Sintesis Material Silika Mcm-41 Serta Aplikasinya Sebagai Penjerap Logam Pb(II)

SINTESIS MATERIAL SILIKA MCM-41 SERTA
APLIKASINYA SEBAGAI PENJERAP LOGAM Pb(II)

ERWA SYAHBANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Material Silika
MCM-41 serta Aplikasinya sebagai Penjerap Logam Pb(II) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Januari 2016
Erwa Syahbani
NIM G4410066

ABSTRAK
ERWA SYAHBANI. Sintesis Material Silika MCM-41 serta Aplikasinya sebagai
Penjerap Logam Pb(II). Dibimbing oleh NOVIYAN DARMAWAN dan IRMA
HERAWATI SUPARTO.
Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi
lingkungan. Metode yang paling sering digunakan untuk mengurangi polutan Pb
adalah penjerapan menggunakan adsorben. Tujuan penelitian ini adalah
menyintesis adsorben berbasis material silika MCM-41 dan NH2-MCM-41 serta
menguji aplikasinya sebagai penjerap Pb(II). Sintesis MCM-41 dilakukan dengan
metode Stöber dan difungsionalisasi dengan gugus amina menggunakan metode kokondensasi. Hasil analisis difraktogram sinar-X mengindikasikan material MCM41 telah berhasil disintesis. Hasil mikroskop elektron pemayaran menunjukkan
distribusi ukuran partikel yang masih cukup lebar dengan rentang skala mikrometer.
Spektrum inframerah menunjukkan bahwa proses modifikasi dengan gugus amina
pada dinding silika MCM-41 belum berhasil dilakukan. Kondisi terbaik untuk
menjerap ion logam Pb(II) adalah dengan menggunakan bobot penjerap 0.05 g dan
waktu kontak selama 120 menit. Pola penjerapan Pb(II) menggunakan MCM-41

mengikuti model isoterm Langmuir.
Kata kunci: adsorpsi, MCM-41, NH2-MCM-41, Pb(II)

ABSTRACT
ERWA SYAHBANI. Synthesis of MCM-41 Silica Material and Its Application as
Pb(II) Adsorbent. Supervised by NOVIYAN DARMAWAN and IRMA
HERAWATI SUPARTO.
Lead (Pb) is one of heavy metals which is hazardous to the environment. A
common method used to reduce Pb pollutants is by adsorption using adsorbent. The
purpose of this study was to synthesize adsorbent silica based MCM-41 and NH2MCM-41 silica material and to examine its application as Pb(II) adsorbent.
Synthesis of MCM-41 was synthesized using Stöber method and functionalized
with amine group by co-condensation method. XRD analysis confirmed the
structure of synthesized MCM-41. Although the size particle distribution of
material is not very homogenous as shown in SEM images. Infrared spectra showed
that modification process with the amine group on the silica MCM-41 wall was
unsuccessful. Based on the observations, the best conditions for Pb(II) adsorption
was using 0.05 g of adsorbent weights and contact time of 120 minutes. The Pb(II)
adsorption patterns using MCM-41 followed the Langmuir isotherm models.
Keywords: adsorption, MCM-41, NH2-MCM-41, Pb(II)


SINTESIS MATERIAL SILIKA MCM-41 SERTA
APLIKASINYA SEBAGAI PENJERAP LOGAM Pb(II)

ERWA SYAHBANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Sintesis Material Silika MCM41 serta Aplikasinya sebagai Penjerap Logam Pb(II) berhasil diselesaikan. Karya

ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di Laboratorium
Kimia Anorganik Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan sejak bulan April
2015 sampai Oktober 2015.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr rer nat Noviyan
Darmawan, MSc dan Ibu Dr dr Irma Herawati Suparto, MS selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan saran dan masukannya selama proses penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kedua kakak (Erna dan
Uut) serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayangnya.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Beasiswa Bidik Misi,
Laboratorium Terpadu IPB, para staf Laboratorium Kimia Anorganik (Bapak
Sawal, Bapak Mulyadi, Bapak Sunarsa, dan Kakak Rohmat), Aldi, Mastika, Ines,
Laili, Hasan, dan teman-teman kimia 48 yang telah memberikan dukungan dan
masukannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Erwa Syahbani

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

BAHAN DAN METODE

2

Alat dan Bahan

2

Waktu dan Tempat


2

Prosedur

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Hasil Sintesis Silika MCM-41 dan NH2-MCM-41

4

Analisis XRD silika MCM-41 dan NH2-MCM-41

5

Analisis Morfologi silika MCM-41 dan NH2-MCM-41


6

Analisis Gugus Fungsi silika MCM-41 dan NH2-MCM-41

7

Hasil Uji Adsorpsi Logam Pb(II)

8

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran


11

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Difraktogram MCM-41 dan NH2-MCM-41
SEM silika pada perbesaran 1000×
Skema pori dari silika

Spektrum FTIR MCM-41 dan NH2-MCM-41
Pengaruh bobot adsorben terhadap adsorpsi Pb(II) oleh material
silika A dan B
6 Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi Pb(II) oleh material
silika A dan B

5
6
6
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6


Diagram alir penelitian
Hasil sintesis MCM-41 dan NH2-MCM-41
Bobot hasil sintesis silika MCM-41 dan NH2-MCM-41
Preparasi larutan stok Pb(II) 100 ppm
Tabel absorbans larutan standar Pb(II)
Pengaruh bobot adsorben terhadap penjerapan Pb(II) oleh material
silika A dan B
7 Pengaruh waktu kontak terhadap penjerapan Pb(II) oleh material
silika A dan B
8 Data analisis isoterm Langmuir dan Freundlich adsorpsi Pb(II)
dengan MCM-41 (Material A)
9 Kurva Isoterm Adsorpsi dari MCM-41

