Klasifikasi Titik Api di Bengkalis Riau Menggunakan Algoritme ID3 Spasial yang Diperluas

KLASIFIKASI TITIK API DI BENGKALIS RIAU
MENGGUNAKAN ALGORITME ID3 SPASIAL YANG
DIPERLUAS

YAUMIL KHOIRIYAH

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Titik Api di
Bengkalis Riau Menggunakan Algoritme ID3 Spasial yang Diperluas adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Yaumil Khoiriyah
NIM G64100088

ABSTRAK
YAUMIL KHOIRIYAH. Klasifikasi Titik Api di Bengkalis Riau Menggunakan
Algoritme ID3 Spasial yang Diperluas. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH
SITANGGANG.
Kebakaran hutan di Provinsi Riau, termasuk di Kabupaten Bengkalis,
merupakan bencana yang sering terjadi tiap tahun hingga saat ini. Titik api
(hotspot) merupakan indikator terjadinya kebakaran hutan. Pemantauan titik api
oleh satelit NOAA merupakan salah satu upaya pengenalan pola kejadian yang
dapat dimanfaatkan untuk pencegahan kebakaran hutan. Data titik api ini berupa
data spasial, sehingga diperlukan suatu algoritme spasial untuk dapat menggali
informasi dari data titik api tersebut. Algoritme ID3 spasial yang diperluas
merupakan suatu algoritme klasifikasi spasial yang dapat menghasilkan model
pohon keputusan spasial. Pada penelitian ini, algoritme ID3 spasial yang diperluas
diterapkan pada data kebakaran hutan di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau,

yang meliputi data titik api, data cuaca, data sosial ekonomi, dan data karakteristik
wilayah. Hasil penelitian ini adalah sebuah pohon keputusan dengan layer pada
node akar adalah sumber pendapatan. Sebanyak 137 aturan dihasilkan dengan
akurasi sebesar 75.66% untuk data kebakaran hutan Kabupaten Bengkalis, serta
akurasi sebesar 41.38% pada data kebakaran hutan Kabupaten Rokan Hilir,
Provinsi Riau.
Kata kunci: ID3, kebakaran hutan, pohon keputusan spasial, titik api

ABSTRACT
YAUMIL KHOIRIYAH. Hotspot Classification in Bengkalis Riau Using
Extended Spatial ID3 Algorithm. Supervised by IMAS SUKAESIH
SITANGGANG.
Forest fire in Riau Province including Bengkalis district, are frequently
occurred every year. Hotspot is an indicator for forest fire events. Hotspots
monitoring by the NOAA satellite is one of the efforts to prevent forest fires.
Hotspot data are spatial data. In order to analyze the data, spatial algorithms are
required. The extended spatial ID3 algorithm is a spatial classification algorithm
for creating a spatial decision tree from spatial datasets. This research applied the
extended spatial ID3 algorithm to the forest fires data in Bengkalis district, Riau.
The data include hotspots and non-hotspots, weather data, socio-economic data,

and geographical characteristics of the study area. The result of this research is a
decision tree with income source layer as the root node. As many as 137 rules
were generated to the tree. The accuracy of the tree is 75.66% and 41.38%
respectively on the forest fires dataset in Bengkalis district and Rokan Hilir
district Riau.
Keywords: forest fires, hotspots, ID3, spatial decision tree

KLASIFIKASI TITIK API DI BENGKALIS RIAU
MENGGUNAKAN ALGORITME ID3 SPASIAL YANG
DIPERLUAS

YAUMIL KHOIRIYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji:
1 Hari Agung Adrianto, SKom MSi
2 Endang Purnama Giri, SKom MKom

Judul Skripsi : Klasifikasi Titik Api di Bengkalis Riau Menggunakan Algoritme
ID3 Spasial yang Diperluas
Nama
: Yaumil Khoiriyah
NIM
: G64100088

Disetujui oleh

Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dari
penelitian yang dilakukan penulis adalah Klasifikasi Titik Api di Bengkalis Riau
Menggunakan Algoritme ID3 Spasial yang Diperluas. Terima kasih kepada
seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian karya ilmiah ini, diantaranya:
1 Kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan dan merestui kegiatan
penulis.
2 Ibu Dr Imas S. Sitanggang, SSi MKom selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan masukan dan bimbingan sejak awal hingga selesainya
penelitian ini.
3 Bapak Hari Agung Adrianto, SKom MSi dan Bapak Endang Purnama Giri,

SKom MKom, selaku dosen penguji atas saran dan perbaikannya.
4 Teman-teman seperjuangan, Indry dan Anna, atas kerjasama dan
bantuannya.
5 Teman-teman Pixels (Ilkom47) atas kebersamaannya.
6 Teman-teman UKF atas dukungannya.
7 Seluruh staf dan karyawan Departemen Ilmu Komputer FMIPA IPB, serta
pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Yaumil Khoiriyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

3

Area Studi dan Data

3

Tahapan Penelitian

4


Peralatan Penelitian

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Praproses Data

6

Evaluasi Model

13

Presentasi Model

13


SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17


RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1 Jenis data dan objek spasial
2 Layer-layer dalam basis data

4
9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kabupaten Bengkalis
Tahapan penelitian
Proses pembuatan layer target
True alarm (T) dan false alarm (F)
Hasil uji valid layer tutupan lahan di PostgreSQL
Contoh geometri tidak valid
Algoritme ID3 spasial yang diperluas (Sitanggang et al. 2013)
Layer target
Layer tutupan lahan
Potongan pohon keputusan yang dihasilkan
Confusion matrix hasil evaluasi data uji Rokan Hilir
Confusion matrix hasil evaluasi data uji Bengkalis

3
4
7
7
8
9
10
11
12
12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nama layer dan atributnya
2 Aturan terbaik urutan 11 sampai 30

