Karakteristik Peptida Kolagen Teripang Gama (Stichopus Variegatus) Sebagai Ingridien Potensial Pangan Fungsional Antihipertensi

KARAKTERISTIK PEPTIDA KOLAGEN TERIPANG GAMA
(Stichopus variegatus) SEBAGAI INGRIDIEN POTENSIAL
PANGAN FUNGSIONAL ANTIHIPERTENSI

MUHAMMAD HABBIB KHIRZIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Peptida
Kolagen Teripang Gama (Stichopus variegatus) sebagai Ingridien Potensial
Pangan Fungsional Antihipertensi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016

Muhammad Habbib Khirzin
F251130081

_________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
MUHAMMAD HABBIB KHIRZIN. Karakteristik Peptida Kolagen Teripang
Gama (Stichopus variegatus) sebagai Ingridien Potensial Pangan Fungsional
Antihipertensi. Dibimbing oleh SUKARNO, NANCY DEWI YULIANA dan
EKOWATI CHASANAH.
Teripang merupakan hewan berkulit duri (echinodermata) yang memiliki
panjang tubuh 10-30 cm dengan warna bervariasi dan banyak ditemukan di dasar
perairan yang jernih. Teripang gama merupakan salah satu jenis teripang yang
memiliki warna tubuh hijau tua dengan bintik-bintik kecil berwarna putih dan
banyak ditemui di perairan Lampung dan Nusa Tenggara. Teripang diketahui

memiliki berbagai komponen bioaktif yang bermanfaat untuk kesehatan. Teripang
kering memiliki kandungan protein yang tinggi dimana 70% nya merupakan
protein kolagen. Hidrolisis kolagen secara enzimatis menghasilkan hidrolisat yang
mengandung peptida kolagen. Produk ini dilaporkan memiliki bioaktivitas yang
bermanfaat untuk kesehatan diantaranya penghambat enzim ACE (antihipertensi)
dan antioksidan. ACE merupakan enzim peptidil-dipeptidase yang mengkatalisis
perubahan substrat angiotensin I menjadi angiotensin II. Perubahan ini
menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi
meningkat. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat proses
oksidasi di dalam tubuh sehingga kerusakan metabolisme yang diakibatkan oleh
paparan radikal bebas dapat dihambat.
Saat ini masyarakat cenderung kembali ke bahan alami karena dinilai lebih
aman terhadap kesehatan. Eksplorasi bahan alami dan khasiatnya terus
dikembangkan sebagai sumber pangan fungsional maupun obat tanpa efek
samping. Salah satunya yaitu eksplorasi teripang gama sebagai sumber kolagen
dan peptidanya sebagai agen penghambat enzim ACE (ACE inhibitor) dan
antioksidan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
aktivitas penghambatan ACE dan antioksidan peptida kolagen teripang gama.
Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu: 1) pra-perlakuan, 2) ekstraksi kolagen,
3) hidrolisis kolagen.

Ekstraksi kolagen memberikan hasil rendemen sebesar 16.40% dengan berat
molekul sebesar 130.33 kDa. Hidrolisis kolagen dengan enzim pepsin mencapai
derajat hidrolisis tertinggi pada waktu inkubasi 120 menit dengan persentase
sebesar 54.61% dan kolagen terhidrolisis menjadi 3 fraksi peptida dengan berat
molekul 95.03-91.91 kDa; 47.14-42.06 kDa; dan 29.55-24.1 kDa. Aktivitas
penghambatan ACE terbaik terdapat pada peptida yang dihidrolisis selama 180
menit dengan persen penghambatan sebesar 82.31% sedangkan aktivitas
antioksidan terbaik terdapat pada peptida yang dihidrolisis selama 120 menit
dengan nilai inhibition concentration 50 (IC50 ) sebesar 1.9 mg/ml.
Kata kunci: teripang gama, peptida kolagen, ACE inhibitor, antioksidan

SUMMARY
MUHAMMAD HABBIB KHIRZIN. Study on Antihypertensive Activity of
Collagen Peptides from Gama Sea Cucumber (Stichopus variegatus) as a Potential
Ingredient of Functional Food. Supervised by SUKARNO, NANCY DEWI
YULIANA and EKOWATI CHASANAH.
Sea cucumber is one of echinoderm (thorn-skined animals) which has
body length about 10-30 cm. It has various colors and dwelt in the bottom of the
sea. Gama sea cucumber is one of sea cucumber’s species which has dark green
body loss, with small spots around it. They can be found around Lampung’s or

Nusa Tenggara’s coastal region. They are known to have bioactive compound
which has benefit for health. Dried sea cucumber contains a high level of protein,
in which 70% of the protein consists of collagen. Enzymatic hydrolysis of
collagen produces hydrolysates which contains collagen peptides. Researches
have already reported that marine peptides posses bioactive compound which is
good for health such as ACE inhibitor (Antihypertensive) and antioxidant. ACE is
a peptidyl-dipeptidase enzyme which is catalyzes angiotensin I to be angiotensin
II. This transformation can cause vasoconstriction of blood vessel and thus
increase the blood pressure level (hypertension). In the other side, antioxidant are
compound which are able to prevent oxidation process in our body so metabolism
failure can be inhibited.
Nowadays people prefer to use natural products because of their safety
health. Exploration of natural products and their benefit are developed continuosly
as functional food and possibilities to provide healing without side effect. One of
them is the exploration of sea cucumber as source of collagen and its peptides as
ACE inhibitor (antihypertensive) and antioxidant. Accordingly, aim of this
research was to assess ACE inhibitor and antioxidant activity of sea cucumber
collagen peptides. This research was divided into 3 steps: 1) pretreatment, 2)
extraction of collagen, 3) hydrolysis of collagen.
Extraction of collagen produced yield of 16.40% with molecular weight of

130.33 kDa. Hydrolysis of collagen with pepsin enzyme produced highest degree
of hydrolysis at incubation time of 120 minutes with percentage of 54.61%.
Collagen peptides has been obtained in the form of three fractions. First fraction
had moleculer weight between of 95.03-91.91 kDa, the second fraction had
moleculer weight of 47.14-42.06 kDa, and the third fraction had moleculer weight
of 29.55-24.1 kDa. The best level of antioxidant activity of peptides was obtained
from 120 minutes hydrolysis (IC50 1.9 mg/ml) while ACE inhibitors activity was
the highest in the peptides resulted from 180 minutes hydrolysis with a percent
inhibition of 82.31%.
Keywords: gama sea cucumber, collagen peptides, ACE inhibitor, antioxidant

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KARAKTERISTIK PEPTIDA KOLAGEN TERIPANG GAMA
(Stichopus variegatus) SEBAGAI INGRIDIEN POTENSIAL
PANGAN FUNGSIONAL ANTIHIPERTENSI