13
14
14
14
15
16

17
18
19

1

PENDAHULUAN
Pencemaran logam berat dari industri telah menjadi masalah lingkungan
yang serius di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Logam berat adalah
salah satu polutan yang merupakan ancaman potensial untuk kualitas air, tanah,
tanaman, hewan dan kesehatan manusia. Logam berat seperti kadmium, timah,
nikel, timbal, merkuri, dan kromium biasanya terdeteksi pada limbah industri
(Subariyah 2011). Logam Pb merupakan salah satu logam berat yang dapat
terakumulasi pada organ dalam manusia, bersifat toksik, serta dapat menyebabkan
berbagai penyakit serius. Kadar maksimum Pb dalam perairan yang diizinkan
World Health Organization (WHO) kurang dari 0.01 ppm (Enshafi dan Shiraz
2008), sedangkan menurut SNI 01-3553-2006, kadar maksimum Pb yang
diperbolehkan dalam air minum kemasan adalah 5 ppb. Oleh karena itu, usaha
untuk mengurangi polusi logam berat yang ada di lingkungan merupakan hal yang
penting dilakukan saat ini.
Berbagai metode telah dikembangkan untuk mengurangi keberadaan
polutan logam berat, seperti pertukaran ion, pengendapan, adsorpsi, osmosis balik,
dan sedimentasi. Teknik adsorpsi merupakan salah satu teknik yang sering
digunakan karena merupakan teknik yang sederhana dan efektif dalam mengurangi
polutan logam berat (Wang et al. 2008). Material berbasis mesopori merupakan
salah satu adsorben yang sering digunakan. Bahan silika merupakan salah satu
material yang sering digunakan sebagai building block dari material mesopori
karena harganya yang murah, memiliki stabilitas termal yang tinggi, inert, tidak
berbahaya, dan ketersediaannya yang tinggi (Nandiyanto et al. 2009). Silika
mesopori telah menerima banyak perhatian karena memiliki luas permukaan yang
besar dan volume pori yang besar. Selain itu, proses fabrikasi dari silika mesopori
sederhana, terukur, hemat biaya, dan terkendali (Tang et al. 2012). Permukaan
dinding silika mesopori dapat dimodifikasi dengan kelompok organik untuk
menyesuaikan sifat dan mencapai tujuan tertentu. Secara umum, fungsionalisasi
bahan ini dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu cangkok dan ko-kondensasi.
Penelitian yang dilakukan Heidari et al. (2009) menunjukkan salah satu aplikasi
dari silika mesopori yang terfungsionalisasi gugus amina dapat digunakan sebagai
penjerap berbagai logam berat. Fungsionalisasi dinding permukaan silika dengan
gugus amina dipilih karena kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam
berat melalui reaksi kompleks (Walcarius dan Mercerier 2010).
Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam sintesis ini adalah
tetraetilortosilikat (TEOS) sebagai sumber silika dan setiltrimetilamonium bromida
(CTAB) sebagai surfaktan untuk cetakan mesopori. Fungsionalisasi dinding
permukaan silika dengan gugus amina menggunakan metode ko-kondensasi.
Pencirian silika yang dihasilkan dilakukan menggunakan mikroskop elektron
pemayaran (SEM), X-Ray Difraktometer (XRD), spektrofotometer inframerah
transformasi Fourier (FTIR), dan spektrofotometer serapan atom (AAS). Penelitian
ini bertujuan membuat silika MCM-41 (Mobil Crytalline of Materials),
memodifikasi permukaan dinding silika MCM-41 dengan gugus amina, serta
mengetahui pengaruh bobot dan waktu kontak terhadap penjerapan Pb(II) oleh
silika tanpa modifikasi dan termodifikasi gugus amina.

2

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah tetraetilortosilikat (TEOS) dan (3aminopropil)-trietoksisilan (APTES) dari Tokyo Chemical Company,
setiltrimetilamonium bromida (CTAB) dan NaOH dari Merck, air milipore,
metanol, HCl (37,4%), dan Pb(NO3)2 dari JT Baker.
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, neraca analitik, pengaduk
magnet, hot plate, sentrifusa, indikator universal, seperangkat alat refluks, alat
pengocok, spektrofometer serapan atom (AAS) Shimadzu AA-6800, X-Ray
Difraktometer (XRD) Bruker d4, spektrofotometer inframerah transformasi Fourier
(FTIR) Shimadzu IR Prestige, dan mikroskop elektron pemayaran (SEM) CarlZeiss Bruker EVO MA10.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Oktober 2015 di
Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia IPB. Tempat analisis instrumen
FTIR di Laboratorium Terpadu IPB, XRD di PT Indocement, SEM di Pusat
Labolatorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri, dan AAS di QLab Fakultas
Farmasi Universitas Pancasila.
Prosedur
Penelitian ini terdiri atas 3 tahap (Lampiran 1). Pertama-tama, sintesis silika
MCM-41 dan NH2-MCM-41. Selanjutnya hasil sintesis dilakukan pencirian dengan
berbagai alat dan diuji aplikasinya sebagai penjerap logam berat Pb(II).
Preparasi Silika MCM-41 dan NH2-MCM-41 (modifikasi Lai et al. 2003)
Sebanyak 1 g surfaktan CTAB dilarutkan dalam 480 mL air milipore.
Kemudian sebanyak 3.50 mL NaOH 2 M ditambahkan ke dalam larutan surfaktan
CTAB yang sudah homogen. NaOH ditambahkan dengan pemanasan larutan
hingga mencapai suhu 80 °C. Tahap selanjutnya adalah penambahan TEOS ke
dalam larutan surfaktan secara perlahan sebanyak 5 mL. Pada sintesis NH2-MCM41, setelah penambahan TEOS dilakukan penambahan sebanyak 1.2 mL APTES ke
dalam larutan. Setelah itu, larutan tersebut diaduk menggunakan pengaduk magnet
selama 2 jam hingga menghasilkan presipitat berwarna putih. Padatan yang
dihasilkan kemudian disaring dan dicuci menggunakan air milipore dan metanol.
Setelah proses tersebut selesai padatan kemudian dikeringkan di udara.
Sampel kering yang telah didapat kemudian direfluks dengan campuran
larutan 9.00 mL HCl (37,4%) dan 160.00 mL metanol selama 24 jam. Hasil yang
didapat kemudian dicuci menggunakan air milipore dan metanol hingga pH netral.
Setelah proses tersebut padatan dikeringkan di udara.

