Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

(1)

LAMPIRAN 1. FOTO KERJA 1.1. Benih Ikan Patin ( P. djambal )

Lokasi Kolam Pengambilan Benih ikan patin (P. djambal)

Pengambilan organ insang Pengambilan organ usus


(2)

1.2. Ikan Patin ( P. djambal) Umur 3-4 bulan

Lokasi Kolam Pengambilan Ikan patin (P. djambal) umur 3-4 bulan

pengambilan organ insang pengambilan organ usus

Penimbangan ikan patin Penggoresan usus ikan umur 3-4 bulan


(3)

1.3. Ikan Patin ( P.djambal ) umur 5-6 bulan

Lokasi Kolam pengambilan Ikan patin (P. djambal)

umur 5-6 bulan

Pengambilan organ insang Pengambilan organ usus

Penimbangan ikan patin Penusukan Medula Oblongata


(4)

LAMPIRAN 2. Data berat badan Ikan patin (P. djambal) 2.1. Ikan Patin ( P. djambal) umur benih (1-2) bulan

Ikan Patin Berat badan

1 16,91 gram

2 5,25 gram 3 9,12 gram 4 6, 27 gram 5 8, 73 gram 6 5, 09 gram 7 12,0 gram 8 6, 60 gram 9 4, 16 gram 10 9, 32 gram 11 7, 23 gram 12 9, 51 gram 13 4,62 gram 14 7, 23 gram 15 8, 78 gram 16 6, 64 gram 17 6, 78 gram 18 5, 63 gram 19 7, 32 gram 20 5, 31 gram 21 8, 36 gram 22 6, 83 gram 23 5, 65 gram 24 5,23 gram 25 4,97 gram 26 7, 23 gram 27 7, 15 gram 28 5, 50 gram 29 6, 23 gram 30 5, 15 gram


(5)

2.2. Ikan patin (P.djambal) umur 3-4 bulan dan Umur 5-6 bulan

Ikan Patin Berat Badan (gram)

Umur 3-4 bulan Umur 5-6 bulan

1 257,24 gram 500 gram

2 263,65 gram 409,12 gram

3 226,25 gram 462,39 gram

4 253,34 gram 457,71 gram

5 220,69 gram 466,12 gram

6 225,78 gram 511,04 gram

7 249,44 gram 463,15 gram

8 220,29 gram 452,38 gram

9 223,16 gram 434,12 gram


(6)

LAMPIRAN 3. Perhitungan Nilai Prevalensi Serangan Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada ikan patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2 bulan), umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

Jumlah ikan yang terserang parasit

Prevalensi = x 100%

Jumlah ikan yang diperiksa

a. Nilai Prevalensi Serangan Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur benih (1-2 bulan)

1. Dactylogyrus sp.

Insang : 27/30 X 100% = 90% 2. Gyrodactylus sp.

Insang : 5/30 X 100% = 16,6% 3. Camallanus sp.

Usus : 12/30 X 100% = 40%

b. Nilai Prevalensi Serangan Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur 3-4 bulan 1. Dactylogyrus sp.

Insang : 10/10 X 100% = 100% 2. Gyrodactylus sp.

Insang : 4/10 X 100% = 40% 3. Camallanus sp.

Usus : 7/10 X 100% = 70%

c. Nilai Prevalensi Serangan Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur 5-6 bulan 1. Dactylogyrus sp.

Insang : 10/10 X 100% = 100% 2. Gyrodactylus sp.

Insang : 5/10 X 100% = 50% 3. Camallanus sp.


(7)

LAMPIRAN 4. Perhitungan Nilai Intensitas Cacing Parasit Dactylogyrus sp. Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada ikan patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2 bulan), umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

Jumlah parasit yang menginfeksi Intensitas =

Jumlah ikan yang terserang

a. Nilai Intensitas Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur benih (1-2 bulan) 1. Dactylogyrus sp.

Insang : 243/27 = 9,1 2. Gyrodactylus sp.

Insang : 43/5 = 8,6 3. Camallanus sp.

Usus : 50/12 = 4

b. Nilai Intensitas Cacing Parasit Dactylogyrus sp. Gyrodactylus sp.dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur 3-4 bulan

1. Dactylogyrus sp.

Insang : 1809/10 = 180,9 2. Gyrodactylus sp.

Insang : 38/4 = 9,5

3.Camallanus sp.

Usus : 29/7 = 4,1

c. Nilai Intensitas Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur 5-6 bulan

1. Dactylogyrus sp.

Insang : 2364/10 = 236,4 2. Gyrodactylus sp.

Insang : 62/5 = 12,4 3. Camallanus sp.


(8)

LAMPIRAN 5. Data Kualitas Air Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2 bulan), umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

a. Data Kualitas Air Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Patin (P. djambal) umur benih (1-2 bulan)

Parameter Satuan Hasil

Suhu 0C 25

pH - 7.9

DO mg/l 7,58

BOD mg/l 14,2

b. Data Kualitas Air Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Patin (P. djambal) umur 3-4 bulan

Parameter Satuan Hasil

Suhu 0C 25

pH - 6,5

DO mg/l 7,81

BOD mg/l 17,4

c. Data Kualitas Air Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Patin (P. djambal) umur 5-6 bulan

Parameter Satuan Hasil

Suhu 0C 26

pH - 6,0

DO mg/l 2,72


(9)

Lampiran 6. Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin Umur Benih (1-2) Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit) di Daerah Tanjung Morawa


(10)

Lampiran 7. Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin Umur

3-4 Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit) di Daerah Tanjung Morawa


(11)

Lampiran 8. Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin Umur

5-6 Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit) di Daerah Tanjung Morawa


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, N. dan Arifudin,S. 2011. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. pada Saluran Pencernaan Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus

sexfasciatus) di TPI Brondong Lamangon. [Skripsi]. Surabaya: Institut

Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Adji, A.O.S. 2008. Studi Keragaman Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osphronemus Gouramy) Dan Ikan Tongkol (Euthynnus Spp.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran, Institut Pertanian Bogor.

Amri, K. 2007. Budidaya Ikan Patin. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Amri, K. dan Khairuman, H. 2013. Budi Daya Patin. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Akbar J. 2011. Identifikasi Parasit Pada Ikan Betok (Anaba testudies). Bioscientia. [Skripsi]. Kalimantan Selatan: Jurusan Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat.

Arios, Y.P. 2008. Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus

carpio Linn.) [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas

Kedokteran Hewan.

Bryant, C. dan Carolyn B. 1989. Biochemical Adaption In Parasite. Chapman And Hall: London.

Bush, A.O. Lafferty, KD. Lotz, JM, and Shotsak, A.W. 1997. Parasitogy meets

Ecology On Its Own Terms: Margolis et al. Reisited, J. Parasitol. 83:

576-583.

Buchmann, K. 1987. Peudodactylogyrus anguillae and Pseudodactylogyrus bini: in Fish 7 Parasites pathobiology and protection. Cab Internasional, Cambridge, USA.

.

Buchmann K & J Bresciani. 2001. Parasitic Diseases of Freshwater Trout. DSR Publisher: Denmark.

Dana, D., Adi, S., Alifuddin. 1994. Petunjuk Teknis Determinasi Parasit Ikan. Buku 3. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.

Dogiel, V. AG., G.K. Petrushevski and I. Polyanski. 1961. Parasitology Of

Fishes. T.F.H. Publisher, Hongkong.


(13)

Emelina, N.J. 2008. Cacing Parasitik Pada Insang Ikan Kembung (Decapterus Spp.). [Skripsi]. BOGOR: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Hewan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hariyadi, A.R. 2006. Pemetaan Infestasi Cacing Parasitik dan Resiko Zoonosis pada Ikan Laut di Perairan Indonesia Bagian Selatan. [Tesis]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Huent, M. 1979. Textbook of Fish Culture,Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News Book Ltd., Farnham, Surrey, England.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. UGM Press. Yogyakarta.

Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured In The Tropics. London: Taylor and Prancis.

Kordi, K. 2010. Budidaya Ikan Patin di Kolam Terpal. ANDI Press. Yogyakarta.

Kusmawan, D. 2012. Identifikasi Cacing Parasitik Pada Insang dan Gambaran LEUKOSIT Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) di Kabupaten Bogor. [SKRIPSI]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Lorenzo, S. et.,al. 2000. Usefulness of Currently Available Methods For The Diagnosis of Anisakis Simplex Allergy. Allergy. 55:627-633.

Maier et al.,2009. Nature Reviews Microbiology, Malarie Parasite Protein that

the Host Remodal erytrocite. Macmillin Publisher Limited.

Mahyuddin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Patin. Jakarta: Penebar Swadaya.

Maryono dan Sundana, S. 2002. Teknik Pencegahan dan Pengobatan penyakit bercak merah pada ikan air tawar yang disebabkan oleh bakteri aeromonas hydrophila. Buletin Teknik Pertanian. 7:1.

Moravec Frantisek,J. Wolter and W. Korting. Some Nematodes and

Acanthocephalans From Exotic Ornamental Freshwater Fishes Imported Into Germany. 1999. Folia Parasitologica.

Mulia, D.S. 2006. Tingkat Infeksi Ektoparasit Protozoa pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di balai Benih Ikan (BBI) Pandak Dan Sidabowa, Kabupaten Banyumas. [Sripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.


(14)

Nabib, R. F.H. Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor: Lembaga Sumberdaya Informasi.

Noga, E.J. 2000. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Iowa State University Press.

Noga, E.R. Noble, G.A. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Edisi 5. Ardianto, Penerjemah: Soeripto N. Editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Parasitology: The Biology of Animal

Parasites 5th edition.

Nurdiyanto dan Sumartono. 2006. Model Distribusi Monogenea Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Di Daerah Istimewa. Yogyakarta. J. Sain Vet. 24(2): 126

Prayitno, S. B. 2004. Prinsip-prinsip Diagnosa Penyakit Ikan. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro.

Puhanda, R. 2012. Bakteri Dan Cacing Parasitik Pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan.

Rahayu, A.M. 2009. Keragaman dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan Parasitik Benih Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Di Keramba Jaring Apung Balai Sea Farming Kepulaan Seribu. Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sachlan, M. 1972. Penyakit Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian . Bogor.

Storer, U. 1976. General Zoology. USA: Mc Graww-Hill Company.

Susanto, H. 2009. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Talunga. 2007. Tingkat Infeksi Parasit Thaparocleidus sp. Jan, 1982. Monogenea: (Ancylodiscoididae) Pada Insang Ikan Patin (Pangasius djambal). Kuliah Parasitologi Ikan. Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan. Universitas Hasanuddin.

Tiuria, R. 2013. Infestasi Cacing Parasitik Pada Insang Ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus). Bogor: IPB Fakultas kedokteran Hewan. (1):8-14.

.

