Desain Dan Uji Kinerja Kondensor Asap Pada Proses Pengarangan Berbahan Tempurung Kelapa

DESAIN DAN UJI KINERJA KONDENSOR ASAP
PADA PROSES PENGARANGAN BERBAHAN
TEMPURUNG KELAPA

ANDRIE PRIANDIRI SUDARWANTO

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Uji Kinerja
Kondensor Asap pada Proses Pengarangan Berbahan Tempurung Kelapa adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Andrie Priandiri Sudarwanto
NIM F14110090

ABSTRAK
ANDRIE PRIANDIRI SUDARWANTO. Desain dan Uji Kinerja Kondensor Asap
pada Proses Pengarangan Berbahan Tempurung Kelapa. Dibimbing oleh SRI
ENDAH AGUSTINA.
Industri arang berbahan baku tempurung kelapa menjadi salah satu industri
yang menjanjikan. Akan tetapi, industri arang menghasilkan asap yang
membahayakan lingkungan. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut
yaitu melakukan rancang bangun kondensor sirip yang dirangkaikan dengan kiln
berbahan baku tempurung kelapa sehingga, dapat mengubah asap yang dihasilkan
pada proses pembuatan arang menjadi asap cair. Pengujian pendahuluan dilakukan
untuk dijadikan acuan terhadap perancangan kondensor. Alat ini disusun dengan 7
buah pipa tembaga berdiameter 0.5 inci dan panjang 500 mm dilengkapi dengan
sirip dari bahan plat tembaga dengan diameter 100 mm dan ketebalan 4 mm.
Diketahui dari hasil pengujian bahwa, kondensor ini memiliki nilai efisiensi 11.1%

dan mampu menghasilkan kondensat asap cair sebanyak 690 ml selama 390 menit
dari 12 kg bahan baku tempurung kelapa dengan suhu pengarangan 268.8 oC.
Kata kunci: arang tempurung kelapa, asap cair, kondensor, kondensor tipe sirip.

ABSTRACT
ANDRIE PRIANDIRI SUDARWANTO. Design and Performance Test of Fin
Type Condenser on Coconut Shell Carbonization Process. Supervised by SRI
ENDAH AGUSTINA.
Coconut shell charcoal industry has become a promising industry, but this
industry has a negative impact of environmental pollution due to its huge
production of smoke. One of the solutions to tackle this problems is by designing a
fin type condenser that is paired with kiln to convert the smoke into liquid smoke.
The design of fin type condenser in this research is based on preliminary test
results, which lead to the usage of pipes made from copper with 0.5-inch diameter
and 500 mm length, equipped with 4-mm-thick fins with the diameter of 100 mm.
Liquid smoke amounting to 690 ml was obtained from the performance test done
within 390 minutes from 12 kg coconut shell carbonization. The condenser has
11.1% of efficiency value.
Keywords: coconut shell charcoal, condenser, fin type condenser, liquid smoke.


DESAIN DAN UJI KINERJA KONDENSOR ASAP
PADA PROSES PENGARANGAN BERBAHAN
TEMPURUNG KELAPA

ANDRIE PRIANDIRI SUDARWANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

**,%$', '!, !,, !%, #!!'#%,'$, $,%#'', !%!!,
%!, $*%*!, $,
,


, "%,%!%,*&+!(#,

 ,

 

'(**, #,


%, %,!,
!, 

!,
**',


 




,
,

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian berjudul
“Desain dan Uji Kinerja Kondensor Asap pada Proses Pengarangan Berbahan
Tempurung Kelapa” ini telah dilaksanakan sejak bulan September 2015 dan selesai
pada bulan November 2015.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
banyak memberikan bantuan dan dukungan selama kegiatan penelitian dan
penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku dosen pembimbing atas segala bentuk
bimbingan, arahan, dan juga dukungannya yang telah diberikan kepada
penulis selama penelitian dan penulisan skripsi berlangsung.
2. Sudarwanto dan Diah, selaku orangtua tercinta yang telah mengerahkan
segala dukungan serta kesabaran dalam mengarahkan penulis selama
kegiatan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Bapak Harto selaku teknisi Laboratorium Teknik Energi Terbarukan,

yang telah memberikan banyak bantuan dan masukan kepada penulis
selama kegiatan penelitian berlangsung.
4. Vidya Putri selaku adik yang telah memberikan bantuan dalam
penyelesaian tugas akhir.
5. Fidelia D Putri yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam
penyelesaian tugas akhir.
6. Irvan, Dinda, Anis, Kyo, Radita dan teman-teman IAAS yang telah
memberikan banyak bantuan.
7. Jamhari, Irpan, Baim, Andria, Fauzi dan teman-teman Teknik Mesin dan
Biosistem 2011 (TMB 48) yang telah memberikan banyak bantuan
kepada penulis selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi
8. Seluruh dosen, staff dan teknisi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
yang tak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah berjasa dalam
pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
9. Seluruh keluarga besar penulis yang telah berkontribusi dan memberikan
dukungan dalam segala bentuk, materiil maupun moril kepada penulis
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh pihak yang tak
dapat disebutkan satu-persatu, tanpa mengurangi rasa hormat penulis, atas seluru
dukungan, bantuan, dan juga arahannya kepada penulis. Adapun masukan kritik

dan saran atas penulisan skripsi apabila sekiranya dianggap masih banyak memiliki
kekurangan, sangat diharapkan oleh penulis bagi penyempurnaan dan perbaikan
dari skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pihak yang membaca.
Bogor, Januari 2016
Andrie Priandiri Sudarwanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Tempurung Kelapa

3


Proses Pirolisis Primer Lambat (Pengarangan)

3

Asap

4

Asap Cair

5

Kondensasi

6

Heat Exchanger (Penukar Panas)

9


METODE

17

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

17

Tahapan Penelitian

17

Alat dan Bahan

24

Metoda Pengambilan Data

24


HASIL DAN PEMBAHASAN

26

Hasil Uji Pendahuluan

26

Hasil Perancangan Kondensor

26

Hasil Pengujian Kinerja kondensor

32

Hasil Pengujian Kandungan Kondensat

38

KESIMPULAN DAN SARAN

43

Kesimpulan

43

Saran

43

DAFTAR PUSTAKA

44

LAMPIRAN

47

DAFTAR TABEL
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Komposisi kimia asap kayu
Kualitas dan kuantitas asap cair pada berbagai grade
Perbandingan hasil pengujian pendahuluan dengan pengujian
sebelumnya (Hasanah 2013)
Bagian-bagian kondensor dan fungsinya masing-masing
Perbandingan pengaruh suhu pengarangan terhadap rendemen asap
cair dan rendemen arang
Perbandingan sistem kondensor asap sirip dengan sistem kondensor
yang lain
Hasil pengujian kandungan asap cair
Komposisi fenol distilat asap tempurung kelapa menurut Febriani
(2006)
Hasil pengujian kandungan asap cair Maga (1988)
Hasil pengujian kandungan asap cair Trenggono dkk (1996)

3
5
6
26
27
33
35
40
41
42
42

DAFTAR GAMBAR
. Jenis kondensasi (a) film, (b) dropwise condensation pada permukaan,
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