3

Analisis XRD
Silika MCM-41 dan NH2-MCM-41 yang telah disintesis kemudian dianalisis
keadaan fasenya menggunakan XRD dengan sumber radiasi CuKα (λ = 0.154056
nm) dan rentang sudut scan 2θ sebesar 10o-60o serta kecepatan pemayaran
0.02°/detik. Sampel serbuk dipersiapkan dengan memasukkannya ke dalam
cekungan dari penahan (holder) sampel.
Analisis Morfologi
Morfologi silika MCM-41 dan NH2-MCM-41 dianalisis menggunakan SEM.
Preparasi sampel dilakukan sebelum pengukuran, yaitu dengan mendispersikan
sebanyak 1 mg sampel dalam 1 mL etanol. Kemudian sampel diletakkan pada
penahan (holder) sampel yang terbuat dari plat aluminuim dalam kondisi vakum.
Pengamatan menggunakan SEM dilakukan dengan perbesaran 1000×.
Analisis FTIR
Analisis gugus fungsi yang dimiliki silika MCM-41 dan NH2-MCM-41
dianalisis menggunakan spektrofotometer FTIR. Preparasi sampel dilakukan
sebelum tahap pengukuran, yaitu sebanyak 0.002 g silika ditumbuk di dalam 0.1 g
KBr sampai sampel berbentuk pelet, kemudian sampel tersebut disimpan di dalam
oven selama 10 jam, setelah itu dilakukan pengukuran sampel menggunakan FTIR.
Preparasi Deret Standar Pb(II)
Larutan stok 100 ppm dibuat dengan cara menimbang sebanyak 0.08 g
Pb(NO3)2 dan dilarutkan ke dalam labu ukur 500 mL. Kemudian sampel ditera
dengan akuades, lalu dikocok. Selanjutnya dari larutan stok tersebut dibuat deret
standar dengan konsentrasi 0.5, 1, 2, 4, 10, 20, 30, dan 40 ppm. Deret standar
kemudian diukur menggunakan AAS.
Pengujian Efek Bobot Adsorben
Sampel silika MCM-41 dan NH2-MCM-41 dengan bobot 0.01, 0.025, 0.05 g
masing-masing ditambah sebanyak 10 mL larutan Pb(II) dengan konsentrasi 50
ppm. Kemudian pH larutan diatur hingga 5 dengan menambahkan 0.1 M NaOH
atau 0.1 M HCl. Selanjutnya campuran dikocok menggunakan alat pengocok
selama 120 menit. Sampel kemudian dipisahkan dengan sentrifusa selama 25 menit
dan adsorben dipisahkan menggunakan kertas saring. Filtrat kemudian diambil dan
diukur konsentrasi logam yang tersisa menggunakan AAS.
Pengujian Efek Waktu Kontak
Sampel silika MCM-41 dan NH2-MCM-41 dengan dosis optimum kemudian
ditambah sebanyak 10 mL larutan Pb(II) dengan konsentrasi 50 ppm. Kemudian
pH larutan diatur hingga 5 dengan menambahkan 0.1 M NaOH atau 0.1 HCl 0.1 M.
Selanjutnya campuran dikocok menggunakan alat pengocok selama 30, 60, dan 120
menit. Sampel kemudian dipisahkan dengan sentrifusa selama 25 menit dan
adsorben dipisahkan menggunakan kertas saring. Filtrat kemudian diambil dan
diukur konsentrasi logam yang tersisa menggunakan AAS.

4

Penetapan Isoterm Adsorpsi
Sampel silika MCM-41 dengan bobot optimum kemudian ditambah sebanyak
10 mL larutan Pb(II) dengan konsentrasi 10, 30, 50, dan 70 ppm. Kemudian pH
larutan diatur hingga 5 dengan menambahkan 0.1 M NaOH atau 0.1 HCl 0.1 M.
Selanjutnya campuran dikocok menggunakan alat pengocok selama 120 menit.
Sampel kemudian dipisahkan dengan sentrifusa selama 25 menit dan adsorben
dipisahkan menggunakan kertas saring. Filtrat kemudian diambil dan diukur
konsentrasi logam yang tersisa menggunakan AAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Sintesis Silika MCM-41 dan NH2-MCM-41
Silika MCM-41 disintesis dengan metode sol-gel pada suhu rendah. Metode
ini paling banyak dilakukan karena memiliki beberapa keunggulan, seperti suhu
rendah, proses yang mudah, dan menghasilkan produk dengan kemurnian dan
kehomogenan yang tinggi (Zawrah et al. 2009). Sintesis material MCM-41 pada
penelitian ini menggunakan modifikasi metode Stöber yang memiliki dua tahapan
utama, yaitu hidrolisis sumber silika dan diikuti dengan proses kondensasi.
Umumnya, reaksi yang terjadi mengikuti persamaan di bawah ini (Beganskiene et
al. 2004)
Si(OR)4 + 2H2O  SiO2 + 4ROH

… (1)

Si(OR)4 + xH2O + NH3  (OH)xSi(OR)4-x + xROH + NH4+

… (2)

Si(OR)4 + (OH)Si(OR)3  (OR)3Si-O-Si(OR)3 + ROH

… (3)

(OR)3Si(OH) + (OH)Si(OR)3  (OR)3Si-O-Si(OR)3 + H2O

… (4)

Proses hidrolisis akan menggantikan ligan alkoksi (-OR) dengan gugus
hidroksil (-OH). Selama hidrolisis berlangsung, gugus etoksi (-OC2H5) dari TEOS
akan beraksi dengan molekul air, sehingga membentuk intermediet [Si(OC2H5)4-x
(OH)x]. Pada tahapan kondensasi, gugus hidroksil dari produk intermediet
[(OH)xSi(OR)4-x] akan bereaksi dengan gugus etoksi dari TEOS yang lain
(kondensasi alkohol) atau dengan gugus hidroksi dari produk intermediet lainnya
(kondensasi air) untuk membentuk jembatan Si-O-Si.
Sintesis silika MCM-41 diawali dengan cara melarutkan 1 g surfaktan
CTAB pada media air. Surfaktan CTAB digunakan sebagai cetakan pori silika.
Kemudian larutan surfaktan tersebut ditambahkan sebanyak 3.5 mL NaOH 2 M.
Penambahan NaOH bertujuan sebagai katalis reaksi serta penciptaan suasana basa
saat sintesis. Selain itu, NaOH juga berperan dalam proses hidrolisis TEOS dan
mencegah agregasi dari partikel silika (Wan dan Zhao 2007). Selanjutnya, hasil
endapan yang didapatkan dilakukan pemisahan menggunakan sentrifusa. Hasil
yang diambil dari proses pemisahan adalah endapan silika berwarna putih. Endapan
tersebut setelah kering kemudian dilakukan proses penghilangan surfaktan dengan

