Identifikasi Bakteri dan Cacing Parasitik pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

ABSTRACT

HAFIZ FURQONUL AZIZ. Identification of Parasitic Worms and Bacteria in
Gills and Digestive Tract of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Under
direction of RISA TIURIA and USAMAH AFIFF.
The objectives of this research were to identify parasitic worms and bacteria in
gills and digestive tract of nile tilapia (Oreochromis niloticus). A group of 10
fishes of nile tilapia were used, each gills and digestive tract was collected. The
parasitic worms were colored with KOH and clove oil for semi-permanent
staining, and Semichon’s Acetocarmine for permanent staining. The isolated
bacteria were identified using Gram staining, Triple Sugar Iron Agar, citrate agar,
urea agar, indole, and cabohydrate fermentations. The result showed that there
were three kind of parasitic worms in gills of nile tilapia, Dactylogyridae,
Dactylogyrus sp., and Pseudodactylogyrus sp. The total amount of Dactylogyridae
is 8 worms, Dactylogyrus sp. is 72 worms, and Pseudodactylogyrus is 24 worms.
The bacteria were identified and the result showed that Aeromonas sp., Bacillus
sp., Escherichia coli, Edwardsiella tarda, Klbesiella pneumoniae, Pasteurella sp.,
Staphylococcus epidermidis, and Vibrio parahaemolyticus were come from gills.
Aeromonas sp., Bacillus sp., Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella
pneumoniae, Staphylococcus aerus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
sp., and Vibrio parahaemolyticus were come from digestive tract. The relation

between the parasitic worms and the bacteria did not significanty obvious. The
parasitic worms might predispose the secondary infection caused by bacteria or
might be the opposite.
Keyword: Nile tilapia, parasitic worms, bacteria, gills, digestive tract

RINGKASAN
HAFIZ FURQONUL AZIZ. Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada
Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)
Dibimbing oleh RISA TIURIA dan USAMAH AFIFF.
Ikan nila adalah ikan yang hidup di air tawar, berasal dari sungai nil dan danaudanau di sekitarnya, dan mulai didatangkan ke Bogor pada tahun 1969. Ikan nila
merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh konsumen selain ikan mas
dan gurami karena ikan nila memiliki rasa daging yang enak, gurih, dan tidak
memiliki banyak duri. Keunggulan dari ikan nila dibandingkan ikan konsumsi lain
adalah ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang rendah protein,
memijah sepanjang tahun, bersifat omnivora, berdaging tebal, dan rasa dagingnya
mirip dengan kakap merah (Suyanto 2009).
Pembudidayaan ikan nila hitam hampir dilaksanakan di seluruh provinsi di
Indonesia sehingga produksi ikan nila di Indonesia cukup tinggi. Proses produksi
dan budidaya ikan nila memiliki beberapa kendala, salah satunya serangan hama
dan penyakit. Agen penyakit yang menyebabkan infeksi diantaranya, virus,

bakteri, cendawan, dan parasit. Penyakit parasitik dan bakteri merupakan salah
satu penyakit yang dapat menginfeksi hewan, termasuk ikan nila hitam. Kerugian
yang ditimbulkan akibat infestasi dari cacing pada ikan tidak sebesar apabila ikan
terinfeksi oleh virus atau bakteri, tetapi infestasi cacing dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya infeksi oleh agen infeksius yang lainnya, seperti bakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya serta mengidentifikasi jenis
cacing parasitik dan bakteri yang terdapat pada insang dan saluran pencernaan
ikan nila (Oreochromis niloticus).
Ikan nila hitam dimatikan dengan cara menusuk bagian medial kepala tepat di
otak. Insang ikan dan saluran pencernaan (usus dan lambung) kemudian
dikeluarkan. Insang dan saluran pencernaan diletakkan ke dalam cawan petri yang
telah diisi NaCl fisiologis dan disimpan di dalam refrigerator selama 10 jam.
Insang dan saluran pencernaan kemudian diamati di bawah mikroskop stereo
untuk mengoleksi cacing. Cacing yang ditemukan difiksasi dalam etanol 70%
sebelum diwarnai. Pewarnaan permanen digunakan untuk mengindentifikasi
cacing pipih trematoda. Pewarnaan semi permanen menggunakan KOH dan
minyak cengkeh diaplikasikan untuk pewarnaan nematoda
Metode isolasi bakteri dilakukan dengan penggerusan insang dan digesta saluran
pencernaan setelah ikan dimatikan. Hasil gerusan ditanam pada media agar MacConkey dan agar darah. Selanjutnya media diinkubasi dan dilakukan pewarnaan
Gram serta uji-uji biokimiawi untuk mengidentifikasi bakteri.

Hasil menunjukkan bahwa cacing yang dapat diisolasi dari ikan nila hitam adalah
Dactylogyrus sp., Dactylogyridae, dan Pseudodactylogyrus. Hasil juga
menunjukkan bahwa terdapat sepuluh genus bakteri yang diisolasi dan
diidentifikasi dari insang dan saluran pencernaan ikan nila hitam. Beberapa
bakteri dapat menginfeksi manusia akibat kontak langsung dengan ikan atau
mengkonsumsi ikan yang terinfeksi, diantaranya Escherichia coli, Edwardsiella
tarda, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Vibrio
parahaemolyticus. Infestasi cacing pada ikan nila hitam dapat menjadi faktor
predisposisi infeksi bakteri atau pun sebaliknya.

Kata kunci: Cacing parasitik, bakteri, insang, saluran pencernaan, ikan nila hitam.

