Implication of cattle breeding policy in adopted artificial insemination innovation on slaughter cattle’s farmers

IMPLIKASI KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI
TERHADAP ADOPSI INOVASI INSEMINASI BUATAN
PADA PETERNAK SAPI POTONG

Mursyid Ma’sum
P. 016014011

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi yang
berjudul:
IMPLIKASI KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI TERHADAP ADOPSI INOVASI
INSEMINASI BUATAN PADA PETERNAK SAPI POTONG
adalah merupakan hasil karya dan hasil penelitian saya sendiri, dengan
pembimbingan dari komisi pembimbing. Disertasi ini belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi dan

data yang digunakan berasal atau dikutip dari karya penulis lain yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor,

Juli

2011

Mursyid Ma’sum
NIM P.016014011

ii

ABSTRACT
MURSYID MA’SUM. IMPLICATION OF CATTLE BREEDING POLICY IN
ADOPTED ARTIFICIAL INSEMINATION INNOVATION ON SLAUGHTER
CATTLE’S FARMERS. Under supervised by AIDA VITAYALA S. HUBEIS,
AMIRUDDIN SALEH and BUDI SUHARJO.

The general objective of the research is to describe and analyze the
implementation and rate of adopted artificial insemination (AI) innovation on
slaughter cattle’s farmers. The result showed that the internal, external and
bussiness farm characteristic of slaughter cattle’s farmers and their perception on
AI were signifcantly different among the locations of the research. The average of
AI implementation by the farmers was 51.1%. There were significant different of
average implementation of AI aspects among all locations. The average of the
rate of AI adoption was 2.39 years. There are significant different between
locations where the cross breeding policy have been applied (Lamongan and
Bangkalan districts) and the location where the pure breeding policy have been
applied (Tabanan district). In adoption of AI, the farmers in the Tabanan district
were relatively faster than other districts. Based on the result of structural
equation modelling analysis, the relationship among variables were (1) the
variables of internal characteristic of slaughter cattle’s farmers and their
perception to AI significantly influenced to the implementation of AI, but the
variables of external and farm bussiness characteristic of slaughter cattle’s
farmers did not significantly influence to the implementation of AI. The variable of
the perception of the farmer to AI contributed to the implementation of AI
relatively bigger than the internal characteristic of slaughter cattle’s farmers
variable; (2) the variables of internal, external and farm bussiness characteristic

of slaughter cattle’s farmers and their perception to AI significantly influenced to
the rate of AI adoption. The most influence variable to the rate of AI adoption
was the external characteristic of slaughter cattle’s farmers; (3) the perception of
slaughter cattle’s farmers on AI influenced both to the implementation of AI and
to the rate of AI adoption; (4) cumulatively, the influence of the internal, external,
farm bussiness characteristics of slaughter cattle’s farmers and their perception
to AI implementation aspects and to the rate of AI adoption was 0.51 (51%) and
0,86 (86%) respectively. The implementation of AI as an instrument to achieve
breeding policy’s purposes on slaughter cattle did not give yield yet as it was
hoped. This case was caused by the breeding policy on slaughter cattle still have
not clear and the implementation of the AI in the field have not been controlled.
Keywords: Cattle breeding policy, perception, artificial insemination

iii

RINGKASAN
MURSYID MA’SUM, Implikasi Kebijakan Perbibitan Sapi terhadap Adopsi
Inovasi Inseminasi Buatan pada Peternak Sapi Potong. Pembimbing: AIDA
VITAYALA S. HUBEIS, AMIRUDDIN SALEH dan BUDI SUHARJO.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan

dan kecepatan adopsi inovasi IB pada peternak sapi potong. Secara khusus
tujuan penelitian adalah untuk (1) mengidentifikasi penerapan IB berdasarkan
karakteristik internal dan eksternal serta karakteristik usaha peternak sapi
potong; (2) mengidentifikasi persepsi peternak sapi potong terhadap aspek
teknis, sosial-budaya, ekonomis dan kebijakan di bidang IB; (3) membangun
model yang dapat menjelaskan pola keterkaitan faktor-faktor yang terkait dengan
penerapan IB pada peternak sapi potong; dan (4) merancang strategi kebijakan
IB pada peternak sapi potong. Penelitian dilakukan di Kecamatan Geger
Kabupaten Bangkalan dan Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan di Provinsi
Jawa Timur dan Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan Provinsi Bali.
Penelitian dirancang sebagai penelitian survai deskriptif korelasional dengan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Jumlah sampel total 240 peternak akseptor
IB dengan teknik pengambilan sampel secara sengaja (purposive sampling).
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan
pengamatan langsung di lapangan. Analisis secara statistik menggunakan SEM
(structural equation modeling).
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa karakteristik internal, eksternal,
usaha dan persepsi peternak sapi potong serta tingkat penerapan dan tingkat
kecepatan adopsi inovasi IB menunjukkan perbedaan yang signifikan antar lokasi
penelitian. Beberapa indikator yang signifikan terhadap konstruk karakteristik

internal peternak sapi potong adalah umur peternak, tingkat pendidikan,
pengalaman dalam memelihara sapi dan tingkat kekosmopolitan peternak. Untuk
jumlah pemilikan sapi, tujuan pemeliharaan sapi, motivasi menggunakan IB,
keanggotaan dalam kelompok IB dan besarnya pendapatan menjual pedet tidak
signifikan terhadap konstruk karakteristik internal peternak sapi potong. Dari
konstruk karakteristik eksternal peternak sapi potong, beberapa indikator yang
signifikan adalah keadaan sarana prasarana, kepastian pasar sapi, intensitas
penyuluhan IB dan ketersediaan informasi IB. Kelembagaan IB dan sumber
informasi IB tidak signifikan terhadap konstruk karakteristik eksternal peternak
sapi potong. Untuk konstruk persepsi, beberapa indikator yang signifikan adalah
jenis sapi bibit, tanda-tanda fisik sapi bibit, pelayanan inseminator, tanda-tanda
sapi induk berahi, norma sistem sosial, struktur sosial, peningkatan produksi hasil
IB, keuntungan relatif menggunakan IB, kebijakan persilangan dan pemurnian;
sedangkan tujuan pembibitan/IB, kelembagaan peternak sapi dan kebijakan
campuran tidak signifikan terhadap konstruk persepsi peternak sapi potong
terhadap IB.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata penerapan IB adalah 51,1% dengan
kisaran antara 36,4% dan 83,6%. Sekitar 85% responden masuk kategori
sedang, yaitu menerapkan aspek-aspek IB antara 40% sampai dengan 60%.
Hasil uji beda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata tingkat penerapan

