EFEK KEMOPREVENTIF EKSTRAK ETANOLIK Gynura procumbens (Lour), Merr PADA KARSINOGENESIS KANKER PAYUDARA TIKUS
Edy
Meiyanto
Majalah
Farmasi Indonesia, 18(3), 154 – 161, 2007
Efe k k e m opr e ve n t if e k st r a k e t a n olik Gyn u r a
pr ocum be ns ( Lour ) , M e r r pa da k a r sinoge ne sis
k a n k e r pa yuda r a t ik u s
Che m opr e ve nt ive e ffe ct of e t h a nolic e x t r a ct of Gynu r a
pr ocu m be n s ( Lour ) , M e r r on t he ca r cin oge n e sis of Ra t
br e a st ca n ce r de v e lopm e nt
Edy Meiyanto. 1* ) , Sri Susilow ati.2) , Sri Tasminatun. 3) , Retno Murw anti. 1) dan
Sugiyanto 1)
1)
CCRC- Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Universitas Wahid Hasyim, Semarang
3)
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2)
Abst r a k
Tanam an Gynura procum bens, ( Lour) Merr at au sam bung nyawa t elah
digunakan oleh m asyarakat unt uk m encegah berkem bangnya t um or dan j uga
t erbukt i m am pu m engurangi insidensi t um or paru pada m encit . Penelit ian ini
bert uj uan unt uk m enguj i pot ensi ekst rak et anolik daun G procum bens dalam
m engham bat t im bulnya t um or payudara akibat pem aparan DMBA. Tikus
Sprague Dawley ( SD) digunakan pada penelit ian ini yang dibagi ke dalam
beberapa kelom pok. DMBA digunakan unt uk induksi t erj adinya t um or
payudara yang diberikan sem inggu dua kali selam a lim a m inggu. Ekst rak
et anolik G. procum bens dengan peringkat 3 dosis, yakni 250, 500, dan 750
m g/ kgBB diberikan sem inggu dan selam a pem aparan DMBA. Tim bulnya
t um or diam at i dengan palpasi set iap m inggu hingga 16 m inggu set elah
pem berian DMBA t erakhir. Hasilnya m enunj ukkan bahwa pem berian ekst rak
et anolik G. procum bens pada konsent rai 250, 500, dan 750 m g/ kgBB m am pu
m enurunkan insidensi t um or m am m ae sebesar m asing- m asing 60 % , 30% ,
dan 20 % . Dosis 500 dan 750 m g/ kgBB secara kuat m am pu m engham bat
m ult iplicit y t um or, sedang dosis 250 m g/ kgBB m em iliki kem am puan yang
lebih rendah. Secara keseluruhan dapat disim pulkan bahwa ekst rak et anolik
G. procum bens dengan dosis 250 m g/ kgBB sudah cukup m em berikan efek
kem oprevent if t erhadap karsinogenesis kanker m am m ae ( Lour) Merr.
Ka t a k un ci: kem oprevent if, G. procum bens, kanker m am m ae
Abst r a ct
Gynura procum bens ( Lour) Merr., em pirically, used t o prevent cancer
developm ent and has been proven t o be able t o suppress lung cancer
developm ent . The aim of t his research is t o exam ine t he pot ent ial of
et hanolic ext ract of G. procum bens t o suppress DMBA- induced breast cancer
developm ent . Sprague Dawly Rat s w ere used in t his research and were
grouped as indicat ed t reat m ent . Et hanolic ext ract of G. procum bens was
adm inist ered int o 3 levels of doses, nam ely 250, 500, and 750 m g/ kgBW.
Tum or developm ent was exam ined by palpat ion every week and t erm inat ed
at week 16 t h aft er t he end of DMBA t reat m ent . The result showed t hat ext ract
t reat m ent at t he dose of 250, 500, and 750 m g/ kgBW reduced t um or
incidence by 60% , 30 % , and 20 % respect ively. The doses of 500 and 750
m g/ kgBW exhibit ed st rong suppression of t um or m ult iplicit y, where as t he
dose of 250 perform ed less pot ent ial suppression. I n conclusion, et hanolic
154
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 2007
Efek kemopreventif ekstrak etanolik............
ext ract of G. procum bens perform s chem oprevent ive effect t o suppress
breast cancer developm ent at t he dose of 250 m g/ kgBW.
