Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial

KLASIFIKASI KERAPATAN TITIK API DI BENGKALIS
RIAU DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME POHON
KEPUTUSAN ID3 SPASIAL

ROUDHOTUL JANNAH

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Kerapatan
Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan
ID3 Spasial adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Roudhotul Jannah
NIM G64100126

ABSTRAK
ROUDHOTUL JANNAH. Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau
dengan Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial. Dibimbing oleh
IMAS SUKAESIH SITANGGANG.
Kebakaran hutan dianggap sebagai masalah tahunan di Indonesia. Sekitar
20.000 titik api tercatat setiap tahunnya pada periode 2001-2012 di Pulau
Sumatera. Kemunculan titik api merupakan indikator adanya kebakaran hutan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model klasifikasi berdasarkan sejarah
data kebakaran hutan di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau Indonesia untuk
memprediksi kerapatan titik api. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data titik api di Bengkalis tahun 2008. Karakteristik wilayah penelitian termasuk
tutupan lahan, sumber pendapatan masyarakat, curah hujan, temperatur, dan
kecepatan angin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah algoritme
pohon keputusan ID3 spasial. Penelitian ini telah berhasil membentuk dua pohon

keputusan untuk mengklasifikasikan wilayah menjadi tiga kategori kerapatan titik
api yaitu kategori low, medium, dan high. Akurasi tertinggi pohon keputusan
adalah 60,47% pada set pengujian di wilayah Kabupaten Rokan Hilir, provinsi
Riau Indonesia.
Kata kunci: algoritme ID3 spasial, bengkalis, kebakaran hutan, pohon keputusan,
titik api

ABSTRACT
ROUDHOTUL JANNAH. Hotspot Density Classification in Bengkalis Riau
using Spatial ID3 Decision Tree Algorithm. Supervised by IMAS SUKAESIH
SITANGGANG.
Forest fire is considered as a yearly problem in Indonesia. About 20,000
hotspots were recorded each year in the period of 2001-2012 in the Sumatera
Island. Hotspot occurrence is an indicator for forest fire events. This research aims
to determine the classification model based on historical forest fire data in
Bengkalis district, Riau Province Indonesia to predict density of hotspots. The
data used in this research are hotspots data in Bengkalis in 2008. Characteristics
of the study area includes land cover, income source of community, precipitation,
temperature, and wind speed. The method applied in this research is the spatial
ID3 decision tree algorithm. This research has successfully produced two decision

trees to classify the areas into three categories of hotspot density namely low,
medium, and high categories. The highest-accuracy of decision tree is 60.47% on
the testing set in the area of Rokan Hilir district, Riau province Indonesia.
Keywords: bengkalis, decision tree, forest fire, hotspot, spatial ID3 algorithm

KLASIFIKASI KERAPATAN TITIK API DI BENGKALIS
RIAU DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME POHON
KEPUTUSAN ID3 SPASIAL

ROUDHOTUL JANNAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Komputer pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji:
1 Hari Agung Adrianto, SKom MSi
2 Endang Purnama Giri, SKom MKom

Judul : Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan
Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial
Nama : Roudhotul Jannah
NRP : G64100126

Disetujui oleh

Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul
Klasifikasi Kerapatan Titik Api di Bengkalis Riau dengan Menggunakan
Algoritme Pohon Keputusan ID3 Spasial. Penelitian ini dilaksanakan mulai
Oktober 2013 sampai dengan Juni 2014, bertempat di Departemen Ilmu Komputer.
1
2

3

4
5
6
7

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada:

Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan
yang besar untuk penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini.
Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom, selaku dosen pembimbing tugas
akhir yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama pengerjaan
tugas akhir ini.
Bapak Hari Agung Adrianto, SKom MSi dan Bapak Endang Purnama Giri,
SKom MKom, selaku dosen penguji tugas akhir yang telah memberikan kritik
dan saran untuk tugas akhir ini.
Sahabat tercinta yang selalu mendukung dan menyemangati penulis selama
penulis mengerjakan tugas akhir ini.
Keluarga Family House, khususnya Papi dan Mami, yang telah memberikan
doa dan dukungan kepada penulis selama pengerjaan tugas akhir ini.
Teman-teman di Departemen Ilmu Komputer, khususnya angkatan 47 (Pixels
IPB), yang telah memberikan doa dan dukungan untuk penulis.
Semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan dan bantuan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak terkait
pencegahan kebakaran hutan.


Bogor, Juli 2014

Roudhotul Jannah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2


METODE PENELITIAN

2

Data dan Area Studi Penelitian

2

Tahapan Penelitian

3

Peralatan Penelitian

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Praproses Data


6
6

Pembuatan Model Klasifikasi

11

Pengujian dan Evaluasi Model Klasifikasi

13

Presentasi Model

16

KESIMPULAN DAN SARAN

16

Kesimpulan


16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pergantian nama atribut dan nama layer
Pergantian nilai atribut dari layer sumber pendapatan (l0)
Pergantian nilai atribut dari layer tutupan lahan (l1)
Pergantian nilai atribut dari layer curah hujan (l2)
Pergantian nilai atribut dari layer temperatur (l3)
Pergantian nilai atribut dari layer kecepatan angin (l4)
Modul Python yang digunakan (Sitanggang et al. 2013)
Kombinasi layer masukan
Jumlah kelas aktual dan hasil prediksi data uji pertama
Jumlah kelas aktual dan hasil prediksi data uji kedua

9
10
10
10
10
10
11
12
15
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Diagram alir penelitian
Algoritme pohon keputusan ID3 spasial
Contoh layer yang bertumpangan
Persebaran titik api berupa titik
Sumber pendapatan Kabupaten Bengkalis
Tutupan lahan di Kabupaten Bengkalis
Layer cuaca
Layer kerapatan titik api berupa poligon
Potongan pohon keputusan data latih pertama
Potongan pohon keputusan data latih kedua

3
4
5
7
7
7
8
9
13
13

LAMPIRAN
1 Aturan-aturan pohon keputusan dari data latih pertama
2 Aturan-aturan pohon keputusan dari data latih kedua