(c) kondensasi homogen, atau pembentukan kabut sebagai hasil
kenaikan tekanan karena ekspansi, (d) direct contact condensation.
Kondensasi pada permukaan yang bersih dan kering
Kondensasi film dan butiran
Klasifikasi heat exchanger
Kondensor refrigerant pada kendaraan bermotor
Jenis desain sirip heat exchanger plat (a) segitiga (b) segiempat (c)
gelombang (d) offset (e) multilouver (f) berlubang
a) tube dengan sirip individual (b) tube dengan sirip kontinyu
Tipe desain sirip luar tubing
Kiln rancangan Hasanah (2013), skala 1:100 (dalam satuan mm)
Tahapan penelitian
Titik pengukuran.
Tampak depan (b) dan tampak samping (a) (skala 1:20) rancangan
kondensor.
Hasil perancangan kerucut cerobong; tampak depan (a) dan tampak
samping (b)
Hasil perancangan pipa penghubung; tampak samping (a) dan tampak
depan (b)
Hasil perancangan inlet kondensor; tampak depan (a) dan tampak
samping (b)
Hasil perancangan tubuh kondensor
Hasil perancangan sirip kondensor; tampak samping (a) dan tampak
atas (b)
Hasil perancangan outlet kondensor; tampak depan (a) dan tampak
samping (b)
Hasil perancangan kaki penyangga

7
7
8
14
15
15
16
16
17
18
25
28
28
29
29
30
30
31
31

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pengujian kinerja kiln (a) tanpa kondensor (b) dengan kondensor
Arang hasil pengujian kinerja kiln, (a) uji I, (b) uji II dan (c) uji III
Grafik hubungan suhu dan waktu pada pengujian
Grafik hubungan suhu dan waktu pada titik 1
Grafik hubungan suhu dan waktu pada titik 2
Grafik hubungan suhu dan waktu pada titik 4
Grafik hubungan suhu dan waktu pada titik 5
Grafik hubungan suhu dan waktu pada titik 6
Sampel asap cair yang diuji (a) sampel I dan (b) sampel II

32
34
34
36
36
37
37
38
39

DAFTAR LAMPIRAN
.
.
.
.
.

Gambar detail
Gambar ortogonal
Gambar piktorial
Perhitungan kondensor
Perhitungan sirip

47
48
49
50
54

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Arang aktif memegang peranan yang penting sebagai bahan baku maupun
sebagai bahan pembantu pada beberapa jenis industri guna meningkatkan kualitas
atau mutu produk yang dihasilkan. Hal tersebut mempengaruhi kenaikan
permintaan arang aktif dipasar domestik maupun internasional. Meningkatnya
permintaan pasar terhadap arang aktif menyebabkan produksi arang dengan
berbagai bahan dasar meningkat pula, salah satunya adalah arang berbahan dasar
tempurung kelapa.
Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan bakar, sekarang
sudah merupakan bahan baku industri cukup penting. Produk yang dihasilkan dari
pengolahan tempurung adalah arang aktif, tepung tempurung, dan barang kerajinan.
Arang aktif dari tempurung kelapa memiliki daya saing yang kuat karena mutunya
tinggi dan tergolong sumber daya yang terbarukan.
Saat ini industri arang tempurung kelapa berkembang sangat pesat.
Berdasarkan data FAOSTAT (2015) jumlah ekspor arang batok kelapa selama dua
dekade mengalami peningkatan yang signifikan. Hal tersebut ditunjukan oleh data
pada tahun 2014 yang mencapai 244044 ton, meningkat jauh dibanding 151200 ton
pada tahun 1995.
Proses konversi tempurung kelapa menjadi arang berkaitan dengan
peningkatan kualitas dari suatu bahan bakar biomassa dapat digunakan melalui
proses pirolisis (pengarangan), dilakukan pada kondisi pembakaran dengan oksigen
yang terbatas, untuk mencegah terjadinya pembakaran sempurna yang nantinya
justru akan membakar habis tempurung kelapa yang akan diarangkan. Namun,
proses tersebut menghasilkan asap yang memberikan dampak buruk terhadap
lingkungan karena dapat mengandung benzo[a]pirene (Guillen et al. 1995; Guillen
et al. 2000; Kazerouni et al. 2001; Stolyhwo & Sikorski 2005 dalam Zuraita 2008).
Salah satu solusi agar pengarangan tempurung kelapa tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan adalah mengubah asap buangan tersebut menjadi asap cair.
Salah satu manfaat asap cair adalah sebagai bahan pengawet yang lebih aman
dibandingkan dengan formalin, sehingga selain mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan, pemanfaatan asap produksi arang batok kelapa menjadi asap
cair ini juga mampu meningkatkan nilai guna dari produk samping proses
pengarangan, yaitu asap.
Tantangan teknologi yang ada adalah bagaimana membuat sistem pendingin
asap yang dapat digunakan untuk membuat asap cair dari tempurung kelapa agar
dihasilkan nilai rendemen yang lebih baik dibandingkan sistem pendingin yang
sudah umum digunakan di masyarakat, yaitu alat pendingin dengan tipe kondensor
spiral yang direndam dalam cairan. Tipe pendingin tersebut berbentuk tabung yang
besar dan terdapat pipa spiral dan juga cairan pendingin. Kondensor tipe sirip
diharapkan lebih efisien sebagai pendingin asap karena memiliki permukaan pindah
panas yang lebih besar.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Melakukan rancang bangun kondensor sirip yang dirangkaikan
dengan kiln (reaktor pengarangan) berbahan baku tempurung kelapa
untuk mengubah asap yang dihasilkan pada proses pembuatan arang
menjadi asap cair.
2. Melakukan uji kinerja kondensor tersebut dengan menggunakan kiln
tipe venturi rancangan Nurul Hasanah (2013)

3

TINJAUAN PUSTAKA
Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa dikategorikan oleh Grimwood tahun 1975 sebagai kayu
keras, tetapi mempunyai kadar lignin lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah.
Pirolisis tempurung kelapa menghasilkan senyawa fenol 4.13%, karbonil 1.30%
dan keasaman 10.2% (Tranggono et al. 1996; Darmadji, 1995). Tempurung
merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan 3-5 mm. Sifat kerasnya disebabkan
oleh banyaknya kandungan silikat (SiO2) di tempurung tersebut. Dari berat total
buah kelapa, 15-19% merupakan berat tempurungnya. Selain itu, tempurung juga
banyak mengandung lignin. Sedangkan kandungan methoxyl dalam tempurung
hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu. Namun, jumlah kandungan unsurunsur itu bervariasi tergantung lingkungan tumbuhnya. Komposisi kimia
tempurung kelapa menurut Djatmiko et al. (1985) disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Komponen
Persentase (%)
Abu
0.23
Lignin
33.30
Selulosa
27.31
Pentosan
17.67
Metoxil
5.39
Sumber : Djatmiko et al., (1985)

