Strategi Implementasi Produksi Bersih pada Agroindustri Gondorukem
STRATEGI IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH PADA
AGROINDUSTRI GONDORUKEM
DYAH KHARISMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Implementasi
Produksi Bersih pada Agroindustri Gondorukem adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Dyah Kharismawati
F351120011
RINGKASAN
DYAH KHARISMAWATI. Strategi Implementasi Produksi Bersih pada
Agroindustri Gondorukem. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan
SUPRIHATIN.
Produksi bersih merupakan strategi manajemen lingkungan terintegrasi
yang mengurangi terbentuknya limbah dari sumber penghasilnya, sebagai salah
satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi terbentuknya limbah yang
sekaligus menjadi cara mendapatkan efisiensi produksi. Strategi produksi bersih
merupakan metode preventif yang diharapkan dapat memberikan manfaat
perbaikan proses bagi industri yang terlibat. Penelitian ini dilakukan dengan
mengambil studi kasus di Pabrik Gondorukem dan Terpentin di daerah Nagreg.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan MET matriks (material cycle, energy
uses and toxixity emission matrix) untuk mendapatkan informasi bahan dan energi
yang masuk maupun yang dikeluarkan dari setiap tahapan proses yang didukung
dengan analisis neraca massa dan neraca energi.
Pengembangan matriks informasi tahapan proses digunakan untuk
mengidentifikasikan titik kritis yang merupakan masalah utama penghasil limbah
pada masing-masing tahapan proses dan menunjukan efisiensi produksi pada saat
ini. Alternatif opsi produksi bersih untuk masing-masing masalah pada titik kritis
diperingkatkan dengan metode AHP untuk mendapatkan prioritas opsi yang
memberikan penurunan limbah paling tinggi. Kriteria yang digunakan adalah
kriteria kelayakan produksi bersih yaitu teknis, ekonomi dan lingkungan. Faktor
teknis menjadi prioritas dalam pemilihan opsi produksi bersih yang dapat
dilaksanakan dengan bobot 0,49, yang artinya kesesuaian opsi produksi bersih
yang direkomendasikan dengan kondisi pabrik dan sumberdayanya merupakan
faktor utama dalam penentuan prioritas opsi. Skor AHP tertinggi dari opsi
produksi bersih yang direkomendasikan adalah pengaturan jadwal pengiriman
getah dengan bobot skor 0,216 yang diikuti dengan sosialisasi standar mutu getah
dan pengawalan getah, berarti bahwa opsi pengaturan jadwal pengiriman dan
sosialisasi standar mutu serta pengawalan getah memberikan konstribusi
penurunan limbah dan peningkatan efisiensi produksi yang paling besar.
Kata kunci: Produksi bersih, Gondorukem, Matriks material, energi dan toksisitas,
Proses hirarki analitik
SUMMARY
DYAH KHARISMAWATI. Strategy for Implementation a Cleaner Production in
Gum Resin Agroindustry. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and
SUPRIHATIN.
Cleaner production is an integrated environmental management strategy that
leads to prevention of the formation of waste from source, as an alternative used
to overcome the information of waste source as well as a way to get production
efficiency. As a preventive method, cleaner production strategy is expected to
provide improved benefits for industrial related processes. This research was
carried out by taking a case study in the Turpentine and Gum Resin Factory that
was located in Nagreg. This study used MET matrix (material cycle, energy uses
and toxixity emition matrix) approach to obtain information about material and
energy going, and the energy emitted from each stage of the process that was
supported by the analysis of mass balance and energy balance.
The development of information stage process matrix was able to identify
critical point which was the main problem of waste production in each stage and
demonstrate the efficiency of the production at this time. Cleaner production
alternatif for each problem at critical point was ranked with AHP to get priority
option that provides waste reduction and increased the highest efficiency of
technical, economic and environmental criteria. The highest value of the factor
was 0.49 for technical factor, which was conformity of the alternative cleaner
production with the conditions of the factory. The highest value of cleaner
production alternative was 0.216 for scheduling the delivery of sap, followed by
the training for quality standar in the amount of 0.155, that means alternative
scheduling the delivery of sap and training for quality standar provides the highest
waste reduction and increased the highest efficiency.
Keywords: cleaner production, gum rosin, material, energy and toxixity matrix,
analytical hierarki process
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH PADA
AGROINDUSTRI GONDORUKEM
DYAH KHARISMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ono Suparno, STP, MT
Judul Tesis : Strategi Implementasi Produksi Bersih pada Agroindustri
Gondorukem
Nama
: Dyah Kharismawati
NIM
: F351120011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua
Prof Dr Ir Suprihatin Dipl. Eng
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Industri
Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 6 Februari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini adalah
produksi bersih, dengan judul Strategi Implementasi Produksi Bersih pada
Agroindustri Gondorukem.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua (alm Ramdani dan
Nurhayati), suami (dr Nova Hardianto), putri kecilku Raisa Paramesti Hardianto
dan seluruh keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih
kepada Ibu Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Bapak Prof Dr Ir Suprihatin selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Terimakasih kepada
Prof Dr Ono Suparno STP MT selaku penguji luar komisi atas segala saran yang
diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gunarto
dari Kantor Pusat Perhutani, Ibu Surya Widiastuti S Hut beserta staf Pabrik
Gondorukem dan Terpentin Nagreg, Bapak Dr Ir Gunawan Santosa, MS dari
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, serta Ibu Dr Sukadaryati S Hut, MP
dari Badan Litbang Kehutanan Gunung Batu Bogor, yang telah membantu selama
penelitian di lapangan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh rekan mahasiswa
pascasarjana S2 TIP IPB angkatan 2012 atas segala dukungan dan kebersamaan
selama menempuh kuliah dan menyelesaikan studi. Terimakasih kepada Ibu Nur
dan Bapak Candra sebagai staff kependidikan Program Studi S2 TIP, Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB yang tidak pernah bosan membantu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Dyah Kharismawati
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
v!
DAFTAR TABEL
vi!
DAFTAR GAMBAR
vi!
1! PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1!
1!
2!
2!
3!
3!
2! TINJAUAN PUSTAKA
3!
Agroindustri gondorukem dan limbah yang dihasilkan
3!
Identifikasi Profil dan Tahapan Proses Pabrik Gondorukem
8!
Produksi Bersih
9!
Proses Hirarki Analitik (AHP)
11!
MET Matriks (Material cycle, energy uses and toxixity emission matrix) 12!
Penelitian Sebelumnya
13!
3! METODE
Kerangka Pemikiran
Tahapan Penelitian
Identifikasi material, energi dan emisi
Penentuan prioritas opsi
Perumusan strategi produksi bersih
13!
13!
14!
14!
16!
17!
4! HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Material, Energi dan Emisi pada Tahapan Proses
Penentuan Prioritas Opsi Produksi Bersih
Evaluasi Kelayakan Terhadap Prioritas Opsi Produksi Bersih
Strategi Implementasi Produksi Bersih
Rekomendasi Strategi Implementasi Produksi Bersih
18!
18!
26!
29!
34!
35!
5! SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
36!
36!
36!
DAFTAR PUSTAKA
38!
LAMPIRAN
41!
RIWAYAT HIDUP
64!
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Standar Mutu getah
Daftar pabrik gondorukem Perum Perhutani
Persyaratan umum mutu gondorukem
Persyaratan khusus mutu gondorukem
Persyaratan khusus mutu terpentin
MET matriks
Tahapan Penelitian
Kriteria analisis kelayakan teknis
Matriks material, energi dan limbah dengan basis kapasitas produksi
harian
Permasalahan dan analisis peluang opsi produksi bersih
Kemampuan pengiriman KPH ke PGT
Dampak penerapan prioritas opsi produksi bersih pengaturan jadwal
pengiriman getah
Dampak penerapan opsi produksi bersih sosialisasi dan pengawalan
mutu getah
4
6
6
7
7
12
16
18
24
25
30
32
33
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pohon industri getah pinus
5
Kerangka Pemikiran
14
Tahapan Penelitian
15
Penentuan indeks konsistensi
17
Tahapan proses produksi gondorukem
19
Flowchart Neraca Massa
23
Struktur hirarki opsi produksi bersih industri gondorukem Prioritas
faktor/kriteria produksi bersih
27
Prioritas faktor/kriteria produksi bersih
28
Prioritas Opsi Produksi Bersih
28
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rekap Penerimaan Getah Tahun 2013
Data Stok Getah tahun 2014
Data produksi tahun 2009-2013
Perhitungan Neraca Massa
Perhitungan Neraca Energi
Kapasitas Bak Getah
Permasalahan dan alternatif produksi bersih
Kemampuan Pengiriman
Kuisioner Penelitian
Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor teknis
Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor ekonomi
Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor lingkungan
41
42
43
44
47
50
51
55
56
62
62
63
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gondorukem (Resina colophonium) merupakan produk hasil hutan non
kayu yang dikelompokkan sebagai phine chemical product dan dihasilkan dari
pemasakan getah pohon pinus (Fachrodji et al., 2009). Produk ini merupakan
bahan baku pembuatan derivat seperti gliserol dan alpha pinene, juga sebagai
bahan pembantu yang penting bagi industri batik, sabun cuci, cat, isolator, kertas
dan pernis.
Gondorukem berfungsi sebagai pencampur, perekat maupun pelapis. Pada
industri batik, gondorukem berfungsi sebagai bahan pencampur lilin sehingga
diperoleh malam. Fungsi gondorukem sebagai bahan pencampur juga digunakan
pada industri sabun cuci, korek api, lem, perban gigi dan industri lainnya. Pada
industri percetakan dan tinta, gondorukem berfungsi sebagai perekat warna. Pada
industri kertas, isolator dan pernis, gondorukem berfungsi sebagai pelapis. Oleh
karena peran industri gondorukem sebagai bahan baku derivat dan bahan
pembantu utama bagi industri lain, maka dibutuhkan pasokan yang
berkesinambungan untuk dapat menjaga aktivitas dari industri-industri tersebut.
Indonesia merupakan negara produsen gondorukem ketiga terbesar di dunia
dengan konstribusi mencapai 8 % dari total produksi gondorukem dunia. Produksi
gondorukem terbesar adalah China dengan produksi sampai 80 % dari total
produksi dunia atau mencapai 500-850 ribu ton/tahun, diikuti Brazil dengan
produksi gondorukem mencapai 80 ribu ton/tahun. Volume produksi gondorukem
Indonesia yang diperdagangkan mencapai 60 ribu ton yang terdiri atas 80 % untuk
pasar ekspor dan 20 % untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri
(Fachrodji et al., 2009).
Konstribusi pendapatan kelompok industri non kayu termasuk gondorukem
mencapai 42,3 % dari total pendapatan Perum Perhutani tahun 2011, yakni
sebesar Rp1.178,9 miliar (Laporan tahunan Perum Perhutani 2011). Namun
kapasitas industri gondorukem yang ada saat ini, khususnya yang dimiliki
perhutani belum dapat dimanfaatkan secara optimum akibat kurangnya bahan
baku. Selain itu, mutu getah yang diterima pabrik berada pada grade bawah
sehingga berdampak pada perlakuan lebih untuk mengekstrak gondorukem dari
getah. Untuk mengatasi permasalahan di atas, perlu dilakukan efisiensi produksi
dengan tujuan meminimumkan biaya produksi sehingga keuntungan dapat
meningkat meskipun penerimaan tetap (Artiyanto, 2006). Pengkajian produksi
bersih pada industri olahan getah pinus yang menghasilkan gondorukem dapat
menjadi salah satu metode untuk mencapai efisiensi produksi dengan perbaikan
proses produksi yang meminimalkan limbah dari sumber penghasilnya.
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang
sifatnya mengarah pada pencegahan dan terpadu agar dapat diterapkan pada
seluruh siklus produksi. Strategi produksi bersih ini berawal dari pemikiran bahwa
upaya untuk melindungi lingkungan perlu menyatukan dua kepentingan, yakni
kepentingan lingkungan dan kepentingan bisnis. Dengan demikian, titik berat
manajemen bergeser ke arah pengembangan teknologi dan proses produksi yang
2
mencegah terjadinya limbah, tidak hanya mengolah limbah yang telah terbentuk
(Indrasti dan Fauzi, 2009).
Pengkajian produksi bersih bersifat proaktif sehingga dapat dijadikan alat
bantu yang baik untuk perbaikan berkelanjutan. Perbaikan berkelanjutan tersebut
dalam introduksinya ke Sistem Manajemen Lingkungan akan membawa
percepatan yang terarah dan terukur, baik dengan indikator fisik maupun ekonomi
(Hasibuan, 2005). Produksi bersih juga merupakan proses berkelanjutan untuk
menuju disain lingkungan (ecodesign), yaitu pendekatan desain produk dengan
memperhitungkan dampak lingkungan dari produk (Knight dan Jenkins, 2008).
Dasar proses desain lingkungan adalah analisis yang komprehensif terhadap
situasi yang terjadi. Pemahaman situasi riil dari sudut pandang lingkungan
digunakan untuk mengembangkan strategi dan pengukuran yang spesifik
(Wimmer et al., 2004). Fokus desain dan produksi yang ramah lingkungan adalah
pada proses produksi bersih, pengurangan penggunaan material, energi dan bahan
beracun, upaya daur ulang dan penggunaan kembali komponen dan produk yang
telah selesai digunakan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan strategi implementasi
produksi bersih yang dapat diterapkan pada agroindustri gondorukem sehingga
diperoleh perbaikan proses yang mengarah pada efisiensi proses produksi dan
penurunan limbah yang dihasilkan.