Suwartiani, N. 2012. Keberadaan Cacing Parasitik Dan Bakteri Pada Insang Serta Saluran Penceranaan Ikan Nila Bogor Enhanced Strain Tilapia (Oreochromis niloticus). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan.

Ulkhaq, M.Z. et al,. 2012. Studi Identifikasi dan Prevalensi Endoparasit Pada Saluran Pencernaan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Keramba Jaring Apung Unit Pengelola Budidaya Laut Sityubundo, Jawa


(15)

Timur. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Air Langga. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan . 4:1.

Untergasser D. 1989. Handbook and Diseases. T.F.H. Publication Inc. Translated

by Howard H. Hirschorn. Neptune City. United States.

Yuliartati, E. 2012. Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin (Pangasius

djambal) Pada Beberapa Pembudidaya Ikan di Kota Makassar. [Skripsi].

Makassar: Universitas Hasanuddin.

William and Johns. 1993. Parasitic Worm Of Fish. Tailor and Francis Publisher: Sidney.


(16)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April 2015 di Kolam Budidaya daerah Tanjung Morawa dan Laboratorium Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Medan 1 bagian Parasitologi di Jalan Karantina Ikan, Desa Aras Kabu, Kecamatan Beringin Deli Serdang, Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat bedah (dissecting set), timbangan, cawan petri, pinset, kait, pipet tetes, gunting, botol kaca, scalpel, spidol kertas, bak bedah, jarum pentul, tissue, kantong plastik ukuran 10 kg, label nama, kaca objek, kaca penutup, bunsen, mancis, kaca pembesar, kamera digital, PH meter, Termometer dan mikroskop cahaya,

Bahan yang digunakan ikan patin (Pangasius djambal) umur 1-2 bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan , NaCl fisiologis 0,85% dan alkohol 70%, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, dan Na2S2O3 0,0125 N ( Puhanda, 2012).

3.3 Metode Penelitian 3.3.1. Area Penelitian

Sampel diambil dari kolam budidaya yang terletak di daerah Tanjung Morawa yang terdiri 3 kolam yaitu kolam 1 untuk benih ikan patin berumur 1-2 bulan dengan panjang 3 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 1 meter, kolam 2 untuk ikan patin berumur 3-4 bulan dengan panjang 3 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1 meter dan kolam 3 untuk ikan patin umur 5-6 bulan dengan panjang 3 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1 meter. Dasar masing-masing setiap kolam adalah semen. Sumber air kolam berasal dari air sumur. Pergantian air dilakukan sebulan sekali dan pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pelet dan cacing pada masing-masing kolam.


(17)

3.3.2. Pengambilan Sampel Ikan

Pengambilan sampel benih ikan patin (Pangasius djambal) adalah menggu nakan metode survey yaitu melalui pengambilan sampel di lokasi budidaya di Kolam Budidaya daerah Tanjung Morawa secara langsung. Pengambilan sampel benih hingga yang siap panen dilakukan secara acak (random) (Mulia, 2006). Sampel ikan diambil dari 3 kolam yang berbeda. Pada kolam 1 merupakan kolam yang berisi benih ikan berumur 1-2 bulan yang terdiri dari ± 300 ekor. Pada kolam 2 merupakan kolam yang berisi ikan berumur 3-4 bulan yang terdiri dari ± 100 ekor. Pada kolam 3 merupakan kolam ikan yang berumur 5-6 bulan (ikan yang siap dipanen) dengan jumlah ± 100 ekor. Pada masing-masing kolam diambil sampel sebanyak 10 % dari jumlah populasi ikan pada kolam (Ulkhaq, et al., 2012). Setelah pengambilan sampel dilakukan pengamatan bagian morfologi meliputi: permukaan tubuh, warna lembaran insang, dan warna permukaan tubuh yang berwarna pucat (Adji, 2008). Sampel ikan patin masing-masing dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 10 kg yang berisi air. Kemudian ikan dibawa ke Laboratorium Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Medan 1 bagian Parasitologi di Jalan Karantina Ikan Desa Aras Kabu, Kecamatan Beringin Deli Serdang. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pada setiap sampel ikan patin (Pangasius djambal).

3.3.3.. Pemeriksaan Sampel Ikan Patin (Pangasius djambal)

Sebelum dilakukan identifikasi pada insang dan saluran pencernaan, masing-masing sampel terlebih dahulu ditimbang berat badannya. Selanjutnya sampel diletakkan diatas nampan atau bak bedah, kemudian ikan dimatikan saraf otaknya dengan menusuk kepala (bagian Medula Oblongata) ikan tersebut (Kusmawan, 2012).

3.3.4. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada Insang Ikan

Metode yang dipergunakan yaitu metode mouth insang. Langkah pertama yang dilakukan yaitu tutup insang (operculum) digunting pada bagian kiri dan kanan. Tutup insang tersebut kemudian dibuang, lalu diambil bagian insang kiri dan kanan, selanjutnya diletakkan di dalam cawan petri berisi NaCl fisiologis


(18)

0,85% . Setelah itu diambil potongan dari lembaran insang dan diletakkan diatas kaca objek. Kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel dan hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek lalu ditetesi dengan NaCl Fisiologis 0,85% dan ditutup dengan kaca penutup. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop. (Kabata, 1985).

3.3.5. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan

Organ ikan yang akan diperiksa adalah saluran pencernaan (usus). Pemeriksaan organ dalam tubuh ikan dilakukan dengan cara membedah bagian tubuh ikan dari kloaka hingga bagian pectoral. Lalu organ usus dikeluarkan dari tubuh ikan dan diletakkan didalam cawan petri berisi NaCl fisiologis 0,85%. Pada pemeriksaan usus terbagi menjadi 2 pemeriksaan yaitu:

a. Pengamatan isi usus

Isi usus dikeluarkan dengan cara dibedah atau menggunting usus secara ventrikal. Isi usus diambil sedikit demi sedikit dan diletakkan di atas gelas objek, kemudian ditetesi dengan larutan NaCl fisiologis, lalu ditutup dengan menggunakan kaca penutup. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop.

.

b. Pemeriksaan dinding usus ikan

Setelah seluruh isi usus dikeluarkan, selanjutnya dinding usus diletakkan di cawan petri dan ditetesi NaCl fisiologis 0,85% dan diamati seluruh dinding usus dibawah mikroskop, untuk melihat apakah ada parasit yang menempel pada dinding usus. (Kabata, 1985).

3.3.6. Identifikasi Parasit

Pengamatan parasit dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan identifikasi parasit dengan menggunakan buku identifikasi Kabata (1985), Dana et., al (1994) Untergasser (1989).


(19)

3.3.7. Prevalensi dan Intensitas

Menurut Kusmawan (2012), tingkat infeksi ikan dinyatakan dalam prevalensi. Prevalensi merupakan persentase ikan yang terinfeksi parasit. Untuk menghitung prevalensi dari sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :

Prevalensi = X 100%

Sedangkan, untuk menghitung jumlah jenis parasit yang terdapat pada ikan, menggunakan rumus intensitas. Menurut Bush et al. (1997), untuk menghitung intevnsitas dari sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :

Intensitas =

Kategori infeksi berdasarkan prevalensi (William & Bunkley-William,1996 dalam Hariyadi, 2006), dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3.1. Kategori Infeksi berdasarkan Prevalensi

No Nilai Kategori

1 100-99% Always

2 98-90% Almost always

3 89-70% Usually

4 69-50% Frequently

5 49-30% Commonly

6 29-10% Often

7 9-1% Occasionally

8 <1-0,1% Rorely

9 <0,1-0,01% Very rorely

10 <0,01% Almost never

Keterangan:

Always : Cacing parasit selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi kecacingan yang ditimbulkan sangat parah (99-100%).

Almost always

: Cacing parasit hampir selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi kecacingan yang ditimbulkan parah (98-99%).

Jumlah ikan yang terserang parasit

Jumlah ikan yang diperiksa

Jumlah parasit yang menginfeksi


(20)

Usually : Cacing parasit biasanya menginfeksi ikan (70-89%).

Frequently : Cacing parasit tersebut sering kali menginfeksi ikan (50- 69%).

Commonly : Cacing parasit tersebut biasa menginfeksi ikan (30-49%).

Often : Cacing parasit tersebut sering menginfeksi ikan (10-29%).

Occasionally : Cacing parasit kadang-kadang menginfeksi ikan (1-9%) Rarely : Cacing parasit tersebut jarang menginfeksi ikan (0,1-<1%).

Very rarely : Cacing parasit tersebut sangat jarang menginfeksi ikan (0,01- <0,1%).

Almost never : Cacing parasit tersebut tidak pernah menginfeksi ikan (<0,01%).

3.3.8. Analisis Data

Jenis dan jumlah parasit dari hasil pemeriksaan dicatat. Data prevalensi dan intensitas dianalisis secara deskriptif (Adji, 2008).

3.3.9. Pemeriksaan Kualitas Air Tabel 3.2. Pemeriksaan Kualitas Air No Faktor

Fisik Alat Metode

1 Suhu Termometer Dimasukkan termometer ke dalam masing-masing kolam air kemudian dibiarkan beberapa saat lalu di baca skala dari termometer tersebut dan dicatat hasilnya.

2 pH pH meter Dicelupkan pH meter ke dalam sampel air, lalu dibaca pH air yang tertera kemudian dicatat hasilnya.

3 4

DO BOD

Pemeriksaan DO dilakukan di Laboratorium BTKLPP Pemeriksaan BOD dilakukan di Laboratorium BTKLPP

Keterangan: BTKLPP = Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit.


(21)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis dan Jumlah Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa 4.1.1.Jenis Cacing Parasitik Pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan

Ikan Patin Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa a. Cacing parasitik Dactylogyrus sp.

Jenis cacing parasitik yang didapat salah satunya adalah Dactylogyrus sp. yang diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri adanya bintik mata pada bagian kepala yang terdiri dari 2 pasang atau 4 spot mata. Cacing jenis ini juga memliki bagian badan dan bagian ekor. Pada bagian badan terdapat saluran pencernaan (usus), sedangkan pada bagian ekor terdapat 14 kait marginal dan 2 kait utama. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1. dibawah ini.

Gambar 4.1. Cacing parasitik Dactylogyrus sp yang menginfeksi Ikan Patin dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 4 x10 lensa objekti f.

a.Dactylogyrus sp.yang masih segar; b. Dactylogyrus sp. yang mulai mengerut; c. Dactylogyrus sp. menempel pada insang ikan patin.