17
18

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Provinsi Riau merupakan wilayah dengan kasus kebakaran hutan yang
cukup tinggi. Pada tahun 1997, kebakaran hutan gambut di Provinsi Riau
merupakan salah satu penyumbang utama pencemaran kabut asap yang merambat
hingga ke Singapura dan Malaysia (Tacconi 2003). Hingga saat ini, kebakaran
hutan di Provinsi Riau sering kali terjadi setiap tahunnya, terutama pada musim
kemarau.
Titik api (hotspot) adalah indikator munculnya kebakaran hutan dan lahan
yang didapat dari penurunan data satelit NASA (NASA 2014). Informasi hasil
pantauan ditampilkan dalam bentuk citra maupun statistik data hotspot yang
tersimpan sebagai data spasial. Perbedaan format antara data spasial dan data nonspasial mengakibatkan perbedaan algoritme yang diterapkan untuk dapat
menggali informasi dari kedua jenis data tersebut, sehingga diperlukan suatu
algoritme khusus untuk mengolah data spasial.
Data titik api hasil pantauan satelit hanya menunjukkan koordinat titik
tengah dari piksel kebakaran yang terdeteksi, bukan menunjukkan koordinat
terjadinya kebakaran di permukaan bumi yang sesungguhnya (NASA 2014).
Kebakaran yang terjadi mungkin saja berada dalam radius 500 meter dari
koordinat titik api tersebut (Kayoman 2010). Teknik klasifikasi dapat diterapkan
dalam pengolahan data titik api, sehingga diketahui karakteristik lahan dan
komponen yang menyebabkan kemunculan titik api serta dapat memprediksi
munculnya kebakaran hutan.
Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan algoritme klasifikasi pohon
keputusan ID3 spasial (Rinzivillo dan Turini 2004). Penelitian ini menghasilkan
algoritme ID3 spasial yang mampu menangani data spasial, namun terbatas pada
data dalam tipe poligon. Kemudian hasil penelitian Rinzivillo dikembangkan
kembali dan didapat algoritme ID3 spasial yang diperluas (Sitanggang et al. 2013).
Algoritme ID3 spasial yang diperluas ini mampu melakukan klasifikasi dan
menghasilkan pohon keputusan spasial dari data spasial dalam tipe titik, garis, dan
poligon (Sitanggang et al. 2013).
Penerapan klasifikasi pada data spasial kebakaran hutan dapat dijadikan
salah satu acuan dalam memprediksi kemungkinan munculnya titik api sebagai
indikator kebakaran hutan di suatu wilayah. Penelitian oleh Sitanggang et al.
(2013) telah menerapkan algoritme ID3 spasial yang diperluas pada data
kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dan menghasilkan suatu
pohon keputusan spasial mengenai klasifikasi titik api di wilayah tersebut.
Penelitian ini bertujuan menerapkan algoritme ID3 spasial yang diperluas
(Sitanggang et al. 2013) pada data kebakaran hutan di Kabupaten Bengkalis,
Provinsi Riau.

2
Perumusan Masalah
Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, merupakan wilayah yang rawan
mengalami kebakaran hutan. Jenis lahan yang bergambut dan tindakan
masyarakat yang melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan (land
clearing) semakin meningkatkan risiko kebakaran hutan di Kabupaten Bengkalis.
Algoritme ID3 spasial yang diperluas perlu diterapkan pada data kebakaran hutan
Kabupaten Bengkalis untuk dapat menghasilkan model pohon keputusan spasial
yang dapat memprediksi karakteristik wilayah dan komponen yang berpotensi
dalam kemunculan titik api, sekaligus sebagai pembanding dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan di wilayah Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
(Sitanggang et al. 2013).

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1 Menerapkan algoritme ID3 spasial yang diperluas pada data spasial
kebakaran hutan.
2 Mengevaluasi pohon keputusan spasial yang dihasilkan oleh algoritme ID3
spasial yang diperluas.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini yaitu sebuah pohon keputusan yang dapat
digunakan untuk memprediksi kemunculan titik api di wilayah Kabupaten
Bengkalis, Provinsi Riau. Pohon keputusan ini dapat digunakan untuk
memprediksi kemunculan titik api sebagai indikator kebakaran hutan, dalam
upaya pencegahan terjadinya kebakaran hutan.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada:
1 Data kebakaran hutan yang dipakai hanya meliputi wilayah Kabupaten
Bengkalis, Provinsi Riau. Data terdiri atas data cuaca, data sosial-ekonomi,
serta data fisik wilayah Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
2 Metode yang digunakan adalah pohon keputusan ID3 spasial yang diperluas
(Sitanggang et al. 2013).

3

METODE
Area Studi dan Data
Wilayah penelitian melingkupi daerah Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau
(Gambar 1). Kabupaten Bengkalis memiliki luas 7,793.93 km2 (Pemerintah
Provinsi Riau 2013).

Gambar 1 Kabupaten Bengkalis
Wilayah Kabupaten Bengkalis mencakup daratan bagian pesisir timur pulau
Sumatera dengan batas sebagai berikut (Pemerintah Provinsi Riau 2013):
1 Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka;
2 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten
Kepulauan Meranti;
3 Sebelah barat dengan Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten
Rokan Hulu, dan;
4 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Penelitian ini menggunakan data persebaran dan koordinat titik api tahun
2008 yang diperoleh dari FIRMS MODIS Fire/Hotspot, NASA/University of
Maryland, data cuaca (maksimal hujan harian, temperatur harian, kecepatan
angin) yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG), data sosial-ekonomi (sumber pendapatan) dari Badan Pusat Statistika
(BPS), serta peta digital yang terdiri atas peta jalan, sungai, pusat kota, tutupan
lahan, dan batas administratif dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Informasi
data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Mengacu pada situs NASA (2014) deteksi titik api MODIS
merepresentasikan titik pusat dari piksel citra seluas ± 1 km, yang menunjukkan
satu atau lebih titik kebakaran atau anomali termal lainnya (misal gunung berapi).
Kecerahan temperatur dari suatu piksel kebakaran diukur dalam satuan Kelvin
dengan menggunakan MODIS channel 21/22 dan channel 31. Tingkat kecerahan
ini merupakan suatu ukuran energi dalam cahaya pada suatu panjang gelombang
yang dipresentasikan dalam satuan temperatur.

