ANALISIS EKSTERNALITAS TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) PIYUNGAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(1)

i

THE EXTERNALITIES ANALYSIS OF PIYUNGAN INTEGRATED WASTE MANAGEMENT FACILITY (TPST) OF BANTUL REGENCY SPECIAL

REGION OF YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh :

TRI WIDYANINGSIH 20130430225

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

THE EXTERNALITIES ANALYSIS OF PIYUNGAN INTEGRATED WASTE MANAGEMENT FACILITY (TPST) OF BANTUL REGENCY SPECIAL

REGION OF YOGYAKARTA

Oleh :

TRI WIDYANINGSIH 20130430225

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

xiii

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 32

3.1. Skala Likert Pertanyaan Positif Dan Negatif ... 41

4.1. Komposisi Penduduk Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2016 ... 52

4.2. Komposisi Penduduk Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran Berdasarkan UsiaTahun 2016 ... 53

4.3. Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sitimulyo dan Desa BawuranTahun 2016 ... 54

4.4. Komponen Sampah Di TPST Piyungan ... 55

4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 60

4.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir ... 61

4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 61

4.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal... 63

5.1. Hasil Uji Validitas Dampak Ekonomi... 65

5.2. Hasil Uji Validitas Dampak Sosial ... 65

5.3. Hasil Uji Validitas Dampak Lingkungan ... 66

5.4. Uji Reliabilitas ... 67

5.5. Deskriptif Statistik ... 67

5.6. Sumber-Sumber Pendapatan yang Muncul Dalam Masyarakat Akibat Keberadaan TPST Piyungan ... 77

5.7. Hasil Pengujian Kualitas Air Sumur Di Sekitar TPST Piyungan Tahun 2016 ... 88

5.8. Pendapatan Bersumber Langsung Dari TPST Piyungan ... 97

5.9. Biaya Pengganti Konsumsi Air Bersih ... 100

5.10. Biaya Pengobatan Gratis Bagi Warga Masyarakat Sekitar TPST Piyungan Tahun 2015-2016 ... 102

5.11. Biaya Pengobatan Responden Akibat Pencemaran Dari TPST Piyungan Tahun 2016 ... 103

5.12. Total Nilai Eksternalitas Negatif TPST Piyungan ... 104

5.13. Biaya Penggunaan Peralatan Pemulung Di TPST Piyungan ... 113

5.14. Penerimaan Pemulung Di TPST Piyungan ... 114


(10)

(11)

xv

2.1. Kerangka Pemikiran ... 35 4.1. Peta TPST Piyungan ... 57 5.1. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Terbuka Lapangan Kerja

Akibat TPST Piyungan ... 70 5.2. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Penurunan Jumlah

Pengangguran Akibat TPST Piyungan ... 72 5.3. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Peningkatan Pendapatan

Keluarga Akibat TPST Piyungan ... 73 5.4. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Tumbuhnya Lapangan

Usaha Baru Akibat TPST Piyungan ... 74 5.5. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Peningkatan Pembangunan

Sarana dan Prasaran Akibat TPST Piyungan ... 75 5.6. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Peningkatan Jumlah Pendatang

Akibat TPST Piyungan ... 80 5.7. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Terjadinya Konflik Sosial

Akibat TPST Piyungan ... 81 5.8. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Perubahan Perilaku

Masyarakat Akibat Keberadaan Pendatang ... 82 5.9. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Munculnya Kriminalitas dalam

Masyarakat ... 84 5.10. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Meningkatkan Kepedulian

Antara Pendatang Dan Masyarakat Setempat ... 85 5.11. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Pencemaran

Air Akibat TPST Piyungan ... 86 5.12. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Pencemaran

Udara Akibat TPST Piyungan... 90 5.13. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Gangguan

Kesehatan Akibat Pencemaran dari TPST Piyungan ... 91 5.14. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Penurunan

Estetika dan Kebersihan Lingkungan Akibat TPST Piyungan ... 93 5.15. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Kebisingan

Akibat Mobilitas Truk Pengangkut Sampah ... 95 5.16. Sumber Air Bersih Masyarakat Sekitar TPST Piyungan ... 99 5.17. Pola Rantai Pasok Sampah TPST Piyungan ... 107


(12)

(13)

xvii Lampiran 2 Data Responden

Lampiran 3 Data Input

Lampiran 4 Uji Statistik Deskriptif Lampiran 5 Uji Validitas

Lampiran 6 Uji Reliabilitas

Lampiran 7 Data Biaya Pengganti Air Lampiran 8 Data Biaya Berobat

Lampiran 9 Data Jumlah Ternak Yang Dimiliki Responden Di TPST Piyungan Lampiran 10 Biaya Yang Dikeluarkan Dalam Beternak

Lampiran 11 Analisis Pendapatan Ternak Sapi Di TPST Piyungan

Lampiran 12 Data Sumber Pendapatan Yang Muncul Dalam Masyarakat Sekitar TPST Piyungan

Lampiran 13 Biaya Dan Penerimaan Pemulung TPST Piyungan Lampiran 14 Data Biaya Dan Penerimaan Usaha Pengepul Kecil

Lampiran 15 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Rumah Tangga Yang Menerima Pendapatan (Langsung & Tidak Langsung) Dari Keberadaan TPST Piyungan


(14)

(15)

(16)

xiii

3.1. Skala Likert Pertanyaan Positif Dan Negatif ... 41

4.1. Komposisi Penduduk Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2016 ... 52

4.2. Komposisi Penduduk Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran Berdasarkan UsiaTahun 2016 ... 53

4.3. Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sitimulyo dan Desa BawuranTahun 2016 ... 54

4.4. Komponen Sampah Di TPST Piyungan ... 55

4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 60

4.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir ... 61

4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 61

4.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal... 63

5.1. Hasil Uji Validitas Dampak Ekonomi... 65

5.2. Hasil Uji Validitas Dampak Sosial ... 65

5.3. Hasil Uji Validitas Dampak Lingkungan ... 66

5.4. Uji Reliabilitas ... 67

5.5. Deskriptif Statistik ... 67

5.6. Sumber-Sumber Pendapatan yang Muncul Dalam Masyarakat Akibat Keberadaan TPST Piyungan ... 77

5.7. Hasil Pengujian Kualitas Air Sumur Di Sekitar TPST Piyungan Tahun 2016 ... 88

5.8. Pendapatan Bersumber Langsung Dari TPST Piyungan ... 97

5.9. Biaya Pengganti Konsumsi Air Bersih ... 100

5.10. Biaya Pengobatan Gratis Bagi Warga Masyarakat Sekitar TPST Piyungan Tahun 2015-2016 ... 102

5.11. Biaya Pengobatan Responden Akibat Pencemaran Dari TPST Piyungan Tahun 2016 ... 103

5.12. Total Nilai Eksternalitas Negatif TPST Piyungan ... 104


(17)

xiv

5.17. Biaya Penerimaan Dan Keuntungan Pengepul Kecil Di Sekitar TPST Piyungan ... 118


(18)

xv

2.1. Kerangka Pemikiran ... 35 4.1. Peta TPST Piyungan ... 57 5.1. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Terbuka Lapangan Kerja

Akibat TPST Piyungan ... 70 5.2. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Penurunan Jumlah

Pengangguran Akibat TPST Piyungan ... 72 5.3. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Peningkatan Pendapatan

Keluarga Akibat TPST Piyungan ... 73 5.4. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Tumbuhnya Lapangan Usaha

Baru Akibat TPST Piyungan... 74 5.5. Persepsi Responden Terhadap Dampak Ekonomi Peningkatan Pembangunan

Sarana dan Prasaran Akibat TPST Piyungan ... 75 5.6. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Peningkatan Jumlah Pendatang

Akibat TPST Piyungan ... 80 5.7. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Terjadinya Konflik Sosial Akibat

TPST Piyungan ... 81 5.8. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Perubahan Perilaku Masyarakat

Akibat Keberadaan Pendatang ... 82 5.9. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Munculnya Kriminalitas dalam

Masyarakat ... 84 5.10. Persepsi Responden Terhadap Dampak Sosial Meningkatkan Kepedulian

Antara Pendatang Dan Masyarakat Setempat ... 85 5.11. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Pencemaran Air

Akibat TPST Piyungan ... 86 5.12. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Pencemaran

Udara Akibat TPST Piyungan... 90 5.13. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Gangguan

Kesehatan Akibat Pencemaran dari TPST Piyungan ... 91 5.14. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Penurunan

Estetika dan Kebersihan Lingkungan Akibat TPST Piyungan ... 93 5.15. Persepsi Responden Terhadap Dampak Lingkungan Adanya Kebisingan

Akibat Mobilitas Truk Pengangkut Sampah ... 95 5.16. Sumber Air Bersih Masyarakat Sekitar TPST Piyungan ... 99


(19)

(20)

xvii Lampiran 2 Data Responden

Lampiran 3 Data Input

Lampiran 4 Uji Statistik Deskriptif Lampiran 5 Uji Validitas

Lampiran 6 Uji Reliabilitas

Lampiran 7 Data Biaya Pengganti Air Lampiran 8 Data Biaya Berobat

Lampiran 9 Data Jumlah Ternak Yang Dimiliki Responden Di TPST Piyungan Lampiran 10 Biaya Yang Dikeluarkan Dalam Beternak

Lampiran 11 Analisis Pendapatan Ternak Sapi Di TPST Piyungan

Lampiran 12 Data Sumber Pendapatan Yang Muncul Dalam Masyarakat Sekitar TPST Piyungan

Lampiran 13 Biaya Dan Penerimaan Pemulung TPST Piyungan Lampiran 14 Data Biaya Dan Penerimaan Usaha Pengepul Kecil

Lampiran 15 Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Rumah Tangga Yang Menerima Pendapatan (Langsung & Tidak Langsung) Dari Keberadaan TPST Piyungan


(21)

vii

masyarakat yang tinggal di sekitar TPST Piyungan pada jarak ≤ 1 km dari TPST Piyungan. Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner, observasi dan wawancara, dengan 120 orang responden menggunakan metode sensus. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, analisis pendapatan, nilai tambah, cost of illness dan replacement cost.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan TPST Piyungan memberikan pengaruh terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat sekitarnya.. Estimasi nilai eksternalitas positif yang diperoleh sebesar Rp109.847.940,00/tahun dan estimasi nilai eksternalitas negatif bagi masyarakat adalah sebesar Rp71.343.000,00 /tahun. Pemanfaatan sampah anorganik dari TPST Piyungan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp632,00/kg pada pemulung dan Rp392,00/kg pada pengepul.