Menurut Dana et al.,(1994), Dactylogyrus berasal dari famili Dactylogirida

e.Cacing parasitik ini memiliki Opisthaptor dengan 7 pasang marginal hook dan 1

b

Bagian anterior 4 spot mata

14 kait marginal dan 2 kait utama

Bagian anterior

4 spot mata

14 kait marginal dan 2 kait utama

Insang Bagian anterior

4 spot mata


(22)

–2 pasang median hook atau anchor, memiliki Connective bar yang terletak diantara median hook. Dactylogyrus sp. memiliki struktur khitin yang dapat memperkuat ophisthaptor dan hook, mempunyai dua pasang mata, jarang yang satu pasang, cabang-cabang intestinum berfusi pada ujung anterior atau tengah.

Dactylogyrus sp. ini juga memiliki ciri yang lain seperti memiliki ovarium bulat,

jarang yang memanjang seperti botol, memiliki saluran vagina, tidak memiliki uterus, hanya memiliki ootype yang mengandung satu telur, memiliki testis tidak berpasangan, organ kopulasi berkhitin, lubang genital terletak di tengah dan

memiliki telur dengan pedicule pendek, tanpa filamen dan bentuknya oval (gambar 4.2. dan 4.3.).

Gambar 4.2. Morfologi Dactylogyrus sp. Gambar 4.3. Anatomi Dactylogyrus sp. Dana et al., (1994) Dana et al., (1994)

Kunci determinasi Kelompok Cacing parasit Dactylogyrus sp. Dana et al., (1994): 1) Bentuk tubuh pipih, lunak, dan simetri bilateral………...Platyhelminthes 2) Tubuh tidak bersegmen, bentuk tubuh pipih sampai fusiform……....Trematoda 3) Ektoparasit, memiliki satu organ penempel posterior dengan satu pasang atau

lebih median hook beberapa marginal hook……….…Monogenea 4) Memiliki opisthaptor dengan 14 kait marginal hook……….…..4 5) Memiliki satu pasang anchor……….…Dactylogiridae


(23)

6) Terdapat bintik mata dan 4 lobe pada bagian anterior…………...Dactylogyrus Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus sp. diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom: Animalia Filum: Platyhelminthes Kelas: Trematoda Ordo: Monogenea Family: Dactylogyridae Genus: Dactylogyrus Spesies: Dactylogyrus sp

b. Cacing Parasitik Gyrodactyus sp.

Gyrodactylus sp. yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri tidak

terdapatnya spot mata pada bagian kepala tetapi memiliki prohaptor, adanya embrio, uterus dan bagian opisthaptor (gambar 4.5.a).

Menurut Kabata (1985) dan Dana et al., (1994), Gyrodactylus sp. memiliki tubuh yang memanjang, kecil, dengan anterior bifida atau anterior yang terbelah dua. Memiliki ophisthaptor dengan 16 kait marginal dan satu pasang jangkar dihubungkan oleh satu punggung dan satu bar ventral. Tidak mempunyai mata. Memiliki esofagus yang pendek. Memiliki usus yang kurang jelas ukurannya. Memiiliki submedian genital, pada bagian posterior hingga ke faring. Tidak memiliki organ kelamin. Uterus mengandung embrio tunggal, pada gilirannya embrio itu akan memiliki generasi selanjutnya. Cacing Parasit ini terdapat pada ikan air tawar dan air laut (Gambar 4.4. b dan c)


(24)

c

Kunci determinasi Kelompok Cacing parasit Gyrodactylus sp. Dana et al., (1994): 1) Bentuk tubuh pipih, lunak, dan simetri bilateral………...Platyhelminthes 2) Tubuh tidak bersegmen, bentuk tubuh pipih sampai fusiform……....Trematoda 3) Ektoparasit, memiliki satu organ penempel posterior dengan satu pasang atau

lebih median hook beberapa marginal hook……….Monogenea 4) Memiliki opisthaptor dengan 16 kait marginal hook……….…..5 5) Memiliki Haptor……..………..…Gyrodactylidae 6) Haptor tidak dilengkapi struktur khitin sebagai tambahan pada marginal hook dan median hook dan tidak memiliki bintik mata………….…….Gyrodactylus

Menurut Kabata (1985), Gyrodactylus sp. diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Animalia

Filum: Platyhelminthes Kelas: Trematoda Ordo: Monogenea Family: Gyrodactylidae Genus: Gyrodactylus Spesies: Gyrodactylus sp


(25)

c. Cacing Parasitik Camallanus sp.

Camallanus sp. yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus)

diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri adanya rongga kapsul, otot esofagus, usus, dan spikulum (Gambar 4.6.).

Gambar 4.5.Cacing Parasitik Camallanus sp. yang menginfeksi saluran pencernaan ikan patin dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 40 x 10 lensa objektif

a. Bagian anterior tubuh b. Bagian posterior tubuh dan c. Bagian tubuh cacing secara keseluruhan

Menurut Kabata (1985) umumnya Camallanus sp. ini menyerang organ usus dan saluran anus. Parasit ini memiliki ciri khas yaitu memiliki suatu buccal kapsul yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal kapsul. Mulutnya seperti penjepit yang kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk. Bentuk seperti ini akan membuat parasit ini dapat memegang dengan kuat ke dinding usus dan tidak dapat lepas. Tempat berkaitnya cacing ini pada usus dapat terjadi pendarahan. Mulut sampai esofagus memiliki dinding otot yang tebal, biasanya esofagus dilapisi kutikula (Gambar 4.6.)


(26)

Gambar 4.6. Morfologi Camallanus maculatus ( Martin et al. 2007) 1. Rongga kapsul; 2. Otot esofagus; 3. Cincin syaraf ; 3. Kelenjar esofagus;4. Usus; 5. Spikulum

Kunci determinasi kelompok cacing parasit Camallanus sp. Kabata (1985) : 1) Bentuk tubuh Silindris……….Nemathelminthes 2) Tubuh ramping, memanjang dan memiliki lapisan kutikula yang

tebal………...Nematoda 3) Endoparasit. Esoagus terbagi menjadi dua bagian. Ditemukan di

usus………....Spirurida 4) Mulut memanjang secara dorsoventral, tanpa bibir, dan memiliki buccal

capsule yang dilapisi dengan kutikula yang tebal…………..…Camallanidae

5) Memiliki buccal capsule yang terdiri dari dua katub masing-masing pada sisi lateral, dan bagian dalam terdapat seperti batangan/palang yang letaknya membujur………...Camallanus

Menurut Kabata (1985), Camallanus sp. diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Anuimalia

Filum: Nemathelminthes Kelas: Nematoda

Ordo: Spirurida

Family: Camallanidae Genus: Camallanus Spesies: Camallanus


(27)

4.1.2. Jumlah Cacing Parasitik yang Ditemukan Menyerang Pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius djambal) Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa

Hasil penelitian tentang jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin dapat dilihat pada beberapa tabel dibawah ini:

Tabel 4.1. Jenis dan jumlah parasit yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) umur (1-2) bulan

Ikan Organ yang diperiksa (Jenis dan Jumlah Parasit)

Insang n (1-2 bulan) Usus n (1-2 bulan)

1 - - - -

2 - - - -

3 - - - -

4 Dactylogyrus sp. 1 - -

5 Dactylogyrus sp. 6 Camallanus sp. 1

6 Dactylogyrus sp. 8 - -

7 Dactylogyrus sp. 11 - -

8 Dactylogyrus sp. 6 - -

9 Dactylogyrus sp. 3 - -

Gyrodactylus sp. 7

10 Dactylogyrus sp. 5 Camallanus sp. 2

11 Dactylogyrus sp. 7 - -

Gyrodactylus sp. 11

12 Dactylogyrus sp. 12 Camallanus sp. 1

Gyrodactylus sp. 9

13 Dactylogyrus sp. 3 - -

14 Dactylogyrus sp. 7 - -

15 Dactylogyrus sp. 6 Camallanus sp. 6

16 Dactylogyrus sp. 1 - -

17 Dactylogyrus sp. 9 Camallanus sp. 3

18 Dactylogyrus sp. 5 Camallanus sp. 8

19 Dactylogyrus sp. 8 - -

20 Dactylogyrus sp. 12 Camallanus sp. 7

Gyrodactylus sp. 5

21 Dactylogyrus sp. 5 Camallanus sp. 3

22 Dactylogyrus sp. 7 - -

23 Dactylogyrus sp. 17 -

24 Dactylogyrus sp. 15 Camallanus sp. 1

25 Dactylogyrus sp. 14 - -

26 Dactylogyrus sp. 16 Camallanus sp. 3

Gyrodactylus sp. 11

27 Dactylogyrus sp. 18 - -

28 Dactylogyrus sp. 14 Camallanus sp. 7

29 Dactylogyrus sp. 15 - -

30 Dactylogyrus sp. 12 Camallanus sp. 8


(28)

Berdasarkan Tabel 4.1. terlihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2) bulan adalah Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp.dan Camallanus sp. Cacing Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. merupakan cacing parasitik yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus). Cacing parasitik

Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan ektoparasit yang biasanya

terdapat pada organ insang ikan sedangkan Camallanus sp. merupakan endoparasit yang biasanya terdapat pada usus ikan.

Menurut Yuliartati (2011), parasit Dactylogyrus sp. biasanya ditemukan pada organ insang karena parasit ini merupakan cacing insang atau habitat hidupnya di insang ikan serta siklus hidupnya terjadi secara langsung. Cacing parasitik Gyrodactylus sp. termasuk ektoparasit, hal ini sesuai dengan pernyataan Nurdiyanto & Sumartona (2006), Gyrodactylus merupakan salah satu genus

monogenea yang termasuk subkelas Monopisthocotylea dan merupakan parasit

eksternal atau ektoparasit yang sering terdapat pada ikan air tawar. Penelitian Tiuria (2013) yang menunjukkan bahwa adanya cacing parasitik yang ditemukan pada insang ikan mujair di kolam Kecamatan Dramaga kota Bogor yang terdiri dari 2 sub kelas yaitu sub kelas Monogenea dan sub kelas Digenea. Cacing parasitik yang didapat berasal dari kelas Trematoda sub kelas Monogenea yang terdiri dari cacing Dactylogyrus sp, Discocotyle sp, dan Gyrodactylus sp. Hal ini terbukti bahwa cacing parasitik Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan ektoparasit yang terdapat pada jenis ikan air tawar dan ditemukan pada organ insang ikan.

Pada organ saluran pencernaan (usus), jenis cacing parasitik yang menyerang ikan adalah Camallanus sp. Hal ini juga disebabkan karena organ saluran pencernaan cocok untuk pertumbuhan cacing parasitik Camallanus sp. Menurut Kabata (1985), Camallanus sp. biasanya menyerang organ usus dan saluran anus. Parasit ini memiliki ciri khas yaitu buccal capsule yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal capsul. Mulutnya seperti penjepit yang kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk.