Proses Pirolisis Primer Lambat (Pengarangan)
Paris et al. (2005) mengatakan bahwa pirolisis merupakan proses
pengarangan dengan cara pembakaran tidak sempurna bahan-bahan yang
mengandung karbon pada suhu tinggi. Pirolisis primer adalah pirolisis yang terjadi
pada bahan baku, sedangkan pirolisis sekunder adalah pirolisis yang terjadi di atas
partikel dan gas/uap hasil pirolisis primer. Suhu 350-800°C merupakan suhu yang
umum digunakan untuk proses pirolisis. Pirolisis primer terjadi pada suhu kurang
dari 600°C dan hasil penguraian yang utama adalah karbon (arang). Berdasarkan
tingkat kecepatan reaksi pada saat proses berlangsung, pirolisis primer dibedakan
atas pirolisis primer lambat dan pirolisis primer cepat. Pirolisis primer lambat
terjadi pada proses pembuatan arang, dan merupakan teknologi yang telah
dipraktekkan sejak zaman besi, saat arang digunakan untuk melelehkan bijih besi
(Hasanah 2013).
Reaksi utama yang terjadi pada laju pemanasan lambat (suhu 150-300°C),
adalah dehidrasi (kehilangan kandungan air). Sedangkan, karbon padatan (C =
arang), air (H2O), karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) merupakan
hasil reaksi keseluruhan dari hal tersebut. Pada umumnya, semakin lambat proses
yang terjadi, mutu arang yang dihasilkan akan semakin baik. oleh karena itu
dibutuhkan waktu berhari-hari bahkan beberapa minggu untuk memproduksi arang
dalam jumlah besar dan bermutu baik.

4
Salah satu teknologi pengarangan yang sederhana, mudah dan dapat
diterapkan masyarakat adalah pengarangan menggunakan kiln. Kiln adalah alat
pengarangan yang menggunakan prinsip ruang yang terinsulasi termal atau dapat
dideskripsikan seperti oven dengan panas yang terkontrol.
Kiln yang sudah umum digunakan di masyarakat adalah flat-kiln dan juga
drum-kiln. Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan beberapa jenis kiln agar
memiliki pengoperasian yang mudah dan juga menghasilkan arang yang baik. Salah
satunya adalah kiln tipe ventury yang dirancang oleh Hasanah pada tahun 2013.
Kiln hasil rancangan Hasanah (2013) memiliki hasil yang baik jika
dibandingkan dengan kiln hasil rancangan penelitian sebelumnya (Fonda 2002 dan
Isriyanto 1992 dalam Hasanah 2013). Rancangan Hasanah (2013) lebih baik dalam
hal lama waktu pengarangan yang lebih singkat yaitu 70 menit dengan rendemen
yang lebih besar karena kapasitas optimum kiln lebih besar, yaitu 24% dari
kapasitas optimum 12.45 kg, juga mutu arang dilihat dari nilai kalornya lebih besar,
yaitu sebesar 36151.6 kJ/kg, karena capaian suhu pengarangannya tinggi mencapai
908.56 oC.
Asap
Asap merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yaitu pembakaran
dengan oksigen terbatas. Pembakaran dengan oksigen cukup, hasilnya berupa uap
air, gas asam arang dan abu. Dalam kondisi ini tidak terbentuk asap. Sebaliknya,
jika pembakaran dengan oksigen sedikit, maka asap yang dihasilkan terdiri dari gasasam arang, alkohol dan asam organik lainnya (Pearson dan Tauber, 1973 dalam
Tampubolon, 1988 dalam Marasabessy 2007).
Menurut Tillman et al. (1981), secara umum kayu keras memiliki
homoselulosa (e.g. karbohidrat) dan lebih sedikit lignin daripada kayu lunak.
Selulosa adalah golongan polisakarida (C6H10O5)n dengan berat molekul sekitar
1.500.000, jika dihidrolisis akan membentuk glukosa. Pembakaran kayu keras yang
mengandung selulosa dan lignin akan menghasilkan senyawa-senyawa kimia yang
dapat menghambat aktivitas bakteri (bakteriostatik) seperti formaldehida,
asetaldehida, asam-asam karboksilat (asam formiat, asetat dan butirat), fenol, kresol,
alkohol-alkohol primer dan sekunder, keton (Winarno et al. 1980). Asap diperoleh
melalui pembakaran kayu keras dan kayu lunak yang banyak mengandung selulosa,
hemiselulosa dan lignin (Maga, 1988). Umumnya kayu mengandung selulosa 4060% (Zaitsev et al. 1969 dalam Marasabessy 2007), hemiselulosa 20-35% dan
lignin 20-35% (Rojum, 1999 dalam Marasabessy 2007). Selanjutnya dikatakan,
bahwa selain kayu juga dapat digunakan serabut dan tempurung kelapa maupun
merang padi sebagai penghasil asap (Zaitsev et al 1969 dalam Marasabessy 2007).
Hasil penelitian Pettet dan Lane (1940) dalam Marasabessy (2007)
menemukan bahwa, senyawa kimia yang terdapat dalam asap kayu jumlahnya lebih
dari 1000 macam. 300 diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah berhasil di
deteksi antara lain : fenol (85 macam diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam
dalam asap), karbonil, keton dan aldehid (45 macam dalam kondensat), asam 35
macam, furan 11 macam, alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam,
hidrokarbon alifatik (1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap),
hidrokarbon polisiklik aromatik (47 macam). Sedangkan hasil penelitian
selanjutnya dikemukakan oleh Daun (1979) menyatakan bahwa, terdapat lebih dari
200 jenis senyawa kimia yang dapat diidentifikasi dari hasil pengasapan. Secara

5
umum senyawa yang ada pada asap kayu adalah karbonil, asam organik, fenol, basa
organik, alkohol, hidrokarbon aromatik dan gas-gas seperti CO2, CO, O2, N2 dan
N2O.
Zaitsev et al. (1969) dalam Marasabessy (2007) menyatakan bahwa
komposisi kimia asap kayu seperti terlihat pada Tabel 2. Komponen asap tersebut
berfungsi sebagai bahan bakterisidal, antioksidan serta pembentuk flavor asap dan
warna.
Asap kayu terbagi menjadi empat kelompok berdasarkan pengaruhnya
terhadap nilai gizi produk yang diasap (Harris dan Karmas 1989), yaitu :
1) Zat yang melindungi penyusutan nilai gizi produk yang diasapi
dengan menghambat perubahan kimiawi dan biologi yang
merugikan.
2) Komponen yang tidak menunjukkan aktifitas dari segi nilai gizi.
3) Senyawa yang berinteraksi dengan komponen bahan pangan dan
menurunkan nilai gizi produk yang diasapi.
4) Komponen beracun.
Tabel 2 Komposisi kimia asap kayu
Komposisi Kimia
Formaldehid
Aldehid lain (termasuk furfural)
Keton (termasuk aseton)
Asam format
Asam asetat dan asam lainnya
Metil alkohol
Tar
Fenol
Air

Kandungan
% dari berat
mg/m3 asap
serbuk kayu
0.06
30-50
0.19
180-830
0.13
190-200
0.43
115-160
1.8
600
1.04
5.28
1295
23-40
-