Kata Kunci : Eksternalitas, cost of illness, replacement cost, nilai tambah, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)


(22)

viii

Piyungan within the distance of less then 1 km from TPST Piyungan. The primary data are used from questionnaires, observation and interviews with 120 respondents using census method. The analysis in this research is descriptive statistics, income analysis, cost of illness, replacement cost and value added.

The results indicate that the existence of TPST Piyungan influenced toward the economical and social aspects as well as the environment of the people around it. The positive externalities value estimation are Rp109.847.940,00/year and the negative externalities value for the people are Rp71.343.000,00/year. Inorganik waste utilization of TPST Piyungan, can give value added Rp632,00/kg for scavengers and Rp392,00/kg for collectors.

Keywords: Externalities, cost of illness, replacement cost, value added, Integrated waste management facility (TPST)


(23)

1

A. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk sebanyak 255.993.674 jiwa atau 3,5% dari jumlah penduduk dunia (CIA World Factbook, 2015). Seperti Negara berkembang pada umumnya, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah berorientasi untuk meningkatkan konsumsi pada masyarakat berpendapatan rendah dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebagai akibat dari kegiatan konsumsi dan produksi yang terus meningkat tersebut jumlah limbah yang dihasilkan juga terus bertambah (Polzer, 2015).

Penduduk merupakan subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan penduduk yang cepat, akan tetapi tidak diimbangi dengan kualitas yang baik akan menghambat tercapainya kondisi ideal antara kualitas dan kuantitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang semakin terbatas setiap tahunnya (Pahlefi, 2014). Segala aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh setiap masyarakat seperti produksi dan konsumsi pasti akan menghasilkan sisa atau limbah yang sudah tidak terpakai lagi atau sering disebut sampah. Peningkatan jumlah sampah merupakan salah satu bentuk dampak negatif dari pembangunan ekonomi. Seiring dengan


(24)

peningkatan jumlah penduduk, jumlah produksi sampah yang dihasilkan juga akan semakin meningkat.

Permasalahan sampah merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh setiap kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan pada data dari Kementerian Lingkungan Hidup (2012) dalam Kajian Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan (2015), volume sampah di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 200.000 ton/hari, dan mengalami trend naik secara signifikan yakni pada tahun 2012 volume sampah di Indonesia menjadi 490.000 ton/hari atau 178.850.000 ton dalam satu tahun.

Peningkatan jumlah penduduk beriringan dengan peningkatan konsumsi dan aktivitas ekonomi yang dilakukannya, hal ini akan berakibat pada peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan. Di kota metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa, mampu menghasilkan sampah 1.300 ton/hari dan di kota besar dengan jumlah penduduk antara 500.000–1.000.000 orang rata-rata menghasilkan sampah 480 ton/hari (Kajian Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan BLH DIY, 2015).

Berdasarkan pada kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada Tahun 2008, sistem pengelolaan sampah di Indonesia saat ini masih berpusat pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yakni sebesar 69%, ditimbun sebesar 10%, dikomposkan dan didaur ulang sebesar 7%, dibakar 5% dan tidak terurus 7% (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008 dalam Kajian Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan BLH DIY, 2015).


(25)

Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk salah satu kota besar di Indonesia dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Tingginya jumlah penduduk inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah timbulan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan pada hasil survei timbulan sampah yang dilakukan oleh BLH Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015, rata-rata timbulan sampah dari perorangan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebanyak 0,44 kg/orang/hari.

TABEL 1.1.

Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2014

No. Kabupaten/ Kota

Luas (Km2)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

2010 2011 2012 2013 2014

1. Kulonprogo 586,27 663 672 678 685 691 2. Bantul 506,85 1.798 1.831 1.857 1.884 1.911 3. Gunungkidul 1485,36 455 460 463 467 470 4. Sleman 574,82 1.902 1.937 1.966 1.995 2.025 5. Yogyakarta 32,50 11.958 12.073 12.158 12.241 12.322

DIY 3.185,80 1.085 1.102 1.115 1.128 1.142 Sumber : bps.go.id/Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka, 2015

Pada tabel 1.1, kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terus meningkat, sehingga jumlah sampah yang dihasilkan juga akan semakin menigkat. Pada tahun 2011, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 920.689 di Daerah Istimewa Yogyakarta mampu menghasilkan timbulan sampah sebesar 10.327m3/hari. Kemudian pada tahun 2012, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 998.328, menghasilkan timbulan sampah sebesar 11.538 m3/ hari. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, produksi sampah yang dihasilkan juga semakin meningkat. Permasalahan sampah ini harus segera ditangani, agar tidak menimbulkan masalah yang lainnya (Data


(26)

SLHD DIY, 2011;Data SLHD DIY, 2012). Berdasarkan pada profil Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta Tahun 2013 menyebutkan bahwa sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir sampah terbanyak adalah dari Kota Yogyakarta yakni sebanyak 34,89%, Sleman sebesar 13,17%, Kulon Progo 7,20%, dan Bantul sebesar 1,91% (Mulasari dkk., 2016).

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanganani masalah sampah tersebut adalah dengan mendirikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Menurut Hifdziyah (2011) Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) merupakan salah satu barang publik yang disediakan oleh pemerintah, begitu pula dengan TPST Piyungan yang termasuk ke dalam jenis barang publik. Pengelolaan sampah juga merupakan suatu barang publik (Coad, 2000 dalam Jati, 2013). Salah satu karakteristik dari barang publik adalah barang yang manfaatnya dirasakan bersama dan dikonsumsikan bersama tetapi dapat terjadi kepadatan serta dapat dijual melalui pasar atau langsung oleh pemerintah (Mangkoesoebroto, 2000 dalam Hifdziyah, 2011).

Sampah yang diangkut ke TPST Piyungan berasal dari Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Sampah yang diangkut TPST Piyungan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2015 volume sampah yang masuk ke TPST Piyungan mencapai 158.599 ribu kg dan setiap harinya TPST Piyungan menampung 400-500 ton sampah. Pengelolaan TPST Piyungan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Kantor Pengelola TPST Piyungan, 2016).


(27)

116,960 123,033

130,826 144,655 141,826

158,599

4.76 5.19

6.33 10.57 -1.96 11.83 -4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 180,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pert um buh an Jum lah Sam pah (%) Juml ah S ampah ( R ibu Kg )

Jumlah sampah (Ribu Kg) Pertumbuhan Jumlah Sampah (%) Sumber : Rekap Volume Sampah TPST Piyungan (diolah), 2016

GAMBAR 1.1.

Jumlah Sampah yang Masuk TPST Piyungan Tahun 2010-2015

Gambar 1.1. menunjukkan bahwa jumlah produksi sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, meskipun pada tahun 2014 mengalami sedikit penurunan volume sampah namun, kembali meningkat pada tahun 2015.

Keberadaan TPST Piyungan sebagai salah satu barang publik dapat menimbulkan eksternalitas baik positif maupun negatif. Eksternalitas juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan pasar (Hifdziyah, 2011). Lokasi TPST Piyungan berdekatan dengan pemukiman warga. Masyarakat yang tingal di sekitar TPST Piyungan menerima berbagai eksternalitas akibat keberadaan TPST Piyungan tersebut.

Eksternalitas dari keberadaan TPA Sampah dapat berupa eksternalitas positif maupun negatif. Eksternalitas positif yang ditimbulkan dari keberadaan TPA antara lain terbukanya lapangan kerja baru, masyarakat dapat hidup dari


(28)

sampah yang menumpuk di TPA untuk di daur ulang terutama sampah anorganik yang meliputi plastik, kertas, besi dan sebagainya. Pemanfaatan sampah untuk daur ulang ini melibatkan beberapa pihak dalam proses daur ulangnya antara lain pemulung, pengepul dan pabrik daur ulang. Pemanfaatan sampah anorganik untuk daur ulang ditujukan agar terjadi peningkatan nilai tambah pada setiap pihak yang terlibat dalam saluran penjualan atau rantai nilai dari sampah anorganik tersebut (Fauziah, 2015).

Usaha daur ulang sampah anorganik ini dapat memberikan nilai positif bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat, terutama masyarakat di sekitar TPA karena sampah tersebut menghasilkan nilai ekonomi bagi mereka (Pahlefi, 2014). Keberadaan TPA Sampah juga menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar melalui kegiatan pemanfaatan sampah anorganik yang ada di TPA sampah seperti memilah sampah dan menjualnya kembali (Rangkuti, 2014). Kegiatan pemanfaatan sampah anorganik untuk di daur ulang dan memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat merupakan salah satu eksternalitas positif terutama dalam bidang ekonomi.

Eksternalitas negatif dari keberadaan TPA Sampah antara lain menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat terutama yang tinggal di sekitarnya (Pahlefi, 2014). Begitu pula dengan TPST Piyungan, dapat menimbulkan eksternalitas negatif berupa pencemaran lingkungan baik itu pencemaran air, udara maupun tanah, serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan terutama bagi masyarakat yang


(29)

tinggal disekitarnya. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan, perlu adanya penanganan yang tepat mengenai pengelolaan TPST Piyungan.

Dalam menangani keberadaan tempat pembuangan akhir sampah sebagai sumber pencemaran lingkungan dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar TPST Piyungan, maka diperlukan sebuah pengelolaan yang tepat agar eksternalitas negatif dari keberadaan TPST Piyungan dapat diminimalkan. Berdasarkan pada adanya eksternalitas baik positif maupun negatif yang dirasakan oleh masyarakat, maka perlu untuk dilakukan penelitian mengenai eksternalitas dari keberadaan TPST Piyungan terhadap masyarakat di sekitarnya, untuk selanjutnya dapat dilakukan upaya mengembangkan eksternalitas positif dan mengatasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sekitar TPST Piyungan.

B. Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1. Peneliti melakukan penelitian terhadap eksternalitas positif dan negatif yang

terjadi dimasyarakat sekitar TPST Piyungan

2. Peneliti melakukan estimasi besarnya nilai eksternalitas positif dan negatif dari keberadaan TPST Piyungan.

3. Peneliti menghitung besarnya nilai tambah sampah anorganik yang diterima pemulung dan pengepul disekitar TPST Piyungan serta meneliti aliran rantai nilai sampah anorganik dari TPST Piyungan.


(30)

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu :

1. Apa saja bentuk eksternalitas positif dan negatif atas keberadaan TPST Piyungan terhadap masyarakat sekitar?

2. Berapa besar nilai eksternalitas positif dan negatif yang ditimbulkan atas keberadaan TPST Piyungan bagi masyarakat sekitar?

3. Bagaimana rantai nilai dan nilai tambah sampah anorganik yang diterima pemulung dan pengepul dari TPST Piyungan?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui bentuk-bentuk eksternalitas yang ditimbulkan dari kerberadaan TPST Piyungan.

2. Mengetahui besarnya nilai eksternalitas positif dan negatif dari keberadaan TPST Piyungan.

3. Mengetahui pola rantai nilai dan besarnya nilai tambah sampah anorganik dari TPST Piyungan yang diterima oleh pemulung dan pengepul.


(31)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi pembangunan maupun ilmu pengetahuan :

1. Manfaat Teoritis. a. Bagi Penulis

Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan dan dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.

b. Bagi Peneliti Berikutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dibidang yang sama.

2. Manfaat Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai eksternalitas keberadaan TPST Piyungan bagi masyarakat. Serta dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan TPST Piyungan.


(32)

10 A.Landasan Teori

1. Pembangunan.

Pembangunan merupakan suatu proses yang meliputi banyak dimensi yakni perubahan dalam struktur sosial, sikap hidup masyarakat, perubahan kelembagaan, pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan nasional, peningkatan pendidikan, peningkatan kesehatan serta pemberantasan kemiskinan (Mukhlis, 2009).

Pembangunan dalam suatu Negara ditujukan dalam tiga hal pokok yaitu meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok masyarakat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses kegiatan ekonomi dan sosial (Todaro, 2006).

Tujuan dari proses pembangunan yang dilakukan suatu Negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Kesejahteraan hidup masyarakat tersebut dapat dilihat dari tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan produk nasional baik GDP (Gross Domestic Product) maupun GNP (Gross National Product) karena adanya peningkatan kuantitas faktor yang digunakan dalam proses produksi tersebut (Hudiyanto, 2014).

Menurut Todaro (2006), pembangunan ekonomi erat kaitannya dengan lingkungan hidup, karena pembangunan ekonomi yang hanya berorientasi pada


(33)

pemenuhan kebutuhan masyarakat seringkali mengesampingkan aspek lingkungan hidup. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan tanpa memperhatikan pelestariannya akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup yang pada akhirnya dapat mengancam keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dimasa yang akan datang. Sebab lingkungan merupakan aspek penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pencapaian pembangunan yang berkelanjutan bukan hanya bergantung pada peningkatan kegiatan ekonomi melainkan juga peningkatan aspek sosial dan lingkungan (Pahlefi, 2014).

Pembangunan berkelanjutan merupakan integrasi dari tiga aspek yaitu kelestarian lingkungan, kelestarian sosial, dan keberlangsungan ekonomi. Keberadaan sumber daya alam tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi (Goodland, 1995 dalam Mukhlis, 2009). Terdapat beberapa komponen penting yang harus dipenuhi dalam pembangunan berkelanjutan yaitu :

a) Memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan ekonomi b) Pemerataan

c) Distribusi terhadap pengaruh kekuatan dan ekonomi d) Berorientasi pada masa depan


(34)

2. Barang Publik (Public Goods).

Barang publik atau public goods akan terjadi apabila biaya tambahan atau biaya marginal yang muncul dari adanya penambahan konsumen adalah nol, dan orang lain tidak dapat dikecualikan dalam penggunaan barang tersebut (Pindyck dan Rubinfeld, 2005 dalam Juliansah, 2010).

Barang publik didefinisikan sebagai jenis barang yang dibutuhkan masyarakat, namun tidak ada seorangpun yang bersedia menyediakannya atau mungkin dihasilkan oleh swasta namun dalam jumlah yang sangat terbatas. Dalam banyak kasus, penyediaan barang publik dilakukan oleh pemerintah, hal ini menyiratkan bahwa barang tersebut tersedia untuk semua orang, adapun biaya dalam penyediaan barang publik tersebut biasanya bersumber dari pajak (Hyman, 2011). Barang publik memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan barang lain yaitu:

1. Consumption is nonexcludable (Tidak dapat dikecualikan dalam konsumsi) Tidak mungkin untuk mencegah orang lain dalam menggunakan barang publik tersebut, atau tidak ada pengecualian dalam menggunakan barang tersebut (Rosen, 2005).

2. Nonrival in consumption (Tidak ada persaingan dalam konsumsi)

Apabila satu orang yang mengkonsumsi suatu barang publik tersebut maka tidak akan mengurangi kegunaan barang tersebut kepada orang lain atau biaya tambahan sumberdaya (Rosen, 2005).


(35)

3. Eksternalitas.

Konsumsi terhadap barang publik sering menimbulkan eksternalitas. Eksternalitas merupakan dampak yang tidak terkompensasi dari tindakan seseorang terhadap kesejahteraan orang lain yang tidak terlibat. Menurut Sari (2015), suatu eksternalitas akan muncul jika seseorang melakukan kegiatan yang dapat memengaruhi kesejahteraan orang lain, tetapi tidak membayar atau menerima kompensasi atas adanya pengaruh tersebut. Adanya eksternalitas dalam suatu aktivitas maka akan menimbulkan inefisiensi. Inefisiensi ini akan timbul apabila tindakan seseorang memengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga.

Eksternalitas merupakan sebuah keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar dimana dari kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas lingkungan dapat diartikan sebagai manfaat dan biaya yang ditunjukkan oleh perubahan fisik hayati. Misalnya polusi air yang disebabkan limbah sebuah perusahaan, polusi ini termasuk dalam eksternalitas lingkungan, dimana polusi tersebut telah merubah baik secara fisik maupun hayati sungai yang berada di sekitar perusahaan tersebut (Juliansah, 2010).


(36)

a. Bentuk Eksternalitas.

Eksternalitas ditinjau dari segi dampaknya memiliki dua macam bentuk yaitu:

1) Eksternalitas Negatif.

Eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan yang diterima oleh pihak lain sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Ketika terjadi eksternalitas yang negatif, harga barang atau jasa tidak menggambarkan biaya sosial tambahan (marginal social cost) secara sempurna pada sumber daya yang dialokasikan dalam produksi. Baik pembeli maupun penjual barang tidak memperhatikan biaya-biaya ini pada pihak ketiga (Desta, 2016). Eksternalitas negatif tersebut muncul ketika suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang individu atau kelompok menghasilkan efek atau dampak yang merugikan orang lain (Sankar, 2008).

2) Eksternalitas Positif.

Eksternalitas positif disebut juga sebagai dampak dari aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang yang memberikan keuntungan bagi pihak lain. Menurut Desta (2016) eksternalitas positif merupakan sebuah keuntungan terhadap pihak ketiga selain penjual atau pembeli barang atau jasa yang tidak direfleksikan dalam harga. Ketika terjadi eksternalitas positif, maka harga tidak sama dengan keuntungan sosial tambahan (marginal social benefit) dari barang dan jasa yang ada. Dengan kata lain, eksternalitas positif muncul apabila tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dapat memberikan manfaat kepada orang lain.


(37)

Konsep Multiplier effect adalah suatu konsep yang membahas mengenai suatu dampak. Konsep multiplier mempunyai pandangan yang berbeda-beda terutama dalam membahas dampak-dampak yang terjadi dalam pengembangan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi (Chotimah, 2012). Menurut Moretti (2010), multiplier effect dapat ditentukan oleh selera konsumen, teknologi, kemampuan pekerja, dan pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Efek pengganda pendapatan merupakan perkiraan potensi kenaikan pendapatan masyarakat, sebagai akibat adanya kesempatan kerja yang luas. Analisis pengganda (multiplier analysis) dapat dilakukan terhadap pendapatan masyarakat, pengeluaran masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja (Wildayana dkk., 2008). Multiplier effect di bidang ekonomi dapat dilihat dari peningkatan pendapatan masyarakat dan kemampuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat (Domanski & Gwosdz, 2010). Menurut Lestari (2015), multiplier effect adalah suatu konsep yang menjelaskan mengenai suatu dampak dari suatu kegiatan yang menyebabkan munculnya kegiatan yang lain.

Eksternalitas yang terkait dengan efisiensi alokasi sumber daya alam atau eksternalitas lingkungan sangat memerlukan peranan dari pemerintah dalam pengendalian eksternalitas tersebut (Sarpasen, 2013).

Berdasarkan pihak yang melakukan dan pihak yang menerima akibat, eksternalitas dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:


(38)

1) Eksternalitas Produsen Terhadap Produsen.

Eksternalitas produsen terhadap produsen lain terjadi jika input dan output yang digunakan seorang produsen dapat mempengaruhi input dan output produsen lain, baik dalam bentuk pengaruh positif maupun negatif (Desta, 2016).

2) Eksternalitas Produsen Terhadap Konsumen.

Eksternalitas produsen terhadap konsumen terjadi ketika aktivitas produsen menimbulkan pengaruh terhadap utilitas individu tanpa mendapat suatu kompensasi apapun (Rinawati, 2011). Misalnya kasus yang terjadi pada polusi udara berupa asap dari suatu pabrik.