(29)

Bentuk ini yang membuat parasit dapat memegang dengan kuat pada dinding usus dan tidak lepas. Dari 30 sampel ikan patin (P. djambal) umur benih (1-2) bulan yang diperiksa, jumlah benih ikan yang terserang cacing parasitik Dactylogyrus sp. sebanyak 27 ekor, Gyrodactylus sp. sebanyak 5 ekor dan Camallanus sp. sebanyak 20 ekor (Tabel 4.1.). Data tersebut diketahui bahwa Dactylogyrus sp. lebih banyak menyerang benih ikan pada bagian organ insang dibandingkan dengan Gyrodactylus sp. sedangkan pada bagian organ saluran pencernaan (usus) benih ikan patin hanya terserang satu cacing parasitik yaitu Camallanus sp. Hal ini disebabkan karena setiap jenis cacing parasitik tersebut biasanya memiliki habitat hidup yang berbeda-beda pada setiap bagian-bagian tubuh ikan.

Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus sp. merupakan parasit dalam kelas

monogenea yang sering menempel pada permukaan lamela insang ikan dengan

menggunakan opistaptor. Menurut Nurdiyanto & Sumartono (2006),

Gyrodactylus sp. biasanya banyak menyerang kulit dan sirip ikan, sehingga

populasinya di insang ikan berada dalam jumlah yang sedikit. Ditambah pendapat (Reed et., al 1996), bahwa Dactylogyrus merupakan parasit monogenea yang lebih dikenal juga dengan istilah parasit insang, karena parasit ini hanya akan teramati pada insang sedangkan Gyrodactylus biasanya terdapat pada kulit dan sirip. Pertumbuhan Gyrodactylus sp. disebabkan karena adanya pengaruh kualitas air yang kurang baik seperti suhu dan BOD pada ikan sehingga terjadi penyebaran parasit dengan cara kontak langsung dengan ikan sedangkan menurut penelitian Adji (2008), pada saluran pencernaan (usus) ikan gurami yang diambil dari tambak Desa Carangpulang Kelurahan Karawaci Bogor ditemukan

Procamallanus sp. dan Camallanus sp. Pernyataan tersebut menujukkan bahwa

usus ikan air tawar ada terdapat cacing parasitik Camallanus sp.

Pada Tabel 4.1. tersebut juga dapat dilihat bahwa ada beberapa individu ikan pada umur benih yang tidak terserang cacing parasitik pada organ insang maupun organ saluran pencernaan. Hal ini disebabkan karena individu ikan memiliki sistem imunitas yang berbeda-beda terhadap serangan jenis cacing parasit. Nurdiyanto & Sumartono (2006) menyatakan bahwa tingkat imunitas atau ketahanan tubuh suatu hospes akan berpengaruh terhadap distribusi suatu parasit.


(30)

Tabel 4.2. Jenis dan Jumlah Parasit yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Umur 3-4 Bulan

Ikan Organ yang diperiksa (Jenis dan Jumlah Parasit )

Insang n(3-4 bulan) Usus n(3-4 bulan)

1 Dactylogyrus sp. 125 Camallanus sp. 4

Gyrodactylus sp. 11

2 Dactylogyrus sp. 213 - -

3 Dactylogyrus sp. 128 Camallanus sp. 2

Gyrodactylus sp. 9

4 Dactylogyrus sp. 156 - -

Gyrodactylus sp. 12

5 Dactylogyrus sp. 231 Camallanus sp. 7

Gyrodactylus sp. 6

6 Dactylogyrus sp. 212 Camallanus sp. 3

7 Dactylogyrus sp. 352 Camallanus sp. 3

8 Dactylogyrus sp. 143 - -

9 Dactylogyrus sp. 125 Camallanus sp. 6

10 Dactylogyrus sp. 124 Camallanus sp. 4

Keterangan: n = Jumlah parasit yang menginfeksi ikan

Berdasarkan Tabel 4.2. terlihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin (P. djambal) umur 3-4 bulan adalah Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., dan Camallanus sp.

Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan cacing parasitik yang

ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. merupakan cacing parasitik yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus) ikan. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa dari 10 sampel ikan yang diperiksa pada bagian organ insang, semuanya positif terserang cacing parasitik Dactylogyrus sp. sementara Gyrodactylus sp. hanya menyerang 4 ekor ikan. Pada bagian organ saluran pencernaan (usus) ada 7 ikan yang terserang cacing parasitik. Genus

Dactylogyrus sp selalu dominan bila dibandingkan dengan genus lainnya, hal ini

disebabkan karena Dactylogyrus sp. memiliki penyebaran yang luas pada jenis ikan air tawar.

Menurut Tiuria (2013) penyebaran Dactylogyrus sp terlihat dari siklus hidupnya yang bersifat ovivar. Dactylogyrus sp dewasa akan menghasilkan telur yang banyak ke dasar air, kemudian berkembang menjadi larva dan bergerak bebas mencari inang definitif untuk perkembangannya. Selain itu, suhu lingkungan yang tinggi akan mengakibatkan perkembangbiakan Dactylogyrus sp semakin cepat.


(31)

Tabel 4.3. Jenis dan Jumlah Parasit yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius djambal) Umur 5-6 Bulan

Ikan Organ yang diperiksa (Jenis dan Jumlah Parasit)

Insang n(5-6 bulan) Usus n(5-6 bulan)

1 Dactylogyrus sp. 376 Camallanus sp. 7

Gyrodactylus sp. 9

2 Dactylogyrus sp. 277 Camallanus sp. 6

Gyrodactylus sp. 12

3 Dactylogyrus sp. 129 - -

Gyrodactylus sp. 16

4 Dactylogyrus sp. 237 Camallanus sp. 5

5 Dactylogyrus sp. 213 Camallanus sp. 6

6 Dactylogyrus sp. 224 - -

7 Dactylogyrus sp. 221 - -

8 Dactylogyrus sp. 215 - -

9 Dactylogyrus sp. 231 Camallanus sp. 5

Gyrodactylus sp. 9

10 Dactylogyrus sp. 241 Camallanus sp. 4

Gyrodactylus sp. 16

Keterangan: n = Jumlah parasit yang menginfeksi ikan

Berdasarkan Tabel 4.3. terlihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin (P. djambal) umur 5-6 bulan adalah Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., dan Camallanus sp.

Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan cacing parasitik yang

ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. merupakan cacing parasitik yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus) ikan. Pada bagian organ insang semua ikan positif terserang cacing parasitik Dactylogyrus sp. dan

Gyrodactylus sp hanya menyerang 5 ekor ikan sedangkan pada organ usus hanya

terdapat 6 ikan yang terserang cacing parasitik Camallanus sp. Pada tabel tersebut terlihat juga bahwa cacing parasitik Dactylogyrus sp. memiliki jumlah serangan yang paling banyak pada bagian organ insang dibandingkan dengan cacing yang lain pada organ yang lain, hal ini disebabkan karena keberadaan jumlah cacing parasitik dapat dipengaruhi oleh faktor umur dan berat badan ikan. Menurut Noble & Noble (1989), semakin besar tubuh ikan maka ukuran insang pun akan semakin besar sehingga memungkinkan semakin banyaknya cacing parasitik yang menempel. Selain itu, umur ikan yang tua dapat menjadi toleran untuk mengadaptasikan cacing parasitik dalam jumlah yang besar.


(32)

Berdasarkan data dari ketiga Tabel (4.1.,4.2. dan 4.3.) dapat dilihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan patin (P. djambal ) mulai dari tahapan umur benih (1-2 bulan), umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan adalah sama yaitu Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin (P. djambal). Dactylogyrus dapat dikelompokkan dalam kingdom Animalia filum Platyhelminthes kelas Trematoda ordo

Monogenea famili Dactylogiridae genus Dactylogyrus, dan Gyrodactylus sp.

berasal dari Kingdom Animalia Filum Platyhelminthes, Kelas Trematoda, Ordo

Monogenea, Famili Gyrodactylidae sedangkan Camallanus sp. dapat

dikelompokkan dalam kingdom Animalia filum Nemathelminthes kelas Nematoda ordo Spirurida famili Camallanidae genus Camallanus.

Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya,

Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus juga ditemukan pada ikan

yang lain. Pada penelitian Puhanda (2012), jenis cacing parasitik yang ditemukan organ insang ikan patin adalah Dactylogyrus sp dan Pseudodactylogyrus sp. sedangkan pada penelitian Adji (2008), jenis cacing parasit yang menginfeksi ikan air tawar dan air laut (ikan mas dan ikan tongkol) pada organ saluran pencernaannya adalah Camallanus sp. dan Procamallanus sp. Selanjutnya hasil Tiuria (2013), menemukan bahwa jenis cacing parasit yang menginfeksi organ insang ikan mujair adalah berasal dari kelas Trematoda sub kelas Monogenea yaitu Dactylogyrus sp., Discocotyle sp., Gyrodactylus sp., Tetraonchus sp. dan jenis yang berasal dari sub kelas Digenea.

Berdasarkan data dari ketiga tabel juga terlihat bahwa jenis cacing yang ditemukan berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin adalah sama yaitu pada organ insang terdapat Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp dan pada organ usus Camallanus sp. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh tidak berbeda, substrat habitat kolam yang sama dan dipengaruhi oleh faktor makanan yang sama serta berada dalam perairan air tawar, sehingga cacing tersebut sama.


(33)

Menurut Tiuria (2013), cacing parasitik yang termasuk kedalam kelas Trematoda sub kelas Monogenea dan Sub kelas Digenea, merupakan jenis cacing parasitik yang sering menyerang ikan-ikan air tawar pada semua fase pertumbuhan mulai dari benih sampai dengan fase dewasa, selain itu keberadaan cacing parasitik yang sama juga dipengaruhi oleh kepadatan populasi ikan yang tinggi sehingga memungkinkan terjadinya kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi parasit, adanya pintu masuk parasit melalui luka terbuka, kualitas air yang buruk.Dari ketiga tabel tersebut juga terlihat bahwa organ yang paling dominan diserang cacing parasitik adalah insang ikan. Insang ikan yang terserang cacing parasitik memiliki perbedaan morfologi. Pada organ insang yang sehat memiliki warna yang lebih cerah dan merah (Gambar 4.1.a) sedangkan organ insang yang terserang parasit berwarna pucat (Gambar 4.1.b).

Menurut Dogiel et al., (1961) yang menyatakan bahwa ciri ikan yang terserang parasit diantaranya tutup insang akan mengembang sehingga sulit untuk ditutup dengan sempurna dan lembaran-lembaran insang akan terlihat lebih pucat apabila lokasi infeksinya meluas. Jika pada insang terlihat adanya bintik putih, kemungkinan besar disebabkan oleh adanya cacing parasitik yang menempel pada insang. Menurut Yuliartati (2011), insang yang terserang parasit mengalami kerusakan yaitu warna dari insang tersebut yang berubah dari warna merah menjadi kehitaman di seluruh bagiannya. Banyaknya produksi lendir/mucus pada insang yang terinfeksi. Menurut Untergasser (1989), insang yang sehat akan terlihat berwarna merah cerah dan lembaran-lembaran insang tidak menyatu antara yang satu dengan yang lain.