18
19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebakaran hutan merupakan permasalahan yang terus berulang di Indonesia.
Tercatat dalam data historis bahwa antara tahun 2001 sampai tahun 2012, di pulau
Sumatera mengalami rata-rata sekitar 20 000 peringatan titik api setiap tahunnya
dengan tingkat keyakinan deteksi lebih dari 30 persen (Austin et al. 2013).
Kemunculan titik api di beberapa wilayah ini merupakan indikator adanya
kebakaran hutan. Dengan adanya kemunculan titik api ini masyarakat sekitar
dapat lebih waspada dan menghindari beberapa hal yang dapat menyebabkan
kebakaran hutan di sekitar wilayah munculnya titik api tersebut.
Kebakaran hutan ini juga berpengaruh pada negara tetangga seperti
Singapura dan Malaysia. Pada hari Jumat, 21 Juni 2013, terjadi kebakaran hutan
di wilayah Riau, dan Indeks Standar Polusi (ISP) yang digunakan untuk mengukur
polusi udara di Singapura meningkat tajam hingga angka rekor 400, jauh lebih
tinggi dari angka 226 yang terekam pada peristiwa kebakaran hutan besar pada
tahun 1998. Angka 400 tersebut jauh lebih tinggi juga dari angka 100 yang
merupakan batas maksimum yang dapat diterima sebagai kualitas udara yang
sehat (Austin et al. 2013).
Informasi kemunculan titik api ini merupakan data spasial yang berukuran
besar karena dicatat setiap hari. Salah satu metode untuk menganalisis data titik
api adalah spatial data mining di antaranya menggunakan algoritme pohon
keputusan ID3 spasial. Teknik pohon keputusan spasial ini dapat digunakan untuk
membuat model klasifikasi pada data spasial yang berukuran besar.
Terdapat beberapa penelitian terkait dengan pembuatan model klasifikasi
yang menggunakan teknik pohon keputusan, salah satunya adalah penelitian yang
mengusulkan sebuah metode baru untuk memperluas penerapan pohon keputusan
konvensional terhadap dataset spasial (Li & Claramunt 2006). Entropi
konvensional yang digunakan dalam pengolahan pohon keputusan diganti dengan
entropi ukuran ruang yang memperhitungkan pengaruh ruang dan autokorelasi
spasial. Pergantian ini menyebabkan pohon keputusan berbasis entropi spasial
dapat menggunakan struktur hierarki untuk mencerminkan distribusi spasial data
geografis dan menghasilkan klasifikasi yang memperhitungkan dimensi ruang.
Penelitian lain dalam klasifikasi spasial adalah penelitian mengenai
algoritme ID3 yang diperluas (Sitanggang et al. 2013). Dalam penelitian tersebut,
sebuah dataset spasial disimpan dalam suatu set layer yang mana layer tersebut
dibagi menjadi dua kategori, yaitu layer penjelas dan layer target. Semua layer
disajikan dalam fitur diskret (poligon, garis, dan titik). Algoritme ini menghitung
information gain spasial sebagai perluasan dari information gain pada algoritme
ID3 non-spasial. Ukuran spasial dihasilkan dari hubungan spasial baik topologi
maupun metrik (jarak) yang digunakan dalam formula information gain spasial.
Algoritme ini memilih sebuah layer penjelas yang memiliki information gain
spasial tertinggi sebagai layer pemisah terbaik. Layer ini memisahkan dataset ke
dalam partisi yang lebih kecil semurni mungkin seperti semua tuple dalam partisi
tersebut berasal dari kelas yang sama.

2
Dalam penelitian ini, algoritme pohon keputusan ID3 spasial (Rinzivillo dan
Turini 2004) akan diterapkan pada data titik api Kabupaten Bengkalis tahun 2008
dan data karakteristik wilayah Kabupaten Bengkalis seperti sumber pendapatan,
tutupan lahan, curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan kecepatan angin (m/s).
Perumusan Masalah
Kebakaran hutan menjadi salah satu permasalahan yang serius di Indonesia
salah satunya di Kabupaten Bengkalis, Riau. Oleh karena itu, pencegahan
kebakaran hutan sangat diperlukan. Salah satu upaya pencegahan kebakaran hutan
adalah dengan membuat model klasifikasi yang dapat digunakan untuk
memprediksi kerapatan titik api yang muncul di wilayah tersebut dengan
menggunakan algoritme pohon keputusan ID3 spasial.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model klasifikasi dari
kerapatan titik api di wilayah Bengkalis dengan menggunakan algoritme pohon
keputusan ID3 spasial. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pohon
keputusan spasial yang dihasilkan oleh algoritme ID3 spasial.
Manfaat Penelitian
Model klasifikasi kerapatan titik api yang dihasilkan dalam penelitian ini
diharapkan dapat digunakan dalam memprediksi kemunculan titik api sebagai
upaya pencegahan kebakaran hutan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini melingkupi area studi yaitu Kabupaten Bengkalis, Riau. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data persebaran kemunculan titik api
pada tahun 2008 dan karakteristik wilayah tersebut yang mencakup sumber
pendapatan, tutupan lahan, curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan kecepatan
angin (m/s). Teknik klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
algoritme pohon keputusan ID3 spasial (Rinzivillo dan Turini 2004). Dalam
penelitian ini, poligon pada layer target memotong poligon-poligon pada layerlayer penjelas.

METODE PENELITIAN
Data dan Area Studi Penelitian
Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu dari 11 kabupaten/kota di
provinsi Riau dengan luas 7 793.93 km². Wilayahnya mencakup daratan bagian
pesisir timur pulau Sumatera. Secara geografis, Kabupaten Bengkalis berada pada
posisi 2o30’-0o17’ Lintang Utara dan 100o52’-102o10’ Bujur Timur. Kabupaten
Bengkalis memiliki letak yang sangat strategis karena berada di tepi alur
pelayaran internasional yang paling sibuk di dunia, yakni selat Malaka, serta

3
berada pada kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi Indonesia-MalaysiaSingapura (Pemerintah Provinsi Riau 2013).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data persebaran titik api
pada tahun 2008 di Kabupaten Bengkalis beserta karakteristiknya, seperti sumber
pendapatan, tutupan lahan, curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan kecepatan
angin (m/s). Data titik api diperoleh dari Firms Modis Fire, University of
Maryland. Data sumber pendapatan tahun 2008 diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS), Indonesia. Data mengenai tutupan lahan tahun 2008 diperoleh
dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data curah hujan (mm/day), temperatur
(K), dan kecepatan angin (m/s) merupakan data rataan tahun 2008 dan diperoleh
dari BMKG, Indonesia.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan penelitian
dapat dilihat pada diagram alir dalam Gambar 1.
Mulai