IB antar lokasi penelitian. Untuk kecepatan adopsi inovasi IB menunjukkan
bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan adalah 2,39 tahun dengan kisaran antara
nol hingga 16 tahun. Hasil uji beda menggunakan Kruskal-WallisTest
menunjukkan bahwa kecepatan adopsi IB antar lokasi penelitian berbeda nyata,

iv

di mana di daerah perkawinan pemurnian lebih cepat dari pada di daerah
perkawinan silang.
Pola keterkaitan karakteristik internal peternak, karakteristik usaha,
karakteristik eksternal peternak dan persepsi peternak sapi potong terhadap
tingkat penerapan IB (TPA-IB) dan tingkat kecepatan adopsi inovasi IB (TKA-IB)
dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Pengaruh peubah karakteristik usaha
(KUP) dan karakteristik eksternal peternak sapi potong (KEP) terhadap tingkat
penerapan IB secara statistik tidak signifikan (t-hitung1,96). Peubah yang paling besar kontribusinya terhadap tingkat kecepatan
adopsi inovasi IB ini secara berturut-turut adalah KUP (0,95), KIP (0,21),
Persepsi (0,09) dan KEP (0,04). Beberapa indikator peubah karakteristik usaha
yang dominan adalah jumlah sapi yang dijual dan indikator pendapatan rumah
tangga. Fakta ini menunjukkan, bahwa aspek ekonomi IB sangat berpengaruh
terhadap tingkat kecepatan adopsi inovasi IB. Sedangkan dari peubah KIP,

indikator yang dominan adalah umur peternak dan pengalaman beternak sapi.
(3) Persepsi peternak sapi potong tentang IB mempunyai pengaruh yang nyata,
baik terhadap tingkat penerapan IB maupun terhadap tingkat kecepatan adopsi
inovasi IB. Pengaruh persepsi peternak tentang IB ini lebih besar kontribusinya
terhadap tingkat penerapan IB dibanding terhadap tingkat kecepatan adopsi
inovasi IB. (4) Karakteristik internal, usaha dan eksternal peternak sapi potong
serta persepsi peternak sapi potong terhadap IB secara bersama-sama
berpengaruh terhadap tingkat penerapan IB sebesar 0,51 (51%) dan sisanya
sebesar 0,49 (49%) merupakan pengaruh peubah lain yang tidak termasuk
dalam penelitian ini. (5) Karakteristik internal, usaha dan eksternal peternak sapi
potong serta persepsi peternak sapi potong terhadap IB secara bersama-sama
berpengaruh terhadap tingkat kecepatan adopsi inovasi IB dengan koefisien
determinasi sebesar 0,86 (86%) dan sisanya sebesar 0,14 (14%) merupakan
pengaruh peubah lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
Penerapan IB pada sapi potong sebagai instrumen untuk mencapai tujuan
kebijakan perbibitan sapi belum memberikan hasil yang diharapkan. Hal ini
disebabkan kurang jelasnya arah kebijakan perbibitan sapi potong dan tidak
terkontrolnya penerapan IB di lapangan.

v


©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

IMPLIKASI KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI
TERHADAP ADOPSI INOVASI INSEMINASI BUATAN
PADA PETERNAK SAPI POTONG

MURSYID MA’SUM

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

vii

Penguji luar komisi pada ujian tertutup:
1. Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc.
(Direktur Magister Bisnis IPB)
2. Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA
(Anggota Komisi Pascasarjana, SPs-IPB)
Penguji luar komisi pada ujian terbuka:
1. Drh. Prabowo Respatiyo Caturroso, MM, PhD (Dirjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian)
2. Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr.
(Dekan Fakultas Peternakan IPB Bogor)


viii

Judul Disertasi

:

IMPLIKASI KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI
TERHADAP ADOPSI INOVASI INSEMINASI
BUATAN PADA PETERNAK SAPI POTONG

Nama

:

MURSYID MA’SUM

Nomor Pokok

:


P.016014011

Program Studi

:

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui,
Komisi Pembimbing:

Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS
Anggota

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S, Hubeis
Ketua

Dr. Ir, Budi Suharjo, MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor
Ilmu Penyuluhan Pembangunan,

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc

Tanggal Ujian: 12 Juli 2011

Tanggal Lulus:

ix

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, penyusunan disertasi
dengan judul “Implikasi Kebijakan Perbibitan Sapi terhadap Adopsi Inovasi
Inseminasi Buatan pada Peternak Sapi Potong” ini dapat diselesaikan.
Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu, mendorong dan mendo’akan agar disertasi ini selesai, yaitu kepada:
1.

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala, S Hubeis, selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr. Ir. Amiruddin Saleh MS serta Dr. Ir. Budi Suharjo MS sebagai anggota
komisi pembimbing, atas korbanan waktu, tenaga dan pikiran serta
kesabaran dalam membimbing penyusun.

2.

Para penguji luar komisi, ujian tertutup: Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc. (Direktur
Magister Bisnis IPB) dan Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA (Anggota Komisi
Pascasarjana, SPs-IPB); ujian terbuka: Drh. Prabowo Respatiyo Caturroso,
MM, PhD (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian
Pertanian) dan Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. (Dekan Fakultas Peternakan
IPB Bogor), yang dengan pertanyaan dan sarannya telah menyempurnakan
disertasi ini.

