharapkan periode kosong pada gonad lebih pendek.
Penggunaan PMSG dapat meningkatkan aktivitas enzim aromatase (Nagahama et
al. 1991; Yoshiura et al. 2003; Nagahama dan Yamashita, 2008).
Endokrin dalam kontrol reproduksi
Kemampuan reproduksi membutuhkan proses yang kompleks mulai dari
larva (penentuan jenis kelamin) hingga matang kelamin (vitelogenesis hingga
ovulasi) yang diatur dalam aksi poros otak-pituitari-gonad (OPG). Proses tersebut
diatur oleh hormon steroid dan non steroid (Weltzein, 2004). Aksi OPG terdiri
atas tiga jalur pada sel dan diatur dalam mekanisme yang kompleks (Dofour,
2010). Neuroendokrin pada bagian preoptik dari otak pada pertengahan antara
sistem saraf pusat dan endokrin. Pada umumnya stimulasi dan penghambat
disatukan dalam sistem neuroendokrin yang dihasilkan dari bentuk GnRH. Pada
ikan teleost, GnRH langsung mengintervensi sel memproduksi gonadotropin di
pituitari, produksi stimulasi dan sekresi dari dua bentuk gonadotropin yang
berkaitan dengan struktur kimia gonadotropin masuk ke dalam sirkulasi dan
stimulasi gonad. Penempelan FSH spesifik pada membran reseptor yang sangat
spesifik, pada jantan kemungkinan membran spesifik tersebut terdapat pada sel
sertoli dan sel Leydig.
Fungsi utama gonad adalah produksi sel bakal telur pada proses
spermatogenesis dan produksi seks steroid dan perkembangan gonad yang sangat
penting dalam proses regulasi gonad. Mekanisme gonad menyampaikan umpan
balik baik positif maupun negatif (bergantung kondisi) kepada otak terjadi secara
autokrin ataupun parakrin bergantung pada stadia reproduksi pada ikan (Amano,
2010; Dae-Jun et al. 2011). Fungsi gonad diatur oleh sistem neuroendokrin yang
tersusun atas otak, kelenjar hipofisa, dan gonad. GnRH adalah neurohormone
yang meregulasi sistem reproduksi pada vertebrata (Munro dan Lam, 1993;
Amano, 2010). Otak menyekresi GnRH ke hipotalamus agar hipotalamus
menyekresikan FSH pada fase vitelogenesis dan spermatogenesis, dan LH pada
fase ovulasi dan spermiasi. Pada vertebrata, fungsi gonad dikontrol oleh sistem
neuroendokrin yang terdiri atas otak, kelenjar hipofisa, dan gonad. Perbandingan
sistem endokrin pada berbagai vertebrata terjadi pada multiple moleculer

4
dekapeptida GnRH yang seluruhnya berperan dalam menstimulasi kontrol
reproduksi pituitari gonadotropin (Weltzein et al. 2004). Perbedaan yang paling
terlihat antara vertebrata dengan teleost adalah sistem neuroanatomi
hipopsiotropik. Hipopsiotropik pada mamalia dan vertebrata lainnya berada pada
bagian tengah eminence, pada bagian dasar hipotalamus, dan sekresi neurohormon
ke dalam sistem peredaran darah. Lain halnya dengan ikan teleost bahwa
hipopsiotropik langsung menuju adenohipofisis menuju spesifik bagian sel
pituitary (Weltzein et al. 2004).
Keberhasilan proses reproduksi pada ikan terjadi akibat faktor internal dan
eksternal. Kedua faktor tersebut terjadi pada kondisi yang tidak tepat yang diatur
oleh otak yang disebabkan oleh perbedaan respons reproduksi dengan
menyekresikan neuropeptida hormon GnRH. Pada pituitari anterior, GnRH dan
faktor yang lain menstimulasi dan menyekresikan gonadotropin, yakni FSH dan
LH. Hormon ini ditransfer melalui pembuluh darah yang akan menempel pada
reseptor yang spesifik (Yaron dan Levavi-Sivan, 2006; Amano, 2010). Bagian
terpenting dari sekresi hormon ini dengan hormon yang memiliki ikatan peptida
dapat memberikan umpan balik positif atau negatif pada sintesis dan sekresi
gonadotropin, pada level tertentu otak-pituitari-gonad bergantung dari kondisi
maturasi dan fungsi dari kondisi ikan tersebut (Levavi-Sivan, 2010).