Perumusan Masalah
Produksi bersih merupakan suatu strategi yang digunakan untuk mengatasi
terbentuknya limbah dari sumbernya. Sebagai metode preventif, strategi produksi
bersih diharapkan dapat memberikan manfaat perbaikan kinerja bagi industri yang
bersangkutan. Kapasitas produksi agroindustri gondorukem yang belum berjalan
optimal merupakan sebuah tantangan untuk mengetahui kinerja industri yang
telah dicapai dan bagian mana yang diperlukan perbaikan. Oleh karena itu
diperlukan pengkajian produksi bersih pada agroindustri gondorukem untuk
mendapatkan bagian mana yang memerlukan perbaikan dan metode perbaikan
yang paling diterima. Selain itu produksi bersih merupakan gambaran menyeluruh
seluruh tahapan proses produksi sehingga dapat diidentifikasi permasalahan dari
segi limbah dan emisi yang dihasilkan untuk merumuskan rekomendasi perbaikan
untuk kinerja industri.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menyusun strategi produksi bersih untuk
meningkatkan kinerja agroindustri gondorukem, dengan tujuan spesifik sebagai
berikut:
1. Menganalisis opsi produksi bersih yang dapat dilaksanakan pada proses
produksi pabrik pengolahan getah pinus menjadi gondorukem.
2. Menentukan prioritas opsi produksi bersih dengan menggunakan proses
hierarki analitik.
3. Menyusun strategi implementasi produksi bersih pada industri gondorukem.
3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada industri
terkait strategi implementasi produksi bersih yang dapat diterapkan pada proses
produksi untuk mendapatkan perbaikan kinerja proses produksi dengan
minimalisasi limbah dan emisi dari sumber pembentuknya.
Ruang Lingkup Penelitian
Komoditas yang menjadi obyek penelitian adalah gondorukem dengan
ruang lingkup dibatasi pada sistem pengolahan atau proses produksi yang
dilakukan di pabrik gondorukem di daerah Nagreg, Jawa Barat.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Agroindustri gondorukem dan limbah yang dihasilkan
Getah pinus terdapat dalam saluran resin atau celah-celah antar sel yang
sering disebut saluran interseluler (Wibowo, 2006). Getah pinus dapat diperoleh
dengan cara penyadapan pada pohon yang masih hidup dengan sistem koakan, bor,
atau riil. Penyadapan dengan sistem koakan menghasilkan getah tinggi dalam
waktu singkat dan biaya rendah, namun kadar kotoran tinggi. Sebaliknya
penyadapan sistem bor menghasilkan getah bersih, namun rendemen lebih rendah
dan biaya yang diperlukan lebih tinggi (Anggita, 2012). Teknik sadapan pinus
semi mekanis juga telah dikembangkan dengan diciptakannya alat mujitech. Alat
ini berfungsi seperti alat kedukul/pethel namun menggunakan tenaga mesin dalam
membuat luka sadap dan dioperasikan oleh manusia (Sukadaryati, 2014).
Getah merupakan hasil proses fisiologis pohon, sehingga berbagai faktor
yang mempengaruhi proses fisiologis pohon akan mempengaruhi jumlah produksi
getah yang dihasilkan. Getah pinus tersusun atas 66 % asam resin, 25 % terpentin,
7 % bahan netral yang tidak mudah menguap, serta 2 % air (Doan, 2007). Getah
pinus setelah diolah akan menghasilkan gondorukem dan terpentin. Dari satu ton
getah setelah dimasak akan menghasilkan 600 kg gondorukem (rendemen 60 %)
dan 120 l terpentin (rendemen 12 %) (Matangaran, 2006).
Pengujian kadar kotoran getah dilakukan dengan menambahkan minyak
terpentin atau pelarut lainnya yang diatur dalam SNI, yaitu minyak tanah,
sebanyak 1,5-3 l pada 500-1000 g getah, kemudian diaduk sampai larut.
Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan 100 mesh dan dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
berat saringan dan kotoran-berat saringan
x100
kadar kotoran % =
berat getah
Pengujian kadar air dilakukan dengan mengendapkan larutan getah selama
30 menit agar terjadi pemisahan antara air dengan larutan, kemudian getah
dituangkan ke tempat lain. Air dituang ke dalam gelas ukur 250 cc dengan
menggunakan corong plastik dan dibiarkan mengendap selama 5 menit. Dengan
4
melihat volume air pada larutan gelas ukur, maka rumus perhitungan kadar air
adalah sebagai berikut:
volume air pada gelas ukur
Kadar air % =
x100
berat getah
Getah yang sudah diuji disimpan dalam botol berukuran 250 g dan diberi
label sumber getah, tanggal pengambilan sampel, serta mutu getah. Standar mutu
getah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Standar Mutu getah
No
Karakteristik
Satuan
1
2
3
Warna
Kadar air
Kadar
kotoran
Kadar air +
Kadar
Kotoran
4
Mutu
%
%
I
Putih
≤ 7
≤ 7
II
Putih sampai keruh kecoklat-coklatan
7 < ka ≤ 9
7 < kk ≤ 9
%
≤ 14
14 < ka + kk ≤ 18
Sumber : SNI 7837:2012
Industri gondorukem adalah industri yang mengolah bahan baku getah pinus
menjadi gondorukem dan minyak terpentin (Marjatin, 1994). Gondorukem
merupakan resin padat yang secara alami terdapat dalam getah pohon pinus dan
dihasilkan dari penyulingan getah pinus berbentuk padat dan berwarna sampai
kuning kecoklatan. Berdasarkan sumber dan cara memperolehnya gondorukem
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gondorukem getah yang merupakan hasil
destilasi getah yang diperoleh dari penyadapan pohon pinus, gondorukem kayu
yang diperoleh dari ekstraksi tunggul pohon tua, dan gondorukem tall oil yang
merupakan hasil sampingan pabrik pulp kraft dengan bahan baku kayu pinus
(Meiyana 2011). Terpentin merupakan bagian hidrokarbon yang mudah menguap
(minyak atsiri) dari getah pinus. Hidrokarbon ini dipisahkan dari bagian yang
tidak menguap (gondorukem) melalui cara penyulingan. Berdasarkan sumber
bahan bakunya ada 3 jenis terpentin yaitu terpentin getah (gum terpentine),
terpentin kayu (wood terpentine), dan terpentin sulfat (sulphate terpentine)
(Artiyanto, 2006).
Pengelolaan hutan untuk memproduksi getah pinus tidak lagi menjadi
monopoli Perum Perhutani, namun juga BUMN dan swasta, misalnya di Sulawesi
dengan areal hutan pinus seluas 130.000 ha dan di Sumatera dengan areal hutan
pinus seluas 335.000 ha. Luas hutan produksi pinus Perhutani pada tahun 2013
adalah 163.703 ha, dengan potensi pohon pinus sebanyak 33.824.217 pohon.
Produktivitas getah tahun 2013 sebesar 7,93 g/pohon/hari, turun dibandingkan
tahun 2012 yang mencapai 10,48 g/pohon/hari. Penurunan diakibatkan kondisi
cuaca ekstrim di Pulau Jawa pada tahun 2013, yaitu musim hujan yang panjang
(Laporan Tahunan Perhutani Tahun 2013).
Mutu getah dari lapangan dipengaruhi oleh faktor sistem sadapan,
penjarangan pohon, stimulansia yang digunakan, serta faktor pengetahuan dan
sumber daya penyadap. Faktor pengetahuan menempati posisi kedua setelah
sumberdaya alam dalam analisis industri dan pemilihan strategi peningkatan
5
industri gondorukem (Sepang, 2008), yang mana pengalaman penyadap dan
pengetahuan akan teknologi menentukan kualitas dan kuantitas hasil sadapan.
Transfer informasi antar penyadap maupun informasi teknologi dilakukan dengan
sosialiasi dan job training yang dilaksanakan minimal 1 tahun sekali.
Pohon industri dari getah pinus yang diolah menjadi gondorukem dan
terpentin terdapat pada Gambar 1.
Industri karet
Industri lem
Pembuatan kertas
Gondorukem
Industri cat
Tinta cetak
Getah pinus
Malam batik
Permen karet
Insulator listrik
Pelapis metal
Antiseptik
Bahan kimia
Industri kayu lapis
Industri farmasi
Terpentin
Industri kosmetik
Gambar 1 Pohon industri getah pinus
Perum Perhutani mengelola hutan produksi dan pabrik di Pulau Jawa.
Pengusahaan pabrik gondorukem dan terpentin yang berada di bawah pengelolaan
Perum Perhutani dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Daftar pabrik gondorukem Perum Perhutani
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Lokasi/Nama pabrik
Unit I Jawa Tengah
Paninggaran
Sapuaran
Cimanggu
Winduaji
Unit II Jawa Timur
Sukun
Rejowinangun
Garahan
Unit III Jawa Barat
Sindangwangi
Tahun Pendirian
Kapasitas terpasang
(ton/tahun)
1968
1988
1989
1989
16.750
6.300
9.000
18.000
1976
1994
1981
18.000
12.000
16.500
1991
12.500
Sumber : Laporan Tahunan Perum Perhutani Tahun 2013
Pengolahan getah pinus menjadi gondorukem terbagi menjadi dua tahap
yaitu pemurnian getah pinus dan distilasi. Mutu gondorukem dipengaruhi oleh
kandungan kotoran dan atau mineral dalam getah, proses pemasakan, oksidasi
asam resin dan sebagainya, yang dilihat dari perubahan warna (Riwayati, 2005).
Pengujian produk gondorukem dan terpentin menggunakan standar SNI
7636:2011 untuk gondorukem dan SNI 7633:2011 untuk terpentin. Persyaratan
mutu gondorukem dibagi menjadi 2 yaitu persyaratan umum dan khusus.
Persyaratan umum dapat dilihat pada Tabel 3 dan persyaratan khusus dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 3 Persyaratan umum mutu gondorukem
No
1
2
3
Jenis uji
Bilangan asam
Bilangan penyabunan
Bilangan iod
Satuan
mg KOH/g
mg KOH/g
mg iod/g
Persyaratan
160 - 190
170 – 220
5 - 25
Sumber : SNI 7636:2010
Gondorukem terdiri dari senyawa asam yang secara garis besar dapat
dipisah dalam dua kelompok yaitu tipe abietik dan pimaric. Asam abietic mudah
terisomerisasi oleh panas dan mudah teroksidasi oleh oksigen. Sedangkan asam
pimaric bersifat lebih stabil sehingga tidak berubah selama proses pengolahan
(Riwayati, 2005). Persyaratan bilangan asam menentukan jumlah asam lemak
bebas pada gondorukem, bilangan asam yang besar menunjukkan gondorukem
dapat terhidrolisis dan teroksidasi selama proses penyimpanan, sehingga asam
lemak bebasnya meningkat. Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya asam
lemak bebas atau pun terikat dalam suatu senyawa. Bilangan iod menunjukkan
banyaknya ikatan rangkap, yang mana pada analisa produk minyak gondorukem
digunakan untuk menentukan tingkat kejenuhannya. Semakin jenuh berarti
semakin kecil jumlah ikatan rangkap, semakin sulit minyak teroksidasi dan
7
semakin tinggi titik didihnya. Gondorukem bermutu baik diharapkan mempunyai
titik didih yang tinggi.
Tabel 4 Persyaratan khusus mutu gondorukem
No
Jenis uji
1.
Satuan
Warna
Metode
Lovibond
-
comparator
Titik lunak
Kadar
kotoran
Kadar abu
Bagian
menguap
2.
3.
4.
5.
C
%
0
%
%
Kualitas
utama
Persyaratan Mutu
Kualitas
Kualitas
pertama
kedua
X
(extra)
WW
(water
white)
Kuning
Kuning
jernih
≤ 6
≥78
≤ 7
≤ 0,02
≥78
≤ 0,05
≤ 0,02
≤ 2
≤ 0,05
≤ 2
WG
(window
glass)
Kuning
kecoklata
n
≤ 8
≥76
≤ 0,07
≤ 0,05
≤ 2,5
Kualitas
ketiga
N
(Nancy)
Kecoklatan
≤ 9
≥74
≤ 0,10
≤ 0,08
≤ 3
Sumber : SNI 7636:2011
Hasil distilasi terhadap getah pinus juga menghasilkan produk atas berupa
minyak terpentin. Pengujian mutu terpentin adalah pengujian secara visual dan
pengujian laboratoris yang terdiri dari berat jenis dan indeks bias terpentin.
Persyaratan umum terpentin adalah berbentuk cair, bau khas terpentin, bobot jenis
pada suhu 25 0C adalah 0,848-0,865, indeks bias pada suhu 20 0C adalah sebesar
1,464-1,478, titik nyala 33-38 0C, titik didih awal 150-160 0C (SNI 7633, 2011).
Persyaratan khusus mutu terpentin dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Persyaratan khusus mutu terpentin
No
Uraian
Satuan
1.
2.
Warna
Putaran optik pada suhu
27,5 0C
Kadar sulingan
Sisa penguapan
Bilangan asam
Alpha pinene
-
3.