Gambar 4.1. Perbedaan insang ikan patin yang sehat dan terserang parasit

a.Insang ikan yang sehat; b.Insang ikan yang terserang


(34)

Tabel 4.4. Jenis Dan Jumlah Rata-Rata Parasit Yang Ditemukan Pada Ikan Patin Umur 1-2 Bulan, 3-4 Bulan Dan 5-6 Bulan

Umur Ikan Jenis Parasit Jumlah rata-rata Parasit Pada

Insang Usus

1-2 bulan Dactylogyrus sp. 8,1 -

Gyrodactylus sp. 1,4 -

Camallanus sp. - 1,6

3-4 bulan Dactylogyrus sp. 180,9 -

Gyrodactylus sp. 3,8 -

Camallanus sp. - 2,9

5-6 bulan Dactylogyrus sp. 236,4 -

Gyrodactylus sp. 6,2 -

Camallanus sp. - 3,3

Berdasarkan Tabel 4.4. terlihat bahwa jenis parasit yang paling tinggi menyerang organ insang adalah Dactylogyrus sp. umur 5-6 bulan dengan jumlah 236,4 dan yang paling rendah adalah Gyrodactylus sp. umur 1-2 bulan dengan jumlah 1,4 sedangkan pada organ usus, Camallanus sp.yang paling tinggi menyerang adalah umur 5-6 bulan dengan jumlah 3,3 dan yang paling rendah adalah umur 1-2 bulan dengan jumlah 1,6. Hal ini disebabkan karena adanya faktor lingkungan ekstrinsik dan instrinsik serta faktor umur yang dapat berpengaruh terhadap jumlah parasit yang ditemukan.

Menurut Tiuria (2013) menyatakan bahwa tingginya jumlah cacing parasitik dapat disebabkan karena adanya faktor-faktor lingkungan seperti kontak langsung dengan dengan ikan yang terinfeksi parasit, adanya pintu masuk parasit, melalui luka terbuka, kualitas air yang buruk, adanya perubahan suhu, masuknya jenis ikan yang baru bisa mengakibatkan masuknya parasit baru, predator yang bisa sebagai inang penular, serta sistem budidaya dengan menggunakan kolam tanah yang merupakan media bagi sebagian siklus hidup parasit sedangkan menurut Yuliartati (2011), tingginya tingkat serangan parasit disebabkan tidak terdapat sirkulasi air dan tingkat kepadatan yang tinggi.Menurut Talunga (2007), parasit monogenea dapat berkembang dengan cepat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kepadatan yang tinggi, nutrisi kurang baik, kualitas air yang kurang baik, yang dapat menyebabkan stress sehingga memungkinkan perkembangan parasit dengan cepat. Padat penebaran yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya suatu kompetisi terhadap ruang, makanan, dan oksigen.


(35)

4.2. Prevalensi dan Intensitas Cacing Parasitik Pada Insang Dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Patin Umur Benih (1-2) Bulan, 3-4 Bulan Dan

5-6 Bulan

4.2.1.Prevalensi Cacing Parasitik Pada Insang Dan Saluran Pencernaan(Usus )Ikan Patin Umur Benih (1-2) Bulan, 3-4 Bulan Dan 5-6 Bulan

Prevalensi cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) ikan patin umur benih (1-2 bulan), 3-4 bulan dan 5-6 bulan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa prevalensi cacing parasitik Dactylogyrus sp. pada organ insang ikan patin (P. djambal) umur benih sebesar 90 %, umur 3-4 bulan sebesar 100%, dan umur 5-6 bulan sebesar 100% dan prevalensi cacing parasitik

Gyrodactylus sp.yang menyerang pada umur benih sebesar 16,6%, umur 3-4

bulan sebesar 40%, dan umur 5-6 bulan sebesar 50%.

Tabel 4.5. Prevalensi cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) Ikan Patin ( Pangasius djambal ) umur benih (1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

Umur

ikan patin Organ

Prevalensi (%)

Dactylogyrus sp. Gyrodactylus sp. Camallanus sp.

1-2 bulan (benih)

Insang 90 16,6 -

Usus - - 43,3

3-4 bulan Insang 100 40 -

Usus - - 70

5-6 bulan Insang 100 50 -

Usus - - 60

Pada Tabel 4.5 juga terlihat bahwa prevalensi cacing parasitik Camallanus sp. pada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin umur benih sebesar 40%, umur 3-4 bulan sebesar 70% dan umur 5-6 bulan sebesar 60%.

Menurut William & bunkley- William dalam Hariyadi (2006) prevalensi cacing parasitik Dactylogyrus sp. pada insang ikan patin (Pangasius djambal) umur benih sebesar 90% masuk dalam kategori almost always (cacing parasit hampir selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi kecacingan yang ditimbulkan parah), umur 3-4 bulan sebesar 100% masuk dalam kategori always (cacing parasit selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi kecacingan yang ditimbulkan sangat parah) dan umur 5-6 bulan sebesar 100% masuk dalam kategor always (cacing parasit selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi kecacingan yang ditimbulkan sangat parah), prevalensi cacing parasitik Gyrodactylus sp. pada


(36)

insang ikan patin (Pangasius djambal) umur benih sebesar 16,6% masuk dalam kategori often (cacing parasit tersebut sering menginfeksi ikan), umur 3-4 bulan sebesar 40% masuk dalam kategori commonly (cacing parasit tersebut biasa menginfeksi ikan) dan umur 5-6 bulan sebesar 50% masuk dalam kategori

frequently (cacing parasit tersebut sering kali menginfeksi ikan) sedangkan

prevalensi cacing parasitik pada saluran pencernaan (usus) ikan patin umur benih sebesar 40% masuk dalam kategori commonly (Cacing parasit tersebut biasa menginfeksi ikan),umur 3-4 bulan sebesar 70% masuk dalam kategori usually (cacing parasit biasanya menginfeksi ikan), dan umur 5-6 bulan sebesar 60% masuk dalam kategori frequently (Cacing parasit tersebut sering kali menginfeksi ikan).

Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa pada organ insang prevalensi Dactylogyrus sp. yang menyerang ikan patin pada beberapa tingkatan umur tertentu lebih tinggi daripada Gyrodactylus sp. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan cacing parasitik dapat dipengaruhi oleh adanya kesesuaian habitat dan suhu air pada kolam ikan. Menurut hasil pengukuran faktor fisik kimia yang dilakukan, suhu air tempat pengambilan sampel untuk ikan patin umur benih (1-2 bulan) yaitu 250 C, ikan patin umur 3-4 bulan yaitu 250C dan ikan patin umur 5-6 bulan yaitu 26oC. Suhu tersebut sesuai untuk pertumbuhan cacing parasitik yakni Dactylogyrus sp. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williams dan Joanes (1994), bahwa puncak intensitas Dactylogyrus sp. terjadi pada suhu 20oC-26oC, namun untuk perkembangan telur sampai dewasa membutuhkan suhu 24oC-28oC. Ditambahkan pendapat Kabata (1985), bahwa tingginya nilai prevalensi Dactylogyrus sp. disebabkan karena adanya juga karena dipengaruhi oleh faktor kualitas air. Jumlah telur yang dihasilkan tergantung pada kadar oksigen terlarut dalam air. Pada kadar oksigen terlarut rendah, maka telur yang dihasilkan tinggi, sebaliknya jika kadar oksigen terlarut dalam air tinggi, maka jumlah telur yang dihasilkan sedikit. Kadar oksigen terlarut (DO) pada ketiga air kolam lokasi pengambilan sampel ikan patin tersebut tergolong rendah khususnya kolam ikan patin umur 5-6 bulan (Lampiran 5) sehingga pertumbuhan Dactylogyrus sp. tersebut lebih cepat.


(37)

Pada Tabel 4.5. tersebut juga terlihat bahwa prevalensi cacing parasitik yang menginfeksi saluran pencernaan (usus) ikan tergolong tinggi. Tingginya prevalensi pada usus dapat ditentukan oleh faktor kualitas pakan yang diberikan pada kolam budidaya ikan patin (P.djambal) berupa pelet dan pakan berupa cacing. Salah satu penyebab tingginya prevalensi parasit pada bagian usus dapat disebabkan karena adanya kualitas pakan yang tidak baik yang dapat menjadi pembawa parasit pada kolam budidaya. Tingginya prevalensi cacing parasitik pada usus juga dapat disebabkan karena usus tersebut merupakan habitat yang cocok untuk perkembangbiakan cacing Camallanus sp.

Menurut Noble & Noble (1989), tingginya prevalensi kecacingan dapat ditentukan oleh faktor diantaranya yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik dapat dipengaruhi oleh habitat ikan itu sendiri seperti kualitas air, sumber air kolam, sanitasi kolam yang buruk, pakan ikan yang kurang, serta populasi ikan yang terlalu padat. Faktor instrinsik seperti kekebalan individu ikan, jenis kelamin, umur ikan serta ukuran tubuh ikan. Menurut Abdulgani & Arifuddin (2011), bahwa usus dapat menyediakan sumber nutirisi bagi nematoda antara lain darah, sel, jaringan, cairan tubuh dan sari-sari makanan yang terkandung dalam lumen usus, sehingga cacing Camallanus sp. tersebut dapat hidup dalam usus ikan karena termasuk dalam golongan nematoda yang dapat memanfaatkan sisa-sisa bahan organik dalam tubuh ikan.

4.2.2. Intensitas cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) Ikan patin (Pangasius djambal) umur benih, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

Intensitas cacing parasitik pada insang dan usus ikan patin umur benih (1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Intensitas cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) Ikan Patin ( P. djambal ) umur benih, umur 3-4 bulan dan

umur 5-6 bula Ikan

Patin (bulan)

Organ Intensitas

Dactylogyrus sp. (kategori)

Gyrodactylus sp. (kategori)

Camallanus sp.(kategori)

1-2 Insang Usus 9,11(sedang) - 8,6(sedang) - - 4(ringan) 3-4 Insang

Usus

180,9 (sangat berat) -

9,5 (sedang) -

- 4,14 (ringan) 5-6 Insang

Usus

236,4 (sangat berat) -

12,4 (sedang) -

- 5,5(ringan)


(38)

Berdasarkan Tabel 4.6. terlihat bahwa organ yang lebih banyak diserang oleh cacing parasitik adalah insang dibandingkan dengan usus ikan. Hal ini disebabkan karena organ insanf bersentuhan langsung dengan lingkungan perairan sehingga peluang masuk parasit akan lebih banyak. Menurut Yuliartati (2011), diantara bagian ektoparasit dan endoparasit, yang sering diserang parasit adalah insang. Di mana insang merupakan alat pernapasan yang langsung berhubungan dengan lingkungan hidupnya. Berdasarkan Tabel 4.6. juga dapat dilihat bahwa pada organ insang nilai intensitas ektoparasit yang paling tinggi adalah Dactylogyrus sp. dan yang paling rendah adalah Gyrodactylus sp. Tingginya nilai intensitas Dactylogyrus sp. disebabkan karena ektoparasit ini dapat berkembang biak dengan cepat sedangkan

rendahnya intensitas Gyrodactylus sp. disebabkan karena ektoparasit ini berkemban gbiak secara lambat dan dapat menghasilkan keturunan yang sedikit. Menurut Huent (1979), menyatakan bahwa tingginya nilai intensitas Dactylogyrus sp. disebabkan karena perkembangbiakan ektoparasit tersebut sangat cepat.