Sumber: Zaitsev et al. 1969

Asap Cair
Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan disperse koloid dari uap
asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu (Putnam 1999 dalam
Zuraida 2008). Karseno et al. (2002) mengungkapkan bahwa asap cair dapat
diperoleh secara distilasi kering bahan baku asap misalnya tmpurung kelapa, sabut
kelapa, atau kayu pada suhu 400 0C selama 90 menit lalu diikuti dengan peristiwa
kondensasi. Untuk peristiwa kondensasi yang terjadi pada asap pembakaran
menjadi asap cair, dibutuhkan kondensor yang mampu menurunkan suhu hingga
mencapai titik suhu dimulainya proses kondensasi asap pembakaran, yaitu pada
suhu 55oC. (CIBSE 2001)
Terdapat beberapa zat antimikroba yang terkandung pada asap cair, seperti
yang dikemukakan oleh Siskos et al. (2007), zat tersebut antara lain adalah asam
dan turunannya (format, asetat, butirat, propionat, dan metil ester), alkohol (metil,
etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol), aldehid (formaldehid, asetaldehid, furfural,
dan metil furfural), hidrokarbon (silene, kumene, dan simene), keton (aseton, metil

6
etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton), phenol, piridin, dan metil
piridin.
Menurut Pszczola (1995) dan Chen Dan Lin (1997) dalam Zuraida (2008),
asap cair mempunyai kelebihan, yaitu (1) selama pembuatannya, senyawa Polisiklik
Aromatik Hidrokarbon dapat dihilangkan, (2) konsentrasi pemakaian asap cair
dapat diatur dan dikontrol serta kualitas produk akhir menjadi lebih seragam, (3)
polusi udara dapat ditekan dan (4) pemakaian asap cair lebih mudah yaitu dengan
cara direndam atau disemprotkan serta dicampurkan langsung ke dalam bahan
pangan.
Kualitas asap cair ditentukan oleh kondisi proses pembakaran, yaitu tekanan,
suhu pembakaran dan lamanya waktu pembakaran. Kualitas asap cair juga
ditentukan dari banyaknya tar, kandungan asam dan fenol didalamnya. Secara
khusus, perbedaan kandungan fenol sangat ditentukan oleh banyaknya lignin yang
terkandung dalam bahan baku distilat asap tersebut (Daun 1989). Hal tersebut
diperkuat oleh hasil penelitian Firmansyah (2004), bahwa semakin tinggi
kandungan lignin dalam bahan baku maka kandungan fenol dalam distilat asap akan
semakin tinggi pula.
Luditama (2006) membandingkan kualitas dan kuantitas asap cair pada
berbagai grade seperti pada Tabel 3. Grade 1 merupakan asap cair yang dihasilkan
dari distilasi pada suhu 150 °C sampai 200 °C. Grade 1 memiliki kualitas yang
tertinggi dibandingkan dengan fraksi asap cair lainnya karena memiliki kandungan
fenol dan asam organik yang paling tinggi.
Tabel 3 Kualitas dan kuantitas asap cair pada berbagai grade
No

Sampel

1.
2.
3.
4.

Grade 1
Grade 2
Grade 3
Grade 4

Kualitas
Kuantitas
(%b/b)
Kadar Fenol (%)
Kadar Asam (%)
1,3 - 1,4
0,64 - 0,78
58,63 - 59,93
1,8 - 2,1
0,64
43,96 - 44,24
7,5 - 14,7
0,59 - 0,64
8,08 - 18,92
15,9 - 45,5
0,37 - 0,47
4,15 - 9,65

Sumber: Luditama 2006

Kondensasi
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud
yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika
uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap
dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami
kombinasi dari pendinginan dan kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap
disebut kondensat. Sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi
cairan disebut kondensor. Kondensor umumnya adalah sebuah pendingin
atau penukar panas yang digunakan untuk berbagai tujuan, memiliki rancangan
yang bervariasi, dan banyak ukurannya dari yang dapat digenggam sampai yang
sangat besar.
Kondensasi uap menjadi cairan adalah lawan dari penguapan (evaporasi) dan
merupakan proses eksothermik (melepas panas). Salah satu contohnya adalah air
yang terlihat pada tutup panci ketika selesai merebus air, uap air hasil rebusan akan

7
menjadi air kembali. Proses terjadinya kondensasi pada air berada pada suhu
dibawah titik didihnya, yaitu dibawah 100 oC (CIBSE 2001).
Karena prosesnya yang beragam, proses kondensasi diklasifikasikan menjadi
beberapa macam berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Ghiaasiaan
2008), yaitu :
1. Jenis kondensasi: homogenous, heterogenous, dropwise, film, atau direct
contact.
2. Kondisi uap: satu komponen, banyak komponen dengan semua komponen
mampu terkondensasi, banyak komponen beserta komponennya yang tidak
mampu terkondensasi.
3. Geometri sistem: plane surface, external, internal.
Dari klasifikasi di atas sangat mungkin ada kategori dari metode klasifikasi
yang berbeda terjadi overlaps, artinya pada kategori proses kondensasi yang satu
masih berhubungan dengan kategori proses kondensasi yang lain. Diantara
klasifikasi di atas, yang paling banyak digunakan adalah kondensasi berdasarkan
jenis (Ghiaasiaan 2008) .

Drop

(a)

vapour

(c)

(b)
Liquid

vapour

vapour
Liquid spray

Droplet

(d)

Gambar 1 Jenis kondensasi (a) film, (b) dropwise condensation pada
permukaan, (c) kondensasi homogen, atau pembentukan
kabut sebagai hasil kenaikan tekanan karena ekspansi,
(d) direct contact condensation.
Kondensasi homogen (homogenous) terjadi ketika uap didinginkan di bawah
temperatur jenuhnya untuk menghasilkan droplet nucleation. Hal ini disebabkan
oleh campuran dua aliran uap pada temperatur yang berbeda, pendinginan radiatif
(memancar) pada campuran uap dan komponen uap yang tak terkondensasikan
seperti pada pembentukan kabut (fog) di atmosfer, atau penurunan tekanan uap
yang tiba-tiba.

Gambar 2 Kondensasi pada permukaan yang bersih dan kering

8

Pada kenyataannya, sebagian besar proses kondensasi adalah heterogenous,
dimana droplet terbentuk dan muncul pada permukaan benda padat. Pendinginan
uap yang cukup sangat dibutuhkan untuk memulai kondensasi ketika
permukaannya halus dan kering. Kondensasi heterogen dapat memicu terjadinya
jenis kondensasi film atau dropwise seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Kondensasi film dan butiran
Kondensasi butiran (dropwise condensation) terjadi ketika cairan kondensat
jatuh membasahi permukaan dan membentuk lapisan (film). Kondensat membentuk
butiran di sepanjang permukaan. Kondensasi butiran merupakan jenis perpindahan
kalor yang paling efisien karena laju perpindahan kalor kondensasinya jauh lebih
besar dibandingkan kondensasi film. Akumulasi dari butiran pada permukaan dapat
memicu terbentuknya lapisan cairan (liquid film).
Kondensasi film merupakan jenis kondensasi yang umum terjadi pada
kebanyakan sistem. Kondensat, dalam bentuk butiran, membasahi permukaan dan
jatuh bergabung membentuk lapisan cairan yang saling menyatu. Lapisan cairan
mengalir sebagai akibat gravitasi,
gesekan uap, dan lain-lain.
Kondensasifilm paling banyak terjadi pada aplikasi keteknikan. Aliran cairan
kondensat akan memunculkan fenomena seperti aliran laminer, aliran gelombang
(wavy), transisi laminer-turbulen, dan butiran yang jatuh pada permukaan lapisan
cairan.
Proses kondensasi film dan butiran keduanya termasuk kondensasi pada
permukaan benda padat yang dingin. Pada kondensor, demikian pula heat
exchanger, aliran fluida kondensasi dipisahkan dari aliran fluida pendingin dengan
dinding pipa. Namun pada beberapa aplikasi, dua lairan fluida tersebut mengalami
kontak secara langsung (direct contact) seperti pada percikan cair dingin lanjut
(subcooled liquid sprays). Contoh lainnya adalah kondensor siklus Rankine terbuka,
seperti pada kondensor direct-contact pada konsep konversi energi termal lautan.
Kondensasi direct-contact sangat efisien karena selain tidak terjadi resistansi
dinding, pada prakteknya dua lairan fluida dapat dicampur. Namun, aplikasi
kondensasi direct-contact sangat terbatas karena kondensat dan pendingin
bercampur (Ghiaasiaan 2008) .

