Konflik Keagenan dalam Pemerintah Daerah

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1129 adanya pelimpahan wewenang dari rakyat kepada bupatai dan walikota. Fakta adanya pemberian otoritas eksekutif dan pelimpahan wewenang kepada bupati dan walikota menunjukkan bahwa bupati dan walikota berperan sebagai agen dan rakyat merupakan prinsipal dalam rerangka hubungan keagenan. DPRD dalam UU tersebut berperan sebagai mitra kerja bupati dan walikota yang berperan dalam fungsi penganggaran, pengawasan, dan legislasi. Selanjutnya, dinyatakan bahwa anggota DPRD dipilih oleh rakyat secara langsung. Ketentuan ini menyiratkan bahwa DPRD merupakan representasi rakyat dalam struktur pengambilan keputusan formal oleh pemerintah daerah. Konstelasi berdasarkan peraturan perundangan tersebut menunjukkan bahwa DPRD mempunyai karakterisrik representatif yang bertugas melakukan monitoring. Oleh karena itu, DPRD dapat dianggap setara dengan board dalam governance berdasarkan konsep keagenan.

3. Konflik Keagenan dalam Pemerintah Daerah

Mengacu pada peraturan perundangan, bupati dan walikota yang berperan sebagai ekekutif, mempunyai otoritas dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan pelayanan publik. Dalam tahap perencanaan, otoritas ini memungkinkan eksekutif untuk memilih dan mengusulkan program tertentu untuk selanjutnya diajukan kepada DPRD untuk mendapatkan ratifikasi. Dalam tahap pelaksanaan, otoritas tersebut memberikan keleluasaan kepada eksekutif untuk memilih strategi, counterpart, dan teknik-teknik tertentu dari satu set alternatif yang tersedia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa eksekutif mempunyai diskresi dalam tingkat tertentu pada tahap inisiasi maupunn implementasi rencana program kerja. Dalam teori agensi, diskresi yang dimiliki oleh eksekutif merupakan sumber utama konflik keagenan. Hal ini didasarkan pada suatu premis yang menyatakan bahwa diskresi memungkinkan pihak eksekutif membuat keputusan dengan tujuan yang berbeda dengan SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1130 kepentingan partisipan lain governance Denis, 2001. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konflik keagenan pada organisasi pemerintahan daerah dapat terjadi pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. Program dan aktivitas yang dilakukan oleh eksekutif didanai dari pendapatan yang dihasilkan oleh eksekutif, baik berupa pendapatan asli daerah, pendapatan dari dana perimbangan, maupun pendapatan lain-lain UU 172003, UU 332004, UU 282009. Dari perspektif ini dapat dikatakan bahwa program maupun aktivitas pemerintahan daerah dapat dilihat sebagai sebuah distribusi alokasi pendapatan. Hal ini sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa konflik keagenan terjadi dalam bentuk keputusan yang diambil oleh eksekutif berkenaan dengan pengelolaan sumber daya Monks Minow, 2004.

4. Hubungan Keagenan dan Governance