3) Eksternalitas Konsumen Terhadap Produsen.

Eksternalitas konsumen terhadap produsen meliputi dampak dari kegiatan yang dilakukan konsumen terhadap output dari produsen. Apabila suatu aktivitas konsumen memberikan dampak pada suatu output perusahan, optimalisasi penggunaan sumber-sumber ekonomi akan terjadi apabila biaya marginal aktivitas konsumen sama dengan keuntungan marginal yang diterima oleh semua orang (Rinawati, 2011).

4) Eksternalitas Konsumen Terhadap Konsumen.

Eksternalitas konsumen terhadap konsumen terjadi ketika suatu aktivitas seorang konsumen mempengaruhi utilitas konsumen lain. Eksternalitas konsumen terhadap konsumen tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perekonomian (Desta, 2016 ).


(39)

b. Faktor Penyebab Eksternalitas.

Eksternalitas pada dasarnya timbul karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya eksternalitas :

1) Keberadaan Barang Publik (Public Goods).

Public goods atau barang publik adalah barang-barang yang tidak (bersifat) ekskludabled dan tidak juga (bersifat) rival. Artinya, kita tidak dapat mencegah orang lain dalam menggunakan barang publik tersebut dan penggunaan seseorang atas barang publik tidak mengurangi kemampuan orang lain untuk menggunakannya (Mankiw dkk., 2013).

Ada dua ciri utama dari barang publik yaitu yang pertama, barang publik merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan dan tidak terdapat persaingan dalam mengkonsumsinya. Kedua, barang publik tidak eksklusif artinya penawaran tidak hanya diperuntukkan bagi seseorang dan mengabaikan yang lainnya tetapi barang publik dapat digunakan secara umum oleh seluruh masyarakat (Desta, 2016 ).

2) Sumber Daya Bersama.

Sumber daya bersama terbuka bagi siapapun yang ingin menggunakannya, tetapi tidak seperti barang publik, sumber daya milik bersama memiliki sifat persaingan. Pemanfaatannya oleh seseorang akan mengurangi peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Keberadaan sumber daya milik bersama ini, pemerintah perlu mempertimbangkan seberapa banyak pemanfaatannya yang efisien (Desta, 2016).


(40)

3) Ketidaksempurnaan Pasar.

Masalah lingkungan bisa terjadi ketika salah satu partisipan dalam suatu tukar menukar hak kepemilikan mampu mempengaruhi hasil yang terjadi. Hal ini terjadi pada pasar tidak sempurna seperti pada pasar monopoli. Suatu pasar dapat tetap bertahan dan berfungsi secara efisien jika hak milik atas barang dan jasa yang dipertukaran didefinisikan dengan baik dan biaya transaksi untuk pertukarannya kecil, namun untuk sumber daya lingkungan seperti udara, air di sungai, dan mata air hak milik tidak didefinisikan dengan baik. Inilah yang menimbulkan adanya masalah lingkungan atau eksternalitas lingkungan (Sankar, 2008).

4) Kegagalan Pemerintah.

Kegagalan pemerintah dapat diakibatkan karena adanya kepentingan pemerintah sendiri atau kelompok tertentu sehingga mendorong terjadinya inefisiensi, kelompok-kelompok tersebut memanfaatkan pemerintah untuk memperoleh keuntungan yang besar melalui kegiatan politik, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya (Desta, 2016).

c. Alternatif Solusi atas Eksternalitas.

Dalam mengatasi masalah eksternalitas, diperlukan penangan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun swasta baik pribadi maupun kelompok atau perusahaan. Semua penanganan terhadap eksternalitas ini sama-sama bertujuan untuk mendekatkan alokasi sumberdaya pada penggunaan yang optimal (Mankiw dkk., 2013). Berikut ini terdapat beberapa solusi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta dalam mengatasi persoalan eksternalitas :


(41)

1) Regulasi.

Pemerintah dapat mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh, misalnya membuang limbah yang beracun ke sungai atau sumber air merupakan suatu kejahatan. Dalam kasus ini, biaya eksternal bagi masyarakat yang menggunakan air sungai jauh lebih besar daripada manfaat bagi pembuang limbah tersebut. 2) Pajak Pigovian dan Subsidi.

Dalam menangani suatu masalah eksternalitas pemerintah tidak dapat mengatur perilaku masyarakat, tetapi pemerintah dapat menerapkan kebijakan berbasis pasar untuk menyelaraskan insentif swasta dengan efisiensi sosial. Misalnya pemerintah dapat menginternalisasi eksternalitas atau mengatasi masalah eksternalitas dengan menarik pajak atas kegiatan yang menimbulkan eksternalitas negatif dan menyubsidi kegiatan yang memiliki eksternalitas positif. Pajak yang dikenakan untuk memperbaiki pengaruh eksternalitas negatif disebut dengan Pajak Pigovian. Pajak Pigovian tersebut dapat dijadikan kompensasi bagi masyarakat yang terkena dampak dari eksternalitas tersebut (Mankiw dkk., 2013). 3) Solusi Swasta.

Masalah eksternalitas juga dapat diatasi oleh pihak yang menimbulkan eksternalitas dan masyarakat yang menerima eksternalitas. Adapun caranya dengan membuat sebuah solusi swasta diantara pihak yang berkepentingan tersebut. Motif utama mereka untuk memenuhi kepentingannya sendiri, namun dalam melakukan suatu tindakan, mereka juga sekaligus mengatasi eksternalitas. Eksternalitas ini dapat dinternalisasikan dengan cara penggabungan kedua usaha


(42)

(Mankiw dkk., 2013). Cara lainnya adalah dengan penyusunan kontrak diantara pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Melalui adanya kontrak tersebut, maka kemungkinan terjadinya inefisiensi yang bersumber dari eksternalitas negatif bisa dihindari atau dikurangi dan kedua belah pihak akan sama-sama lebih untung dibanding jika keduanya menjalankan usahanya sendiri-sendiri, tanpa memperhitungkan kepentingan pihak lain (Juliansah, 2010).

4) Teorema Coase.

Teorema Coase merupakan solusi permasalahan eksternalitas yang dilakukan oleh pihak swasta dengan cara melakukan tawar-menawar mengenai alokasi sumber-sumber daya tanpa harus mengeluarkan biaya, sehingga mereka dapat menyelesaikan eksternalitas mereka dengan sendirinya (Mankiw dkk., 2013).

d. Cost Of Illness Dan Replacement Cost.

Untuk mengestimasi nilai kerugian atau eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) dapat dihitung dengan dua metode yaitu metode cost of illness (biaya kesehatan) dan replacement cost (biaya pengganti). Dua metode ini dapat mengestimasi kerugian yang diderita masyarakat berupa biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat baik untuk mengganti kebutuhan mereka dengan bahan alternatif ataupun biaya untuk pengobatan dari penyakit yang disebabkan karena adanya sampah (Bujagunasti, 2009).


(43)

a) Cost Of Illness (Biaya Kesehatan).

Cost of illness merupakan salah satu metode dalam evaluasi ekonomi. Menurut Dixon (1996) dalam Pahlefi (2014), pendekatan cost of illness dapat digunakan untuk mengukur nilai kerugian kesehatan karena pencemaran, hal ini didasarkan pada keterkaitan fungsi kerusakan yang berhubungan dengan tingkat pencemaran dan pengaruhnya terhadap kesehatan fisik.

Cost of illness (biaya kesehatan) dibedakan menjadi dua yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung dibagi menjadi medical cost dan non-medical cost. Yang termasuk dalam medical cost yaitu biaya perawatan medis pasien, sedangkan non-medical cost yaitu biaya perjalanan pasien untuk menempuh perjalanan sampai ke tempat pengobatan, biaya logistik dan akomodasi yang besarnya bervarisi. Biaya tidak langsung berkaitan dengan hilangnya sumberdaya karena penyakit tersebut, misalnya opportunity cost akibat hilangnya pendapatan (Bujagunasti, 2009).

Pendekatan cost of illness dapat digunakan untuk mengukur nilai dari kerugian kesehatan akibat adanya pencemaran, pendekatan ini didasarkan pada keterkaitan fungsi kerusakan yang berhubungan dengan tingkat pencemaraan dan pengaruhnya terhadap kesehatan fisik (Gita, 2010 dalam Hifdziyah, 2011).

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2012, Pendekatan Biaya Pengobatan (Cost Of Illness) digunakan untuk memberikan harga modal manusia yang terkena dampak akibat perubahan kualitas SDALH. Dampak dari perubahan kualitas lingkungan tersebut dapat menimbulkan


(44)

pengaruh negatif bagi kesehatan yaitu menyebabkan sekelompok masyarakat menjadi sakit. Adapun tahapan pelaksanaannya :

a. Mengetahui bahwa telah terjadi gangguan kesehatan yang mengakibatkan perlu adanya biaya pengobatan dan atau kerugian akibat penurunan produktifitas kerja.

b. Mengetahui biaya pengobatan yang dibutuhkan sampai sembuh.

c. Mengetahui kerugian akibat penurunan produktifitas kerja, misalkan dengan pendekatan upah yang dihasilkan.

d. Menghitung total biaya pengobatan dan penurunan produktifitas kerja. b) Replacement Cost (Biaya Pengganti).

Replacement cost adalah teknik yang mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai bahkan mendekati keadaan semula, atau biaya yang dihitung untuk menggantikan sumber daya yang rusak atau menurun akibat aktivitas manusia (Dhewanti et al, 2007).

Replacement cost (biaya pengganti) adalah biaya yang dikeluarkan untuk menggantikan sumberdaya yang telah rusak. Misalnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli air guna mengganti sumber air yang tercemar akibat adanya TPA sampah, maka biaya tersebut termasuk biaya pengganti yang bisa digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai kerugian atau eksternalitas negatif yang ditimbulkan karena adanya TPA sampah (Pahlefi, 2014).

Berdasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2012, teknik biaya pengganti (Replacement Cost) ini secara umum mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga


(45)

mendekati pada keadaan semula. Biaya yang dikeluarkan untuk mengganti SDA yang rusak dan kualitas lingkungan yang menurun sebagai akibat dari pengelolaan SDA yang kurang sesuai dapat menjadi dasar dalam penaksiran manfaat yang kurang diperkirakan dari suatu perubahan. Tahapan dalam melakukan teknik replacement cost adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi fungsi SDA yang hilang karena perubahan kualitas lingkungan.

b. Menentukan pengganti fungsi SDA yang hilang atau terganggu tersebut. c. Menyiapkan data fisik termasuk harga pasar untuk masing-masing komponen

yang dibutuhkan sehubungan dengan fungsi dari pengganti tersebut.

d. Menghitung jumlah nilai moneter untuk menciptakan semua fungsi dan manfaat yang diganti.

4. Rantai Nilai dan Nilai Tambah.

Rantai nilai merupakan suatu cara untuk memandang suatu bisnis sebagai sebuah rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan. Rantai nilai mencakup margin laba karena markup diatas biaya perusahaan untuk menyediakan aktivitas bernilai tambah umumnya merupakan bagian dari harga yang dibayarkan oleh pembeli (Apriliyanti, 2014).

Konsep nilai tambah merupakan salah satu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya perlakukan input pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dapat dilihat dari adanya perubahan pada komoditas tersebut, seperti perubahan bentuk, tempat dan waktu. Nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang terjadi karena suatu komoditas mengalami


(46)

proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Dari definisi tersebut nilai tambah adalah selisih lebih antara nilai produk dengan nilai biaya input, tidak termasuk upah tenaga kerja (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2012). Besarnya nilai tambah tersebut dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis. Informasi yang diperoleh dari analisis nilai tambah adalah besarnya nilai tambah, rasio nilai tambah, marjin dan balas jasa yang diterima oleh pemilik faktor produksi (Wibowo, 2014).

Nilai tambah adalah nilai output dikurangi dengan perbedaan nilai output perusahaan dan nilai seluruh input yang dibeli diluar perusahaan. Besarnya nilai tambah tergantung dari teknologi yang digunakan dalam proses produksi dan adanya perlakuan lebih lanjut terhadap produk yang dihasilkan (Gittinger, 1986 dalam Nur, 2013). Penggunaan teknologi yang baik akan menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik pula, sehingga harga produk akan lebih tinggi dan akan memperbesar nilai tambah yang diperoleh (Suryana, 1990 dalam Nur, 2013).

5. Pengertian Sampah.

Sampah adalah sisa dari bahan yang telah digunakan baik dari sisa kegiatan konsumsi maupun produksi, atau suatu benda yang sudah tidak memiliki manfaat lagi. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam yang berbentuk padat. Secara umum sampah dibedakan dapat menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan jenis sampah yang mudah terurai seperti sampah daun, sisa sayuran, nasi basi, berbagai jenis kertas, tinja dan urin. Sementara sampah anorganik merupakan sampah yang sulit


(47)

terurai oleh tanah atau lambat lapuk, misalnya plastik, kaca, mika, logam, dan sebagainya.

Sampah dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari sampah yakni sampah dapat di daur ulang menjadi barang yang lebih berguna. Sampah organik bisa diolah menjadi pupuk kompos sebagai penyubur tanah, sampah anorganik dapat dimanfaatkan kembali setelah di daur ulang, gas-gas yang dihasilkan sampah mempunyai nilai ekonomi karena dapat dikonversi menjadi tenaga listrik serta proses pengelolaan sampah dapat membuka lapangan kerja. Dampak negatif dari sampah antara lain menimbulkan pencemaran lingkungan dan dapat menjadi sumber penyakit (Ramadhan, 2009).

6. Tempat Pembuangan Akhir Sampah.

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang dilakukan untuk menangani masalah lingkungan yang diakibatkan oleh sampah (Suhan, 2009). Berdasarakan pada Pasal 4 Bab II UU NO. 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah adalah fasilitas fisik yang digunakan untuk pembuangan sampah. TPA Sampah merupakan salah satu barang publik yang disediakan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan sampah. Barang publik ini termasuk dalam barang publik campuran atau yang biasa disebut common property resource. Penyediaan TPA Sampah membutuhkan


(48)

biaya investasi yang sangat besar sehingga skala ekonomi yang efisien baru tercapai pada tingkat produksi yang besar. Hal ini menyebabkan terjadinya monopoli alamiah karena pemerintah merupakan satu-satunya pengelola TPA Sampah (Hifdziyah, 2011).

Dalam melakukan pengelolaan sampah di TPA, ada beberapa metode yang sering digunakan yaitu :

1. Open Dumping.

Metode ini adalah metode pembuangan akhir yang sangat sederhana karena sampahnya hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus (Yudianto, 2007 dalam Hifdziyah, 2011). Sehingga dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan sekitarnya. Metode open dumping sudah dilarang untuk diterapkan dalam sistem pembuangan TPA Sampah, sebagian besar Negara juga menerapkan peraturan larangan open dumping ini.

2. Controlled Landfill.

Metode ini merupakan gabungan antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan diratakan. Pipa-pipa ditanam pada dasar lahan untuk mengalirkan air lindi dan ditanam secara vertikal untuk mengeluarkan metan ke udara. Setelah timbunan sampah penuh dilakukan penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan dipadatkan (Hifdziyah, 2011).

3. Sanitary Landfill.

Teknik sanitary landfill merupakan cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah


(49)

ada perlakukan terhadap sampah padat tersebut. Pada teknik ini, sampah dipadatkan, kemudian dilapisi tanah dan dipadatkan kembali, begitu seterusnya selang seling antara sampah dan tanah. Kegiatan penimbunan sampah dengan tanah akan lebih baik bila dilakukan dalam intensitas yang sering agar dampak negatif dari sampah dapat sedikit teratasi (Hifdziyah, 2011).

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah (UU No. 18 Tahun 2008). Menurut Permana (2010) konsep TPST ini bertitik tolak pada aktifitas pengelolaan sampah untuk tujuan pemanfaatan kembali guna mengurangi sampah, yang didalamnya terdapat fasilitas untuk merubah sampah menjadi bentuk yang lebih berguna, seperti mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos. Dengan adanya aktivitas mendaur ulang sampah ini diharapkan dapat memperpanjang umur layan dari TPA sampah tersebut.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathurrozi (2016) yang berjudul Eksternalitas Industri di Kota Probolinggo, bertujuan untuk mengetahui eksternalitas positif dan negatif industri di Kota Probolinggo. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan industri di Kota Probolinggo memiliki eksternalitas positif berupa peningkatan kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan meningkatan pendapatan dan mengurangi jumlah pengangguran. Namun disisi lain keberadaan industri tersebut juga memberikan ekternalitas negatif berupa pencemaran lingkungan yakni polusi udara dan polusi air sungai dari


(50)

limbah industri yang menggangu aktivitas masyarakat dan menyebabkan penurunan kualitas kesehatan masyarakat sekitarnya. Persamaan penelitian Fathurrozi dengan penellitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengetahui eksternalitas positif dan negatif, dan perbedaannya yaitu pada objek penelitian, dimana penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksternalitas dari Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), serta metode yang digunakan yakni menggunakan metode statistik deskriptif, replacement cost, cost of illness dan nilai tambah.

Mardiko (2014) melakukan penelitian tentang Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Cikundul Terhadap Kondisi Lingkungan Sekitar Di Kota Sukabumi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa TPA Sampah Cikundul berdampak pada lingkungan fisik sekitar diantaranya kualitas air sungai tercemar, penurunan kualitas udara, jalan menjadi rusak, dan banyak masyarakat sekitar TPA yang terserang penyakit. Namun, disisi lain TPA sampah Cikundul menjadi sumber pendapatan dari sebagian masyarakat. Persamaan penelitian Mardiko dengan penelitian ini adalah tujuannya yakni untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari TPA Sampah, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, dan metode yang digunakan. Penelitian Mardiko menggunakan analisis deskriptif kualitatif, sementara penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif, nilai tambah, cost of illness dan replacement cost. Putra (2016) melakukan penelitian mengenai Dampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Batulayang Bagi Masyarakat Sekitar Di Kelurahan Batulayang Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak. Hasil dari


(51)

penelitian ini yaitu terdapat dampak positif dan negatif dari TPA Batulayang bagi masyarakat sekitar. Dampak positifnya yaitu memberikan pekerjaan bagi masyarakat sekitar TPA Batulayang. Sedangkan dampak negatifnya dari aspek sosial masyarakat sekitar TPA Batulayang tidak dapat memperbaiki hidupnya dan tidak dapat bersaing dengan masyarakat yang lebih luas. Dan juga berdampak negatif bagi lingkungan dimana terjadi pencemaran air dan udara yang menimbulkan bibit penyakit di daerah tersebut. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai dampak yang ditimbulkan dari TPA Sampah. Perbedaannya terletak pada objek penelitian dan metode yang digunakan, metode penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif, analisis pendapatan, nilai tambah, metode cost of illness dan replacement cost untuk mengetahui besarnya dampak negatif dari TPA Sampah.

Pahlefi (2014) melakukan penelitian tentang Estimasi Nilai Eksternalitas dari Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Studi Kasus TPA Rawa Kucing Kota Tangerang), hasil dari penelitian ini yaitu eksternalitas positif dari keberadaan TPA antar lain sumber mata pencaharian bagi masyarakat, sedangkan eksternalitas negatifnya berupa pencemaran yang menyebabkan masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk pengganti air bersih, obat anti serangga, pembelian pengharum ruangan, dan biaya berobat. Dalam penelitian ini juga diestimasi besarnya nilai eksternalitas positif dan negatif dari keberadaan TPA sampah. Adapun hasil estimasi nilai eksternalitas positif yang diterima masyarakat sebesar Rp711. 824.000,00 per tahun yang merupakan hasil penjumlahan pendapatan dari


(52)

kegiatan mengumpulkan barang bekas, biogas dan kompos. Sedangkan total nilai eksternalitas negatif sebesar Rp 77.877.200 per tahun, nilai eksternalitas negatif dihitung menggunakan metode replacement cost dan cost of illness. Sehingga dapat dilihat bahwa dampak positif dari TPA sampah lebih besar daripada dampak negatif yang ditimbulkannya, namun tetap saja penanganan sampah yang baik sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu sama-sama bertujuan untuk mengetahui eksternalitas yang ditimbulkan dari TPA Sampah. Perbedaanya terletak pada objek penelitian dan metode yang digunakan, yaitu menggunakan metode statistik deskriptif dan nilai tambah.