MUHAMMAD HABBIB KHIRZIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 hingga
Agustus 2015 ini ialah Karakteristik Peptida Kolagen Teripang Gama (Stichopus
variegatus) sebagai Ingridien Potensial Pangan Fungsional Antihipertensi. Riset
ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian APBN Balai Besar Penelitian
Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
(BBP4BKP).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sukarno MSc, Ibu Dr
Nancy Dewi Yuliana STP MSc, dan Ibu Dr Ir Ekowati Chasanah MSc selaku tim
komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bantuan, motivasi dan saran
selama proses penyusunan tesis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr
Ir Endang Prangdimurti MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran
dan masukan untuk perbaikan tesis. Di samping itu, ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Drs H Agung Darmanto (Ayah), Dra Hj Sulikah (Ibu), Dhina
Rohmah Halimatul Azizah (adik), Laily Yunita Susanti SPd MSi (istri) dan
keluarga besar.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Pascasarjana IPB Dr Ir
Dahrul Syah MSc dan Kepala Program Studi Ilmu Pangan Prof Dr Ir Ratih

Dewanti-Hariyadi MSc yang telah memberikan izin untuk penelitian dan
penulisan tesis. Terima kasih kepada para peneliti Balai Besar Penelitian
Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
(BBP4BKP) Bu Nuri, Pak Nursid, Bu Dewi Z, Bu Dewi R, Pak Tamrin, Pak
Dedy, Bu Dini, Bu Tati, Bu Rinta, Bu Elena, para teknisi dan staff Mas Benget,
Mbak Maya, Mbak Candra, Mbak Iis, Mas Joe, Mbak Hana, Mas Yudi, Pak Har,
Pak Tomi, Pak Agus yang telah banyak membantu dan kepada rekan pejuang
BBP4BKP Bu Sherly, Bang Sepri, Hana, Ayu, Gita, Gesti, Omi, Anjar, Ifah, Nur,
Sabrina, Erni, Fajar, dan April yang selalu kompak dan saling mendukung.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar Ilmu Pangan
angkatan 2013, FORMASIP dan staff Departemen Ilmu Pangan yang telah
membantu, sahabat wisma sas Alvian, Ridho, Haga, Rahman, keluarga besar UBIPB Fajrin, Alif, barok, Wahida, Nora, Miftah, Tirta, dan sahabat-sahabat
Hendratna, Silvie, Mas Novan, dan Winda RG yang selalu membantu dalam
penelitian dan memberikan support demi terselesaikannya tesis. Terakhir ucapan
terima kasih disampaikan kepada DIKTI yang telah memberikan kesempatan
untuk melanjutkan studi program magister dengan beasiswa BPPDN 2013 dan
BBP4BKP Jakarta Pusat yang telah memberikan kesempatan penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016


Muhammad Habbib Khirzin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Hipotesis
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

1
1
3
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Teripang
Kolagen
Ekstraksi Kolagen
Pangan Fungsional
Peptida Bioaktif
Hipertensi
Antioksidan

4
4

6
8
10
12
13
16

3 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Metode
Pra-perlakuan
Ekstraksi Kolagen
Hidrolisis Kolagen
Penentuan Derajat Hidrolisis dan Pola Peptida Kolagen
Derajat Hidrolisis
Pola Peptida Kolagen
Uji Bioaktivitas Peptida Kolagen
Uji Penghambatan ACE
Uji Antioksidan
Rancangan dan Analisis Data

19
19
19
19
21
21
21
21
21
22
22
22
23
23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Bahan Baku
Pra-perlakuan dan Ekstraksi Kolagen
Rendemen Kolagen
Persen Derajat Hidrolisis
Pola Peptida Kolagen dan Hidrolisat Kolagen
Aktivitas Penghambatan ACE

24
24
24
26
27
29
31

Aktivitas Antioksidan

33

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
Ucapan Terima Kasih

36
36
36
36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

52

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Kandungan gizi teripang
Komposisi asam amino kolagen tipe I (residu/1000residu)
Metode ekstraksi kolagen dari berbagai sumber bahan
Aktivitas penghambatan ACE dari berbagai sumber bahan
Aktivitas antioksidan dari berbagai sumber bahan
Persen derajat hidrolisis dari berbagai substrat, metode, dan enzim

5
8
9
16
17
29

DAFTAR GAMBAR
1 Teripang gama (Stichopus variegatus)
2 Struktur kimia kolagen tipe I.a) sekuens asam amino primer, b) struktur
sekunder left handed helix dan tersier right handed triple-helix, c)
struktur kuartener
3 Skema kerja penelitian
4 Teripang gama segar (Stichopus variegatus)
5 Kolagen teripang gama
6 Derajat hidrolisis kolagen teripang gama
7 Pola hidrolisis kolagen oleh enzim pepsin dengan aktivitas 0.1 U/mg
8 Aktivitas penghambatan ACE peptida kolagen
9 Aktivitas penangkalan radikal DPPH peptida kolagen

5

7
20
24
26
28
30
32
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Komposisi dan pereaksi SDS PAGE
Perhitungan berat molekul kolagen dan peptida kolagen
Analisis keragaman dan uji lanjut untuk persen derajat hidrolisis
Analisis keragaman dan uji lanjut untuk aktivitas penghambatan ACE
Analisis keragaman dan uji lanjut untuk aktivitas antioksidan
Dokumentasi penelitian

47
49
50
51
52
53

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Teripang merupakan salah satu hewan berkulit duri (Echinodermata) yang
memiliki warna bervariasi, tubuhnya bulat dan silindris memanjang, berlendir,
banyak ditemukan di dasar perairan yang jernih, tenang, dan di wilayah yang
banyak ditumbuhi oleh lamun, rumput laut, dan terumbu karang. Makanan utama
teripang adalah organisme kecil, detritus, protozoa, dan nematoda (Kustiariyah
2007). Permintaan pasar dunia terhadap ketersediaan teripang terus meningkat
dalam 10 tahun terakhir. Beberapa komoditas ekspor teripang Indonesia
diantaranya teripang pasir, teripang hitam, teripang getah, teripang merah, dan
teripang coklat (Martoyo et al. 2000). Harga jual teripang tersebut di pasaran
bervariasi antara Rp 50.000,00 hingga Rp 300.000,00 per kg bahkan jenis teripang
pasir yang sudah dikeringkan bisa mencapai Rp 1.000.000,00 per kg (KKP 2013).
Teripang gama merupakan salah satu jenis teripang yang memiliki ciri
tubuh berwarna hijau tua dengan bintik-bintik kecil berwarna putih, tubuh bagian
dalam berwarna abu-abu muda, memiliki panjang 20-30 cm, bertekstur kenyal,
dan tubuhnya silindris memanjang. Teripang ini jumlahnya cukup melimpah akan
tetapi nilai ekonomisnya masih rendah. Teripang gama banyak dijumpai di
perairan Provinsi Lampung dan Nusa Tenggara (Setyastuti dan Purwati 2015).
Teripang di beberapa negara Asia merupakan salah satu makanan yang lezat dan
telah diperdagangkan selama ribuan tahun. Teripang mengandung berbagai
komponen bioaktif yang bermanfaat terhadap kesehatan (Forero et al. 2013).
Teripang memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu sekitar 73 % dimana 2/3
dari total protein tersebut merupakan protein jenis kolagen (Saito et al. 2002).
Kolagen merupakan salah satu jenis protein jaringan ikat yang menyusun
komponen gigi, otot, tulang, kuku, dan kulit. Kolagen memiliki stuktur yang unik
karena struktur primernya berbentuk triple helix yang berarti 3 rantai polipeptida
spiral (Kucharz 1992). Kolagen yang selama ini banyak beredar di pasaran
merupakan kolagen yang berasal dari kulit dan tulang mamalia darat seperti kulit
babi (46 %), tulang sapi (23 %), dan ayam. Beberapa tahun terakhir banyak
ditemukan laporan sapi terserang penyakit sapi gila dan juga mewabahnya firus
flu burung yang banyak menyerang unggas (Gomez-Guillen et al. 2009). Selain
itu, meningkatnya kesadaran masyarakat akan sumber pangan yang halal (non
babi) menyebabkan masyarakat berusaha mencari alternatif sumber kolagen yang
lebih aman. Teripang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai alternatif
sumber kolagen dari biota laut. Beberapa penelitian melaporkan kolagen dapat
diekstrak dari teripang jenis Stichopus vastus, Parastichopus californicus, dan
Stichopus monotuberculatos (Abeedin et al. 2013; Liu et al. 2010; Zhong et al.
2015).
Kolagen yang dihidrolisis secara enzimatis menggunakan enzim-enzim
pencernaan menghasilkan hidrolisat yang mengandung peptida kolagen. Produk
ini dilaporkan memiliki bioaktivitas yang bermanfaat terhadap kesehatan.
Beberapa penelitian melaporkan kolagen ikan salmon (Gu et al. 2011), kolagen
cumi-cumi (Aleman et al. 2013), dan gelatin ikan nila (Vo et al. 2011) yang
dihidrolisis dengan enzim protease menghasilkan peptida dengan sekuen yang

