Bahasa Indonesia Saat Ini

Bahasa Indonesia Saat Ini
Fajar Erikha
Bagaimana kabar bahasa Indonesia saat ini? Apakah tetap menggelora seperti zaman saat atau selesai Sumpah
Pemuda 1928 lalu? Apakah penggunanya masih punya semangat laiknya semangat Sutan Takdir Alisjahbana,
bapak Bahasa Indonesia? Di beberapa media massa dan ujaran tokoh publik, acapkali ditemukan kekeliruan
berbahasa. Menurut Timothy Hassal (2010), linguis yang peduli terhadap peminjaman bahasa Inggris ke
bahasa Indonesia, penyebab menggunakan bahasa barat dalam ragam tulis-lisan bahasa Indonesia karena
gengsi dan untuk menaikkan status sosial si penuturnya.
Walaupun itu tidak melulu alasan tunggal, Hassal juga menyebutkan sebelumnya sudah banyak pakar yang
menyimpulkan hal yang sama (J.J. Errington, Soesono Kartomihardjo, Peter Lowenberg, Profesor Anton
Moeliono, Michael Smithies, James Sneddon). Remy Silado dalam bukunya Bahasa Menunjukkan Bangsa,
menamakan kebiasaan itu bentuk bergincu (bersolek) atau fenomena Inglish (Indonesia-English, menurut
Kunjana Rahardi, (2009) dalam bahasa agar terlihat lebih ciamik. Belum lagi kekeliruan seperti salah istilah
saat bertutur atau berbahasa Indonesia campur bahasa asing saat konteks resmi.
Mantan Presiden SBY saat berpidato juga gemar menggunakan frasa-frasa dan selipan istilah asing (Inggris)
padahal bisa diindonesiakan. Acara-acara di stasiun televisi berita juga menamakan judul programnya dengan
bahasa Inggris namun isi acaranya berbahasa Indonesia. Bahkan, untuk mengungkapkan rasa cinta kepada
Indonesia saja harus menggunakan bukan bahasa Indonesia (seperti merek kaos terkenal). Tidak usah jauhjauh, para kolega dan handaitaulan lebih nyaman menggunakan kata meeting, on time, body language,
atau joke. Namun ketika ditanyakan mengapa tidak menggunakan bahasa Indonesia saja, pendapatnya karena
kadung biasa, lebih nyaman menggunakan bahasa Inggris, atau daya ungkap bahasa Indonesia tidak sekaya
bahasa Inggris. Kalangan korporat swasta lebih parah lagi. Setiap saya berurusan dengan mereka, obrolannya

selalu dibumbui dengan kata asing sepertiproduct, manager, head office, office hour atau teamwork. Padahal
kami tidak berbicara dalam bahasa Inggris secara utuh (paripurna).
Bahasa Indonesia berkembang dan akan terus berkembang mengikuti zaman meskipun tetap dipantau dan
diakomodasi oleh Pusat Bahasa. Para sarjana mereka sudah berusaha keras menerjemahkan dan menyerap
aneka ilmu pengetahuan dari bahasa asing ke bahasa Indonesia (baik serapan langsung atau mencari
padanannya di bahasa Indonesia atau daerah). Ini terbukti dari KBBI edisi pertama (1988) yang awalnya hanya
62.100 lema, bertambah lemanya menjadi 68.000 dalam KBBI kedua (1991). Lalu KBBI ketiga (2001)
menambahkan lagi lemanya menjadi 78.000 dan tujuh tahun berselang (2008), KBBI sudah memuat 90.000
lema. Dari ini, kita bisa simpulkan bahasa Indonesia siap menyongsong perkembangan ilmu pengetahuan &
menjadi simbol peradaban bangsa Indonesia.

Dari contoh di atas, kita juga bisa melihat proses pemadanan bahasa itu proses yang lazim dan menuntut
kemauan, dan yang paling penting, ikhtiar. Jika tidak, lema dalam KBBI akan segitu-gitu saja dan kita akan
menemukan kata bercetak miring sangat banyak tiap membaca tulisan tentang IPTEK, misalnya dan
mendengar bahasa Indonesia dengan campur diksi asing (lengkap dengan cara pelafalannya).
Walaupun sempat diragukan, akhirnya pemakaian padanan kata lingkup komputer seperti unduh (download),
unggah (upload), tetikus (mouse), surel/surat elektronik (e-mail) pun semakin membumi. Dalam ranah politik
pun juga berlaku pada kata seperti petahana (incumbent), hitung cepat (quick count), dan rasuah (korupsi). Di
bidang pendidikan, istilah bully/bullying, sekarang sudah ada padanannya: risak (digunakan oleh Tempo),
gencet (oleh pegiat antigencet: psikolog Ratna Djuwita) atau jahil, usul seorang teman yang mengajar di salah