9

Heat Exchanger (Penukar Panas)
Heat exchanger adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mentransfer energi
panas (entalpi) antara dua atau lebih fluida, antara permukaan padat dengan fluida,
atau antara partikel padat dengan fluida, pada temperatur yang berbeda serta terjadi
kontak termal. Lebih lanjut, heat exchanger dapat pula berfungsi sebagai alat
pembuang panas, alat sterilisasi, pesteurisasi, pemisahan campuran, distilisasi
(pemurnian, ekstraksi), pembentukan konsentrat, kristalisasi, atau juga untuk
mengontrol sebuah proses fluida.
Pada dasarnya, prinsip kerja yang digunakan pada alat heat exchanger adalah
prinsip kerja dari proses pindah panas. Pindah panas adalah perpindahan energi dari
suatu bidang ke bidang yang lain dengan disertai perubahan temperatur pada dua
bidang tersebut (McCabe et al. 2005). Pindah panas dapat terjadi dengan 3 metode,
yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Pindah panas pada pipa yang dipanaskan
secara langsung mengalami proses konduksi dan konveksi.
Konduksi
Konduksi dalam suatu bahan mengalir terdapat gradien suhu, maka kalor
akan mengalir tanpa disertai oleh sesuatu gerakan zat. Aliran kalor tersebut disebut
dengan konduksi. (McCabe et al. 2005).
Menurut Holman (2010) secara umum besaran kalor dapat dalam konduksi
dapat dihitung melalui persamaan berikut:
“ൌǦ

dimana :

Ɂ
Ɂš

(2.1)

q
= laju perpindahan kalor (W)
Ɂ
= gradien suhu perpindahan kalor
Ɂš
k
= konduktivitas termal bahan (W/mK)
Besarnya nilai T/ x dipengaruhi bentuk bidang tempat pindah panas terjadi. Untuk
silinder berlubang nilainya dapat dicari dengan persamaan berikut:
†
ͳ
ሺ Ǧ ሻ

†” Ž ቀ”Ͳ ቁ ‹ ‘

(2.2)

”‹

Dari persamaan diatas maka besarnya kalor yang dipindahkan pada bidang
silinder berlubang atau pipa adalah :
“ൌ
dimana :

q
ri

ʹɎ ͳ ሺͳ ǦͲ ሻ
”

Ž ቀ ‘ ቁ
”‹

= Pindah panas secara konduksi (joule)
= Jari-jari dalam pipa (m)

(2.3)

10
ro
l
k
ሺͳ ǦͲ ሻ

= Jari-jari luar pipa (m)
= Panjang pipa (m)
= Konduktivitas panas (watt/mK)
= Perbedaan pipa luar dan pipa dalam (K)

Konveksi
Konveksi merupakan perpindahan panas antara permukaan solid dan
berdekatan dengan fluida yang bergerak atau mengalir dan itu melibatkan pengaruh
konduksi dan aliran fluida. Menurut Holman (2010) nilai kalor yang dipindahkan
melalui konveksi dapat menggunakan persamaan berikut:

dimana :

h
A



“ൌŠሺ• Ǧλ ሻ

(2.4)

= koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2)
= luas penampang (m2)
= temperatur plat (K)
= temperatur fluida yang mengalir dekat permukaan (K)

Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2003) konveksi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu konveksi bebas dan konveksi paksa. Konveksi bebas adalah
perpindahan panas yang terjadi dimana aliran fluida bergerak dengan pengaruh
gravitasi tanpa pengaruh eksternal yang lain. Sedangkan konveksi paksa adalah
proses pindah panas dimana fluida bergerak dengan disengaja dan diatur kecepatan
dan debitnya.
Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2003) konveksi pada pipa dipengaruhi
oleh bilangan reynold yang dapat dicari dengan persamaan berikut:

dimana :

Re
ρ
V
D
μ

‡ൌ

ɏ
Ɋ

(2.5)

= Bilangan reynold
= Densitas (kg/m3)
= Kecepatan aliran (m/detik)
= Diameter pipa pemanas air (m)
= Viskositas dinamis (kg/ms)

Perhitungan tradisional untuk menghitung pindah panas secara konveksi
paksa dengan aliran turbulen di dalam pipa dapat digunakan dengan menggunakan
rumus berikut:
—† ൌͲǤͲʹ͵‡ͲǤͺ ” 

(2.6)

11
Persamaan tersebut berlaku jika memenuhi syarat sebagai berikut (Lienhard
IV dan Lienhard V 2003) :
1. Semua nilai dari sifat panas fluida berdasarkan suhu rata-rata.
2. Nilai n = 0.3 jika fluida didinginkan, sedangkan nilai n = 0.4 jika fluida
dipanaskan.
3. Nilai Re harus lebih besar dari 104.
4. Nilai Pr terletak antara 0.6 sampai 100.
5. Perbandingan antara L dengan D lebih dari 60.
˜
”ൌ ൌ
Ƚ

Ɋ
ɏ


ɏ’



’ Ɋ


(2.7)

Nilai koefisien pindah panas secara konveksi dapat dihitung melalui
persamaan berikut (Lienhard IV dan Lienhard V 2003) :

dimana :

Nud
h
k
D

Šൌ ൬

—†



(2.8)

= Nusselt Number
= koefisien pindah panas secara konveksi (W/m2K)
= koduktivitas panas fluida (W/mK)
= Diameter pipa (m)

Konveksi natural pergerakan fluida terjadi secara natural atau yang biasa
disebut dengan buoyancy (Holman 2010). Densitas merupakan fungsi dari
tempertaur, variasi dari densitas pada tekanan konstan dapat dinyatakan dalam
koefisien volume ekspansi β. Pada gas ideal β dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:

T = suhu dalam Kelvin

Ⱦൌ

ͳ


(2.9)

Besarnya nilai konveksi secara natural dapat ditung dengan menggunakan
rumus berikut :
(2.10)
—ˆ ൌሺ
”ˆ š”ˆ ሻ
dimana :

Nuf
= Nusselt Number
Gr
= Grashof Number
Pr
= Prandtl Number
C dan m = Konstanta pada setiap kasus
Besarnya nilai Nuf pada pipa horizontal dengan aliran laminar pada 103 <
(Pr.Gr) < 109 dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
—ˆ ൌͲǤͷͶሺ
”ˆ š”ˆ ሻͲǤʹͷ