Data Latih Kebakaran Hutan
Kabupaten Bengkalis

Pembuatan Model Klasifikasi dengan
Menggunakan Algoritme Pohon Keputusan
ID3 Spasial (Implementasi)

Data Uji Kebakaran Hutan
Kabupaten Rokan Hilir

Praproses Data

Data Latih Kebakaran Hutan
Kabupaten Bengkalis Setelah
Praproses

Pengujian dan
Evaluasi Model

Presentasi Model
Selesai

Gambar 1 Diagram alir penelitian
a Praproses Data
Tahap praproses data dilakukan terhadap semua layer yang digunakan, baik
layer target maupun layer penjelas. Tahap pertama praproses data adalah
pemilihan data untuk layer target dan layer penjelas. Tahap kedua adalah
penentuan sistem koordinat, pada tahapan ini akan dilakukan proses
penyeragaman proyeksi dan sistem koordinat untuk setiap data yang digunakan
pada penelitian ini. Tahap ketiga adalah pembuatan layer kerapatan titik api
menggunakan layer persebaran titik api dan layer sumber pendapatan. Tahap
terakhir adalah pergantian nama dan nilai atribut agar dapat digunakan dengan
baik dalam tahap implementasi menggunakan bahasa pemrograman Python.
b Pembuatan Model Klasifikasi
Pada tahapan ini data latih yang dihasilkan pada tahap praproses data
digunakan untuk membuat model klasifikasi yang mampu menempatkan data
baru ke kelas yang tepat. Pembuatan model klasifikasi ini akan menggunakan
algoritme ID3 spasial (Rinzivillo dan Turini 2004).
Alur pembentukan model klasifikasi dengan menggunakan algoritme pohon
keputusan ID3 spasial yang diimplementasikan dengan bahasa pemrograman
Python ditunjukkan pada Gambar 2.

4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Algoritme 1: Generate_SDT
Masukan: Layer S dari area sampel
Daftar L dari layer-layer
Keluaran: Pohon Keputusan Spasial
Buat node baru N;
Jika sampel didalam S seluruhnya adalah kelas c maka
Beri label N dengan c;
Keluar;
Selesai
Jika L adalah kosong maka
Beri label N dengan majority_class(S);
Keluar;
Selesai
Pilih layer best_split dari L;
Pisahkan S berdasarkan layer best_split dalam {S(c1).....S(cp)};
Untuk setiap S(ci), i = 1, 2, ....., p lakukan
Tentukan Ni = Generate_SDT(S(ci), L\{best_split});
Buat sebuah cabang dari N ke Ni dinamakan dengan nilai yang dipilih;
Selesai

Gambar 2 Algoritme pohon keputusan ID3 spasial
(Rinzivillo dan Turini 2004)
Salah satu proses utama algoritme ini adalah pemilihan layer pemecah
untuk node saat ini (baris ke-14 dalam Gambar 2). Strategi yang didasarkan
pada entropi dilakukan untuk mengukur seberapa baik layer memecahkan
sampel. Setelah layer dipilih untuk node uji, sampel dipartisi berdasarkan layer
tersebut dan hubungan spasial intersection (baris ke-15 dalam Gambar 2). Pada
proses klasifikasi, transaksi direpresentasikan sebagai tuple. Transaksi
dikelompokkan bersama-sama sesuai dengan atribut A. Jika atribut untuk
memisahkan sampel dipilih dengan cara yang tepat, sampel di setiap sub-partisi
dapat meningkatkan keseragamannya (mengurangi entropi).
Dengan cara yang sama, sampel spasial dikelompokkan sesuai dengan
informasi yang ditemukan dalam layer yang lain. Layer Li dipilih dan sampel
dibagi ke dalam layer target S yang sesuai untuk layer ini. Layer target S
adalah kelas mayoritas yang sebagian besar sampel berasal dari kelas S. Secara
umum, jika layer Li memiliki q nilai yang mungkin maka layer ini dapat
membagi sampel dalam subset q+1, yaitu sebuah subset untuk setiap nilai vj,
j=1,2,...,q, dan subset khusus yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ini (disebut
¬L(C)). Li(vj) digunakan untuk merujuk ke semua ciri di Li yang memiliki nilai
vj.
Diberikan subset Li(vj), untuk j=1,2,...,q, dengan mempertimbangkan semua
sampel yang memotong setiap ciri dalam Li(vj). Sub-layer ini dianggap sebagai
Li(vj, C). Untuk setiap nilai kelas ck, dinyatakan dengan Li(vj, ck) sebagai
sebuah ciri dalam Li(vj,C) yang kelasnya adalah ck. Ketika sebagian sampel
berpotongan (overlap) dengan poligon dengan nilai vk dan poligon dengan nilai
vl (Gambar 3(a)) terjadi pemisahan: pertama, sebagian dari sampel dihitung
dengan cara memotong sampel tersebut dengan poligon vk; bagian sisa dari
sampel berkaitan dengan poligon lain; bagian sisa yang mungkin dari sampel
tidak diklasifikasikan. Misalnya, sampel pada Gambar 3(a) dipartisi menjadi

5
tiga sampel (Gambar 3(b)). Untuk kesederhanaan, dinyatakan bahwa setiap ciri
dalam Li(vj, ck) sebagai perwakilan untuk tuple (vj, ck). Untuk tuple yang
dihasilkan, kardinalitas yang digunakan sebagai ukuran kuantitatif adalah area
dari poligon yang bersesuaian dengan tuple tersebut.

Gambar 3 Contoh layer yang bertumpangan
(a) Sebuah sampel (di tengah) bertumpangan
dengan 2 poligon; (b) sampel setelah pemecahan
Pada setiap langkah algoritme, salah satu layer dipilih untuk membentuk
sebuah pohon dan untuk memisahkan sampel (baris ke-17 dalam Gambar 2).
Pada bagian ini, information gain spasial digunakan untuk memilih layer yang
mengklasifikasikan sampel lebih baik daripada yang lain. Information gain ini
didasarkan pada entropi. Secara intuitif, information gain dapat mengukur
impurity sampel. Kemudian, layer yang akan dipisahkan dipilih dengan
mempertimbangkan pengurangan entropi yang disebabkan oleh pemecahan
sampel.
Information gain spasial merupakan metode untuk menghitung entropi layer
L. Pertama, entropi dari sampel dievaluasi, yaitu informasi yang dibutuhkan
untuk mengidentifikasi kelas transaksi spasial. Pada transaksi tuple, frekuensi
sampel dinyatakan sebagai rasio dari transaksi yang menggunakan luas daerah
sampel. Layer L yang dinyatakan dengan mes(L) adalah jumlah dari daerah
semua poligon dalam L. Jika S memiliki l kelas yang berbeda (yaitu c1,c2,...,cl)
maka entropi untuk S adalah (Rinzivillo dan Turini 2004):
H S =−

l

mes(Sci )

i=1 mes(S)

log2

mes(Sci )

