LAPORAN PRAKTIKUM ASAP CAIR DAN KARBON AKTIF

LAPORAN PRAKTIKUM
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN ASAP CAIR DAN KARBON AKTIF DENGAN
PROSES PIROLISIS

DI SUSUN OLEH:
Nama/NIM

: Siti Syamsiyah
Lisa Mastura

(14 644 004)
(14 644 028)

Imam Fauzi C.

(14 644 037)

Rina Dwi Safitri

(14 644 043)


Kelompok

: II (Dua)

Kelas

: VII A /S-1 Terapan

Dosen Pengawas

: Marinda Rahim ST., MT

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
PILOT PLANT
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

LEMBAR PENGESAHAN
PROSES PRODUKSI

PEMBUATAN ASAP CAIR DAN KARBON AKTIF DENGAN
PROSES PIROLISIS

DI SUSUN OLEH:
Nama/NIM

: Siti Syamsiyah
Lisa Mastura

(14 644 004)
(14 644 028)

Imam Fauzi C.

(14 644 037)

Rina Dwi Safitri

(14 644 043)


Kelompok

: II (Dua)

Kelas

: VII A /S-1 Terapan

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal…….................. 2017
Mengesahkan dan Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Marinda Rahim ST., MT
NIP. 19721128 200312 2 001

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

1.2

1.2.1

Tujuan Percobaan
-

Mahasiswa dapat mengoperasikan alat pirolisis.

-

Mahasiswa dapat membuat asap cair grade 2.

-

Mahasiswa dapat membuat karbon aktif.

-

Mahasiswa dapat menganalisis kualitas karbon aktif.

Dasar Teori

Pirolisis
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga

terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis
adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh
adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung
pengertian bahwa apabila tempurung dan cangkang dipanaskan tanpa berhubungan
dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian
dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat
dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Widjaya, 1982).
Proses pirolisa melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi,
polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisa kayu adalah :
penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 °C, pirolisa hemiselulosa pada suhu 200250 °C, pirolisa selulosa pada suhu 280-320 °C dan pirolisa lignin pada suhu 400 °C.
Pirolisa pada suhu 400 °C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas
organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi
pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier
senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992; Maga, 1988).
Hemiselulosa adalah komponen kayu yang mengalami pirolisa paling awal
menghasilkan furfural, furan, asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa tersusun atas
pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5) dan rata-rata proporsi ini tergantung pada

spesies kayu. Pirolisis dari pentosan membentuk furfural, furan dan turunannya beserta
suatu seri yang panjang dari asam karboksilat. Bersama-sama dengan selulosa, pirolisis

heksosan membentuk asam asetat dan homolognya. Dekomposisi hemiselulosa terjadi
pada suhu 200-250 °C (Girrard, 1992). Lignin dalam pirolisis menghasilkan senyawa
fenol dan eter fenolik seperti guaiakol (2-metoksifenol) dan homolognya serta
turunannya yang berperan terhadap aroma asap dari produk-produk hasil pengasapan.
Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin yang terjadi pada suhu 300 °C dan berakhir
pada suhu 450 °C (Girrard, 1992). Proses selanjutnya yaitu pirolisa selulosa
menghasilkan senyawa asam asetat, dan senyawa karbonil seperti asetaldehida, glikosal
dan akreolin. Pirolisa lignin akan menghasilkan senyawa fenol, guaiakol, siringol
bersama dengan homolog dan derivatnya (Maga, 1988).
Distilasi kering kayu adalah salah satu cara yang digunakan untuk membuat
produk-produk komersial dalam bentuk cair, padat maupun gas. Proses distilasi kering
dilakukan dengan cara memanaskan kayu secara langsung maupun tidak langsung
dengan udara terbatas ataupun tanpa udara. (Hendra, 1992). Produk yang diawetkan
dengan asap yang diproduksi pada suhu 400 °C, lebih unggul mutu organoleptiknya
dibanding perlakuan asap yang diproduksi dengan suhu yang lebih tinggi (Hanson,
2004). Selain itu, menurut Fretheim et al. (1980), efektifitas antara antioksidan dari
fenol yang paling baik adalah dari hasil pembakaran pada temperatur 400 °C.

Jumlah dan sifat fenol yang terdapat dalam asap berhubungan langsung dengan
suhu pirolisis kayu (Hamm dan Potthast, 1976 dalam Girard, 1992). Kadar maksimum
senyawa fenol tercapai pada suhu pirolisis 600 °C (Hamm dan Potthast, 1976 dalam
Girard, 1992). Peningkatan suhu sebesar 150 °C dari 350 menjadi 500 °C secara nyata
tidak merubah kondensat asam, tetapi terjadi sedikit peningkatan efek antioksidatif.
Suhu optimum pembuatan asap adalah sekitar 400 °C (Fratheim et al., 1980).
1.2.2

Asap Cair
Pengasapan merupakan pemanfaatan panas dan asap dari hasil pembakaran.

Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan bahan makanan, namun
dalam pengembangannya berubah, yaitu menghasilkan produk dengan aroma tertentu,
meningkatkan cita rasa, memperbaiki penampilan dan meningkatkan daya simpan
produk yang diasap (Girard, 1992). Asap mengandung sejumlah besar senyawa yang
dibentuk oleh pirolisis konstituen dari kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin,
dari hasil ikutan hewani seperti tulang, darah dan sebagainya (Djatmiko et al., 1985).

Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap
kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu atau dibuat dari campuran

senyawa murni (Maga, 1988). Asap diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak
sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa
organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi
oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Partikel asap mempunyai
diameter 0,1 μm. Proporsi partikel padatan dan cairan dalam medium gas menentukan
kepadatan asap. Selain itu asap juga memberikan atribut warna dan flavor pada medium
pendispersi gas (Pszczola, 1995).
Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) diperoleh secara distilasi kering
bahan baku asap misalnya batok kelapa, sabut kelapa atau kayu pada suhu 400 °C
selama 90 menit lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor
berpendingin air (Pszczola, 1995). Destilat yang diperoleh dimasukkan dalam corong
pemisah untuk dipisahkan dari senyawa-senyawa kimia yang tidak diinginkan misalnya
senyawa tar yang tidak larut dengan asam pirolignat. Asam pirolignat merupakan
campuran dari asam-asam organik, fenol, aldehid, dan lain-lain.
Berikut merupakan komposisi asap cair:
Tabel 1.1 Komposisi Kimia Asap Cair
Komposisi Kimia
Air
Fenol
Asam

Karbonil
Ter

Kandungan (%)
11 – 92
0,2 – 2,9
2,8 – 4,5
2,6 – 4,6
1 – 17

Asap

cair

pertama kali diproduksi
pada tahun 1980 oleh

sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode kasar dari distilasi
kayu asap (Pszczola, 1995). Produk yang berupa asap cair digunakan untuk
mengawetkan daging babi dan babi asin dan untuk memberi citarasa pada beberapa

bahan makanan. Menurut Maga (1988), asap cair mempunyai kelebihan antara lain :
1. Beberapa flavor dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan tradisional.
2. Lebih intensif dalan pemberian flavor.
3. Kontrol hilangnya flavor lebih mudah

4. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan.
5. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial.
6. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap.
7. Polusi lingkungan dapat diperkecil.
8. Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai cara penyemprotan, pencelupan, atau
dicampur langsung ke dalam makanan (Pearson and Tauber, 1984).
Berikut ini merupakan standar kualitas asap cair spesifikasi jepang.
Tabel 1.2 Kualitas asap cair spesifikasi Jepang
Parameter (Parameters)

Mutu Asap Cair (Quality ofliquid smoke)

pH


gris
1,50 - 3,70

Berat Jenis (Spesific Grafity)

> 1,005

Warna (Color)

Kuning coklat kemerahan
(Yellow brown reddish)

Transparansi (Transparency)

Transparan

(Tranparent)
Bahan Terapunng (Material of Float), Tidak ada bahan terapung
%
Keasaman (Acidity), %

(No float material)
1 – 18

Fenol (Phenol), %

-

Karbonil (Carbonil) %

-

Sumber : Yatagai, 2002 Alpian dkk, 2012
pH merupakan salah satu parameter tinggi rendahnya kualitas dari asap cair,
nilai pH ini menunjukkan tingkat dari proses penguraian yang terjadi pada komponen
kayu untuk menghasilkan asam organik. Nilai pH yang rendah pada asap cair
menunjukkan bahwa kualitas asap cair yang digunakan tinggi sedangkan nilai pH yang
rendah menunjukkan bahwa kualitas asap cair rendah, karena pH sangat berpengaruh
terhadap keawetan dan daya simpan produk asap cair. Tinggi rendahnya pH pada asap
cair ini dipengaruhi oleh kadar fenol, suhu pirolisis dan sitem destilasi.
Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan
asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada
bersama – sama (Darmadji, 1995). Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga
memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk asap. Menurut Maga

(1987), asap cair pada konsentrasi 6,5 gr/kg dapat memperpanjang fase lage
Staphylococcus aurus (105 CFU/ml) selama 4 hari pada suhu kamar (30ºC) dan pada
konsentrasi 9,8 g/kg adalah 14 hari. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam
bentuk cair berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap,
yaitu mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap
dalam asam akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat pertumbuhan
mikroorganisme (Buckle et al.,1985). Menurut Haris dan Karmas (1989), kerja
bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam perlindungan nilai gizi produk
yang diasap terhadap perusakan biologis. Efek fungisidal dalam asap disebabkan oleh
fenol dan formaldehid (Daun, 1979; Toth dan Potthast, 1984).
Asap dalam bentuk cair juga masih mempunyai berbagai sifat fungsional.
Fungsi lainnya adalah untuk memberikan flavor yang diinginkan pada produk asap
karena adanya senyawa fenol dan karbonil (Pszczola, 1995). Rasa dan aroma khas
produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa guaiakol, 4-metil-guaiakol, dan
2,6-dimetoksi fenol. Girard (1992) mengatakan bahwa dari berbagai penelitian
terdahulu, diketahui bahwa senyawa – senyawa fenolat tertentu seperti guaiakol, 4metil guaiakol, 2,6-dimetoksi fenil dan seringol menentukan flavor dari bahan pangan
yang diasap dimana guaiakol akan memberikan rasa asap dan seringol memberikan
aroma asap. Rasa dan aroma yang khas pada makanan yang diasap disebabkan oleh
senyawa fenol yang bereaksi dengan protein dan lemak yang terdapat pada makanan
(Daun, 1979).
1.2.3

Karbon Aktif
Karbon aktif dapat dimanfaatkan sebagai bahan penjerap, pembersih,

pemurnian, dan sebagai katalisator dalam jumlah kecil. Dengan demikian arang aktif
banyak digunakan oleh industri yang bergerak pada sektor pemurnian, seperti industri
gula, minyak dan lemak, kimia dan farmasi, serta pemurnian air. Arang aktif adalah
karbon yang mampu mengabsorbsi anion, kation, serta molekul dalam bentuk senyawa
organik dan anorganik berupa larutan dan gas. Arang aktif bersifat higroskopis, tidak
berbau, tidak berasa, tidak larut dalam pelarut berupa air, basa, asam, dan organik, serta
tidak rusak karena perubahan pH, temperatur atau komposisi limbah. Arang aktif
berbentuk kristal mikro dan karbon non grafit yang pori-porinya mampu mengabsorpsi

gas dan uap dari campuran gas dan zat –zat tidak terlarut dan terdispersi dalam cairan
melalui aktivasi. Struktur arang aktif digambarkan sebagai jaringan berpilin dari lapisan
datar karbon yang tidak sempurna yang dihubungkan oleh ikatan karbon rantai lurus
(alifatik). Luas permukaan, dimensi, dan distribusi arang aktif tergantung dari bahan
baku yang digunakan, kondisi karbonisasi, dan proses aktivasi yang dilakukan (Dadang,
2006).
Menurut Standar Industri Indonesia (SII No. 0258-79), syarat mutu karbon aktif
adalah sebagai berikut :
Tabel 1.3 Standar Kualitas Arang Aktif Menurut (SII No. 0258-79)
Jenis Uji
Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC
Kadar Air
Kadar Abu
Bagian tidak mengarang
Daya serap terhadap I2
Sumber : (Anonim, 1979)

Persyaratan
Max 15%
Max 10 %
Max 2.5%
Tidak ternyata
Min 20%

Kadar air merupakan kandungan air dalam arang dengan kondisi kering udara.
Pada saat arang keluar dari tungku pengarangan, kadar air yang terkandung sangat kecil,
biasanya kurang dari 1%. Proses penyerapan air dari udara sangat cepat sehingga dalam
waktu singkat kadar air mencapai kadar air keseimbangan dengan udara sekitarnya.
Arang yang berkualitas baik yang dipasarkan adalah arang yang mempunyai kadar air 5
– 10% (Fauziah, 2009)
Kadar abu merupakan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran. Residu tersebut
berupa zat – zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Salah satu unsur
utama abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang
dihasilkan. Kadar abu setiap arang berbeda – beda tergantung jenis kayu, letak kayu
dalam pohon, dan kandungan kulit kayu. Arang yang baik mempunyai kadar abu sekitar
3% (Fauziah, 2009).
Zat mudah menguap adalah zat selain air, yaitu karbon terikat dan abu yang
terdapat didalam arang, yang terdiri atas cairan dan sisa tar yang tidak habis dalam
proses karbonisasi. Kadar zat mudah menguap ini tergantung pada proses pengarangan
dan temperatur yang diberikan. Apabila proses karbonisasi lama dan temperatur
karbonisasi ditingkatkan akan semakin menurunkan persentase kadar zat menguapnya
(Fauziah, 2009).