Pada vertebrata aktivitas P450arom tipe ovari memiliki peranan yang sangat
penting (Nagahama, 1994; Devlin dan Nagahama, 2002). Peningkatan aktivitas
aromatase tertinggi terjadi pada proses konversi testosteron menjadi estradiol pada
tahap akhir vitelogenesis. Pada beberapa spesies, aktivitas aromatase meningkat
dengan induksi menggunakan PMSG setelah 18 jam proses perkembangan vitelogenesis pada ovari. Mekanisme PMSG diindikasikan bekerja dengan forskolin dan
dbcAMP yang diketahui dapat meningkatkan level cAMP. Pada proses
aromatisasi, peningkatan PMSG, forskolin, dan dbcAMP berdampak pada
penghambatan dengan actinomisin D dan sikloheksamid. Pola perubahan level
mRNA pada P450arom tipe ovari memiliki kemiripan dari kemampuan produksi
estradiol sebagai bentuk respons GtH (Fukada et al. 1994; Nagahama, 1997;
Nagahama dan Yamashita, 2008)
Isolasi, kloning, dan karakterisasi FSH
Aktivitas gonadotropin dari ekstrak pitiutari dapat dibedakan menjadi 2
fungsi yang berbeda, di antaranya adalah luteinizing dan simulasi pembentukkan
folikel (Querat et al. 1994; Querat et al. 2000; Yaron et al. 2003). Preparasi dari
gonadotropin ini telah dilakukan sejak tahun 1988 pada ikan mas koki dan
menyebutkan bahwa hormon ini adalah heterodimer dengan dua subunit yakni α
dan β. Hormon glikoprotein merupakan hormon heterodimer yang tersusun atas
subunit α dan β. FSH, LH, chorionic gonadotropin (CG) dan tiroid stimulating
hormone (TSH) termasuk dalam famili hormon glikoprotein. Subunit α
merupakan bagian yang sama dari semua hormon pada famili ini dan subunit β
merupakan bagian yang khas dari famili hormon glikoprotein (Pierce dan Parsons,
1981; Querat et al. 1994; Yaron, 2003).
FSH merupakan hormon yang disekresikan oleh kelenjar hipofisa dan
berperan dalam proses perkembangan gonad baik pada tahap vitelogenesis
maupun spermiasi (Ko et al. 2007; Levavi et al. 2008; Kazeto et al. 2008; Wu et
al. 2011). Penelitian terkait FSH rekombinan adalah kloning bagian α and β

5
subunit dari spesies yang pernah dilakukan, di antaranya adalah glikoprotein
hormon-α (GPH-α) dari ikan mas (Cyprinus carpio; Huang et al. 1991), GtH 1subunit β pada ikan sidat (Anguilla japonica) (Yoshiura et al. 1999), GtH 1subunit α pada ikan sidat (Nagae et al. 1λλ6), GtH 1 dan 2 subunit α and β pada
ikan kakap merah (Morone saxafilis) (Hassin et al. 1λλ8), GtH 1 dan 2 subunit β
pada ikan chum salmon (Sekine et al. 1989), GtH 2 pada European eel (Anguilla
anguilla) (Querat et al. 1λλ1), GtH 1 dan 2 subunit α and β pada Japanese
flounder (Kajimura et al. 2001), GtH 1 dan 2 subunit β pada ikan gurame biru
(Jackson et al. 1999), glikoprotein subunit α pada ikan channel catfish (Liu et al.
1997), gonadotrophin I-subunit β ikan koki (Carrasius auratus) (Sohn et al. 1998),
FSH-subunit β dari ikan komet (Carassius auratus; Kobayashi et al. 2003;
Kobayashi et al. 2006), GPH-subunit α Manchurian trout (Brachymystax lenok;
Cui et al. 2007) dan GPH-subunit α, FSH-subunit β, dan LH-subunit β dari
channel catfish (Ictalurus punctatus; Liu et al. 1λλ7). Setelah subunit α dan β
diisolasi dan dikarakterisasi maka selanjutnya adalah pembentukan protein
rekombinan. Produksi protein rekombinan telah dilakukan pada FSH dan LH
menggunakan sel serangga amuba (Dictyostelium discoideum) (Vischer et al.
2003); FSH pada ikan sidat (Anguilla japonica) dengan methylotropic yeast
(Pichia pastoris) (Kamei et al. 2003); FSH pada ikan sidat (Anguilla japonica)
dengan baculovirus (Kobayashi et al. 2003); FSH dan LH pada ikan mujair
(Oreochromis mossambicus) dengan methylotropic yeast (Pichia pastoris)
(Kasuto dan Levavi, 2005; Aizen et al. 2007a,b); dan FSH dan LH pada ikan sidat
(Anguilla japonica) dengan sel S2 Drosophila (Kazeto et al. 2008). Pengujian
bioaktivitas rekombinan FSH ikan koki scFSH untuk memacu spermatogenesis
ikan sidat juga telah dilakukan (Hayakawa et al. 2009).