(1)

mes(S)

Jika L adalah layer non-kelas dengan nilai v1,v2,...,vq, pembagian sampel
didasarkan pada layer ini. Pembagian sampel yang didasarkan pada layer nonkelas ini menghasilkan satu set layer L(vi, S) untuk setiap nilai vi yang
mungkin dalam L dan dapat juga menghasilkan layer ¬L(S). Dari persamaan
(1) entropi untuk sampel bisa dihitung di setiap sub-layer L(vi, S). Nilai entropi
yang diharapkan untuk pemisahan diberikan oleh (Rinzivillo dan Turini 2004):
H SL =

mes ⇁L S
mes S

H ⇁L S +

q mes L vj ,S
j=1
mes S

H(L vj ,S )

(2)

Layer ¬L(S) merupakan sampel yang tidak dapat diklasifikasikan oleh layer
L (yaitu sampel tidak berpotongan dengan layer L). Dalam penelitian ini,
diasumsikan bahwa setiap poligon pada layer target memotong poligonpoligon pada layer-layer penjelas. Information gain spasial untuk layer L
diberikan oleh (Rinzivillo dan Turini 2004):

6
Gain L =H S − H(S|L)

(3)

Layer L yang menyajikan information gain tertinggi dipilih sebagai
perpecahan terbaik dan node yang berkaitan dengan L dan edge untuk setiap
nilai dari layer dibuat (baris ke-18 dalam Gambar 2). Sampel dipisahkan di
antara edge sesuai dengan nilai setiap edge. Proses seleksi diulang untuk setiap
cabang dari node dengan mempertimbangkan semua layer kecuali L.
c Pengujian dan Evaluasi Model Klasifikasi
Pada tahapan ini akan dilakukan pengujian kinerja model klasifikasi ini
dalam mengklasifikasikan suatu data baru dengan menggunakan data uji, yaitu
data kebakaran hutan Kabupaten Rokan Hilir.
d Presentasi Model
Pada tahap ini akan dihasilkan aturan-aturan klasifikasi yang diperoleh dari
pohon keputusan terbaik. Aturan-aturan tersebut digunakan untuk
mengklasifikasikan data baru.
Peralatan Penelitian
Pembuatan model klasifikasi ini menggunakan komputer personal dengan
spesifikasi sebagai berikut:
1 Perangkat Keras
 Processor Intel(R) Core(TM) i3 CPU M 380 @ 2.53GHz.
 Memori 2 GB RAM.
2 Perangkat Lunak
 Sistem operasi Windows 7 32-bit.
 Bahasa pemrograman Python 2.7.2.
 Sistem Manajemen Basis Data PostgreSQL 9.2.1 dan PostGIS sebagai
ekstensi PostgreSQL untuk menyimpan dan mengolah data spasial.
 Quantum GIS 1.8.0 untuk mengolah dan visualisasi data spasial.
 Weka 3.6 untuk clustering data titik api.
 Microsoft Excel 2007 untuk praposes dan analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Praproses Data
Tahap praproses data dilakukan terhadap semua data yang digunakan, baik
layer target maupun layer penjelas. Tahapan praproses data yang dilakukan
sebagai berikut:
1 Pemilihan data
Pada tahapan ini dilakukan pemilihan data untuk layer target dan layer
penjelas. Layer target yang digunakan adalah data titik api Kabupaten
Bengkalis pada tahun 2008. Layer penjelas yang digunakan adalah data sumber
pendapatan, tutupan lahan, curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan
kecepatan angin (m/s). Penjelasan mengenai data tersebut sebagai berikut:

7
 Layer persebaran titik api
Layer ini memiliki atribut gid, latitude, longitude, nama satelit, nomor orbit,
waktu, tanggal, sumber, provinsi, kabupaten, geometri. Objek pada layer ini
berupa titik-titik (Gambar 4) yang tersebar di 69 desa di Kabupaten Bengkalis.
Legenda
Titik api
Bengkalis

Gambar 4 Persebaran titik api berupa titik
 Layer sumber pendapatan
Layer sumber pendapatan (Gambar 5) berisi informasi tentang sumber
pendapatan penduduk tiap desa di Kabupaten Bengkalis. Layer ini memiliki
atribut gid, nomor kecamatan, nomor desa, sumber pendapatan, dan geometri.
Legenda
Plantation
Mining
Other_agriculture
Trading_restaurant
Forestry
Agriculture
Manufacture
Services

Gambar 5 Sumber pendapatan Kabupaten Bengkalis
 Layer tutupan lahan
Layer tutupan lahan (Gambar 6) berisi informasi tentang penggunaan lahan
tiap desa di Kabupaten Bengkalis. Layer ini memiliki atribut gid, jenis tutupan
lahan, dan geometri.
Legenda
Plantation
Dryland_forest
Mangrove
Settlemen
tWater_body
Embankment

Bare_land
Shrubs
nt
Paddy_field
Unirrigated_agri_field
Swamp
Mix_garden

Gambar 6 Tutupan lahan di Kabupaten Bengkalis
 Layer cuaca
Layer cuaca ini meliputi data curah hujan (mm/day), temperatur (K), dan
kecepatan angin (m/s). Layer curah hujan (mm/day) (Gambar 7(a)) berisi
informasi tentang curah hujan (mm/day) tiap desa di Kabupaten Bengkalis.
Layer ini memiliki atribut gid, kode grid (kategori curah hujan (mm/day)), dan
geometri. Layer temperatur (K) (Gambar 7(b)) berisi informasi tentang kondisi
temperatur (K) tiap desa di Kabupaten Bengkalis. Layer ini memiliki atribut
gid, kode grid (kategori temperatur (K)), dan geometri. Layer kecepatan angin
(m/s) (Gambar 7(c)) berisi informasi tentang kecepatan angin (m/s) tiap desa di

8
Kabupaten Bengkalis. Layer ini memiliki atribut gid, kode grid (kategori
kecepatan angin (m/s)), dan geometri.
Legenda
Legenda
0
1
2

