MODEL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA): Sebuah Studi Tentang Format Pemilihan Gabungan

325

sebagai penyelenggara pilkada.; (e) Tidak adanya pengaturan tentang sanksi
keterlambatan penyampaian laporan pasangan calon kepada KPUD untuk
selanjutnya berdampak kepada proses auditing.
DAFTAR PUSTAKA

A. Hamid S. Attamimi. 1993. Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan dan
Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan). Diucapkan dalam
Pidato Purna Bakti Guru Besar Tetap Fakultas Hukum UI. Depok.
Afrosin Arif. Respati. 2006. Mengawal Demokrasi. Dinamika Pilkada Kabupaten
Grobogan. Surakarta. Indonesia : Iskra Publisher.
Anderson. James E. 1979. Public Policy Making. Praeger Publishers. New York.
Anonim. 2003. Lembaga Penyelenggara Pemilu di Indonesia. http//:www.kpu.go.id.
Anonim. 2003. Himpunan Undang-undang Bidang Politik. Jakarta. Indonesia : KPU
Press.
Arief Sidharta. 1994. Teori Murni Tentang Hukum. dalam Lili Rasjidi dan Arief
Sidharta. Filsafat Hukum: Mazhab dan Refleksinya. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Bintan R. Saragih. 1997. Evaluasi Pemilu Orde Baru dalam kumpulan makalah dengan
judul Masyarakat dan Sistem Pemilu Indonesia. Bandung.Indonesia:

Mizan.
Bintoro Tjokroamidjojo. 1991. Pengantar Administrasi Pembangunan. LP3ES. Jakarta.
Braithwaite. J.. C. Grootaert dan B. Milanovic. 2000. Poverty and Social Assistance in
Transition Countries. New York: St. Martin’s Press.
Campbell. T.. G.Petersen dan J. Bazark. 1991. Decentralization to Local Government
in LAC: National Strategies and Local Response in Planning. Spending.
and Management. LAC Regional Studies Program Report 5. Latin
American and the Caribbean Technical Department. World Bank.
Washington. D.C.
Dye. R. Thomas. 1978. Understanding Public Policy. Englewood Cliffs. Prentice Hall
Inc. New Jersey.
Governance for Sustainable Human Development. The United Nations Development
Programmed. Governance : Sound Development Management. Asian
Development Bank. 1995.

326

Jones. Charles O . 1977. An Introduction to Study of Public Policy. Duxbury Press.
Massachusetts.
Josef Riwu Kaho. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.

Rajawali Press. Jakarta.
Kelsen. Hans. 1973 General Theory of Law and State. terjemahan Anders Wedberg.
New York. Russell & Russell
Marzuki Nyakman. 1995. Otonomi Daerah Dalam Peluang dan Tantangan. Sinar
Harapan. Jakarta.
Milovanovic. Dragan. 1994. Sociology of Law. Harrow and Heston. New York.
Narayan. D. Et.Al. 2000. Voices of The Poor: Can Anyone Hear Us? (Vol 1.) New
York. N.Y. Published for The World Bank. Oxford. University Press.
Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka. (ed.). 1996. Pemberdayaan. Konsep. Kebijakan
dan Implementasi. CSIS. Jakarta.
Partnership for Government Reform. 1999. Tata Pemerintahan yang Baik Dari Kita
Untuk Kita. .Jakarta.
Ravallion. M. Dan B.Bidani . 1991. Measuring Changes In Poverty Profile. World
Bank Economic Review. 5.
Sigler. Jay.A. dan Benyamin.R. Beede. 1977. The Legal Sources of Public Policy. D.C
Heath and Company. Belmont. California.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1990. Penelitian Hukum Normatif . Rajawali
Press. Jakarta.
Soeryono Soekanto. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Raya
Grafindo Persada. Jakarta. 1995.

Trubek. David. 1972. M. Toward a Social Theory of Law: An essay on the Study of
Law and Development. The Yale Law Journal.Vol.83. Number 1.
World Bank Institute and Parliamentary Centre. 1998. Parliamentary Accountability
and Good Governance. A Parliamentarian’s Handbook.