Daya serap adalah peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion
atau atom antar permukaan dalam dua fasa (Pari et al, 2000 dalam Fauziah, 2009). Hal
ini terjadi bila dua fasa saling bertemu, sehingga di antara kedua fasa tersebut terbentuk
daerah antar muka yang sifatnya berbeda dengan fasa ruah kedua fasa tersebut. Pada
kondisi tertentu atom, ion atau molekul dalam daerah ini mengalami ketidakseimbangan
gaya sehingga mampu menarik molekul lain sampai keseimbangan gaya tercapai. Zat
yang terserap biasanya terkonsentrasi pada permukaan. Bahan yang yang terserap
dinamakan adsorbat, biasanya berupa cairan atau gas, sedangkan yang menyerap
disebut adsorben (Fauziah, 2009).
Uji iod merupakan parameter untuk mengetahui kemampuan arang aktif dalam
menjerap molekul-molekul dengan jari-jari yang lebih kecil dari 10-15 Angstrom.
Metode yang digunakan dalam uji daya jerap iod adalah metode titrasi iodometri
menggunakan reaksi redoks dalam penentuannya. Reaksi redoks yaitu reaksi yang
mengalami proses oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi reduksi berlangsung secara
bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain (Khopkar, 2003 dalam Rizky,
2015).
Zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam membebaskan iod dari
kalium iodida, kemudian iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan tio. Dengan reaksi :
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Kelebihan iod menyebabkan larutan menjadi berwarna kuning dan digunakan
larutan kanji sebagai indikator. Kanji dengan iod menghasilkan warna biru. Pada titrasi
iod dengan larutan tio, larutan kanji baru akan ditambahkan bila sebagian besar iod
telah bereaksi yang ditandai dengan warna coklat telah berubah menjadi warna kuning.
Dengan demikian penambahan tio dari permulaan peniteran sampai akhir, hendaknya
dilakukan tetes demi tetes (Chon dan Krisnandi, 1982 dalam Rachma, 2016)

BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. Palu
2. Pisau
3. Crusher
4. Screening 7/16 in, no.4, no.5, no.16, no.18 dan no.20
5. Shaker Screen
6. Timbangan
7. 1 set peralatan pirolisis
8. Erlenmeyer 250 ml, 500 ml dan 1000 ml
9. Corong
10. 1 set peralatan destilasi
11. Spatula
12. Gelas kimia 50 ml, 100 ml, 250 ml dan 1000 ml
13. Pipet volume 5 ml, 10 ml, 25 ml dan 50 ml
14. Pipet ukur 1 ml dan 5 ml
15. Labu ukur 50 ml, 100 ml dan 500 ml
16. Buret
17. Statif dan klem
18. Pipet tetes
19. Botol aquades
20. Bulp
21. Lumpang
22. Alu
23. Blender
24. Hot plate
25. Stopwatch
26. Neraca analitik
27. Magnetic stirrer
28. Cawan Petridish
29. Tray
30. Oven
31. Desikator
32. Cawan crucible
33. Furnace
34. Gegep
35. Sarung tangan
36. Kaca arloji
2.1.2 Bahan yang digunakan:
1.
2.
3.

Tempurung kelapa
Kertas saring whatman No. 42
Indikator Universal

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Zeolite
Indikator PP
NaOH 0,1 N
Aquades
K2Cr207
Larutan HCl (asam clorida) 4 N
Larutan iod 0,1 N
Indikator amilum
Larutan Na2S2O3 (Natrium tiosulfat) 0,1 N
Larutan H2SO4 (asam sulfat) 96 %
Larutan H2SO4 (asam sulfat) 20 %

15. Aluminium foil

2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Preparasi Bahan Baku
1. Menyiapkan bahan baku tempurung kelapa sebanyak 3 Kg
2. Membersihkan sabut kelapa yang masih menempel pada tempurung
3.
4.
5.
6.

menggunakan pisau
Mengecilkan ukuran tempurung kelapa menggunakan palu
Mengalirkan arus listrik pada alat crusher type KS5-15A 500L
Menyalakan tombol power alat crusher
Memasukkan tempurung kelapa yang sebelumnya telah dikecilkan ukurannya

dengan palu
7. Menampung tempurung kelapa hasil keluaran alat crusher
8. Setelah semua tempurung kelapa selesai di kecilkan dengan alat crusher,
mematikan alat crusher dengan menekan tombol power
9. Memutuskan aliran listrik pada alat crusher
10. Menyusun screening dari nomor urut terkecil yaitu 7/16 in, nomor 4, nomor 5
dan penampung secara berurutan dari atas ke bawah
11. Memasukan bahan baku tempurung kelapa ke dalam alat screening
12. Memasangkan screening ke alat shaker screen
13. Mengalirkan arus listrik pada alat shaker screen dan menekan tombol power
pada alat shaker screen kemudian dijalankan selama 3 menit
14. Mematikan alat shaker screen dan mengeluarkan screening dari alat shaker
screen
15. Mengambil tempurung kelapa yang lolos pada scereening 7/16 in dan nomor
ayakan 4
16. Menimbang dan mencatat masing-masing hasil screening tempurung kelapa
hingga diperoleh berat total 1,5 Kg

17. Menyimpan tempurung kelapa di dalam toples untuk digunakan pada proses
pirolisis
18. Memutuskan aliran listrik pada alat shaker screen
19. Membersihkan alat crusher, shaker screen, screening, timbangan dan seluruh
area yang digunakan untuk praktikum.
20. Menghitung diameter rata-rata partikel tempurung kelapa
2.2.2 Proses Pirolisis
1. Menyiapkan tempurung kelapa yang telah dikecilkan ukurannya yaitu yang lolos
pada scereening ukuran 7/16 in dan nomor ayakan 4
2. Memblending tempurung kelapa yang diperoleh sampai distribusi ukuran
partikel merata
3. Menimbang 1 kg tempurung kelapa yang telah diblending
4. Mengeluarkan alat pirolisis dan stereform ke luar laboratorium menuju keluar
5.
6.
7.
8.