4.
5.
6.
0
%
%
%
Mutu A
Jernih
≥ 32
≥ 90
< 2
≤ 2
≥ 80
Persyaratan
Mutu B
Tidak dipersyaratkan
< 32
< 90
> 2
> 2
< 80
Sumber : SNI 7633:2011
Limbah yang dihasilkan pada pengolahan gondorukem dan terpentin terdiri
atas limbah padat, cair dan gas. Limbah padat dihasilkan dari pengolahan pada
tangki melter yang berasal dari kulit, seresah dan kayu pinus. Limbah cair berasal
dari proses dalam tangki settler dan tangki penampung. Limbah cair ini
mengandung sedikit getah dan terpentin serta zat lain yang terlarut dalam air
termasuk asam oksalat. Limbah gas berupa asap yang berasal dari boiler dan
forklif (Yuswandi, 2013).
8
Identifikasi Profil dan Tahapan Proses Pabrik Gondorukem
Analisis pendahuluan dalam produksi bersih mengacu pada metode quick
scan, yaitu dengan melakukan identifikasi profil pabrik dan tahapan proses
produksi beserta permasalahan yang terdapat pada prosesnya. Hasil identifikasi
awal tersebut yang akan menentukan tahapan proses yang menjadi fokus pada
analisis berikutnya.
Pabrik gondorukem dan terpentin (PGT) ini didirikan dengan kapasitas
produksi 10.000 ton/tahun dan rendemen gondorukem dan terpentin masingmasing sebesar 60 % dan 12 %. Proyeksi penjualan pabrik adalah pasar
gondorukem dalam dan luar negeri dengan sasaran produksi gondorukem bermutu
WW-X. Pendirian pabrik tersebut merupakan salah satu upaya untuk
mengintensifkan dan menganekaragamkan hasil hutan sehingga diperoleh hasil
dan nilai tambah yang optimum.
Pabrik berlokasi di daerah Nagrek, Jawa Barat. Luas keseluruhan komplek
pabrik gondorukem beserta kantor, gudang dan perumahan karyawan sekitar
27.000 m2, sementara luas bangunan 946 m2.
Struktur organisasi pabrik dipimpin oleh seorang Kepala Pabrik atau
Asisten Manager dan dibantu oleh 7 orang kepala urusan (kaur) yang terdiri dari
satu orang kaur pengujian, satu orang kaur persediaan, dua orang kaur persediaan,
satu orang kaur proses, satu orang kaur teknik, dan satu orang kaur personalia.
Tenaga kerja berjumlah 52 orang, yang terdiri atas 34 orang pegawai perusahaan,
14 orang pegawai pelaksana, dan 4 orang outsource (pembantu operator). Selain
itu juga terdapat pegawai harian atau borongan yang terdiri atas petugas
kebersihan sebanyak 8 orang, pencurah getah sebanyak 7 orang, serta satpam
sebanyak 13 orang.
Pengaturan jam kerja pabrik adalah sebagai berikut:
a. Karyawan bagian administrasi bekerja dari hari Senin sampai Sabtu dari
pukul 07.00-15.00 WIB.
b. Karyawan bagian produksi bekerja selama 6 hari dalam satu minggu yang
dibagi dalam tiga shift, yakni:
- Shift 1 bekerja dari pukul 07.00-15.00.
- Shift 2 bekerja dari pukul 15.00-23.00.
- Shift 3 bekerja dari pukul 23.00-07.00.
Setiap shift melakukan pergantian jam kerjanya seminggu sekali dengan
urutan pergantian jam kerja pagi-malam-sore dan seterusnya. Apabila pasokan
getah sedang berlimpah maka diadakan lembur pada hari minggu dengan waktu
kerja 8 jam.
Pada pabrik gondorukem dikenal periode tutupan, yaitu tanggal 15 dan 30
setiap bulannya, yang mana pada waktu tersebut dilakukan tutup buku setoran
getah dan pembayaran getah yang sudah dikirim ke pabrik. Kapasitas produksi
harian optimal pabrik adalah sebesar 40-45 ton, dengan kebutuhan bahan baku
untuk proses produksi diperoleh dari 12 KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) yang
ada di wilayah Jawa Barat-Banten. Data penerimaan getah pinus dari masingmasing KPH tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1, data stok getah tahun
2014 dapat dilihat pada Lampiran 2, dan data produksi (realisasi rendemen
gondorukem dan terpentin) selama 5 tahun terakhir terdapat pada Lampiran 3.
9
Limbah yang dihasilkan pabrik gondorukem berupa limbah padat, limbah
cair dan limbah gas. Limbah padat dihasilkan dari pengolahan pada tangki
pengenceran. Pengambilan kotoran padat dilakukan tiap 2-3 batch dengan
membuka manhole dibagian bawah tangki. Jumlah rata-rata limbah padat untuk
setiap kali pembongkaran sebanyak 120-140 kg. Limbah ini tidak mengandung
bahan yang berbahaya karena berasal dari kulit, seresah dan kayu pinus.
Penanganannya dengan cara ditampung dalam drum dan dikeringkan pada bak
seresah.
Limbah cair mengandung sedikit getah dan terpentin serta zat terlarut dalam
air termasuk asam oksalat. Limbah ini berasal dari hasil blowdown atau
pemisahan endapan berdasar perbedaan berat jenis pada proses di tangki
pencucian dan tangki penampung. Penanganannya adalah dengan UPL (Unit
Pengolah Limbah) dan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Semua aliran
kotoran dari tangki proses dimasukkan dalam bak penampung limbah sementara,
kemudian diendapkan sampai air limbah dengan larutan getah kotor yang masih
tersisa menjadi terpisah. Air keluar lewat pipa bawah untuk dialirkan ke bak air
kotor, sedangkan larutan getah kotor dialirkan ke tangki washer untuk diendapkan
kembali. Jonjot pada kolam limbah yang masih mengandung getah diambil secara
manual untuk diolah lagi menjadi gondorukem hitam.
IPAL menerima air asam hasil pendinginan dari limbah. Perlakuan yang
diberikan adalah penambahan air kapur dan pengadukan dengan agitator dan
blower sehingga mencapai pH 10, kemudian dialirkan ke bak pengendap I.
Setelah bak pengendap I penuh, air difiltrasikan ke bak isi dan dicampur asam
fero sampai menunjukan pH netral (6-7). Air dari bak isi dialirkan ke box filter
carbon active dan dicampur dengan kaporit menggunakan dozing pump. Endapan
pada bak isi diblowdown, sedangkan lumpur pada bak pengendap I diambil
dengan pompa lumpur.
Limbah gas berupa asap yang berasal dari boiler. Jumlah asap yang
ditimbulkan tidak terlalu banyak. Setiap bulan dilakukan uji laboratorium
terhadap sampel udara yang diambil dari cerobong boiler. Hasil pengujian
dilaporkan secara rutin ke dinas lingkungan.
Produksi Bersih
Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya
mengarah pada pencegahan dan terpadu agar dapat diterapkan pada seluruh siklus
produksi. Pemilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan menjadi
lima bagian, yaitu:
1. Good housekeeping, yang mencakup tindakan prosedural, administratif
maupun institusional yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi
terbentuknya limbah dan emisi.
2. Perubahan material input, termasuk pemurnian bahan dan substitusi bahan.
3. Perubahan teknologi, mencakup modifikasi proses dan peralatan yang
dilakukan untuk mengurangi limbah dan emisi. Dimulai dari yang
sederhana seperti perubahan letak peralatan, tata letak pabrik, penggunaan
peralatan otomatis dan kondisi proses.
10
4. Perubahan produk, meliputi substitusi produk, konservasi produk dan
perubahan komposisi produk.
5. On site reuse atau upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang
terkandung dalam limbah, baik yang digunakan kembali sebagai material
awal maupun digunakan sebagai material masukan pada proses yang lain
(Indrasti dan Fauzi, 2009).
Produksi bersih dilakukan pada proses produksi, produk dan pelayanan/jasa,
dengan cakupan sebagai berikut:
a. Pada proses produksi mencakup efisiensi bahan baku dan energi,
mengeliminasi bahan berbahaya, serta mengurangi kuantitas dan daya
racun dari semua emisi dan limbah sebelum keluar dari proses.
b. Strategi produksi bersih pada produk fokus pada pengurangan dampak
dari siklus hidup produk mulai dari ekstraksi bahan baku sampai
pembuangan dari produk.
c. Produksi bersih pada pelayanan/jasa berupaya mengurangi dampak
lingkungan dari jasa yang diberikan selama siklus hidup, mulai dari
tahapan desain sistem dan penggunaan sumber daya yang diperlukan
untuk menjalankan sistem.
Konteks isu lingkungan merupakan tuntutan konsumen terhadap
pembangunan berkelanjutan, untuk itu dibutuhkan suatu pemikiran strategik yang
mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak dengan memberikan perhatian
pada aspek lingkungan dan membuat kebijakan yang mendorong terwujudnya
pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Produksi bersih bukanlah
suatu sistem yang statis dan berhenti hanya pada satu obyek temuan, tetapi
improvisasi suatu model ke model yang lainnya seiring kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Hasibuan et al., 2013).
Kajian produksi bersih difokuskan pada proses produksi yang menghasilkan
limbah sehingga perlu dilakukan pengujian dan reevaluasi pada tahapan proses
produksi tersebut. Kegiatan reevaluasi adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi sumber (source identification) yang dilakukan dengan
inventarisasi material yang masuk dan keluar dari proses yang berkaitan
dengan biaya sehingga dihasilkan suatu diagram alir proses yang
memungkinkan untuk identifikasi semua sumber limbah dan emisi yang
dihasilkan.
b. Evaluasi penyebab (cause evaluation) berupa penyelidikan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi volume dan komposisi limbah dan emisi yang
dihasilkan dan selanjutnya daftar kemungkinan penyebab limbah dan emisi
digunakan untuk menguji semua kemungkinan faktor penyebab yang
mempengaruhi volume dan atau komposisi limbah dan emisi.
c. Perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option generation) yang
dilakukan untuk menghilangkan atau mengontrol setiap penyebab
dihasilkannya limbah dan emisi. Pendekatan produksi bersih atau teknikteknik pencegahan dalam konteks konsep digunakan untuk menghasilkan
pilihan-pilihan produksi bersih. Pada saat pilihan produksi bersih
teridentifikasi, maka selanjutnya dilakukan evaluasi seperti layaknya suatu
investasi atau inovasi (Utomo et al., 2007).
11
Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan
keuntungan antara lain:
1. Perbaikan proses yang dilakukan dan energi yang dihasilkan.
2. Penghematan bahan baku dan energi sehingga mengurangi biaya produksi.
3. Peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang
telah diperbaiki.
4. Mengurangi kekhawatiran terhadap peraturan yang diterapkan.
5. Mengurangi upaya yang berkaitan penanganan, penyimpanan dan
pembuangan bahan-bahan berbahaya.
6. Meningkatkan kesehatan, keselamatan dan moral para pekerja.
7. Meningkatkan citra perusahaan.
8. Mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan (UNEP DTIE dan
DEPA 2000).
Proses Hirarki Analitik (AHP)
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam
memilih alternatif yang paling disukai. Model pendukung keputusan ini akan
menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi
suatu hirarki (Marimin, 2004). Prinsip kerja AHP adalah penyusunan hirarki,
penilaian kriteria dan alternatif, penentuan prioritas dan konsekuensi logis. Hirarki
didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks
dalam suatu struktur multi level, yang mana level pertama adalah tujuan, yang
diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya ke bawah hingga terakhir
dari alternatif.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding
dengan metode lain karena alasan sebagai berikut:
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih,
sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output dan analisis sensitivitas pengambilan
keputusan.
Keputusan pilihan perbaikan kinerja lingkungan perusahaan menggunakan
metode hirarki proses telah dievaluasi penerapannya pada salah satu pabrik karet
remah dan menghasilkan prioritas penghematan energi pada rangkaian proses
produksi, disusul perbaikan mutu olah dan minimasi waktu break mesin produksi.
Model hirarki ini dipandang cukup praktis dikembangkan dalam menentukan
prioritas peningkatan kinerja lingkungan berpasangan, dengan basis pengetahuan
untuk perbandingan berpasangan setiap kriteria diadopsi lengkap dari pakar
(Hasibuan et al., 2011).