LAPORAN HASIL PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP
(HIBAH PASCA)

MODEL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN
KEPALA DAERAH (PILKADA):
Sebuah Studi Tentang Format Pemilihan Gabungan
Ketua
Anggota

Oleh :
: Prof. Dr. Absori,S.H.,M.Hum
: 1. Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati,S.H.,M.Hum
2. Yuristiarso Hidayat,S.Sos
3. Muridah Isnawati,S.H.

4. Ahmad Labib,S.H.

Dibiayai Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dengan
Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor 188/P2H/PP/DP2M/III/2008
Tertanggal, 06 Maret 2008

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
DEPARTEMAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TAHUN KEDUA
1. Judul Penelitian

2. Peneliti Utama
a. Nama Lengkap
b.
c.

d.
e.
f.
g.

Jenis Kelamin
NIK
Jabatan Fungsional
Jabatan Struktural
Bidang Keahlian
Program Sudi

: MODEL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN
KEPALA DAERAH (PILKADA): Sebuah Studi
Tentang Format Pemilihan Gabungan.
: Prof. Dr. Absori, S.H., M.Hum.
:
:
:
:

:
:

Laki-laki.
535
Pembina Tk.I
Wakil Rektor III UMS
Hukum Pemerintahan Daerah
Program Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana UMS

3. Daftar Anggota Peneliti dan Mahasiswa
No

NAMA

1.

Prof. Dr. Khudzaifah
Dimyati,S.H.,M.Hum


2.

Yuristiarso
Hidayat,S.Sos

3.

4.

Muridah Isnawati,S.H.

Ahmad Labib,S.H.

Bidang
Keahlian

Fakultas/Jurusan

Perguruan

Tinggi

Teori Hukum

Program
pascasarjana/
program Magister
Ilmu Hukum

UMS

HTN

Program
pascasarjana/
program Magister
Ilmu Hukum

UMS


HTN

Program
pascasarjana/
program Magister
Ilmu Hukum

UMS

HTN

Program
pascasarjana/
program Magister
Ilmu Hukum

UMS

ii


RINGKASAN
Fokus permasalahan yang dikaji dalam penelitian dengan judul, Model
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada): Sebuah Studi Tentang Format
Pemilihan Gabungan, yaitu: pelaksanaan pilkada gabungan yang diselenggarakan di
Provinsi Kalimantan Selatan, dan kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan
kebijaksanaan nasional tentang pilkada gabungan di Provinsi Kalimantan Selatan.
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian adalah : (1) mendeskripsikan pelaksanaan
pilkada gabungan yang telah dilakukan di Provinsi Kalimantan Selatan; (2)
Mendeskripsikan efektivitas pelaksanaan pilkada gabungan di Provinsi Kalimanyan
Selatan; (3) mendeskripsikan dan mengeksplanasikan
kendala-kendala yang
menghambat pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pilkada gabungan di Provinsi
Kalimantan Selatan.
Penelitian yang bersifat deskriptif dan eksplanatif ini, mendasarkan pada metode
pendekatan non-doktrinal. Untuk itu di dalam penelitian ini data yang diperlukan berupa
data primer maupun data sekunder, yang dikumpulkan dengan cara wawancara secara
mendalam dan studi kepustakaan. Untuk selanjutnya data-data yang telah terkumpul
tersebut dianalisis dengan metode analisis kulaititaif
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan dapatlah diketahui, bahwa: (1)
Pelaksanaan Pilkada Gabungan yang diselenggarakan untuk memilih Gubernur