IDENTIFIKASI CACING PARASITIK DAN BAKTERI PADA
INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN NILA HITAM
(Oreochromis niloticus)

HAFIZ FURQONUL AZIZ

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi Cacing
Parasitik dan Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam
(Oreochromis niloticus) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012
Hafiz Furqonul Aziz
B04080073

ABSTRACT


HAFIZ FURQONUL AZIZ. Identification of Parasitic Worms and Bacteria in
Gills and Digestive Tract of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Under
direction of RISA TIURIA and USAMAH AFIFF.
The objectives of this research were to identify parasitic worms and bacteria in
gills and digestive tract of nile tilapia (Oreochromis niloticus). A group of 10
fishes of nile tilapia were used, each gills and digestive tract was collected. The
parasitic worms were colored with KOH and clove oil for semi-permanent
staining, and Semichon’s Acetocarmine for permanent staining. The isolated
bacteria were identified using Gram staining, Triple Sugar Iron Agar, citrate agar,
urea agar, indole, and cabohydrate fermentations. The result showed that there
were three kind of parasitic worms in gills of nile tilapia, Dactylogyridae,
Dactylogyrus sp., and Pseudodactylogyrus sp. The total amount of Dactylogyridae
is 8 worms, Dactylogyrus sp. is 72 worms, and Pseudodactylogyrus is 24 worms.
The bacteria were identified and the result showed that Aeromonas sp., Bacillus
sp., Escherichia coli, Edwardsiella tarda, Klbesiella pneumoniae, Pasteurella sp.,
Staphylococcus epidermidis, and Vibrio parahaemolyticus were come from gills.
Aeromonas sp., Bacillus sp., Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella
pneumoniae, Staphylococcus aerus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
sp., and Vibrio parahaemolyticus were come from digestive tract. The relation
between the parasitic worms and the bacteria did not significanty obvious. The

parasitic worms might predispose the secondary infection caused by bacteria or
might be the opposite.
Keyword: Nile tilapia, parasitic worms, bacteria, gills, digestive tract

RINGKASAN
HAFIZ FURQONUL AZIZ. Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada
Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)
Dibimbing oleh RISA TIURIA dan USAMAH AFIFF.
Ikan nila adalah ikan yang hidup di air tawar, berasal dari sungai nil dan danaudanau di sekitarnya, dan mulai didatangkan ke Bogor pada tahun 1969. Ikan nila
merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh konsumen selain ikan mas
dan gurami karena ikan nila memiliki rasa daging yang enak, gurih, dan tidak
memiliki banyak duri. Keunggulan dari ikan nila dibandingkan ikan konsumsi lain
adalah ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang rendah protein,
memijah sepanjang tahun, bersifat omnivora, berdaging tebal, dan rasa dagingnya
mirip dengan kakap merah (Suyanto 2009).
Pembudidayaan ikan nila hitam hampir dilaksanakan di seluruh provinsi di
Indonesia sehingga produksi ikan nila di Indonesia cukup tinggi. Proses produksi
dan budidaya ikan nila memiliki beberapa kendala, salah satunya serangan hama
dan penyakit. Agen penyakit yang menyebabkan infeksi diantaranya, virus,
bakteri, cendawan, dan parasit. Penyakit parasitik dan bakteri merupakan salah

satu penyakit yang dapat menginfeksi hewan, termasuk ikan nila hitam. Kerugian
yang ditimbulkan akibat infestasi dari cacing pada ikan tidak sebesar apabila ikan
terinfeksi oleh virus atau bakteri, tetapi infestasi cacing dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya infeksi oleh agen infeksius yang lainnya, seperti bakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya serta mengidentifikasi jenis
cacing parasitik dan bakteri yang terdapat pada insang dan saluran pencernaan
ikan nila (Oreochromis niloticus).
Ikan nila hitam dimatikan dengan cara menusuk bagian medial kepala tepat di
otak. Insang ikan dan saluran pencernaan (usus dan lambung) kemudian
dikeluarkan. Insang dan saluran pencernaan diletakkan ke dalam cawan petri yang
telah diisi NaCl fisiologis dan disimpan di dalam refrigerator selama 10 jam.
Insang dan saluran pencernaan kemudian diamati di bawah mikroskop stereo
untuk mengoleksi cacing. Cacing yang ditemukan difiksasi dalam etanol 70%
sebelum diwarnai. Pewarnaan permanen digunakan untuk mengindentifikasi
cacing pipih trematoda. Pewarnaan semi permanen menggunakan KOH dan
minyak cengkeh diaplikasikan untuk pewarnaan nematoda
Metode isolasi bakteri dilakukan dengan penggerusan insang dan digesta saluran
pencernaan setelah ikan dimatikan. Hasil gerusan ditanam pada media agar MacConkey dan agar darah. Selanjutnya media diinkubasi dan dilakukan pewarnaan
Gram serta uji-uji biokimiawi untuk mengidentifikasi bakteri.
Hasil menunjukkan bahwa cacing yang dapat diisolasi dari ikan nila hitam adalah

Dactylogyrus sp., Dactylogyridae, dan Pseudodactylogyrus. Hasil juga
menunjukkan bahwa terdapat sepuluh genus bakteri yang diisolasi dan
diidentifikasi dari insang dan saluran pencernaan ikan nila hitam. Beberapa
bakteri dapat menginfeksi manusia akibat kontak langsung dengan ikan atau
mengkonsumsi ikan yang terinfeksi, diantaranya Escherichia coli, Edwardsiella
tarda, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Vibrio
parahaemolyticus. Infestasi cacing pada ikan nila hitam dapat menjadi faktor
predisposisi infeksi bakteri atau pun sebaliknya.

Kata kunci: Cacing parasitik, bakteri, insang, saluran pencernaan, ikan nila hitam.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


IDENTIFIKASI CACING PARASITIK DAN BAKTERI PADA
INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN NILA HITAM
(Oreochromis niloticus)

HAFIZ FURQONUL AZIZ

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tugas akhir


Bentuk Tugas Akhir
Nama Mahasiswa
NIM

: Identifikasi Bakteri dan Cacing Parasitik pada Insang
dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam
(Oreochromis niloticus)
: Penelitian
: Hafiz Furqonul Aziz
: B04080073

Disetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. drh. Risa Tiuria, MS.
NIP. 19630430 198703 2 001

drh. Usamah Afiff, M.Sc.