Kloning gen merupakan teknologi rekombinan DNA dengan cara
memasukkan gen target ke sel organisme untuk proses perbanyakan. Kloning gen
berkaitan dengan pengambilan DNA yang menyandikan gen target tertentu dan
memasukkannya ke dalam inang (Lodge et al. 2007). Sel bakteri Escherichia coli
adalah salah satu yang digunakan sebagai inang kloning gen. Metode kloning gen
dilakukan dengan memotong fragmen DNA yang menyandikan gen target,
disambungkan dengan vektor kloning, kemudian dimasukkan ke dalam sel inang
dan dalam sel inang tersebut gen akan diperbanyak. Vektor kloning yang umum
digunakan adalah pGEM-T. Vektor kloning berisi gen target dapat dimasukkan ke
sel inang menggunakan heat shock dan elektroporator. Penggunaan heat shock
dilakukan dengan memberikan kejut panas agar gen target masuk ke sel inang,
sedangkan penggunaan elektroporator dilakukan dengan kejut listrik selama
beberapa mikro atau detik. Produksi protein heterologi eukaryot di sel prokaryot
tidak dapat dilakukan karena tidak stabil, kekurangan aktivitas biologis, dan dapat
terkontaminasi oleh toksin dari bakteri di dalam sel prokaryot tidak terjadi pasca
translasi (Yuwono, 2006; Yaron, 2009). Modifikasi pascatranslasi yang terjadi
dilakukan adalah pembentukkan ikatan disulfida oleh disulfida isomerase yakni
pelipatan protein yang menentukkan stabilitas dan aktivitas, pemotongan proteolitik dari protein prekursor dengan menentukkan fungsi protein dan glikolisasi
melalui penambahan residu gula untuk menentukkan stabilitas protein (Yaron,
2009). Selanjutnya pembentukkan protein rekombinan akan dilakukan di
organisme eukariot yakni khamir (Pischia pastoris) karena jumlah protein yang
akan dihasilkan tinggi dbandingkan dengan organisme yang lain, relatif murah,

6
memiliki kapasitas pascatranslasi yang menyerupai sel pada hewan vertebrata
(Kamei et al. 2003; dan Yaron, 2009).
Struktur umum dan ekspresi gonadotropin
Pituitari mensekresikan FSH, LH, TSH, dan chorionic gonadotropin.
Keempat jenis hormon tersebut termasuk dalam famili hormon glikoprotein
(Pierce dan Parsons, 1981), yang bersifat heterodimer yang masing-masing
hormon tersebut terdiri atas bagian α dan β. Bagian α merupakan bagian yang
umum pada keempat jenis hormon tersebut, dan bagian β merupakan bagian yang
spesifik dari keempat jenis hormone tersbut (Querat, 2004). Selain itu, bagian β
memiliki karakterisasi yang unik yang terhubung gugus karboksil dengan terminal
peptida. Analisis dari perkembangan evolusi gonadotropin bagian β ini telah
disusun yang mengindikasikan kedekatan silsilah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan LH subunit β. Sekuen asam amino dari LH subunit β menunjukkan
daerah yang lebih konservatif (Anonim, 2008). Panjang asam amino subunit β
berukuran 111 bp, lebih panjang 1λ asam amino dibandingkan dengan subunit α.
Beberapa ikan telah dieksplorasi terkait dengan ekspresi mRNA dari berbagai
macam stadia ikan. Pada ikan koki struktur cDNA FSH dan LH sub unit β dengan
tetrapoda yang berperan dalam proses perkembangan gonad pada ikan seperti
vitelogenesis dan spermatogenesis (Yoshiura et al. 1997; Sohn et al. 1999).
Penelitian lain seperti pada ikan salmonid, FSH hanya berperan dalam tahap
perkembangan awal gonad (Swanson dan Dittman, 1997). Setelah sub unit dari
hormon glikoprotein telah diisolasi ke dalam vektor kloning maka selanjutnya
dipotong dengan enzim restriksi seperti Eco R1, SacI, Bam HI, dan lain-lain.