(2.11)

12
dengan nilai Grashof dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

dimana :

Gr
β
Tw
T∞
x
v


”ൌ

Ⱦ‰ሺ™ Ǧλ ሻš ͵
˜ʹ

(2.12)

= Grashof number
= Koefisien volume ekspansi (1/K)
= Suhu pemanasan bahan (K)
= Suhu di dinding (K)
= Diameter (m)
= Viskositas kinematik (m2/s)

Suhu rata-rata pindah panas yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan
berikut :

dimana :

Tf
Tw


ˆ ൌ

ሺ™ ൅λ ሻ
ʹ

(2.13)

= Suhu rata-rata (K)
= Suhu pemanasan bahan (K)
= Suhu di dinding (K)

Radiasi
Radiasi, merupaka perpindahan energi karena emisi gelombang
elektromagnetik (atau foton). Laju perpindahan kalor secara radiasi dapat
dinyatakan sebagai:
‫ ݍ‬ൌ ߝ‫ߪܣ‬ሺܶ௦ ସ െ ܶ௦௨௥ ସ ሻ

Dimana :
A
σ
ܶ௦ ସ
ܶ௦௨௥ ସ

(2.14)

= emisivitas sifat radiasi pada permukaan
= luas permukaan (m2)
= konstanta Stefan-Boltzman (5.67 x 108 W/m2K4)
= temperatur absolut sekitar (K4)
= temperatur absolut permukaan (K4)

Satu bagian terpenting dari heat exchanger adalah permukaan kontak panas.
Pada permukaan inilah terjadi perpindahan panas dari satu zat ke zat yang lain.
Semakin luas bidang kontak total yang dimiliki oleh heat exchanger tersebut, maka
semakin tinggi nilai efisiensi perpindahan panasnya. Pada kondisi tertentu, ada satu
komponen tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan luas total bidang
kontak perpindahan panas ini. Komponen tersebut adalah sirip.
Heat exchanger dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis berdasarkan
beberapa aspek. Secara ringkas macam-macam heat exchanger terdapat pada
Gambar 4. (Shah, R. K. dan Sekulić, D. P. 2003)

13

(a) Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan

(b) Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan

(c) Klasifikasi berdasarkan kepadatan pemukaan

(d) Klasifikasi berdasarkan konstruksi

14

(e) Klasifikasi berdasarkan susunan aliran

(f) Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas
Gambar 4 Klasifikasi heat exchanger
Heat exchanger dengan sirip
Satu kelemahan dari heat exchanger tipe tubular dan plat adalah koefisien
perpindahan panas yang relatif rendah, yakni hanya mampu mencapai maksimal
60%. Hal ini dikarenakan angka perbandingan luas permukaan perpindahan panas
tiap satuan volume yang rendah, yaitu kurang dari 700 m2/m3. Sehingga salah satu
cara untuk meningkatkan efisiensi perpindahan panas adalah dengan jalan
meningkatkan luas permukaan perpindahan panas, yakni dengan menggunakan
sirip. Prinsip dasarnya adalah, (1) dengan adanya sirip ini maka permukaan kontak
terjadinya perpindahan panas semakin luas sehingga meningkatkan efisiensi
perpindahan panas; (2) pada fluida mengalir, dengan adanya sirip ini maka aliran
fluida akan sedikit terhambat sehingga didapatkan waktu untuk transfer panas yang
lebih lama dan efektif (Shah, R. K. dan Sekulić, D. P. 2003). Berikut adalah dua
macam desain heat exchanger dengan sirip:
x Heat exchanger plat tipe sirip
Heat exchanger tipe ini merupakan modifikasi dari heat exchanger tipe plat
yang diberi tambahan sirip. Prinsip desainnya adalah penggunaan sirip yang
berbentuk segitiga ataupun kotak yang dipasangkan di antara dua plat paralel.

15

Gambar 5 Kondensor refrigerant pada kendaraan bermotor
Pada kondensor ini ada dua bentuk sirip, yang pertama berukuran kecil dan
terpasang memanjang sejajar dengan panjang plat. Sisi tersebut menjadi jalur aliran
fluida refrigerant. Sirip yang kedua berukuran lebih besar berbentuk segitiga dan
terpasang di antara dua plat yang mengalirkan refrigerant. Udara sebagai fluida
pendingin mengalir melewati sirip-sirip segitiga tersebut dan menciptakan aliran
yang tegak lurus (cross-flow) dengan aliran refrigerant.

Gambar 6 Jenis desain sirip heat exchanger plat (a) segitiga (b) segiempat
(c) gelombang (d) offset (e) multilouver (f) berlubang
(Dimiliki oleh Delphi Harrison Thermal Systems, Lockport, NY.)

x

Heat exchanger tubular dengan sirip
Perluasan permukaan juga dapat diaplikasikan ke pipa tubing heat exchanger.
Sirip tersebut dapat terletak pada sisi luar ataupun dalam tubingdengan berbagai
bentuk desain yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk sirip eksternal ada yang
didesain secara individual untuk tiap-tiap tubing, dan dapat pula yang secara
bersamaan untuk beberapa tube.

16

Gambar 7 a) tube dengan sirip individual (b) tube dengan sirip kontinyu

Gambar 8 Tipe desain sirip luar tubing
Heat exchanger dengan tubing bersirip ini digunakan jika salah satu fluida
memiliki tekanan kerja dan temperatur yang lebih tinggi daripada fluida kerja yang
lainnya. Sehingga dengan adanya sirip tersebut terjadi perpindahan panas yang
efisien. Aplikasi tubing dengan sirip ini digunakan seperti pada kondensor dan
evaporator pada mesin pendingin (air conditioning), kondensor pada pembangkit
listrik tenaga uap, pendingin oli pada pembangkit listrik, dan lain sebagainya.

17

METODE
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan September hingga Desember 2015.
Proses perancangan kondensor dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober
2015, sedangkan pabrikasi kondensor dilaksanakan pada bulan Oktober 2015, dan
uji kinerja kondensor dilaksanakan pada bulan November 2015.
Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi
Pertanian, Laboratorium Energi Terbarukan, dan Bengkel Metanium Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem Leuwikopo, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Tahapan Penelitian
Pada penelitian ini dirancang kondensor tipe sirip, dimulai dari penelitian
pendahuluan, kemudian dilakukan analisa teknik, setelah mendapatkan hasil
analisa, kemudian tahapan penelitian selanjutnya akan dilakukan perancangan
fungsional dan struktural sebelum dibuat prototype nya sesuai dengan bagan alir
penelitian pada Gambar 10.
Penelitian pendahuluan
Pada tahap penelitian pendahuluan, dilakukan pengambilan data uji kinerja
dari kiln sebagai data dasar perancangan, yaitu suhu asap dan jumlah asap yang
dihasilkan dari proses pirolisis. Kiln yang digunakan adalah kiln hasil rancangan
Hasanah (2013). Sedangkan data yang diperoleh diantaranya suhu dan jumlah asap
yang dihasilkan pada proses pirolisis.