Ke y w or ds : chem oprevent ive, Gynura procum bens ( Lour) Merr, breast cancer.
Pe n da h u lu a n
Proses karsinogenesis merupakan proses
terjadinya kanker yang diawali dengan adanya
kerusakan DNA atau mutasi pada gen-gen
pengatur pertumbuhan, seperti gen p53 dan ras
(Hanahan and Weinberg, 2000). Mutasi tersebut
umumnya disebabkan karena adanya paparan
senyawa karsinogen seperti senyawa golongan
polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH)
(misalnya DMBA) yang metabolit aktifnya
dapat berikatan dengan DNA (Rundle et al.,
2000). Proses menuju terjadinya kanker yang
progresif umumnya berjalan lama dan
melibatkan perubahan-perubahan genetic lanjut
serta perubahan ekspresi gen yang dapat
mempengaruhi sifat pertumbuhan sel. Secara
keseluruhan proses karsinogenesis tersebut
dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu fase inisiasi,
yakni fase aktivasi senyawa karsinogen hingga
terjadinya mutasi awal, dan fase post inisiasi
yang meliputi tahap promosi dan progresi
(Hanahan and Weinberg, 2000). Sayangnya,
penyakit kanker umumnya baru diketahui
setelah sampai pada tahap progresi hingga sulit
dilakukan terapi, karena sudah mengalami
kelainan seluler yang majemuk. Oleh karena itu
pengembangan terapi kanker perlu dilakukan
terhadap kesemua tahap untuk mencegah
terjadinya dan perkembangan lanjut dari sel-sel
tumor tersebut.
Daun
tanaman
sambung
nyawa
(G.procumbens, (Lour) Merr) merupakan salah
satu jenis herba yang sering digunakan oleh
masyarakat untuk mencegah pertumbuhan
kanker. Daun tanaman ini diketahui
mengandung senyawa golongan flavonoid
(Sugiyanto et al, 2003) dan terpenoid (Meiyanto
and Septisetyani, 2005). Senyawa flavanoid
umumnya memiliki aktivitas antioksidan karena
memiliki gugus hidroksi fenolik yang mampu
manangkap radikal bebas, suatu spesies yang
melakukan reaksi oksidasi di dalam sel
(kumaran and karunakaran, 2005). Dengan sifat
antioksidan ini, flavonoid memiliki potensi
untuk menghambat proses inisiasi karsinogenesis dengan cara menghambat aktivasi
karsinogen. Sugiyanto et al, (2003), melaporkan
bahwa pemberian ekstrak etanolik daun
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 2007
G. procumbens 300 mg/Kg BB pada mencit
Balp/c selama inisiasi karsinogen Benzo(a)
pirene (BaP) dapat menurunkan insidensi
tumor paru sebesar 36 %. Penurunan insidensi
ini diperkirakan juga melalui penghambatan
proses aktivasi oksidasi BaP oleh enzim
cytocrom P450 yang terjadi di hepar.
Dimetilbenz(a)antrasene (DMBA) merupakan karsinogen yang poten untuk memicu
timbulnya kanker payudara tikus (Kubatka et al.,
2002). DMBA juga mengalami aktivasi di hepar
dengan proses oksidasi sehingga membentuk
karsinogen aktif yang dapat bereaksi dengan
DNA (Singletary et al, 1997). Karsinogenesis
dengan DMBA umumnya dapat menyebabkan
mutasi pada gen ras dan meningkatkan ekspresi
Ras dan fos sehingga dapat memacu proliferasi
sel (Dandekar et al., 1986; Limtrakul et al.,
2001). Proses karsinogenesis ini juga akan dapat
dihambat oleh senyawa-senyawa antioksidan
(Zai et al., 1998). Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari efek kemopreventif ekstrak
etanolik daun G procumbens terhadap inisiasi
karsinogenesis payudara tikus akibat pemberian
DMBA.