(a) Curah hujan (mm/day)

3
4

Legenda
297
298
299

(b) Temperatur (K)

0
1
2
3
4

(c) Kecepatan angin (m/s)

Gambar 7 Layer cuaca
2 Penentuan sistem koordinat
Pada tahapan ini dilakukan proses penyeragaman proyeksi dan sistem
koordinat untuk setiap data yang digunakan pada penelitian ini. Jika data
memiliki sistem koordinat berbeda, maka akan sulit untuk diolah. Penelitian ini
menggunakan proyeksi dan sistem koordinat UTM (Universal Transverse
Mercator) zone 47N karena Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hilir
berada pada proyeksi dan sistem koordinat tersebut.
3 Pembuatan layer kerapatan titik api
Tahap awal pembuatan layer kerapatan titik api adalah menghitung jumlah
titik api tiap desa yang ada di Kabupaten Bengkalis. Dalam tahap ini
diperlukan layer titik api dan sumber pendapatan. Layer sumber pendapatan ini
menyimpan informasi tentang luas tiap desa yang ada di Kabupaten Bengkalis.
Oleh karena itu, jumlah titik api tiap desa dapat diketahui. Selanjutnya adalah
perhitungan kerapatan titik api tiap desa. Kerapatan titik api ini didapatkan
dengan membagi jumlah titik api tiap desa dengan luas tiap desa (km2). Setelah
kerapatan titik api tiap desa diketahui, kategori mengenai titik api (low,
medium, high) tiap desa dapat diketahui dengan menggunakan teknik
clustering K-Means. Kategori ini yang nantinya akan digunakan untuk proses
klasifikasi sebagai label target.
 Membuat layer hotspot_per_desa dan menghitung jumlah titik api tiap desa
Layer hotspot_per_desa adalah layer kerapatan titik api yang nantinya
akan dijadikan sebagai layer target. Layer ini berisi geometri sumber
pendapatan, jumlah titik api tiap desa, luas desa, kerapatan titik api tiap desa,
dan kategori titik api. Berikut adalah kueri untuk membuat layer tersebut:
CREATE TABLE hotspot_per_desa AS SELECT i.geom AS
income_source_geom, COUNT(*) AS jumlah_hotspot FROM
hotspot_bengkalis_utm47n AS h, income_source_bk_utm47n AS i
WHERE ST_WITHIN(h.geom, i.geom) GROUP BY i.geom;

 Luas tiap desa dibutuhkan untuk menghitung kerapatan titik api tiap desa.
Berikut adalah kueri untuk menghitung luas tiap desa:
UPDATE hotspot_per_desa SET luas_desa =
ST_AREA(income_source_geom)/1000000;

 Kerapatan titik api dibutuhkan untuk mengkategorikan titik api tiap desa.
Berikut adalah kueri untuk menghitung kerapatan titik api tiap desa:
UPDATE hotspot_per_desa SET densitas =
jumlah_hotspot/luas_desa;

9
 Kategori titik api dibutuhkan sebagai label target dalam proses klasifikasi.
Berikut adalah kueri untuk membuat kategori titik api:
UPDATE hotspot_per_desa SET kategori = 'low' WHERE densitas
0.0860674445140457 AND densitas 0.247052891800435;

Kategori titik api tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik clustering
K-Means. Hal pertama yang dilakukan adalah menyalin kolom densitas titik
api hasil kueri kemudian disimpan pada Microsoft Excel. Setelah itu, file
tersebut disimpan dengan format CSV agar dapat diolah dalam Weka 3.6.
Setelah data di-load, langkah selanjutnya dilakukan clustering menggunakan
K-Means dengan 3 cluster dan menghasilkan 59 data dengan kategori low, 6
data dengan kategori medium, dan 4 data dengan kategori high. Ketiga kategori
tersebut akan digunakan sebagai label target dalam proses klasifikasi dengan
teknik pohon keputusan spasial. Gambar 8 menunjukkan layer kerapatan titik
api yang dihasilkan.
Legenda
Low
Medium
High

Gambar 8 Layer kerapatan titik api berupa poligon
4 Pergantian nama dan nilai atribut
Pada tahapan ini dilakukan pergantian nama (Tabel 1) dan nilai atribut.
Pergantian ini dilakukan karena pada pembentukan layer baru, penamaan tabel
pada basis data akan mengikuti nilai atribut dari setiap layer, sedangkan basis
data memiliki maksimal karakter untuk penamaan tabel. Oleh karena itu,
penamaan nilai atribut dikodekan berdasarkan layer dan nilai atributnya. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 2 (layer sumber pendapatan), Tabel 3 (layer
tutupan lahan), Tabel 4 (layer curah hujan), Tabel 5 (layer temperatur), dan
Tabel 6 (layer kecepatan angin). Selain itu, pergantian nama dan nilai atribut
ini dilakukan agar dapat digunakan dengan baik dalam tahap implementasi
menggunakan program pohon keputusan spasial menggunakan bahasa
pemrograman Python yang telah dibuat oleh Sitanggang et al. (2013).
Tabel 1 Pergantian nama atribut dan nama layer
Sebelum
Semua atribut kelas layer penjelas
Atribut kelas layer target
Sumber pendapatan
Tutupan lahan
Curah hujan
Temperatur
Kecepatan angin

Sesudah
exp_attr
target_attr
l0
l1
l2
l3
l4

10
Tabel 2 Pergantian nilai atribut dari layer sumber pendapatan (l0)
Sebelum
Plantation
Mining
Other_agriculture
No_data
Trading_restaurant
Forestry
Agriculture
Manufacture
Services

Sesudah
l0v0
l0v1
l0v2
l0v3
l0v4
l0v5
l0v6
l0v7
l0v8

Tabel 3 Pergantian nilai atribut dari layer tutupan lahan (l1)
Sebelum
Plantation
Dryland_forest
Mangrove
Settlement
Water_body
Embankment
Bare_land
Shrubs
Paddy_field
Unirrigated_agri_field
Swamp
Mix_garden

Sesudah
l1v0
l1v1
l1v2
l1v3
l1v4
l1v5
l1v6
l1v7
l1v8
l1v9
l1v10
l1v11

Tabel 4 Pergantian nilai atribut dari layer curah hujan (l2)
Sebelum
0
1
2
3
4

Sesudah
l2v0
l2v1
l2v2
l2v3
l2v4

Tabel 5 Pergantian nilai atribut dari layer temperatur (l3)
Sebelum
297
298
299

Sesudah
l3v0
l3v1
l3v2

Tabel 6 Pergantian nilai atribut dari layer kecepatan angin (l4)
Sebelum
0
1
2
3
4