3.

Seluruh teman-teman di dinas yang telah membantu proses penelitian ini,
baik di Provinsi Jawa Timur maupun di Provinsi Bali, yaitu:
a. Ir. Rohayati, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa
Timur dan Drh. Suhardi serta enumerator pak Sunarji di Bangkalan.
b. Ir. Wardoyo, kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lamongan dan Dekan
Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan dan para enumerator:
Wahyuni, Abdurahim, Abdul Wakhid, Kurniawan Dani dan Karmuji.
c. Ir. Nyoman Rusmini, MMA, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten
Tabanan dan Wayan Tami, para enumerator: I Gusti Putu Arum Jaya, I
Made Puja Astika, I Made Santra dan

I Nyoman Sunata di Dinas

Peternakan Tabanan, Bali.
4.

Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta jajarannya
dan para dosen di Program Studi Penyuluhan Pembagunan yang tidak
mungkin penyusun sebut satu persatu, khususnya kepada Ketua Program
Studi/Mayor Penyuluhan Pembagunan Dr. Ir. Siti Amanah, MSc. dan
sekretaris ibu Dessi yang telah banyak membantu dalam
administrasi.

x

urusan

5.

Ibu Nedian Kusumaningrum, Msi dan Dr. Teddy Rachmat Muliady yang telah
banyak membantu masalah statistik.

6.

Kedua orang tuaku, ayahanda H. Ma’sum Edrisy (Alm) dan ibunda Hj. Siti
Zubaidah yang telah mengajarkan menuntut ilmu itu adalah ibadah.

7.

Isteriku, dr. Henny Hanna, Sp.RM, MARS dan anak-anakku Ibnu Sina dan
Salman Al-Farisy yang dengan tulus dan caranya sendiri, masing-masing
telah membantu penyelesaian disertasi ini.

8.

Kakanda Yusuf Selamat dan Laksdewi; adinda Syukri dan Rini; sanaksaudara serta para sahabat dan kolega yang telah hadir untuk memberikan
dukungan dalam ujian terbuka.
Akhirul kalam, mudah-mudahan disertasi ini dapat memberi manfaat bagi

penyusun dan pihak-pihak terkait dalam pembangunan peternakan, khususnya
yang terkait dengan perbibitan dan penerapan IB.
Jakarta,

Juli 2011

Mursyid Ma’sum

xi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi Jawa Timur pada tanggal 30 Agustus
1956 dari pasangan H. Ma’sum Edrisy (alm) dan Hj. Siti Zubaidah. Penulis
adalah putra ke delapan dari sebelas bersaudara. Telah menikah dengan Dr. Hj.
Henny Hanna, SpRM, MARS pada tanggal 4 Juli 1986 dan dikaruniai 2 putra
bernama Ibnu Sina dan Salman Al-Farisy, keduanya kini kuliah di ITB Bandung
dan UNDIP Semarang.
Penulis tamat pendidikan dasar di sekolah Al-Irsyad tahun 1969, melanjutkan di SMP Muhammadiyah tamat tahun 1972 dan pendidikan menengah atas di
SMA Negeri tamat tahun 1975, semuanya di Banyuwangi. Pendidikan tinggi (S1)
di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, lulus tahun 1983 dengan
skripsi di bidang reproduksi ternak. Tahun 1994, melalui program OTO
BAPPENAS, penulis berkesempatan menempuh pendidikan S2 di Fakultas
Pertanian Gifu University Jepang, lulus tahun 1997 dalam bidang ilmu terapan
remote sensing (penginderaan jauh) untuk mengestimasi potensi wilayah dalam
penyediaan pakan hijauan ternak menggunakan data satelit. Selain pendidikan
formal, penulis juga berkesempatan mengikuti beberapa pelatihan, baik di dalam
negeri maupun luar negeri, antara lain di Jerman tahun 1990 tentang Farming
System and Livestock Production, di Inggris tahun 1999 tentang Manajemen dan
teknik fasilitasi, dan studi banding pembangunan peternakan ke Sudan-Afrika
tahun 2007, penulis tergabung sebagai anggota Tim Ahli Departemen Pertanian.
Setelah lulus S1 tahun 1983, penulis langsung bekerja sebagai petugas
lapangan (satgas) Proyek Pengembangan Petani-Ternak Kecil bantuan Bank
Dunia (IFAD) ditempatkan di daerah transmigrasi Lampung. Tahun 1983-1986 di
Kecamatan Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah dan 1983-1989 di
Kecamatan Palas Lampung Selatan. Tahun 1989 penulis pindah ke Jakarta
masih bekerja di proyek yang sama, di Bagian Teknis dari Project Management
Office (PMO) IFAD di Jakarta. Tahun 1994, ketika proyek IFAD selesai, penulis
ditempatkan di Bagian Organisasi dan Tatalaksana (ORTALA) Sekretariat
Direktorat Jenderal Peternakan. Tahun 1997 sepulang sekolah S2, penulis
diangkat sebagai Kasubbag Organisasi dan Perpustakaan. Kemudian berturutturut diangkat sebagai Kasubbag Analisis Jabatan dan Jabatan Fungsional tahun
1999; Kasubbag Mutasi Kepegawaian tahun 2000 s/d tahun 2005. Akhir tahun
2005 dipromosikan sebagai Kasubdit Pakan, Direktorat Budidaya Ternak
Ruminansia. Awal tahun 2008, penulis kembali ke Sekretariat Direktorat Jenderal
Peternakan sebagai Kepala Bagian Perencanaan, Direktorat Jenderal
Peternakan. Akhir tahun 2008 dimutasi kembali sebagai Kasubdit Pakan dan
sejak tanggal 29 November 2010 dipercaya menjabat sebagai Direktur Pakan
Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Aktivitas lain penulis, sejak tahun 1998 adalah aktif sebagai fasilitator
pelatihan dengan pendekatan partisipatif dan pendidikan orang dewasa. Tema
sentral pelatihan umumnya adalah berkaitan dengan “mewirausahakan
birokrasi,” beberapa subyek pelatihan yang penulis fasilitasi adalah “Manajemen
mutu terpadu (TQM)” “Perencanaan secara partisipatif” “Penyusunan logical
framework” dan “Teknik fasilitasi.”
xii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………….......

xiii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………….......