satu lembaga pendidikan. Selain itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan juga
memperkenalkan istilah keayahbundaan (sebagai padanan parenting) untuk nama salah satu departemen yang
baru dibuatnya, Kementerian Keayahbundaan. Hal ini memperlihatkan usul “pembumian” istilah asing ke
bahasa kita berpangkal pada kemauan dan kesinambungan dari pemakainya yang tentu saja di awal terasa
tidak biasa. Toh pepatah berucap: alah suka karena biasa.
Ada tiga media massa terkenal di Indonesia yang lumayan mewakili pelestarian (bukan pemurnian) dan
pengembangan bahasa Indonesia: Tempo (majalah dan Koran), koran Kompas dan koran Media Indonesia.
Tempo, sejak awal berdiri (1971) memang teguh dalam merawat lingua franca ini lewat karya jurnalisnya
dengan cara yang enak dibaca dan kaya istilah tidak umumnya. Mereka berani menciptakan lema dangdut (via
Putu Wijaya) berdasarkan onomatope bunyi musik Melayu yang terpengaruh India dan memopulerkan katakata: kinclong, berkelindan, aduhai, santai (pengganti relax/rileks), menggebrak, menonjok, menggojlok,
tumben, dan Abang Sam (AS). Lewat majalah mingguannya mulai tahun 2005 (usul Goenawan Mohamad),
Tempo membuat kolom opini bernama Bahasa!: tempat menuangkan keinginan memelihara, mengarsip,
membahas, menilai, menimbang, menggugat perkembangan bahasa Indonesia. Mereka pun memiliki 14 awak
dalam redaktur bahasanya. Media kedua adalah koran Kompas. Seperti Tempo, Kompas pun memiliki kolom
bahasa yang terbit setiap hari Jumat. Kompas juga memiliki awak penyelaras bahasa (bukan redaktur bahasa)
dengan jumlah 20 orang. Media berikutnya adalah Media Indonesia yang juga memiliki redaktur bahasa
namun tidak memiliki kolom opini bahasa.
Selain tiga media di atas, media asal Jawa Barat (Pikiran Rakyat) ini memiliki kolom opini bahasa yang
bertajuk Stilistika. Jika ingin membaca lebih banyak opini tentang bahasa
Indonesia,www.rubrikbahasa.wordpress.com. Media berbasis blog ini menerbitkan kembali tulisan

tentang bahasa Indonesia dari beberapa media massa: Tempo, Kompas, Intisari, Lampung Post, Pikiran
Rakyat, Riau Pos danLPDS. Semacam pengarsipan agar khalayak gampang untuk menelusuri perkembangan
mutakhir kebahasaan di Indonesia .

Namun jika diamati lagi, sebenarnya keadaan tidak seburuk itu. Saat ini, semakin banyak peminat dan
pemerhati bahasa Indonesia bergerilya di media dalam jaringan (daring, on line). Dari hasil penelitian kecilkecilan, saya menemukan enam belas akun Twitter yang mengusung semangat dan kampanye bahasa
Indonesia (tiga di antaranya akun pribadi) dan tujuh belas situs (enam di antaranya merupakan blog individu)
yang mengulas bahasa Indonesia, kritik dan perkembangannya. Akun Twitter itu di antaranya: @lidahibu,
@bahasakita, @bahasawan, @BahasBahasa, @rubrikbahasa, @tesamoko, @BadanBahasa, @tanjabahasa,
@wismabahasa, @Bahasakita, @ivanlanin, @wahyuginting dan @KenalLinguistik untuk yang tertarik
mendalami bahasa dan seluk-beluknya. Sebagian akun tersebut aktif dan interaktif dengan para pengikutnya.
Contohnya, akun @ivanlanin yang berkampanye melalui pemadanan istilah bahasa asing ke bahasa Indonesia,
baik dengan bahasa yang sudah beredar di masyarakat penutur bahkan untuk istilah yang belum ada
padanannya dan penggunaan EYD untuk kebutuhan sehari-hari. Pernah, ia meminta urun daya dari pengicau
lain untuk memadankan istilah call for papers dan lumayan banyak yang berurun sehingga disepakati
padanannnya menjadi penerimaan makalah. Terlepas dari pas atau tidaknya pemadanan tersebut, upaya
beliau patut diacungi jempol karena ada ikhtiar agar istilah itu tidak kadung menggema di poster-poster
akademis kampus. Selain itu, dengan jumlah pengikut akun Twittersebanyak 50.000 akun, ia jadi corong
untuk pemadanan istilah selain Pusat Bahasa empunya pemerintah. Lalu ada lagi akun @tesamoko oleh Eko
Endarmoko, pegiat dan penulis Tesaurus Bahasa Indonesia juga membuat program sehari sekata untuk