danWakil Gubernur Kalimantan Selatan bersama-sama dengan pemilihan Bupati/
Walikota dan Wakil Bupati/Wlikota di 7 kabupaten/ Kota di provinsi Kalimantan
Selatan, pada umumnya telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Hanya aja dalam dua hal yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu dalam: (a) penentapan Daftar pemilih tetap,
dan; (b) Pelaksanaan sosialisasi dan kampanye dari para calon Gubernur danWakil
Gubernur Kalimantan Selatan dan Calon Bupati/ Walikota dan Wakil Bupati/Wlikota di
7 kabupaten/ Kota di provinsi Kalimantan Selatan, yang dilakukan dalam waktu-waktu
yang dilarang untuk melakukan sosialisasi dan kampanye; (2) Penyelenggaraan Pilkada
Gabungan di Kalimantan Selatan secara efektif dapat menghemat biaya peyelenggaraan
Pilkada, akan tetapi tidak efektif meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pilkada;
(3) Kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang
pilkada gabungan di Provinsi Kalimantan Selatan, adalah : Tentang penetapan jadwal
penyelenggaraan Pilkada, pengadaan logilstik penyelenggaraan pilkada yang harus
merujuk pada Keppres No. 80 tahun2003, mekanisme pencairan dana bantuan,
penentuan rencana anggaran untuk keperluan Panwas pilkada dan pengamanan selama
pilkada, data pemilih tetap, surat keterangan tidak dinyatakan pailit dari Pengadilan
Niaga, Surat keterangan ”sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan
kesehatan menyeluruh dari tim dokter”. Adanya kelemahan dalam pengaturan Pilkada
yang kemudian menimbulkan berbagai pesoalan
Kata Kunci : Pilkada Gabungan, hukum, efektivitas, kendala..

iv

Summary
The focus of the problems that were examined in the study with titles, Model
Organization of Regional Head Election (Elections): A Study About the Format
Selection Combined, namely: the implementation of a joint election held in South
Kalimantan Province, and the constraints that hinder implementation of the policy joint
national elections in the province South of Kalimantan . As the aim of the research are:
(1) describe the implementation of the election combination that has been done in the
province of Kalimantan South; (2) describe the effectiveness of the combined elections
in the province of South Kalimanyan; (3) describe and constraints explanation which
hinder the implementation of national policies about the joint election in South of
Kalimantan Province.
The research is descriptive and explanation, based on the method of nondoctrinal approach. To that in this study required data in the form primary data and
secondary data, collected by in depth how to interview and literature study.
For further data has been collected is analyzed by the method of qualitative
analysis. Based on the results of a study conducted it can be known, that: (1)
Implementation of the Joint Election held to select South Kalimantan, together with the
election of the regent / Mayor and Vice Regent in 7 districts / cities in South
Kalimantan province, in general has implemented in accordance with the laws and
regulations applicable. It's just the two things that do not match with the legislation in
force, namely in: (a) voter list remains, and (b) Implementation of socialization and the
campaigns of the candidates Governor of South Kalimantan Governor and Candidate
Regent / Mayor and Vice Regent in 7 districts /Cities in South Kalimantan province,
which is in time-barred time to socialize and campaign; (2) Organization of the Joint
Election South Kalimantan can effectively save costs elections, but not

V

effective enhance public participation in the election; (3) The constraints that hinder
implementation

of

the

policy joint

national

elections

in

the

province

of

Kalimantan South, are: About the determination of the schedule for the election,
procurement logilstik organizing elections that must refer to the Decree No. 80 tahun
2003, aid disbursementmechanisms, determination of the budget plan for the purposes of
the election Panwas and security during the election, voter data remains, the
letter information was not declared bankrupt by the Commercial Court, Certificate
"healthy physically and spiritually based thorough medical examination of the medical
team ".