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................

xv

I.

PENDAHULUAN ............................................................................................
Latar Belakang Penelitian………………………………………………..............
Masalah Penelitian …………………………………………………………........
Tujuan Penelitian …………………………………………………………….......
Kegunaan Penelitian dan Novelty.……………………………………...............

1
1
5
7
8

II.

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
Proses Adopsi dan Difusi Inovasi .................................................................
Proses Adopsi Inovasi.........................…………………...........................
Proses Difusi Inovasi ..............................................……………………...
Proses Komunikasi …................. ………………………………………....
Sistem Sosial dan Perubahan Sosial ......................................................
Tingkat dan Kecepatan Adopsi Inovasi ...................................................
Persepsi .........................................................................................................
Penelitian Terkait Adopsi Inovasi dan Implementasi IB .................………….
Karakteristik Peternakan Sapi Potong ...........................................................
Kebijakan Perbibitan ............... ………………………………………………....
Kebijakan Publik ........……………………………………………………...
Konsep Perbibitan ...................................................................................
Sejarah Kebijakan Perbibitan di Indonesia ………………………………
Inseminasi Buatan dan Sejarah Perkembangannya ...………………….
Pengorganisasian Inseminasi Buatan .……………………………………
Penyuluhan ....................................................................................................
Konsep dan Pengertian Penyuluhan .......................................................
Empat Generasi Penyuluhan di Asia ......................................................
Paradigma Baru Penyuluhan ..................................................................
Pelayanan yang Bermutu ………………………………………………….........
Filosofi dan Konsep Pelayanan yang Bermutu .......................................
Konsep Mutu .……………………………………………………….............
Konsep Pelanggan ………………………………………………………….

9
9
10
12
14
15
17
19
20
24
26
26
27
30
34
36
38
38
42
43
46
46
47
50

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS .................................................
Kerangka Pemikiran .......................................................................................
Hipotesis ........................................................................................................

53
53
56

IV. METODE PENELITIAN …………………………………………………...........
Rancangan Penelitian ……………………………………………………..........
Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………………...........
Populasi dan Sampel …………………………………………………..............
Populasi ..................................................................................................
Sampel ....................................................................................................
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ………………………………................
Jenis data ................................................................................................
Teknik pengumpulan data .......................................................................

57
57
57
58
58
58
59
59
59

xiii

Operasionalisasi dan Cara Pengukuran Variabel ………………...............
Uji kesahihan (Validitas) ..............................................................................
Uji Keterandalan (Reliabilitas) .....................................................................
Analisis Data ...............................................................................................

60
66
67
67

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................................
Gambaran Umum Daerah Penelitian ...........................................................
Pembangunan peternakan di Provinsi Jawa Timur dan Bali ................
Kondisi Peternakan Sapi Potong...........................................................
Identifikasi Karakteristik Internal, Eksternal, Usaha dan Persepsi Peternak
Sapi Potong .................................................................................................
Karakteristik Internal Peternak Sapi Potong ........................................
Karakteristik Usaha Peternak Sapi Potong ..........................................
Karakteristik Eksternal Peternak Sapi Potong .....................................
Persepsi Peternak Sapi Potong terhadap Inovasi IB ...........................
Tingkat Penerapan dan Kecepatan Adopsi Inovasi IB ................................
Tingkat penerapan IB ...........................................................................
Tingkat kecepatan adopsi inovasi IB ....................................................
Model Keterkaitaan Faktor-Faktor dalam Penerapan IB pada Peternak
Sapi Potong..................................................................................................
Validitas dan Reliabilitas konstruk ........................................................
Konstruk karakteristik internal peternak sapi potong (KIP) ...........
Konstruk karakteristik usaha peternak sapi potong (KUP) ...........
Konstruk karakteristik eksternal peternak sapi potong (KEP) .......
Konstruk persepsi peternak sapi potong terhadap IB ...................
Konstruk tingkat penerapan IB (TPA-IB) .......................................
Konstruk tingkat kecepatan adopsi inovasi IB (TKA-IB) ...............
Model Pengukuran dan Persamaan Struktural Adopsi Inovasi IB........
Strategi Kebijakan Perbibitan terhadap Penerapan IB pada Peternak
Sapi Potong ...............................................................................................
Konsep perbibitan sapi .........................................................................
Penerapan IB pada sapi potong dalam sistem perbibitan ...................
Arah kebijakan perbibitan sapi potong .................................................
Proses formulasi strategi kebijakan perbibitan sapi potong .................
Faktor internal strategis penerapan IB pada peternak sapi potong......
Faktor eksternal strategis penerapan IB pada peternak sapi potong...
Strategi kebijakan IB .............................................................................

79
79
79
82
83
83
87
91
95
109
109
114
119
119
120
122
124
126
131
133
135
148
148
149
150
154
155
158
160

VI. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 165
Simpulan....................................................................................................... 165
Saran ........................................................................................................... 166
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….... 169
LAMPIRAN …………………………………………………………………………...

xiv

177

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Kronologis tindakan pemerintah di bidang perbibitan sapi .........................

29

2.

Produksi semen nasional dalam kurun waktu 2001-2010 ..........................

36

3.

Perbandingan antara barang dan jasa ........................................................

49

4.

Populasi sapi, peternak dan penyebaran responden di masing-masing
lokasi penelitian ...........................................................................................

58

.

5.

Distribusi indikator karakteristik internal peternak sapi potong ...................

84

6.

Rataan nilai indikator KIP sapi potong antar lokasi penelitian......................

87

7.

Distribusi indikator karakteristik usaha peternak sapi potong .....................

88

8.