gedung
Mengeluarkan alat pirolisis dari rak kayu dengan hati-hati
Mengeluarkan selongsong bahan baku dari alat pirolisis
Memadatkan bagian bawah pada bagian selongsong menggunakan sabut kelapa
Memasukkan bahan baku tempurung kelapa yang telah diblending dan

ditimbang 1 kg kemudian meratakannya
9. Memasukkan kembali selongsong ke dalam alat pirolisis
10. Menyambungkan kondensor ke alat pirolisis
11. Merangkai aliran air pendingin dengan menempatkan pompa ke dalam kotak
steroform dan mengisi kotak steroform dengan air dan es batu 3 buah
12. Menghubungkan selang pada alat kondensor untuk selang air masuk berada
didekat produk asap cair dan selang air keluar dekat dengan alat bahan baku
dengan proses sirkulasi.
13. Menghubungkan alat pompa ke arus listrik
14. Menyiapkan erlenmeyer 1000 ml
15. Menimbang dan mencatat massa erlenmeyer 1000 ml kosong sebagai wadah
penampung asap cair
16. Memasangkan erlenmeyer ke alat kondensor pada bagian ujung keluaran asap
cair dan menutup mulut erlenmeyer dengan aluminium foil
17. Menghubungkan alat pirolisis ke arus listrik
18. Menaikan suhu alat pirolisis secara bertahap yaitu 150°C, 300°C, 450°C hingga
600°C
19. Melakukan proses pirolisis selama 3 jam setelah suhu set point 600°C tercapai
20. Mencatat setiap perubahan suhu yang terjadi pada saat suhu set poin sudah
tercapai sampai proses pirolisis selasai
21. Mengambil hasil asap cair yang keluar dari melalui kondensor dan menutup
mulut erlenmeyer dengan aluminium foil

22. Menimbang dan mencatat erlenmeyer yang terdapat produk asap cair dengan
membuka terlebih dahulu tutup aluminium foil
23. Mengukur dan mencatat pH asap cair yang diperoleh menggunakan indicator
universal serta mengamati dan mencatat warna asap cair yang diperoleh
24. Menutup kembali mulut Erlenmeyer dengan aluminium foil
25. Menyimpan Erlenmeyer yang berisis asap cair di laboratoium untuk
mengendapkan Produk asap cair selama satu minggu untuk memisahkan fraksi
berat (tar)
26. Menurunkan suhu alat pirolisis secara bertahap yaitu dari 600°C, 450°C, 300°C
hingga 150 °C
27. Memutuskan aliran arus listrik pada alat pompa
28. Melepas rangkaian selang air pendingin dan membuang air pendingin yang ada
didalam steroform
29. Menyimpan steroform, pompa dan selang ke dalam laboratorium
30. Melepas rangkaian kondensor dengan alat pirolisis pada saat suhu 150°C
tercapai
31. Memutuskan aliran arus listrik pada alat pirolisis
32. Menyimpan alat kendensor ke laboratorium
33. Menutup bagian mulut alat pirolisis dengan aluminium foil
34. Memasukkan kembali alat pirolisis ke rak kayu dengan hati-hati
35. Memasukkan alat pirolisis kedalam gedung kemudian menuju laboratorium
36. Mengambil dan menimbang hasil residu berupa karbon yang ada didalam
selongsong alat perolisis setelah 24 jam
37. Menyimpan residu yang berupa karbon di dalam toples untuk di jadikan karbon
aktif
38. Membersihkan kondensor dan selongsong alat pirolisis setelah 24 jam dengan
menggunakan bensin dan aseton
2.2.3 Proses Pemurnian
1. Mengendapkan produk Asap cair selama 1 minggu untuk memisahkan fraksi
2.

berat (tar)
Menyaring produk asap cair hasil pengendapan dengan menggunakan kertas

3.
4.
5.

saring whatman no. 42
Mengukur dan mencatat pH asap cair hasil penyaringan
Mengamati dan mencatat warna asap cair setelah penyaringan
Memasukkan produk asap cair hasil penyaringan kedalam labu leher tiga 500 ml

6.

yang telah diisi dengan batu didih
Memasang labu leher tiga pada pemanas serta menghubungkan ke kondensor
dengan menggunakan konektor dan memasukkan thermocouple ke dalam asap

7.

cair melalui leher labu
Menutup semua leher labu ukur menggunakan aluminium foil

8.

Menimbang massa erlemenyer 500 ml kosong sebagai tempat penampung

destilat asap cair
9. Memasangkan erlenmeyer 500 ml ke kondensor dengan menggunakan elbow
10. Menghubungkan alat pemanas (heating mantle) dan kondensor dengan arus
listrik
11. Menjalankan air pendingin pada kondensor dan menghidupkan thermocouple
dengan menekan tombol power
12. Mengatur suhu heating mantle dan mengamati serta mencatat temperatur yang
ada pada thermocouple dan waktu pada saat terjadi tetesan pertama pada
erlenmeyer
13. Menjalankan proses destilasi sampai tidak ada lagi cairan yang menetes dari
kondensor ke erlenmeyer
14. Mengambil erlenmeyer yang berisi asap cair hasil destilasi
15. Mengukur dan mencatat pH destilat yang diperoleh, serta mengamati dan
mencatat warna setelah destilasi
16. Menurunkan suhu heating mantle dan mematikan alat watebath dan
thermocouple dengan menekan tombol power
17. Memutuskan aliran arus listrik pada heating mantle dan waterbath
18. Melepaskan rangkaian kondensor dari labu leher tiga
19. Membersihkan labu leher tiga, konector , elbow dan seluruh daerah yang
digunakan untuk praktikum
20. Menimbang dan mencatat Erlenmeyer yang berisi asap cair hasil destilasi
21. Menambang zeolite ke dalam Erlenmeyer dengan massa yang sama seperti
massa asap cair hasil destilasi dengan berbandingan masssa 1 : 1
22. Merendam dengan zeolite selama 1 jam kemudian menyaring produk asap cair
meggunakan kertas saring whatman no. 42
23. Mengukur dan mencatat pH asap cair yang telah disaring, setelah di rendam
dengan zeolite
24. Mengamati dan mencatat perubahan warna produk asap cair setelah di rendam
dengan zeolite
2.2.4 Proses Analisa Asam Asetat Pada Produk Asap Cair
1. Mengambil 10 ml produk asap cair dan memasukkannya kedalam labu ukur 100
ml
2. Mengencerkan hingga 100 ml dengan aquades
3. Memipet 25 ml dan memasukan kedalam erlenmeyer 250 ml
4. Menambahkan indikator PP sebanyak 2-3 tetes

5. Menitrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N sampai berubah warna menjadi
merah muda
6. Mencatat volume NaOH yang digunakan untuk titrasi dan menghitung
konsentrasi asam pada asap cair sebagai asam asetat
2.2.5 Preparasi Arang
1. Menyiapkan karbon hasil proses prolisis
2. Melakukan pengecilan ukuran pada karbon tersebut menggunakan lumpang,
3.

alu dan blender
Menyusun screening dari nomor urut terkecil yaitu nomor 16, nomor 18 dan

4.
5.
6.

penampung secara berurutan dari atas ke bawah
Memasukan bahan baku karbon ke dalam alat screening
Memasangkan screening ke alat shaker screen
Mengalirkan arus listrik pada alat shaker screen dan menekan tombol power

7.

pada alat shaker screen kemudian dijalankan selama 3 menit
Mematikan alat shaker screen dan mengeluarkan screening dari alat shaker

8.

screen
Mengambil karbon yang lolos pada scereening nomor 16 dan tertahan pada

9.