Sesudah
l4v0
l4v1
l4v2
l4v3
l4v4

11
Pembuatan Model Klasifikasi
Teknik pohon keputusan ID3 spasial ini diimplementasikan dengan
menggunakan bahasa pemrograman Python 2.7.2 dan data kebakaran hutan
Kabupaten Bengkalis yang telah dipraproses. Terdapat beberapa modul Python
dalam penelitian ini, diantaranya diberikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Modul Python yang digunakan (Sitanggang et al. 2013)
Modul
Fungsi
db_config.py
db_connect.py
entropy.py
sdtree.py
print_tree.py
reformat_tree.py
clean_tree.py
test.py

Modul konfigurasi ke basis data yang akan digunakan pada
tahap implementasi.
Modul untuk menyambungkan kode program dengan basis
data.
Modul perhitungan entropi dan spatial information gain.
Modul untuk menghasilkan layer baru dan pohon keputusan
spasial.
Modul untuk mencetak pohon keputusan yang telah dibentuk.
Modul untuk memformat pohon keputusan agar mudah
dipahami.
Modul untuk menghilangkan kategori none pada pohon
keputusan.
Modul untuk melakukan pengujian pada pohon keputusan
dengan menggunakan data uji.

Modul-modul tersebut merupakan hasil penelitian sebelumnya (Sitanggang
et al. 2013). Dalam penelitian ini telah dilakukan modifikasi pada modul
entropy.py dan sdtree.py khususnya pada fungsi entropi dan spatial information
gain. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan formula spatial information gain
yang diperkenalkan oleh Rinzivillo dan Turini (2004). Potongan program Python
yang telah dimodifikasi untuk menghitung entropi dan spatial information gain
sebagai berikut:

Potongan kode program Python pada modul entropy.py sebagai berikut:

Potongan kode program Python pada modul sdtree.py sebagai berikut:

12
Pada tahap implementasi ini data latih dibagi menjadi 2, yaitu data sumber
pendapatan dengan data cuaca dan data tutupan lahan dengan data cuaca.
Pembagian data latih ini dilakukan karena berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, data sumber pendapatan dan tutupan lahan tidak dapat disatukan
dengan data cuaca sebagai layer masukan untuk menghasilkan sebuah pohon
keputusan. Hal ini diasumsikan terjadi karena terdapat poligon pada layer baru
yang tidak berpotongan dengan poligon pada layer target sehingga menimbulkan
pesan error seperti berikut:

Hal ini terjadi karena nilai log2 pada formula entropi hanya dapat dihitung
untuk luasan perpotongan poligon yang lebih besar dari 0. Error tersebut
mengakibatkan program Python tidak dapat menghitung entropi dan spatial
information gain. Sebelumnya, kombinasi layer masukan telah dilakukan dan
hasilnya ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kombinasi layer masukan
Layer Masukan
l0, l1, l2, l3, l4
l0, l1, l2, l3
l0, l1, l2, l4
l0, l1, l2
l3, l4
l2, l3, l4
l0, l1
l0, l2, l3, l4
l1, l2, l3, l4

Hasil
Pohon keputusan tidak terbentuk
Pohon keputusan tidak terbentuk
Pohon keputusan tidak terbentuk
Pohon keputusan tidak terbentuk
Pohon keputusan terbentuk
Pohon keputusan terbentuk
Pohon keputusan terbentuk
Pohon keputusan terbentuk
Pohon keputusan terbentuk

Keterangan: l0 = Sumber pendapatan, l1 = Tutupan lahan, l2 = Curah hujan,
l3 = Temperatur, dan l4 = Kecepatan angin.

Dari kedua data latih tersebut, terbentuk dua pohon keputusan dengan
beberapa aturan yang didominasi dengan kategori low. Terdapat beberapa aturan
dengan kategori none dan aturan tersebut dihapus untuk keperluan pengujian.
Kategori none merupakan kategori untuk poligon dari suatu layer penjelas yang
tidak berpotongan dengan layer kerapatan titik api. Gambar 9 menunjukkan
subpohon keputusan yang dihasilkan dari data latih pertama dengan node akar
yaitu layer temperatur. Gambar 10 menunjukkan subpohon keputusan yang
dihasilkan dari data latih kedua dengan node akar yaitu layer temperatur. Dari
subpohon keputusan pada Gambar 9 diperoleh 17 aturan klasifikasi. Sementara itu,
dari subpohon keputusan pada Gambar 10 diperoleh 38 aturan klasifikasi. Aturanaturan ini akan digunakan untuk menguji seberapa baik pohon keputusan yang
telah dibentuk mengklasifikasikan data baru.

13

Gambar 9 Potongan pohon keputusan data latih pertama

Gambar 10 Potongan pohon keputusan data latih kedua
Pengujian dan Evaluasi Model Klasifikasi
Pembuatan data uji
Pengujian dan evaluasi model klasifikasi ini dilakukan untuk kedua data
latih yang telah dibuat, yaitu data sumber pendapatan dengan cuaca dan data
tutupan lahan dengan cuaca. Data uji yang digunakan disesuaikan dengan data
latih, layer-layer yang digunakan, nama layer, nama atribut, dan nilai atribut.
Namun, pada kedua data latih terdapat nilai atribut dari suatu layer yang tidak ada
pada layer data uji dan sebaliknya. Nilai atribut yang ada pada data latih namun
tidak ada pada data uji, misalnya layer tutupan lahan kategori “embankment”
(l1v5), maka pada data uji ditiadakan nilai atribut dengan kode l1v5. Sementara
itu, nilai atribut yang ada pada data uji namun tidak ada pada data latih diberi
kode dengan meneruskan urutan yang telah ada, misalnya pada data latih nilai
atribut terakhir layer tutupan lahan adalah “mix_garden” (l1v11) maka pada data
uji nilai atribut terakhir layer tutupan lahan adalah “natural_forest” (l1v12).
Data uji yang telah disesuaikan dengan data latih diintegrasikan menjadi
satu tabel. Setelah data uji diintegrasikan, data uji tersebut diekspor dan disimpan
dalam bentuk CSV, kemudian kolom gid dan geometri dihapus karena tidak
digunakan dalam tahap pengujian. Hal ini menyebabkan duplikasi data dan data
yang duplikat tersebut dihapus sehingga untuk data uji sumber pendapatan dan