A weakness in a later election arrangements cause various pesoalan

Keywords: Joint elections, law, effectiveness.

vi

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA
Penelitian yang dilakukan pada tahun kedua ini, mendasarkan pada metode pendekatan
non-doktrinal. Oleh karena itu, peneltian ini mendasarkan pada data primer dan data
sekunder.
Dengan mendasarkan pada teknik wawancara dan studi kepustakaan serta studi
dokumenter telah diperoleh berbagai data yang dibutuhkan.
Adapun data-data yang diperokeh meliputi :
1. Data primer berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua KPUD Provisnsi
Kalimantan Selatan dan Sekretaris KPUD Provinsi Kalimantan Selatan, tentang
pelaksanaan Pilkada Gabungan di Kalimantan Selatan.
2. Data Sekunder, yang berupa laporan pelaksanaan Pilkada yang dikeluarkan oleh
KPUD Provinsi Kalimantan Selatan dan KPUD dari 5 kabupaten untuk pemilihan
bupati/wakil bupati (yaitu kabupaten: Kotabaru, Hulu Sungai Tengah, Banjar, Tanah
Bumbu dan Balangan) dan pilkada 2 kota untuk pemilihan walikota / wakil walikota,
(yaitu kota: banjarmasin dan Banjarbaru), yang secara bersama-sama
menyelanggrakan pilkada gabungan.
Setelah seluruh data diperoleh maka seluruh data dianalisis dengan metode
analisis kualitatif, sehingga pada tahap akhirnya diketahui bagaimanakah pelaksanaan
pilkada gabungan di Kalimantan Selatan, beserta tingkat efektifitas dan kendala-kendala
yang dihadapi.

vii

PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur, Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan karunia dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat melakukan penelitian dan
menyelesaikan penyusunan laporan penelitian ini.
Penelitian yang berjudul : MODEL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN
KEPALA DAERAH (PILKADA): Sebuah Studi Tentang Format Pemilihan Gabungan
merupakan penelitian tim hibah pascasarjana yang dilakukan oleh dosen-dosen Program
Magister Ilmu Hukum Pascasarjana UMS, merupakan sebuah upaya untuk menemukan
model pengaturan bagi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah gabungan,
sebagaimana yang telah dilaksanakan di Provinsi Klimantan Selatan ini
Sebagai rasa syukur atas terselesaikannya penelitian ini, ungkapan rasa terima
kasi, kami haturkan kepada Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta,
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga terlaksananya penelitian ini.
Pada akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
hukum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, November 2009
Tim Peneliti

viii

Daftar Isi
Hal
Halaman Pengesahan ................................................................................................

ii

Ringkasan dan Summary...........................................................................................

iv

Capain Indikator Kinerja ..........................................................................................

vi

Prakata.......................................................................................................................

xi

Daftar Isi....................................................................................................................

xi

Daftar tabel ...............................................................................................................

xii

BAB

I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 13

BAB

II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN PERTAMA......... 14
A. Tujuan Penelitian Tahun Kedua.......................................................... 14
B. Manfaat Penelitian Tahun Kedua......................................................... 14

BAB

III. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................
A. Pemilihan Kepala Daerah.....................................................................
B. Model, Proses Pembentukan, Dan Evaluasi Kebijakan .....................
C. Hukum Sebagai Salah Bentuk Kebijakan Publik.................................
D. Teori Tentang Bekerjanya Hukum dalam Masyarakat........................

15
15
19
24
32

BAB IV. METODE PENELITIAN .....................................................................

39

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................

42

BAB

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 297
A. Kesimpulan........................................................................................ 297
B. Saran-saran......................................................................................... 299

BAB. VII. RENCANA/PENELITIAN TAHUN KEDUA .......................................
A. Tujuan Khusus ...................................................................................
B. Metode ...............................................................................................
C. Jadwal Kerja ......................................................................................