M e t odologi
Ba h a n u j i k a r sinoge n e sis
Daun tanaman G. procumbens, (Lour) Merr
yang diperoleh dari daerah Ngaglik Sleman
Yogyakarta dikeringkan pada temperatur 40 - 60 oC
kemudian diekstraksi dengan etanol 96.% (p.a.)
hingga diperoleh ekstrak etanolik. Untuk pembuatan
model kanker payudara digunakan DMBA (7,12dimetilbenz(a)ntrasen) (Sigma Chem.) .
Subye k uj i
Yang digunakan adalah tikus betina galur
Sprague Dawley umur satu bulan dengan berat
badan 40-60 g yang diperoleh dari BPOM Jakarta,
yang kemudian dipelihara dalam kandang hewan
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
I n duk si k a r sin ogen e sis d en ga n D M BA da n
per la k u an de n ga n e k st r a k e t a nol da un G.
pr ocum be ns, ( Lou r ) M e r r
Tikus betina umur satu bulan, dibagi menjadi
sembilan kelompok secara random. Masing-masing
kelompok terdiri dari sepuluh
ekor tikus.
155
Edy Meiyanto
Kelompok I merupakan kelompok perlakuan
DMBA, yang dibuat model kanker payudara dengan
pemberian DMBA dalam minyak jagung dengan
dosis 20 mg/kg BB secara peroral sebanyak sepuluh
kali, yaitu seminggu dua kali selama lima minggu,
dimulai pada umur satu setengah bulan. Empat belas
hari sebelumnya tikus hanya mendapat pakan
kontrol, yaitu pelet AD2 yang diproduksi oleh PT
COMFED Surabaya. Kelompok II-IV, yaitu
kelompok perlakuan ekstrak, diberi ekstrak dengan
peringkat dosis 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB dan
750 mg/kg BB setiap hari selama empat belas hari
sebelum inisiasi (pemberian DMBA) dan selama
inisiasi. Dosis, cara dan frekuensi pemberian DMBA
sama dengan kelompok perlakuan DMBA.
Kelompok V merupakan kelompok perlakuan
pelarut minyak jagung. Minyak jagung diberikan
sepuluh kali, seminggu dua kali selama lima minggu.
Kelompok VI adalah kelompok kontrol pelarut
CMC Na, yang diberikan setiap hari selama tujuh
minggu. Kelompok VII-IX adalah kelompok
kontrol ekstrak dengan peringkat dosis pemakaian
pada kelompok perlakuan.
Setelah pemberian DMBA yang terakhir,
semua tikus diberi pakan kontrol saja hingga akhir
pengamatan. Tikus ditimbang setiap minggunya
untuk mengetahui perkembangan berat badannya,
dan mulai minggu ke-1 setelah pemberian DMBA
terakhir, dilakukan palpasi payudara setiap minggu
untuk mengamati terjadinya (insidensi) tumor,
hingga akhir pengamatan (minggu ke 16).
Pe m e r ik sa a n h ist opat ologi
Pada akhir pengamatan (minggu ke 16),
dilakukan nekropsi terhadap hewan uji. Analisis
histopatologi dilakukan dengan pengecatan H&E
terhadap organ mammae, hepar dan pulmo, untuk
mengetahui keadaan sitologinya serta tingkat
keparahan tumor/kanker yang terjadi. Analisis
mikroskopis dilakukan dengan mengamati sifat
karsinogenisitas seluler pada jaringan yang diperiksa.
Ca r a a n a lisis da t a
Insidensi tumor dihitung dari jumlah tikus
yang terkena tumor pada setiap kelompok. Potensi
penghambatan dihitung dari selisih jumlah tikus
yang terkena tumor antara perlakuan ekstrak dan
perlakuan DMBA dibagi jumlah tikus yang terkena
tumor pada perlakuan DMBA kali 100 %.