NIP. 19600624 198703 1 001

Diketahui,
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan - IPB

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
NIP. 19630810 198803 1 004

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa
kekuatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian
yang diambil adalah Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Insang dan
Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus). Agen penyakit
merupakan salah satu hambatan yang merugikan dalam usaha pembudidayaan
ikan juga kepentingannya dalam masalah zoonosis. Agen penyakit yang dapat
menyebabkan infeksi diantaranya cacing parasit dan bakteri. Oleh karena itu,
penelitian mengenai hal tersebut sangat menarik untuk dilakukan. Skripsi ini juga
ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran
Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini:
1.

Orang tua penulis, Abdul Aziz, MB. dan Arti Mukminah atas cinta kasih,
doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini, khususnya
selama proses penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapakan
kepada adik tersayang, Cattleya Septariani Aziz, atas dukungan moril dan
materilnya yang senantiasa diberikan.

2.

Dr. drh. Risa Tiuria, MS. dan drh. Usamah Afiff, M.Sc. selaku dosen
pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, ilmu yang diberikan kepada
penulis serta selalu menyediakan waktu bagi penulis selama proses
penulisan skripsi ini.

3.

Dr. drh. Vetnizah Juniantito dan drh. Kusdiantoro Muhammad, M.Si. selaku
dosen penguji yang telah memberikan kritik, masukan, dan ilmu untuk
menyempurnakan penulisan skripsi ini.

4.

Bapak Eman dan Alm. Bapak Rofiq yang telah senantiasa membantu
penelitian ini.

5.

Teman-teman

satu

penelitian,

Nurhayati

Suwartiani,

S.KH.,

Ismi

Wahyuniati, dan Rahmanitia Puhanda, S.KH., atas kebersamaannya selama
berjuang dalam penelitian dan menulis skripsi.

6.

Sahabat-sahabat terbaik selama ini, Kristian Edo Zulfamy, Dinie Dianita
Bakri, Fahrul Irianto, dan Shanty Nathalia M, SE. atas semangat,
persahabatan, tawa, canda, dan air mata yang selama ini diberikan kepada
penulis.

7.

Teman-teman

Keluara

Cemara,

Inessya

Feronica,

S.Pt.,

Susi

Handayani, S.Kom., Mudita Natania, Misran, S.TP., Virza M, S.TP., Ivan
Taufik, Ivan Daniel, Ryanda Rahmat, dan Anggi Maniur Hutasoit, S.Si. atas
semangat yang terus-menerus diberikan kepada penulis.
8.

Sahabat-sahabat

Paguyuban

Avenzoar

45,

Awan

Subangkit,

Jami

Ramadhan, Rizal Dwi, Aji Agung Cahyaji, Dian Permana Putra, Ridwan,
Mutia Rahim, Intan Junita, Cupu Nara Sumita, Farah Nurul Maulida, Widya
Siska, Bagus Seta Chandra, Fatma Dewi, Susi Susilawati, dan Friska Vida,
atas doa, semangat, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama
proses penelitian dan penulisan skripsi ini, serta atas persahabatan, cerita,
suka, dan duka selama berada di FKH 45.
9.

Dara Restu Maharani, SE., dan Citra Ayu Oktavia, S.TP. atas
kebersamaannya sejak sekolah menengah atas sampai sekarang.

10.

Teman-teman Avenzoar 45 atas kebersamaannya selama berada di FKH 45.

11.

Setiap pihak yang turut membantu penulis dalam proses penulisan skripsi
dan selama masa perkuliahan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2012
Hafiz Furqonul Aziz

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 25 Januari 1990 dari
ayah Abdul Aziz dan ibu Arti Mukminah. Penulis merupakan putra pertama dari
dua bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN Pengadilan 5 Kota Bogor dan
lulus pada tahun 2002, yang kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 5 Kota Bogor
dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan SMA penulis diselesaikan di SMA Negeri
1 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan ke Institut
Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
Institut Pertanian Bogor. Mayor yang dipilih penulis adalah kedokteran hewan di
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa
Karate IPB dan Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH IPB.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………...……….....................

xiii

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................

xv

PENDAHULUAN ……………………………………………………................

1

Latar Belakang …………………………………...……………..................

1

Tujuan ……………………………………………...…………...................

3

Manfaat …………………………………………………………................

3

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………..................

4

Ikan Nila Hitam ...........................................................................................

4

Trematoda ....................................................................................................

6

Monogenea ..........................................................................................

7

Dactylogyrus sp. ..................................................................................

10

Gyrodactylus sp. ..................................................................................

10

Nematoda .....................................................................................................

11

Cestoda ........................................................................................................

14

Bakteri ..........................................................................................................

15

Streptococcus agalactiae ...................................................................

16

Aeromonas hydrophila .......................................................................

17

Edwardsiella tarda ............................................................................

18

BAHAN DAN METODE ………………………………….......…….................

19

Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………..................

19

Bahan dan Alat Penelitian ...........................................................................

19

Metode Penelitian ........................................................................................

19

Teknik Pengambilan Sampel .............................................................

19

Teknik Parasitologi ............................................................................

20

Teknik Bakteriologi ………...............................................................

22

HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………..........….........

28

Identifikasi Cacing Parasitik pada Ikan Nila Hitam ....................................

29

Cacing Monogenea ............................................................................

32

Identifikasi Bakteri pada Ikan Nila Hitam ...................................................

34

Aeromonas sp. ....................................................................................

34

Bacillus sp. .........................................................................................

36

Escherichia coli .................................................................................

37

Edwardsiella tarda ............................................................................

38

Enterobacter aerogenes .....................................................................

40

Klebsiella pneumoniae .......................................................................

41

Pasteurella sp. ...................................................................................

43

Staphylococcus aureus .......................................................................

44

Staphylococcus epidermidis ..............................................................

45

Streptococcus sp. ...............................................................................

46

Vibrio parahaemolyticus ...................................................................

47

SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..........…….......

49

Simpulan ......................................................................................................

49

Saran ............................................................................................................

49

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

50

LAMPIRAN .........................................................................................................

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Hasil Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Ikan Nila Hitam
..................................................................................................................... 28
2 Hasil Uji Biokimiawi Bakteri pada Ikan Nila
..................................................................................................................... 34

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus) ...........................................