2
unik dan memiliki aktivitas penghambatan ACE (antihipertensi). Selain itu,
peptida protein juga memiliki aktivitas antioksidan seperti yang dilaporkan You et
al. (2010) pada hidrolisat ikan sidat dan antimikroba seperti yang dilaporkan Liu
et al. (2008) pada hidrolisat kerang.
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang disebabkan karena
mekanisme renin angiotensinogen yang tidak seimbang di dalam tubuh. Renin
mengkatalisis substrat angiotensinogen yang dihasilkan oleh hati menjadi
senyawa aktif angiotensin I. Senyawa ini selanjutnya dikatalisis oleh enzim ACE
(angiotensin-I converting enzyme) dari paru-paru menjadi angiotensin II.
Perubahan angiotensin I menjadi II menyebabkan meningkatknya sekresi
aldosteron, aktivitas syaraf simpatik, retensi garam, dan vasokonstriksi pembuluh
darah sehingga tekanan darah menjadi meningkat (Kearney et al. 2005). Beberapa
senyawa penghambat kerja enzim ACE (ACE inhibitor) yang telah diproduksi
secara sintetik diantaranya captopril, ramipril dan enalapril (Jimsheena dan
Gowda 2010). Peptida bioaktif dilaporkan memiliki aktivitas penghambatan ACE
menyerupai senyawa sintetik. Hal ini disebabkan karena peptida mampu berikatan
dengan sisi aktif enzim sehingga menghalangi reaksi enzim dan substrat. Selain
itu, peptida bioaktif juga mampu membentuk molekul kompleks dengan substrat
sehingga proses katalisis enzim menjadi terganggu (Kim dan Byun 2012).
Radikal bebas yang berasal dari lingkungan maupun pangan dapat memicu
terjadinya stres oksidatif tingkat seluler. Apabila hal ini terjadi secara terus
menerus maka dapat memicu kerusakan sistem metabolisme dan timbulnya
penyakit degeneratif. Senyawa yang mampu menangkal radikal bebas dan
menghambat laju oksidasi disebut dengan antioksidan (Valko et al. 2007).
Senyawa antioksidan alami yang bisa didapatkan dari sumber makanan
diantaranya vitamin C, vitamin E, senyawa fenolik, flavonoid sedangkan senyawa
antioksidan sintetik diantaranya BHT (buthylated hydroxyl toluene), BHA
(buthylated hydroxyl anisole), dan TBHQ (Tertier buthylated hydroxyl quinone)
(Shebis et al. 2013). Selain dari kedua sumber tersebut, antioksidan juga bisa
dihasilkan dari peptida bioaktif. Hal ini disebabkan peptida mampu mendonorkan
atom hidrogen sehingga mampu menghambat laju oksidasi (Mendis et al. 2005).
Penelitian mengenai aktivitas penghambatan angiotensin-I converting
enzyme (ACE) saat ini banyak dilakukan karena penyakit darah tinggi merupakan
salah satu penyakit yang berpotensi menjadi penyebab kematian terbesar dunia
pada tahun 2020 (Norris dan Fitzgerald 2013). Prediksi tersebut menyebabkan
eksplorasi peptida bioaktif dari berbagai sumber bahan lokal Indonesia seperti
teripang merupakan hal yang menarik untuk dikaji dan diteliti. Indonesia memiliki
wilayah lautan luas dengan sumber daya laut yang berlimpah. Salah satu yang
sangat prospektif adalah mengembangkan produk pangan dari peptida bioaktif
yang dihasilkan dari sumber alam. Kolagen teripang memiliki peluang untuk
dikembangkan sebagai sumber peptida bioaktif yang memiliki sifat fungsional.
Akan tetapi, pembuatan peptida dari kolagen teripang belum banyak diteliti.
Penelitian mengenai produksi dan karakterisasi peptida kolagen teripang serta
menggali bioaktivitasnya sebagai agen antihipertensi dan antioksidan merupakan
penelitian yang penting untuk dilakukan sehingga luaran ke depan diharapkan
mampu menghasilkan peptida kolagen dari sumberdaya alam Indonesia.

3
Rumusan Masalah
Teripang gama (Stichopus variegatus) dapat dijumpai di beberapa perairan
Indonesia dengan jumlah yang cukup melimpah. Akan tetapi sampai saat ini
pemanfaatan secara komersial masih terbatas pada jenis teripang pasir (Holothuria
scabra). Malaysia secara intensif telah mengeksplorasi jenis teripang gama untuk
dijadikan ekstrak teripang. Teripang gama memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan sebagai komoditas ekspor perikanan Indonesia. Permintaan pasar
yang terus meningkat dan wilayah laut yang begitu luas merupakan peluang bagi
Indonesia untuk menjadi produsen produk teripang bernilai tambah.
Saat ini masyarakat cenderung kembali pada penggunaan bahan alami
karena dinilai lebih aman dibandingkan obat-obat yang umumnya berasal dari
senyawa sintetik yang memiliki efek samping. Potensi kolagen dan hidrolisat
kolagen dari teripang gama masih belum banyak diteliti sehinga diperlukan
penelitian mengenai metode ekstraksi, hidrolisis, dan pengujian bioaktivitasnya.
Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Perlu mengetahui pengaruh derajat hidrolisis terhadap bioaktivitas peptida dari
kolagen teripang, dan
2. Perlu mengetahui aktivitas penghambatan ACE dan antioksidan peptida
bioaktif dari kolagen teripang.

Hipotesis
Hipotesis yang ingin dibuktikan pada penelitian ini adalah peptida kolagen
teripang gama (Stichopus variegatus) memiliki aktivitas penghambatan ACE dan
antioksidan.

Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan 1) mendapatkan persen derajat
hidrolisis yang menghasilkan peptida bioaktif dengan aktivitas yang diharapkan,
2) mendapatkan data bioaktivitas peptida kolagen meliputi aktivitas
penghambatan ACE dengan enzim angiotensin-I coverting enzyme dan aktivitas
antioksidan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian uji bioaktivitas peptida kolagen teripang gama diharapkan
mampu memberikan alternatif sumber kolagen selain dari sumber hewan darat
dan mamalia. Selain itu juga untuk memberikan informasi khasiat peptida kolagen
teripang sebagai sumber senyawa penghambat ACE dan antioksidan alami.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Teripang
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri
(Echinodermata) tapi tidak semua memiliki duri. Duri tersebut sebenarnya
merupakan rangka (skeleton) yang tersusun dari zat kapur yang terbenam di dalam
kulit. Di antara 3 famili teripang, hanya famili Holothuroidea dan Stichopodidea
saja yang dapat dimakan dan bernilai ekonomis (Martoyo et al. 2000). Tubuh
teripang pada umumnya berbentuk bulat dengan panjang sekitar 10-30 cm.
Mulutnya ada pada salah satu ujung dan duburnya berada di ujung lain. Tubuh
teripang silindris memanjang seperti mentimun. Oleh sebab itu teripang sering
disebut dengan istilah mentimun laut. Gerakannya sangat lamban sehingga hampir
seluruh hidupnya berada di dasar perairan. Warna tubuh teripang bermacammacam ada yang hitam pekat, coklat, abu-abu, dan ada juga yang merah tua dan
orange. Teripang banyak ditemukan di dasar perairan yang jernih dengan
kedalaman 1-40 m. makanan utama teripang adalah organisme kecil, detritus,
rumput laut, lamun, diatom, protozoa, dan nematoda (Widodo 2011). Ukuran
tubuh teripang berbeda-beda antar spesies misalnya jenis Actinophyga mauritidna
memiliki panjang 30 cm dengan berat 2.8 kg, sedangkan jenis Holothuria scabra
dengan panjang 25-35 cm memiliki berat antara 0.25-0.35 kg. Di Indonesia
terdapat sekitar 23 spesies yang telah teridentifikasi (Sendih dan Gunawan 2006).
Genus teripang yang banyak ditemukan di Indonesia dan memiliki nilai
ekonomis ada 3 yaitu Holothuria, Muelleria, dan Stichopus. Spesies dari genus
Holothuria diantaranya Holothuria scabra, Holothuria vacabunda, Holothuria
edulis, dan Holothuria marmorata. Spesies dari genus Muelleria hanya satu yaitu
Muelleria lecanora sedangkan spesies dari genus Stichopus diantaranya Stichopus
vastus, Stichopus cloronotus, Stichopus quadrifascinatus, dan Stichopus
variegatus (Setyastuti dan Purwati 2015). Teripang gama merupakan nama lokal
untuk spesies Stichopus variegatus. Teripang ini memiliki warna tubuh kuning
agak hijau tua kehitaman dengan bintik-bintik kecil berwarna putih di seluruh
tubuh sedangkan tubuh bagian dalam berwarna abu-abu muda. Tubuhnya
dipenuhi oleh duri-duri halus, bertekstur kenyal, silindris memanjang dan
berlendir. Teripang dewasa memiliki berat 500-1000 gram per ekor. Teripang
gama banyak ditemukan di perairan dangkal Provinsi Lampung dan Nusa
Tenggara (Colin dan Arneson 1995). Gambar teripang gama disajikan pada
Gambar 1. Secara taksonomi, teripang gama diklasifikasikan sebagai berikut
(WoRMS 2012) :
Phylum : Echinodermata
Class : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirota
Family : Stichopodidae
Genus : Stichopus
Spesies : Stichopus variegatus

5

Gambar 1 Teripang gama (Sumber: Colin dan Arneson 1995)
Teripang kering memiliki kandungan gizi tinggi yang kaya akan
kandungan protein, asam lemak tidak jenuh (omega 3), mineral (magnesium,
fosfor, sodium, potassium, seng, tembaga), vitamin B kompleks (tiamin,
riboflavin, niasin), dan beberapa senyawa bioaktif seperti lektin, glukosamin,
kondroitin sulfat, mukopolisakarida, dan saponin glikosida (Kordi 2010).
Teripang memiliki kandungan protein yang tinggi sekitar 72 % dan telah banyak
dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan medis. 70 % dari total kandungan protein
tersebut merupakan protein jenis kolagen (Saito et al. 2002). Manfaat kolagen
dalam tubuh diantaranya sebagai agen antipenuaan, memelihara kesehatan sendi
dan tulang, serta mampu mempercepat penyembuhan luka. Asam lemak omega 3
mampu menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol di dalam darah,
mempercepat penyembuhan luka dan menghalangi pembentukan prostaglandin
penyebab radang. Lektin dari ekstrak teripang mampu menghambat pertumbuhan
sel kanker dan memiliki efek positif terhadap perlawanan virus HIV. Glukosamin
mampu meningkatkan sistem imun, mencegah terjadinya gangguan persendian,
antiinflamasi, dan juga dapat menurunkan resiko terkena aterosklerosis (Sendih
dan Gunawan 2006). Kondroitin sulfat memiliki manfaat dapat mencegah
pengeroposan sendi, memperbaiki jaringan tulang rawan, dan sebagai suplemen
yang dapat meningkatkan stamina tubuh. Saponin glikosida memiliki struktur
yang sama dengan senyawa ganoderma pada gingseng laut. Senyawa ini
dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan sel kanker dan sebagai tonik
suplemen gizi (Widodo 2011). Komposisi kandungan gizi teripang disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan gizi teripang
Komposisi
Air (bb)
Protein (bk)
Lemak (bk)
Abu (bk)
Karbohidrat (bk)
Sumber: Karnila (2012)