300
300
301
303

BAB VIII. DRAF ARTIKEL ILMIAH .................................................................... 304
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 326

ix

BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemilihan Umum (pemilu) merupakan sarana politik untuk mewujudkan
suatu tatanan masyarakat yang demokratis. Penyelenggaraan pemilu secara reguler
merupakan sarana untuk menyampaikan aspirasi politik rakyat, pengisian jabatan
politik kenegaraan oleh rakyat secara langsung, dan sekaligus sebagai sarana
kontrol dan evaluasi politik rakyat secara langsung terhadap penyelenggara negara
pada masa lalu dan masa datang. Dengan kata lain, pemilu merupakan sarana
politik bagi rakyat untuk melakukan komunikasi politik, pergantian kekuasaan
secara damai dan sarana pertanggungjawaban politik.
Agar dapat terselenggaran pemilu yang menjamin terciptanya tatanan
demokratis

dibutuhkan

seperangkat

peraturan

hukum

yang

mengatur

penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, dan
membuka kesempatan partisipasi politik rakyat seluas-luasnya.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemilu
yang demokratis adalah apabila masalah-masalah pemilu dapat diselesaikan dengan
baik. Masalah-masalah pemilu itu dapat digolongkan menjadi dua hal pokok.
Pertama, bagaimana melaksanakan sistem yang sudah ada aturan-aturannya secara
umum (diakui dan dianut oleh umumnya negara-negara demokrasi konstitusional)
yang sering disebut sebagai electoral laws.

Electoral laws pada umumnya

mengatur sistem pemilu dan memuat aturan-aturan yang menata bagaimana pemilu

1

2

dijalankan, bagaimana distribusi hasil pemilu ditetapkan dan sebagainya. 1 Kedua,
bagaimana mekanisme penyelenggaraan pemilu atau disebut dengan electoral
process. Dalam electoral process ini ditentukan tentang lembaga penyelenggara,
partai peserta pemilu, penentuan calon-calon, tata cara kampanye, dan teknis
pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. 2
Agar penyelenggaraan pemilu dapat berjalan dengan baik, maka antara
elemen electoral laws dengan electoral process harus seimbang artinya sistem yang
baik harus ditunjang dengan persoalan elemen teknis yang baik pula.
Selama ini Indonesia telah menyelenggarkan Pemihan presiden melalu
legislatif sebanyak sembilan kali, melalui berbagai sistem dengan berbagai
kelebihan dan kelemahan masing-masing, Hanya saja sejak tahun 2004 untuk
pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, sebagai pemihan
eksekutif ini, untuk selanjutnya diikuti dengan adanya pemilihan Kepala Daerah
dan wakil kepala daerah secara langsung.
Dengan mendasarkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian dirubah (setelah melalui judicial review yang
diajukan beberapa LSM dan KPUD Provinsi kepada mahkamah konstitusi) dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang perubahan atas
peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan,
1

Bintan R. Saragih, 1997, Evaluasi Pemilu Orde Baru dalam kumpulan makalah dengan judul
Masyarakat dan Sistem Pemilu Indonesia, Mizan, bandung Halaman 35.
2
Ibid Halaman 35.

3

pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah, praktis
hampir setiap saat bangsa Indonesia selalu disuguhi dengan hingar bingar
pelaksanaan pilkada di bagian tertentu wilayah Indonesia.
Dengan adanya Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(pilkada) secara langsung secara teoretis akan membawa perbaikan-perbaikan
terhadap kualitas demokrasi, karena karena dengan adanya pemilihan secara
langsung

tersebut

diharapkan

akan:

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; (2)

(1)

meningkatkan

akuntabilitas

menumbuhkan kedewasaan Partai

Politik di tingkat lokal; (3) mendorong terciptanya check and balances yang ideal
antara DPRD dan Kepala Daerah.
Hanya saja di dalam tataran praktiknya, ternyata pelakasanaan pilkada secara
langsung tersebut menimbulkan berbagai dampak dan ekses negatif yang tidak
kecil.
Salah satu implikasi logis yang muncul dari pelaksanaan pilkada secara
langsung ini adalah membengkak dan terkurasnya anggaran yang berasal dari
APBD provinsi maupun APBD kabupaten/kota. DI Propoinsi Jawa Tengah
misalnya, dari 20 Kabupaten/Kota yang sudah menyelenggarakan pemilu kepala
daerah dan wakil kepala daerah telah menghabiskan anggaran sebanyak Rp.
142.299.971.105, dan biaya ini belum termasuk anggaran yang dikeluarkan oleh
DPRD Kabupaten/Kota dalam rangka perekrutan Panwas dan monitoring pilkada,
biaya untuk panwas, biaya untuk keamanan, dan biaya untuk desk pilkada dari
pemerintah daerah. Adapun besarnya biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing
kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel. 1 di bawah ini

4

Tabel 1.
Biaya Pemilu Pilkada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota hingga Tahun 2005
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.