Tumour multiplicity dihitung dari rata-rata
jumlah nodul tumor setiap tikus dalam satu
kelompok, selanjutnya keberbedaan antar kelompok
dianalisis menggunakan statistik non parametrik
Kruskal Wallis dilanjutkan Mann-Whitney test
dengan taraf kepercayaan 95 %.
H a sil D a n Pe m ba h a sa n
Pe n ga r uh
pe m be r ia n
in side n si t u m or
e k st r a k
t e r ha da p
Dalam pembuatan model tumor
mamae pada penelitian ini digunakan senyawa
karsinogen 7,12-dimetilbenz(a)ntrasen (DMBA)
dengan
pertimbangan
bahwa
senyawa
Gambar 1. Profil insidensi tikus yang terkena tumor pada setiap
perlakuan pada tahap inisiasi. Setiap titik merupakan hasil
rata-rata dari n = 10
156
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 2007
Efek kemopreventif ekstrak etanolik............
Tabel I. Jumlah insidensi tumor mammae tikus pada berbagai perlakuan tahap inisiasi
10
10
Jumlah
tikus yang
terkena
tumor
10
4
10
10
Jumlah
tikus yang
diuji
Kelompok
perlakuan
DMBA
ekstrak dosis 250
mg/kg BB
ekstrak dosis 500
mg/kg BB
ekstrak dosis 750
mg/kg BB
100
40
Waktu latensi
(minggu,
setelah inisiasi
terakhir)
3
8
7
70
5
30
8
80
5
20
Insidensi
(%)
Pengurangan
(penghambatan)
(%)
60
250
BERAT BADAN (GRAM)
200
150
100
DMBA
DMBA + EKSTRAK GYNURA 250
DMBA + EKSTRAK GYNURA 500
50
DMBA + EKSTRAK GYNURA 750
CORN OIL
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
MINGGU (SETELAH INISIASI TERAKHIR)
Gambar 2. Perkembangan berat badan tikus setelah pemberian DMBA yang
ditimbang setiap minggu setelah pemberian DMBA (inisiasi)
terakhir. Setiap titik merpakan hasil rata-rata dari n = 10
karsinogen yang termasuk dalam golongan
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon ini spesifik
untuk pembuatan model tumor mamae pada
beberapa hewan uji jika diberikan secara peroral
(intragastric). Menurut Kubatka, et al., (2002)
induksi karsinogenesis mamae pada tikus betina
dipengaruhi oleh faktor umur, galur (strain),
dosis dan waktu pemberian karsinogen, pola
sistem imun, status sistem endokrin dan pakan.
Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan
tikus betina galur Sprague Dawley yang lebih
sensitif daripada Wistar untuk pembentukan
tumor mamae, dengan umur 1,5 bulan, yaitu
umur yang tepat untuk induksi karsinogenesis
mamae karena di awal pubertas (Kubatka, et al.,
2002, Singletary, et al., 1998)
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 2007
Pengamatan terhadap uji antikarsinogenesis dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis untuk
semua kelompok meliputi jumlah tikus yang
terkena tumor (insidensi), jumlah nodul tiap
tikus (multiplicity) dan ukuran tumor dilakukan
selama 16 minggu. Pengamatan diakhiri pada
minggu ke 16 setelah inisiasi yang terakhir,
karena ukuran tumor yang terjadi sudah cukup
besar dan selebihnya akan menyebabkan
penderitaan pada hewan uji.