(a) Tampak kanan
(b) Dimensi kiln
Gambar 9 Kiln rancangan Hasanah (2013), skala 1:100 (dalam satuan mm)

18
Mulai

Penelitian pendahuluan
Pendekatan rancangan
Analisa teknik
Perancangan fungsional dan struktural
Gambar teknik
li i d
b
k ik
Pabrikasi

Uji fungsional dan kinerja

Analisis data pengujian

Sukses

Penulisan laporan

Selesai

Gambar 10 Tahapan penelitian

Tidak
Sukses

19
Pendekatan rancangan
Rancangan ditentukan berdasarkan prinsip kerja alat yang akan dibuat,
dilakukan dengan menentukan kriteria dasar kondensor. Kondensor digunakan
untuk mengkondensasikan / mengubah gas yang bertekanan tinggi menjadi cairan.
Alat yang dihasilkan pada perancangan ini didasarkan pada kebutuhan suhu
kondensasi dari gas yang dihasilkan pada proses pirolisis tempurung kelapa untuk
menghasilkan asap cair. Keadaan saat gas hasil pembakaran mulai kondensasi
berada pada suhu 55 oC (CIBSE 2001), sehingga alat yang dirancang harus mampu
menurunkan suhu asap keluaran menjadi kurang dari 55 oC. Untuk menangkap asap
hasil pirolisis tempurung kelapa tersebut dibutuhkan kerucut penampung yang
kemudian disalurkan ke pipa penghubung, dimensi dari kerucut disesuaikan dengan
cerobong kiln yang digunakan dan juga berdasarkan dari perhitungan perkiraan
jumlah asap yang dihasilkan dengan cara mengasumsikan bobot yang hilang dari
bahan baku menjadi arang sebagai uap air, sehingga mendapat jumlah asap yang
keluar sebanyak sebesar 9.05 kg.
Penentuan dimensi alat didasarkan pada ukuran orang Indonesia. Menurut
Rahimah (2013) tinggi rata-rata orang Indonesia adalah 160-175 cm. Data tersebut
berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada sejumlah mahasiswa Institut
Pertanian Bogor.
Analisis teknik
Pada setiap rancangan diperlukan adanya analisis teknik. Analisis teknik
pada penelitian ini merupakan metode yang akan digunakan dalam penentuan
dimensi dari kondensor yang akan dirancang.
Panjang kondensor menjadi penentu apakah gas hasil pirolisis tempurung
kelapa dapat dikondensasikan menjadi bentuk cair. Untuk mengkondensasikan gas
hasil pirolisis tempurung kelapa dibutuhkan nilai dari overall heat transfer
coefficient. Penentuan nilai overall heat transfer coefficient berdasarkan fenomena
pindah panas yang terjadi pada kondensor, terdapat tiga buah fenomena yang terjadi
pada sistem kondensor yang dirancang: konveksi natural pada bagian luar
kondensor, konduksi antara gas hasil pirolisis tempurung kelapa dengan bagian
kondensor dan yang terakhir adalah kondensasi yang terjadi di dalam kondensor.
Terdapat beberapa data yang dibutuhkan dalam penentuan panjang kondensor,
diantaranya:
x
x

Kondisi suhu pada sistem (oC): suhu gas keluaran yang diharapkan (Tg),
suhu gas yang masuk kedalam kondensor, suhu lingkungan (Tw), dan
suhu udara yang melewati kondensor.
Pipa yang digunakan pipa tembaga dengan karakteristik: diameter luar
(OD) dan dalam (ID) dengan satuan m dan konduktifitas termal (K)
dengan satuan W/m.

20
Bagian 1 : peristiwa yang terjadi di dalam kondeser merupakan peristiwa
kondensasi
x

Temperature film Tf dalam oC
ܶ௙ ൌ

൫ܶ௚ ൅ ܶ௪ ൯
ʹ

x

Properties udara pada suhu tertentu adalah:
Densitas (p) dalam kg/m3
Dynamic Viscosity (u) dalam kg/m.s
konduktivitas termal (k) dalam W/m
Entalphy Evaporation (hfg ) dalam kJ/kg
Tg-Tw dalam oC

x

Konveksi pada kondensasi
݄ത ൌ ͲǤͷͷͷ‫ ݔ‬ቆ


ߩሺߩ௩ െ ߩሻ‫ ݇ݔ݃ݔ‬ଷ ‫݄ݔ‬௙௚
ߤ‫ݔ݀ݔ‬൫ܶ௚ െ ܶ௪ ൯

(4.1)

଴Ǥଶହ



(4.2)

Bagian 2: peristiwa yang terjadi adalah konduksi
x

Konduksi pada pipa kondensor

ܴ௦ ൌ



Ž ቀ ௥೚ ቁ


ʹߨ݇ଵ

(4.3)

Bagian 3 : konveksi natural yang terjadi pada luar condenser.
x

x

Temperature film Tf dalam oC
ܶ௙ ൌ

ሺܶ௪ ൅ ܶஶ ሻ
ʹ

Penentuan properties udara pada suhu tertentu
Densitas (p) dalam kg/m3
Dynamic viscosity (u) dalam kg/m.s
Konduktivitas termal (k) dalam W/m
Panas spesifik (cp) dalam J/kgK
Koefisien ekspansi (β) dalam K-1
Nilai Prandt (Pr)
Viskositas kinematik (v) dalam m2/s
Tg-Tw dalam oC

(4.4)

21
Karena yang terjadi pada luar kondensor adalah konveksi natural maka:
ߚ݃ሺܶ௪ െ ܶஶ ሻ‫ ݔ‬ଷ
‫ ݎܩ‬ൌ
‫ݒ‬ଶ
Gr x Pr

ܰ‫ݑ‬௙ ൌ ͲǤͷͶሺ‫ݎܩ‬௙ ‫ݎܲݔ‬௙ ሻ଴Ǥଶହ

Dimana :

ܰ‫ݑ‬௙
݄ ൌ ݇൬

‫ܦ‬

Nuf
Gr
Pr

(4.5)
(4.6)
(4.7)
(4.8)

= Nusselt Number
= Grashof Number
= Prandtl Number

Nilai dari overall heat transfer coefficient adalah:
ܷ௢ ൌ

஺೚ ଵ

஺೔ ௛೔



ͳ



஺೚ ୪୬൬ ೝ೚ ൰
ଶగ௞௅





൅௛

(4.9)



Setelah di dapatkan nilai dari overall heat transfer coefficient maka
dapat ditentukan panjang kondensor yang dibutuhkan untuk
mengkondensasikan gas hasil pirolisis.
Sedangkan untuk mengetahui pindah panas yang terjadi pada udara,
oleh sebab itu perlu diketahui pindah massa dari udara di dalam
kondensor :
ṁ (kg/s)= ρ x v x A
(4.10)
Pindah panas yang terjadi pada kondensor :
q (W) = ṁ.cp.ΔT
οܶ௠ ሺ ௢‫ ܥ‬ሻ ൌ
Dimana


q

ሺοܶଵ െ οܶଶ ሻ
ο்

Ž ቀο்భ ቁ

(4.11)
(4.12)



: Laju aliran massa (kg/s)
: Heat duty (Watt)

Kemudian data didapatkan untuk mencari luas penampang
‫ܣ‬ሺ݉ሻ ൌ

‫ݍ‬
ܷ௢ ‫ݔ‬οܶ௠

(4.13)