4
Tabel 1 Jenis data dan objek spasial
Data

Objek spasial

Banyak fitur

Fisik wilayah

Pusat kota
Sungai
Jalan
Tutupan lahan
Sumber pendapatan
Curah hujan
Temperatur harian
Kecepatan angin
Titik api

17 titik
948 garis
44 garis
3026 poligon
175 poligon
49 poligon
27 poligon
41 poligon
685 titik

Sosial-ekonomi
Cuaca

Persebaran titik api

Tahapan Penelitian
Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Mulai

Data

Praproses
Data

Data Latih

Pembuatan Model
Klasifikasi Spasial
Menggunakan
Algoritme ID3 Spasial
yang Diperluas

Data Uji

Selesai

Presentasi Model

Evaluasi Model

Gambar 2 Tahapan penelitian
Praproses Data
Data spasial merupakan data yang merepresentasikan objek di permukaan
bumi atas dasar referensi geografis. Objek tersebut direpresentasikan secara
sederhana dengan menggunakan bentuk geometri berupa titik, garis, poligon, dan
piksel (Brimicombe dan Li 2009). Objek dalam sebuah data spasial memiliki
keterhubungan dengan objek tetangganya yang disebut relasi spasial. Relasi
spasial diantaranya adalah topologi dan metrik. Topologi merupakan relasi spasial
yang berhubungan dengan bentuk ruang geometri. Hubungan topologi
menitikberatkan pada notasi Boolean, seperti irisan dan gabungan (Brimicombe
dan Li 2009). Sementara itu, metrik merupakan relasi spasial yang menggunakan
hubungan jarak (Ester et al. 1997). Objek-objek dalam data spasial selanjutnya
tersimpan dalam suatu kumpulan yang disebut layer.
Tahap praproses data diperlukan untuk memperoleh data yang berkualitas
karena hal ini akan mempengaruhi akurasi model yang dihasilkan. Dalam tahap
ini dilakukan penanganan terhadap nilai kosong, data tidak konsisten, dan
duplikasi data. Selain itu dilakukan konversi data non-spasial menjadi tipe data
spasial. Praproses data juga menerapkan operasi spasial topologi dan metrik untuk

5
mengetahui relasi antarlayer, serta menghasilkan layer target yang akan
menentukan kemunculan titik api.
Pembuatan Model Klasifikasi Spasial Menggunakan Algoritme ID3 Spasial
yang Diperluas
Klasifikasi spasial merupakan metode klasifikasi yang menganalisis objek
pada data spasial. Metode ini diterapkan untuk menemukan suatu pola yang
berkaitan dengan unsur-unsur spasial (Han et al. 2011). Model pohon keputusan
lain contohnya adalah pohon keputusan spasial entropi yang dikembangkan oleh
Li dan Claramunt (2006). Pada tahap ini akan diterapkan algoritme ID3 spasial
yang diperluas (Sitanggang et al. 2013) terhadap data latih. Data masukan yang
digunakan terdiri atas dua jenis, yaitu sekumpulan layer penjelas yang berisi fiturfitur spasial suatu objek di tiap layer, serta satu layer target yang berisi kelas yang
digunakan dalam klasifikasi.
Langkah pertama dalam pembuatan model dengan menggunakan algoritme
ID3 spasial yang diperluas (Sitanggang et al. 2013) adalah menentukan relasi
spasial antara dua layer yang berbeda. Misal terdapat layer Li dan Lj, i ≠ j, untuk
setiap fitur ri dengan R=SpatRel(Li, Lj), ukuran spasial untuk ri ditulis dengan
SpatMes(ri). Ukuran spasial yang digunakan dapat berdasarkan hubungan
topologi atau metrik. Selanjutnya ukuran spasial dihitung menggunakan
persamaan 1:
SpatMes(R) = f(SpatMes(r1), SpatMes(r2), .., SpatMes(rn))

(1)

dengan ri merupakan fitur di R, i = 1, 2, …, n sebanyak jumlah fitur di R. f adalah
fungsi keseluruhan berupa fungsi minimum, maksimum, atau mencacah.
Penentuan relasi spasial dilakukan berdasarkan hubungan topologi dengan
menggunakan fungsi area dan fungsi menghitung. Hubungan metrik dilakukan
dengan menerapkan fungsi jarak.
Sebuah relasi spasial antara Li dan Lj dihasilkan dalam sebuah layer baru, R.
Kemudian ditentukan gabungan relasi spasial SJR (Spatial Join Relation) untuk
semua fitur p di Li dan q di Lj sebagai persamaan 2:
SJR={(p, SpatMes(r), q |r adalah fitur di R yang berasosiasi dengan p dan q} (2)
SpatMes digunakan untuk menghitung nilai entropi. Misalkan layer target S
mempunyai l atribut kelas C yang berbeda (c1, c2, .., cl). Nilai entropi bagi S
merepresentasikan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan kelas dari
keseluruhan data dan diformulasikan dalam persamaan 3 sebagai berikut
(Sitanggang et al. 2013):
H(S) = - ∑ =1

(3)

2

SpatMes(S) merupakan ukuran spasial layer S dari persamaan 1.
Misalkan V merupakan atribut dari layer penjelas, memiliki q nilai berbeda
(v1, v2, .. , vq). Untuk setiap nilai diasosiasikan dengan layer target S, L(vi, S),
dituliskan dalam persamaan 4 (Sitanggang et al. 2013):
H(S|L) = -∑ =1

(

, )

(4)

H(S|L) merupakan jumlah informasi yang dibutuhkan dalam mengklasifikasi
objek berdasarkan layer penjelas.