Persentase (%)
87.33 ± 1.09
72.93 ± 7.58
3.54 ± 0.24
16.5 ± 4.24
7.04 ± 4.23

6
Kolagen
Kolagen merupakan salah satu jenis protein jaringan ikat berbentuk serat
yang menyusun sekitar sepertiga tubuh vertebrata. Kolagen merupakan komponen
utama penyusun gigi, otot daging, tulang, dan lapisan kulit dalam. Kolagen
tersusun dari asam amino unik yang membentuk struktur tripel heliks. Glisin
sebagai asam amino utama penyusun kolagen dan selalu berada pada posisi ketiga
disetiap pengulangan sekuens. Struktur utama kolagen yaitu gly-x-y, dimana x
biasanya berisi asam amino prolin sedangkan y berisi asam amino hidroksiprolin.
Hidroksiprolin merupakan turunan prolin dari reaksi hidroksilasi pos-translasi
yang dimediasi oleh prolil hidroksilase. Kolagen juga mengandung asam amino
yang tidak umum yaitu hidroksilisin. Hidroksilisin terbentuk dari lisin yang
mengalami hidroksilasi oleh enzim lisil hidroksilase. Kedua asam imino tersebut
membentuk ikatan hidrogen dan struktuk yang stabil dari tripel heliks kolagen
(Kucharz 1992).
Struktur helix kolagen berbentuk left hand helix. Ketiga molekul heliks
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan hidrogen seperti pada -helix DNA
(Cui et al. 2007). Selain struktur heliks, kolagen juga mengandung stuktur non
heliks berupa telopeptida yang mengapit bagian heliks, C-propeptida, dan Npropeptida. Telopeptida berfungsi membentuk ikatan silang kovalen antar molekul
dan sebagai penghubung matriks antar molekul. Stuktur sekunder kolagen terus
berpilin membentuk stuktur tersier kompleks dan akhirnya menjadi serat (fibril).
Kolagen saat ini telah terbagi menjadi 28 tipe, akan tetapi 90 % nya merupakan
kolagen tipe I, II, III, dan IV (Friess 1998).
Kolagen tipe I merupakan kolagen utama penyusun kulit, tendon, dan
tulang hewan. Tipe ini tersusun dari γ rantai, dua rantai identik berbentuk α1(I),
dan satu rantai berbentuk αβ(I) dengan komposisi asam amino yang berbeda dan
terkadang juga tersusun dari trimer rantai α1(I). Stuktur kolagen tipe I disajikan
pada Gambar 2. Kolagen tipe II terdapat pada tulang rawan hialin dan subunit
α1(II) memiliki bentuk yang mirip dengan α1(I). Tipe III ditemukan dalam jumlah
yang sedikit (sekitar 10 %) dan berikatan dengan tipe I. Tipe ini terkadang
menjadi penghalang proses ekstraksi kolagen tipe I pada kulit hewan. Komponen
penyusun pembuluh darah banyak didominasi oleh kolagen tipe III. Kolagen tipe I,
II, dan III sebagian besar tersusun dari komponen homolog tergantung spesies.
Kolagen tipe IV merupakan penyusun utama jaringan urat syaraf pada membran
basal. Kolagen tipe lain terdapat dalam jumlah yang sedikit di dalam tubuh dan
biasanya berikatan dengan kolagen tipe I-IV (Kucharz 1992). Menurut Kadler et
al. (2007), pembagian tipe kolagen adalah sebagai berikut :
 Kolagen fibrillar, yaitu kolagen tipe I, II, III, V, dan XI.
 Kolagen yang membentuk jaringan, yaitu kolagen Tipe IV (Lamina densa
dari dasar membran Hemidesmosom), VIII dan X.
 Kolagen fibrillar terasosiasi (FACIT), yaitu kolagen tipe IX, XII, XIV, dan
XXII.
 Kolagen berbentuk rangkaian mutiara, yaitu kolagen tipe VI.
 Verankerungsfibrillen, yaitu kolagen tipe VII.
 Kolagen dengan transmembran, yaitu kolagen tipe XIII, XVII, XXIII, dan
XXV

7

Gambar 2. Stuktur kimia kolagen tipe I. a) sekuens asam amino primer, b) stuktur
sekunder left handed helix dan tersier right handed triple-helix,
c) stuktur kuartener (Friess 1998).
Fungsi kolagen dalam tubuh yaitu menghasilkan asam amino penting
diantaranya (Kadler et al. 2007) :
 Lisin, prolin dan glisin secara khusus diperlukan oleh tubuh untuk
membentuk struktur jaringan penyokong, dan untuk menjaga fungsi sel
 Hidroksiprolin, memberi kekuatan dan kekenyalan pada jaringan
penyokong dan tulang
 Glisin, melembabkan kulit
 Alanin, prolin dan asparagin menstabilkan struktur dan mengenyalkan
kulit dan sebagai agen anti penuaan
 Arginin, mengatur pola tidur yang seimbang
 Melindungi tulang rawan dan sendi dari kerusakan oksidatif
 Mengenyalkan dan melembabkan kulit.
Kolagen tersusun dari asam amino yang bervariasi dan berbeda-beda antar
spesies. Akan tetapi secara umum kolagen tersusun dari 3 asam amino utama yaitu
glisin, prolin, dan alanin. Glisin menyusun hampir dua pertiga struktur kolagen
sedangkan sisanya merupakan asam amino yang lain (Chi et al. 2014). Kolagen
tipe I umumnya terdiri dari 15 hingga 17 asam amino. Asam amino sistein sedikit
ditemukan bahkan beberapa spesies tidak ditemukan adanya asam amino sistein.
Asam glutamat lebih banyak ditemukan dari sumber hewan laut dibandingkan
mamalia darat (Jongjareonrak et al. 2005). Kolagen merupakan sumber asam
amino yang tidak lengkap karena tidak memiliki asam amino triptofan. Kolagen
dari tipe I hingga tipe 28 tidak ditemukan adanya asam amino tersebut (Kaddler et
al. 2007). Komposisi asam amino kolagen dari berbagai sumber disajikan pada
Tabel 2.

8
Tabel 2 Komposisi asam amino kolagen tipe I (residu/1000residu)
Asam
amino

Sapi (Bos
taurus)1

Ikan hiu
Ikan kakap
Teripang
Teripang
(Sphyrna
(Lutjanus
(Stichopus
(Stichopus
lewini)1
vita)2
japonicus)3
vastus)4
Hyp
94
78
81
68
79
Asp
45
76
50
59
59
Thr
18
27
29
33
45
Ser
33
29
37
44
41
Glu
75
102
81
109
91
Pro
121
129
131
95
87
Gly
330
227
252
325
355
Ala
119
97
143
112
96
Cys
0
0
0
0
0
Val
21
29
18
23
22
Met
6
16
15
9
5
Ile
11
22
7
21
17
Leu
23
30
24
18
24
Tyr
3
4
4
5
4
Phe
3
20
15
3
8
Hyl
7
9
9
10
Lys
26
37
33
7
4
His
5
99
7
4
2
Arg
50
72
65
55
61
Keterangan: 1(Chi et al. 2014); 2(Jongjareonrak et al. 2005); 3(Saito et al.2002);
4
(Abedin et al. 2013).

Ekstraksi Kolagen
Permasalahan utama dalam ekstraksi kolagen tipe I dari jaringan adalah
keberadaan ikatan silang kovalen antar molekul. Kolagen merupakan protein yang
tidak larut dalam pelarut organik. Jumlah kolagen yang bisa diekstrak tergantung
pada jenis jaringan dan usia hewan. Jaringan hewan yang masih muda
mengandung sedikit ikatan silang antar molekul sehingga kolagen mudah larut
dalam pelarut air. Kolagen tipe I dapat diekstrak dengan beberapa metode di
antaranya metode asam, basa, modifikasi asam-enzim, dan garam netral (Friess
1998). Sebelum ekstraksi, sampel kolagen terlebih dahulu dilakukan proses praperlakuan. Tahapan ini bertujuan untuk membuka struktur kolagen yang terikat
pada matriks tripel heliks. Komponen nonkolagen dapat dipisahkan dengan
melarutkannya ke dalam larutan basa hidroksida atau basa sulfat seperti 10 %
NaOH dan Na2SO4 selama 48 jam. Lemak yang terikat pada kolagen mengalami
saponifikasi, telopeptida nonheliks terpotong dan serat kolagen terpisah. Ukuran
dan berat molekul kolagen yang dihasilkan tergantung pada lamanya waktu
perendaman dan konsentrasi larutan basa (Roreger 1995).
Larutan asam seperti asam asetat, buffer sitrat atau HCl dengan pH 2-3
sering digunakan untuk mengekstrak kolagen. Ikatan silang antar molekul jenis
aldimin dapat dipisahkan oleh pelarut asam sehingga struktur tripel heliks kolagen