5

cara eksraksi menggunakan campuran HCl dan metanol. Tahapan selanjutnya
adalah tahap penetralan untuk menghilangkan sifat asam pada silika MCM-41.
Endapan putih yang dihasilkan kemudian dikeringkan di udara. Setelah tahap
tersebut selesai, didapatkan hasil yang berwarna putih (Lampiran 2).
Fungsionalisasi dinding permukaan silika oleh gugus amina dilakukan untuk
meningkatkan daya adsorpsi dari silika MCM-41 dengan cara menambahkan
APTES sebagai sumber gugus amina. Metode yang digunakan untuk
fungsionalisasi dinding permukaan silika adalah ko-kondensasi. Metode ini dipilih
karena memiliki beberapa kelebihan seperti gugus organik akan lebih terdistribusi
secara homogen serta proses yang lebih singkat karena pembentukan struktur dan
fungsionalisasi terjadi dalam satu tahap (one-pot synthesis) (Gu dan Jarienec 2011).
Analisis XRD silika MCM-41 dan NH2-MCM-41
Pencirian fase struktur dari silika yang dihasilkan dilakukan menggunakan
instrumen XRD. Gambar 1 menunjukkan pola difraksi silika MCM-41 dan NH2MCM-41.
5000

MCM-41
NH2-MCM-41
NH2-MCM-41

Intensitas (a.u)

4000
3000
2000
1000
0

10

20

30

40

50

60

2θ (°)

Gambar 1 Difraktogram MCM-41 dan NH2-MCM-41
Terlihat pada difraktogram kedua hasil sintesis hanya ada puncak yang luas
dan lebar pada daerah antara sudut 2θ 15° dan 30° yang menunjukkan struktur
amorf silika. Berdasarkan hasil difraktogram tersebut, MCM-41 yang diinginkan
berhasil terbentuk jika dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Yang et al.
(2009). Setelah modifikasi permukaan silika dengan gugus amina, tidak terjadi
perubahan pola difraktogram yang dihasilkan oleh silika NH2-MCM-41. Adanya
puncak yang luas dan lebar pada difraktogram silika NH2-MCM-41 menunjukkan
bahwa penambahan gugus amina pada permukaan silika tidak merubah struktur
amorf yang dimiliki oleh silika. Selain itu, terlihat pula dari difraktogram ada
puncak yang tajam pada sudut 2θ sekitar 44° yang kemungkinan tidak berasal dari
sampel melainkan dari alat atau mungkin kesalahan pada saat preparasi sebelum
pengukuran. Pada umumnya, pencirian kristal material yang memiliki fase amorf
dilakukan pada sudut 2θ di bawah 10° menggunakan SAXRD (Small Angle X-Ray
Diffractometer).

6

Analisis Morfologi silika MCM-41 dan NH2-MCM-41
Morfologi dari silika MCM-41 dan NH2-MCM-41 dianalisis menggunakan
SEM. Pada Gambar 2a terlihat hasil SEM dari silika MCM-41. Partikel yang
dihasilkan mengalami aglomerasi dengan distribusi ukuran partikel yang berbedabeda dan memiliki bentuk yang kurang seragam. Aglomerasi yang terjadi mungkin
disebabkan oleh proses pengadukan yang kurang merata dan kontrol suhu yang
kurang baik pada saat sintesis. Terlihat pula pada foto hasil SEM masih terdapat
partikel yang diduga adalah pengotor. Hal tersebut mungkin disebabkan proses
purifikasi yang kurang baik.
a

b

Gambar 2 SEM silika (a) MCM-41 dan (b) NH2-MCM-41 pada perbesaran 1000×
Pada Gambar 2b terlihat hasil SEM dari silika NH2-MCM-41 memiliki
distribusi partikel yang lebih menyebar jika dibandingkan dengan silika MCM-41.
Hasil analisis SEM juga memperlihatkan bahwa kedua hasil sintesis masih
memiliki ukuran partikel pada rentang skala mikrometer.
Material silika MCM-41 merupakan material padat yang memiliki pori atau
rongga yang susunan porinya berbentuk heksagonal (Gambar 3a). Setelah
dilakukan fungsionalisasi oleh gugus amina, gugus amina tersebut akan menempel
pada permukaan dinding silika yang dihasilkan (Gambar 3b). Akan tetapi,
modifikasi permukaan silika oleh gugus amina tidak merubah bentuk pori
heksagonal yang ada pada MCM-41 (Hoffman et al. 2006). Pada analisis SEM, pori
yang dihasilkan tidak dapat terlihat dengan baik. Oleh karena itu, perlu adanya
karakterisasi lebih lanjut untuk mengetahui bentuk dari pori yang dihasilkan.

a

b

Gambar 3 Skema pori dari silika (a) MCM-41 dan (b) NH2-MCM-41
(Hoffman et al. 2006)

7

Analisis Gugus Fungsi silika MCM-41 dan NH2-MCM-41
Metode spektrofotometri inframerah digunakan untuk mengetahui gugus
fungsional struktur kimia yang dimiliki suatu senyawa. Analisis dengan
spektroskopi inframerah didasarkan pada vibrasi internal gugus-gugus atau atom
penyusun yang memiliki frekuensi spesifik sehingga diharapkan dapat memberikan
informasi yang spesifik. Spektroskopi inframerah sangat berguna untuk analisis
kualitatif (identifikasi) dari senyawa organik karena gugus fungsional hanya
menyerap sinar inframerah pada frekuensi yang unik (Silverstein 2002).
100

: MCM-41
: NH2-MCM-41

Transmitans

80

60

40

20
O-H

0
4000

3400

Si-O-Si

2800

2200

Bilangan Gelombang

1600

1000

Si-O-Si

400

(cm-1)