12
MET Matriks (Material cycle, energy uses and toxixity emission matrix)
MET matriks yang dikemukakan oleh Brezet dan Van Hemel (1997)
merupakan metode kualitatif atau semi kualitatif yang digunakan untuk
membentuk profil umum dari masing-masing tahapan. Alat ini mengorganisasikan
informasi dari tahapan siklus hidup dengan baik, sebagai langkah awal
mengembangkan desain lingkungan (IHOBE, 1999). Matriks ini menggambarkan
semua masukan yang digunakan, dampak dari proses yang melibatkan energi, dan
semua keluaran yang dihasilkan dengan tujuan menentukan prioritas
permasalahan lingkungan selama siklus hidup produk (Byggeth and Hochschorner,
2006). Bentuk lengkap matriks dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 MET matriks
Input
Bahan mentah
dan komponen
produksi
Produksi
Distribusi dan
rantai pasok
Penggunaan
Operasi (fungsi
normal) dan
Service
(perawatan dan
perbaikan)
End of life
system (EOL)
Manajemen
limbah-recovery
disposal
M (material)
Semua bahan, suku
cadang
dan
komponen
yang
diperlukan
E (Energi)
Penggunaan energi untuk
penemuan bahan mentah
Energi untuk refine bahan
mentah
Penggunaan energi untuk
pengangkutan
bahan
mentah ke pabrik
Bahan pelengkap Penggunaan energi pada
yang dibeli
proses pengerjaan di
Bahan
tambahan pabrik
yang dibeli pada
proses produksi
Bahan
yang
digunakan
untuk
kemasan, elemen
dari
pengemasan
kembali
yang
digunakan
untuk
pengangkutan dan
distribusi
Output
T (emisi)
Limbah beracun
yang
dihasilkan
oleh ekstraksi dan
pengambilan
bahan
baku
produksi
Limbah beracun
yang dihasilkan di
pabrik
Pengingat
dari
material
yang
offcut,reject, dll
Konsumsi energi selama Limbah
dari
pengemasan
dan combustion yang
pengepakan (signifikan)
dihasilkan selama
Pengangkutan dari pabrik pengangkutan
ke distributor akhir
Limbah
pengemasan
Penggunaan
Konsumsi energi oleh Sampah
produk
sepanjang pengggunaan
estimasi
masa
penggunaannya
Konsumsi
bahan
mentah dan bahan
pelengkap
pada
perlakuan akhir
Energi yang digunakan
pada EOL sistem untuk
material dan suku cadang
(Insinerasi, recycling, dll)
Energi untuk mengangkut
EOL sistem.
Sumber : Crown, 2010
Limbah beracun
yang
dihasilkan
produk pada EOL
Limbah
dari
pembakaran
Recycling
dan
pembuangan
limbah
13
Penelitian Sebelumnya
Penelitian Fachrodji et al. (2009) mengenai perbandingan daya saing produk
gondorukem di pasar internasional yang menunjukkan bahwa luasan lahan hutan
pinus yang disadap, produktivitas hutan pinus, serta produktivitas pekerja
penyadap di Indonesia jauh dibawah China dan Brazil, sehingga biaya produksi
gondorukem Indonesia lebih tinggi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu
dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sadapan, memperbaiki teknik
penyadapan, serta perbaikan kesejahteraan pekerja untuk meningkatkan
produktivitas.
Sepang (2008) melakukan analisis industri dan pemilihan strategi untuk
meningkatkan produksi gondorukem Perum Perhutani berdasar teori Porter
Diamond dan menggunakan AHP sebagai alat penentuan prioritas strategi. Hasil
penelitian menempatkan sumber daya alam sebagai faktor prioritas dalam
pemilihan strategi.
Riwayati (2005) meneliti pengaruh jumlah absorben karbon aktif dan waktu
proses bleaching pada pengolahan gondorukem sebagai alternatif teknologi untuk
mengatasi masalah kandungan kotoran atau mineral dan proses pemasakan
gondorukem.
Penelitian lain yang telah dilakukan di PGT Sindangwangi Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat-Banten adalah Analisis Biaya Pengolahan Gondorukem dan
Terpentin (Artiyanto, 2006) dan Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk
Gondorukem dan Terpentin (Yuswandi, 2013).
3 METODE
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini pada dasarnya adalah melakukan kajian terhadap proses
produksi industri gondorukem untuk merumuskan kebijakan dalam mengurangi
limbah yang dihasilkan dengan memfokuskan pada prioritas dampak lingkungan
dan pengurangan limbah dari sumber untuk mencapai efisiensi produksi. Dalam
mengkaji terlebih dahulu dilakukan identifikasi area kritis dan sumber yang
berpotensi menimbulkan limbah. Identifikasi tersebut berupa identifikasi proses
atau kegiatan, aktor dan lokasi.
Upaya pokok dari produksi bersih adalah mencegah, mengurangi dan
mengeliminasi limbah dengan cara:
1. Menghitung penggunaan bahan kimia dan bahan lainnya serta jumlah
limbah yang dihasilkan;
2. Mengidentifikasi penyebab dihasilkannya limbah;
3. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan untuk mengurangi limbah;
4. Mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang layak;
5. Mengimplementasikan kemungkinan terbaik dari penerapan produksi
bersih. Keluaran yang diharapkan dari implementasi produksi bersih
adalah terjadinya peningkatan efisiensi, kinerja lingkungan dan
keunggulan kompetitif.
14
Kajian dilakukan pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu pekerja dan
manajemen. Berdasarkan hasil kajian tersebut dilakukan perbaikan dalam proses
produksi dan aspek lingkungan. Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu identifikasi material, energi dan
limbah pada semua tahapan proses, penentuan prioritas opsi produksi bersih, serta
perumusan strategi. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Tahapan
penelitian secara rinci yang menjelaskan pihak terkait, metode analisis dan output
dapat dilihat pada Tabel 7.
Identifikasi material, energi dan emisi
Analisisis pendahuluan dilakukan dengan identifikasi sumber yang diikuti
dengan evaluasi penyebab. Fokus kajian pada lima komponen yaitu bahan
masukan (input), teknologi yang digunakan, pelaksanaan proses, produk dan
limbah yang dihasilkan. Kemungkinan jenis pilihan perbaikan yang dihasilkan
berupa substitusi bahan baku, modifikasi teknologi, good housekeeping,
modifikasi produk yang dihasilkan dan onsite reuse. Metode ini menghasilkan
fokus pada pengkajian penerapan produksi bersih tahap berikutnya. Tahapan
proses pengolahan dikaji secara lebih rinci dan mendalam untuk mendapatkan
informasi tentang masukan yang digunakan pada proses serta keluaran yang
dihasilkan. Profil lingkungan yang diperoleh menjadi dasar penentuan opsi-opsi
15
produksi bersih yang dapat diterapkan. Opsi-opsi dikumpulkan dari latur review
dan wawancara dengan pelaku industri.
Pengamatan proses pengolahan dan pengumpulan data sekunder
Menyusun matriks material, energi dan limbah
Tidak
Matriks
lengkap
Ya
Analisis tahapan proses
Penentuan opsi
Penyusunan kuisioner struktur hirarki
Tidak
Kuisioner
lengkap
Ya
Evaluasi kelayakan dari opsi prioritas
Strategi produksi bersih
Gambar 3 Tahapan Penelitian
16
Tabel 7 Tahapan Penelitian
Tahapan
Identifikasi
material, energi
dan emisi pada
tahapan proses
Stakeholder
Pengelola
pabrik
Pekerja
Pakar
Penentuan
prioritas opsi
Perumusan
strategi
Pakar
Pakar
Metode analisis
Output
Analisis deskriptif 1. Deskripsi tahapan
(studi lature,
proses, sumber utama
survei lapang dan
penyebab polusi
wawancara
lingkungan
2. Kuantitas material dan
atau energi yang
digunakan
3. Limbah atau cemaran
emisi yang dihasilkan
4. Proses penyimpanan
dan transportasi yang
dilakukan
Tahapan potensial
Opsi produksi bersih
Penentuan kriteria Prioritas faktor dan opsi
Kuisioner AHP
produksi bersih
Analisa kelayakan Strategi produksi bersih
teknis, ekonomi
dan lingkungan
Penentuan prioritas opsi
Langkah selanjutnya adalah menyusun struktur hirarki produksi bersih yang
terdiri dari tiga level yaitu tujuan, kriteria dan alternatif. Implementasi produksi
bersih berupaya memadukan strategi produksi bersih untuk mengembangkan
pabrik gondorukem yang lebih efisien dari sisi produksi dan mengurangi dampak
lingkungan. Penentuan prioritas dengan menggunakan pendapat pakar yang
memahami proses pengolahan di pabrik maupun permasalahan utama pada
industri gondorukem bertujuan untuk mendapatkan opsi yang dapat diterima dari
sisi produksi maupun lingkungan. Tingkat kepentingan menunjukkan tingkatan
atau prioritas opsi produksi bersih yang dapat diterapkan pada agroindustri
gondorukem. Tingkat kepentingan diperoleh dari kuisioner yang diisi oleh pakar
pada bidang pengolahan getah pinus dan diolah dengan menggunakan tools
Expert Choice. Kuisioner disusun sebagai perbandingan berpasangan untuk
menentukan daya saing dan rangking opsi produksi bersih.
Pendapat pakar yang diperoleh sangat dipengaruhi sudut pandang,
pengalaman dan pendidikan dari masing-masing pakar. Untuk menentukan
konsistensi perbandingan berpasangan dihitung indeks konsistensi. Tahapan
penentuan indeks konsistensi dapat dilihat pada Gambar 4.
17
Mulai
Penilaian matriks pendapat oleh pakar
Tidak
Rasio
konsistensi
sesuai
Ya
Penghitungan vektor prioritas individu
Menyusun matriks gabungan
Pengolahan horisontal
Vektor prioritas
Selesai
Gambar 4 Penentuan indeks konsistensi
Pakar terdiri dari 3 orang dengan keahlian di bidang pengolahan hasil hutan
pinus di lapangan dan di pabrik, yaitu :
1. Kepala urusan produksi PGT Sindangwangi Nagrek sebagai pakar praktisi
lapangan dan pabrik.
2. Dosen pengolahan hasil hutan sebagai pakar akademisi.
3. Peneliti badan litbang kehutanan pada pusat penelitian pengolahan hasil hutan
sebagai pakar peneliti.
Perumusan strategi produksi bersih
Nilai hasil pembobotan dari kriteria dan rangking masing-masing opsi
produksi bersih kemudian dianalisis kelayakan ekonomi dan teknis untuk disusun
menjadi strategi. Kriteria yang digunakan untuk analisis kelayakan teknis dapat
dilihat pada Tabel 8.
18
Tabel 8 Kriteria analisis kelayakan teknis
Proses
Bahan
Peralatan
Tenaga Kerja
Kesesuaian prosedur operasi dengan
kondisi
Peningkatan efisiensi proses
Kesesuaian produksi dengan kondisi
Kualitas produk dapat dipertahankan
Kapasitas utilitas yang tersedia
Efisien dalam penggunaan bahan
Ketersediaan tempat
Perawatan mesin
Sistemnya aman bagi pekerja
Tersedia sumber daya manusia
Sumber : Indrasti dan Fauzi (2009)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Material, Energi dan Emisi pada Tahapan Proses
Tahapan proses produksi pada dasarnya adalah pemisahan kotoran getah
dan pemasakan dengan distilasi uap. Bahan pembantu yang digunakan adalah air,
minyak terpentin dan asam oksalat. Bagan alir proses produksi gondorukem dapat
dilihat pada Gambar 5.
Proses pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dibagi menjadi 5
tahapan utama, yaitu penerimaan dan pengujian getah, pengenceran, pencucian,
pengendapan dan pemasakan, serta tahapan tambahan berupa pengolahan di bak
limbah.
Penerimaan dan Pengujian
Tahap pertama pada pabrik pengolahan adalah penerimaan dan pengujian
getah. Getah dari KPH diterima pada lokasi penerimaan getah yang terintegrasi
dengan penimbangan dan bak getah. Getah ditimbang berat masing-masing
drumnya, kemudian dilakukan pengujian secara visual sebelum dituangkan ke
dalam bak getah. Pengujian dilakukan untuk menentukan mutu getah pinus yang
menjadi dasar perlakuan proses selanjutnya. Getah yang secara visual tidak sesuai
dengan standar mutu I dan II maka getah tersebut tidak diterima atau ditolak uji
laboratorium.
Pengambilan sampel uji laboratorium dilakukan secara acak dengan
menggunakan alat pengambil contoh uji yang berbentuk seperti penggaris dengan
penampung di bagian ujung. Alat pengambil contoh uji dimasukkan sampai dasar
drum, diaduk, kemudian diangkat. Jumlah sampel pengujian laboratorium yang
diambil menurut SNI adalah sebesar 10-20 % dari total pengiriman getah, namun
di lapangan biasanya diambil 1 kg per TPG. Pengujian yang dilakukan meliputi
kadar air dan kadar kotoran.
19
Pengangkutan
dengan Truk
KPH
BOILER
Uap
panas
Uap
panas
Terpentin
1000
l/batch
-
Asam oksalat
3kg/tangki
Air dari tangki
pengumpan
Penerimaan
dan pengujian
Pengujian 1 kg/ TPG
Penampungan
pada bak getah
Ceceran getah
Pengenceran
Limbah
padat/seresah
Penyaringan
Endapan
Pencucian 1
Limbah cair
Endapan
Pencucian 2
Limbah cair
Endapan
Penampungan
Pemasakan
Uap
panas
Air, Endapan/jonjot
Air
Gondorukem
dan terpentin
Gambar 5 Tahapan proses produksi gondorukem
Permasalahan pada tahapan ini adalah ceceran getah pinus di lokasi
penerimaan akibat bongkar muat dari truk dan kegiatan penimbangan. Pada
periode tutupan terjadi penumpukan truk yang bongkar muatan di lokasi
penerimaan sehingga menimbulkan antrian panjang dan ceceran pada sepanjang
jalur masuk pabrik ke tempat penerimaan. Selain itu pengiriman yang
terakumulasi pada periode tertentu mengakibatkan bak penampung penuh dan
sebagian ditempatkan di ruang terbuka yang menyebabkan penurunan mutu getah.