9
terbuka. Larutan asam tidak dapat memisahkan ikatan silang keto-imin sehingga
kolagen yang berasal dari jaringan seperti tulang, kartilago, hewan yang sudah tua
tidak akan larut dalam pelarut asam. Ekstraksi asam biasanya dilakukan pada suhu
dingin untuk menjaga integritas jaringan dan dicuci dengan aquades untuk
menghilangkan protein larut air dan polisakaria (Trelstad 1982). Selain
menggunakan metode asam, ekstraksi kolagen juga dapat dilakukan dengan
modifikasi asam-enzim. Penggunaan enzim seperti pepsin, kimotripsin, dan
pronase dibawah suhu 20 0C yang dikombinasikan dengan asam asetat 0.5 M
mampu menghasilkan rendemen kolagen yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan
karena enzim mampu memutus ikatan peptida dan ikatan silang pada ujung
nonheliks kolagen. Selain itu ujung telopeptida pada rantai polimer juga terputus
sehingga kelarutan kolagen dalam pelarut asam menjadi meningkat (Piez 1985).
Kolagen larut asam biasanya dimurnikan dengan metode persipitasi
setelah suhu, pH dan konsentrasi garamnya dinetralkan. Larutan kolagen yang
terlalu tinggi kekentalannya membutuhkan metode tambahan seperti kromatografi,
elektroforesis dan sedimentasi (Piez 1985). Garam netral yang biasa digunakan
dalam ekstraksi kolagen adalah NaCl dengan konsentrasi 0.1-2 M. Modifikasi
suhu, laju pengadukan, dan rasio sampel dengan larutan pengekstrak dapat
mengubah komposisi turunan kolagen. Bahan yang telah terekstrak biasanya
dimurnikan dengan dialisis, persipitasi, dan sentrifugasi (Fielding 1976).
Beberapa metode ekstraksi kolagen dari berbagai sumber bahan disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Metode ekstraksi kolagen dari berbagai sumber bahan
Sumber Bahan
Kulit ikan
bandeng
(Chanos chanos)

Kulit ikan mas
(Cyprinus carpio),
bandeng (Chanos
chanos), dan
kakap (Lutjanus)
Kulit ikan hiu
martil (Sphyrna
lewini)

Kulit ikan kakap
merah (Lutjanus
vita)

Pra-perlakuan
Deproteinasi
dengan NaOH 0.1
M dan dilanjutkan
dengan asam asetat
1.5 %

Ekstraksi
Water soluble
collagen (WSC)
perendaman dalam
aquades dengan rasio
2:1 dan dipanaskan
50 0C selama 3 jam
Defatting dengan
Acid soluble collagen
etanol 50 % dan
(ASC) perendaman
dilanjutkan
dalam asam asetat 0.5
deproteinasi dengan M selama 24 jam
NaOH 0.1 M
Deproteinasi
Acid soluble collagen
dengan NaOH 0.1
(ASC) perendaman
M dan dilanjutkan
dalam asam asetat 0.5
defatting dengan
M
butil alkohol 15 %
Deproteinasi
Acid soluble collagen
dengan NaOH 0.1
(ASC) perendaman
M dan dilanjutkan
dengan asam asetat
defatting dengan
0.5 M
butil alkohol 10 %

Referensi
Baihaki et al.
(2016)

Wibawa et al.
(2015)

Chi et al.
(2014)

Jongjareonrak
et al. (2005)

10
Tabel 3 Metode ekstraksi kolagen dari berbagai sumber bahan (lanjutan)
Teripang
(Stichopus
japonicus)

Teripang
(Stichopus
vastus)

Teripang
(Bohadschia
spp.)

Pemisahan kulit
dengan Tris-HCl
0.1 M, EDTA 50
mM, NaCl 0.5 M
merkaptoetanol 0.2
M lalu dilanjutkan
deproteinasi dengan
NaOH 0.1 M
Deproteinasi
dengan NaOH
0.1 M

Pepsin soluble
Park et al. (2012)
collagen (PSC)
perendaman dalam
asam asetat 0.5 M
dan pepsin 1 %

Pepsin soluble
collagen (PSC)
perendaman dalam
asam asetat 0.5 M
dan pepsin 0.5 %
Pemisahan kulit
Pepsin soluble
dengan Tris-HCl
collagen (PSC)
0.1 M dan EDTA 4 perendaman dalam
mM dilanjutkan
asam asetat 0.5 M
deproteinasi dengan dan pepsin 1 %
NaOH 0.1 M

Abedin et al.
(2013)

Siddiqui et al.
(2013)

Pangan Fungsional
Pangan fungsional merupakan pangan konvensional bagian dari menu diet
yang mampu memberikan manfaat bagi kesehatan dan mengurangi resiko terkena
penyakit kronis (Health Canada 2006). Pangan fungsional merupakan pangan
modifikasi maupun pangan alami yang mampu memberikan manfaat kesehatan
melebihi nutrisi dasar yang terkandung didalamnya (Arai 2002). Pangan yang
dikonsumsi secara teratur sebagai diet keseharian yang telah dirancang secara
khusus untuk memberikan manfaat kesehatan dengan mengatur fungsi tubuh
untuk melindungi terhadap penyakit seperti hipertensi, kanker, diabetes, jantung
koroner, dan osteoporosis (CSIRO Human Nutrition 2004).
Pangan fungsional dikategorikan menjadi 2, yaitu pangan konvensional
dan pangan modifikasi. Pangan konvensional merupakan pangan yang
mengandung komponen alami dan tersedia dalam bentuk utuh misalnya biji-bijian
utuh, kacang, kedelai, buah, sayuran dan sebagainya. Pangan modifikasi
merupakan pangan yang telah diubah dengan teknologi untuk mendapatkan
khasiat fungsional, dengan diperkaya atau ditambahkan komponen tertentu yang
memiliki efek positif, atau juga dengan menghilangkan komponen yang memiliki
dampak negatif (misalnya protein alergen, laktosa susu) (Giacco et al. 2013).
Beberapa aspek yang harus dipenuhi sebagai syarat pangan fungsional (Doyon
dan Labrecque 2003):
1. Pangan (bukan kapsul tablet, atau serbuk) yang berasal dari bahan alami
2. Bisa dikonsumsi sebagai diet keseharian
3. Memiliki fungsi ketika dicerna, dan memberikan efek terhadap tubuh
seperti :