Kabupaten/Kota
Kota Pekalongan
Kab. Kebumen
Kota Semarang
Kab. Kendal
Kab. Rembang
Kota Surakarta
Kab. Boyolali
Kab. Sukoharjo
Kab. Blora
Kab. Purbalingga
Kota Magelang
Kab. Semarang
Kab. Purworejo
Kab. Wonosobo
Kab. Wonogiri
Kab. Klaten
Kab. Pemalang
Kab. Grobogan
Kab. Demak
Kab. Sragen
Kota Salatiga
Kab. Pekalongan
Kab. Pati
Kab. Banjarnegara
Kab. Jepara
Kab. Cilacap
Kab. Magelang
Kab. Karanganyar
Kab. Kudus
Kab. Temanggung
Kab. Banyumas
Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota Tegal
Kab. Batang
JUMLAH

APBN 2005
656.683.000
846.335.000
777.275.000
787.113.000
743.795.000
675.347.000
785.267.000
734.698.000
764.717.000
777.641.000
639.281.000
774.710.000
760.065.000
754.413.000
835.527.000
847.190.000
752.735.000
793.637.000
758.611.000
798.329.000
632.683.000
781.442.000
808.653.000
937.789.000
727.361.000
692.607.000
679.358.000
668.104.000
653.903.000
668.470.000
703.929.000
676.735.000
678.405.000
631.330.000
727.361.000

Sumber Anggaran
APBD Pilkada
Dana Rutin
2.849.474.700
6.838.010.869
7.854.835.000
5.409.418.700
3.999.474.000
4.457.204.645
8.762.266.007
6.531.274.000
5.810.332.000
6.076.875.710
2.123.091.000
4.348.597.773
5.731.484.903
4.600.000.000
6.933.017.680
7.984.647.001
7.529.634.000
9.300.000.000
7.060.333.117
Data belum ada
Data belum ada
Data belum ada
Data belum ada
Data belum ada
12.300.000.000
September 2007
Desember 2008
Oktober 2008
Mei 2008
Juni 2008
Maret 2008
Desember 2008
Oktober 2007
Desember 2008
Data belum ada
142.299.971.105

213.617.600
284.000.000
290.075.000
296.141.000
80.000.000
100.000.000
200.000.000
350.000.000
269.000.000
481.754.000
261.206.500
150.000.000
100.000.000
180.000.000
570.850.000
269.000.000

Keterangan
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005
APBD 2005/2006
APBD 2005/2006
APBD 2006
APBD 2006
APBD 2006
APBD 2006
APBD 2006
APBD 2006/2007
APBD 2007
APBD 2008
APBD 2008
APBD 2008
APBD 2008
APBD 2008
APBD 2008
APBD 2007
APBD 2008
APBD 2006

Sumber : KPU Kabupaten/Kota, diolah oleh tim peneliti

Selain besarnya biaya yang dibutuhkan oleh masing-masing daerah untuk
menyelenggarakan pilkada secara langsung, ternyata sistem ini secara tidak
langsung dapat meningkatkan partisipasi rakyat dalam menggunakan hak pilihnya
dalam pemilihan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari jumlah pemilih yang datang
menggunakan hak pilih ke tempat-tempat pemungutan suara pada saat pilkada
2005-2006 yang semakin menurun dibandingkan pemilu 2004 (lihat tabel 2).

5

Tabel 2.
Rekapitulasi Tingkat Partisipasi Pemilih di Jawa Tengah
Partisipasi Pemilih (dalam %)
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.