14
cuaca berkurang dari 396 data menjadi 56 data, sedangkan untuk data uji tutupan
lahan dan cuaca berkurang dari 866 data menjadi 119 data. Dari fail CSV yang
sudah dilakukan penghapusan data duplikat, fail tersebut dikonversi menjadi
berekstensi .file melalui aplikasi Notepad. Hal ini dilakukan untuk kebutuhan
pada kode program (test.py). Berikut adalah kueri untuk mengintegrasikan data
uji:
CREATE TABLE target_l0 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS
target_attr, a.exp_attr AS l0 FROM target AS t, l0 AS a
WHERE ST_Intersects(t.geom, a.geom) ORDER BY t.gid;
CREATE TABLE target_l1 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS
target_attr, b.exp_attr AS l1 FROM target AS t, l1 AS b
WHERE ST_Intersects(t.geom, b.geom) ORDER BY t.gid;
CREATE TABLE target_l2 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS
target_attr, c.exp_attr AS l2 FROM target AS t, l2 AS c
WHERE ST_Intersects(t.geom, c.geom) ORDER BY t.gid;
CREATE TABLE target_l3 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS
target_attr, d.exp_attr AS l3 FROM target AS t, l3 AS d
WHERE ST_Intersects(t.geom, d.geom) ORDER BY t.gid;
CREATE TABLE target_l4 AS SELECT t.gid, t.geom, t.kategori AS
target_attr, e.exp_attr AS l4 FROM target AS t, l4 AS e
WHERE ST_Intersects(t.geom, e.geom) ORDER BY t.gid;

Kueri diatas adalah untuk membuat tabel atau layer baru untuk masingmasing layer penjelas yang sudah terintegrasi dengan layer target. Kemudian
layer-layer tersebut diintegrasikan menjadi satu sesuai dengan data ujinya. Kueri
berikut adalah untuk mengintegrasikan data uji yang akan digunakan untuk
menguji pohon keputusan data latih pertama:
CREATE TABLE dataset_testing_1 AS SELECT DISTINCT t.gid,t.geom,
a.l0 AS l0,c.l2 AS l2,d.l3 AS l3,e.l4 AS l4, t.kategori AS
target_attr
FROM target_l0 AS a, target_l2 AS c, target_l3 AS d, target_l4
AS e,target AS t
WHERE t.gid = a.gid AND t.gid = c.gid AND t.gid = d.gid AND
t.gid = e.gid ORDER BY t.gid;

Kueri berikut adalah untuk mengintegrasikan data uji yang akan digunakan
untuk menguji pohon keputusan data latih kedua:
CREATE TABLE dataset_testing_2 AS SELECT DISTINCT t.gid,t.geom,
b.l1 AS l1,c.l2 AS l2,d.l3 AS l3,e.l4 AS l4, t.kategori AS
target_attr
FROM target_l1 AS b, target_l2 AS c, target_l3 AS d, target_l4
AS e,target AS t
WHERE t.gid = b.gid AND t.gid = c.gid AND t.gid = d.gid AND
t.gid = e.gid ORDER BY t.gid;

Pengujian pohon keputusan sumber pendapatan dan cuaca
Pengujian pohon keputusan ini dengan data uji untuk wilayah Rokan Hilir
menghasilkan nilai akurasi 60.47%. Jumlah kelas kerapatan titik api yang
diprediksi salah dan benar oleh pohon keputusan dapat dilihat pada Tabel 9.

15
Tabel 9 Jumlah kelas aktual dan hasil prediksi data uji pertama
Data Uji 1
Kelas
aktual

Low
Medium
High

Total

Kelas hasil prediksi
Low Medium High
Unclassified
26
0
0
6
12
0
0
4
5
0
0
3
43
0
0
13

Total
32
16
8
56

Nilai akurasi tersebut dihitung berdasarkan formula berikut:
Akurasi =

banyak total prediksi yang benar
×100%
total banyaknya prediksi

Akurasi =

26
26+0+0
×100% =
×100% = 60.47%
43
26+12+5+0+0+0+0+0+0

Pengujian pohon keputusan tutupan lahan dan cuaca
Pengujian pohon keputusan ini dengan data uji untuk wilayah Rokan Hilir
menghasilkan nilai akurasi 58%. Jumlah kelas kerapatan titik api yang diprediksi
salah dan benar oleh pohon keputusan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah kelas aktual dan hasil prediksi data uji kedua
Data Uji 2
Kelas
aktual

Low
Medium
High

Total

Low
58
30
12
100

Kelas hasil prediksi
Medium High
Unclassified
0
0
9
0
0
10
0
0
0
0
0
19

Total
67
40
12
119

Nilai akurasi tersebut dihitung berdasarkan formula berikut:
Akurasi =

banyak total prediksi yang benar
×100%
total banyaknya prediksi

58+0+0
58
×100% =
×100% = 58%
58+30+12+0+0+0+0+0+0
100
Pohon keputusan yang dihasilkan dari data latih pertama tidak dapat
mengklasifikasikan 39.53% objek pada data uji pertama. Sedangkan pohon
keputusan yang dihasilkan dari data latih kedua tidak dapat mengklasifikasikan
42% objek pada data uji kedua. Seluruh kelas aktual pada data uji pertama dan
data uji kedua diprediksi sebagai kategori low, hal ini disebabkan oleh pohon
keputusan yang didominasi dengan kategori low. Hasil prediksi unclassified
diperoleh karena terdapat data uji yang tidak dapat diklasifikasikan oleh pohon
keputusan yang dihasilkan dari data latih. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan
karakteristik wilayah antara kedua wilayah tersebut. Oleh karena itu, hasil
prediksi unclassified ini tidak diperhitungkan dalam perhitungan akurasi pohon
keputusan.
Akurasi =