Tujuan pemeliharaan sapi potong ...............................................................

90

9.

Rataan nilai indikator KUP sapi potong antar lokasi penelitian....................

91

10. Distribusi indikator karakteristik eksternal peternak sapi potong.................

92

11. Rataan nilai indikator KEP sapi potong antar lokasi penelitian....................

94

12. Persepsi peternak sapi potong terhadap aspek teknis IB............................

99

13. Persepsi peternak sapi potong terhadap aspek sosial budaya IB ..............

101

14. Persepsi peternak sapi potong terhadap aspek ekonomi IB ....................... 102
15. Persepsi peternak sapi potong terhadap aspek kebijakan IB .....................

104

16. Rataan nilai indikator persepsi sapi potong antar lokasi penelitian............. 106
17. Tingkat penerapan IB .................................................................................. 110
18. Rataan nilai indikator tingkat penerapan IB antar lokasi penelitian.............

114

19. Tingkat kecepatan adopsi inovasi IB ........................................................... 115
20. Rataan nilai indikator tingkat kecepatan adopsi inovasi IB antar lokasi
penelitian...................................................................................................... 117
21. Dekomposisi pengaruh antar peubah/sub peubah model tingkat
penerapan dan kecepatan adopsi dan inovasi IB ........................................ 142
22. Koefisien dan t-hitung pengaruh KIP, KUP, KEP dan Persepsi peternak
sapi potong terhadap tngkat penerapan dan kecepatan adopsi inovasi IB.. 145
23. Indikator-indikator yang signifikan terhadap konstruk ................................. 155
24. Ringkasan faktor analisis internal kekuatan dan kelemahan
penerapan IB pada peternak sapi potong ...................................................

157

25. Ringkasan faktor analisis eksternal peluang dan ancaman
penerapan IB pada peternak sapi potong ...................................................

159

26. Matriks analisis SWOT untuk perumusan strategi kebijakan
perbibitan/IB pada peternak sapi potong ....................................................

161

xv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Model proses keputusan inovasi ……………………………………………..

10

2.

Tahapan proses adopsi oleh individu ………………………………………..

11

3.

Model implementasi kebijakan menurut Sabatier dan Mazmanian ............

27

4.

Metode kualitas jasa menurut Deming: proses yang diperluas ……….......

47

5.

Model konseptual mutu pelayanan ..............................................................

48

6.

Keterkaitan kebijakan perbibitan sapi dan penerapan IB dalam
mendukung PSDS 2014 ................................. ............................................

54

Kerangka pemikiran penelitian implikasi kebijakan perbibitan sapi
terhadap adopsi inovasi IB pada peternak sapi potong ............................

55

8.

Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ..............................

75

9.

Model hubungan antar faktor-faktor terkait dalam penerapan IB ...............

76

7.

10. Statistik t-hitung parameter hubungan antara konstruk KIP dan
variabel indikatornya .............................................................................

121

11. Estimasi parameter hubungan antara konstruk KIP dan
variabel indikatornya ...................................................................................

122

12. Statistik t-hitung parameter hubungan antara konstruk KUP dan
variabel indikatornya ...................................................................................

123

13. Estimasi parameter hubungan antara konstruk KUP dan
variabel indikatornya ...................................................................................

124

14. Statistik t-hitung parameter hubungan antara konstruk KEP dan
variabel indikatornya ...................................................................................

124

15. Estimasi parameter hubungan antara konstruk KEP dan
variabel indikatornya ...................................................................................

125

16. Statistik t-hitung parameter hubungan antara persepsi dan indikatornya...

127

17. Estimasi parameter hubungan antara persepsi dan indikatornya ..............

129

18. Statistik t-hitung parameter hubungan antara TPA-IB dan indikatornya.....

131

19. Estimasi parameter hubungan antara TPA-IB dan indikatornya ................

132

20. Statistik t-hitung parameter hubungan antara TKA-IB dan indikatornya.....

134

21. Estimasi parameter hubungan antara TKA-IB dan indikatornya ................

135

22. Statistik t-hitung parameter model struktural tingkat penerapan IB
dan tingkat kecepatan adopsi inovasi IB ..................................................... 137
23. Estimasi parameter model struktural tingkat penerapan IB dan tingkat
kecepatan adopsi inovasi IB ........................................................................ 138
24. Model struktural hubungan antara KIP, KUP, KEP, Persepsi dan tingkat
penerapan serta tingkat kecepatan adopsi inovasi IB ................................

xvi

140

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Produksi semen beku BBIB Singosari dan BIB Lembang tahun 2001-2011.. 177

2.

Kuesioner penelitian implikasi kebijakan perbibitan sapi terhadap adopsi
inovasi inseminasi buatan pada peternak sapi potong................................... 179

3.

Daftar pertanyaan data kualitatif .................................................................... 193

xvii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014,
adalah meningkatkan penyediaan pangan hewani dan kesejahteraan peternak
melalui kebijakan dan program pembangunan peternakan yang berdaya saing
dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal.
Secara khusus tujuan pembangunan peternakan adalah (1) Meningkatkan
jaminan ketersediaan benih dan bibit ternak yang berkualitas, (2) Meningkatkan
populasi dan produktivitas ternak ruminansia, (3) Meningkatkan populasi dan
produktivitas ternak non-ruminansia, (4) Meningkatkan dan mempertahankan
status kesehatan hewan, (5) Meningkatkan jaminan keamanan produk hewan
dan (6) Meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat. Sedangkan kegiatan
prioritas Direktorat Jenderal Peternakan adalah Pencapaian Swasembada
Daging Sapi (PSDS) 2014, melalui kegiatan pokok: (1) Peningkatan kuantitas
dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal, (2)
Peningkatan produksi ternak ruminansia dan nonruminansia dengan pendayagunaan sumberdaya lokal, (4) Pengendalian dan penanggulangan penyakit
hewan menular strategis dan penyakit zoonosis, (5) Penjaminan pangan asal
hewan yang aman dan halal serta pemenuhan persyaratan produk hewan nonpangan dan (6) Peningkatan koordinasi dan dukungan manajemen di bidang
peternakan (Ditjennak 2009a: 28-51).
PSDS Tahun 2014. Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014
merupakan salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait
dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis
sumberdaya domestik. Saat ini kebutuhan daging sapi terus meningkat. Produksi
daging sapi lokal selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 mengalami
fluktuasi. Dari tahun 2005 hingga tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar
19,2%, lalu terjadi penurunan pada tahun 2007 menjadi 18,8% dan selanjutnya
mengalami peningkatan lagi sampai dengan tahun 2009 dengan rata-rata
peningkatan 9,1% per tahun. Kekurangan kebutuhan untuk konsumsi dipenuhi
dari impor ternak bakalan (feeder cattle) dan daging sapi. Selama kurun waktu
tahun 2005 sampai dengan 2008 mengalami peningkatan rata-rata sebesar
10,6% per tahun dan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 5%