Budiatun (2008) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Dampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Di Kabupaten Bantul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak sosial yang dirasakan masyarakat sekitar lokasi TPA Piyungan. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis, dengan teknik analisis kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari aspek demografi,pembangunan TPA Piyungan berpengaruh terhadap sebagian besar demografi masyarakat yang ditunjukkan dengan tingginya mobilitas yang masuk ke Dusun Ngablak, ledakan penduduk temporal yang terkonsentrasi di Dusun Ngablak, pergeseran mata pencaharian, serta meningkatnya jumlah anak usia sekolah yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yang disebabkan karena tergiur oleh mudahnya mencari uang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Budiatun, terletak pada metode yang digunakan serta tujuan penelitian. Penelitian ini


(53)

bertujuan untuk mengetahui eksternalitas dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, metode yang digunakan statistik deskriptif, nilai tambah, cost of illness dan replacement cost.

Polzer (2015) melakukan penelitian yang berjudul Environmental and Economical Assessment of MSW Management in Europe : An Analysis between the Landfill and WTE Impact, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa TPA sampah merupakan metode dalam mengatasi permasalahan sampah yang paling banyak di terapkan oleh berbagai Negara, namun disisi lain metode ini memiliki dampak negatif yang besar bagi lingkungan. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif dari sampah, diperlukan sebuah inovasi yakni mengubah sampah menjadi energy atau Waste To Energy (WTE). Dengan mengubah sampah menjadi energi maka akan mengurangi dampak terhadap lingkungan dan menjadikan sampah memiliki nilai ekonomi yang lebih kompetitif. Sehingga dalam MSW (Management Solid Waste) yang meliputi avoid, reuse, recycle, energy recovery dan TPA merupakan kombinasi metode yang paling memadai untuk diterapkan dalam mengatasi permasalahan limbah di Eropa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Polzer, sama-sama bertujuan untuk mengetahui dampak dari tempat pembuangan akhir sampah, dan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan metode yang digunakan, penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif, nilai tambah, replacement cost dan cost of illness.

Hakami (2016) malakukan penelitian mengenai Environmental Externalities From Landfill Disposal and Incineration of Waste, hasil dai penelitian ini menunjukkan bahwa eksternalitas lingkungan dari pembakaran


(54)

sampah dan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah memiliki dampak yang besar bagi sektor sosial, ekonomi, lingkungan dan kebijakan pemerintah. TPA Sampah dan pembakaran sampah di satu sisi bertujuan untuk mengatasi masalah sampah dan menjaga kebersihan lingkungan, namun disisi lain kedua metode tersebut memberikan efek negatif bagi lingkungan. Pembuangan limbah atau sampah ke TPA harus dikurangi dengan cara melakukan daur ulang sampah. Dalam pembuatan kebijakan pembangunan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan tidak boleh diabaikan, penanganan limbah secara berkelanjutan untuk menjaga kelestarian lingkungan di masa depan juga harus diperhatikan. Persamaan penelitian Hakami dengan penelitian ini adalah untuk mengetahui eksternalitas dari tempat pembuangan akhir sampah. Perbedaannya adalah pada lokasi penelitian dan metode yang digunakan, dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode statistik deskriptif, nilai tambah, cost of illness, dan replacement cost.

TABEL 2.1.

Hasil Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Metodologi Hasil

1 Mardiko (2014)

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Cikundul Terhadap Kondisi Lingkungan Sekitar Di Kota Sukabumi

Deskriptif Kualitatif

Keberadaan TPA Sampah Cikundul menyebabkan pencemaran lingkungan dan sumber air, serta menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitarnya, namun keberadaan TPA sampah juga mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas. Peran pemerintah sangat diperlukan dalam menangani pengelolaan sampah di TPA Sampah Cikundul.


(55)

2 Putra (2016)

Dampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Batulayang Bagi Masyarakat Sekitar Di Kelurahan Batulayang Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak Deskriptif Kualitatif dengan teori Struktural Fungsional dengan sebutan AGIL

Keberadaan TPA Sampah Batulayang membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat sekitanya, dampak positifnya mampu menyediakan lapangan pekerjaan namun juga memberikan dampak negatif berupa pencemaran air dan udara, gangguan kesehatan, dan juga masyarakat tidak mampu memperbaiki hidupnya dan tidak dapat bersaing dengan masyarakat luas.

3 Pahlefi (2014)

Estimasi Nilai Eksternalitas dari Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Studi Kasus TPA Rawa Kucing Kota Tangerang)

Analisis deskriptif, analisis pendapatan, cost of illness dan replacement cost.

Eksternalitas dari sebuah TPA sampah sangat besar dimana dengan keberadaan TPA sampah ini mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan juga menghasilkan biogas yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga meningkatkan pengeluaran masyarakat untuk biaya pengganti air bersih yang sudah tercemar dan biaya untuk mengurangi dampak negatif lain yang ditimbulkan dari sampah. 4. Budiatun

(2008)

Analisis

Dampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Di Kabupaten Bantul Deskriptif analisis, dengan teknik analisis kualitatif

Pembangunan TPA Piyungan memberikan dampak terhadap kondisi demografi disekitar TPA, berupa ledakan penduduk dan mobilitas penduduk yang tinggi, serta terjadi pergeseran mata pencaharian masyarakat.

5. Fathurrozi (2016)

Eksternalitas Industri di Kota Probolinggo

Deskriptif kualitatif

Industri berdampak pada peningkatan kesempatan kerja sehingga menurunkan tingkat pengangguran, menaikkan konsumsi dan tabungan bagi masyarakat. Selain itu juga menimbulkan


(56)

polusi yang mengganggu aktivitas masyarakat dan menurunkan tingkat kesehatan, mencemari sungai dan udara.

6. Polzer (2015)

Environmental and Economical Assessment of MSW

Management in Europe : An Analysis

between the Landfill and WTE Impact

Life Cycle Assessment (LCA)

Membuang sampah ke TPA sampah akan menimbulkan dampak bagi lingkungan. Sementara jika mengubah sampah menjadi energy (Waste To Energy (WTE)) akan meningkatkan nilai ekonomi sampah. Sehingga WTE lebih baik untuk diterapkan dari pada hanya membuang sampah di TPA begitu saja. Selain itu daur ulang sampah juga diperlukan untuk mengurangi jumlah sampah. 7. Hakami

(2016)

Environmental Externalities From Landfill Disposal And Incineration Of Waste

Deskriptif Kualitatif

Eksternalitas lingkungan dari pembakaran sampah dan TPA sampah memiliki pengaruh yang besar bagi sektor ekonomi, sosial, dan kebijakan pembangunan. Diperlukan sebuah kebijakan pembangunan yang memperhatikan penanganan sampah secara berkelanjutan.

C. Kerangka Pemikiran

TPST Piyungan dapat berpengaruh positif terhadap masyarakat sekitar karena dengan adanya TPST Piyungan masyarakat dapat menambah pendapatan dengan menjadi pemulung sampah,pengepul sampah, peternak dan lain-lain. Selain menimbulkan dampak positif keberadaan TPST Piyungan juga memberikan dampak negatif, baik bagi aspek lingkungan fisik, sosial maupun ekonomi.


(57)

TPST Piyungan

Aspek Sosial - Tata cara pergaulan - Tingkat keamanan - Perubahan pola

hubungan antar individu

Eksternalitas positif Aspek Ekonomi

- Kesempatan kerja - Peningkatan pendapatan - Pembangunan sarana dan prasarana Aspek Lingkungan - Pencemaran lingkungan - Gangguan kesehatan Eksternalitas negatif Eksternalitas Estimasi nilai

Eksternalitas positif Eksternalitas negatif Estimasi nilai

Perbandingan nilai eksternalitas bagi masyarakat sekitar TPST Piyungan

Meminimalkan eksternalitas negatif dan meningkatkan eksternalitas positif TPST Piyungan dengan pengelolaan TPST yang lebih baik lagi

GAMBAR 2.1. Kerangka Pemikiran (Sumber : Pahlefi, 2014 dengan modifikasi ) Nilai

Tambah Sampah Anorganik


(58)

36 A. Objek/Subjek Penelitian

Objek penelitian ini yaitu Tempat Pegolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Sementara yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah

masyarakat yang tinggal di sekitar TPST Piyungan pada radius ≤ 1 km dari lokasi

TPST Piyungan. Secara administratif lokasi penelitian meliputi Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul dan Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul yakni tepatnya pada radius ≤ 1 km dari TPST Piyungan. Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut yakni sebagai berikut :

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, yakni menyatakan bahwa jarak lokasi TPA dari permukiman lebih dari 1 km dengan pertimbangan pencemaran lindi, kebauan, penyebaran vektor penyakit dan aspek sosial (Pasal 23 ayat 3e). Sehingga dianjurkan tidak ada pemukiman penduduk yang berjarak kurang dari 1 km, namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang bertempat tinggal disekitar TPST Piyungan dengan jarak kurang dari 1 km dari TPST, sebab masyarakat lebih dulu tinggal diwilayah tersebut sejak sebelum ada TPST Piyungan.


(59)

2. TPST Piyungan yang merupakan tempat pembuangan akhir sampah terluas di Yogyakarta. TPST Piyungan menyebabkan terjadinya perubahan mata pencaharian masyarakat yang pada awalnya bekerja sebagai petani, buruh tani, dan buruh serabutan kini berubah menjadi pemulung, pengepul, buruh pengepul, jasa angkut sampah dan pedagang warung makan.