4

2

Struktur Umum Cacing Monogenea ....................................................

8

3

Siklus Hidup Cacing Monogenea ........................................................

9

4

Cacing Gyrodactylus sp. (1) Cacing Dactylogyrus sp. (2) ..................

10

5

Struktur Umum Cacing Nematoda .......................................................

11

6

Siklus Hidup Tidak Langsung Cacing Nematoda dengan Ikan sebagai
Inang Definitif ......................................................................................

13

7

Siklus Hidup Langsung Cacing Nematoda pada Ikan .........................

13

8

Siklus Hidup Tidak Langsung Nematoda dengan Ikan sebagai Inang
Antara ...................................................................................................

13

Bentuk Umum Cacing Cestoda ............................................................

15

10 Jenis-Jenis Metacestoda .......................................................................

15

11 Streptococcus agalactiae .....................................................................

16

12 Aeromonas hydrophila .........................................................................

17

13 Edwardsiella tarda ...............................................................................

18

14 Diagram Alir Identifikasi Bakteri ........................................................

22

15 Dactylogyrus sp. ...................................................................................

29

16 Dactylogyrus sp. ...................................................................................

30

17 Bagian Anterior Dactylogyrus sp. ........................................................

30

18 Gyrodactylidae dan Dactylogiridae .....................................................

31

19 Pseudodactylogyrus sp. ........................................................................

31

20 Dactylogiridae ......................................................................................

32

21 Bercak Kulit pada Ikan Akibat Produksi Mukus Berlebih ..................

33

9

22 Infestasi Dactylogyridae pada Insang Ikan Patin .................................

33

23 Pembusukan pada Sirip ........................................................................

35

24 Aeromonas sp. ......................................................................................

36

25 Bacillus sp. ...........................................................................................

37

26 Escherichia coli ....................................................................................

38

27 Infeksi Edwardsiella tarda. Hemoragi pada Kulit dan Fistula di
bawah Sirip Dada .................................................................................

39

28 Edwarsiella tarda .................................................................................

40

29 Enterobacter aerogenes .......................................................................

41

30 Klebsiella pneumoniae .........................................................................

43

31 Pasteurella sp. ......................................................................................

44

32 Staphylococcus sp. ...............................................................................

45

33 Streptococcosis pada Ikan Nila dengan Gejala Tetany-Like Akibat
Kontraksi Otot ......................................................................................

47

34 Streptococcosis pada Ikan Atlantic Menhaden dengan Hemoragi
Operkulum ...........................................................................................

47

35 Streptococcus sp. ..................................................................................

47

36 Vibrio parahaemolyticus ......................................................................

48

DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sepertiga daratan
dan dua pertiga lautan. Hal ini yang menjadikan Indonesia kaya akan
keanekaragaman hayati, khususnya ikan. Ikan yang menjadi komoditi utama
produksi tidak hanya ikan laut, tetapi juga ikan air tawar. Ikan air tawar yang
menjadi komoditas unggulan diantaranya adalah ikan gurami, ikan nila, dan ikan
mas.
Ikan nila adalah ikan yang hidup di air tawar dan berasal dari Sungai Nil dan
danau-danau sekitarnya. Ikan nila mulai didatangkan ke Bogor pada tahun 1969.
Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh konsumen selain
ikan mas dan gurami, karena ikan nila memiliki rasa daging yang enak, gurih, dan
tidak memiliki banyak duri. Tingginya konsumsi ikan nila menyebabkan budidaya
ikan nila mulai dikembangkan. Keunggulan dari ikan nila dibandingkan ikan
konsumsi lain adalah ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang
rendah protein, memijah sepanjang tahun, bersifat omnivora, berdaging tebal, dan
rasa dagingnya mirip dengan kakap merah (Suyanto 2009).
Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawarawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga
dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut (K Kordi 2010). Kemampuan
hidup dalam berbagai jenis air membuat ikan nila semakin mudah untuk
dibudidayakan. Pembudidayaan ikan nila hampir dilaksanakan di seluruh provinsi
di Indonesia sehingga produksi ikan nila di Indonesia cukup tinggi. Produksi ikan
nila pada tahun 2010 mencapai 464.191 ton, meningkat dibandingkan pada tahun
2009 (KKP 2011).
Proses produksi dan budidaya ikan nila memiliki beberapa kendala
diantaranya, kurangnya kesediaan benih unggul dengan pertumbuhan cepat yang
menguntungkan usaha budidaya nila (Gustiano et al. 2008), tingkat pertumbuhan
yang menurun ketika mencapai matang gonad (Maulana 2011), pemijahan yang
tidak terkontrol serta serangan hama dan penyakit.

Agen penyakit yang menyebabkan infeksi diantaranya, virus, bakteri,
cendawan, dan parasit. Penyakit parasitik dan bakteri merupakan salah satu
penyakit yang dapat menginfeksi hewan, termasuk ikan nila. Parasit adalah
organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dengan inangnya namun
merugikan bagi organisme yang ditempatinya (Noble ER dan Noble GA 1989).
Parasit yang dikenal terdapat dua jenis, yaitu endoparasit dan ektoparasit.
Endoparasit adalah parasit yang menyerang pada bagian dalam tubuh inangnya
(Kismiyati et al. 2010), sedangkan ektoparasit adalah parasit yang hidupnya
menumpang di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh
inangnya (Hadi 2010). Cacing dan protozoa termasuk ke dalam anggota dari
endoparasit, karena sebagian siklus hidupnya berada di dalam tubuh inang.
Insekta, arachnida, chilpoda, dan diplopoda termasuk ke dalam anggota dari
ektoparasit.
Cacing yang bersifat parasit terbagi ke dalam beberapa klasifikasi. Tiga
kelas besar dalam klasifikasi cacing adalah nematoda, trematoda, dan cestoda.
Cacing dalam kenyataannya tidak selalu bersifat endoparasit, sub kelas
monogenea yang berada dalam kelas trematoda bersifat ektoparasit pada ikan.
Monogenea merupakan parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh
ikan, jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan dan biasanya menyerang kulit
dan insang (Kabata 1985).
Kerugian yang ditimbulkan akibat infestasi dari cacing pada ikan tidak
sebesar apabila ikan terinfeksi oleh virus atau bakteri, tetapi infestasi cacing dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi oleh agen infeksius lainnya. Bakteri
merupakan salah satu agen infeksius dengan jumlah spesies terbanyak. Bakteri
dapat bersifat patogen dan non patogen, tetapi dalam kasus yang terjadi bakteri
non patogen dapat berubah menjadi patogen akibat dari beberapa faktor. Kerugian
yang ditimbulkan oleh penyakit infeksi bakteri cukup besar, terlebih jika bakteri
tersebut memiliki virulensi yang cukup tinggi.
Tahun 1980 pernah tercatat di Indonesia terjadi kematian sebanyak
125.000 ekor ikan mas dan di daerah budidaya di Jawa Barat terjadi kematian
sebanyak 30% dari induk ikan mas yang keduanya diakibatkan oleh bakteri,
khusunya Aeromonas sp. Kerugian dapat berupa kerugian ekonomi dan kerugian