2

dibanding tahun 2008. Sementara itu, pertumbuhan populasi sapi potong dari
tahun 2005 hingga 2009 mengalami kenaikan. Pada tahun 2005 populasi sapi
sebanyak 10,5 juta ekor dan pada thaun 2006 menjadi 10,9 juta ekor, atau
meningkat 2,8%. Kenaikan populasi meningkat tajam pada tahun 2007 dan 2008
yakni masing-masing 5,5% dan 6,9%. Kenaikan sapi ini kemudian melambat
pada tahun 2009 yaitu menjadi 2,4%. (Ditjennak 2010:12).
Isu strategis yang menjadi permasalahan sekaligus

tantangan menuju

swasembada daging sapi ini adalah masih rendahnya produktivitas sapi lokal,
yang ditunjukkan dengan (1) tingginya tingkat kematian sapi di beberapa wilayah,
yaitu untuk pedet antara 20 sampai 40% dan sapi induk 10 hingga 20 persen, (2)
sapi betina produktif yang dipotong mencapai 150-200 ribu ekor per tahun (3)
banyak sapi-sapi muda yang dipotong sebelum mencapai berat optimalnya,
sehingga sapi hanya memproduksi daging sekitar 60-80% dari potensi
maksimalnya, (4) produktivitas sapi yang masih sangat beragam, antara lain sapi
persilangan hasil inseminasi buatan (IB) yang dipelihara dengan cara seadanya
dan (5) langkanya sapi jantan di daerah sumber bibit dengan pola pemeliharaan
ekstensif (digembalakan) karena semua sapi jantan dijual atau dipotong.
PSDS 2014 ini diimplementasikan melalui lima kegiatan pokok, yaitu (a)
Penyediaan sapi bakalan/daging sapi lokal, (b) Peningkatan produktivitas dan
reproduktivitas sapi lokal, (c) Pencegahan pemotongan sapi betina produktif, (d)
Penyediaan sapi bibit, (e) Pengaturan stock daging sapi dalam negeri. Secara
lebih rinci, lima kegiatan pokok tersebut dijabarkan menjadi 13 kegiatan
operasional

yang

meliputi:

(1)

Pengembangan

usaha

pembiakan

dan

penggemukan sapi lokal, (2) Pengembangan pupuk organik dan biogas, (3)
Pengembangan integrasi ternak-tanaman, (4) Pemberdayaan dan peningkatan
kualitas rumah potong hewan, (5) Optimalisasi kegiatan IB dan intesivikasi kawin
alam, (6) Penyediaan dan pengembangan pakan dan air, (7) Penanggulangan
gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan, (8)
Penyelamatan sapi betina produktif, (9) Penguatan wilayah sumber bibit dan
kelembagaan usaha perbibitan, (10) Pengembangan usaha perbibitan sapi
potong melalui village breeding center (VBC), (11) Penyediaan bibit sapi melalui
subsidi bunga (program kredit usaha pembibitan sapi/KUPS), (12) Pengaturan
stock sapi bakalan dan daging, (13) Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi
dan daging serta operasional kegiatan pusat/provinsi/kabupaten/kota.

3

Beberapa kegiatan operasional PSDS 2014 dalam mendukung kegiatan
pokok sebagaimana tersebut di atas, antara lain melalui (1) penguatan wilayah
sumber bibit dan kelembagaan usaha perbibitan, (2) pengembangan usaha
pembibitan sapi potong melalui VBC dan (3) kegiatan optimalisasi IB. Khusus
kegiatan optimalisasi IB, ini dilakukan mengingat (1) potensi populasi ternak sapi
induk yang ada, (2)

teknologi IB yang sudah dikuasai dan sudah banyak

diadopsi oleh peternak, (3) jumlah SDM (inseminator, pemeriksa kebuntingan
dan asisten teknik reproduksi) yang tersedia

dan (4) dukungan infrastruktur

(produksi semen, peralatan, kelembagaan IB dan peternak). Hal ini juga sejalan
dengan visi Direktorat Jenderal Peternakan 2009-2014, yaitu menjadi direktorat
jenderal peternakan yang profesional dalam mewujudkan peternakan yang
berdaya saing dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lokal untuk mewujudkan penyediaan dan keamanan pangan hewani
serta meningkatkan kesejahteraan peternak.
Teknologi IB diperkenalkan di Indonesia pada tahun lima-puluhan.
Kemudian mulai dilakukan ujicoba dan disosialisasikan ke daerah-daerah pada
tahun 1969, namun kebijakan penerapan IB oleh Pemerintah c.q Direktorat
Jenderal Peternakan baru dimulai tahun 1976 bersamaan dengan diresmikannya
Sentra Inseminasi Buatan Lembang. Kebijakan penerapan IB saat itu ditujukan
untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sapi perah dan sapi potong.
Untuk sapi perah ditempuh melalui grading-up dengan mendatangkan pejantan
unggul (proven bull) dari luar negeri. Sedangkan untuk sapi potong, melalui
grading-up ternak asli seperti sapi Bali dan Ongole dan melalui persilangan
dengan sapi potong dari luar negeri (BIB Lembang 2001:1).
Inseminasi Buatan sebagai teknologi reproduksi dalam penerapannya tidak
dapat dipisahkan dengan sistem perkawinan yang merupakan salah satu
instrumen dalam mengimplementasikan kebijakan di bidang perbibitan. Menurut
Gordon (2004:49-50), bahwa IB sebagai teknologi reproduksi, tidak diragukan
lagi adalah cara yang paling penting yang diterapkan pada sapi selama abad 20,
karena IB secara relatif, lebih murah dan mudah untuk diterapkan. Menurut
Skjervold (1982:13-14), selama dua dekade terakhir IB telah menjadi cara
perkawinan yang paling penting, dan lebih jauh IB telah memberikan dimensi
baru pada kegiatan pembibitan ternak sapi.
Inseminasi Buatan, secara umum bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu
genetik ternak hasil IB, (2) mempercepat penyebaran gen-gen unggul pada sapi