3. TPST Piyungan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan/pencemaran di sekitar TPST, seperti pencemaran udara dan pencemaran air.

4. TPST Piyungan menjadi tujuan bagi para pendatang dari berbagai daerah, untuk mencari pekerjaan sebagai pemulung. Sehingga terjadi perpindahan penduduk yang terpusat dan termporal di Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran, perpindahan penduduk ini dimungkinkan akan membawa dampak sosial bagi masyarakat setempat.

B. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2013).

Data primer diperoleh melalui kuesioner, observasi dan wawancara kepada responden yakni penduduk sekitar TPST Piyungan baik penduduk setempat maupun pendatang yang sudah terdaftar menjadi KK di wilayah tersebut. Data primer diperoleh dengan metode survey yang dilakukan dari bulan Juni 2016


(60)

hingga bulan November 2016, meliputi observasi awal hingga pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara.

Data sekunder adalah yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Data sekunder diperoleh dari buku referensi dan dari kantor TPST Piyungan berupa dokumen dan laporan-laporan, serta bersumber dari kantor pemerintahan lain yang terkait dengan penelitian.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sensus, dimana seluruh populasi digunakan sebagai sumber data (Adinata, 2011). Responden penelitian merupakan masyarakat yang tinggal dan bermukim di sekitar TPST Piyungan pada radius ≤ 1 km yang berjumlah 120 KK. Dalam penelitian ini yang dijadikan sampel adalah perwakilan dari 120 KK yang ada di wilayah sekitar TPST Piyungan tersebut.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan studi dokumentasi, observasi, kuisioner dan wawancara terhadap responden.

1. Studi Dokumentasi.

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen dapat berupa laporan, catatan kasus, dan dokumen lain (Sugiyono, 2008). Studi dokumentasi yang


(61)

digunakan dalam penelitian ini adalah laporan-laporan dari kantor pengelola TPST Piyungan dan pihak-pihak terkait.

2. Observasi.

Observasi yaitu cara pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap keadaan sebenarnya di wilayah penelitian yaitu sekitar TPST Piyungan yang meliputi Desa Sitimulyo dan Desa Bawuran sehingga dapat memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Kuesioner.

Kuesioner merupakan cara pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan tertulis kepada responden untuk diisi. Tujuan pembuatan kuesioner ini adalah untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan penelitian (Sugiyono, 2008). Kuesioner ini ditujukan kepada responden yakni perwakilan dari 120 KK yang ada di wilayah sekitar TPST Piyungan pada radius ≤ 1 km.

4. Wawancara.

Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden dengan tujuan memperoleh informasi yang relevan (Kuncoro, 2013). Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian antara lain pengelola TPST Piyungan, tokoh masyarakat dan masyarakat. Wawancara dilakukan dengan metode wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara berisi pertanyaan yang sudah dibuat secara sistematis (Arikunto, 2006). Untuk tujuan mengetahui nilai tambah sampah anorganik dari TPST Piyungan digunakan wawancara terstruktur dan yang


(62)

menjadi responden wawancara adalah masyarakat setempat yang bekerja sebagai pemulung dan pengepul di lokasi penelitian.

Untuk mengetahui manfaat langsung dan tidak langsung dari TPST Piyungan terkait pendapatan yang diterima setiap bulannya, selain menggunakan kuesioner, juga dilakukan wawancara tidak terstruktur untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan jelas. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik dan hanya berupa garis besar permasalahan yang ingin digali dari responden (Arikunto, 2006).

Untuk mengukur pendapat responden mengenai dampak yang ditimbulkan dari TPST Piyungan, digunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengatur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono, 2008). Skala likert terdiri atas sejumlah pertanyaan yang menunjukkan sikap terhadap suatu objek tertentu atau menunjukkan ciri tertentu yang akan diukur. Untuk setiap pertanyaan disediakan sejumlah alternatif jawaban yang berjenjang atau bertingkat. Cara pemberian nilai untuk tanggapan atas pertanyaan positif berlawanan dengan nilai untuk tanggapan atas pertanyaan negatif, seperti pada tabel dibawah ini :


(63)

TABEL 3.1.

Skala Likert Pertanyaan Positif Dan Negatif

No. Pertanyaan

Skor untuk pertanyaan

positif

Skor untuk pertanyaan

negatif

1. Sangat setuju (SS)/Selalu 5 1

2. Setuju (S) / Sering 4 2

3. Ragu-ragu (RR)/ Kadang-kadang 3 3 4. Tidak Setuju (TS)/ Hampir tidak pernah 2 4 5. Sangat Tidak Setuju (STS)/ Tidak

Pernah

1 5

Sumber : Sari, 2015 E. Definisi Operasional

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk eksternalitas yang ditimbulkan dari adanya TPST Piyungan, mengetahui nilai tambah sampah anorganik dari TPST Piyungan yang diterima pemulung dan pengepul, serta untuk mengestimasi besarnya nilai eksternalitas, baik ekternalitas positif maupun eksternalitas negatif. Dalam hpenelitian ini variabel penelitian yang digunakan yaitu eksternalitas TPST Piyungan yang dilihat dari dampak ekonomi, sosial dan lingkungan.

1. Dampak Ekonomi.

Dampak keberadaan TPST Piyungan terhadap kondisi ekonomi masyarakat di sekitar TPST Piyungan meliputi variable-variabel berikut ini :

a. Jenis kesempatan kerja.

Jenis kesempatan kerja adalah peluang yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai keahlian, keterampilan dan bakatnya masing – masing. Dengan adanya kesempatan kerja ini akan


(64)

menurunkan tingkat pengangguran (Zaroh, 2012). Dengan ada TPST Piyungan dapat mengembangkan ekonomi masyarakat dengan terbukanya lapangan kerja baru atau kesempatan usaha bagi masyarakat.

b. Besar pendapatan masyarakat.

Besar pendapatan masyarakat adalah dengan keberadaan TPST Piyungan maka meningkatkan kesempatan kerja dan peluang usaha yang berdampak positif terhadap penduduk sekitar hal ini berpengaruh pada meningkatnya pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan akan diikuti dengan peningkatan taraf hidup masyarakat atau tingkat kesejahteraan masyarakat (Zaroh, 2012).

c. Jenis pembangunan sarana dan prasana.

Jenis pembangunan sarana dan prasarana adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar sehingga memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya (Zaroh, 2012).

2. Dampak Sosial.

Dampak dari keberdaan TPST Piyungan terhadap kondisi sosial masyarakat meliputi variabel :

a. Tata cara pergaulan masyarakat.

Tata cara pergaulan masyarakat adalah hubungan antar anggota masyarakat setempat dengan pendatang dari luar daerah tersebut untuk menjalin keakraban dan kerjasama antara pendatang dengan masyarakat setempat.

b. Tingkat keamanan.

Tingkat keamanan adalah upaya seseorang untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat setempat misalnya diadakan ronda setiap malam.


(65)

Adapun indikator tingkat keamanan adalah tingkat kriminalitas, dalam penelitin ini diukur dari banyaknya kejadian kriminal akibat banyaknya penduduk pendatang (Paramitasari, 2010).

c. Perubahan pola hubungan antar individu.

Perubahan pola hubungan antar individu dapat menyebabkan adanya ketegangan sosial yang dapat berupa kompetensi atau bahkan konflik terbuka atau kekerasan. Konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan melalui aksi sosial bersama untuk merubah norma dan nilai (Zaroh, 2012).

3. Dampak Lingkungan.

Dampak keberadaan TPST Piyungan terhadap kondisi lingkungan sekitarnya meliputi variabel-variabel berikut ini :

a. Pencemaran lingkungan.

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan (UU No.32 Tahun 2009). Pencemaran lingkungan akibat keberdaan TPST ini meliputi pencemaran air dan udara, serta kebersihan lingkungan sekitar TPST.

b. Gangguan kesehatan.

Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari adanya sampah di TPA dimungkinkan akan menimbulkan gangguan kesehatan (Kasam, 2011). Dalam penelitian ini pencemaran akibat keberadaan TPST Piyungan dimungkinkan dapat


(66)

menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar TPST Piyungan.

F. Uji Kualitas Instrumen Dan Data

Analisis data dalam penelitian kuantitatif dilakukan setelah data dari seluruh responden terkumpul. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut :

1. Menyusun instrumen penelitian

2. Melakukan pengumpulan data dengan metode survei

3. Pengolahan data dengan cara mengumpulkan data dan memeriksa kelengkapan kuisioner yang telah diisi, melakukan tabulasi dan melakukan analisis data dengan menggunakan uji statistik (Sari, 2015).

Setelah alat pengukur selesai disusun, selajutnya dilakukan uji coba dilapangan. Dalam melakukan uji coba, responden yang digunakan sebaiknya responden yang memiliki ciri-ciri yang relatif sama dengan ciri-ciri responden yang akan dijadikan sampel nantinya. Hasil uji coba ini digunakan untuk validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang telah dibuat.

1. Validitas.

Validitas menunjukkan bahwa suatu pengujian benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Jogiyanto, 2014). Uji validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian (Sari, 2015).


(67)

Uji validitas yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana daftar pertanyaan dapat mengukur dampak eksternalitas dari TPST Piyungan menggunakan rumus product moment coefficient of correlation sebagai berikut :

Keterangan : X = nomor item Y= skor total

N=jumlah responden 2. Uji Reliabilitas.

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan dari alat ukur yang digunakan (Kuncoro, 2013). Perhitungan reliabilitas harus dilakukan hanya pada item-item yang sudah memiliki validitas. Instrumen dikatan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0,6 (Sari, 2015).

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, analisis nilai tambah, analisis pendapatan, cost of illness dan replacement cost.