6
Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai information gain spasial, yang
menunjukkan banyaknya informasi yang akan diperoleh dari percabangan layer
penjelas L. Formula untuk gain informasi spasial sebagai berikut (Sitanggang et al.
2013):
Gain(L) = H(S) – H(S|L)

(5)

Selanjutnya, layer dengan nilai information gain spasial tertinggi akan
dipilih sebagai node akar untuk memisahkan dataset spasial.
Evaluasi Model
Tahap ini bertujuan mendapatkan akurasi model klasifikasi yang dibangun.
Pengujian akurasi model klasifikasi dilakukan dengan menggunakan dataset
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dari penelitian sebelumnya (Sitanggang et
al. 2013).
Presentasi Hasil
Model klasifikasi yang selesai dibangun akan menghasilkan suatu pohon
keputusan spasial. Dari pohon keputusan spasial ini akan didapat hasil berupa
sekumpulan aturan IF .. THEN .. untuk prediksi kemunculan titik api.

Peralatan Penelitian
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
 Sistem operasi Windows 8 64-bit
 Quantum GIS versi 1.8.0-Lisboa untuk pemrosesan dan visualisasi data
spasial.
 PostgreSQL versi 1.16.0 sebagai sistem manajemen basis data.
 PostGIS versi 2.0 sebagai ekstensi dalam PostgreSQL untuk analisis data
spasial.
 Bahasa pemrograman Python 2.0.
Perangkat keras berupa personal komputer dengan spesifikasi:
 Processor Intel Core i3.
 RAM 2GB.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Praproses Data
Pembentukan layer target
Data persebaran dan koordinat titik api hanya mengandung objek titik api
yang dalam penelitian ini dinyatakan sebagai true alarm (kelas positif). Agar
pohon keputusan dapat menentukan karakteristik wilayah muncul dan tidaknya
titik api, maka dilakukan pembangkitan titik secara acak sebanyak jumlah titik api
asli, yaitu 685 titik dengan jarak minimum radius 0.907374 km dari titik api. Jarak
ini didapat dari hasil pengolahan citra oleh satelit Landsat TM (Sitanggang et al.

7
2013). Titik acak tersebut dinyatakan sebagai false alarm (kelas negatif) yang
disimpan dalam layer false alarm.
Gambar 3 menunjukkan proses pembentukan layer target. Dari data titik api
yang disimpan dalam layer hotspot (A), diambil data titik api berupa atribut gid
dan geom sebagai atribut dalam layer true alarm (B). Kemudian data true alarm
r bu d b d n n k
‘T’. m n r d false alarm (C) dilabeli dengan
k
‘F’. Selanjutnya layer target (D) dibuat dengan memasukkan data true alarm
dan data false alarm. Didapat 1370 titik sebagai objek spasial dalam layer target
seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Proses pembuatan layer target

Gambar 4 True alarm (T) dan false alarm (F)
Selain layer target, diperlukan layer penjelas sebagai masukan untuk
klasifikasi titik api. Layer penjelas terdiri atas 3 aspek, yaitu fisik, sosial-ekonomi,
dan cuaca. Aspek fisik meliputi objek jalan, sungai, pusat kota, dan tutupan lahan.
Aspek sosial-ekonomi diwakili oleh data sumber pendapatan, sedangkan aspek
cuaca meliputi data curah hujan, temperatur harian, dan kecepatan angin.
Perhitungan jarak untuk layer penjelas dengan objek jalan, sungai, dan
pusat kota
Objek spasial jalan, sungai, dan pusat kota memiliki tipe garis dan titik.
Oleh karena itu diterapkan operasi spasial metrik untuk mendapatkan ukuran jarak
objek target ke objek dari tiap layer penjelas. Query spasial yang diterapkan untuk
mencari jarak antara titik api dengan objek jalan (road) adalah:
CREATE TABLE distance_road AS SELECT t.gid AS target_id, t.geom,
ST_DISTANCE(t.geom, r.geom), r.gid AS road_id FROM target AS t,
road as r ORDER BY t.gid;

8
Objek di layer target diwakili oleh t.geom, sedangkan r.geom merupakan
objek di layer penjelas yang dalam hal ini layer road. Setelah diketahui jaraknya,
diambil jarak terdekat dari tiap objek tersebut dengan menggunakan query spasial
min(ST_DISTANCE(t.geom,r.geom)) sebagai berikut:
CREATE TABLE min_distance_road AS SELECT t.gid AS target_id,
t.target_attr, min(ST_DISTANCE(t.geom, r.geom)) AS
min_distance FROM target AS t, road as r GROUP BY t.gid,
t.target_attr ORDER BY t.gid;

Selanjutnya, jarak terdekat tersebut diklasifikasi untuk digunakan sebagai
atribut penjelas tiap objek dalam layer penjelas. Kelas jarak titik api terhadap
objek jalan terdekat (dist_road), ditetapkan sebagai berikut (Sitanggang et al.
2013):
 Low: jarak ke objek jalan terdekat ≤ 2500 m.
 Medium: 2500 m< jarak ke objek jalan terdekat ≤ 5000 m.
 High: jarak ke objek jalan terdekat > 5000 m.
Proses ini menghasilkan 3 layer penjelas dengan objek spasial berupa titik
yang mewakili masing-masing jarak objek target ke jalan, sungai, dan pusat kota
terdekat.
Uji validitas layer poligon
Layer penjelas dengan objek spasial bertipe poligon yaitu tutupan lahan,
sumber pendapatan, curah hujan, temperatur, dan kecepatan angin diuji untuk
mengetahui validitas bentuk objek dari masing-masing layer. Hal ini dilakukan
dengan menggunakan query spasial sebagai berikut:
SELECT gid, ST_AsEWKT(geom), geometrytype(geom) AS geom_type,
ST_IsValid(ST_AsEWKT(geom)) AS valid_geom FROM l7 ORDER BY
valid_geom;