nomor 18
Menimbang dan mencatat hasil screening hingga diperoleh berat total 50

gram karbon
10. Menyimpan karbon di dalam gelaas kimia 250 ml untuk digunakan pada
proses pembuatan karbon aktif
11. Memutuskan aliran listrik pada alat shaker screen
12. Membersihkan alat shaker screen, screening, timbangan, blender, lumping,
alu dan seluruh area yang digunakan untuk praktikum.
2.2.6 Proses Aktifasi Kimia Pada Karbon
a. Pembuatan larutan H2SO4 20 % dari H2SO4 96 %
1. Menyiapakan larutan H2SO4 96 % dan labu ukur 500 ml
2. Menuangkan larutan H2SO4 96 % kedalam gelas kimia 250 ml
3. Menambahkan sedikit aquades kedalam labu ukur 500 ml
4. Memipet asam sulfat 96 % sebanyak 104,17 ml dan memasukkan kedalam
labu ukr 500 ml
5. Menambahkan aquades hingga tanda batas
6. Mendiamkan beberapa menit agar panas pada larutan hilang kemudian
menghomogenkannya
7. Proses pembuatan larutan H2SO4 20 % dilakukan di lemari asam
b. Pembuatan arang Aktif
1. Menyiapakan larutan H2SO4 20 % dan karbon yang lolos pada scereening
nomor 16 dan tertahan pada nomor 18

2. Mengambil karbon yang sudah diayak dengan perbandingan karbon dan
aktivatornya (1 : 10) yaitu 50 gram karbon dan 500 ml H 2SO4 20 % yang
telah dibuat kemudian di masukkan ke dalam gelas kimia 1000 ml
3. Memasukkan stirrer ke dalam larutan dan menutupnya dengan
alumunium foil
4. Melakukan aktivasi kimia dengan menggunakan aktivator H2SO4 20 %
5. Menghubungkan hot plate dengan arus listrik
6. Melakukan perendaman dengan aktivator dan diaduk menggunakan stirrer
dengan kecapatan sedang diatas hot plate selama 2,5 jam
7. Mematikan tombol power dan memutuskan arus listrik pada hot plate
8. Menyaring karbon yang telah direndam menggunakan kertas saring
9. Mencuci karbon dengan aquades hingga mencapai pH netral
10. Melakukan pengeringan menggunakan oven selama 2 jam pada suhu
120oC
11. Mendinginkan karbon aktif didalam desikator selama 15 menit
12. Menyimpan karbon aktif untuk kemudian akan di analisa kadarnya

2.2.7 Analisa Hasil
a. Analisa Kadar Air (ASTM D-3173)
1.

Menghubungkan arus listrik dan menekan tombol power pada oven

2.

Menaikkan suhu oven hingga 110oC

3.

Menimbang cawan petridish kosong + tutupnya dan mencatat data

4.

Menambahkan sampel karbon aktif ± 1 gram kedalam cawan petridish,
meratakan contoh kemudian menutup kembali petridish

5.

Menempatkan tutup petridish dalam desikator dan memasukkan petridish
tanpa tutup (menggunakan metal tray) kedalam oven

6.

Memanaskan selama satu jam

7.

Mengeluarkan tray dari oven, menutup petridish dengan segera lalu
memasukkan kedalam desikator sampai mencapai suhu ruangan (kira-kira
10-15 menit)

8.

Menimbang petridish, tutup petridish dan sampel yang telah didinginkan

9.

Mencatat hasil penimbangan pada lembar kerja analisa

10. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
Perhitungan :
% Kadar Air =

m2−m3
m2−m1

× 100%

Keterangan :
m1= massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3= massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)
11. Menurunkan suhu oven sampai 40°C kemudian mematikan dan
memutuskan arus listrik pada oven
b. Analisa Kadar Abu (ASTM 3174-77)
1.

Menimbang cawan crucible bersih dan mencatat beratnya pada lembar
kerja analisa

2.

Menambahkan ±1 gram karbon aktif kedalam cawan crucible dan
mencatat beratnya. Mengetuk pelan-pelan untuk meratakan contoh

3.

Meletakkan cawan dan contoh kedalam furnace pada suhu ruangan

4.

Menghubungkan arus listrik dan menekan tombol power pada furnace

5.

Mengatur suhu hingga 500oC membiarkan selama 60 menit.

6.

Menaikkan suhu furnace sampai 750 oC dan memanaskan selama 120
menit.

7.

Mengeluarkan cawan dari dalam furnace kemudian memasukannya ke
dalam desikator selama 10-15 menit dan membiarkan sampai dingin
hingga mencapai temperatur ruangan

8.

Menimbang cawan dan abu serta mencatat hasil penimbangan pada
lembar kerja analisa.

9.

Membersihkan cawan dengan menggunakan kuas kering dan menimbang
kembali cawan serta mencatat hasil penimbangan pada lembar kerja
analisa.

10. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
Perhitungan:
% Kadar Abu =

m3−m4
m 2−m1

× 100%

Keterangan:
m1= massa cawan kosong (sebelum pemanasan) (gram)
m2= massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3= massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

m4= massa cawan kosong (setelah pemanasan) (gram)
c. Analisa Uji Volatile Matter (ASTM D 3175)
1. Menaikkan suhu furnace VM hingga 950°C
2. Mencatat nomor sampel dan nomor cawan crucible pada lembar kerja
analisa
3. Menimbang cawan crucible kosong beserta tutup kemudian mencatatnya
pada lembar kerja analisa
4. Menambahkan ±1 gram karbon aktif ke dalam cawan crucible, kemudian
menutupnya kembali dan mencatat hasil penimbangan
5. Memasukkan cawan crucible yang telah berisi karbon aktif ke dalam
furnace beserta tutupnya dan memijarkan selama 7 menit
6. Mengeluarkan cawan crucible dari furnace dan mendinginkannya pada
desikator selama 7 menit
7. Menimbang cawan crucible yang berisi residu yang telah didinginkan
tersebut beserta tutupnya dan mencatatnya pada lembar kerja analisa
8. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan :
% Volatile Meter = (

m2−m3
m2−m1

× 100%) – Kadar air

Keterangan:
m1= massa cawan kosong (gram)
m2= massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3= massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)
11. Menurunkan suhu furnace sampai 70°C kemudian mematikan dan
memutuskan arus listrik pada furnace
d. Analisa Daya Serap Terhadap I2 (Dahlius A, dkk, 1983)


Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat 0,1
1. Menimbang 0,5 gram K2Cr2O7 didalam gelas kimia 50 ml dan
melarutkannya dengan sedikit aquades
2. Memasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan menambahkan aquades
hingga tanda batas kemudian menghomogenkannya

3. Memipet 25 ml larutan kedalam Erlenmeyer 500 ml kemudian
menambahkan 10 ml KI 20 % dan 25ml HCL 4 N
4. Mengencerkan hingga 200 ml
5. Menitrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N hingga berwarna kuning muda
6. Menambahkan indicator kanji hingga menjadi warna hijau
7. Melanjutkan titrasi hingga waarna bening