kesehatan, karena secara langsung ikan mengalami penurunan kualitas dan bahkan
kematian yang menyebabkan penurunan produksi. Bakteri penyebab penyakit
yang bersifat zoonotik dapat ditularkan kepada manusia dan menyebabkan
gangguan kesehatan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya serta mengidentifikasi
jenis cacing parasitik dan bakteri yang terdapat pada insang dan saluran
pencernaan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus)

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait adanya
cacing parasitik dan bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan nila. Selain
itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang infeksi
sekunder oleh bakteri akibat infestasi cacing parasitik, atau pun sebaliknya.
Penelitian ini juga diharapkan sebagai acuan program pencegahan dan
pengendalian kasus penyakit yang disebabkan oleh cacing parasitik maupun
bakteri, baik yang bersifat zoonotik maupun tidak.

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)
Ikan nila merupakan salah satu ikan yang sudah banyak dibudidayakan. Di
Indonesia, ikan nila cukup populer karena cara budidayanya yang mudah, rasa
daging yang disukai, harga yang relatif terjangkau, dan memiliki toleransi yang
luas terhadap lingkungan. Ikan nila yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia adalah ikan nila hitam dan ikan nila merah.
Menurut Fishbase (2012), ikan nila hitam digolongkan dalam kingdom
Animalia, filum Chordata, kelas Actinopterygii, dan ordo Perciformes. Ikan nila
hitam termasuk ke dalam famili Cichlidae, sub famili Pseudocrenilabrinae, genus
Oreochromis, dan spesiesnya adalah Oreochromis niloticus.

Gambar 1 Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus)
Sumber: Fishbase (2012)

Ikan nila hitam awalnya memiliki nama latin Tilapia niloticus, berasal dari
genus Tilapia yang memiliki perilaku khas yaitu tidak mengerami telur dan larva
berada di dalam mulut induknya. Genus Tilapia dipecah menjadi tiga genus, yakni
genus Tilapia, Sarotherodon, dan Oreochromis. Ikan dalam genus Tilapia
memijah dan menaruh telur pada suatu tempat. Induk jantan dan betina secara
bersama-sama menjaga telur dan anak-anaknya. Ikan dalam genus Sarotherodon
memiliki ciri khas induk jantan mengerami telur dan mengasuh anaknya,
sedangkan ikan dalam genus Orechromis induk betina mengerami telur di dalam

rongga mulut dan mengasuh sendiri anak-anaknya (Trewavas 1982 dalam
Suyanto 2010).
Ikan nila hitam berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya.
Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim
tropis dan subtropis, sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila hitam
tidak dapat hidup baik (Menegristek 2000). Ikan nila pertama kali dibawa dari
Taiwan ke Bogor pada tahun 1969. Nila berwarna hitam selanjutnya banyak
didatangkan dari Thailand pada tahun 1989 dengan strain Chitralada, dari Filipina
pada tahun 1994 dan 1997 dengan strain Genetic Improvement of Farmed Tilapia
(GIFT), sedangkan untuk nila berwarna merah didatangkan dari Thailand pada
tahun 1989 dengan strain National Inland Fish Institute (NIFI) (Gustiano &
Arifin 2010).
Ikan

nila

hitam

masih

bersaudara

dengan

ikan

mujair

(Oreochromis massambiccus) yang sudah tersebar luas di Indonesia sebelum
adanya ikan nila hitam. Ikan mujair kurang digemari baik oleh pembudidaya
maupun petani karena pertumbuhannya yang lambat, rakus tetapi tidak gemuk,
cepat beranak pinak sehingga mengganggu ikan lain dalam satu kolam (Suyanto
2010). Ikan nila hitam selanjutnya didatangkan untuk mengatasi hal ini karena
mempunyai nilai efisiensi yang lebih tinggi.
Amri dan Kahiruman (2003) menjelaskan bentuk tubuh ikan nila hitam,
berbentuk panjang dan ramping dengan sisik yang berukuran besar. Matanya
besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi atau linea literalis
terputus di bagian tengah badan dan berlanjut kembali tetapi letaknya lebih ke
bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung,
sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari lemah tetapi keras dan tajam seperti
duri. Sirip punggung berwarna hitam dan sirip dada juga tampak berwarna hitam,
sedangkan bagian pinggir sirip punggung berwarna abu abu (Gambar 1).
Perbedaan antara ikan nila hitam dengan ikan mujair terletak pada pola garis
vertikal berwarna gelap yang terlihat sangat jelas di sirip ekor dan sirip punggung.
Jumlah garis pada ikan nila hitam berjumlah enam buah di sirip ekor dan delapan
buah di sirip punggung. Garis dengan pola yang sama juga terdapat di kedua sisi
tubuh ikan nila dengan jumlah delapan buah (Suyanto 2010). Perbedaan lain juga

terdapat pada perbandingan ukuran tubuh, ikan nila hitam memiliki perbandingan
panjang dan tinggi 3:1, sedangkan ikan mujair 2:1 (Amri & Kahiruman 2003).
Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawarawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga
dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk
nila adalah 0-35 ppt, namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal
adalah 0-30 ppt. Ikan nila masih dapat hidup pada salinitas 31–35 ppt, tetapi
pertumbuhannya lambat (Ghufran & Kordi 2010).