Permasalahan lain adalah fungsi
AGROINDUSTRI GONDORUKEM
DYAH KHARISMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Implementasi
Produksi Bersih pada Agroindustri Gondorukem adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Dyah Kharismawati
F351120011
RINGKASAN
DYAH KHARISMAWATI. Strategi Implementasi Produksi Bersih pada
Agroindustri Gondorukem. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan
SUPRIHATIN.
Produksi bersih merupakan strategi manajemen lingkungan terintegrasi
yang mengurangi terbentuknya limbah dari sumber penghasilnya, sebagai salah
satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi terbentuknya limbah yang
sekaligus menjadi cara mendapatkan efisiensi produksi. Strategi produksi bersih
merupakan metode preventif yang diharapkan dapat memberikan manfaat
perbaikan proses bagi industri yang terlibat. Penelitian ini dilakukan dengan
mengambil studi kasus di Pabrik Gondorukem dan Terpentin di daerah Nagreg.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan MET matriks (material cycle, energy
uses and toxixity emission matrix) untuk mendapatkan informasi bahan dan energi
yang masuk maupun yang dikeluarkan dari setiap tahapan proses yang didukung
dengan analisis neraca massa dan neraca energi.
Pengembangan matriks informasi tahapan proses digunakan untuk
mengidentifikasikan titik kritis yang merupakan masalah utama penghasil limbah
pada masing-masing tahapan proses dan menunjukan efisiensi produksi pada saat
ini. Alternatif opsi produksi bersih untuk masing-masing masalah pada titik kritis
diperingkatkan dengan metode AHP untuk mendapatkan prioritas opsi yang
memberikan penurunan limbah paling tinggi. Kriteria yang digunakan adalah
kriteria kelayakan produksi bersih yaitu teknis, ekonomi dan lingkungan. Faktor
teknis menjadi prioritas dalam pemilihan opsi produksi bersih yang dapat
dilaksanakan dengan bobot 0,49, yang artinya kesesuaian opsi produksi bersih
yang direkomendasikan dengan kondisi pabrik dan sumberdayanya merupakan
faktor utama dalam penentuan prioritas opsi. Skor AHP tertinggi dari opsi
produksi bersih yang direkomendasikan adalah pengaturan jadwal pengiriman
getah dengan bobot skor 0,216 yang diikuti dengan sosialisasi standar mutu getah
dan pengawalan getah, berarti bahwa opsi pengaturan jadwal pengiriman dan
sosialisasi standar mutu serta pengawalan getah memberikan konstribusi
penurunan limbah dan peningkatan efisiensi produksi yang paling besar.
Kata kunci: Produksi bersih, Gondorukem, Matriks material, energi dan toksisitas,
Proses hirarki analitik
SUMMARY
DYAH KHARISMAWATI. Strategy for Implementation a Cleaner Production in
Gum Resin Agroindustry. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and
SUPRIHATIN.
Cleaner production is an integrated environmental management strategy that
leads to prevention of the formation of waste from source, as an alternative used
to overcome the information of waste source as well as a way to get production
efficiency. As a preventive method, cleaner production strategy is expected to
provide improved benefits for industrial related processes. This research was
carried out by taking a case study in the Turpentine and Gum Resin Factory that
was located in Nagreg. This study used MET matrix (material cycle, energy uses
and toxixity emition matrix) approach to obtain information about material and
energy going, and the energy emitted from each stage of the process that was
supported by the analysis of mass balance and energy balance.
The development of information stage process matrix was able to identify
critical point which was the main problem of waste production in each stage and
demonstrate the efficiency of the production at this time. Cleaner production
alternatif for each problem at critical point was ranked with AHP to get priority
option that provides waste reduction and increased the highest efficiency of
technical, economic and environmental criteria. The highest value of the factor
was 0.49 for technical factor, which was conformity of the alternative cleaner
production with the conditions of the factory. The highest value of cleaner
production alternative was 0.216 for scheduling the delivery of sap, followed by
the training for quality standar in the amount of 0.155, that means alternative
scheduling the delivery of sap and training for quality standar provides the highest
waste reduction and increased the highest efficiency.
Keywords: cleaner production, gum rosin, material, energy and toxixity matrix,
analytical hierarki process
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH PADA
AGROINDUSTRI GONDORUKEM
DYAH KHARISMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ono Suparno, STP, MT
Judul Tesis : Strategi Implementasi Produksi Bersih pada Agroindustri
Gondorukem
Nama
: Dyah Kharismawati
NIM
: F351120011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua
Prof Dr Ir Suprihatin Dipl. Eng
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Industri
Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 6 Februari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini adalah
produksi bersih, dengan judul Strategi Implementasi Produksi Bersih pada
Agroindustri Gondorukem.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua (alm Ramdani dan
Nurhayati), suami (dr Nova Hardianto), putri kecilku Raisa Paramesti Hardianto
dan seluruh keluarga besar atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih
kepada Ibu Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Bapak Prof Dr Ir Suprihatin selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Terimakasih kepada
Prof Dr Ono Suparno STP MT selaku penguji luar komisi atas segala saran yang
diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gunarto
dari Kantor Pusat Perhutani, Ibu Surya Widiastuti S Hut beserta staf Pabrik
Gondorukem dan Terpentin Nagreg, Bapak Dr Ir Gunawan Santosa, MS dari
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, serta Ibu Dr Sukadaryati S Hut, MP
dari Badan Litbang Kehutanan Gunung Batu Bogor, yang telah membantu selama
penelitian di lapangan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh rekan mahasiswa
pascasarjana S2 TIP IPB angkatan 2012 atas segala dukungan dan kebersamaan
selama menempuh kuliah dan menyelesaikan studi. Terimakasih kepada Ibu Nur
dan Bapak Candra sebagai staff kependidikan Program Studi S2 TIP, Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB yang tidak pernah bosan membantu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Dyah Kharismawati
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
v!
DAFTAR TABEL
vi!
DAFTAR GAMBAR
vi!
1! PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1!
1!
2!
2!
3!
3!
2! TINJAUAN PUSTAKA
3!
Agroindustri gondorukem dan limbah yang dihasilkan
3!
Identifikasi Profil dan Tahapan Proses Pabrik Gondorukem
8!
Produksi Bersih
9!
Proses Hirarki Analitik (AHP)
11!
MET Matriks (Material cycle, energy uses and toxixity emission matrix) 12!
Penelitian Sebelumnya
13!
3! METODE
Kerangka Pemikiran
Tahapan Penelitian
Identifikasi material, energi dan emisi
Penentuan prioritas opsi
Perumusan strategi produksi bersih
13!
13!
14!
14!
16!
17!
4! HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Material, Energi dan Emisi pada Tahapan Proses
Penentuan Prioritas Opsi Produksi Bersih
Evaluasi Kelayakan Terhadap Prioritas Opsi Produksi Bersih
Strategi Implementasi Produksi Bersih
Rekomendasi Strategi Implementasi Produksi Bersih
18!
18!
26!
29!
34!
35!
5! SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
36!
36!
36!
DAFTAR PUSTAKA
38!
LAMPIRAN
41!
RIWAYAT HIDUP
64!
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Standar Mutu getah
Daftar pabrik gondorukem Perum Perhutani
Persyaratan umum mutu gondorukem
Persyaratan khusus mutu gondorukem
Persyaratan khusus mutu terpentin
MET matriks
Tahapan Penelitian
Kriteria analisis kelayakan teknis
Matriks material, energi dan limbah dengan basis kapasitas produksi
harian
Permasalahan dan analisis peluang opsi produksi bersih
Kemampuan pengiriman KPH ke PGT
Dampak penerapan prioritas opsi produksi bersih pengaturan jadwal
pengiriman getah
Dampak penerapan opsi produksi bersih sosialisasi dan pengawalan
mutu getah
4
6
6
7
7
12
16
18
24
25
30
32
33
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pohon industri getah pinus
5
Kerangka Pemikiran
14
Tahapan Penelitian
15
Penentuan indeks konsistensi
17
Tahapan proses produksi gondorukem
19
Flowchart Neraca Massa
23
Struktur hirarki opsi produksi bersih industri gondorukem Prioritas
faktor/kriteria produksi bersih
27
Prioritas faktor/kriteria produksi bersih
28
Prioritas Opsi Produksi Bersih
28
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rekap Penerimaan Getah Tahun 2013
Data Stok Getah tahun 2014
Data produksi tahun 2009-2013
Perhitungan Neraca Massa
Perhitungan Neraca Energi
Kapasitas Bak Getah
Permasalahan dan alternatif produksi bersih
Kemampuan Pengiriman
Kuisioner Penelitian
Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor teknis
Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor ekonomi
Perbandingan berpasangan antar kriteria berdasar faktor lingkungan
41
42
43
44
47
50
51
55
56
62
62
63
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gondorukem (Resina colophonium) merupakan produk hasil hutan non
kayu yang dikelompokkan sebagai phine chemical product dan dihasilkan dari
pemasakan getah pohon pinus (Fachrodji et al., 2009). Produk ini merupakan
bahan baku pembuatan derivat seperti gliserol dan alpha pinene, juga sebagai
bahan pembantu yang penting bagi industri batik, sabun cuci, cat, isolator, kertas
dan pernis.
Gondorukem berfungsi sebagai pencampur, perekat maupun pelapis. Pada
industri batik, gondorukem berfungsi sebagai bahan pencampur lilin sehingga
diperoleh malam. Fungsi gondorukem sebagai bahan pencampur juga digunakan
pada industri sabun cuci, korek api, lem, perban gigi dan industri lainnya. Pada
industri percetakan dan tinta, gondorukem berfungsi sebagai perekat warna. Pada
industri kertas, isolator dan pernis, gondorukem berfungsi sebagai pelapis. Oleh
karena peran industri gondorukem sebagai bahan baku derivat dan bahan
pembantu utama bagi industri lain, maka dibutuhkan pasokan yang
berkesinambungan untuk dapat menjaga aktivitas dari industri-industri tersebut.
Indonesia merupakan negara produsen gondorukem ketiga terbesar di dunia
dengan konstribusi mencapai 8 % dari total produksi gondorukem dunia. Produksi
gondorukem terbesar adalah China dengan produksi sampai 80 % dari total
produksi dunia atau mencapai 500-850 ribu ton/tahun, diikuti Brazil dengan
produksi gondorukem mencapai 80 ribu ton/tahun. Volume produksi gondorukem
Indonesia yang diperdagangkan mencapai 60 ribu ton yang terdiri atas 80 % untuk
pasar ekspor dan 20 % untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri
(Fachrodji et al., 2009).
Konstribusi pendapatan kelompok industri non kayu termasuk gondorukem
mencapai 42,3 % dari total pendapatan Perum Perhutani tahun 2011, yakni
sebesar Rp1.178,9 miliar (Laporan tahunan Perum Perhutani 2011). Namun
kapasitas industri gondorukem yang ada saat ini, khususnya yang dimiliki
perhutani belum dapat dimanfaatkan secara optimum akibat kurangnya bahan
baku. Selain itu, mutu getah yang diterima pabrik berada pada grade bawah
sehingga berdampak pada perlakuan lebih untuk mengekstrak gondorukem dari
getah. Untuk mengatasi permasalahan di atas, perlu dilakukan efisiensi produksi
dengan tujuan meminimumkan biaya produksi sehingga keuntungan dapat
meningkat meskipun penerimaan tetap (Artiyanto, 2006). Pengkajian produksi
bersih pada industri olahan getah pinus yang menghasilkan gondorukem dapat
menjadi salah satu metode untuk mencapai efisiensi produksi dengan perbaikan
proses produksi yang meminimalkan limbah dari sumber penghasilnya.
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang
sifatnya mengarah pada pencegahan dan terpadu agar dapat diterapkan pada
seluruh siklus produksi. Strategi produksi bersih ini berawal dari pemikiran bahwa
upaya untuk melindungi lingkungan perlu menyatukan dua kepentingan, yakni
kepentingan lingkungan dan kepentingan bisnis. Dengan demikian, titik berat
manajemen bergeser ke arah pengembangan teknologi dan proses produksi yang
2
mencegah terjadinya limbah, tidak hanya mengolah limbah yang telah terbentuk
(Indrasti dan Fauzi, 2009).
Pengkajian produksi bersih bersifat proaktif sehingga dapat dijadikan alat
bantu yang baik untuk perbaikan berkelanjutan. Perbaikan berkelanjutan tersebut
dalam introduksinya ke Sistem Manajemen Lingkungan akan membawa
percepatan yang terarah dan terukur, baik dengan indikator fisik maupun ekonomi
(Hasibuan, 2005). Produksi bersih juga merupakan proses berkelanjutan untuk
menuju disain lingkungan (ecodesign), yaitu pendekatan desain produk dengan
memperhitungkan dampak lingkungan dari produk (Knight dan Jenkins, 2008).
Dasar proses desain lingkungan adalah analisis yang komprehensif terhadap
situasi yang terjadi. Pemahaman situasi riil dari sudut pandang lingkungan
digunakan untuk mengembangkan strategi dan pengukuran yang spesifik
(Wimmer et al., 2004). Fokus desain dan produksi yang ramah lingkungan adalah
pada proses produksi bersih, pengurangan penggunaan material, energi dan bahan
beracun, upaya daur ulang dan penggunaan kembali komponen dan produk yang
telah selesai digunakan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan strategi implementasi
produksi bersih yang dapat diterapkan pada agroindustri gondorukem sehingga
diperoleh perbaikan proses yang mengarah pada efisiensi proses produksi dan
penurunan limbah yang dihasilkan.