N natrium tiosulfat =



mg K 2Cr 2O 7
FP ×ml tio × 49

Standarisasi Laruan Iod 0,1 N
1. Memipet 25 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N kedalam Erlenmeyer
250 ml
2. Menambahkan indicator kanji
3. Menitrasi dengan larutan iod 0,1 N hingga larutan bewarna biru
N iod =



ml tio× N tio
ml Iod

Analisa Daya Serap Terhadap I2
1. Menimbang

dengan

teliti

±1

gram

arang

aktif

kemudian

memasukkannya ke dalam Erlenmeyer 250 ml
2. Menambahkan 50 ml aquadest dan 5 ml larutan Iod 0,1 N yang telah
di standarisasi.
3. Mengocok dengan hati-hati dan menutup dengan aluminium foil lalu
menyimpan di tempat gelap selama 2 jam.
4. Menyaring untuk diambil filtratnya kedalam Erlenmeyer yang bersih.
5. Menambahkan 25 ml aquadest dan indikator kanji (amilum) dan
menitrasinya dengan larutan Natrium Thiosulfat 0,1 N yang sudah di
standarisasi.
6. Sebagai pembanding, digunakan larutan blanko yang dianalisa dengan
cara yang sama tanpa arang aktif.
7. Perhitungan:

Daya serap iod (mg/g) =

( b−a ) × N Thio × BE Iod
g contoh

Keterangan :
b = volume titran blanko (mL)
a = volume titran untuk contoh (mL)
e. Analisa Uji Fixed Carbon (ASTM D 3172)
Penentuan fixed carbon ditemtukan denan rumus :
% fixed carbon = 100 % - (%M) - (%ash) – (% VM)

BAB III
PENGOLAHAN DATA
3.1

Data Pengamatan
Tabel 3.1.1 Data Pengamatan Massa Bahan Baku Berdasarkan Ukurannya
Nomor
Ayakan
+ 7/16
̵̵ 7/16 +4
̵̵ 4 +5
Total

Massa (g)
0
1,45052
0,82355
2,27407

Tabel 3.1.2 Data Pengamatan Neraca Massa Proses Pirolisis
Massa bahan

Massa produk asap

Massa residu

Rendemen produk

baku (gram)
1000,18

cair (gram)
460,89

(gram)
335,52

asap cair (%)
46,08

Tabel 3.1.3 Data Pengamatan Proses Pirolisis
Variabel
T setpoint (oC)
T aktual (oC)
Waktu pirolisis (h)
Massa bahan baku (g)
Massa erlenmeyer kosong (g)
Massa erlenmeyer + produk asap cair (g)
Massa produk asap cair (g)
Massa residu (karbon) (g)

Nilai
600
596+ 603
=599,5
2
3
1000,18
289,12
750,01
460,89
335,52

Warna produk asap cair
pH produk asap cair

Coklat gelap
2

Tabel 3.1.4 Data Pengamatan Proses Pemurnian Asap Cair
Parameter
Warna sebelum pemurnian
pH sebelum pemurnian
Warna setelah disaring
pH setelah disaring
Temperatur tetes pertama destilasi
Waktu saat tetes pertama destilasi
Warna setelah destilasi
pH setelah destilasi
Warna setelah di rendam zeolit
pH setelah di rendam zeolit

Nilai / Penampakan
Coklat gelap
2 (dua)
Coklat
2 (dua)
101,1 oC
41 menit setelah pemanasan
Kuning kecoklatan
2 (dua)
Kuning
3 (tiga)

Tabel 3.1.5 Data Pengamatan Analisa Kadar Asam Asetat pada Asap Cair
Parameter
Volume sampel asap cair yang dititrasi (ml)
Volume NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi (ml)

Nilai
25
I = 41,25
II = 41,55

Tabel 3.1.6 Data Pengamatan Analisa Kadar Air
Sampel

Massa karbon

1
2

1,0003
1,0001

m1

m2

m3

(gram)
82,5111
71,0435

(gram)
83,5114
72,0436

(gram)
83,3807
71,9167

Tabel 3.1.7 Data Pengamatan Analisa Kadar Abu
Sampel
1
2

m1
(gram)
20,9727
20,7443

m2
(gram)
21,9731
21,7448

m3
(gram)
20,9807
20,7529

m4
(gram)
20,9709
20,7507

Tabel 3.1.8 Data Pengamatan Analisa Volatile Matter
Sampel

Massa karbon

1
2

1,0001
1,0001

m1

m2

m3

(gram)
35,4934
37,1916

(gram)
36,4935
38,1917

(gram)
36,1616
37,8605

 Data Pengamatan Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N
Massa K2Cr2O7
Faktor pengencer
Bst K2Cr2O7
Volume Natrium Tiosulfat yang digunakan untuk titrasi

= 0,5032 g
=4
= 49
= 25,1 ml

 Data Pengamatan Standarisasi Larutan I2 0,1 N
Volume Natrium Tiosulfat
N Natrium Tiosulfat
Volume I2 yang digunakan untuk titrasi

= 25 ml
= 0,1 N
= 26,1 ml

Tabel 3.1.9 Data Pengamatan Analisa Daya Serap I2
Sampel

Massa Karbon

Volume Titran

Volume Titran

Aktif (g)
1.000,7
1.000,9

Blanko (ml)
4,9
4,9

Sampel (ml)
3,8
4,2

1
2
3.2

Data Hasil Percobaan
Tabel 3.2.1 Randemen Asap Cair dan Karbon Aktif
Massa bahan baku

Massa karbon aktif

Rendemen

(gram)
1000,18

(gram)
335,52

(%)
33,5459

Tabel 3.2.2 Neraca Massa Proses Pirolisis
Sampel

Massa (g)

Tempurung kelapa (bahan baku)
Asap cair
Residu (arang)
Massa yang hilang

1000,18
460,89
335,52
203,77

Tabel 3.2.3 Diameter Rata-Rata Bahan Baku
Nomor

Massa

Ayakan

(g)

+ 7/16
̵̵ 7/16

0

+4
̵̵ 4 +5
Total

Xi
(fraksi
massa)
0

1,45052
0,82355
2,27407

0,63785
0,36215
1

Di
(mm)
11,1
7,925
4,375

Di3 (mm3)

c ∙ Di3

1367,631

715,271

497,735
83,740

260,315
43,796

Xi
c ∙ Di

3

c

Dv
(mm)