Trematoda
Trematoda atau cacing pipih merupakan kelas dari filum Platyhelminthes.
Cacing trematoda umumnya memiliki bentuk pipih seperti daun dan disebut
cacing daun, kecuali Schistosoma sp yang merupakan trematoda darah
(Natadisastra & Agoes 2009). Trematoda secara umum berbentuk pipih, tidak
bersegmen, bentuk memanjang seperti daun, berbentuk telur, kerucut, silindris,
dan mempunyai batil isap kepala dan perut. Trematoda bersifat hermafrodit
kecuali pada genus Schistosoma (Muslim 2009). Kelas trematoda terbagi menjadi
dua sub kelas utama, yaitu Monogenea dan Digenea. Sub kelas Monogenea
memiliki siklus hidup langsung dan tidak membutuhkan inang perantara,
sedangkan sub kelas Digenea membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya
(Urquhart et al. 1996).
Menurut Natadisastra dan Agoes (2009), tubuh cacing trematoda diliputi
integumen mesenkimatus, aseluler halus, dan sering kali ditumbuhi oleh semacam
sisik atau duri yang tampak jelas pada bagian anterior tubuh. Dua batil hisap atau
sucker ditemukan pada cacing trematoda. Batil hisap anterior atau oral sucker
berfungsi sebagai kanal untuk makanan dan batil hisap posterior atau ventral
sucker berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada tubuh inang
(Muller 2001). Bagian dalam tubuh trematoda terdapat otot dengan tiga arah
serabut, yaitu longitudinal, oblik, dan sirkuler. Otot ini berguna untuk mengubah
bentuk badan cacing agar dapat bergerak. Cacing trematoda tidak memiliki rongga
badan dan juga sistem sirkulasi (Natadisastra & Agoes 2009).

Sistem pencernaan trematoda sangat sederhana, dimulai dari mulut yang
kemudian mengarah ke faring, esofagus, dan bercabang menjadi dua bagian
sekum yang berakhir buntu. Makanan yang tidak dicerna diregurgitasi kembali ke
mulut (Urquhart et al. 1996). Cacing trematoda bersifat hermafrodit, kecuali pada
genus Schistosoma. Alat kelamin jantan dimulai dari testis yang biasanya
berjumlah dua dan letaknya berurutan tergantung spesies, berbentuk oval dengan
permukaan rata, berlobus atau bercabang. Ovarium berbentuk bulat atau oval
dengan permukaan rata, berlobus, atau bercabang. Umumnya ovarium terletak di
anterior dari testis. Kedua alat kelamin bermuara pada antrum genitale dan keluar
melalui lubang porus genitalis yang berdekatan dengan batil hisap posterior
(Natadisastra & Agoes 2009).

Monogenea
Monogenea adalah sub kelas dari Trematoda. Cacing Monogenea adalah
cacing yang tidak membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya dan
umumnya ditemukan sebagai parasit di ikan (Urquhart 1996). Kabata (1985)
menjelaskan bahwa cacing Monogenea adalah salah satu parasit yang sebagian
besar menyerang bagian luar tubuh ikan, terutama kulit dan insang, jarang
menyerang bagian dalam tubuh ikan.
Cacing Monogenea memiliki ukuran yang kecil (mikroskopik) sampai yang
berukuran sedang. Bentuk tubuh larva cacing dengan cacing dewasa tidak terlalu
berbeda jauh. Organ utama untuk menempel pada tubuh inang dan juga sebagai
identitas dari Monogenea adalah haptor (Gambar 2). Organ ini terletak pada
bagian posterior dan dilengkapi dengan kait kecil yang berjumlah 12 sampai 16
buah dan kadang terdapat kait yang lebih besar dengan jumlah 2 sampai 4 buah
(Hoffman 1967). Cacing Monogenea menempel dan melekat pada tubuh inang
dengan mencari lapisan mukosa dan mengelupasnya, kemudian bagian posterior
ditancapkan ke jaringan. Bagian anterior atau bagian dimana terdapat mulut
diletakan dan didekatan kepada jaringan dari inang, terkadang cacing Monogenea
melingkarkan badannya di sekeliling insang (Dawes 1946). Oral sucker pada
cacing Monogena tergolong lemah atau terkadang tidak ada sama sekali (Puranik
& Bhate 2007).

Gambar 2 Struktur Umum Cacing Monogenea
Sumber: Smith & Halton (1967)

Bagian tubuh cacing monogenea terbagi atas bagian anterior dan posterior.
Pada tiap bagian terdapat alat pelekat. Prohaptor adalah bagian pelekat pada
anterior yang berfungsi melekatkan bagian anterior ke jaringan saat sedang
makan. Prohaptor dapat menjadi alat pelekat sementara ketika bagian haptor
posterior mencari jaringan baru untuk menempel. Haptor bagian anterior dan
posterior dapat bekerja sama sebagai alat gerak dimana cacing akan membentuk
loop dan bergerak seperti seekor ulat, tetapi cacing monogenea jarang berpindah
saat sudah menetap. Opisthaptor adalah bagian pelekat pada posterior cacing
monogenea yang berbentuk seperti cakram. Opisthaptor biasanya dilengkapi
dengan kait besar dan kecil yang berfungsi seperti jangkar pada kapal dan alat
untuk melukai jaringan inang (Dawes 1946).