Gambar 4 Spektrum FTIR MCM-41 dan NH2-MCM-41
Pada Gambar 4 menunjukkan spektrum inframerah dari silika MCM-41 dan
NH2-MCM-41. Pada silika MCM-41 ada serapan luas pada bilangan gelombang
sekitar 3655 cm-1 dan 3055 cm-1 yang berhubungan dengan vibrasi regang gugus
Si-OH yang diduga masih mengikat sedikit molekul air. Serapan lain yang muncul,
yaitu vibrasi Si-O-Si yang dapat dilihat pada 1030 cm-1 (regang asimetri), 802 cm1
(regang simetri), dan 425 cm-1 (vibrasi tekuk). Hal tersebut membuktikan gugus
yang banyak terdapat pada permukaan silika MCM-41 yang dihasilkan adalah SiOH (Liu et al. 2013). Munculnya serapan kuat pada silika MCM-41 di 1610 cm-1
diduga disebabkan oleh vibrasi tekuk air yang terserap pada sampel (Liu et al.
2010). Selain itu, terdapat pula serapan pada 2947 cm-1 yang menunjukkan vibrasi
regang C-H yang mungkin disebabkan oleh adanya surfaktan CTAB yang masih
terdapat pada silika MCM-41 akibat proses penghilangan surfaktan yang kurang
sempurna.
Hasil analisis FTIR dari silika NH2-MCM-41 terlihat memiliki pola spektrum
yang mirip dengan silika MCM-41. Serapan dari gugus amina yang ditambahkan
ke dalam material tidak terlihat pada spektrum FTIR silika NH2-MCM-41. Hasil
tersebut membuktikan fungsionalisasi silika oleh gugus amina masih belum
berhasil dilakukan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi sintesis seperti suhu

8

reaksi yang sulit dikontrol secara konstan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa silika MCM-41 berhasil terbentuk sedangkan material silika NH2-MCM-41
yang diinginkan masih belum terbentuk.
Hasil Uji Adsorpsi Logam Pb(II)
Terlihat dari hasil karakterisasi sebelumnya, hanya silika MCM-41 yang
berhasil disintesis. Hasil modifikasi permukaan dinding silika oleh gugus amina
masih belum berhasil dilakukan. Akan tetapi, hasil kedua sintesis tersebut tetap
diuji aplikasinya sebagai adsorben logam berat. Silika MCM-41 disebut sebagai
“material A” dan silika NH2-MCM-41 disebut sebagai “material B”.
Pada penelitian ini, logam berat yang akan digunakan sebagai adsorbat adalah
timbal (Pb). Pencapaian kesetimbangan dalam proses adsorpsi dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk sifat adsorben dan adsorbat, serta interaksi antara
keduanya (Subariyah 2011). Penentuan kondisi terbaik perlu dilakukan pada
penelitian karena setiap adsorben memiliki sifat yang berbeda pada proses adsorpsi,
sehingga kondisi yang dibutuhkan juga berbeda. Penelitian ini menggunakan
larutan stok Pb(II) dengan konsentrasi 100 ppm yang dibuat dari larutan Pb(NO3)2
(Lampiran 4). Kurva larutan standar Pb(II) menghasilkan persamaan garis y =
0.0197x + 0.0042 dengan nilai R2 = 0.9949 (Lampiran 5). Penentuan kondisi terbaik
adsorpsi dari material silika A dan B dilakukan dengan mengukur dua parameter,
yaitu bobot adsorben yang digunakan dan waktu kontak adsorpsi.
Pengujian Efek Bobot Adsorben
Pengaruh bobot adsorben untuk adsorpsi logam Pb(II) dilakukan
menggunakan bobot adsorben 0.01, 0.025, dan 0.05 g. Pada Gambar 5 terlihat
jumlah ion logam Pb(II) yang terjerap meningkat dengan meningkatnya bobot
adsorben yang digunakan. Hal tersebut disebabkan semakin banyak jumlah
adsorben yang digunakan akan meningkatkan jumlah tapak aktif yang tersedia
untuk mengadsorpsi logam Pb(II) (Heidari et al. 2009).
Pb(II) yang terjerap (mg)

0.2

Material A

Material B

0.15

0.1

0.05

0

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

Bobot Adsorben (g)

Gambar 5 Pengaruh bobot adsorben terhadap adsorpsi Pb(II) oleh material silika
A dan B

9

Pada Gambar 5 terlihat bahwa nilai dari jumlah Pb yang dapat terjerap pada
material silika B memiliki nilai yang lebih rendah dibanding dengan material A.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses fungsionalisasi oleh gugus amina yang
belum berhasil sehingga mengakibatkan adsorpsi logam Pb oleh material B kurang
maksimal. Sutardi et al. (2014) menjelaskan bahwa MCM-41 dan NH2-MCM-41
dapat menjerap logam berat karena adanya gugus aktif silanol dan –NH2 yang dapat
berikatan Pb(II) membentuk kompleks.
Berdasarkan data yang diperoleh (Lampiran 6), dapat dilihat bahwa nilai
kapasitas adsorpsi (Q) tidak selalu berbanding lurus dengan nilai dari persen
adsorpsi (%E). Saat kondisi waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat sama,
kenaikan bobot adsorben akan menyebabkan penurunan dari nilai kapasitas
adsorpsi tetapi meningkatkan nilai persen adsorpsi. Hal tersebut disebabkan
kapasitas adsorpsi menunjukkan banyaknya adsorbat yang diadsorpsi per bobot
adsorben sehingga nilainya dipengaruhi oleh bobot adsorben yang digunakan.
Sedangkan persen adsorpsi menyatakan banyaknya konsentasi ion logam yang
teradsorpsi oleh adsorben sehingga nilainya hanya dipengaruhi oleh perubahan
konsentrasi ion logam sebelum dan setelah diadsorpsi. Semakin banyak jumlah
adsorben yang digunakan, maka akan semakin banyak ion logam yang dapat
diadsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan bobot adsorben yang terbaik, yaitu 0.05
g untuk material silika A dan B.
Pengujian Efek Waktu Kontak
Pengamatan terhadap pengaruh waktu kontak bertujuan untuk mengetahui
waktu terbaik yang dibutuhkan adsorben untuk menjerap Pb(II). Pengaruh waktu
kontak terhadap adsorpsi Pb(II) dengan kedua adsorben silika A dan B dapat dilihat
pada Gambar 6.
Material A

Material B

8.00

Qe (mg/g)

6.00
4.00
2.00
0.00
0

30

60
90
Waktu Kontak (menit)

120

150

Gambar 6 Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi Pb(II) oleh material silika A
dan B
Terlihat pada material silika A, semakin lama waktu kontak adsorben akan
memberikan nilai koefisien adsorpsi (Qe) yang semakin meningkat. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada waktu pengocokan 120 menit, kontak antara MCM-41
sebagai adsorben dan larutan Pb(II) sebagai adsorbat telah mengalami
kesetimbangan. Hal tersebut didukung oleh nilai koefiesien adsorpsi dari sampel
yang cenderung konstan. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai koefisien adsorpsi
material silika B fluktuatif seiring dengan lamanya waktu kontak. Nilai koefisien