4

keturunannya dan (3) meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan unggul
(Foote 1981:13-39 dan Gordon 2004:51). Implikasi dari penerapan IB ini adalah
meningkatnya produksi dan produktivitas ternak turunannya, sekaligus dapat
meningkatkan populasi. Setelah hampir empat dekade sejak IB diperkenalkan,
fenomena respons masyarakat terhadap teknologi IB ini bervariasi. Fenomena
tersebut secara umum dapat dikategorikan menjadi empat macam: (1) menjadi
IB minded, (2) menerima, (3) masih mencoba-coba dan (4) menolak.
Dari aspek penyuluhan, teknologi IB telah menggantikan cara perkawinan
sapi yang selama ini dilakukan secara turun-temurun, yaitu kawin secara alami.
Aspek lain, pemeliharaan sapi potong dan cara perkawinan telah menjadi bagian
dari sistem sosial dan budaya masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu,
proses perubahan perilaku peternak sapi potong dalam merespons IB sebagai
suatu inovasi teknologi reproduksi bukanlah hal yang sederhana. Hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor dan prosesnya membutuhkan waktu. Beberapa
faktor yang mempengaruhi respons peternak dengan diperkenalkannya suatu
inovasi, secara umum dipengaruhi oleh masalah teknis, sosial, ekonomi dan
budaya. Menurut Lionberger dan Gwin (1982:5) hal tersebut sebagian
dipengaruhi oleh (1) faktor individu, (2) sebagian oleh situasi di mana dia berada,
dan (3) sifat dari gagasan inovasi tersebut. Lebih jauh dikatakan, bahwa respons
terhadap suatu inovasi sangat berbeda antara orang-perorang dan masyarakat
yang satu dengan yang lain, serta peubah-peubahnya juga berbeda. Hal ini
mengindikasikan diperlukannya pendekatan yang berbeda dalam memberikan
penyuluhan IB kepada masyarakat.
Terhadap perkawinan silang ataupun pemurnian yang menggunakan IB di
Indonesia, Hardjosubroto et al., (1997:250) mengingatkan agar memperhatikan
aspek sosial dan budaya. Artinya, persoalan kebijakan bibit tidak semata-mata
masalah teknis dan/atau ekonomi saja, tetapi juga menyangkut masalah sosial
dan budaya. Sebagai contoh, persilangan antara sapi Madura dengan pejantan
Santa Gertrudis di Socah Madura, telah menghasilkan sapi Madrali yang lebih
produktif. Tetapi sapi Madrali akhirnya ditolak oleh penduduk karena sapi Madrali
tidak dapat digunakan untuk karapan. Contoh lain misalnya hasil persilangan
antara sapi PO dengan sapi Hereford di Sawangan Jawa Tengah, yang
walaupun dari segi produksi cukup baik, tetapi telah mengecewakan penduduk
karena sapi hasil silangan ini tidak berpunuk sehingga tidak dapat digunakan
untuk membajak.

5

Dari aspek kebijakan perbibitan, Pane (1993:2) sangat menyayangkan
bahwa hingga saat ini tidak ada data yang lengkap, baik itu hasil pemurnian sapi
Ongole di Sumba maupun hasil persilangan antara sapi Ongole (murni) dengan
sapi Jawa menjadi sapi PO (Peranakan Ongole). Bahkan sapi PO, walaupun
sudah menjadi suatu jenis tersendiri –kini banyak disilangkan dengan sapi
Simental dan Limousine- tapi performansnya belum diketahui. Demikian pula
dengan komposisi darahnya. Seharusnya, sebelum suatu usaha peningkatan
mutu sapi tersebut dimulai, sudah diketahui terlebih dahulu mutu dan komposisi
darah tetuanya (Pane 1993: 23). Belum lagi sapi perah Grati, bagaimana
komposisi darahnya? Hal ini mengakibatkan tujuan perbaikan mutu genetik sapisapi di Indonesia menjadi tidak jelas.
Pengorganisasian IB ini melibatkan banyak institusi, baik pemerintah,
swasta maupun masyarakat. Dari aspek kebijakan, masalah perbibitan masih
merupakan kewenangan Pusat (Pemerintah). Penyediaan peralatan dan bahan,
khususnya container dan N 2 cair oleh perusahaan swasta. Sedangkan pelaksana
di lapangan dilakukan oleh inseminator. Terdapat dua status inseminator, yaitu
(1) sebagai aparat pemerintah (Inseminator plat merah) dan (2) yang dilakukan
oleh masyarakat sendiri (inseminator swadaya/mandiri), khususnya untuk
daerah-daerah yang sudah maju dan peternaknya sudah IB-minded.
Setelah sekitar empatpuluhan tahun IB ini diperkenalkan dan diterapkan
pada

peternakan

sapi

potong,

maka

perlu

dilakukan

penelitian

yang

komprehensif dan mendalam, apakah hasilnya ini sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai dalam penetapan kebijakan perbibitan; atau, adakah
implikasi-implikasi lain yang mengharuskan pemerintah untuk meninjau kembali
kebijakan perbibitan tersebut.