11
 Meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh
 Mencegah penyakit tertentu
 Memulihkan dari penyakit tertentu
 Mengendalikan kondisi fisik dan mental
 Memperlambat proses penuaan dini
Pangan fungsional selain memberikan asupan nutrisi juga memberikan
manfaat terhadap kesehatan diantaranya meningkatkan kesehatan saluran
pencernaan, menyeimbangkan metabolisme glukosa dan lipid, mengurangi resiko
penyakit kardiovaskular, mengurangi resiko kanker, dan meningkatkan kesehatan
tulang (Giacco et al. 2013). Indeks glikemik (IG) merupakan indikator
kemampuan karbohidrat dalam meningkatkan gula darah yang secara langsung
berhubungan dengan meningkatnya resiko diabetes militus tipe 2 dan penyakit
jantung koroner. Pangan dengan IG rendah dipercaya mampu menurunkan resiko
terhadap penyakit tersebut. Beberapa bahan pangan yang memiliki nilai IG rendah
diantaranya pati resistan, inulin, FOS (fructo-oligosaccaride), dan GOS (glucooligosaccaride). Bahan pangan tersebut juga dapat berfungsi sebagai prebiotik.
(Liu et al. 2013). Selain prebiotik, bahan pangan yang mengandung probiotik juga
diketahui mampu meningkatkan kesehatan usus dan mengurangi resiko terkena
kanker kolon. Probiotik yang biasa ditambahkan ke dalam pangan diantaranya
Lactobacillus sp, Bifidobacterium sp, dan Stretococcus sp. (Howlett 2008).
Pasien dengan riwayat penyakit diabetes memiliki resiko yang lebih tinggi
terkena penyakit kardiovaskular. Resiko ini tidak hanya disebabkan karena kadar
gula yang tinggi akan tetapi juga karena konsentrasi kolesterol yang tinggi. Diet
rendah kolesterol serta peningkatan asupan serat tinggi dan fitosterol mampu
menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Pangan yang mengandung serat
tinggi diantaranya barley, oat, gandum, umbi-umbian. Selain itu kedelai dan
kacang juga mampu menurunkan konsentrasi kolesterol. (Jenkins et al. 2011).
Penyakit kardiovaskular merupakan kelompok penyakit degeneratif dari jantung
dan sistem sirkulasi darah termasuk penyakit jantung koroner (PJK),
aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), dan stroke. Radikal bebas diketahui
sebagai penyebab timbulnya penyakit jantung kronis dan akut karena di dalam sel
terjadi stress oksidatif. Oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein) yang berasal dari
lemak jenuh dan trans menyebabkan terjadinya aterosklerosis dan PJK yang di
inisiasi oleh terbentuknya plak pada pembuluh arteri. (Wang et al. 2007).
Penyakit jantung koroner merupakan masalah kesehatan utama di dunia
dan secara langsung berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Hipertensi meningkatkan resiko kerusakan pembuluh arteri. Faktor penting
penyebab timbulnya penyakit jantung koroner diantaranya obesitas, kolesterol
tinggi, tekanan darah tinggi, dan diabetes militus tipe 2. Peningkatan resiko PJK
tidak hanya dikarenakan pola makan yang buruk, tetapi juga disebabkan gaya
hidup tidak sehat seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol. Orang dengan pola
konsumsi pangan yang sehat, gaya hidup produktif, tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol memiliki resiko lebih rendah terkena PJK (Riccioni et al.
2008). Kontrol tekanan darah merupakan hal yang penting untuk menanggulangi
resiko terkena penyakit jantung, ginjal, dan stroke. Tekanan darah dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya aterosklerosis, sistem rennin-angiotensin yang
tidak seimbang, hiperinsulin, dan meningkatnya retensi garam didalam tubuh
(Wang et al. 2007).

12
Peptida Bioaktif
Peptida bioaktif merupakan potongan-potongan protein spesifik yang
memiliki efek positif terhadap tubuh dan dapat mempengaruhi kesehatan. Protein
dalam bentuk utuh memiliki bioaktivitas yang rendah sedangkan protein yang
telah dihidrolisis dengan enzim akan meningkat bioaktivitasnya karena protein
telah lepas dari ikatan panjang fragmennya. Peptida bioaktif memiliki potensi
sebagai senyawa antihipertensi, antioksidan, antagonis opioid, antibakteri,
antitrombotik, dan imunomodulator (Murray dan Fitzgerald 2007). Peptida yang
dihasilkan dari protein pangan dapat menurunkan tekanan darah, menjaga
keseimbangan berat badan, menghambat aktivitas endopeptidase spesifik prolin,
meningkatkan sistem imun, menghambat agregasi platelet darah, menghambat
proteinase HIV dan proses oksidasi, memiliki aktivitas antibakteri dan antikapang,
mengikat ion dan membantu tanspor mineral dan memperbaiki nilai gizi pangan
(Li dan Yu 2014; Chakrabarti et al. 2014).
Beberapa peptida dilaporkan memiliki manfaat multifungsi sebagai contoh
peptida dengan sekuen tertentu memiliki aktivitas antioksidan maupun
antihipertensi. Aktivitas suatu peptida tergantung pada komposisi dan sekuen
asam amino. Peptida bioaktif biasanya tersusun dari 2-20 residu asam amino
meskipun beberapa penelitian melaporkan peptida dengan sekuen lebih dari 20
asam amino juga memiliki aktivitas biologis (Pihlanto 2001). Peptida bioaktif
memiliki aktivitas menyerupai hormon atau obat-obatan yang memodulasi fungsi
biologis melalui interaksi ikatan spesifik terhadap suatu reseptor pada sel target
sehingga memberi efek kesehatan (Sharma et al. 2011). Aplikasi peptida untuk
tujuan terapi seperti terapi kanker, infeksi, kerusakan sistem imun, dan penyakit
kardiovaskular telah banyak diteliti dan dikembangkan (Bhat et al. 2015).
Peptida bioaktif dapat dihasilkan dari beberapa cara yaitu 1) hidrolisis
enzimatis dengan enzim pencernaan, 2) fermentasi dengan memanfaatkan
aktivitas mikroba, 3) sintesis kimia (Bhat et al. 2015). Hidrolisis enzimatis protein
dengan enzim proteolitik yang sesuai mampu menghasilkan peptida dengan
aktivitas yang diharapkan. Kondisi fisiko-kimia dari substrat seperti suhu dan pH
larutan harus sesuai dengan kondisi optimal kerja enzim. Beberapa enzim yang
biasa digunakan untuk hidrolisis diantaranya papain, tripsin, α-kimotripsin, pepsin,
bromelain, alkalase, dan netrase. Faktor terpenting dalam produksi peptida
bioaktif adalah berat molekul dari peptida tersebut. Metode yang biasa digunakan
untuk menghasilkan peptida dengan berat molekul tertentu adalah sistem
membran ultrafiltrasi. Sistem hidrolisis bertingkat dengan memanfaatkan
beberapa enzim sekaligus mampu menghasilkan peptida dengan ukuran yang
lebih kecil. Kombinasi dari sistem membran reaktor multistep hidrolisis dan
sistem membran ultrafiltrasi mampu menghasilkan peptida dengan aktivitas
optimal (Kim dan Wijesekara 2010).
Mikroba yang ada secara alami dalam bahan pangan maupun starter yang
telah dikembangkan seperti golongan bakteri asam laktat (BAL) dilaporkan
mampu menghasilkan senyawa peptida bioaktif. Beberapa jenis BAL yang
digunakan dalam fermentasi diantaranya Lactobacillus sp, Streptococcus sp,
Bacillus sp, dan Bifidobacterium sp. Bakteri-bakteri tersebut telah banyak
digunakan untuk menghasilkan produk fermentasi susu (yoghurt). Proses
fermentasi dengan bakteri asam laktat kemudian dilanjutkan hidrolisis dengan