Dactylogyrus sp. dapat berkembangbiak dengan cara bertelur dan ratusan

ektoparasit dapat menginfeksi satu ekor ikan. Menurut Sachlan (1972), menyatakan bahwa intensitas Gyrodactylus sp. rendah karena ektoparasit tersebut berkembangbiak dengan cara menghasilkan embrio dan dalam satu kali berkembangbiak hanya menghasilkan keturunan 1-3 ekor.

Berdasarkan Tabel 4.6. juga dapat dilihat bahwa intensitas cacing parasitik pada insang ikan patin (P. djambal) umur benih (1-2) bulan , umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pada saluran pencernaan. Hal ini terjadi karena saluran pencernaan memiliki kondisi yang berbeda dengan insang. Parasit yang mampu hidup pada saluran pencernaan memiliki kemampuan untuk resisten terhadap mekanisme pencernaan baik fisik maupun proses kimiawi, tahan melawan respon imunitas dari inang, dan mampu bertahan di dalam usus yang memperoleh suplai oksigen sedikit (Bryant dan Carolyn 1989). Keberadaan dan jumlah cacing parasitik juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik berasal dari kondisi tubuh ikan seperti kekebalan tubuh ikan dan umur ikan. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan ikan.


(39)

4.3. Data Kualitas Air Kolam Budidaya Ikan Patin (Pangasius djambal) Umur benih (1-2) bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan di Daerah Tanjung Morawa

Data kualitas air kolam budidaya ikan patin (P. djambal) umur benih (1-2) bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan di daerah Tanjung Morawa dapat dilihat pada Tabel 4.7. Pada tabel 4.7. parameter kualitas air yang diukur pada kolam budidaya ikan patin (P. djambal) adalah Suhu, pH, DO dan BOD.

Tabel 4.7. Data Kualitas Air Kolam Budidaya Ikan Patin (Pangasius. djambal) Umur benih (1-2) bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan di Daerah Tanjung Morawa

Parameter Satuan Baku mutu

Ikan patin (Pangasius djambal) Umur 1-2 bulan Umur 3-4 bulan Umur 5-6 bulan

Suhu 0C 23-32 25 25 26

Ph - 6.0-9.0 7,9 6,5 6,0

DO mg/L min 6 7,5 7,81 2,72

BOD mg/L 2 14,2 17,4 40,0

Dari Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa suhu kolam pada benih ikan patin (P. djambal) adalah 25 0C, umur 3-4 bulan 250C, dan umur 5-6 bulan adalah 260C. Parameter suhu ikan patin pada umur 1-2 bulan dan umur 3-4 bulan adalah sama yaitu 25 0C sedangkan umur 5-6 bulan adalah 260C. Pada tabel tersebut terlihat bahwa, rata-rata nilai parameter suhu adalah 25,3. Nilai tersebut rendah dan cocok untuk pertumbuhan cacing parasitik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williams dan Joanes (1994) dalam Nurdiyanto & Sumartono (2006) yang menyatakan bahwa puncak intensitas Dactylogyrus sp. terjadi pada suhu 20o C-26oC, namun untuk perkembangan telur sampai dewasa membutuhkan suhu 24o C-28oC.

Hasil pengukuran pH pada kolam ikan patin umur 1-2 bulan yaitu 7,9, umur 3-4 bulan yaitu 6,5 dan umur 5-6 bulan yaitu 6,0. Rata-rata ukuran pH pada ketiga kolam ikan tersebut adalah 6,8. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pH relatif mendekati netral dan cocok untuk pertumbuhan ikan patin. Menurut Susanto (2009) menyatakan bahwa pH adalah indikasi air yang bersifat asam, basa (alkali), atau netral. Air sumur atau air tanah umumnya agak asam karena mengandung banyak karbonat (CO). Kisaran pH optimum yang cocok untuk ikan patin adalah 6,7-8,6.


(40)

Hasil pengukuran DO (Disollved Oxygen) pada kolam ikan patin umur 1-2 bulan adalah 7,5 mg/l, umur 3-4 bulan adalah 7,81 mg/l dan umur 5-6 bulan adalah 2,72mg/l. Nilai parameter DO rendah dan cocok untuk pertumbuhan cacing parasitik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (2009), yang menyatakan bahwa kandungan oksigen (O2) digunakan oleh ikan untuk pernapasan. Oksigen yang diserap akan digunakan untuk aktivitas tubuh seperti bergerak, bertumbuh dan berkembang biak sehingga tidak boleh kekurangan agar aktivitas terus berlangsung. Kandungan oksigen (O2) optimum 5-6 ppm. Dari data tersebut terlihat bahwa pada umur ikan patin 5-6 bulan kandungan DO nya sangat rendah yaitu 2,72 mg/l. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan parasit semakin tinggi pada kolam tersebut. Menurut Effendi (2000), Rendahnya kadar oksigen di suatu perairan dapat menyebabkan ikan menjadi stress, sehingga sistem imun tubuh ikan menurun.Pada kondisi yang demikian, ikan akan sangat mudah terinfeksi oleh patogen, baik bakteri maupun parasit.

Hasil pengukuran BOD (Biological Oxygen Disollved) pada kolam ikan patin umur 1-2 bulan adalah 14,2 mg/L, umur 3-4 bulan adalah 17,4 mg/L dan umur 5-6 bulan adalah 40,0 mg/L. Nilai parameter tersebut melebihi baku mutu air. Hal ini disebabkan karena kolam ikan tersebut mengandung banyak bahan organik yang cocok untuk pertumbuhan parasit. Menurut Irianto (2005) mengemukakan bahwa, pengaruh bahan organik di perairan terhadap ikan dapat menyebabakan penurunan resistensi tubuh ikan. Penurunan resistensi tubuh ikan dipicu disebabkan partikel-partikel dari bahan organik mengganggu insang atau merusak insang ikan. Morfologi ikan akan terlihat lebih rusak dan menghasilkan mukus yang berlebih. Ditambahkan pendapat Djawad dalam Yuliartati (2011), bahwa dengan adanya produksi mukus yang berlebihan dapat menyebabkan bertambahnya jarak difusi oksigen dengan lapisan air yang tidak bercampur dengan baik disekitar permukaan lamella sehingga menghambat proses respirasi. Insang ikan akan terbuka sehingga parasit akan lebih mudah masuk kedalam tubuh ikan dan melakukan penyebaran secara luas.


(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. Jenis cacing parasitik yang ditemukan pada beberapa tingkatan umur ikan patin (Pangasius djambal) di daerah Tanjung Morawa adalah pada organ insang ditemukan Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. sedangkan pada organ saluran pencernaan (usus) ditemukan Camallanus sp.

b. Tingkat prevalensi Dactylogyrus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 90% (almost always) dengan intensitas 9,11, umur 3-4 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 180,9 dan umur 5-6 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 236,4

c. Tingkat prevalensi Gyrodactylus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 16,6 % (often) dengan intensitas 8,6, umur 3-4 bulan sebesar 40% (Commonly) dengan intensitas 9,5 dan umur 5-6 bulan sebesar 60% (Frequently) dengan intensitas 12,4.

d. Tingkat prevalensi Camallanus sp. pada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) berbeda antara beberapa tingkatan umur yaitu umur benih (1-2) bulan sebesar 40% dengan intensitas 4, umur 3-4 bulan sebesar 70% (Usually) dengan intensitas 4,14 dan umur 5-6 bulan sebesar 60 % (Frequently) dengan intensitas 5,5.

e. Intensitas serangan cacing parasitik pada organ insang ikan patin tergolong tinggi dan intensitas serangan cacing parasitik pada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin tergolong rendah.

5.2. Saran

Dalam usaha budidaya ikan patin harus selalu memperhatikan dan meningkatkan kesehatan dalam pembudidayaan ikan tersebut dengan cara menjaga kualitas pakan dan lingkungan sehingga terhindar dari masalah parasit


(42)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin

Menurut Mahyuddin (2010), ikan patin dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius djambal

Ikan patin (Pangasius djambal) (Gambar 2.1.) merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki tubuh licin, tidak bersisik, serta memilki bentuk tubuh agak memanjang dan pipih. Warna tubuh ikan patin pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan dibagian perut putih keperak-perakan. Kepala ikan patin berbentuk simetris, lebar dan pipih, hampir mirip seperti ikan lele. Matanya terletak agak kebawah. Diperairan umum, panjang ikan patin bisa mencapai 120 cm. Mulut ikan patin agak lebar dan terletak di ujung kepala agak kebawah (sub-terminal). Pada sudut mulutnya, terdapat dua pasang sungut atau kumis yang berfungsi sebagai alat peraba pada saat berenang ataupun mencari makan. Keberadaan kumis menjadi ciri khas dari ikan golongan catfish. Tubuh ikan patin terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala mulai dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Bagian badan mulai dari akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal dan bagian ekor dari sirip ekor sampai ujung ekor (Mahyuddin, 2010).

Sirip dada memiliki 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil dan 12-13 jari-jari lunak, sirip punggung mempunyai satu jari-jari keras yang berubah


(43)

menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya sedangkan jari-jari lunak paa sirip ini ada 6-7 buah, sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak, sirip dubur agak panjang dan mempunyai 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip ekor bercagak dan bentuknya simetris (Kordi, 2010) (Gambar 2.1.).

Gambar 2.1. Morfologi ikan patin (Pangasius djambal)

1. Mulut; 2. Mata; 3. Sirip dada; 4. Patil; 5. Sirip punggung; 6. Sirip perut; 7. Sirip anal; 8. Gurat sisik; 9. Sirip ekor.