Persentase insidensi yang digambarkan
dengan
kurva
survival
(Gambar.1)
menunjukkan bahwa ada pengurangan angka
kejadian dan perbedaan waktu timbulnya tumor
157
Edy Meiyanto
4
3.5
DMBA
GYNURA 250
3
GYNURA 500
GYNURA 750
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
MINGGU (SETELAH INISIASI DMBA TERAKHIR
Gambar 3. Pertumbuhan tumor tikus yang diinduksi dengan
DMBA pada berbagai perlakuan dengan ekstrak
G..procumbens.
antara kelompok perlakuan DMBA (tumor) dan
kelompok perlakuan ekstrak (p
Meiyanto
Majalah
Farmasi Indonesia, 18(3), 154 – 161, 2007
Efe k k e m opr e ve n t if e k st r a k e t a n olik Gyn u r a
pr ocum be ns ( Lour ) , M e r r pa da k a r sinoge ne sis
k a n k e r pa yuda r a t ik u s
Che m opr e ve nt ive e ffe ct of e t h a nolic e x t r a ct of Gynu r a
pr ocu m be n s ( Lour ) , M e r r on t he ca r cin oge n e sis of Ra t
br e a st ca n ce r de v e lopm e nt
Edy Meiyanto. 1* ) , Sri Susilow ati.2) , Sri Tasminatun. 3) , Retno Murw anti. 1) dan
Sugiyanto 1)
1)
CCRC- Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Universitas Wahid Hasyim, Semarang
3)
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2)
Abst r a k
Tanam an Gynura procum bens, ( Lour) Merr at au sam bung nyawa t elah
digunakan oleh m asyarakat unt uk m encegah berkem bangnya t um or dan j uga
t erbukt i m am pu m engurangi insidensi t um or paru pada m encit . Penelit ian ini
bert uj uan unt uk m enguj i pot ensi ekst rak et anolik daun G procum bens dalam
m engham bat t im bulnya t um or payudara akibat pem aparan DMBA. Tikus
Sprague Dawley ( SD) digunakan pada penelit ian ini yang dibagi ke dalam
beberapa kelom pok. DMBA digunakan unt uk induksi t erj adinya t um or
payudara yang diberikan sem inggu dua kali selam a lim a m inggu. Ekst rak
et anolik G. procum bens dengan peringkat 3 dosis, yakni 250, 500, dan 750
m g/ kgBB diberikan sem inggu dan selam a pem aparan DMBA. Tim bulnya
t um or diam at i dengan palpasi set iap m inggu hingga 16 m inggu set elah
pem berian DMBA t erakhir. Hasilnya m enunj ukkan bahwa pem berian ekst rak
et anolik G. procum bens pada konsent rai 250, 500, dan 750 m g/ kgBB m am pu
m enurunkan insidensi t um or m am m ae sebesar m asing- m asing 60 % , 30% ,
dan 20 % . Dosis 500 dan 750 m g/ kgBB secara kuat m am pu m engham bat
m ult iplicit y t um or, sedang dosis 250 m g/ kgBB m em iliki kem am puan yang
lebih rendah. Secara keseluruhan dapat disim pulkan bahwa ekst rak et anolik
G. procum bens dengan dosis 250 m g/ kgBB sudah cukup m em berikan efek
kem oprevent if t erhadap karsinogenesis kanker m am m ae ( Lour) Merr.
Ka t a k un ci: kem oprevent if, G. procum bens, kanker m am m ae
Abst r a ct
Gynura procum bens ( Lour) Merr., em pirically, used t o prevent cancer
developm ent and has been proven t o be able t o suppress lung cancer
developm ent . The aim of t his research is t o exam ine t he pot ent ial of
et hanolic ext ract of G. procum bens t o suppress DMBA- induced breast cancer
developm ent . Sprague Dawly Rat s w ere used in t his research and were
grouped as indicat ed t reat m ent . Et hanolic ext ract of G. procum bens was
adm inist ered int o 3 levels of doses, nam ely 250, 500, and 750 m g/ kgBW.
Tum or developm ent was exam ined by palpat ion every week and t erm inat ed
at week 16 t h aft er t he end of DMBA t reat m ent . The result showed t hat ext ract
t reat m ent at t he dose of 250, 500, and 750 m g/ kgBW reduced t um or
incidence by 60% , 30 % , and 20 % respect ively. The doses of 500 and 750
m g/ kgBW exhibit ed st rong suppression of t um or m ult iplicit y, where as t he
dose of 250 perform ed less pot ent ial suppression. I n conclusion, et hanolic
154
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 2007
Efek kemopreventif ekstrak etanolik............
ext ract of G. procum bens perform s chem oprevent ive effect t o suppress
breast cancer developm ent at t he dose of 250 m g/ kgBW.