0
2,45 ∙ 10-3

0,523

5,629

-3

8,27 ∙ 10
0,01072

Tabel 3.2.4 Kadar Asam Asetat dalam Asap Cair
Sampel
1
2
Rata - rata

Nilai (%)
3,76
3,78
3,77

Tabel 3.2.5 Kualitas Karbon Aktif
Sampel
1
2
Rata-rata

Kadar air

Kadar abu

(%)
13,0661
12,6887
12,8774

(%)
0,9796
0,2199
0,5997

Volatile metter Daya serap Fixed carbon
(%)
20,3093
20,2393
20,2743

I2 (%)
1,4270
0,9079
1,1675

(%)
66,2486

3.3 Pembahasan
Pada praktikum asap cair dan karbon aktif dengan proses pirolisis memiliki tujuan
yaitu dapat mengoprasikan alat pirolisis, dapat membuat asap cair, dapat membuat
karbon aktif dan dapat menganalisis kualitas karbon aktif. Pirolisis tempurung kelapa
dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam menggunakan massa tempurung kelapa
sebanyak 1000,18 g. Dari proses pirolisis diperoleh massa asap cair sebanyak 460,89 g
dengan rendemen sebesar 46,08 % dan massa residu (karbon) sebanyak 335,52 g

dengan rendemen karbon sebesar 33,55 %. Berdasarkan massa hasil pirolisis dapat
diketahui 203,77 g dengan rendamen 20,37 % merupakan massa yang hilang dari proses
pirolisis, hal ini disebabkan karena ada asap yang tidak terkondensasi sehingga tidak
menjadi produk hasil asap cair.
Berdasarkan table 3.1.4 mengenai pengamatan proses pemurnian asap cair yang
diperoleh dari hasil pirolisis berwarna cokelat gelap dengan pH 2 namun setelah proses
destilasi, diperoleh asap cair berwarna kuning kecoklatan dengan pH 2 dan setelah
dilewatkan melalui zeolit aktif berubah menjadi berwarna kuning dengan pH 3, larutan
transparan, tidak terdapat partikel melayang dan aroma asap yang berkurang. Harga pH
tersebut menyimpulkan bahwa produk asap cair tersebut bersifat asam. Hal ini
menyatakan banyaknya unsur-unsur dalam tempurung kelapa yang terurai dan
membentuk senyawa - senyawa kimia yang bersifat asam.. Proses pemurnian
menyebabkan senyawa berbahaya seperti benzopirene dan tar yang terdapat di dalam
asap cair teradsorpsi oleh zeolit aktif (Rinaldi, 2015). Semakin besar luas permukaan
zeolite yang digunakan maka semakin efektif zeolite dalam mengadsorpsi senyawasenyawa pengotor pada asap cair. Sehingga akan semakin jernih asap cair hasil
perendaman yang diperoleh. Menurut standar Jepang dari asap cair berdasarkan
parameter

pH asap cair 1,5-3,70; warna asap cair kuning kecoklatan kemerahan;

produk transparan, tidak terdapat bahan terapung dan keasaman sebesar 1 % sampai 18
%. Berdasarkan tabel 3.2.4 kadar asam asetat dalam asap cair hasil pirolisis
menghasilkan kadar asam asetat sebesar 3,77 %. Berdasarkan beberapa parameter hanya
kadar asam asetat yang tidak sesuai dengan Standar Jepang yang sudah ditentukan
dikarenakan tingginya suhu pirolisis menyebabkan semakin tinggi panas pada
tempurung kelapa untuk menguraikan hemiselulosa dan selulosa menjadi komponenkomponen senyawa kimia yang bersifat asam terutama asam asetat. Kandungan asam
pada asap cair berhubungan dengan kualitas asap cair terutama fungsinya sebagai
pengawet makanan. Berdasarkan perbandingan asap cair hasil percobaan dan standar
Jepang dapat diketahui produk asap cair pada percobaan dari sifat fisik dan pH produk
asap cair yang dihasilkan memenuhi standar. Tetapi keasaman yan diperoleh tidak
memenuhi standar Jepang dikarenakan
Pada percobaan karbon aktif dilakukan lima jenis analisa, yaitu kadar air, kadar
abu,kadar volatile matter, fixed carbon dan daya serap iod. Dari hasil analisa diperoleh
kadar air 12,8774%, kadar abu 0,5997%, volatile matter 20,2743%, fxed carbon

66,2486% dan daya serap iod 1,1675%. Standar kualitas arang aktif menurut SII
(Standar Industri Indonesia) dalam bentuk butiran yaitu kadar air maksimal 10%, kadar
abu maksimal 2,5%, volatile matter maksimal 15% dan daya serap iod minimal 20%
dan standar kualitas arang aktif menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) fixed carbon
minimal 65%. Berdasarkan SII tersebut dapat diketahui bahwa kadar abu arang aktif
sudah sesuai dengan standar dan fixed carbon menurut SNI sudah memenuhi standar.
Namun, pada parameter kadar air, volatile matter dan daya serap iod tidak memenuhi
standar. Kadar air dan volatile matter disebabkan karena arang yang diaktivasi dengan
H2SO4, kemudian dicuci menggunakan aqudest sampai pH netral membuat pori-pori
arang aktif yang sudah terbuka dapat menyerap mineral-mineral yang masih terkandung
di aquadest. Daya Serap iod yang tidak memenuhi SII dikarenakan arang yang
diaktivasi dengan H2SO4 telah mengalami kerusakan dinding struktur dari arang
tersebut, hal tersebut akan berakibat pada daya adsorpsi terhadap iod semakin kecil.
Selain itu dapat juga dikarenakan pada arang aktif yang dihasilkan masih mengandung
banyak pengotor berupa senyawa anorganik.

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan:
1. Rendemen asap cair hasil pirolisis pada suhu 600oC sebesar 46,08 %,
rendemen karbon aktif sebesar 33,55 % dan rendamen massa hilang sebesar
20,37 %.
2. Produk asap cair hadri proses pirolisis memiliki visual berwarna kuning
dengan pH 3, larutan transparan, tidak terdapat partikel melayang dan kadar
asam asetat sebesar 3,77%, dari beberapa parameter hanya kadar asam asetat
yang tidak sesuai dengan standar asap cair yang diinginkan berdasarkan
Standar Jepang.
3. Hasil analisa produk karbon hasil pirolisis diperoleh kadar air 12,8774%,
kadar abu 0,5997%, volatile matter 20,2743%, fxed carbon 66,2486% dan
daya serap iod 1,1675%. Berdasarkan SII dapat diketahui bahwa kadar abu
arang aktif sudah sesuai dengan standar dan fixed carbon menurut SNI sudah
memenuhi standar. Namun, pada parameter kadar air, volatile matter dan daya
serap iod tidak sesuai dengan standar.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. Indonesian University Press. Jakarta.
Chon, H.A, dan Krisnandi, E. (1982). Penuntun Praktikum Kimia Analisis Jumlah II
Titrimetri. Bogor: Departemen Perindustrian. Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor
Dadang. (2006). Jarak Pagar Sebagai Tanaman Penghasil Biodiesel.
https://books.google.co.id/books?
id=w2qZ9uLFrw0C&pg=PA102&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=3#v=onepage
&q&f=false
Darmadji, P. 1995 Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas
Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redistilasi.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8(3);267-171.
Daun, H.1979. Interaction of Wood Smoke Components and Foods. Food
Technol. 33 (5) 66-71.
Djatmiko, B., S. Ketaren dan Setyakartini. 1985. Arang Pengolahan dan
Kegunaannya. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Fauziah, N. (2009). Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia
Mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben.
Skripsi
Institut
PertanianBogor.
Repository,ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/13071/E09nfa.pdf
Fretheim, K., P. E. Granum dan Vold. 1980 Influence of Generation Temperature
on The Chemical Composition, Antioxidative Antimicrobial Effects of
Wood Smoke. J. Food Science 45 : 999-1007.
Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis horwood. New
York.
Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Pangan. Terjemahan
Achmadi S., Bandung Technology Institute Press, Bandung.