2.2. Siklus Hidup

Ikan patin dalam menjalani hidupnya mengalami perkembangan atau fase yang akan dijalaninya selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat dikonsumsi ataupun dijadikan induk untuk menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Menurut Amri (2010), ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur, larva, benih (juvenil) dan berkembang menjadi induk (dewasa) atau dapat dilihat seperti skema dibawah ini:

Skema 1. Siklus hidup ikan patin (Pangasius djambal)

2. Telur 3. Larva

4. Benih (Juvenil) 1.Induk

(Dewasa)


(44)

2.3. Sifat dan Habitat Alami

Ikan patin merupakan jenis ikan dasar perairan (demersal). Hal ini dibuktikan dengan bentuk mulutnya yang melebar dan menghadap ke bawah serta kebiasaan hidupnya yang lebih suka menetap di dasar dari pada muncul di permukaan perairan. Pada habitat aslinya ikan patin hidup di sungai yang dalam, agak keruh dan dasar yang berlumpur. Ikan ini bersifat nocturnal, keluar dari persembunyiannya dan melakukan aktivitas pada malam hari. Ikan patin hidup secara berkelompok atau bergerombol. Hal ini merupakan faktor yang dapat merangsang nafsu makannya (Puhanda, 2012).

Ikan patin termasuk jenis omnivora (pemakan segala). Ikan ini biasa memakan ikan–ikan kecil, cacing, serangga, biji–bijian, udang kecil dan moluska. Namun pada stadium larva, ikan lebih bersifat karnivora dan memakan

Brachionus sp., Crustacea dan Cladocera. Sementara itu ikan yang dalam

stadium larva yang baru habis kuning telurnya mempunyai sifat kanibal yang tinggi (Susanto, 2009).

Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang cukup tahan dengan kekurangan oksigen dan memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap pH (derajat keasaman) air lingkungannya, sehingga dapat bertahan hidup pada pH rendah atau yang agak asam sampai pH tinggi atau yang agak basa, yaitu berkisar antara pH 5–9. Ikan ini membutuhkan kadar oksigen terlarut sebesar 4 mg/liter air untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuhnya terhadap oksigen. Lingkungan dengan kadar karbondioksida sebesar 5 mg/liter masih sesuai dengan kondisi tubuh ikan patin. (Amri & Khairuman, 2013).

2.4. Parasit Cacing pada Ikan Air Tawar

Parasit adalah organisme yang hidup pada tubuh organisme lain yang dapat menimbulkan kerugian atau efek negatif pada organisme yang ditempatinya (Akbar, 2011). Berdasarkan tempat hidupnya parasit terbagi menjadi dua yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit merupakan organisme parasit yang hidup di bagian luar tubuh inangnya, sedangkan endoparasit merupakan organisme parasit yang hidup di dalam tubuh inangnya. Menurut Kabata (1985), parasit yang dapat menginfeksi ikan air tawar adalah berasal dari golongan Metazoa. Golongan


(45)

Metazoa tersebut dibagi menjadi beberapa filum yaitu filum Plathyhelminthes, Nemathelminthes dan Acanthocephala. Cacing parasitik ikan pada umumnya cenderung menyerang organ insang dan saluran pencernaan ikan.

Monogenea merupakan parasit yang termasuk dalam phylum Platyhelminthes. Anggota dari kelas Monogenea ini sebagian besar bersifat ektoparasit pada ikan, namun ada beberapa yang bersifat endoparasit yaitu

Acolpenteron sp., Kritskya sp. dan Enterogyrus sp. Monogenea bersifat

hermaprodit, bertelur/ovipar (kecuali Gyrodactilus, vivipar) dan memiliki larva yang berenang bebas disebut oncomiracidium. Oncomiracidium menyerang inang dan post oncomiracidium bermigrasi melalui insang atau permukaan tubuh menuju target organ terakhir. Hal ini sejalan dengan infeksi oleh Monogenea yang sering ditemukan pada insang, kulit dan sirip ikan. Namun ada juga Monogenea yang menginfeksi organ dalam seperti rektum, uretra, rongga tubuh bahkan pembuluh darah. Beberapa spesies Monogenea yang bersifat patogen pada ikan ialah Dactylogyrus spp, Pseudodactylogyrus) dan Gyrodactylidae (Gyrodactylus. spp) (Talunga, 2007).

2.5. Jenis-Jenis Cacing Parasitik yang Terdapat Pada Insang Ikan

Menurut Akbar (2011) diantara bagian ektoparasit dan endoparasit, yang sering diserang parasit pada ikan adalah insang. Insang merupakan organ penting yang sangat dibutuhkan oleh organisme perairan sebab insang digunakan sebagai organ primer untuk pertukaran gas-gas juga berperan dalam proses osmoregulasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fujaya (1999) bahwa insang pada organisme perairan sangat dibutuhkan dalam mempertahankan kondisi tubuh dengan lingkungan agar tetap seimbang untuk mempertahankan diri dari lingkungan. Cacing parasitik yang biasa menempel di insang atau di permukaan tubuh ikan adalah cacing monogenea. Monogenea adalah cacing pipih yang tidak bersegmen dengan organ perlekatan berbentuk sucker (batil isap) atau cakram perlekatan. Hampir semua spesies dari subkelas Monogenea berperan sebagai ektoparasit ikan, hanya sebagian kecil yang hidup sebagai endoparasit. Menurut Nabib dan Pasaribu (1989), monogenea parasit ikan yang terpenting secara ekonomis di perairan tawar antara lain adalah famili Dactylogyridae dan Gyrodactylidae.


(46)

a. Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp. merupakan cacing parasit yang sering menginfeksi insang

semua jenis ikan air tawar terutama yang berukuran benih dan tidak bersifat patogen, sehingga tidak mempengaruhi terjadinya penurunan berat badan walaupun jumlahnya tinggi. Dactylogyrus sp. (Gambar 2.2.) termasuk cacing tingkat rendah (trematoda) yang digolongkan dalam filum Platyhelminthes, ordo

Monogenea, dan famili Dactylogyridae. Kepala Dactylogyrus sp. terdiri dari 4

lobus dengan 2 pasang mata yang terletak di daerah pharynx (Gusrina, 2008 ).

Gambar 2.2. Morfologi Cacing Parasit Dactylogyrus sp

1. Kepala; 2. Badan; 3. Ekor; a. Organ Kepala; b. Mata; c.Pharynx; d. Ovarium; e. Dorsal Anchor; f. Dorsal Bar; g. Marginal Hook

Menurut Noga (1996) Dactylogyrus sp memiliki panjang tubuh rata – rata 0.3 – 2 mm. Dactylogyrus sp. yang sudah dewasa dapat melepaskan telur ke lingkungan. Telur akan berkembang menjadi oncomirasidia yang dilengkapi dengan kait–kait halus sehingga oncomirasidia dapat melekat pada bagian tubuh ikan terutama insang. Oncomirasidia tumbuh dewasa di tubuh inang dan kembali menghasilkan telur. Menurut Tiuria (2013), ikan yang terinfeksi Dactylogyrus sp. akan memperlihatkan sekresi mukosa yang berlebihan, warna kulit menjadi gelap, epitel insang hiperplasia, dan insang pucat. Gejala ikan yang terinfeksi

Dactylogyrus sp. dapat ditangani dengan menjaga kualitas air agar tetap bersih.

Hal ini disebabkan karena kualitas air yang bersih mampu mempercepat penyembuhan luka akibat infeksi Dactylogyrus sp. serta dapat mencegah terjadinya infeksi ulang.


(47)

b. Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp. merupakan salah satu genus cacing parasit yang menginfeksi

insang ikan air tawar. Menurut Suwartiani (2012), cacing Gyrodactylus sp. termasuk anggota dari filum Platlyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea, dan famili Gyrodactylidae.

Gambar 2.3. Morfologi cacing parasit Gyrodactylus sp. ( Tiuria, 2013)

Gyrodactylus sp. memiliki panjang antara 0,5-0,8 mm namun beberapa

spesies bisa mencapai panjang tubuh 1,5 mm dengan lebar 0,158-0,2 mm. Cacing parasitik ini hanya dapat berkembang biak dengan baik di beberapa inang definitif tertentu bahkan tidak dapat hidup di beberapa ikan. Siklus hidupnya tergantung pada temperature lingkungan. Pertumbuhan populasi Gyrodactylus sp. biasanya menurun pada suhu 50C dan meningkat pada suhu 120C dan pertumbuhan tercepat pada suhu 180C. Pada suhu yang tinggi, proses reproduksi dapat terganggu.

Gyrodactylus sp. memiliki Larva yang berkembang di dalam uterus dan dapat

berisi kelompok-kelompok sel embrionik. Opisthaptor individu dewasa tidak memiliki batil hisap tetapi memiliki sederet kait-kait kecil yang berjumlah 16 buah yang terletak di sepanjang tepinya, dan sepasang kait besar yang berada di tengah-tengah. Terdapat juga dua tonjolan yang berbentuk seperti telinga (Arios, 2008).

Menurut Kabata (1985), Gyrodactylus sp. memiliki opisthaptor atau batil hisap di bagian posterior dengan 1-2 pasang kait besar dari khitin yang terletak di tengah-tengah opisthaptor dan 14 kait utama yang terdapat di bagian posterior


(48)

serta tidak memiliki bintik mata sedangkan pada bagian anteriornya terdapat prohaptor yang merupakan alat penghisap bercabang empat.

c. Discocotyle sp.

Discocotyle sp. merupakan cacing parasitik yang bersifat patogen yang mampu

menyebabkan kematian pada ikan, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan. Terjadinya penurunan berat badan dikarenakan infestasi cacing parasitik Discocotyle sp. yang menyerap darah ikan sehingga menyebabkan ikan cenderung lesu, anoreksia, anemia, gambaran hematokrit darah rendah, serta terlihat pucat di insang, hati dan ginjal (Tiuria, 2008).

Gambar 2.4. Morfologi cacing parasit Discocotyle sp. ( Tiuria, 2013)

Discocotyle digolongkan ke dalam famili Discocotylidae, genus Discocotyle dan dapat menyebabkan Discocotylosis. Telur diproduksi oleh cacing

hermafrodit. Perkembangan telur ini dipengaruhi oleh suhu. Larva Discocotyle berkembang menjadi dewasa pada insang inang definitif. Cacing Discocotyle ini memiliki panjang 12 mm dan memiliki karakteristik jepitan pada opisthaptor. Monogenea ini menghisap darah, reaksi inflamasinya dapat menyebabkan kerusakan respirasi (Arios, 2008).

d. Pseudodactylogyrus sp.

Pseudodactylogyrus sp. masih termasuk ke dalam famili Dactylogyrydae. Parasit

ini memiliki bentuk tubuh yang sangat mirip dengan Dactylogyrus sp. tetapi

Pseudodactylogyrus sp. memiliki haptor atau kait pada bagian posterior ventral

tubuh yang terdiri dari 2 pasang ventral anchor yang dihubungkan oleh ventral


(49)

letaknya tidak beraturan. Parasit ini memiliki panjang tubuh bervariasi sekitar 0.45-0.99 mm (Buchmann, 1987).