Perumusan Masalah
Produksi bersih merupakan suatu strategi yang digunakan untuk mengatasi
terbentuknya limbah dari sumbernya. Sebagai metode preventif, strategi produksi
bersih diharapkan dapat memberikan manfaat perbaikan kinerja bagi industri yang
bersangkutan. Kapasitas produksi agroindustri gondorukem yang belum berjalan
optimal merupakan sebuah tantangan untuk mengetahui kinerja industri yang
telah dicapai dan bagian mana yang diperlukan perbaikan. Oleh karena itu
diperlukan pengkajian produksi bersih pada agroindustri gondorukem untuk
mendapatkan bagian mana yang memerlukan perbaikan dan metode perbaikan
yang paling diterima. Selain itu produksi bersih merupakan gambaran menyeluruh
seluruh tahapan proses produksi sehingga dapat diidentifikasi permasalahan dari
segi limbah dan emisi yang dihasilkan untuk merumuskan rekomendasi perbaikan
untuk kinerja industri.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menyusun strategi produksi bersih untuk
meningkatkan kinerja agroindustri gondorukem, dengan tujuan spesifik sebagai
berikut:
1. Menganalisis opsi produksi bersih yang dapat dilaksanakan pada proses
produksi pabrik pengolahan getah pinus menjadi gondorukem.
2. Menentukan prioritas opsi produksi bersih dengan menggunakan proses
hierarki analitik.
3. Menyusun strategi implementasi produksi bersih pada industri gondorukem.
3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada industri
terkait strategi implementasi produksi bersih yang dapat diterapkan pada proses
produksi untuk mendapatkan perbaikan kinerja proses produksi dengan
minimalisasi limbah dan emisi dari sumber pembentuknya.
Ruang Lingkup Penelitian
Komoditas yang menjadi obyek penelitian adalah gondorukem dengan
ruang lingkup dibatasi pada sistem pengolahan atau proses produksi yang
dilakukan di pabrik gondorukem di daerah Nagreg, Jawa Barat.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Agroindustri gondorukem dan limbah yang dihasilkan
Getah pinus terdapat dalam saluran resin atau celah-celah antar sel yang
sering disebut saluran interseluler (Wibowo, 2006). Getah pinus dapat diperoleh
dengan cara penyadapan pada pohon yang masih hidup dengan sistem koakan, bor,
atau riil. Penyadapan dengan sistem koakan menghasilkan getah tinggi dalam
waktu singkat dan biaya rendah, namun kadar kotoran tinggi. Sebaliknya
penyadapan sistem bor menghasilkan getah bersih, namun rendemen lebih rendah
dan biaya yang diperlukan lebih tinggi (Anggita, 2012). Teknik sadapan pinus
semi mekanis juga telah dikembangkan dengan diciptakannya alat mujitech. Alat
ini berfungsi seperti alat kedukul/pethel namun menggunakan tenaga mesin dalam
membuat luka sadap dan dioperasikan oleh manusia (Sukadaryati, 2014).
Getah merupakan hasil proses fisiologis pohon, sehingga berbagai faktor
yang mempengaruhi proses fisiologis pohon akan mempengaruhi jumlah produksi
getah yang dihasilkan. Getah pinus tersusun atas 66 % asam resin, 25 % terpentin,
7 % bahan netral yang tidak mudah menguap, serta 2 % air (Doan, 2007). Getah
pinus setelah diolah akan menghasilkan gondorukem dan terpentin. Dari satu ton
getah setelah dimasak akan menghasilkan 600 kg gondorukem (rendemen 60 %)
dan 120 l terpentin (rendemen 12 %) (Matangaran, 2006).
Pengujian kadar kotoran getah dilakukan dengan menambahkan minyak
terpentin atau pelarut lainnya yang diatur dalam SNI, yaitu minyak tanah,
sebanyak 1,5-3 l pada 500-1000 g getah, kemudian diaduk sampai larut.
Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan 100 mesh dan dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
berat saringan dan kotoran-berat saringan
x100
kadar kotoran % =
berat getah
Pengujian kadar air dilakukan dengan mengendapkan larutan getah selama
30 menit agar terjadi pemisahan antara air dengan larutan, kemudian getah
dituangkan ke tempat lain. Air dituang ke dalam gelas ukur 250 cc dengan
menggunakan corong plastik dan dibiarkan mengendap selama 5 menit. Dengan
4
melihat volume air pada larutan gelas ukur, maka rumus perhitungan kadar air
adalah sebagai berikut:
volume air pada gelas ukur
Kadar air % =
x100
berat getah
Getah yang sudah diuji disimpan dalam botol berukuran 250 g dan diberi
label sumber getah, tanggal pengambilan sampel, serta mutu getah. Standar mutu
getah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Standar Mutu getah
No
Karakteristik
Satuan
1
2
3
Warna
Kadar air
Kadar
kotoran
Kadar air +
Kadar
Kotoran
4
Mutu
%
%
I
Putih
≤ 7
≤ 7
II
Putih sampai keruh kecoklat-coklatan
7 < ka ≤ 9
7 < kk ≤ 9
%
≤ 14
14 < ka + kk ≤ 18
Sumber : SNI 7837:2012
Industri gondorukem adalah industri yang mengolah bahan baku getah pinus
menjadi gondorukem dan minyak terpentin (Marjatin, 1994). Gondorukem
merupakan resin padat yang secara alami terdapat dalam getah pohon pinus dan
dihasilkan dari penyulingan getah pinus berbentuk padat dan berwarna sampai
kuning kecoklatan. Berdasarkan sumber dan cara memperolehnya gondorukem
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gondorukem getah yang merupakan hasil
destilasi getah yang diperoleh dari penyadapan pohon pinus, gondorukem kayu
yang diperoleh dari ekstraksi tunggul pohon tua, dan gondorukem tall oil yang
merupakan hasil sampingan pabrik pulp kraft dengan bahan baku kayu pinus
(Meiyana 2011). Terpentin merupakan bagian hidrokarbon yang mudah menguap
(minyak atsiri) dari getah pinus. Hidrokarbon ini dipisahkan dari bagian yang
tidak menguap (gondorukem) melalui cara penyulingan. Berdasarkan sumber
bahan bakunya ada 3 jenis terpentin yaitu terpentin getah (gum terpentine),
terpentin kayu (wood terpentine), dan terpentin sulfat (sulphate terpentine)
(Artiyanto, 2006).
Pengelolaan hutan untuk memproduksi getah pinus tidak lagi menjadi
monopoli Perum Perhutani, namun juga BUMN dan swasta, misalnya di Sulawesi
dengan areal hutan pinus seluas 130.000 ha dan di Sumatera dengan areal hutan
pinus seluas 335.000 ha. Luas hutan produksi pinus Perhutani pada tahun 2013
adalah 163.703 ha, dengan potensi pohon pinus sebanyak 33.824.217 pohon.
Produktivitas getah tahun 2013 sebesar 7,93 g/pohon/hari, turun dibandingkan
tahun 2012 yang mencapai 10,48 g/pohon/hari. Penurunan diakibatkan kondisi
cuaca ekstrim di Pulau Jawa pada tahun 2013, yaitu musim hujan yang panjang
(Laporan Tahunan Perhutani Tahun 2013).
Mutu getah dari lapangan dipengaruhi oleh faktor sistem sadapan,
penjarangan pohon, stimulansia yang digunakan, serta faktor pengetahuan dan
sumber daya penyadap. Faktor pengetahuan menempati posisi kedua setelah
sumberdaya alam dalam analisis industri dan pemilihan strategi peningkatan
5
industri gondorukem (Sepang, 2008), yang mana pengalaman penyadap dan
pengetahuan akan teknologi menentukan kualitas dan kuantitas hasil sadapan.
Transfer informasi antar penyadap maupun informasi teknologi dilakukan dengan
sosialiasi dan job training yang dilaksanakan minimal 1 tahun sekali.
Pohon industri dari getah pinus yang diolah menjadi gondorukem dan
terpentin terdapat pada Gambar 1.
Industri karet
Industri lem
Pembuatan kertas
Gondorukem
Industri cat
Tinta cetak
Getah pinus
Malam batik
Permen karet
Insulator listrik
Pelapis metal
Antiseptik
Bahan kimia
Industri kayu lapis
Industri farmasi
Terpentin
Industri kosmetik
Gambar 1 Pohon industri getah pinus
Perum Perhutani mengelola hutan produksi dan pabrik di Pulau Jawa.
Pengusahaan pabrik gondorukem dan terpentin yang berada di bawah pengelolaan
Perum Perhutani dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Daftar pabrik gondorukem Perum Perhutani
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Lokasi/Nama pabrik
Unit I Jawa Tengah
Paninggaran
Sapuaran
Cimanggu
Winduaji
Unit II Jawa Timur
Sukun
Rejowinangun
Garahan
Unit III Jawa Barat
Sindangwangi
Tahun Pendirian
Kapasitas terpasang
(ton/tahun)
1968
1988
1989
1989
16.750
6.300
9.000
18.000
1976
1994
1981
18.000
12.000
16.500
1991
12.500
Sumber : Laporan Tahunan Perum Perhutani Tahun 2013
Pengolahan getah pinus menjadi gondorukem terbagi menjadi dua tahap
yaitu pemurnian getah pinus dan distilasi. Mutu gondorukem dipengaruhi oleh
kandungan kotoran dan atau mineral dalam getah, proses pemasakan, oksidasi
asam resin dan sebagainya, yang dilihat dari perubahan warna (Riwayati, 2005).
Pengujian produk gondorukem dan terpentin menggunakan standar SNI
7636:2011 untuk gondorukem dan SNI 7633:2011 untuk terpentin. Persyaratan
mutu gondorukem dibagi menjadi 2 yaitu persyaratan umum dan khusus.
Persyaratan umum dapat dilihat pada Tabel 3 dan persyaratan khusus dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 3 Persyaratan umum mutu gondorukem
No
1
2
3
Jenis uji
Bilangan asam
Bilangan penyabunan
Bilangan iod
Satuan
mg KOH/g
mg KOH/g
mg iod/g
Persyaratan
160 - 190
170 – 220
5 - 25
Sumber : SNI 7636:2010
Gondorukem terdiri dari senyawa asam yang secara garis besar dapat
dipisah dalam dua kelompok yaitu tipe abietik dan pimaric. Asam abietic mudah
terisomerisasi oleh panas dan mudah teroksidasi oleh oksigen. Sedangkan asam
pimaric bersifat lebih stabil sehingga tidak berubah selama proses pengolahan
(Riwayati, 2005). Persyaratan bilangan asam menentukan jumlah asam lemak
bebas pada gondorukem, bilangan asam yang besar menunjukkan gondorukem
dapat terhidrolisis dan teroksidasi selama proses penyimpanan, sehingga asam
lemak bebasnya meningkat. Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya asam
lemak bebas atau pun terikat dalam suatu senyawa. Bilangan iod menunjukkan
banyaknya ikatan rangkap, yang mana pada analisa produk minyak gondorukem
digunakan untuk menentukan tingkat kejenuhannya. Semakin jenuh berarti
semakin kecil jumlah ikatan rangkap, semakin sulit minyak teroksidasi dan
7
semakin tinggi titik didihnya. Gondorukem bermutu baik diharapkan mempunyai
titik didih yang tinggi.
Tabel 4 Persyaratan khusus mutu gondorukem
No
Jenis uji
1.
Satuan
Warna
Metode
Lovibond
-
comparator
Titik lunak
Kadar
kotoran
Kadar abu
Bagian
menguap
2.
3.
4.
5.
C
%
0
%
%
Kualitas
utama
Persyaratan Mutu
Kualitas
Kualitas
pertama
kedua
X
(extra)
WW
(water
white)
Kuning
Kuning
jernih
≤ 6
≥78
≤ 7
≤ 0,02
≥78
≤ 0,05
≤ 0,02
≤ 2
≤ 0,05
≤ 2
WG
(window
glass)
Kuning
kecoklata
n
≤ 8
≥76
≤ 0,07
≤ 0,05
≤ 2,5
Kualitas
ketiga
N
(Nancy)
Kecoklatan
≤ 9
≥74
≤ 0,10
≤ 0,08
≤ 3
Sumber : SNI 7636:2011
Hasil distilasi terhadap getah pinus juga menghasilkan produk atas berupa
minyak terpentin. Pengujian mutu terpentin adalah pengujian secara visual dan
pengujian laboratoris yang terdiri dari berat jenis dan indeks bias terpentin.
Persyaratan umum terpentin adalah berbentuk cair, bau khas terpentin, bobot jenis
pada suhu 25 0C adalah 0,848-0,865, indeks bias pada suhu 20 0C adalah sebesar
1,464-1,478, titik nyala 33-38 0C, titik didih awal 150-160 0C (SNI 7633, 2011).
Persyaratan khusus mutu terpentin dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Persyaratan khusus mutu terpentin
No
Uraian
Satuan
1.
2.
Warna
Putaran optik pada suhu
27,5 0C
Kadar sulingan
Sisa penguapan
Bilangan asam
Alpha pinene
-
3.
4.
5.
6.