Hendra, D. 1992. Hasil Pirolisis dan Nilai Kalor dari 8 Jenis Kayu di Indonesioa
Bagian Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 10(4);122-124.
Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press, Florida.
Pearson, A.M. dan F.W. Tauber. 1973. Processed Meats, second edition. AVI
Publishing Company Inc., Wesport Connecticut.
Pszczola, Donald E. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke-Based
Flavors. Food Technol. 49(1);70-74.
Tim Laboratorium Proses Produksi. (2016). “Penuntun Praktikum Proses Produksi
Semester VII”, Politeknik Negeri Samarinda: Samarinda
Toth, L. dan K. Potthast. 1984. Chemical Aspect of the Smoking of Meat and
Meat Products dalam C. O. Chichester, E. M. Mrakdan B. S. Schweigert
(ed.). Advances in Food Research. Vol. 29. Academic Press, Inc., New
York. London.
Yunita, R. (2016). Pengaruh Waktu Aktivasi Kimia Terhadap Arang Aktif Cangkang
Kelapa Sawit Hasil Pirolisis Oksidasi Parsial. Tugas Akhir Politeknik Negeri
Samarinda.

PERHITUNGAN
a. Diameter Rata-Rata Bahan Baku
π
=¿ 0,523
6

c=

Dv =



=



=

√3 178,362

3

3

∈ xi
xi
c .∈
c . Di3
1
0,523 x 0,01072

= 5,629 mm
b. Randemen Asap Cair
Rendemen=

produk asap cair (g)
×100
bahan baku( g)
¿

460,89
×100
1000,18

¿ 46,0807

c. Randemen Karbon Aktif
Rendemen=

produk karbon aktif (g)
×100
bahanbaku ( g)
¿

335,52
×100
1000,18

¿ 33,5459

d. Neraca Massa Proses Pirolisis
Massa tempurung kelapa masuk (bahan baku) = 1000,18 g
Massa produk asap cair = 460,89 g
Massa residu (arang) = 355,52 g

Massa bahan baku = massa produk asap cair + massa residu + massa yang hilang
1000,18

=

460,89

+

355,52

+ massa yang hilang

Massa yang hilang = 1000,18 – 460,89 – 355,52
= 203,77 g

e. Berat jenis asap cair
Massa pikno kosong

= 12,5504 g

Suhu asap cair

= 29 oC

Berat jenis air (29 oC)

= 0,9960 g/ml

Massa piknometer kosong + isi = 17,8207
Volume pikno
Densitas =
=

= 5 ml

massa piknometer+ isi – massa piknometer kosong
volume piknometer
17,8207−12,5504
5

= 1,05406 g/ml
Berat jenis =
=

densitas asap cair
densitas air 29o C
1,05406 g /m l
0,9960 g/ml

= 1,0583
f. Kadar Asam Asetat dalam Asap Cair
Volume sampel produk asap cair = 25 ml
Densitas asap cair
Densitas =

= 1,05406 g/ml

massa sampel asap cair(g)
volume sampel (ml)

Massa sampel asap cair (g) = densitas (g/ml) x volume sampel (ml)
= 1,05406 g/ml x 25 ml
= 26,3515 g = 26351,5 mg

Volume NaOH

= 41,25 ml

N NaOH

= 0,1 N

Faktor pengencer (fp)

= 100 ml / 25 ml = 4

Bm CH3COOH

= 60 g/gmol
V x N x BM x fp x 100
mg sampel

Kadar asam asetat (%) =
=

41,25 x 0,1 x 60 x 4 x 100
26351,5

= 3,76 %

g. Volume Larutan Induk yang Dibutuhkan untuk Membuat H 2SO4 20 %
Larutan induk = H2SO4 96 %
Volume H2SO4 96 % = V1
Volume H2SO4 20 % = V2
V1 ∙ %1 = V2 ∙ %2
V ∙
V 1= 1 2 2
¿

500 ml ∙ 20
96

¿ 104,17 ml

h. Kadar Air Karbon Aktif
kadar air=

m 2−m3
×100
m 2−m1

¿

83,5114−83,3807
× 100
83,5114 −82,5111

¿ 13,0661

i. Kadar Abu Karbon Aktif
kadar abu=

m3−m4
× 100
m2−m1
¿

20,9807−20,9709
× 100
21,9731−20,9727

¿ 0,9796

j. Volatile Matter Karbon Aktif

(

volatile matter=

m2−m3
×100 −kadar air
m2−m1

)

¿

×100 )−12,8774
( 36,4935−36,1616
36,4935−35,4934

¿ 20,3093

k. Fixed Carbon Karbon Aktif
% Fixed carbon = 100% – (kadar air + kadar abu + volatile matter)
= 100 % – (12,8774+ 0,5997+ 20,2743) %
= 66,2486 %

l. Konsentrasi Larutan Natrium Tiosulfat Sebenarnya
Massa K2Cr2O7
Faktor pengencer (fp)

= 0,5032 g
= 100 ml: 25 ml
=4
Bst K2Cr2O7
= 49
Volume Natrium Tiosulfat yang digunakan untuk titrasi = 25,1 ml
massa K 2 Cr2 O 7 ( mg )
N tio=
fp × volume tio(ml) × Bst K 2 Cr2 O 7
503,2
¿
4 ×25,1 × 49

¿ 0,1023 N

m. Konsentrasi Larutan I2 Sebenarnya
Volume Natrium Tiosulfat
N Natrium Tiosulfat
Volume I2 yang digunakan untuk titrasi

= 25 ml
= 0,1023 N
= 26,1 ml

volume tio ( ml ) × N tio
volume Iod

N Iod =

¿

25 × 0,1023
26,1

¿ 0,0980 N

n. Daya Serap Karbon Aktif terhadap I2
Massa contoh = 1000,7 mg
Ntio = 0,1023 N
b = 4,9 ml
a = 3,8 ml
Daya serap Iod ( )=
¿

( b−a ) × N tio× BE Iod
x 100
massa contoh(mg)

( 4,9−3,8 ) × 0,1023× 126,9
x 100
1000,7

¿ 1,4270