Namun kelemahan produksi produksi heterolog eukaryot di sel prokaryot adalah
tidak stabil, kekurangan aktivitas biologi, dapat terkontaminasi oleh toksin yang
berasal dari bakteri, dan di dalam sel prokaryot tidak terjadi modifikasi
pascatranslasi. Organisme yang digunakan sebagai vektor ekspresi yang sering
digunakan untuk membuat protein rekombinan adalah khamir (Pischia pastoris)
karena dapat memproduksi protein rekombinan protein yang berkisar antara 39-49
kDa (Kamei et al. 2003; dan Kamei et al. 2006), harganya murah (Yaron, 2009),
dan memiliki kapasitas untuk pascatranslasi yang hampir sama dengan sel pada
vertebrata seperti penambahan gugus glikolisasi melalui penambahan residu gula.
Modifikasi yang terjadi pada saat proses pascatranslasi adalah pembentukan
ikatan disulfida oleh disulfida isomerase yakni pelipatan protein yang menentukan
stabilitas dan aktivitas biologis, pemotongan proteolitik dari protein prekursor
dengan menentukan fungsi protein, dan glikolisasi dengan penambahan residu
gulauntuk menentukan stabilitas protein (Yaron et al. 2003).
Dinamika regulasi dari pituitari khususnya FSH dan LH merupakan hormon
yang sangat penting bagi siklus reproduksi pada mamalia. FSH dan LH tersusun
atas dua subunit glikoprotein yang disandikan oleh gen spesifik yang terekspresi
pada kromosom yang berbeda. Hormon ini disekresikan pada pituitary dan
berperan dalam gonad, sintesis dan sekresi hormon ini dipengaruhi langsung oleh
hipothalmus dekapeptida GnRH. Sintesis dan sekresi FSH dan LH memiliki
proses yang sangat kompleks dan meliputi interaksi antara gonad, pituitari, dan
hipotalamus. FSH dan LH berperan pada ovari dan testes untuk meregulasi proses
vitelogenesis, ovulasi, spermatogenesis, dan steroidogenesis (Burger et al. 2004).

7

A
B
Gambar 1. Struktur molekul gen FSH. (A) Pola lipatan famili glikoprotein pada
semua tetrapoda. (B) Pola lipatan FSH subunit β pada beberapa ikan
teleost (Moyle, 2005).
Pada Gambar 1 (a), 12 rantai sistein pada LH sub unit β merupakan bagian
yang konservatif dari vertebrata. Struktur utama FSH subunit β lebih bervariasi,
seperti pada beberapa bagian dari struktur tersebut dalam penempelan yang
spesifik. Secara umum, pada ikan teleostei memiliki kesamaan dari 12 rantai
sistein yang ada, sedangkan pada perciform, salmonid, dan pleuronectiform hanya
memiliki 3 rantai sistein yang sama pada sub unit βL1. Ada penambahan rantai
sistein N-terminal. Bagian seat belt untuk interaksi reseptor dan formasi
heterodimer, struktur heterodimer pada setiap spesies ikan berbeda dalam sistem
reseptor. Struktur reseptor akan ditempeli ligand untuk mengenali gen yang sifat
heterodimer (Moyle, 2005).
Gametogenesis
Gametogenesis merupakan fase awal dalam tahap perkembangan telur
hingga pelepasan akhir dari folikel. Perkembangan telur mulai dari proses
oogenesis terjadi mulai dari otak hingga pembentukkan kuning telur. Oosit dari
semua ikan teleostei memiliki persamaan dalam proses perkembangan telur,
yakni; oogenesis, perkembangan oosit utama, tahap kortikal alveolus, maturasi,
dan ovulasi. Perkembangan telur pada ikan teleost pada umumnya telah
diklasifikasikan menjadi sinkron dan tidak sinkron. Oogonia terbentuk dari
proses mitosis yang terjadi pada luminal epitelium yang terhubung dengan

8
kelenjar ovari. Proses oogenesis dimulai ketika oogonia ditransformasi ke dalam
oosit utama dan setiap oosit dikelilingi oleh lapisan yang dipisahkan oleh sel
granulose dan sel theka dipisahkan oleh lapisan basement membrane (Nagahama
dan Yamashita, 2008). Secara umum perkembangan gonad pada jantan dan betina
memiliki kemiripan, namun yang membedakan adalah hasil akhir. Perkembangan
gonad secara umum adalah immature, development, mature, spawning, dan
penghabisan telur (Nagahama, 1997).