Ke y w or ds : chem oprevent ive, Gynura procum bens ( Lour) Merr, breast cancer.
Pe n da h u lu a n
Proses karsinogenesis merupakan proses
terjadinya kanker yang diawali dengan adanya
kerusakan DNA atau mutasi pada gen-gen
pengatur pertumbuhan, seperti gen p53 dan ras
(Hanahan and Weinberg, 2000). Mutasi tersebut
umumnya disebabkan karena adanya paparan
senyawa karsinogen seperti senyawa golongan
polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH)
(misalnya DMBA) yang metabolit aktifnya
dapat berikatan dengan DNA (Rundle et al.,
2000). Proses menuju terjadinya kanker yang
progresif umumnya berjalan lama dan
melibatkan perubahan-perubahan genetic lanjut
serta perubahan ekspresi gen yang dapat
mempengaruhi sifat pertumbuhan sel. Secara
keseluruhan proses karsinogenesis tersebut
dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu fase inisiasi,
yakni fase aktivasi senyawa karsinogen hingga
terjadinya mutasi awal, dan fase post inisiasi
yang meliputi tahap promosi dan progresi
(Hanahan and Weinberg, 2000). Sayangnya,
penyakit kanker umumnya baru diketahui
setelah sampai pada tahap progresi hingga sulit
dilakukan terapi, karena sudah mengalami
kelainan seluler yang majemuk. Oleh karena itu
pengembangan terapi kanker perlu dilakukan
terhadap kesemua tahap untuk mencegah
terjadinya dan perkembangan lanjut dari sel-sel
tumor tersebut.
Daun
tanaman
sambung
nyawa
(G.procumbens, (Lour) Merr) merupakan salah
satu jenis herba yang sering digunakan oleh
masyarakat untuk mencegah pertumbuhan
kanker. Daun tanaman ini diketahui
mengandung senyawa golongan flavonoid
(Sugiyanto et al, 2003) dan terpenoid (Meiyanto
and Septisetyani, 2005). Senyawa flavanoid
umumnya memiliki aktivitas antioksidan karena
memiliki gugus hidroksi fenolik yang mampu
manangkap radikal bebas, suatu spesies yang
melakukan reaksi oksidasi di dalam sel
(kumaran and karunakaran, 2005). Dengan sifat
antioksidan ini, flavonoid memiliki potensi
untuk menghambat proses inisiasi karsinogenesis dengan cara menghambat aktivasi
karsinogen. Sugiyanto et al, (2003), melaporkan
bahwa pemberian ekstrak etanolik daun
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 2007
G. procumbens 300 mg/Kg BB pada mencit
Balp/c selama inisiasi karsinogen Benzo(a)
pirene (BaP) dapat menurunkan insidensi
tumor paru sebesar 36 %. Penurunan insidensi
ini diperkirakan juga melalui penghambatan
proses aktivasi oksidasi BaP oleh enzim
cytocrom P450 yang terjadi di hepar.
Dimetilbenz(a)antrasene (DMBA) merupakan karsinogen yang poten untuk memicu
timbulnya kanker payudara tikus (Kubatka et al.,
2002). DMBA juga mengalami aktivasi di hepar
dengan proses oksidasi sehingga membentuk
karsinogen aktif yang dapat bereaksi dengan
DNA (Singletary et al, 1997). Karsinogenesis
dengan DMBA umumnya dapat menyebabkan
mutasi pada gen ras dan meningkatkan ekspresi
Ras dan fos sehingga dapat memacu proliferasi
sel (Dandekar et al., 1986; Limtrakul et al.,
2001). Proses karsinogenesis ini juga akan dapat
dihambat oleh senyawa-senyawa antioksidan
(Zai et al., 1998). Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari efek kemopreventif ekstrak
etanolik daun G procumbens terhadap inisiasi
karsinogenesis payudara tikus akibat pemberian
DMBA.