10

yang fluktuatif tersebut dimungkinkan karena kondisi adsorpsi yang kurang stabil.
Selain itu, pengaruh dari intensitas cahaya dan suhu pada saat proses adsorpsi
sangat berpengaruh terhadap penjerapan Pb(II) oleh kedua hasil sintesis. Akan
tetapi, nilai koefisien adsorpsi terbesar untuk material silika B didapatkan pada saat
waktu kontak selama 120 menit (Lampiran 7). Oleh karena itu, waktu kontak
terbaik pada adsorpsi Pb(II) oleh material silika A dan B adalah 120 menit.
Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi
zat terlarut yang teradsorpsi pada padatan dengan konsentrasi adsorbat suatu
larutan. Terdapat beberapa tipe isoterm yang dikembangkan untuk mengetahui
interaksi antara adsorben dan adsorbat. Tipe isoterm yang biasa digunakan untuk
menggambarkan fenomena adsorpsi padat-cair adalah tipe isoterm Langmuir dan
Freundlich (Agustiningtyas 2012). Pola adsorpsi ditentukan dengan cara
membandingkan linearitas kurva yang ditunjukkan oleh harga R. Jika model suatu
isoterm yang memiliki linearitas mendekati 1, maka isoterm adsorpsinya mengikuti
model tersebut. Pada penelitian ini, penentuan isoterm adsorpsi hanya dilakukan
pada material silika A (MCM-41) karena kemampuan adsorpsinya yang lebih baik
pada percobaan sebelumnya jika dibandingkan dengan material silika B.
Tabel 1 Parameter isoterm Langmuir dan Freundlich material silika A
Langmuir
Freundlich
2
Qm (mg/g)
b
RL
R
1/n
Kf
R2
0.0072Material A
2.7949
-2.6270
0.9967 0.1839 1.7677 0.3617
0.0706
Adsorben

Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai R dari persamaan garis model
isoterm Langmuir lebih mendekati 1 jika dibandingkan dengan nilai R model
isoterm Freundlich (Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa isoterm adsorpsi
dari material silika A mengikuti model isoterm Langmuir. Oleh karena itu, dapat
diasumsikan bahwa proses adsorpsi terjadi pada lapisan tunggal (monolayer),
semua bagian dan permukaannya bersifat homogen (Payne dan Abdel-Fattah 2004).
Parameter lain yang dapat diperoleh dari persamaan Langmuir adalah nilai
RL yang merupakan parameter kesetimbangan atau dimensi adsorpsi. Jika nilai RL
> 1 proses adsorpsi bersifat unfavorable sebab adsorpsi pada zat padat relatif
rendah; RL = 1 proses adsorpsi linear; 0 < RL < 1 proses adsorpsi favorable, adsorpsi
relatif tinggi pada konsentrasi rendah, dan RL = 0 proses adsorpsi bersifat tidak
dapat balik (irreversible) (Heidari et al. 2009). Dalam isoterm Freundlich, jika nilai
1/n lebih kecil dari 1 menunjukkan intesitas yang tinggi dari proses adsorpsi
(Benhamou et al. 2009). Nilai RL yang didapatkan untuk silika MCM-41 memiliki
rentang antara 0.0072 ‒ 0.0706 yang mengartikan proses adsorpsi bersifat favorable
dan nilai 1/n sebesar 0.1839. Hasil tersebut berarti proses adsorpsi relatif tinggi pada
konsentrasi rendah.

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sintesis material silika MCM-41 berhasil dilakukan dengan modifikasi
metode Stöber. Berdasarkan hasil XRD, terlihat bahwa senyawa hasil sintesis
memiliki fase amorf silika. Pencirian menggunakan SEM membuktikan bahwa
senyawa hasil sintesis memiliki distribusi bentuk yang kurang seragam dengan
rentang ukuran partikel dalam mikrometer. Pencirian menggunakan FTIR
memperlihatkan spektrum yang tidak jauh berbeda pada MCM-41 dan NH2-MCM41. Hasil tersebut membuktikan fungsionalisasi dinding permukaan silika oleh
gugus amina masih belum berhasil dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan
kondisi terbaik untuk adsorpsi ion logam Pb(II) oleh hasil sintesis dengan
menggunakan bobot adsorben 0.05 g dengan waktu kontak selama 120 menit. Pola
isoterm adsorpsi dari MCM-41 mengikuti model isoterm Langmuir.
Saran
Perlu adanya karakterisasi lebih lanjut dengan menggunakan mikroskop
transmisi elektron (TEM) untuk mengetahui lebih baik bentuk dan ukuran dari
silika yang dihasilkan. Selain itu, perlu adanya uji adsorpsi gas nitrogen
menggunakan BET untuk mengetahui luas permukaan pori yang dihasilkan. Perlu
adanya optimasi sintesis material silika dengan fungsionalisasi gugus amina. Pada
uji adsorpsi, perlu adanya pengujian beberapa parameter lain seperti pH dan suhu
dalam menentukan kondisi terbaik adsorpsi logam berat Pb.

DAFTAR PUSTAKA
Agustiningtyas Z. 2012. Optimisasi Adsorpsi Ion Pb(II) Menggunakan Zeolit Alam
Termodifikasi Ditizon. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Beganskiene A, Sirutkaitis V, Kurtinaitiene M, Juskenas R, Kareiva A. 2004. FTIR.
TEM, and NMR investigations of Stober silica nanoparticles. J Mater Sci.
10:1320-1392.
Benhamou A, Baudu M, Derriche Z, Basly JP. 2009. Aqueous heavy metals
removal on amine-fuctionalized Si-MCM-41 and Si-MCM-48. J Hazard
Mater. 162:1019-1024. doi: 10.1016/j.jhazmat.2009.06.106.
Ensafi AA, Shiraz AZ. 2008. On-line separation and preconcentration of lead(II)
by solid phase extraction using activated carbon loaded with xylanol orange
and its determination by flame atomic absorption spectrofotometry. J Hazard
Mater. 150:554-559. doi: 10.1016/j.jhazmat.2007.05.001
Gu S, Jaroniec M. 2011. A new approach to synthesis of periodic mesoporous
organosilicas: taking advantage of self-assembly and reactivity of organic
precursors. J Mater Chem. 21:6389-6394. doi: 10.1039/c1jm10322a.
Heidari A, Younesi H, Mehraban Z. 2009. Removal of Ni(II), Cd(II), and Pb(II)
from a ternary aqueous solution by amino fuctionalized mesoporous and nano
mesoporous silica. J Chem Eng. 153:70-79. doi: 10.1016/j.cej.2009.06.016.