Oogenesis adalah proses yang terjadi pada primordial germ cell yang siap
untuk dibuahi oleh sel sperma. Selain itu, oogonesis menghasilkan sel yang
haploid dan telur yang siap dibuahi oleh sperma sehingga dapat berkembang pada
fase embrio. Berdasarkan proses tersebut dapat dibagi menjadi beberapa tahapan
penting diantaranya adalah: fase duplikasi, fase pertumbuhan oosit, perkembangan
folikel, pengisian material kuning telur, vitelogenesis, dan migrasi inti telur,
maturasi, ovulasi dan pembuahan, dan fase aktivasi telur (Fukada et al. 1994;
Nagahama, 1997 dan Mylonas dan Zohar, 2005). Fase duplikasi merupakan
perkembangan ovari dan oogonia dari sel bakal telur, perkembangan ini awal dari
perkembangan oosit. Fase selanjutnya adalah fase pertumbuhan oosit; pada fase
ini terjadi pada saat sel telur masih diploid dan diakhiri dengan pembelahan sel
yang diikuti dengan terbentuknya oosit sekunder. Setelah itu, perkembangan oosit
berkembang menjadi fase maturasi, oosit sekunder membelah menjadi ovum yang
siap. Pada fase maturasi ini terjadi proses yang sangat panjang yakni
perkembangan folikel, pengisian komposisi kuning telur, dan vitelogenesis.
Perkembangan folikel terjadi dalam pembentukkan struktur oosit yang dibentuk
atas dua lapisan yakni sel granulosa dan sel telur. Pengisian komposisi kuning
telur dengan menggunakan kortikal alveoli. Tahap selanjutnya adalah
vitelogenesis yang distimulasi oleh otak dalam mensekresikan GnRH agar
pituitari mensekresikan FSH sehingga terjadi perkembangan diameter telur akibat
dari pengisian kuning telur sehingga protein kortikal alveoli tergeser pada batas
dinding folikel. Tahap selanjutnya adalah maturasi yang distimulasi oleh proses
steroidogenesis oleh zat steroid yang diproduksi oleh folikel. Namun demikian,
perkembangan dalam oosit primer ini masih belum jelas tentang peranan GTH dan
antidopamin (Mylonas dan Zohar, 2007; Yaron dan Levavi-Sivan, 2011).
Vitelogenesis merupakan proses sintesis vitelogenin pada oosit dan berperan
dalam pertumbuhan oosit pada sebagian besar ikan teleostei. Indikator dari
peranan proses ini dapat dilihat dari nilai GSI (gonadal somatic index) yang
merupakan rasio dari bobot gonad dan bobot tubuh.

3 METODE
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu kloning gen FSH subunit β
dan rekayasa ekspresi yang diinduksi dengan PMSG dan antidopamin. Kloning
gen FSH bagian β dilakukan dengan tahapan sebagai berikutμ isolasi RNA total,
sintesis cDNA, kloning ke pGEM T-Easy, transformasi ke Escherichia coli
dengan strain DH5α, identifikasi transforman dan sekuensing. Analisis ekspresi
mRNA dilakukan dengan menyuntik ikan menggunakan Larutan fisiologis,
antidopamin, hormon PMSG, dan kombinasi PMSG+AD.

9
Isolasi mRNA
Ikan patin siam yang masih hidup dengan ukuran 700-1200 gram dipotong
bagian kepalanya dengan jumlah 13 ekor. Hipofisa dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf yang telah berisi Trizol (Invitrogen) 800 µL. Setelah itu, diinkubasi
pada suhu ruang selama 5 menit, kemudian dimasukkan klorofom 200 L ke
dalam eppendorf tersebut dan suspensi sel dihomogenasi menggunakan vorteks.
Campuran diinkubasikan pada suhu ruang selama 3 menit. Selanjutnya eppendorf
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 6 ˚C selama 15
menit. Cairan bagian atas diambil sebanyak minimal 60% dari volume trizol.
Supernatan tersebut dipindahkan ke dalam eppendorf baru dan ditambah dengan
isopropil alkohol, kemudian diinkubasikan dalam suhu ruang selama 10 menit.
Setelah itu eppendorf tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama
10 menit dengan suhu 6oC. Supernatan dari hasil sentrifugasi dibuang, dan
endapannya diambil, kemudian ditambah dengan etanol 75%, kemudian
eppendorf disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit dengan
suhu 6 oC. Etanol 75% dibuang dan dikeringkan dengan menggunakan vakum.
Setelah kering, endapan disuspensikan dalam 30 L H2O-DEPC 0,1%.