22
Dan panjang kondensor dapat ditentukan

Dimana

‫ܮ‬ሺ݉ሻ ൌ

A
L
OD
ܷ௢

‫ܣ‬
ߨ‫ܦܱݔ‬

(4.14)

: Luas penampang pipa kondensor (m)
: Panjang pipa kondensor (m)
: Diameter luar pipa kondensor (m)
: Overall heat transfer coefficient

Perancangan
Perancangan meliputi rancangan fungsional untuk menentukan fungsi dari
komponen utama alat pendingin dan rancangan struktural untuk menentukan bentuk,
dimesi dan tata letak dari komponen utama.
1. Rancangan fungsional alat
Setiap alat mempunyai banyak komponen yang menyusunnya. Dan
komponen utama yang dimaksud adalah komponen yang jika tidak ada
maka fungsi alat menjadi terganggu secara keseluruhan. Komponen utama
ini merupakan dasar dari tujuan dibuatnya alat tersebut. Dalam hal ini,
rancangan fungsional alat terdiri dari:
x
x

Pipa penghubung
Pipa penghubung berfungsi untuk menghubungkan asap yang
keluar dari cerobong pada kiln menuju kondensor.
Kondensor
Kondensor berfungsi untuk menangkap gas yang keluar dari
dalam reaktor selama proses dan digunakan untuk melakukan
kondensasi gas tersebut sehingga menjadi cair.

2. Rancangan struktural alat
Rancangan struktural merupakan hal yang penting dalam perancangan
karena rancangan struktural merupakan perwujudan dari sketsa yang telah
dipilih untuk melaksanakan fungsi yang dimaksud pada rancangan
fungsional. Rancangan struktural pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
x

Pipa penghubung
Pipa penghubung berfungsi untuk menyalurkan dan
menghubungkan asap keluaran cerobong dengan kondensor. Pada
salah satu ujung pipa penghubung terdapat kerucut cerobong asap
yang dirancang terbuat dari plat besi dengan tebal 3 mm, tinggi 150
mm dan lebar 160 mm. Kerucut ini bersentuhan langsung dengan
cerobong kiln agar asap yang keluar dari cerobong dapat terkumpul
dan dialirkan ke pipa penghubung. Sedangkan pipa penghubung
dirancang terbuat dari pipa besi galvanis dengan diameter 1 inci
dan dilengkapi elbow di kedua ujungnya dengan ukuran 1 inci agar

23
memudahkan instalasi antara kiln dengan pipa penghubung dan
pipa penghubung dengan kondensor.
x

Kondensor
Kondensor pada sistem ini merupakan kondensor berpendingin
udara yang terbuat dari pipa tembaga dan dilengkapi dengan sirip
sebagai penukar panas, menurunkan temperatur asap dari gas
menjadi cair. Kondensor yang dirancang terbuat dari 7 buah pipa
tembaga berdiameter 0.5 inci dan dilenkapi dengan sirip yang
tebuat dari tembaga dengan diameter 100 mm dan tebal 4 mm.

Gambar teknik
Gambar teknik diperlukan agar dapat memudahkan dalam proses pabrikasi.
Dalam gambar teknik harus memperhatikan dimensi dari mesin dan skala. Gambar
teknik dilakukan dengan bantuan software Solidwork Premium 12
Pabrikasi
Rancang bangun kondensor sirip asap cair berbahan dasar tempurung kelapa
ini dirancang untuk dapat dipabrikasikan di bengkel las terdekat dari Institut
Pertanian Bogor, yaitu bengkel metanium dan mesin pertanian yang terletak di
Laboratorium Siswadhi Soepardjo, milik Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat yang digunakan pada proses ini adalah peralatan pemotong dan
pengelasan, sedangkan untuk bahan yang digunakan adalah pipa tembaga dengan
panjang 350 mm dengan diameter 0.5 inci untuk pipa kondensor, sedangkan
lingkaran berdiameter 50 mm dengan tebal 4 mm digunakan sebagai sirip dari
kondensor. Kondensor yang dibangun terbuat dari bahan tembaga.
Pengujian Kinerja kondensor
Terdapat beberapa parameter yang digunakan dalam pengujian kinerja
kondensor, diantaranya adalah performansi sistem produksi asap cair, rendemen
yang dihasilkan dan mutu asap cair yang dihasilkan.
x

Performansi sistem produksi asap cair
Secara umum, pengujian performansi alat sistem produksi distilat
asap dilakukan untuk mengetahui analisis neraca bahan, laju pengeluaran
distilat asap (liter/jam), dan laju fluida pendingin (liter/jam).

x

Rendemen yang dihasilkan
Variabel yang diukur untuk mendapatkan rendemen yang dihasilkan
adalah berat tempurung kelapa yang diarangkan dan berat asap cair yang
dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan menunjukkan berapa banyak asap
cair yang dihasilkan dari berat tempurung kelapa awal, juga
menunjukkan efisiensi proses kondensasi.

x

Mutu asap cair yang dihasilkan
Kualitas asap cair yang baik dapat diketahui melalui warna, warna
asap cair yang berwarna cerah mempunyai kualitas yang lebih baik jika

24
dibandingkan dengan asap cair yang berwarna gelap. Warna asap cair
dipengaruhi oleh suhu pirolisis yang menyebabkan degradasi (selulosa,
hemiselulosa dan lignin). Hal ini diperkuat hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wijaya et, al (2008) bahwa perubahan suhu menyebabkan
terjadinya perubahan warna pada asap cair. Semakin tinggi suhu pirolisis
maka semakin gelap warna asap cair yang dihasilkan.
Alat dan Bahan
Pengujian kinerja dari kondensor akan dilakukan sebanyak lima kali,
mencakup dua kali uji pendahuluan awal untuk mengetahui prosedur terbaik mana
yang menghasilkan proses kondensasi optimum. Tiga kali kondensasi berikutnya
menggunakan prosedur tersebut disesuaikan dengan capaian tingkat suhu
pirolisisnya. Bahan yang akan diarangkan adalah tempurung kelapa, dengan umpan
yang digunakan berupa tmepurung kelapa yang diberi bahan bakar pemantik yaitu
minyak tanah. Umpan yang digunakan akan diletakkan pada kedua laci pembakaran.
Pengujian kinerja dari kondensor hasil perancangan akan menggunakan peralatanperalatan yaitu:
1. Termokopel berfungsi untuk mengukur suhu selama proses
kondensasi berlangsung.
2. Recorder berfungsi untuk mencatat suhu yang terukur oleh
termokopel selama proses kondensasi berlangsung. Melalui hasil
pencatatan recorder, hubungan antara suhu dan waktu pada saat
proses kondensasi dapat terlihat.
3. Timbangan berfungsi untuk menimbang bahan baku tempurung
kelapa yang akan diarangkan.
4. Gelas ukur berfungsi untuk mengukur asap cair yang dihasilkan, hasil
ini akan dijadikan sebagai nilai rendemen yang dihasilkan.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah pipa besi berdiameter 1 inci untuk
pipa penghubung dan pipa tembaga berdiameter 0.5 inci dan plat tembaga dengan
tebal 4 mm untuk kondensor. Tempurung kelapa sebagai bahan baku utama untuk
diarangkan dan serabut kelapa sebagai bahan bakar awal. Tempurung dan serabut
kelapa yang digu