Masalah Penelitian
Proses adopsi dan difusi inovasi IB bukanlah hal yang sederhana. Hal ini
dipengaruhi banyak faktor, yaitu (1) peternaknya sendiri, (2) lingkungan di mana
peternak berada dan (3) persepsi peternak terhadap IB dari aspek teknis, sosialbudaya, ekonomi dan kebijakan pemerintah di bidang perbibitan. Oleh karena itu,
IB sebagai suatu inovasi, akan membawa implikasi baik secara teknis, sosialekonomi maupun budaya suatu sistem sosial (masyarakat). Menurut van den
Ban dan Hawkins (1999:140), dalam kebanyakan penelitian tentang difusi
inovasi, sedikit sekali perhatian diberikan terhadap perubahan yang besar dalam
struktur sosial atau cara hidup masyarakat. Perubahan kelembagaan dan

6

masyarakat jarang diteliti, padahal perubahan sosial yang demikian sangat
penting, khususnya di kalangan masyarakat pedesaan.
Inseminasi

Buatan

adalah

salah

satu

teknologi

reproduksi

yang

diperkenalkan sejak empat dekade yang lalu. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan persepsi peternak terhadap IB, ada yang
setuju dengan penerapan IB, ada yang ragu-ragu, bahkan ada yang menolak.
Secara teknis,

IB sebagai salah satu teknik perkawinan sekaligus sebagai

instrumen implementasi kebijakan perbibitan pada sapi, telah (1) mempercepat
penyebaran gen-gen sapi unggul, baik yang berasal dari sapi pejantan asli dan
lokal, maupun yang berasal dari sapi-sapi impor, khususnya jenis Simental,
Limousin dan Brahman, (2) menggantikan sistem kawin alami yang selama ini
digunakan oleh masyarakat. Hal ini berarti telah mengubah (a) status
kepemilikan sapi jantan, khususnya pejantan “unggul” sebagai pemacek, (b)
peran peternak pemilik pemacek dalam masyarakat dan (c) hubungan (interaksi)
sosial antara peternak pemilik pemacek dan masyarakat pengguna pemacek
tersebut. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sapi turunan hasil
perkawinan silang antara sapi impor dan sapi asli atau lokal, mempunyai harga
jual yang lebih tinggi dibanding dengan harga sapi turunan hasil perkawinan
antar sapi asli ataupun sapi lokal (pemurnian). Hal ini disebabkan turunan hasil
persilangan mempunyai berat lahir, pertambahan berat badan harian dan berat
hidup yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perkembangan jumlah akseptor IB,
khususnya untuk persilangan, pada tiga dekade awal sangat pesat. Sedangkan
pada separuh dekade terakhir menunjukkan tanda-tanda kejenuhan, bahkan
penurunan.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, dari sisi tujuan pemerintah untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas ternak sapi potong, dan meningkatkan
pendapatan peternak sapi potong, telah menunjukkan keberhasilan. Namun, dari
sisi perbibitan sapi potong, jika keinginan peternak untuk menyilangkan sapi asli
atau lokal dengan sapi impor tidak direncanakan dengan baik, dikendalikan,
tidak dicatat secara rapih dan lengkap, maka arah kebijakan perbibitan sapi
potong akan menjadi kabur. Sapi asli dan lokal sebagai kekayaan sumberdaya
genetik ternak Indonesia akan punah karena tidak dilakukan konservasi, seperti
kasus sapi Jawa. Sementara,

hasil persilangan dengan sapi impor tidak

teridentifikasi dengan jelas, baik silsilah maupun komposisi darah tetuanya. Dari
aspek sosial-budaya, beberapa

kasus juga menunjukkan bahwa walaupun

7

terjadi peningkatan produktivitas sapi turunan hasil persilangan, tetapi secara
sosial-budaya tidak dapat diterima oleh masyarakat, seperti hasil persilangan
antara sapi Madura dan Santa gertrudis, tidak dapat untuk karapan. Begitupun
persilangan antara sapi

PO dan sapi Hereford walaupun dari segi produksi

cukup baik, tetapi telah mengecewakan penduduk karena turunannya tidak
berpunuk sehingga tidak dapat digunakan untuk menarik bajak, dan lain-lain.
Fenomena ini perlu diteliti lebih beragam dan lebih dalam untuk memperoleh
realitas sebenarnya dari implikasi penerapan IB di masyarakat.
Sebagai suatu inovasi teknologi, sejauh ini penelitian IB lebih banyak
dilakukan terhadap aspek teknisnya, sedikit sekali penelitian IB dikaitkan dengan
masalah ekonomi dan sosial-budaya, lebihjauh dikaitkan dengan masalah
perilaku dan perubahan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang
menyeluruh dan mendalam terhadap implikasi penerapan IB dalam masyarakat,
terutama dikaitkan dengan karakteristik peternak sapi potong dan persepsi
mereka

terhadap IB baik dari aspek teknis, sosial-budaya, ekonomi dan

kebijakan pemerintah.
Masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah karakteristik internal dan eksternal serta karakteristik usaha
peternak sapi potong peserta IB?

2.

Bagaimanakah persepsi peternak sapi potong terhadap IB dari aspek teknis,
sosial-budaya, ekonomis dan kebijakan di bidang IB?

3.

Bagaimanakah pola keterkaitan karakteristik internal dan eksternal peternak
sapi potong, karakteristik usaha dan persepsi peternak tentang IB terhadap
tingkat penerapan dan kecepatan adopsi inovasi IB?

Tujuan Penelitian
Penelitian implikasi kebijakan perbibitan sapi terhadap adopsi inovasi IB
pada peternak sapi potong ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tingkat
dan kecepatan adopsi inovasi IB.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.

Mengidentifikasi penerapan IB berdasarkan karakteristik internal dan
eksternal s