Kuantitas RNA total dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer,
absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 ( 260) dan 280 ( 280). Kemurnian
RNA diperoleh dari nilai rasio 260/ 280. Agarosa yang dibuat untuk proses
separasi RNA adalah dengan gel agarosa 1% yang dibuat dengan melarutkan 0,2 g
tepung agarosa, 20x MOPS 1 mL, formaldehida 1,08 mL, dan ddH2O DEPC
17,92 mL. Selanjutnya dilakukan elektroforesis pada gel agarosa 1% dengan 10x
bufer MOPS, voltase 100 volt selama 35 menit. Visualisasi RNA dilakukan di atas
transluminator GelDoc (Labquip) dan difoto menggunakan kamera digital f1.8 full
bright (Olympus). Adanya pita unit-unit RNA ribosom menunjukkan keberhasilan
isolasi RNA.
Sintesis cDNA
Sintesis cDNA melalui transkripsi balik (RT) dilakukan menggunakan
metode Suharsono et al. (2002). Metode tersebut adalah dengan mengambil 2,5 l
RNA total dicampur dengan 7,5 ddH2O DEPC, kemudian ditambah 1,1 L bufer
DNase dan 0,2 L DNase dan setelah itu diendapkan dan PCR pada suhu 25 oC
selama 10 menit dengan program DNase pada suhu 25 oC selama 10 menit.
Kemudian langkah selanjutnya ditambahkan EDTA 1 L dan setelah itu
diendapkan kemudian PCR kembali dengan program EDTA pada suhu 65 oC
selama 10 menit. Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam es selama 5 menit dan
ambil 5 l untuk dimasukkan ke dalam tabung yang berisi PCR mix. PCR mix
tersebut berisi bufer 5x sebanyak 4 L, oligo dT sebanyak 2 L, dNTP 2mM
sebanyak 0,4 L, dTT sebanyak 2 L, RTase sebanyak 0,2 L, dan ddH2O DEPC
sebanyak 6,4 L. Mesin PCR dijalankan dengan 1 siklus dengan 30 oC selama 10
menit, 42 oC selama 50 menit, dan 95 oC selama 5 menit.
Primer untuk mengamplifikasi gen FSH didesain berdasarkan data dari
genebank, yaitu Ictalurus punctatus dengan kode aksesi NM_001200079, Clarias
gariepinus dengan kode aksesi AF324541, dan Silurus meridionalis dengan kode
aksesi AYλ73λ47 untuk bagian β subunit. PCR dijalankan dengan program
predenaturasi 95 oC selama 3 menit, denaturasi 94 oC selama 30 detik, annealing

10
54 oC selama 35 detik, dan elongasi 72 oC selama 30 detik. Proses denaturasi,
annealing, dan elongasi dilakukan sebanyak 35 siklus dan elongasi akhir
dilakukan pada suhu 72 oC selama 7 menit.
Kloning cDNA ke dalam pGEM®-T
cDNA yang berhasil disintesis kemudian disisipkan ke dalam pGEM®T Easy mengikuti prosedur Promega (2003). Vektor pGEM®-T Easy dan
produk RT-PCR disentrifugasi agar kandungannya terkumpul pada dasar tabung,
selanjutnya reaksi ligasi dicampur pada tabung dengan komposisi, yaitu: 2x
rapid ligase buffer 5 L, vektor pGEM®-T Easy, T4 DNA ligase (3 weiss
units/ L) dan produk RT-PCR sebanyak 3 L. Tahap berikutnya adalah campuran
reaksi diinkubasi semalam pada suhu 4°C.
Transformasi ke bakteri Escherichia coli DH5α
Pembuatan Bakteri Kompeten. Metode yang dilakukan mengikuti
metode Suharsono et al. (2002). Koloni bakteri E. coli DH5α diambil dari
biakan di media LB dan dikultur dalam 5 mL medium cair LB (digunakan
tabung 50 mL), selanjutnya diinkubasi semalam pada suhu 37°C pada shaker
(275 rpm). Hasil kultur sebanyak 500 L dicampur dengan 5 ml LB, diinkubasi
2-3 jam hingga mencapai OD60 = 0,4-0,5. Setelah itu, sampel dimasukkan ke
dalam tabung eppendorf 1,5 mL dan diinkubasi pada es selama 10 menit. Bakteri
diendapkan dengan sentrifugasi pada 10.000 rpm selama 10 menit, pada suhu 4°C.