Dawes (1946) juga menjelaskan bahwa tidak semua cacing monogenea
memiliki buccal sucker. Sebagian cacing monogenea yang tidak memiliki buccal
sucker, mereka menggunakan faring sebagai sucker. Saluran digesti cacing
monogenea terdiri dari tiga bagian, yaitu faring, esofagus, dan usus. Faring dan
esofagus berbentuk dan berukuran sama yang selanjutnya bercabang dua menjadi
usus yang sederhana dan berakhir buntu (Gambar 2).
Siklus hidup dari monogenea adalah siklus langsung yang tidak
membutuhkan inang antara. Cacing dewasa bertipe ovipar mengeluarkan telur ke
air kemudian telur menetas dan mencari inang baru. Cacing dewasa bertipe
vivipar bertelur dan telur tetap berada di dalam tubuh cacing dewasa hingga
menetas. Larva selanjutnya keluar dari tubuh cacing dewasa dan terbawa air untuk
mencari inang yang baru (Gambar 3) (Reed et al. 2012). Cacing monogenea tidak
dapat hidup sebagai parasit pada lebih dari satu spesies ikan, oleh karena itu
cacing monogenea memiliki spesifisitas inang yang sangat tinggi (Williams
1961).

Gambar 3 Siklus Hidup Cacing Monogenea
Sumber: Reed et al. (2012)

Spesies dari kelas monogenea yang paling sering muncul pada ikan air tawar
adalah Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp.

Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus merupakan genus dari famili Dactylogyridae dengan sub
famili Dactylogyrinae. Cacing dalam genus ini memiliki ciri khas, yaitu memiliki
empat titik mata, sepasang kait besar, dan 16 kait kecil, usus bercabang menjadi
dua, testes dan ovarium berbentuk bulat, ovari terletak diatas testes, terdapat
vagina, dan bersifat ovovipar (Hoffman 1967). Dactylogyrus hidup sebagai parasit
dengan menghisap darah dan dapat menyebabkan kerusakan pada insang jika
jumlahnya terlalu banyak. Gejala klinis dari manifestasi Dactylogyrus sering
keliru dengan gejala defisiensi oksigen atau infeksi insang lainnya (Robert &
Piper 2010).

Gyrodactylus sp.
Gyrodactylus merupakan genus dari famili Gyrodactyridae dengan sub
famili Gyrodactyrinae. Cacing genus Gyrodactylus tidak memiliki prohaptor,
opisthaptor berbentuk lebar dan dilengkapi dengan satu pasang kait besar dan 16
kait kecil, usus bercabang dua, lubang genital berada di tengah, tidak terdapat
vagina, tidak terdapat titik mata, ovarium berbentuk V atau berlobus dan terletak
di belakang testes, serta bersifat vivipara (Dawes 1946). Parasit ini sangat umum
dan sering ditemukan pada hampir semua ikan. Jumlah Gyrodactylus yang terlalu
banyak dapat menyebabkan iritasi dan lesio (Robert & Piper 2010).

Gambar 4 Cacing Gyrodactylus sp. (1) Cacing Dactylogyrus sp. (2)
Sumber: Robert & Piper (2010)

Nematoda
Filum Nemathelminthes terbagi ke dalam enam kelas, tetapi hanya kelas
nematoda yang bersifat sebagai parasit. Nematoda disebut sebagai cacing gilig
atau round worm karena bentuknya yang bulat jika dipotong secara melintang.
Nematoda berbentuk bulat panjang, tidak bersegmen, meruncing di kedua
ujungnya, dan tubuhnya dilapisi oleh kutikula. Kutikula diproduksi oleh bagian
hipodermis yang pada bagian tersebut tedapat saluran ekskresi dan saraf (Urquhart
1996). Gambar 5 menjelaskan bahwa cacing nematoda memiliki kepala, ekor,
dinding dan rongga badan yang disebut pseudoselom, saluran pencernaan, sistem
saraf, sistem ekskresi, dan sistem reproduksi terpisah, tetapi tidak memiliki sistem
sirkulasi (Natadisastra & Agoes 2009). Muslim (2009) menjelaskan ukuran cacing
jantan lebih kecil dari cacing betina dan ujung posterior melengkung ke depan.
Spikulum serta bursa kopulasi dimiliki oleh beberapa spesies dari cacing
nematoda.

Gambar 5 Struktur Umum Cacing Nematoda
Sumber: Sharonapbio-taxonomy (2012)

Sistem digesti dari cacing nematoda berbentuk tubular. Mulut, umumnya
dikelilingi oleh tiga bibir, langsung terhubung oleh esofagus. Beberapa genus
seperti Strongyloides, esofagus berukuran besar dan terbuka menjadi kapsul bukal
bergigi. Saat sedang makan, cacing akan menembus mukosa menggunakan kapsul
bukal untuk menghisap darah. Esofagus menyalurkan makanan ke usus dan
memiliki bentuk yang bervariasi dan berguna untuk identifikasi karakter setiap

spesies. Usus berbentuk tabung yang dindingnya dilapisi oleh lapisan tipis
syncytium. Lumen ususnya memiliki mikro villi yang meningkatkan kapasitas
absorpsi dari sel (Urquhart 1996).
Urquhart (1996) juga menjelaskan bahwa organ reproduksi betina berjumlah
sepasang dan terdiri dari ovarium, oviduct, uterus, vagina,dan berakhir pada
vulva. Ovejector adalah penghubung antara uterus dan vagina yang berupa otototot yang berfungsi dalam penetasan telur. Organ reproduksi jantan terdiri dari
satu buah testis berlanjut menjadi vas deferens dan berakhir pada saluran
ejakulatori di kloaka. Organ tambahan berupa spikulum yang berfungsi sebagai
alat kopulasi dan gubernakulum yang berfungsi mengarahkan spikulum terdapat
pada beberapa spesies cacing nematoda.
Siklus hidup nematoda terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium telur, larva,
dan dewasa. Cacing betina dewasa dapat bertelur antara 20-200.000 butir telur per
hari (Natadisastra & Agoes 2009). Dalam perkembangan hidupnya, beberapa
spesies nematoda menggunakan ikan sebagai inang definitif maupun sebagai
inang antara dari siklus hidup nematoda. Siklus hidup nematoda dibagi menjadi
dua, yaitu siklus hidup langsung dan siklus hidup tidak langsung. Siklus hidup
langsung tidak membutuhkan inang antara dan infeksi dapat terjadi ketika ikan
menelan telur atau larva cacing (Yanong 2012).
Yanong (2012) juga menjelaskan bahwa siklus hidup tidak langsung terbagi
menjadi dua, yaitu siklus hidup saat ikan menjadi inang definitif dan siklus hidup
saat ikan menjadi inang antara. Ikan sebagai inang definitif yang terinfeksi cacing
nematoda mengeluarkan feses bersama telur yang kemudian tertelan oleh
cepopoda atau hewan invertebrata lainnya. Telur berkembang dan menjadi larva
yang siap menginfeksi ikan dewasa lainnya ketika cepopoda dimakan oleh ikan.
Larva akan berkembang menjadi cacing dewasa dan siklus akan terulang.
Nematoda yang memiliki inang definitif mamalia atau burung pemakan ikan
menggunakan ikan sebagai inang antara (Gambar 6).