Misalnya untuk objek tutupan lahan, setelah diuji terdapat 68 geometri
yang tidak valid seperti ditampilkan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Hasil uji valid layer tutupan lahan di PostgreSQL
Untuk mengatasi hal ini, layer tersebut ditampilkan pada QGIS, kemudian
ditentukan geometri dengan nomor gid yang bermasalah. Terlihat pada Gambar 6,
geometri dengan gid 2076 adalah sebuah garis yang berimpitan dengan gid 2077
sehingga geometri dianggap tidak valid. Solusinya adalah menghapus geometri
dengan gid 2076. Kemudian lakukan pengujian lagi untuk mengecek validitas
geometri dari setiap layer dan perbaiki lagi hingga seluruh geometri di tiap layer
bernilai valid.

9

Gambar 6 Contoh geometri tidak valid
Seluruh layer penjelas beserta layer target tersimpan dalam suatu basis data
di PostgreSQL. Untuk efisiensi pemrosesan data, dilakukan perubahan nama layer
menjadi kode-kode yang lebih singkat. Daftar nama beserta bentuk geometri
masing-masing layer dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 Layer-layer dalam basis data
Nama layer
l0 (dist_city)
l1 (dist_river)
l2 (dist_road)
l3
(income_source)
l4 (land_cover)
l5 (precipitation)
l6 (screen_temp)
l7 (wind_speed)
Target

Objek spasial
Pusat kota
Sungai
Jalan
Sumber
pendapatan
Tutupan lahan

Banyak fitur
1370 titik
1370 titik
1370 titik
175 poligon

2937
poligon
Curah hujan
49 poligon
Temperatur harian 27 poligon
Kecepatan angin
40 poligon
True alarm (titik 1370 titik
api) dan false
alarm

Banyak kelas
3 (low, medium, high)
3 (low, medium, high)
3 (low, medium, high)
9 (plantation, services,
dll)
12 (plantation, swamp,
dll)
5 (0, 1, 2, 3, 4)
3 (297, 298, 299)
5 (0, 1, 2, 3, 4)
2 (true, false)

Pembuatan Model Klasifikasi Spasial Menggunakan Algoritme ID3 Spasial
yang Diperluas
Tahap ini dilakukan dengan mengimplementasikan algoritme ID3 spasial
yang diperluas ke dalam bahasa pemrograman Python (Sitanggang et al. 2013).
Alur kerja algoritme ini dapat dilihat dalam Gambar 7.
Terdapat 3 modul utama yang digunakan, yaitu modul konfigurasi basis data,
modul penghitung nilai entropi, dan modul penyusun pohon keputusan. Modul
konfigurasi berisi nama basis data yang digunakan, akun pengguna dan password
basis data, serta daftar layer masukan yang digunakan beserta tipe geometrinya.
Modul ini mengatur agar sistem Python dapat mengakses basis data yang
digunakan.
Modul penghitung nilai entropi berisi fungsi matematis untuk menghitung
nilai entropi spasial. Beberapa fungsi tersebut diantaranya fungsi penghitung nilai
entropi dan fungsi gain spasial. Sementara itu, modul pohon keputusan berisi
fungsi-fungsi penyusun pohon keputusan seperti fungsi pembuat layer baru dan
fungsi utama pembuat pohon keputusan.

10

Gambar 7 Algoritme ID3 spasial yang diperluas (Sitanggang et al. 2013)
Fungsi penghitung nilai entropi spasial adalah:
#Calculate the entropy of the data for the target layer
layer_entropy+=(float(spatmes_val[val])/float(sum(spatmes_val.valu
es())))*math.log(float(spatmes_val[val])/float(sum(spatmes_val.val
ues())),2)

Fungsi penghitung nilai gain spasial adalah:
subset_entropy += val_prob * entropy(target_layer, subset_layer)
#Subtract the entropy of the chosen layer from the entropy of the
#whole set of layers with respect to the target layer (and return
#it)
return (entropy(target_layer, exp_layer) - subset_entropy)

11
Dalam modul penyusun pohon keputusan, terdapat fungsi pembuatan layer
baru (create_new_layers). Layer baru ini merupakan hasil dari operasi topologi
antara layer penjelas dan layer penjelas dengan nilai gain spasial tertinggi (best
layer). Operasi topologi yang dilakukan berdasarkan bentuk geometri layer
penjelas dan best layer yang digunakan. Contoh query untuk membentuk layer
baru dalam fungsi create_new_layers jika kedua layer berbentuk poligon adalah:
#Best layer and exp layer are represented in polygon feature,
#output in polygon feature
If str(best_layer_geom_type[0]).find("POLYGON") != -1 and
str(exp_layer_geom_type[0]).find("POLYGON") != -1:
cur.execute("""CREATE TABLE %s AS SELECT DISTINCT e.gid, \
ST_Intersection(b.geom, e.geom) AS geom, e.exp_attr \
FROM "%s" AS b, "%s" AS e WHERE b.exp_attr = '%s' \
AND ST_Intersects(b.geom, e.geom) AND ST_Area(e.geom)>1000\
ORDER by e.gid;""" %(exp_layer_name, best_layer,exp_layer,\
val));