M e t odologi
Ba h a n u j i k a r sinoge n e sis
Daun tanaman G. procumbens, (Lour) Merr
yang diperoleh dari daerah Ngaglik Sleman
Yogyakarta dikeringkan pada temperatur 40 - 60 oC
kemudian diekstraksi dengan etanol 96.% (p.a.)
hingga diperoleh ekstrak etanolik. Untuk pembuatan
model kanker payudara digunakan DMBA (7,12dimetilbenz(a)ntrasen) (Sigma Chem.) .
Subye k uj i
Yang digunakan adalah tikus betina galur
Sprague Dawley umur satu bulan dengan berat
badan 40-60 g yang diperoleh dari BPOM Jakarta,
yang kemudian dipelihara dalam kandang hewan
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
I n duk si k a r sin ogen e sis d en ga n D M BA da n
per la k u an de n ga n e k st r a k e t a nol da un G.
pr ocum be ns, ( Lou r ) M e r r
Tikus betina umur satu bulan, dibagi menjadi
sembilan kelompok secara random. Masing-masing
kelompok terdiri dari sepuluh
ekor tikus.
155
Edy Meiyanto
Kelompok I merupakan kelompok perlakuan
DMBA, yang dibuat model kanker payudara dengan
pemberian DMBA dalam minyak jagung dengan
dosis 20 mg/kg BB secara peroral sebanyak sepuluh
kali, yaitu seminggu dua kali selama lima minggu,
dimulai pada umur satu setengah bulan. Empat belas
hari sebelumnya tikus hanya mendapat pakan
kontrol, yaitu pelet AD2 yang diproduksi oleh PT
COMFED Surabaya. Kelompok II-IV, yaitu
kelompok perlakuan ekstrak, diberi ekstrak dengan
peringkat dosis 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB dan
750 mg/kg BB setiap hari selama empat belas hari
sebelum inisiasi (pemberian DMBA) dan selama
inisiasi. Dosis, cara dan frekuensi pemberian DMBA
sama dengan kelompok perlakuan DMBA.
Kelompok V merupakan kelompok perlakuan
pelarut minyak jagung. Minyak jagung diberikan
sepuluh kali, seminggu dua kali selama lima minggu.
Kelompok VI adalah kelompok kontrol pelarut
CMC Na, yang diberikan setiap hari selama tujuh
minggu. Kelompok VII-IX adalah kelompok
kontrol ekstrak dengan peringkat dosis pemakaian
pada kelompok perlakuan.
Setelah pemberian DMBA yang terakhir,
semua tikus diberi pakan kontrol saja hingga akhir
pengamatan. Tikus ditimbang setiap minggunya
untuk mengetahui perkembangan berat badannya,
dan mulai minggu ke-1 setelah pemberian DMBA
terakhir, dilakukan palpasi payudara setiap minggu
untuk mengamati terjadinya (insidensi) tumor,
hingga akhir pengamatan (minggu ke 16).
Pe m e r ik sa a n h ist opat ologi
Pada akhir pengamatan (minggu ke 16),
dilakukan nekropsi terhadap hewan uji. Analisis
histopatologi dilakukan dengan pengecatan H&E
terhadap organ mammae, hepar dan pulmo, untuk
mengetahui keadaan sitologinya serta tingkat
keparahan tumor/kanker yang terjadi. Analisis
mikroskopis dilakukan dengan mengamati sifat
karsinogenisitas seluler pada jaringan yang diperiksa.
Ca r a a n a lisis da t a
Insidensi tumor dihitung dari jumlah tikus
yang terkena tumor pada setiap kelompok. Potensi
penghambatan dihitung dari selisih jumlah tikus
yang terkena tumor antara perlakuan ekstrak dan
perlakuan DMBA dibagi jumlah tikus yang terkena
tumor pada perlakuan DMBA kali 100 %.