Gambar 6 Siklus Hidup Tidak Langsung Cacing Nematoda dengan
Ikan sebagai Inang Definitif
Sumber: Yanong (2012)

Gambar 7 Siklus Hidup Langsung Cacing Nematoda pada Ikan
Sumber: Yanong (2012)

Gambar 8 Siklus Hidup Tidak Langsung Nematoda dengan Ikan sebagai Inang
Antara
Sumber: Yanong (2012)

Cestoda
Cestoda adalah kelas dari filum Platyhelminthes. Perbedaan antara cacing
kelas Cestoda dengan Trematoda adalah cacing Cestoda memiliki bentuk tubuh
yang pipih dan memanjang seperti pita tanpa saluran pencernaan. Bagian
tubuhnya bersegmen dan setiap segmen memiliki satu atau lebih sepasang organ
reproduksi (Urquhart et al. 1996). Cacing Cestoda dapat digolongkan berdasarkan
tempat hidupnya menjadi dua golongan, yaitu Cestoda usus dan Cestoda jaringan.
Seluruh Cestoda mempunya inang antara kecuali spesies Hymenolepis nana
(Muslim 2009).
Gambar 9 menunjukkan Cestoda dewasa memiliki kepala atau scolex
sebagai organ pelekat, leher yang tidak bersegmen, dan untaian segmen yang
membentuk pita. Setiap segmen disebut proglotid dan rantai penghubung
proglotid disebut strobila. Organ pelekat terdiri dari empat sucker di bagian tepi
dan biasanya terdapat kait. Setiap proglotid bersifat hermafrodit dan ketika
proglotid menjadi dewasa dan terbuahi bagian internal hilang dan diisi oleh telurtelur Castoda atau gravid. Proglotid garvid akan terlepas dan keluar bersama feses
(Urquhart et al. 1996).
Siklus hidup Castoda bersifat tidak langsung dengan satu inang antara.
Cestoda dewasa berada pada usus halus inang definitif dan menghasilkan telur
yang dikeluarkan bersama feses. Telur termakan oleh inang antara dan
embryophore berubah menjadi oncosphere ketika berkontak dengan enzim-enzim
pencernaan. Kait pada oncosphere melukai mukosa usus dan masuk ke dalam
pembuluh darah atau pembuluh limfe menuju tempat yang sesuai untuk
berkembang menjadi stadium larva atau metacestoda. Bentuk metacestoda
berbeda-beda tergantung spesies Cestoda tersebut. Jenis-jenis metacestoda
diantaranya Cysticercus, Coenurus, Strobilocercus, Hydatid, Cysticercoid, dan
Tetrahyridium (Gambar 10). Ketika metacestoda termakan oleh inang definitif,
scolex-nya akan menempel pada mukosa usus dan untaian proglotid akan mulai
tumbuh dari basis scolex (Urquhart et al. 1996).

Gambar 9 Bentuk Umum Cacing Cestoda
Sumber: Urquhart et al. (1996)

Gambar 10 Jenis-Jenis Metacestoda
Sumber: Urquhart et al. (1996)

Bakteri
Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang hidup bebas dan mampu
bereproduksi sendiri, tetapi sebagian besar menggunakan hewan sebagai pejamu
untuk mendapatkan makanan. Bakteri tergolong ke dalam prokariot yang tidak

memiliki membran inti. Bakteri terdiri atas sitoplasma yang dikelilingi oleh
dinding sel terbuat dari peptidoglikan. Materi genetik, baik DNA maupun RNA,
terdapat dalam inti yang diperlukan untuk metabolisme. Bakteri bereproduksi
dengan cara aseksual melalui replikasi DNA dan pembelahan sel sederhana.
Sebagian besar bakteri membentuk kapsul yang mengelilingi dinding sel sehingga
bakteri lebih tahan terhadap kondisi luar (Corwin 2008). Bakteri secara umum
terbagi atas bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Bakteri yang sering menginfeksi ikan diantaranya Streptococcus agalactiae,
Aeromonas hydrophila, dan Edwardsiella tarda.

Streptococcus agalctiae
Bakteri Streptococcus agalactiae adalah bakteri Gram positif yang
berbentuk kokus, berantai pendek, serta secara morfologi mirip dengan
S. pyogenes (Parija 2009). Bakteri ini termasuk ke dalam anggota antigen grup B
dan memiliki antigen kapsular polisakarida. Kapsul dari S. agalactiae terdiri dari
asam sialik yang menyebabkan streptokokus golongan B tahan terhadap
opsonofagositosis oleh mekanisme pertahanan tubuh (Shimeld & Rodgers 1998).
S. agalactiae termasuk ke dalam kingdom Bacteria, filum Firmicutes, kelas
Bacilli,

famili

Streptococcaceae,

genus

Streptococcus,

dan

spesies

Streptococcus agalactiae.

Gambar 11 Streptococcus agalactiae
Sumber: Vetbact (2011)

Shimeld dan Rodgers (1998) menjelaskan bahwa S. agalactiae memiliki
bentuk koloni yang lebih besar dibanding S. pyogenes dan juga memproduksi
lebih sedikit β-hemolisis. S. agalactiae memproduksi ekstraselular protein yang
disebut CAMP. Protein tersebut berkerja secara sinergis bersama β-lisin dan

menyebabkan hemolisis. CAMP adalah kependekan