Fungsi utama yang dipanggil untuk menjalankan algoritme ID3 spasial yang
diperluas (Sitanggang et al. 2013) adalah fungsi pembuat pohon keputusan yang
terdapat dalam modul penyusun pohon keputusan. Masukan dalam fungsi tersebut
adalah nama-nama layer penjelas, nama layer target, dan fungsi pendekatan, yang
dalam algoritme ini menggunakan fungsi gain spasial. Keluaran dari fungsi ini
adalah sebuah pohon keputusan spasial.
Fungsi pembuat pohon keputusan bekerja dengan memilih layer terbaik
(best layer) berdasarkan nilai gain spasial yang diperoleh. Layer penjelas yang
menjadi best layer dalam penghitungan pertama akan menjadi node akar dalam
pohon keputusan. Atribut dalam best layer menjadi nilai dari edge yang
tersambung ke node internal yang merupakan best layer di penghitungan
selanjutnya.
Data masukan dalam pembuatan model pohon keputusan terdiri atas 1 layer
target, dan beberapa layer penjelas. Jumlah layer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 10 layer yang terdiri atas 8 layer penjelas dan 1 layer target,
serta 1 layer tambahan dari sistem basis data PostgreSQL. Gambar 8
menunjukkan layer target, Gambar 9 menampilkan contoh layer penjelas, yaitu
layer tutupan lahan. Nama layer dan nilai-nilai atributnya dapat dilihat pada
Lampiran 1.

Gambar 8 Layer target

12

Gambar 9 Layer tutupan lahan
Proses pembuatan model klasifikasi berhasil dijalankan dengan
menghasilkan 1291 layer baru beserta sebuah model klasifikasi berupa pohon
keputusan. Model pohon keputusan ini terdiri atas 137 daun dengan layer sumber
pendapatan sebagai node akar. Gambar 10 menunjukkan potongan model pohon
keputusan yang dihasilkan.

Gambar 10 Potongan pohon keputusan yang dihasilkan

13
Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan dengan menggunakan 2 data uji, yaitu data
Kabupaten Rokan Hilir (Sitanggang et al. 2013) dan data Kabupaten Bengkalis.
Kedua data tersebut dipraproses dengan menghilangkan data duplikat serta
mengubahnya dari format basis data menjadi format .file. Untuk data Rokan Hilir,
dilakukan pengurangan layer penjelas dari sebelumnya terdiri atas 10 layer
menjadi 8 layer, sesuai dengan jumlah layer yang digunakan dalam pembentukan
model pohon keputusan pada penelitian ini.
Akurasi dari evaluasi menggunakan dataset Rokan Hilir sebesar 41.38%,
dengan prediksi kelas yang sesuai sebanyak 192 dari 464 data uji, sedangkan
evaluasi menggunakan data Bengkalis menghasilkan akurasi sebesar 75.66%,
dengan 404 dari 534 data uji terprediksi sesuai kelasnya. Hal ini dapat dilihat
dalam confusion matrix pada Gambar 11 dan Gambar 12.
T
F
Total
T
14
177
191
F
95
178
273
Total 109 355
464
Gambar 11 Confusion matrix hasil evaluasi data uji Rokan Hilir
T
F
Total
T
44
110
154
F
20
360
380
Total 64
470
534
Gambar 12 Confusion matrix hasil evaluasi data uji Bengkalis
Pada penelitian sebelumnya (Sitanggang et al. 2013), jarak titik api terhadap
objek sungai terdekat terpilih menjadi node akar, sementara dalam penelitian ini
layer yang menjadi node akar adalah sumber pendapatan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa atribut yang paling berpengaruh dalam model pohon
keputusan dalam penelitian ini adalah sumber pendapatan warga Kabupaten
Bengkalis. Pada penelitian yang dilakukan Sitanggang et al. (2013) pada data
Kabupaten Rokan Hilir, atribut yang paling berpengaruh adalah jarak titik api
terhadap sungai terdekat.

Presentasi Model
Dari pohon keputusan dapat diturunkan aturan untuk mengklasifikasikan
kemunculan titik api berdasarkan karakteristik wilayah. Berikut adalah 10 dari 30
aturan terbaik yang dihasilkan model pohon keputusan berdasarkan jumlah objek
terbanyak:
1

IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 1
mm/day ≤ precipitation < 2 mm/day AND 0 m/s ≤ wind_speed < 1 m/s

14

2

3

4

5

6

7

8

9

10

AND 297 K ≤ screen_temp < 298 K AND dist_road > 5 km AND dist_river
≤ 1.5 km, THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 1315 titik
IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 1
mm/day ≤ precipitation < 2 mm/day AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/s,
THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 954 titik
IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 1
mm/day ≤ precipitation < 2 mm/day AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/s
AND 297 K ≤ screen_temp < 298 K AND dist_road > 5 km AND dist_river
> 3 km, THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 557 titik
IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 1
mm/day ≤ precipitation < 2 mm/day AND 3 m/s ≤ wind_speed < 4 m/s,
THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 304 titik.
IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 1
mm/d y ≤ precipitation ≤ 2 mm/day AND 3 m/s ≤ wind_speed < 4 m/s
AND dist_road > 5 km AND dist_river > 3 km, THEN hotspot occurence
=T
Jumlah objek: 140 titik
IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND
precipitation ≥ 4 mm/day AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/ AND 297 K ≤
screen_temp < 298 K AND dist_road > 5 km AND dist_river ≤ 1.5 km,
THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 138 titik
IF income_source = forestry AND 3 mm/day ≤ precipitation ≤ 4 mm/day
AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/ AND 297 K ≤ screen_temp < 298 K,
THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 69 titik
IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 3
mm/d y ≤ precipitation < 4 mm/day AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/s
AND 297 K ≤ screen_temp < 298 K AND dist_road ≤ 2.5 km AND
dist_river ≤ 1.5 km, THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 52 titik
IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND
precipitation ≥ 4 mm/day AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/ AND 297 K ≤
screen_temp < 298 K AND dist_road > 5 km AND 1.5 km < dist_river ≤ 3
km, THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 52 titik
IF income_source = forestry AND 1 mm/d y ≤ precipitation ≤ 2 mm/day
AND 2 m/s ≤ wind_speed < 3 m/ AND 298 K ≤ screen_temp < 299 K,
THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 40 titik