(1)

Penerimaan Pengepul No. Pengepul Penjualan Plastik

(Kg/Minggu) Penjualan Kertas (Kg/Minggu) Harga Jual Plastik (Rp/Kg) Harga Jual Kertas (Rp/Kg) Total Penerimaan Plastik (Rp/Minggu) Total Penerimaan Kertas (Rp/Minggu) Total Penerimaan (Rp/Minggu)

1. Emi 3.100 1.000 1.200 1.000 3.720.000 1.000.000 4.720.000

2. Sokiran 1.600 4.000 1.200 1.000 1.920.000 4.000.000 5.920.000

3. Syaiful 8.000 500 1.200 1.000 9.600.000 500.000 10.100.000

4. Sutris 1.900 3.500 1.200 1.000 2.280.000 3.500.000 5.780.000

5. Sumaryono 1.500 500 1.200 1.000 1.800.000 500.000 2.300.000

6. Heriyanto 2.000 2.000 1.200 1.000 2.400.000 2.000.000 4.400.000

7. Budiwiyanto 3.000 300 1.200 1.000 3.600.000 300.000 3.900.000

8. Sudiyono 800 360 1.200 1.000 960.000 360.000 1.320.000

9. Sokiman 5.000 5.000 1.200 1.000 6.000.000 5.000.000 11.000.000

10. Poniran 1.000 1.100 1.200 1.000 1.200.000 1.100.000 2.300.000

11. Dalwanto 300 400 1.200 1.000 360.000 400.000 760.000

12. Sumarno (Suami Lastri) 3.550 2.000 1.200 1.000 4.260.000 2.000.000 6.260.000 13. Tugiran (Suami Kartini) 4.500 6.000 1.200 1.000 5.400.000 6.000.000 11.400.000

Total 36.250 26.660 43.500.000 26.660.000 70.160.000


(2)

No

Nama

Pekerjaan Pengeluaran /Bulan Jml.Ang.K el. (org) Pengeluar an/ Kapita/ Bulan

No Nama Pekerjaan Pengeluaran

/ Bulan Jml. Ang.K el. (org) Pengeluar an/ Kapita/ Bulan

1 Giyarti Pemulung 1.200.000 3 400.000 54 Partinah Buruh Penyobek Plastik 1.750.000 4 437.500

2 Gining Pemulung 1.300.000 3 433.333 55 Tentrem Buruh Penyobek Plastik 1.400.000 4 350.000

3 Sukinem Pemulung 1.600.000 4 400.000 56 Yamto Buruh Penyobek Plastik 1.200.000 2 600.000

4 Asri Pemulung 1.562.500 2 781.250 57 Suratini Buruh Penyobek Plastik 1.400.000 4 350.000

5 Suwartinah Pemulung 2.000.000 5 400.000 58 Sotirah Buruh Penyobek Plastik 1.500.000 2 750.000

6 Suyanti Pemulung 2.741.600 5 548.320 59 Tri Nur Janah Buruh Penyobek Plastik 1.200.000 3 400.000

7 Imam Safi'i Pemulung 1.500.000 4 375.000 60 Anik Buruh Penyobek Plastik 1.400.000 4 350.000

8 Rini Pemulung 1.300.000 4 325.000 61 Sarmanto Buruh Penyobek Plastik 1.600.000 3 533..333

9 Suwarsi Pemulung 1.800.000 3 600.000 62 Giman Buruh Penyobek Plastik 1.850.000 4 462.500

10 Sumartin Pemulung 900.000 3 300.000 63 Rukilah Buruh Penyobek Plastik 1.725.000 4 431.250

11 Jumono Pemulung 900.000 4 225.000 64 Lanjariyah Buruh Penyobek Plastik 900.000 1 900.000

12 Kirman Pemulung 1.300.000 6 216.667 65 Slamet Riyadi Buruh Sortir 1.400.000 4 350.000

13 Musri Pemulung 700.000 1 700.000 66 Sartiyah Buruh Penyobek Plastik 1.200.000 1 1.200.000

14 Slamet/Amir Pemulung 1.500.000 2 750.000 67 Siti Utami Buruh Penyobek Plastik 1.600.000 5 320.000

15 Ngatijo Pemulung 1.100.000 4 275000 68 Saryoto Buruh Sortir 2.500.000 4 625.000

16 Sukamti Pemulung 1.675.000 4 418.750 69 Sumadiyono Buruh Sortir 1.700.000 3 566.667

17 Rubinah Pemulung 1.013.000 2 506.500 70 Ani Irt (Suami Pemulung) 1.000.000 3 333.333

18 Ratmanto Pemulung 1.500.000 4 375.000 71 Lastri Irt (Suami Pengepul) 2.833.300 4 708.325

19 Suyanti(Solikin) Pemulung 2.073.300 4 518.325 72 Sukemi Irt 2.000.000 3 666..667

20 Suwito Pemulung 1.000.000 1 1.000.000 73 Winarti Irt 2.500.000 5 500.000

21 Minto Pemulung 1.000.000 2 500.000 74 Tamti Irt (Suami Pemulung) 1.400.000 3 466..667

22 Agus Triyono Pemulung 2.000.000 3 666..667 75 Puji Rahayu Irt (Suami Pemulung) 1.100.000 4 275.000

Lampiran 15 : Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Rumah Tangga Yang Menerima Pendapatan (Langsung & Tidak

Langsung) Dari Keberadaan TPST Piyungan


(3)

23 Deni Pemulung 1.790.000 2 895.000 76 Marina Irt (Suami Buruh Pengepul) 1.200.000 3 400.000

24 Nur Yulianto Pemulung 1.800.000 3 600.000 77 Kartini Irt (Suami Pengepul) 2.700.000 4 675.000

25 Robit Pemulung 1.500.000 3 500.000 78 Siti Nur Janah Irt (Suami Buruh Pengepul) 1.400.000 4 350.000

26 Sardi Winarto Pemulung 1.550.000 1 1.550.000 79 Erni Warung Makan 2.100.000 3 700.000

27 Rejo Utomo Pemulung 1.100.000 2 550.000 80 Jumiyem Warung Makan 2.500.000 4 625.000

28 Suharyanto Pemulung 1.700.000 3 566..667 81 Lasiyem Warung Makan 1.700.000 1 1700.000

29 Sakinem Pemulung 1.600.000 2 800.000 82 Siti Haryati Warung Makan 3.750.000 5 750.000

30 Sokinem Pemulung 1.310.000 2 655.000 83 Partini Wiraswasta (Suami Karyawan Tpst) 2.500.000 4 625.000

31 Endah Pemulung 1.790.000 3 596..667 84 Saryati Wiraswasta / Pedagang 2.200.000 4 550.000

32 Ngasiran Pemulung 2.650.000 4 662.500 85 Saritin Wiraswasta (Suami Buruh Pengepul) 1.850.000 2 925.000

33 Emi Pengepul 2.820.000 5 564.000 86 Siswanto Pengangkut Sampah 900.000 2 450.000

34 Sokiran Pengepul 1.500.000 4 500.000 87 Waljuni Pengangkut Sampah 950.000 2 475.000

35 Parlan Buruh(punya ternak) 1.500.000 3 500.000 88 Sabar Sopir Jasa Angkut Sampah 1.300.000 3 433..333

36 Syaiful Pengepul 1.300.000 3 400.000 89 Subani Jasa Pengangkut Sampah 2.500.000 4 625.000

37 Sutris Pengepul 3.800.000 4 950.000 90 Taryono Jasa Pengangkut Sampah 2.700.000 4 675.000

38 Sumaryono Pengepul 2.500.000 3 833.333 91 Ngatijo Jasa Pengangkut Sampah 1.800.000 3 600.000

39 Heriyanto Pengepul 4.500.000 3 1.500.000 92 Suyono Jasa Pengangkut Sampah 3.600.000 4 900.000

40 Budiwiyanto Pengepul 2.500.000 4 625.000 93 Wasdari Jasa Pengangkut Sampah 2.700.000 3 900.000

41 Sudiyono Pengepul 1.600.00 4 400.000 94 Rismawan Jasa Angkut Sampah 2.750.000 4 687.500

42 Sokiman Pengepul 4.670.000 5 934.000 95 Suyadi Jasa Angkut Sampah (Istri Pemulung) 1.800.000 2 900.000

43 Poniran Pengepul 1.500.000 3 500.000 96 Suratijan Jasa Angkut Sampah 1.900.000 4 475.000

44 Murdani Karyawan TPST 1.800.000 2 900.000 97 Waljono Jasa Angkut Sampah 1.200.000 2 600.000

45 Mardiman Karyawan TPST 2.400.000 5 480.000 98 Mohadi Petani (Istri Buruh Pengepul) 1.200.000 2 600.000 46 Samto Karyawan TPST 1.700.000 2 850.000 99 Sobirin Buruh Bangunan (Istri Buruh Pengepul) 1.800.000 4 450.000


(4)

Keterangan :

47 Narijo Karyawan TPST 2.866.600 5 573.320 100 Mujinar PNS (Punya ternak di TPST) 7.000.000 5 1.400.000 48 Suyono Karyawan TPST 1.800.000 4 450.000 101 Wagiman Tukang Batu (Istri Pemulung) 1.700.000 2 850.000 49 Agus Widodo Karyawan TPST 1.550.000 2 775.000 102 Suridi Tukang Batu (Istri Pemulung) 2.700.000 3 900.000 50 Fendi Saputra Karyawan TPST 1.650.000 3 550.000 103 Sami Rejo Tukang Kayu (Istri Pedagang Makanan) 1.800.000 2 900.000 51 Dalwanto Karyawan TPST 3.280.000 5 656.000 104 Parmin Penambang Pasir (Istri Pemulung) 2.530.000 4 632.500

52 Kismadi Karyawan TPST 3.600.000 3 1.200.000 105 Wanto Sopir Material 2.550.000 4 637.500

53 Priyanto Karyawan TPST 1.800.000 3 600.000 106 Adi Suwarno Buruh (Istri Buruh Pengepul) 1.500.000 2 750.000 107

Sokiran

(Bendo) Tambang Batu (Istri Pemulung) 1.300.000 2 650.000


(5)

Lampiran 16 : Dokumentasi

Kondisi Di TPST Piyungan


(6)