memopulerkan aneka sinonim kata bahasa Indonesia secara alfabetis. Usahanyanya bisa membuat khalayak
yang belum memiliki tesaurus itu mengakses kekayaan kosakata bahasa daerah Nusantara.
Sedangkan @kenalinguistik lebih menekankan aspek kebahasaan secara umum dan sesekali mengaitkannya
dengan bahasa Indonesia. Namun begitu, akun ini pas bagi para linguis atau mahasiswa linguistik untuk
melihat perkembangan ilmu bahasa masa kini melalui tautan yang diberikannya.
Dengan mencari rata-rata kicauan per hari, saya menemukan lima akun yang terbilang sangat aktif
yaitu @ivanlanin (enam kicuan per hari), @lidahibu (lima kicauan per hari)
, @balaibahasa_su dan@wahyuginting (masing-masing tiga kicauan per hari) serta , @kenalinguistik (dua
kicaun per hari). Sisanya bukannya tidak aktif, dan jika rata-rata kicauan per minggu tidak lebih dari lima kali,
didapatkan nama akun @tesamoko dan @tanjabahasa (masing-masing lima kicauan per
minggu), @KBBI(empat kicauan per minggu), @Bahasa_Kita (tiga kicauan per
minggu), @bahasaplease dan@rubrikbahasa (masing-masing dua kicauan per minggu)
serta @tesamoko01 (satu kicauan per minggu).
Sedangkan alamat situs lebih kompleks lagi, contohnya www.lidahibu.com. Lidah Ibu memuat banyak
artikel tentang opini kebahasaan dan bahasa Indonesia, lengkap dengan karikatur dan ulasan buku tentang
bahasa. Portal yang sangat aktif dari 2009 hingga 2013 dan masih valid sebagai cermin perkembangan bahasa
akhir-akhir ini (misal opini tentang bahasa Alay: Aq 4L4Y — QM Maw Ap4h?! dan artikel Ciyus?
Cungguh? Miapah?). Untuk memudahkan pencarian makna kata-kata, situs asuhan Wahyu Adi Putra

Ginting ini menautkan lima kamus daring: ArtiKata; Dictionary.com; Kamus Bab.la (kamus daring

untuk 27 bahasa asing); KBBI Daring; Online Etymology Dictionary; UrbanDictionary.com.
Melalui Kompasiana (www.bahasa.kompasiana.com), kita akan tersua dengan banyak tulisan opini
tentang bahasa Indonesia, telaah bahasa daerah dan linguistik. Uniknya, esai-esai ini ditulis tidak hanya oleh
para akademisi, praktisi namun juga oleh masyarakat awam. Alhasil, spektrum ragam tulisannya sangat
banyak. Ada lagi blog Forum Bahasa Media Massa (FBMM yang
beralamatwww.guyubbahasa.blogspot.com), merupakan kumpulan tulisan kebahasaan yang dipakai oleh
media massa. Blog ini merupakan upaya menyamakan pemakaian istilah di media massa serta ajakan agar
masyarakat berbahasa Indonesia yang baik dan tepat. Walaupun sudah lama tidak aktif sejak 2011 lalu, isi
tulisan pada blog ini masih berfaedah dalam konteks sekarang.
Lain punya plat hitam, lain lagi punya plat kuning. Portal bahasa plat kuning adalah Badan Bahasa Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan/www.badanbahasa.kemendikbud.co.id tidak hanya berisi informasi
kegiatan Pusat Bahasa saja, namun berisi tulisan perkembangan dan kritik bahasa Indonesia. Di sana juga ada
KBBI daring, informasi tentang UKBI (Uji Kemampuan Bahasa Indonesia): semacamTOEFL-nya bahasa kita,
info tokoh bahasa dan sastra Indonesia: hal yang penting untuk penelusuran sejarah bahasa nasional.
Berikutnya ada www.tanja.portalbahasa.com, merupakan portal tanya-jawab tentang bahasa Indonesia,
apa pun itu. Mulai dari penerjemahan istilah asing yang (dirasa) belum ada padanannya, EYD, atau hal yang
dirasa remeh macam arti kata ogut, arti cilukba, mana yang betul pulang-pergi atau pergi-pulang. Sepintas
ini tidak penting, tapi jika hal ini dibahas biasanya kita akan bingung untuk menjawabnya. Kalau (kebetulan)
Anda bisa menjawab tiga pertanyaan di atas, sila membuka tautannya dan mengecek daftar ratusan pertanyaan
khalayak. Bagusnya, portal ini dibikin berbasis urun daya dari siapa pun yang punya informasi akan