Cairannya dibuang dan endapannya disuspensikan dalam 495 L (0,3 dari volume
awal) buffer transformasi (TFB). Kemudian reaksi diinkubasikan dalam es
selama 10 menit. Setelah itu, disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 10 menit
pada suhu 4°C untuk pengendapannya. Cairan dibuang, endapan disuspensikan
dalam TFB 41,25 L (0,08 volume asal). Kemudian ditambahkan DMSO
sebanyak 3,3 L (7-8 % volume dari 1/12 volume TFB), digoyang dan dibiarkan
di dalam es selama 10 menit.
Transformasi. Sel kompeten yang akan ditransformasi dimasukkan
dalam es, dibiarkan beberapa menit agar mencair. Selanjutnya, diambil 50 L
bakteri kompeten dan ditambahkan 10 L plasmid FSH-GEM, simpan pada es
selama 20 menit, dan diberikan heatshock pada 42 °C selama 1 menit dan
ditambahkan 100 L 2xYT. Setelah itu, tahap selanjutnya adalah diinkubasi pada
shaker dengan kecepatan 275 rpm selama 60 menit pada suhu 37 °C. Sebanyak
100-150 Lbakteri tersebut disebar pada medium selektif yang mengandung
ampisilin. Untuk menyeleksi adanya sisipan di dalam plasmid yang mengandung
gen target, ditambahkan 0,1 M IPTG sebanyak 10 L dan 2% X-gal sebanyak 50
L ke dalam tube yang berisi hasil transformasi. Hasil transformasi kemudian
disebar ke cawan petri yang telah berisi media LA dan ampisilin. Bakteri yang
mengandung plasmid, berisi fragmen yang disisipkan pada situs pengklonan
(MCS) di daerah LacZ, akan membentuk koloni berwarna putih, sedangkan
bakteri yang mengandung plasmid yang di dalam MCS di daerah LacZ tidak
tersisipi fragmen DNA akan menghasilkan koloni berwarna biru. Bakteri yang
tidak mengandung plasmid akan mati (tidak membentuk koloni). Cawan petri
tersebut diinkubasikan semalam pada suhu 37°C.

11
Identifikasi Hasil Transformasi
Plating dan PCR. Koloni yang berwarna putih dilakukan pengujian
kembali dengan pembuatan plating koloni dan PCR. Koloni putih diambil
dengan tusuk gigi steril kemudian digoreskan pada media LA + ampisilin, lalu
tusuk gigi dimasukkan ke tabung PCR dan digoreskan kembali. Koloni berwarna
putih yang sudah digoreskan kemudian dicampurkan ke dalam 7 L ddH20
dan dilakukan hot start (denaturasi) PCR pada suhu 95 °C selama 10 menit dan
15°C selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan master mix sebanyak 5 L, primer
maju (forward) maupun mundur (reverse) 0,25 L. Proses PCR dijalankan pada
suhu 94°C selama 2 menit sebanyak 1 siklus; (94 °C selama 30 detik; 53°C
selama 35 detik; 72°C, 1 menit 30 detik) sebanyak 35 siklus dan 72 °C selama 5
menit.
Isolasi plasmid. Plasmid pGEM®-T Easy yang mengandung cDNA
diisolasi dari bakteri E. coli mengikuti prosedur Suharsono et al. (2002). Satu
koloni bakteri yang mengandung plasmid ditumbuhkan di dalam 2 ml media
Luria Bertani (LB) yang mengandung ampisilin 100 mg/L pada inkubator
bergoyang (250 rpm) pada suhu 37°C selama semalam. Bakteri diendapkan
dengan sentrifugasi pada 10.000 rpm pada suhu 4 °C selama 10 menit. Pelet atau
endapan yang terbentuk ditambahkan dengan 250 L buffer resuspensi, kemudian
ditambahkan 250 L bufer lisis dan 250 L bufer netralisir dan dibolak-balik.
Selanjutnya, disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 °C selama 15
menit. Supernatan yang terbentuk ditambahkan dengan 0,1 NaOAC 3 M pH
5,2/0,25 V NaOAC 2 M dari etanol absolut dan 2 kali volume EtOH absolut,
kemudian diinkubasi pada suhu -20°C selama 2 jam. Setelah itu sentrifuse
dengan kecepatan 14.000 rpm pada suhn 4 °C selama 30 menit, kemudian
endapan dicuci dengan 600 L EtOH 70% dan disentrifugasi kembali dengan
kecepatan 14.000 rpm pada suhu 4 °C selama 20 menit. Pelet yang terbentuk
dikeringkan dan ditambahkan TE sebanyak 15 L. Guna menghilangkan sisa-sisa
RNA, tambahkan RNase 4 L dan diinkubasi pada suhu 37°C selama semalam.