12

Hoffmann F, Cornelius M, Morell J, Froba M. 2006. Silica-based mesoporous
organic-inorganic hybrid materials. Angew Chem Int Ed. 45:3216–3251. doi:
10.1002/anie.200503075.
Lai CY, Brian GT, Dusan MJ, Ksenija J, Shu X, Srdija J, Victor SYL. 2003. A
mesoporous silica nanosphere-based carrier system with chemically
removable CdS nanoparticle caps for stimuli-responsive controlled release of
neurotransmitter and drug molecules. J Am Chem Soc. 125:4451-4459. doi:
10.1021/ja028650l.
Liu J, Du X. 2010. pH- and competitor-driven nanovalves of curcubit[7]uril
pseudorotaxanbase on mesoporous silica supports for controlled release. J
Mater Chem. 20:3642-3649. doi: 10.1039/b915510d.
Liu W, Liu J, Yang X, Wang K, Wang Q, Yang M, Li L, Xu J. 2013. pH and ion
strength modulated ionic species loading in mesoporous silica nanoparticles.
Nanotechnology. 24:1-9. doi: 10.1088/0957-4484/24/41/415501.
Nandiyanto ABD, Kim SG, Iskandar F, Okuyama K. 2009. Synthesis of spherical
mesoporous silica nanoparticles with nanometer-size controllable pores and
outer diameters. Microporous Mesoporous Mater. 120:447-453. doi:
10.1016/j.micromeso.2008.12.019.
Silverstein. 2002. Identification of Organic Compound, 3rd Edition. New York
(US): John Wiley & Sons Ltd.
Subariyah I. 2011. Adsorpsi Pb(II) menggunakan zeolit alam termodifikasi asam
fosfat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sutardi, Santosa SJ, Suyanta. 2014. Adsorpsi Hg(II) dengan adsorben zeolit MCM41 termodifikasi. Kaunia. 10:1-10.
Tang F, Li L, Chen D. 2012. Mesoporous silica nanoparticles: synthesis,
biocompatibility and drug delivery. Adv Mater. 24: 1504–1534. doi:
10.1002/adma.201104763.
Walcarius A, Mercier L. 2010. Mesoporous organosilica adsorbents: nano
engineered materials for removal of organic and inorganic pollutants. J Mater
Chem. 20: 4478–4511. doi: 10.1039/b924316j.
Wan Y, Zhao D. 2007. On the controllable soft-templating approach to mesoporous
silicates. Chem Rev. 107:2821-2860. doi: 10.1021/cr068020s.
Wang S, Terdkiatburana T, Tade MO. 2008. Adsorption of Cu(II), Pb(II) and humic
acid on natural zeolite tuff in single and binary systems. Sep Purif Technol.
62:64-70.
Yang H, Deng Y, Du C. 2009. Synthesis and optical properties of mesoporous
MCM-41 containing doped TiO2 nanoparticles. Colloids Surf. 339:111-117.
doi: 10.1016/j.colsurfa.2009.02.005.
Zawrah MF, El-Kheshen AA, Abd-El-All H, Facile and economic synthesis of
silica nanoparticles. J Ovonic Research. 5:129-133.

13

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Larutan surfaktan
CTAB

Direaksikan dengan NaOH
dan TEOS

Penambahan dengan APTES
Silika MCM41

Silika NH2MCM-41

Uji Adsorpsi ion
logam Pb
Karakterisasi
dengan XRD,
SEM, dan FTIR

Efek bobot
adsorben

Efek waktu
kontak

Isoterm
Adsorpsi

14

Lampiran 2 Hasil sintesis MCM-41 dan NH2-MCM-41

MCM-41

NH2-MCM-41

Lampiran 3 Bobot hasil sintesis silika MCM-41 dan NH2-MCM-41
Sampel

Ulangan Bobot akhir sampel (g)
1
0.6254
MCM-41 (Material A)
2
0.9212
3
0.8908
1
0.6052
NH2-MCM-41 (Material B)
2
0.7421
3
0.8407

Lampiran 4 Preparasi larutan stok Pb(II) 100 ppm
Larutan stok

μg/mL =

Mol Pb(II) ≈ mol Pb(NO3)2

μg
×
mL

mL
×
L

mol Pb II
×1000
volume mL
bobot Pb NO3 2
.
× − M =
×
BM Pb NO3 2
bobot Pb NO
.
× − M =
. g/ o
Bobot Pb NO
= .
gram

Konsentrasi Pb II M =

g
×
μg

mL

mol
= .
. g

×



M

15

Lampiran 5 Tabel absorbans larutan standar Pb(II)
Larutan

Absorbans

Blanko
Standar 1
Standar 2
Standar 3
Standar 4
Standar 5
Standar 6

Konsentrasi
(ppm)
0.5
1
2
10
20
30
40

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Absorbans
0.0072
0.0131
0.0236
0.226
0.4335
0.5947
0.7694

y = 0.0197x + 0.0042
R² = 0.9949

0

10

20
30
Konsentrasi (ppm)

40

50

16
16

Lampiran 6 Pengaruh bobot adsorben terhadap penjerapan Pb(II) oleh material silika A dan B
Pengaruh bobot adsorben terhadap penjerapan Pb(II) oleh material silika A
Bobot
Adsorben
(gram)
0.0100
0.0255
0.0500

pH
5.58
5.24
5.24

Konsentrasi
Awal Terukur
(ppm)
44.5012
44.5012
44.5012

Abso
rbans

Konsentrasi
Akhir (ppm)

Konsentrasi
Terjerap (ppm)

Massa Pb(II)
terjerap (mg)

Q
(mg/g)

%E

0.7631
0.5938
0.5902

38.5120
30.0257
29.8453

5.9892
14.4755
14.6559

0.0599
0.1448
0.1466

5.9892
5.6767
2.9312

13.46
32.53
32.93

Pengaruh bobot adsorben terhadap penjerapan Pb(II) oleh material silika B
Bobot
Adsorben
(gram)
0.0101
0.0250
0.0509

.

pH
5.10
5.07
5.00

Konsentrasi
Awal Terukur
(ppm)
44.5012
44.5012
44.5012

Contoh perhitungan:
Bobot silika A : 0.01 g;
A = 0.7631
= .
+ .
= .
+ .
= .