pertanyaan, setelah membuat akun peserta terlebih dahalu tentunya. Situs ini tergolong aktif dan bisa
menjawab kebuntuan penutur akan bahasa yang “diresmikan” pada 28 Oktober 1928 ini.
Ada lagi www.bahasakita.com. Situs yang didirikan pada tahun 2007 ini, beragenda memutakhirkan
kosakata, tata bahasa dan pengetahuan bahasa Indonesia penutrnya. Wieke Gur, seorang pemerhati bahasa
Indonesia dan konsutan bisnis lintas budaya. Melalui “tangannyalah” para linguis kaliber internasional ikut
berkontribusi pada situs ini: George Quinn, James Sneddon, Prof. Ulrich (Uli) Kozok, Nikolaos van Dam,
Timothy Hassall, Prof. Mikihiro Moriyama, serta bahasawan Indonesia, Ivan Lanin. Laman ini menyediakan
tulisan para linguis di atas serta program pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing. Terdapat juga
tautan yang menyediakan buku panduan singkat berbahasa percakapan sehari-hari. Selain membuat
representasi di Twitter, akun ini juga “menjelma” ke dalam halaman penggemar (fan page) di Facebook.
Bagusnya, halaman Bahasa Kita – Bahasa Indonesia lumayan aktif dan direspons (baik jempol ataupun
komentar) oleh banyak anggotannya.

Selain situs-situs di atas, ada beberapa situs yang memaparkan opininya tentang geliat bahasa mutakhir
seperti: www.sastra-bahasa.blogspot.com (berisi tulisan ilmiah dan esai tentang linguistik, bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa oleh D. Jupriono, yang menaruh minat besar pada kajian kebahasaan, kesastraan,
tradisi lisan dan komunikasi); Sastranesia (www.sastranesia.com ), situs yang berniat memelihara
khazanah sastra dan bahasa Indonesia. Berbagai karya sastra dan masalah bahasa ditelaah di
sini; Retas (www.ivan.lanin.org), yang juga membahas sejumah tanggapan dan usulan tentang bahasa
Indonesia (sekitar 43 artikel bahasa); Corat-coret Bahasa, selain opini penggagas juga membahas ulasan

singkat buku seperti Kamus Linguistik dan Tesaurus Bahasa Indonesia;
Bahasa!(www.rumahbahas4.wordpress.com), blog individu yang mengkritisi bahasa Indonesia, tersedia
27 artikel dan sayang sekali saat ini sudah tidak aktif lagi; Pelitaku (www.pelitaku-sabd.org), sebuah
wadah menulis berhaluan keagamaan namun mengiriskan pada isu bahasa Indonesia sebagai salah satu isu.
Kepedulian pada bahasa Indonesia sejatinya tanggung jawab bersama, tidak Pusat Bahasa saja, bahasawan,
atau masyarakat penuturnya. Perkembangannya selalu melibatkan masyarakat pengguna, bahasawan akan
mengamati dan mengkritisi, lalu Pusat Bahasa membuat dokumentasi agar masuk ke dalam KBBI. Dari
segenap pegiat dan ikhtiar mengembangkan bahasa Indonesia via aneka media daring seperti di atas, kita bisa
melihat bahwa bahasa Indonesia tetap (dan terus) menggeliat oleh penuturnya sendiri. Mereka
memperlihatkan bahwa upaya mandiri lebih baik dari tidak berupaya sama sekali.

*Penulis merupakan mahasiswa pascasarjana Departemen Linguistik Universitas Indonesia, peneliti asosiet di
Pusat Riset Ilmu Kepolisian UI, dan tutor bahasa di Zenius Education. Email: fajar.erikha51@ui.ac.id atau
fajar@zeniuseducation.com. Tulisan ini pertama sekali dimuat di www.midjournal.com pada 19 Mei 2015 lalu.