0
%
%
%
Mutu A
Jernih
≥ 32
≥ 90
< 2
≤ 2
≥ 80
Persyaratan
Mutu B
Tidak dipersyaratkan
< 32
< 90
> 2
> 2
< 80
Sumber : SNI 7633:2011
Limbah yang dihasilkan pada pengolahan gondorukem dan terpentin terdiri
atas limbah padat, cair dan gas. Limbah padat dihasilkan dari pengolahan pada
tangki melter yang berasal dari kulit, seresah dan kayu pinus. Limbah cair berasal
dari proses dalam tangki settler dan tangki penampung. Limbah cair ini
mengandung sedikit getah dan terpentin serta zat lain yang terlarut dalam air
termasuk asam oksalat. Limbah gas berupa asap yang berasal dari boiler dan
forklif (Yuswandi, 2013).
8
Identifikasi Profil dan Tahapan Proses Pabrik Gondorukem
Analisis pendahuluan dalam produksi bersih mengacu pada metode quick
scan, yaitu dengan melakukan identifikasi profil pabrik dan tahapan proses
produksi beserta permasalahan yang terdapat pada prosesnya. Hasil identifikasi
awal tersebut yang akan menentukan tahapan proses yang menjadi fokus pada
analisis berikutnya.
Pabrik gondorukem dan terpentin (PGT) ini didirikan dengan kapasitas
produksi 10.000 ton/tahun dan rendemen gondorukem dan terpentin masingmasing sebesar 60 % dan 12 %. Proyeksi penjualan pabrik adalah pasar
gondorukem dalam dan luar negeri dengan sasaran produksi gondorukem bermutu
WW-X. Pendirian pabrik tersebut merupakan salah satu upaya untuk
mengintensifkan dan menganekaragamkan hasil hutan sehingga diperoleh hasil
dan nilai tambah yang optimum.
Pabrik berlokasi di daerah Nagrek, Jawa Barat. Luas keseluruhan komplek
pabrik gondorukem beserta kantor, gudang dan perumahan karyawan sekitar
27.000 m2, sementara luas bangunan 946 m2.
Struktur organisasi pabrik dipimpin oleh seorang Kepala Pabrik atau
Asisten Manager dan dibantu oleh 7 orang kepala urusan (kaur) yang terdiri dari
satu orang kaur pengujian, satu orang kaur persediaan, dua orang kaur persediaan,
satu orang kaur proses, satu orang kaur teknik, dan satu orang kaur personalia.
Tenaga kerja berjumlah 52 orang, yang terdiri atas 34 orang pegawai perusahaan,
14 orang pegawai pelaksana, dan 4 orang outsource (pembantu operator). Selain
itu juga terdapat pegawai harian atau borongan yang terdiri atas petugas
kebersihan sebanyak 8 orang, pencurah getah sebanyak 7 orang, serta satpam
sebanyak 13 orang.
Pengaturan jam kerja pabrik adalah sebagai berikut:
a. Karyawan bagian administrasi bekerja dari hari Senin sampai Sabtu dari
pukul 07.00-15.00 WIB.
b. Karyawan bagian produksi bekerja selama 6 hari dalam satu minggu yang
dibagi dalam tiga shift, yakni:
- Shift 1 bekerja dari pukul 07.00-15.00.
- Shift 2 bekerja dari pukul 15.00-23.00.
- Shift 3 bekerja dari pukul 23.00-07.00.
Setiap shift melakukan pergantian jam kerjanya seminggu sekali dengan
urutan pergantian jam kerja pagi-malam-sore dan seterusnya. Apabila pasokan
getah sedang berlimpah maka diadakan lembur pada hari minggu dengan waktu
kerja 8 jam.
Pada pabrik gondorukem dikenal periode tutupan, yaitu tanggal 15 dan 30
setiap bulannya, yang mana pada waktu tersebut dilakukan tutup buku setoran
getah dan pembayaran getah yang sudah dikirim ke pabrik. Kapasitas produksi
harian optimal pabrik adalah sebesar 40-45 ton, dengan kebutuhan bahan baku
untuk proses produksi diperoleh dari 12 KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) yang
ada di wilayah Jawa Barat-Banten. Data penerimaan getah pinus dari masingmasing KPH tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1, data stok getah tahun
2014 dapat dilihat pada Lampiran 2, dan data produksi (realisasi rendemen
gondorukem dan terpentin) selama 5 tahun terakhir terdapat pada Lampiran 3.
9
Limbah yang dihasilkan pabrik gondorukem berupa limbah padat, limbah
cair dan limbah gas. Limbah padat dihasilkan dari pengolahan pada tangki
pengenceran. Pengambilan kotoran padat dilakukan tiap 2-3 batch dengan
membuka manhole dibagian bawah tangki. Jumlah rata-rata limbah padat untuk
setiap kali pembongkaran sebanyak 120-140 kg. Limbah ini tidak mengandung
bahan yang berbahaya karena berasal dari kulit, seresah dan kayu pinus.
Penanganannya dengan cara ditampung dalam drum dan dikeringkan pada bak
seresah.
Limbah cair mengandung sedikit getah dan terpentin serta zat terlarut dalam
air termasuk asam oksalat. Limbah ini berasal dari hasil blowdown atau
pemisahan endapan berdasar perbedaan berat jenis pada proses di tangki
pencucian dan tangki penampung. Penanganannya adalah dengan UPL (Unit
Pengolah Limbah) dan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Semua aliran
kotoran dari tangki proses dimasukkan dalam bak penampung limbah sementara,
kemudian diendapkan sampai air limbah dengan larutan getah kotor yang masih
tersisa menjadi terpisah. Air keluar lewat pipa bawah untuk dialirkan ke bak air
kotor, sedangkan larutan getah kotor dialirkan ke tangki washer untuk diendapkan
kembali. Jonjot pada kolam limbah yang masih mengandung getah diambil secara
manual untuk diolah lagi menjadi gondorukem hitam.
IPAL menerima air asam hasil pendinginan dari limbah. Perlakuan yang
diberikan adalah penambahan air kapur dan pengadukan dengan agitator dan
blower sehingga mencapai pH 10, kemudian dialirkan ke bak pengendap I.
Setelah bak pengendap I penuh, air difiltrasikan ke bak isi dan dicampur asam
fero sampai menunjukan pH netral (6-7). Air dari bak isi dialirkan ke box filter
carbon active dan dicampur dengan kaporit menggunakan dozing pump. Endapan
pada bak isi diblowdown, sedangkan lumpur pada bak pengendap I diambil
dengan pompa lumpur.
Limbah gas berupa asap yang berasal dari boiler. Jumlah asap yang
ditimbulkan tidak terlalu banyak. Setiap bulan dilakukan uji laboratorium
terhadap sampel udara yang diambil dari cerobong boiler. Hasil pengujian
dilaporkan secara rutin ke dinas lingkungan.
Produksi Bersih
Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya
mengarah pada pencegahan dan terpadu agar dapat diterapkan pada seluruh siklus
produksi. Pemilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan menjadi
lima bagian, yaitu:
1. Good housekeeping, yang mencakup tindakan prosedural, administratif
maupun institusional yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi
terbentuknya limbah dan emisi.
2. Perubahan material input, termasuk pemurnian bahan dan substitusi bahan.
3. Perubahan teknologi, mencakup modifikasi proses dan peralatan yang
dilakukan untuk mengurangi limbah dan emisi. Dimulai dari yang
sederhana seperti perubahan letak peralatan, tata letak pabrik, penggunaan
peralatan otomatis dan kondisi proses.
10
4. Perubahan produk, meliputi substitusi produk, konservasi produk dan
perubahan komposisi produk.
5. On site reuse atau upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang
terkandung dalam limbah, baik yang digunakan kembali sebagai material
awal maupun digunakan sebagai material masukan pada proses yang lain
(Indrasti dan Fauzi, 2009).
Produksi bersih dilakukan pada proses produksi, produk dan pelayanan/jasa,
dengan cakupan sebagai berikut:
a. Pada proses produksi mencakup efisiensi bahan baku dan energi,
mengeliminasi bahan berbahaya, serta mengurangi kuantitas dan daya
racun dari semua emisi dan limbah sebelum keluar dari proses.
b. Strategi produksi bersih pada produk fokus pada pengurangan dampak
dari siklus hidup produk mulai dari ekstraksi bahan baku sampai
pembuangan dari produk.
c. Produksi bersih pada pelayanan/jasa berupaya mengurangi dampak
lingkungan dari jasa yang diberikan selama siklus hidup, mulai dari
tahapan desain sistem dan penggunaan sumber daya yang diperlukan
untuk menjalankan sistem.
Konteks isu lingkungan merupakan tuntutan konsumen terhadap
pembangunan berkelanjutan, untuk itu dibutuhkan suatu pemikiran strategik yang
mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak dengan memberikan perhatian
pada aspek lingkungan dan membuat kebijakan yang mendorong terwujudnya
pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Produksi bersih bukanlah
suatu sistem yang statis dan berhenti hanya pada satu obyek temuan, tetapi
improvisasi suatu model ke model yang lainnya seiring kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Hasibuan et al., 2013).
Kajian produksi bersih difokuskan pada proses produksi yang menghasilkan
limbah sehingga perlu dilakukan pengujian dan reevaluasi pada tahapan proses
produksi tersebut. Kegiatan reevaluasi adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi sumber (source identification) yang dilakukan dengan
inventarisasi material yang masuk dan keluar dari proses yang berkaitan
dengan biaya sehingga dihasilkan suatu diagram alir proses yang
memungkinkan untuk identifikasi semua sumber limbah dan emisi yang
dihasilkan.
b. Evaluasi penyebab (cause evaluation) berupa penyelidikan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi volume dan komposisi limbah dan emisi yang
dihasilkan dan selanjutnya daftar kemungkinan penyebab limbah dan emisi
digunakan untuk menguji semua kemungkinan faktor penyebab yang
mempengaruhi volume dan atau komposisi limbah dan emisi.
c. Perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option generation) yang
dilakukan untuk menghilangkan atau mengontrol setiap penyebab
dihasilkannya limbah dan emisi. Pendekatan produksi bersih atau teknikteknik pencegahan dalam konteks konsep digunakan untuk menghasilkan
pilihan-pilihan produksi bersih. Pada saat pilihan produksi bersih
teridentifikasi, maka selanjutnya dilakukan evaluasi seperti layaknya suatu
investasi atau inovasi (Utomo et al., 2007).
11
Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan
keuntungan antara lain:
1. Perbaikan proses yang dilakukan dan energi yang dihasilkan.
2. Penghematan bahan baku dan energi sehingga mengurangi biaya produksi.
3. Peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang
telah diperbaiki.
4. Mengurangi kekhawatiran terhadap peraturan yang diterapkan.
5. Mengurangi upaya yang berkaitan penanganan, penyimpanan dan
pembuangan bahan-bahan berbahaya.
6. Meningkatkan kesehatan, keselamatan dan moral para pekerja.
7. Meningkatkan citra perusahaan.
8. Mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan (UNEP DTIE dan
DEPA 2000).
Proses Hirarki Analitik (AHP)
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam
memilih alternatif yang paling disukai. Model pendukung keputusan ini akan
menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi
suatu hirarki (Marimin, 2004). Prinsip kerja AHP adalah penyusunan hirarki,
penilaian kriteria dan alternatif, penentuan prioritas dan konsekuensi logis. Hirarki
didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks
dalam suatu struktur multi level, yang mana level pertama adalah tujuan, yang
diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya ke bawah hingga terakhir
dari alternatif.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding
dengan metode lain karena alasan sebagai berikut:
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih,
sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output dan analisis sensitivitas pengambilan
keputusan.
Keputusan pilihan perbaikan kinerja lingkungan perusahaan menggunakan
metode hirarki proses telah dievaluasi penerapannya pada salah satu pabrik karet
remah dan menghasilkan prioritas penghematan energi pada rangkaian proses
produksi, disusul perbaikan mutu olah dan minimasi waktu break mesin produksi.
Model hirarki ini dipandang cukup praktis dikembangkan dalam menentukan
prioritas peningkatan kinerja lingkungan berpasangan, dengan basis pengetahuan
untuk perbandingan berpasangan setiap kriteria diadopsi lengkap dari pakar
(Hasibuan et al., 2011).