Aturan-aturan lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Aturan 1 menunjukkan bahwa jika suatu wilayah merupakan sumber
pendapatan dalam bidang perkebunan dan tutupan lahan berupa perkebunan,
dengan kondisi tingkat curah hujan antara 1 dan 2 mm/hari, kecepatan angin

15
sebesar 0 sampai 1 m/s, dan suhu rata-rata berkisar 297 K sampai 298 K, serta
jarak dari akses jalan lebih dari 5 km dan jarak ke sungai kurang dari atau sama
dengan 1.5 km, diprediksi bahwa terdapat kemunculan titik api di wilayah tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini telah menghasilkan sebuah model klasifikasi pohon keputusan
spasial. Akurasi yang dihasilkan adalah sebesar 41.38% untuk data uji Kabupaten
Rokan Hilir, dan sebesar 75.66% dengan data uji Kabupaten Bengkalis. Layer
sumber pendapatan merupakan layer utama yang menjadi node akar dalam model
klasifikasi pohon keputusan yang dibuat dalam penelitian ini, dengan jumlah
aturan sebanyak 137 aturan. Dalam model klasifikasi pohon keputusan yang
dibuat menggunakan data Kabupaten Rokan Hilir, layer penjelas yang menjadi
node akar adalah layer jarak terdekat titik api terhadap sungai.

Saran
Akurasi yang dihasilkan dari data uji Kabupaten Rokan Hilir masih
terhitung rendah. Untuk itu, terkait penelitian mengenai algoritme ID3 spasial
yang diperluas perlu dilakukan pembangunan model pohon keputusan spasial
dengan menggunakan data dari kabupaten lain di Provinsi Riau. Hal ini
disarankan sebagai pembanding model klasifikasi yang dihasilkan dari Kabupaten
Rokan Hilir dan Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

DAFTAR PUSTAKA
Brimicombe A, Li C. 2009. Location-Based Services and Geo-Information
Engineering. Sussex (UK): Wiley-Blackwell.
Ester M, Kriegel HP, Sander J. 1997. Spatial data mining: a database approach.
Fifth Int. Symposium on Large Spatial Databases; 1997 Jul 15-18. Berlin,
Jerman. Berlin (DE): Springer. hlm 47-66.
Han J, Kamber M, Pei J. 2011. Data Mining Concepts and Techniques. 3rd ed.
San Fransisco (US): Morgan Kauffman Publishers.
Kayoman L. 2010. Pemodelan spasial resiko kebakaran hutan dan lahan di
provinsi Kalimantan Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Li X, Claramunt C. 2006. A spatial entropy-based decision tree for classification
of geographical information. Transaction in GIS. 10(3): 451-467.
[NASA] National Aeronautics and Space Administration. 2014. FIRMS
FAQ.
[Internet].
[diunduh
2014
Juni
23].
Tersedia
pada:
https://earthdata.nasa.gov/data/near-real-time-data/faq/firms#firms7.

16
Pemerintah Provinsi Riau. 2013. Kabupaten Bengkalis. [Internet]. [diunduh 2013
Des 12]. Tersedia pada: http://www.riau.go.id/index.php?/detail/6.
Rinzivillo S, Turini F. 2004. Classification in geographical information systems.
Di dalam J.-F Boulicaut et al., editor. The 8th European Conference on
Principles and Practice of Knowledge Discovery in Databases; 2004 Sept 2024. Pisa, Italy. New York (US): Springer-Verlag. hlm 374-385.
Sitanggang IS, Yaakob R, Mustapha N, Ainudin AN. 2013. Classification model
for hotspot occurences using spatial decision tree algorithm. Journal of
Computer Science. 9(2):244-251. doi:110.3844/jcssp.2013.244.251.
Tacconi L. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya, dan Implikasi
Kebijakan. Bogor (ID): Center For International Forestry Research.

17
Lampiran 1 Nama layer dan atributnya
Nama layer
l0

Objek spasial
Pusat kota

l1

Sungai

l2

Jalan

l3

Sumber pendapatan

l4

Tutupan lahan

l5

Curah hujan

l6

Temperatur harian

l7

Kecepatan angin

Kode atribut
l0v0
l0v1
l0v2
l1v0
l1v1
l1v2
l2v0
l2v1
l2v2
l3v0
l3v1
l3v2
l3v3
l3v4
l3v5
l3v6
l3v7
l3v8
l4v0
l4v1
l4v2
l4v3
l4v4
l4v5
l4v6
l4v7
l4v8
l4v9
l4v10
l4v11
l5v0
l5v1
l5v2
l5v3
l5v4
l6v0
l6v1
l6v2
l7v0
l7v1
l7v2
l7v3
l7v4