16
Presentasi Model
Dari pohon keputusan yang dibentuk dari data latih pertama yaitu data
sumber pendapatan dan cuaca diperoleh 17 aturan. Beberapa aturan yang
terbentuk adalah sebagai berikut:
Aturan 1 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 0 mm/day dan kecepatan
angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 2 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 1 mm/day dan kecepatan
angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 3 : Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 1 mm/day dan kecepatan
angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.
Dari pohon keputusan yang dibentuk dari data latih kedua yaitu data tutupan
lahan dan cuaca diperoleh 38 aturan. Beberapa aturan yang terbentuk adalah
sebagai berikut:
Aturan 1 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field
dan curah hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.
Aturan 2 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field
dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.
Aturan 3 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field
dan curah hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini berhasil menentukan model klasifikasi dari persebaran titik api
di wilayah Bengkalis dengan menggunakan algoritme pohon keputusan ID3
spasial. Pada data latih sumber pendapatan dan cuaca menghasilkan 17 aturan dan
data latih tutupan lahan dan cuaca menghasilkan 38 aturan. Model klasifikasi ini
berhasil mengklasifikasikan data baru dengan akurasi data uji sumber pendapatan
dan cuaca di wilayah Rokan Hilir adalah 60.47% dengan data yang unclassified
sebanyak 13 data. Sementara itu, akurasi data uji tutupan lahan dan cuaca di
wilayah Rokan Hilir adalah 58% dengan data yang unclassified sebanyak 19 data.
Data unclassified adalah data uji yang tidak dapat diklasifikasikan oleh pohon
keputusan yang dihasilkan dari data latih.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1 Penggunaan dataset yang lebih banyak dan akurat untuk wilayah selain
Bengkalis dan Rokan Hilir agar model klasifikasi yang dihasilkan dapat diuji
lebih lanjut pada data baru.
2 Studi literatur untuk menentukan layer yang tepat yang akan digunakan pada
pembentukan pohon keputusan.
3 Penggabungan aspek temporal dalam klasifikasi.
4 Pelabelan kategori kerapatan titik api dengan mempertimbangkan jumlah
kategori untuk klasifikasi.

17

DAFTAR PUSTAKA
Austin K, Alisjahbana A, Sizer N. 2013. Data Terbaru Menunjukkan Kebakaran
Hutan Di Indonesia Adalah Krisis Yang Telah Berlangsung Sejak Lama
[Internet].
[diunduh
2013
Oktober
20].
Tersedia
pada:
http://insights.wri.org/news/2013/06/data-terbaru-menunjukkan-kebakaranhutan-di-indonesia-adalah-krisis-yang-telah-berlangs#fire
Li X, Claramunt C. 2006. A Spatial Entropy-Based Decision Tree for
Classification of Geographical Information. Transaction in GIS. 10(3): 451467.
Pemerintah Provinsi Riau. 2013. Kabupaten Bengkalis [Internet]. [diunduh 2013
Desember 9]. Tersedia pada: http://www.riau.go.id/index.php?/detail/6
Rinzivillo S, Turini F. 2004. Classification in Geographical Information Systems.
Di dalam Boulicaut et al., editor. The 8th European Conference on Principles
and Practice Knowledge Discovery in Databases; 2004 Sep 20-24. Pisa, Italy.
New York (US): Springer-Verlag. hlm 374-385.
Sitanggang IS, Yaakob R, Mustapha N, Ainuddin AN. 2013. Classification Model
for Hotspots Occurrences using Spatial Decision Tree Algorithm. Journal of
Computer Science. 9(2): 244-251. doi:10.3844/jcssp.2013.244.251.

18
Lampiran 1 Aturan-aturan pohon keputusan dari data latih pertama
Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5
Aturan 6
Aturan 7
Aturan 8
Aturan 9
Aturan 10
Aturan 11
Aturan 12
Aturan 13
Aturan 14
Aturan 15
Aturan 16
Aturan 17

: Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 0 mm/day dan kecepatan
angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 1 mm/day dan kecepatan
angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 1 mm/day dan kecepatan
angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 1 mm/day dan kecepatan
angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan
angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan
angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan curah hujan = 3 mm/day maka
kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 1 mm/day maka
kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan
angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan
angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber
pendapatan = services maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber
pendapatan = other agriculture maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber
pendapatan = plantation maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber
pendapatan = mining maka kerapatan titik api = medium.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan sumber
pendapatan = forestry maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 4 mm/day dan kecepatan
angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = high.
: Jika temperatur = 299 K maka kerapatan titik api = low.

19
Lampiran 2 Aturan-aturan pohon keputusan dari data latih kedua
Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5
Aturan 6
Aturan 7
Aturan 8
Aturan 9
Aturan 10
Aturan 11
Aturan 12
Aturan 13
Aturan 14
Aturan 15
Aturan 16
Aturan 17
Aturan 18
Aturan 19
Aturan 20
Aturan 21
Aturan 22
Aturan 23

: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field
dan curah hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field
dan curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = unirrigated agri field
dan curah hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = paddy field dan
kecepatan angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = paddy field dan
kecepatan angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = paddy field dan
kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = shrubs dan curah hujan
= 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = shrubs dan curah hujan
= 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = shrubs dan curah hujan
= 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = bare land maka
kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = water body dan curah
hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = water body dan curah
hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = water body dan curah
hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = settlement dan curah
hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = settlement dan curah
hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = settlement dan curah
hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mangrove dan
kecepatan angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mangrove dan
kecepatan angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mangrove dan
kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = dryland forest dan
curah hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = dryland forest dan
curah hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = dryland forest dan
curah hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.
: Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = dryland forest dan
curah hujan = 3 mm/day maka kerapatan titik api = low.

20
Lanjutan
Aturan 24 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = plantation dan curah
hujan = 0 mm/day maka kerapatan titik api = low.
Aturan 25 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = plantation dan curah
hujan = 1 mm/day maka kerapatan titik api = low.
Aturan 26 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = plantation dan curah
hujan = 2 mm/day maka kerapatan titik api = low.
Aturan 27 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = plantation dan curah
hujan = 3 mm/day maka kerapatan titik api = low.
Aturan 28 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mix garden dan
kecepatan angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 29 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mix garden dan
kecepatan angin = 3 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 30 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = mix garden dan
kecepatan angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 31 : Jika temperatur = 298 K dan tutupan lahan = swamp maka kerapatan
titik api = low.
Aturan 32 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 1 mm/day maka
kerapatan titik api = low.
Aturan 33 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan
angin = 2 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 34 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 2 mm/day dan kecepatan
angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 35 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan kecepatan
angin = 0 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 36 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 3 mm/day dan kecepatan
angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = low.
Aturan 37 : Jika temperatur = 297 K dan curah hujan = 4 mm/day dan kecepatan
angin = 1 m/s maka kerapatan titik api = high.
Aturan 38 : Jika temperatur = 299 K maka k