Tumour multiplicity dihitung dari rata-rata
jumlah nodul tumor setiap tikus dalam satu
kelompok, selanjutnya keberbedaan antar kelompok
dianalisis menggunakan statistik non parametrik
Kruskal Wallis dilanjutkan Mann-Whitney test
dengan taraf kepercayaan 95 %.
H a sil D a n Pe m ba h a sa n
Pe n ga r uh
pe m be r ia n
in side n si t u m or
e k st r a k
t e r ha da p
Dalam pembuatan model tumor
mamae pada penelitian ini digunakan senyawa
karsinogen 7,12-dimetilbenz(a)ntrasen (DMBA)
dengan
pertimbangan
bahwa
senyawa
Gambar 1. Profil insidensi tikus yang terkena tumor pada setiap
perlakuan pada tahap inisiasi. Setiap titik merupakan hasil
rata-rata dari n = 10
156
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 2007
Efek kemopreventif ekstrak etanolik............
Tabel I. Jumlah insidensi tumor mammae tikus pada berbagai perlakuan tahap inisiasi
10
10
Jumlah
tikus yang
terkena
tumor
10
4
10
10
Jumlah
tikus yang
diuji
Kelompok
perlakuan
DMBA
ekstrak dosis 250
mg/kg BB
ekstrak dosis 500
mg/kg BB
ekstrak dosis 750
mg/kg BB
100
40
Waktu latensi
(minggu,
setelah inisiasi
terakhir)
3
8
7
70
5
30
8
80
5
20
Insidensi
(%)
Pengurangan
(penghambatan)
(%)
60
250
BERAT BADAN (GRAM)
200
150
100
DMBA
DMBA + EKSTRAK GYNURA 250
DMBA + EKSTRAK GYNURA 500
50
DMBA + EKSTRAK GYNURA 750
CORN OIL
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
MINGGU (SETELAH INISIASI TERAKHIR)
Gambar 2. Perkembangan berat badan tikus setelah pemberian DMBA yang
ditimbang setiap minggu setelah pemberian DMBA (inisiasi)
terakhir. Setiap titik merpakan hasil rata-rata dari n = 10
karsinogen yang termasuk dalam golongan
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon ini spesifik
untuk pembuatan model tumor mamae pada
beberapa hewan uji jika diberikan secara peroral
(intragastric). Menurut Kubatka, et al., (2002)
induksi karsinogenesis mamae pada tikus betina
dipengaruhi oleh faktor umur, galur (strain),
dosis dan waktu pemberian karsinogen, pola
sistem imun, status sistem endokrin dan pakan.
Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan
tikus betina galur Sprague Dawley yang lebih
sensitif daripada Wistar untuk pembentukan
tumor mamae, dengan umur 1,5 bulan, yaitu
umur yang tepat untuk induksi karsinogenesis
mamae karena di awal pubertas (Kubatka, et al.,
2002, Singletary, et al., 1998)
Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 2007
Pengamatan terhadap uji antikarsinogenesis dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis untuk
semua kelompok meliputi jumlah tikus yang
terkena tumor (insidensi), jumlah nodul tiap
tikus (multiplicity) dan ukuran tumor dilakukan
selama 16 minggu. Pengamatan diakhiri pada
minggu ke 16 setelah inisiasi yang terakhir,
karena ukuran tumor yang terjadi sudah cukup
besar dan selebihnya akan menyebabkan
penderitaan pada hewan uji.
Persentase insidensi yang digambarkan
dengan
kurva
survival
(Gambar.1)
menunjukkan bahwa ada pengurangan angka
kejadian dan perbedaan waktu timbulnya tumor
157
Edy Meiyanto
4
3.5
DMBA
GYNURA 250
3
GYNURA 500
GYNURA 750
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
MINGGU (SETELAH INISIASI DMBA TERAKHIR
Gambar 3. Pertumbuhan tumor tikus yang diinduksi dengan
DMBA pada berbagai perlakuan dengan ekstrak
G..procumbens.
antara kelompok perlakuan DMBA (tumor) dan
kelompok perlakuan ekstrak (p