Gambar 2.5. Morfologi Cacing Parasit Pseudodactylogyrus sp. 1. Ventral Anchor; 2. Ventral Bar; 3. Mata; 4. farink; 5. Saluran Pencernaan; 6. Ovarium.

2.6. Jenis-Jenis Cacing Parasitik yang Terdapat Pada Saluran Pencernaan Ikan

Cacing parasitik yang biasa terdapat dalam saluran pencernaan ikan diantaranya adalah cacing dari filum Plathyhelminthes, Nemathelminthes, dan Acanthocephala. Filum Platyhelminthes memiliki batil hisap atau kait atau keduanya untuk menempel pada inang. Cacing yang termasuk dalam filum Platyhelminthes pada saluran pencernaan ikan adalah kelas Trematoda dan kelas Cestoda. Karakteristik filum Nemathelminthes adalah simetris bilateral, tidak memiliki segmen yang sesungguhnya. Nematoda merupakan cacing dari filum Nemathelminthes yang biasa ditemukan pada saluran pencernaan ikan. Cacing Acanthocepala memiliki banyak kait-kait mirip duri pada probosis yang berbentuk bulat dan silindris. Probosis dilengkapi juga dengan barisan kait atau spina yang membengkok dan berguna untuk melekatkan tubuh cacing pada inangnya (Storer, 1976).


(50)

a. Procamallanus sp.

Menurut Kabata (1985) genus Procamallanus memiliki buccal kapsul berbentuk seperti barrel dan tidak terbagi menjadi dua katup. Pada dinding bagian dalam dari buccal kapsul tidak terlihat adanya seperti batangan yang pada Camallanus sp. disebut moniliform bars. Mulut biasanya hexagonal dengan enam papila yang belum terbentuk sempurna pada pinggiran mulut dan terdapat empat papila besar yang letaknya di pertengahan anterior. Esofagus terdiri dari dua bagian yaitu pada anterior terdapat otot esofagus yang berukuran pendek serta bagian posterior terdapat kelenjar esofagus yang ukurannya lebih panjang dari otot esofagus.

Gambar 2.6. Morfologi cacing parasit Procamallanus pintoi (Moravec et al.,1999)

1. Buccal kapsul; 2. Otot Esofagus; 3. Cincin Syaraf; 4.Kelenjar esofagus; 5. Usus.

Procamallanus sp. merupaskan nematoda kecil berwarna coklat yang

memiliki lapisan kutikula. Mulut terbuka sirkuler, dikelilingi delapan submedian papila kepala yang disusun dua buah amphid. Pada betina terdapat deirid kecil pada buccal kapsulnya sedang pada jantan deirid kecil ini terdapat di posterior sampai buccal kapsul. Cincin saraf lebih anterior sampai tengah dari panjang otot esofagus, lubang eskretori agak sedikit ke arah posterior cincin saraf. Saluran pencernaan berwarna gelap (coklat-hitam), ekor berbentuk corong dengan ujung ekor yang tajam. Betina memiliki vulva yang terletak ditengah tubuh dan beberapa spesies dekat posterior. Jantan memiliki ekor berbentuk kerucut dengan dan beberapa pasang papila. Biasanya ukuran betina lebih panjang daripada jantan (Moravec et al., 1999).

2 3

4

5

1 1


(1)

TYPE AND LEVEL OF PARASITIC WORM ATTACKS BASED ON THE DIFFERENCE OF AGE GROUPS IN THE CATFIS’S (Pangasius djambal)

GILLS AND DIGESTIVE TRACT AT AQUACULTURE PONDS IN TANJUNG MORAWA

ABSTRACT

Research on the type and level of parasitic worm attacks based on the difference of age groups in the catfis’s (Pangasius djambal) gills and digestive tract at aquaculture ponds in Tanjung Morawa was conducted at March-April 2015 to determine the type and level of parasitic worm’s attacks based on different age levels in the gills and digestive of catfish (Pangasius djambal). The sample used in this research were seed aged catfish; 30 one-to-two-month catfish, 10 three -to-four-month catfish and 10 five-to-six-month catfish. The results showed the types of parasitic worms on some age groups have the same type which is Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. Which attack gill organs and Camallanus sp. which attacks the digestive tract organs (gut). The prevalence of Dactylogyrus sp. on one-to-two- month seed is 90% ( almost always) with the intensity of 9,1; on three-to-four month-aged catfish is 100% (alwasy) with the intensity of 236,4. The prevalence of Gyrodactylus sp. on one-to-two-month seed is 16,6% (often) with the intensity of 8,6; on the three-to-four-month-aged catfish is 40% (commonly) with the intensity of 9,5 and on five-to-six-month catfish is 60% (frequently) with the intensity of 12,4. The prevalence of Camallanus sp. in digestive tract organs on one-to-two-month seed is 40% (commonly) with the intensity of 4; on the three-to-four-month-aged catfish is 70% (usually) with the intensity of 4,1 and on five-to-six-month catfish is 60% (frequently) with the intensity of 5,5.

Key word: Catfish, Digestive Tract, Gill, Intensity, Prevalence, Type of Parasitic Worm.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Hipotesis 2

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. Tinjauan Pustaka 4

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin (Pangasius djambal) 4

2.2. Siklus Hidup 5

2.3. Sifat dan Habitat Alami 6

2.4. Parasit Cacing Pada Ikan Air Tawar 6

2.5. Jenis-jenis cacing Parasitik yang terdapat pada insang ikan 7 2.6. Jenis-jenis cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan 11

2.7. Kualitas Air 15

BAB 3. Metodologi Penelitian 17

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 17

3.2. Alat dan Bahan 17

3.3. Metode Penelitian 17

3.3.1. Area Penelitian 17

3.3.2. Pengambilan sampel ikan 18

3.3.3. Pemeriksaan sampel ikan patin (Pangasius djambal) 18 3.3.4. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada insang 19 3.3.5. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan

(Usus) 19

3.3.6. Identifikasi Parasit 20

3.3.7. Prevalensi dan Intensitas 20

3.3.8. Analisis Data 21

3.3.9. Pemeriksaan Kualitas Air 21


(3)

BAB 4. Hasil Dan Pembahasan

4.1. Jenis Dan Jumlah Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya Tanjung

Morawa 22

4.1.1.Jenis Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya Daerah

Tanjung Morawa 22

4.1.2.Jumlah Individu Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya

Daerah Tanjung Morawa 28

4.2. Prevalensi Dan Intensitas Cacing Parasitik Pada Insang Dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Patin (Pangasius djambal)

Umur Benih (1-2) Bulan, 3-4 Bulan, Dan 5-6 Bulan 36 4.2.1.Prevalensi Cacing Parasitik Pada Insang dan Saluran

pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) umur

benih (1-2) bulan, 3-4 bulan, 5-6 bulan 36 4.2.2.Intensitas Cacing Parasitik Pada Insang dan Saluran

pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) umur

benih (1-2) bulan, 3-4 bulan, 5-6 bulan 38 4.3. Data Kualitas Air Kolam Budidaya Ikan Patin (Pangasius

djambal) umur benih (1-2) bulan, 3-4 bulan, 5-6 bulan di

kolam budidaya daerah tanjung morawa 40

BAB 5. Kesimpulan Dan Saran 42

5.1. Kesimpulan 42

5.2. Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1. Kategori Infeksi berdasarkan Prevalensi 20

3.2. Pemeriksaan Kualitas Air 21

4.1. Jenis Cacing Parasitik Ikan Patin Umur Benih (1-2) Bulan 28 4.2. Jenis Cacing Parasitik Ikan Patin Umur 3-4 Bulan di

Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa 31

4.3. Jenis Cacing Parasitik Ikan Patin Umur 5-6 Bulan di

Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa 32

4.4. Jenis dan Jumlah rata-rata parasit yang dietemukan pada

ikan patin umur 1-2 bulan, 3-4 bulan, dan 5-6 bulan 35 4.5 Prevalensi cacing parasit pada insang dan saluran

pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius djambal) umur

benih (1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 36 4.6. Intensitas cacaing parasit pada insang dan saluran

pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius djambal) Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2) bulan, umur

3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 38

4.7. Data Kualitas Air kolam budidaya Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Morfologi Ikan Patin (Pangasius djambal) 5 2.2. Morfologi Cacing Parasit Dactylogyrus sp. 8 2.3. Morfologi Cacing Parasit Gyrodactylus sp 9 2.4. Morfologi Cacing Parasit Discocotyle sp. 10 2.5. Morfologi Cacing Parasit Pseudodactylus sp. 11 2.6. Morfologi Cacing Parasit Procamallanus pintoi 12 2.7. Morfologi Cacing Parasit Camallanus sp. 13 2.8. Morfologi Cacing Parasit Anisakis sp. 14 4.1. Cacing parasitik Dactylogyrus sp. yang menginfeksi

ikan patin (Pangasius djambal) dalam larutan NaCl

fisiologis 0,85% perbesaran 40 x 10 lensa objektif 22

4.2. Morfologi Dactylogyrus sp. 23

4.3. Anatomi Dactylogyrus sp. 23

4.4. Cacing parasitik Gyrodactylus sp. yang menginfeksi

Ikan Patin 24

4.5. Cacing parasitik Camallanus sp. yang menginfeksi ikan patin (Pangasius djambal) dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 40 x 10 lensa

objektif 26

4.6. 4.7.

Morfologi Camallanus muculatus

Perbedaan Insang Ikan Yang Sehat Dan Terserang Parasit

27


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Foto kerja 47

2. Data berat badan Ikan Patin (P.Djambal) 50 3. Perhitungan Nilai Prevalensi serangan Parasit

Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., Camallanus sp. pada Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih

(1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 52 4. Perhitungan Nilai Intensitas serangan Parasit

Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., Camallanus sp. pada Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih

(1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 53 5. Data kualitas Air Lokasi pengambilan sampel Ikan

Patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2) bulan,

umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan 54

6. Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin Umur Benih (1-2) Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian

Penyakit) di Daerah Tanjung Morawa 55

7 Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin Umur 3-4 Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit) di

Daerah Tanjung Morawa 56

8 Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin Umur 5-6 Bulan berdasarkan BTKLPP (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit) di


Dokumen yang terkait

Jenis dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

3 51 70

Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

4 99 72

Identifikasi Bakteri dan Cacing Parasitik pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

2 20 129

Bakteri dan cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius sp.)

0 5 101

Jenis dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

2 27 70

Cover Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

0 0 13

Chapter I Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

0 0 3

Chapter II Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

0 0 13

Reference Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

0 0 4

Appendix Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

0 0 11