Selanjutnya TE ditambahkan hingga volume akhir 500 L, kemudian diekstraksi
dengan fenol : kloroform : isoamilalkohol (25:24:1) sebanyak 1 kali volume.
Larutan disentifugasi pada kecepatan 14.000 rpm pada suhu 20°C selama 10
menit. Cairan yang terbentuk pada bagian atas dipindahkan dan selanjutnya
dipresipitasi dengan penambahan natrium asetat 3 M, pH 5,2 sebanyak 0,1 volume
dan etanol absolut 2 volume dan diinkubasi pada suhu -20°C selama 2 jam. DNA
plasmid diendapkan dengan sentrifugasi pada keeepatan 10.000 rpm, suhu 4 °C
selama 20 menit. DNA plasmid dibilas dengan etanol 70% (v/v) dan dikeringkan
dengan vakum. DNA disuspensikan di dalam ddH20.
Pengurutan cDNA
Pengurutan cDNA dilakukan terhadap klon-klon cDNA FSH subunit beta
terpilih menggunakan prosedur Sanger et al. (1977) yang didasarkan pada
"dideoxy-nucleotide chain-termination" menggunakan mesin otomatis ABI
PRISM 310. Hasil sekuensing selanjutnya dianalisis susunan asam amino dan
dibuat pohon filogenetik menggunakan program BIOEDIT dan MEGA 5.
Keberhasilan penelitian dilakukan dengan mensejajarkan gen yang sudah ada
dalam database NCBI.

12
Analisis Ekspresi mRNA
Ikan yang digunakan untuk analisis ekspresi mRNA disuntik secara
intramuskular dengan hormon berbeda. Ikan disuntik dengan antidopamin (AD)
dengan dosis 10 mg/kg, PMSG 20 IU, OODEV (PMSG+AD) 0,5 ml/kg ikan, dan
larutan fisiologis 0,5 mL/kg. Penyuntikan dilakukan selama 3 minggu dan
dilakukan sekali seminggu. Setelah itu, dilakukan analisis mRNA dari otak dan
hipofisa. Analisis mRNA dilakukan dengan isolasi total RNA, sintesis cDNA, dan
amplifikasi cDNA dengan primer gen spesifik yang telah disusun dengan
menggunakan BIOEDIT. Isolasi total RNA sesuai dengan prosedur pada subbab
Isolasi mRNA. cDNA disintesis menggunakan metode seperti dijelaskan dalam
subbab Sintesis cDNA.
Kuantitas RNA total dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer,
absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 ( 260) dan 280 ( 280). Kemurnian
RNA diperoleh dari nilai rasio 260/ 280. Tingkat ekspresi FSH dan aromatase pada
setiap perlakuan hormon dianalisis menggunakan metode PCR semikuantitatif.
Primer gen FSH disusun berdasarkan data dari genebank, yaitu Ictalurus
punctatus dengan kode aksesi NM_001200079, Clarias gariepinus dengan kode
aksesi AF324541, dan Silurus meridionalis dengan kode aksesi AY973947 untuk
bagian β subunit. Primer gen aromatase disusun oleh Sudrajat (2000). Sebagai
kontrol internal dilakukan pengamatan ekspresi gen β-aktin. Deteksi ekspresi gen
β-aktin dilakukan melalui proses RT-PCR, dengan primer β-aktin sesuai dengan
(Kobayashi et al. 2007). Program PCR yang digunakan adalah sebagai berikut:
50°C selama 30 menit, 95°C selama 15 menit, dilanjutkan dengan 35 siklus yang
terdiri dari: 95°C selama 20 detik, 59°C selama 20 detik, 72°C selama 30 detik,
dan ekstensi akhir pada suhu 72°C selama 10 menit. Pengecekkan hasil
amplikfikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan agarose 1%.
Parameter lainnya seperti histologi gonad, jumlah telur, dan GSI dari ikan
perlakuan pada akhir penelitian. Pembuatan preparat histologi gonad dilakukan
dengan merendam gonad pada larutan bufferd netral formaline (BNF) selama 2
hari. Langkah selanjutnya adalah pencucian dengan menggunakan alkohol 70 %,
clearing organ, didalam alkohol 100% + xylol (1 : 1) selama 45 menit, kemudian
ke dalam xylol I, II dan III masing – masing selama 45 menit, selanjutnya
infiltrasi organ direndam dalam xylol + parafin (1 : 1) selama 45 menit pada suhu
60°C. Kemudian direndam ke dalam parafin I, II dan III masing – masing selama
45 meni