12
MET Matriks (Material cycle, energy uses and toxixity emission matrix)
MET matriks yang dikemukakan oleh Brezet dan Van Hemel (1997)
merupakan metode kualitatif atau semi kualitatif yang digunakan untuk
membentuk profil umum dari masing-masing tahapan. Alat ini mengorganisasikan
informasi dari tahapan siklus hidup dengan baik, sebagai langkah awal
mengembangkan desain lingkungan (IHOBE, 1999). Matriks ini menggambarkan
semua masukan yang digunakan, dampak dari proses yang melibatkan energi, dan
semua keluaran yang dihasilkan dengan tujuan menentukan prioritas
permasalahan lingkungan selama siklus hidup produk (Byggeth and Hochschorner,
2006). Bentuk lengkap matriks dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 MET matriks
Input
Bahan mentah
dan komponen
produksi
Produksi
Distribusi dan
rantai pasok
Penggunaan
Operasi (fungsi
normal) dan
Service
(perawatan dan
perbaikan)
End of life
system (EOL)
Manajemen
limbah-recovery
disposal
M (material)
Semua bahan, suku
cadang
dan
komponen
yang
diperlukan
E (Energi)
Penggunaan energi untuk
penemuan bahan mentah
Energi untuk refine bahan
mentah
Penggunaan energi untuk
pengangkutan
bahan
mentah ke pabrik
Bahan pelengkap Penggunaan energi pada
yang dibeli
proses pengerjaan di
Bahan
tambahan pabrik
yang dibeli pada
proses produksi
Bahan
yang
digunakan
untuk
kemasan, elemen
dari
pengemasan
kembali
yang
digunakan
untuk
pengangkutan dan
distribusi
Output
T (emisi)
Limbah beracun
yang
dihasilkan
oleh ekstraksi dan
pengambilan
bahan
baku
produksi
Limbah beracun
yang dihasilkan di
pabrik
Pengingat
dari
material
yang
offcut,reject, dll
Konsumsi energi selama Limbah
dari
pengemasan
dan combustion yang
pengepakan (signifikan)
dihasilkan selama
Pengangkutan dari pabrik pengangkutan
ke distributor akhir
Limbah
pengemasan
Penggunaan
Konsumsi energi oleh Sampah
produk
sepanjang pengggunaan
estimasi
masa
penggunaannya
Konsumsi
bahan
mentah dan bahan
pelengkap
pada
perlakuan akhir
Energi yang digunakan
pada EOL sistem untuk
material dan suku cadang
(Insinerasi, recycling, dll)
Energi untuk mengangkut
EOL sistem.
Sumber : Crown, 2010
Limbah beracun
yang
dihasilkan
produk pada EOL
Limbah
dari
pembakaran
Recycling
dan
pembuangan
limbah
13
Penelitian Sebelumnya
Penelitian Fachrodji et al. (2009) mengenai perbandingan daya saing produk
gondorukem di pasar internasional yang menunjukkan bahwa luasan lahan hutan
pinus yang disadap, produktivitas hutan pinus, serta produktivitas pekerja
penyadap di Indonesia jauh dibawah China dan Brazil, sehingga biaya produksi
gondorukem Indonesia lebih tinggi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu
dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sadapan, memperbaiki teknik
penyadapan, serta perbaikan kesejahteraan pekerja untuk meningkatkan
produktivitas.
Sepang (2008) melakukan analisis industri dan pemilihan strategi untuk
meningkatkan produksi gondorukem Perum Perhutani berdasar teori Porter
Diamond dan menggunakan AHP sebagai alat penentuan prioritas strategi. Hasil
penelitian menempatkan sumber daya alam sebagai faktor prioritas dalam
pemilihan strategi.
Riwayati (2005) meneliti pengaruh jumlah absorben karbon aktif dan waktu
proses bleaching pada pengolahan gondorukem sebagai alternatif teknologi untuk
mengatasi masalah kandungan kotoran atau mineral dan proses pemasakan
gondorukem.
Penelitian lain yang telah dilakukan di PGT Sindangwangi Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat-Banten adalah Analisis Biaya Pengolahan Gondorukem dan
Terpentin (Artiyanto, 2006) dan Analisis Nilai Tambah dan Profitabilitas Produk
Gondorukem dan Terpentin (Yuswandi, 2013).
3 METODE
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini pada dasarnya adalah melakukan kajian terhadap proses
produksi industri gondorukem untuk merumuskan kebijakan dalam mengurangi
limbah yang dihasilkan dengan memfokuskan pada prioritas dampak lingkungan
dan pengurangan limbah dari sumber untuk mencapai efisiensi produksi. Dalam
mengkaji terlebih dahulu dilakukan identifikasi area kritis dan sumber yang
berpotensi menimbulkan limbah. Identifikasi tersebut berupa identifikasi proses
atau kegiatan, aktor dan lokasi.
Upaya pokok dari produksi bersih adalah mencegah, mengurangi dan
mengeliminasi limbah dengan cara:
1. Menghitung penggunaan bahan kimia dan bahan lainnya serta jumlah
limbah yang dihasilkan;
2. Mengidentifikasi penyebab dihasilkannya limbah;
3. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan untuk mengurangi limbah;
4. Mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang layak;
5. Mengimplementasikan kemungkinan terbaik dari penerapan produksi
bersih. Keluaran yang diharapkan dari implementasi produksi bersih
adalah terjadinya peningkatan efisiensi, kinerja lingkungan dan
keunggulan kompetitif.
14
Kajian dilakukan pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu pekerja dan
manajemen. Berdasarkan hasil kajian tersebut dilakukan perbaikan dalam proses
produksi dan aspek lingkungan. Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu identifikasi material, energi dan
limbah pada semua tahapan proses, penentuan prioritas opsi produksi bersih, serta
perumusan strategi. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Tahapan
penelitian secara rinci yang menjelaskan pihak terkait, metode analisis dan output
dapat dilihat pada Tabel 7.
Identifikasi material, energi dan emisi
Analisisis pendahuluan dilakukan dengan identifikasi sumber yang diikuti
dengan evaluasi penyebab. Fokus kajian pada lima komponen yaitu bahan
masukan (input), teknologi yang digunakan, pelaksanaan proses, produk dan
limbah yang dihasilkan. Kemungkinan jenis pilihan perbaikan yang dihasilkan
berupa substitusi bahan baku, modifikasi teknologi, good housekeeping,
modifikasi produk yang dihasilkan dan onsite reuse. Metode ini menghasilkan
fokus pada pengkajian penerapan produksi bersih tahap berikutnya. Tahapan
proses pengolahan dikaji secara lebih rinci dan mendalam untuk mendapatkan
informasi tentang masukan yang digunakan pada proses serta keluaran yang
dihasilkan. Profil lingkungan yang diperoleh menjadi dasar penentuan opsi-opsi
15
produksi bersih yang dapat diterapkan. Opsi-opsi dikumpulkan dari latur review
dan wawancara dengan pelaku industri.
Pengamatan proses pengolahan dan pengumpulan data sekunder
Menyusun matriks material, energi dan limbah
Tidak
Matriks
lengkap
Ya
Analisis tahapan proses
Penentuan opsi
Penyusunan kuisioner struktur hirarki
Tidak
Kuisioner
lengkap
Ya
Evaluasi kelayakan dari opsi prioritas
Strategi produksi bersih
Gambar 3 Tahapan Penelitian
16
Tabel 7 Tahapan Penelitian
Tahapan
Identifikasi
material, energi
dan emisi pada
tahapan proses
Stakeholder
Pengelola
pabrik
Pekerja
Pakar
Penentuan
prioritas opsi
Perumusan
strategi
Pakar
Pakar
Metode analisis
Output
Analisis deskriptif 1. Deskripsi tahapan
(studi lature,
proses, sumber utama
survei lapang dan
penyebab polusi
wawancara
lingkungan
2. Kuantitas material dan
atau energi yang
digunakan
3. Limbah atau cemaran
emisi yang dihasilkan
4. Proses penyimpanan
dan transportasi yang
dilakukan
Tahapan potensial
Opsi produksi bersih
Penentuan kriteria Prioritas faktor dan opsi
Kuisioner AHP
produksi bersih
Analisa kelayakan Strategi produksi bersih
teknis, ekonomi
dan lingkungan
Penentuan prioritas opsi
Langkah selanjutnya adalah menyusun struktur hirarki produksi bersih yang
terdiri dari tiga level yaitu tujuan, kriteria dan alternatif. Implementasi produksi
bersih berupaya memadukan strategi produksi bersih untuk mengembangkan
pabrik gondorukem yang lebih efisien dari sisi produksi dan mengurangi dampak
lingkungan. Penentuan prioritas dengan menggunakan pendapat pakar yang
memahami proses pengolahan di pabrik maupun permasalahan utama pada
industri gondorukem bertujuan untuk mendapatkan opsi yang dapat diterima dari
sisi produksi maupun lingkungan. Tingkat kepentingan menunjukkan tingkatan
atau prioritas opsi produksi bersih yang dapat diterapkan pada agroindustri
gondorukem. Tingkat kepentingan diperoleh dari kuisioner yang diisi oleh pakar
pada bidang pengolahan getah pinus dan diolah dengan menggunakan tools
Expert Choice. Kuisioner disusun sebagai perbandingan berpasangan untuk
menentukan daya saing dan rangking opsi produksi bersih.
Pendapat pakar yang diperoleh sangat dipengaruhi sudut pandang,
pengalaman dan pendidikan dari masing-masing pakar. Untuk menentukan
konsistensi perbandingan berpasangan dihitung indeks konsistensi. Tahapan
penentuan indeks konsistensi dapat dilihat pada Gambar 4.
17
Mulai
Penilaian matriks pendapat oleh pakar
Tidak
Rasio
konsistensi
sesuai
Ya
Penghitungan vektor prioritas individu
Menyusun matriks gabungan
Pengolahan horisontal
Vektor prioritas
Selesai
Gambar 4 Penentuan indeks konsistensi
Pakar terdiri dari 3 orang dengan keahlian di bidang pengolahan hasil hutan
pinus di lapangan dan di pabrik, yaitu :
1. Kepala urusan produksi PGT Sindangwangi Nagrek sebagai pakar praktisi
lapangan dan pabrik.
2. Dosen pengolahan hasil hutan sebagai pakar akademisi.
3. Peneliti badan litbang kehutanan pada pusat penelitian pengolahan hasil hutan
sebagai pakar peneliti.
Perumusan strategi produksi bersih
Nilai hasil pembobotan dari kriteria dan rangking masing-masing opsi
produksi bersih kemudian dianalisis kelayakan ekonomi dan teknis untuk disusun
menjadi strategi. Kriteria yang digunakan untuk analisis kelayakan teknis dapat
dilihat pada Tabel 8.
18
Tabel 8 Kriteria analisis kelayakan teknis
Proses
Bahan
Peralatan
Tenaga Kerja
Kesesuaian prosedur operasi dengan
kondisi
Peningkatan efisiensi proses
Kesesuaian produksi dengan kondisi
Kualitas produk dapat dipertahankan
Kapasitas utilitas yang tersedia
Efisien dalam penggunaan bahan
Ketersediaan tempat
Perawatan mesin
Sistemnya aman bagi pekerja
Tersedia sumber daya manusia
Sumber : Indrasti dan Fauzi (2009)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Material, Energi dan Emisi pada Tahapan Proses
Tahapan proses produksi pada dasarnya adalah pemisahan kotoran getah
dan pemasakan dengan distilasi uap. Bahan pembantu yang digunakan adalah air,
minyak terpentin dan asam oksalat. Bagan alir proses produksi gondorukem dapat
dilihat pada Gambar 5.
Proses pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dibagi menjadi 5
tahapan utama, yaitu penerimaan dan pengujian getah, pengenceran, pencucian,
pengendapan dan pemasakan, serta tahapan tambahan berupa pengolahan di bak
limbah.
Penerimaan dan Pengujian
Tahap pertama pada pabrik pengolahan adalah penerimaan dan pengujian
getah. Getah dari KPH diterima pada lokasi penerimaan getah yang terintegrasi
dengan penimbangan dan bak getah. Getah ditimbang berat masing-masing
drumnya, kemudian dilakukan pengujian secara visual sebelum dituangkan ke
dalam bak getah. Pengujian dilakukan untuk menentukan mutu getah pinus yang
menjadi dasar perlakuan proses selanjutnya. Getah yang secara visual tidak sesuai
dengan standar mutu I dan II maka getah tersebut tidak diterima atau ditolak uji
laboratorium.
Pengambilan sampel uji laboratorium dilakukan secara acak dengan
menggunakan alat pengambil contoh uji yang berbentuk seperti penggaris dengan
penampung di bagian ujung. Alat pengambil contoh uji dimasukkan sampai dasar
drum, diaduk, kemudian diangkat. Jumlah sampel pengujian laboratorium yang
diambil menurut SNI adalah sebesar 10-20 % dari total pengiriman getah, namun
di lapangan biasanya diambil 1 kg per TPG. Pengujian yang dilakukan meliputi
kadar air dan kadar kotoran.
19
Pengangkutan
dengan Truk
KPH
BOILER
Uap
panas
Uap
panas
Terpentin
1000
l/batch
-
Asam oksalat
3kg/tangki
Air dari tangki
pengumpan
Penerimaan
dan pengujian
Pengujian 1 kg/ TPG
Penampungan
pada bak getah
Ceceran getah
Pengenceran
Limbah
padat/seresah
Penyaringan
Endapan
Pencucian 1
Limbah cair
Endapan
Pencucian 2
Limbah cair
Endapan
Penampungan
Pemasakan
Uap
panas
Air, Endapan/jonjot
Air
Gondorukem
dan terpentin
Gambar 5 Tahapan proses produksi gondorukem
Permasalahan pada tahapan ini adalah ceceran getah pinus di lokasi
penerimaan akibat bongkar muat dari truk dan kegiatan penimbangan. Pada
periode tutupan terjadi penumpukan truk yang bongkar muatan di lokasi
penerimaan sehingga menimbulkan antrian panjang dan ceceran pada sepanjang
jalur masuk pabrik ke tempat penerimaan. Selain itu pengiriman yang
terakumulasi pada periode tertentu mengakibatkan bak penampung penuh dan
sebagian ditempatkan di ruang terbuka yang menyebabkan penurunan mutu getah.
Permasalahan lain adalah fungsi