Absorbans

Konsentrasi
Akhir (ppm)

Konsentrasi
Terjerap (ppm)

Massa Pb(II)
terjerap (mg)

Q
(mg/g)

%E

0.7654
0.7411
0.7308

38.6383
37.4048
36.8820

5.8629
7.0964
7.6192

0.0586
0.0710
0.0762

5.8049
2.8386
1.4969

13.17
15.95
17.12

Konsentrasi terjerap= konsentrasi awal terukur – konsentrasi akhir
=
.
– .
= .
mg
⁄1000mL
Pb II yang terjerap mg = V×Konsentrasi terjerap ppm ×
ppm
mg
⁄1000mL
=10 mL ×5.9892 ppm×
ppm
= 0.0599 mg

17

Lampiran 7 Pengaruh waktu kontak terhadap penjerapan Pb(II) oleh material silika A dan B
Pengaruh waktu kontak terhadap penjerapan Pb(II) oleh material silika A
Bobot
Waktu
Konsentrasi Awal
Konsentrasi
Adsorben
pH
Absorbans
(menit)
Terukur (ppm)
Akhir (ppm)
(gram)
30
0.0500
5.37
44.5012
0.5063
25.4860
60
0.0501
5.41
44.5012
0.5025
25.2931
120
0.0500
5.41
44.5012
0.4817
24.2373

Konsentrasi
Terjerap (ppm)

Massa Pb(II)
terjerap (mg)

Q
(mg/g)

%E

19.0152
19.2081
20.2640

0.1902
0.1921
0.2026

3.8030
3.8340
4.0528

42.73
43.16
45.54

17

Pengaruh waktu kontak terhadap penjerapan Pb(II) oleh material silika B
Bobot
Waktu
Konsentrasi Awal
Konsentrasi
Konsentrasi
Massa Pb(II)
Q
Adsorben
pH
Absorbans
%E
(menit)
Terukur (ppm)
Akhir (ppm)
Terjerap (ppm) terjerap (mg) (mg/g)
(gram)
30
0.0500
5.37
44.5012
0.4603
23.1510
21.3503
0.2135
4.2701 47.98
60
0.0500
5.41
44.5012
0.7721
38.9784
5.5228
0.0552
1.1046 12.41
120
0.0500
5.41
44.5012
0.2594
12.9530
31.5482
0.3155
6.3096 70.89
Contoh perhitungan:
Konsentrasi Pb II terjerap
Waktu 120 menit silika NH2-MCM-41;
% Adsorpsi %E =
×100%
A = 0.2594
Konsentrasi Pb II awal
= .
+ .
31.5482 ppm
=
×100%
.
= .
+ .
44.5012 ppm
= .
ppm
=70.89 %
Kapasitas adsorpsi (Q) :
Konsentrasi terjerap = konsentrasi awal terukur – konsentrasi akhir Q (mg⁄ )= V × (konsentrasi awal-konsentrasi akhir)
g
massa adsorben
= 44.5012 ppm – 12.9530 ppm
mg
= 31.5482 ppm
⁄1000 mL
10 mL 44.5012 ppm-12.9530 ppm
×
=
ppm
0.0500 g
mg
= 6.3096
⁄g

18
18

Lampiran 8 Data analisis isoterm Langmuir dan Freundlich adsorpsi Pb(II) dengan MCM-41 (Material A)
Persamaan regresi linear dan parameter isotermal
Ce (ppm) Qe (mg/g) Ce/Qe (g/L)

log Ce

log Qe

0.4962
3.6281
28.2170
39.4302

-0.3044
0.5597
1.4505
1.5958

0.0236 Ce/Qe = 0.3578Ce ‒ 0.1362
0.6650
R2 = 0.9967
Qm = 2.7949
0.4647
b = -2.6270
0.4434

1.0558
4.6234
2.9157
2.7756

0.4699
0.7847
9.6775
14.2058

Langmuir

RL

Freundlich

0.0706 Log Qe = 0.1839 Log Ce + 0.2474
0.0144
R2 = 0.3617
0.0090
Kf = 1.7677
1/n = 0.1839
0.0072

Ce: konsentrasi Pb pada kesetimbangan dalam larutan; Qe: kapasitas adsorpsi; Qm: kapasitas adsorpsi maksimum; b: konstanta yang behubungan dengan energi ikatan
adsorpsi; Kf: kapasitas adsorpsi relatif; n: intensitas adsorpsi; RL: dimensi adsorpsi

Contoh perhitungan:
Persamaan Langmuir:
y = 0.3578x ‒ 0.1362
= .
=


=

� =

− .


.

=

��

��

��

=

��

= .

× .

=− .

=− .

+





Persamaan Freundlich:
=
+
y = 0.1839x + 0.2474

/
/



=

=

.

= .

=
=

= .
.

= .
= .





=

=

+ � |�|

= .

/
/

+ .

|− .

|

19

Lampiran 9 Kurva Isoterm Adsorpsi dari MCM-41

Langmuir
16
14

y = 0.3578x - 0.1362
R² = 0.9967

Ce/Qe (g/L)

12
10
8
6
4
2
0
0

10

20

30

40

50

Ce (ppm)

Freundlich
0.7
0.6

Log Qe

0.5
0.4
0.3

y = 0.1839x + 0.2474
R² = 0.3617

0.2
0.1

0.0
-0.5

0.0

0.5

1.0
Log Ce

1.5

2.0

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 1994 dari pasangan
Wagiman dan Eri Mastu. Penulis merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara. Tahun
2011 penulis lulus dari SMA Negeri 77 Jakarta Pusat dan melanjutkan studi di
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
(SNMPTN) tertulis.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis mengikuti beberapa kegiatan,
seperti menjadi Staf Divisi PK2M Imasika 2012–2013, Ketua Divisi PK2M Imasika
2013-2014. Penulis juga pernah menjadi asisten Kimia TPB 2014–2015 dan
Praktikum Kimia Anorganik 2013-2015. Penulis terpilih sebagai penerima
beasiswa Bidikmisi pada tahun 2012–2015. Pada tahun 2013 dan 2014, proposal
PKM-P milik penulis dan tim didanai Dikti. Penulis melakukan Praktik Lapangan
di PSTBM-BATAN Serpong dengan judul laporan Sintesis dan Karakterisasi
Fotokatalis TiO2 Terdoping Nitrogen dan Sulfur dengan Metode Sol-Gel pada tahun
2014.