13
mikroba protease mampu menghasilkan peptida dengan ukuran kecil sehingga
bioaktivitasnya mengalami peningkatan (Bhat et al. 2015). Selain susu, hidrolisat
daging hewan juga telah banyak dilaporkan menghasilkan peptida bioaktif. Saiga
et al. (2003) melaporkan daging ayam yang difermentasi dengan Aspergillus sp
kemudian dihidrolisis dengan enzim pencernaan menghasilkan peptida dengan
sekuens Gly-Phe-Hyp-Gly-Thr-Hyp-Gly-Leu-Hyp-Gly-Phe. Peptida ini memiliki
aktivitas penghambatan ACE.
Sintesis secara kimiawi merupakan metode yang paling banyak digunakan
untuk memproduksi peptida dalam skala laboratorium. Ada dua metode yang
digunakan yaitu sintesis fase cair dan fase padat. Sintesis fase padat mampu
menghasilkan peptida dengan residu 1-10 asam amino. Peptida yang telah
diketahui sekuen dan residunya dari hasil hidrolisis enzimatis selanjutnya
dilakukan sintesis secara kimiawi untuk menghasilkan peptida dengan sekuen
yang sama. Selain secara kimiawi, peptida juga bisa dihasilkan dari teknologi
DNA rekombinan. Akan tetapi, metode ini belum mampu menghasilkan peptida
dengan sekuen kurang dari 10 asam amino. Pengembangan metode sintesis terus
dilakukan untuk menghasilkan peptida dengan aktivitas yang sama dari proses
hidrolisis secara enzimatis maupun fermentasi mikroba (Korhonen dan Pihlanto
2003).
Biota laut telah banyak diteliti mampu menghasilkan peptida bioaktif
dengan hidrolisis secara enzimatis (Jee et al. 2005). Peptida bioaktif dari sumber
biota laut maupun dari limbah pengolahan telah dilaporkan memiliki fungsi
fisiologis diantaranya sebagai agen antioksidan, antimikroba, dan penghambatan
ACE (Mendis et al. 2005; Liu et al. 2008; Byun dan Kim 2001). Beberapa
penelitian telah mengungkapkan aktivitas peptida bioaktif secara in vitro maupun
in vivo dan mengkaji hubungan antara keduanya namun klaim resmi sifat
fungsionalnya masih belum dilakukan oleh komunitas kesehatan internasional
karena masih dalam tahap investigasi (Shahidi 2007).
Kolagen dan gelatin yang diekstrak dari sumber biota laut kemudian
dihidrolisis dengan enzim pencernaan menghasilkan peptida dengan sifat yang
unik. Aleman et al. (2013) melaporkan kolagen yang diekstrak dari cumi-cumi
kemudian dihidrolisis dengan enzim esperase menghasilkan dekapeptida dengan
sekuen Gly-Arg-Gly-Ser-Val-Pro-Ala-Hyp-Gly-Pro. Dekapeptida ini memiliki
aktivitas penghambatan ACE (antihipertensi). Vo et al. (2011) dalam
penelitiannya menggunakan gelatin dari kulit ikan nila kemudian dihidrolisis
menggunakan enzim alkalase, pronase E, pepsin, dan tripsin. Hidrolisis dengan
enzim alkalase menghasilkan peptida dengan sekuens Asp-Pro-Ala-Leu-Ala-ThrGlu-Pro-Asp-Pro-Met-Pro-Phe dan peptida ini juga memiliki aktivitas
penghambatan ACE (antihipertensi).

Hipertensi
Manusia normal memiliki tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan
diastolik < 80 mmHg. Apabila tekanan darah di atas angka tersebut maka
diindikasikan terkena penyakit hipertensi. Secara umum hipertensi dibagi menjadi
3 kategori yaitu: 1) pre-hipertensi dengan tekanan darah 130 mmHg dan 80
mmHg, 2) hipertensi moderat dengan tekanan darah 150 mmHg dan 90 mmHg, 3)

14
hipertensi berat dengan tekanan darah > 160 mmHg dan > 100 mmHg. 90 %
hipertensi disebabkan karena gejala primer yang belum diketahui sebabnya dan
10 % karena gejala sekunder akibat rusaknya metabolisme organ tubuh seperti
penyakit ginjal, kelainan endokrin, penurunan fungsi organ tubuh atau karena
pemakaian obat. Hipertensi merupakan bagian dari kelompok penyakit
kardiovaskular (cardiovascular disease) termasuk aterosklerosis, jantung koroner,
gagal jantung, dan stroke. Kardiovaskular merupakan jenis penyakit yang
menyebabkan kematian terbesar di seluruh dunia. Sekitar 25% populasi manusia
di dunia mengalami hipertensi pada tahun 2000 dan akan meningkat menjadi 1.56
triliyun pada tahun 2025 (Baker 2005).
Sistem renin-angiotensin aldosteron merupakan sistem hormon yang
mengatur tekanan darah dan keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, sistem
tersebut memegang peranan penting dalam patofisiologi penyakit kardiovaskular
seperti jantung koroner dan hipertensi. Renin plasma yang dihasilkan oleh ginjal
bertanggung jawab dalam mengubah hormon angiotensinogen yang dilepaskan
hati menjadi angiotensin I. Angiotensin I merupakan dekapeptida dengan sekuens
Asp-Arg-Tyr-Val-Ile-His-Pro-Phe-His-Leu. Senyawa ini akan aktif apabila
dikatalisis oleh enzim ACE (angiotensin-I converting enzymes) yang dihasilkan
oleh paru-paru menjadi oktapeptida angiotensin II (Khullar 2012). Angiotensin II
merupakan hormon yang kuat dan menyebabkan serangkaian perubahan di dalam
tubuh. Hormon ini pada pembuluh darah menyebabkan vasokontriksi sehingga
dinding pembuluh darah menebal dan menyempit. Angiotensin II merangsang
adrenal korteks untuk memproduksi senyawa aldosteron sehingga retensi garam
natrium di dalam darah meningkat. Selain itu, angiotensin II juga meningkatkan
aktivitas sistem syaraf simpatik. Semua mekanisme tersebut menyebabkan
tekanan darah menjadi meningkat (hipertensi). Keberadaan angiotensin II di
dalam darah hanya sekitar 30-60 detik dan selanjutnya dikatalisis oleh
aminopeptidase A menjadi angiotensin III dan aminopeptidase N menjadi
angiotensin IV. Kedua angiotensin ini merupakan hormon yang tidak aktif dan
didetoksifikasi oleh organ ginjal (Kearney et al. 2005).
Penelitian mengenai hipertensi terus dikembangkan hingga menghasilkan
obat antihipertensi komersial. Obat hipertensi dibagi menjadi beberapa golongan
yaitu diuretik (hydrochlorothiazide, indapamida, metalozone), aldosteron reseptor
bloker (eplerenone, spironolactone), alfa bloker (doxasozin, teraso