Nilai atribut
L w: ≤ 7km
Medium: (7 km, 14 km]
High: > 14km
L w: ≤ 1.5km
Medium: (1.5 km, 3 km]
High: > 3km
L w: ≤ 2.5km
Medium: (2.5 km, 5 km]
High: > 5km
Plantation
Mining
Other_agriculture
No_data
Trading_restaurant
Forestry
Agriculture
Manufacture
Services
Plantation
Dryland_forest
Mangrove
Settlement
Water_body
Embankment
Bare_land
Shrubs
Paddy_field
Unirrigated_agri_field
Swamp
Mix_garden
0: [0 mm/day, 1 mm/day)
1: [1 mm/day, 2 mm/day)
2: [2 mm/day, 3 mm/day)
3: [3 mm/day, 4 mm/day)
4: ≥ 4 mm/d y
297: [297 K, 298 K)
298: [298 K, 299 K)
299: ≥299
0: [0 m/s, 1 m/s)
1: [1 m/s, 2 m/s)
2: [2 m/s, 3 m/s)
3: [3 m/s, 4 m/s)
4: [4 m/s, 5 m/s)

18

Lampiran 2 Aturan terbaik urutan 11 sampai 30
11 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 2 mm/day
≤ precipitation < 3 mm/day AND dist_road > 5 km AND 1.5 km < dist_river
≤ 3 km, THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 40 titik
12 IF income_source = forestry AND 3 mm/day ≤ precipitation < 4 mm/day AND
0 m/s ≤ wind_speed < 1 m/s AND 297 K ≤ screen_temp < 298 K, THEN
hotspot occurence = F
Jumlah objek: 32 titik
13 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 2 mm/day
≤ precipitation < 3 mm/day AND dist_road > 5 km AND dist_river ≤ 1.5 km,
THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 32 titik
14 IF income_source = agriculture AND 3 m/s ≤ wind_speed < 4 m/s AND 298 K
≤ screen_temp < 299 K and 0 mm/day ≤ precipitation < 1 mm/day, THEN
hotspot occurence = F
Jumlah objek: 31 titik
15 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 3 mm/day
≤ precipitation < 4 mm/day AND 0 m/s ≤ wind_speed < 1 m/s AND 297 K ≤
screen_temp < 298 K AND dist_road ≥ 5 km, THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 27 titik
16 IF income_source = plantation AND land_cover = dryland_forest AND 1 m/s
≤ wind_speed < 2 m/s AND 298 K ≤ screen_temp < 299 K, THEN hotspot
occurence = F
Jumlah objek: 26 titik
17 IF income_source = services AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/s AND 297 K ≤
screen_temp < 298 K AND 3 mm/day ≤ precipitation < 4 mm/day, THEN
hotspot occurence = F
Jumlah objek: 23 titik
18 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 1 mm/day
≤ precipitation < 2 mm/day AND 2 m/s ≤ wind_speed < 3 m/s AND dist_road
≤ 2.5 km AND dist_river ≤ 1.5 km, THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 22 titik
19 IF income_source = plantation AND land_cover = dryland_forest AND 1 m/s
≤ wind_speed < 2 m/s AND 297 K < screen_temp ≤ 298 K AND 3 mm/day ≤
precipitation < 4 mm/day AND dist_road > 5 km AND dist_river ≤ 1.5 km,
THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 22 titik
20 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND
precipitation ≥ 4 mm/day AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/s AND 297 K <
screen_temp ≤ 298 K AND dist_road > 5 km AND 1.5 km < dist_river ≤ 3
km, THEN hotspot occurence = T
Jumlah objek: 19 titik

19
Lampiran 2 Lanjutan
21 IF income_source = forestry AND 3 mm/day ≤ precipitation < 4 mm/day
AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/s AND 297 K < screen_temp ≤ 298 K,
THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 18 titik
22 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 2
mm/day ≤ precipitation < 3 mm/day AND dist_road > 5 km AND dist_river
≤ 1.5 km, THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 18 titik
23 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 2
mm/day ≤ precipitation < 3 mm/day AND 2.5 km < dist_road ≤ 5 km AND
dist_river ≤ 1.5 km, THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 16 titik
24 IF income_source = other_agriculture AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/s
AND 297 K < screen_temp ≤ 298 K AND 3 mm/day ≤ precipitation < 4
mm/day, THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 15 titik
25 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 1
mm/day ≤ precipitation < 2 mm/day AND 2 m/s ≤ wind_speed < 3 m/s AND
dist_road > 5 km AND dist_river ≤ 1.5 km, THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 14 titik
26 IF income_source = mining AND 1 m/s ≤ wind_speed < 2 m/s, THEN hotspot
occurence = T
Jumlah objek: 13 titik
27 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 3
mm/day ≤ precipitation < 4 mm/day AND 0 m/s ≤ wind_speed < 1 m/s AND
297 K ≤ screen_temp < 298 K AND dist_road ≤ 2.5 km, THEN hotspot
occurence = F
Jumlah objek: 13 titik
28 IF income_source = other_agriculture AND 2 m/s ≤ wind_speed < 3 m/s
AND 298 K ≤ screen_temp < 299 K AND 1 mm/day ≤ precipitation < 2
mm/day, THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 13 titik
29 IF income_source = plantation AND land_cover = plantation AND 2
mm/day ≤ precipitation < 3 mm/day AND dist_road ≤ 2.5 km AND
dist_river ≤ 1.5 km, THEN hotspot occurence = F
Jumlah objek: 12 titik
30 IF income_source = services AND 3 m/s ≤ wind_speed < 4 m/s, THEN
hotspot occurence = F
Jumlah objek: 10 titik

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juli 1992 di Banyumas, Jawa Tengah.
Penulis merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara dengan ayah bernama M. AlMasykur (alm.) dan ibu bernama Laelatul Badriyah. Tahun 2010 penulis lulus dari
SMA Negeri 2 Kota Bekasi dan diterima di Institut Pertanian Bogor, Program
Studi S1 Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Semasa menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB sebagai anggota Divisi
Konservasi Insekta. Pada tanggal 28 Juni 2013, penulis melaksanakan praktik
kerja lapangan di Divisi IT GarudaFood, Gunung Putri, Bogor, selama sekitar 2
bulan.