Kabupaten/Kota
Kota Pekalongan
Kab. Kebumen
Kota Semarang
Kab. Kendal
Kab. Rembang
Kota Surakarta
Kab. Boyolali
Kab. Sukoharjo
Kab. Blora
Kab. Purbalingga
Kota Magelang
Kab. Semarang
Kab. Purworejo
Kab. Wonosobo
Kab. Wonogiri
Kab. Klaten
Kab. Pemalang
Kab. Grobogan
Kab. Demak
Kab. Sragen
Kab. Salatiga
Kab. Pekalongan
Kab. Pati
Kab. Banjarnegara
Kab. Batang
Kab. Jepara
Kab. Cilacap
Kab. Magelang
Kab. Karanganyar
Kab. Kudus
Kab. Temanggung
Kab. Banyumas
Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota Tegal
Provinsi Jateng

Pemilu DPRD
84,44
82,64
81,30
85,51
86,97
83,13
83,94
77,95
84,34
81,30
85,07
85,26
85,18
87,73
80,54
87,03
79,25
80,21
83,40
84,84
83,33
84,14
81,62
84,02
88,44
83,37
87,50
83,64
82,61
85,08
85,55
78,65
79,37
78,70
82,76

Pilpres I

Pilpres II

82,00
69,90
79,34
83,49
82,25
80,66
81,76
77,93
81,06
78,39
83,84
83,15
82,56
85,07
75,28
84,35
76,38
75,26
77,63
81,14
80,93
79,83
77,65
79,47
82,76
80,02
86,25
79,87
74,47
88,55
83,21
75,96
76,74
76,90
80,02

75,77
78,30
77,34
80,57
78,30
78,71
78,49
75,74
79,33
75,03
83,33
80,87
80,47
82,54
74,30
81,53
72,58
72,18
72,53
78,61
80,11
75,48
74,93
75,85
79,53
77,16
84,62
78,25
70,08
85,60
81,07
71,61
71,60
73,18
76,96

Pilkada
2005 dan 2006
67,95
71,81
66,51
73,38
82,42
74,91
76,20
72,45
74,25
72,35
77,59
66,99
74,95
79,20
68,96
74,53
64,95
69,92
77,64
71,63
76,58
74,02
51,80
72,97
77,82
-

Sumber : KPU Provinsi Jawa Tengah, diolah oleh tim peneliti.

Persoalan lain yang timbul dengan adanya pilkada secara langsung tersebut
adalah penyelenggaraan pemerintahan dari masing-masing Pemerintahan Daerah
(Provinsi dan Kabupaten/Kota) relatif menjadi tidak efektif dan efisien karena mau
tidak mau harus membantu pelaksanaan pilkada dimasing-masing daerah (mulai

6

dari pendaftaran penduduk pemilih potensial (DP4) yang dilakukan dinas
kependudukan, pembentukan desk pilkada-yang, satpol PP yang harus konsentrasi
pada persoalan pengamanan internal daerah dan masih banyak lagi kegiatan yang
menguras konsentrasi dan memerlukan perhatian yang besar dari pemerintah
daerah).
Dengan munculnya berbagai persoalan tersebut, muncullah gagasan tentang
pelaksanaan pemilihan eksekutif gabungan, sehingga untuk menghemat anggaran
selama 5 tahun cukup dilaksanakan pemilu selama 2 kali pelaksanaan yaitu pertama
pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi dan kabupaten/kota
(pemilu legislatif) dan pemilu untuk memilih gubernur dan wakil gubernur dan
bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota yang digabung menjadi satu
pelaksanaan.
Gagasan pemilu eksekutif gabungan ini didasari atas pertimbangan karena
semakin rumitnya permasalahan yang selalu mewarnai setiap pelaksanaan pilkada,
sehingga timbul pemikiran yaitu adanya pemilu eksekutif gabungan, pemikiran ini
digulirkan, pertama: pemilu eksekutif gabungan dapat diselenggarakan dengan
melakukan pembaharuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada dengan
dalil karena dalam ketentuan pelaksanaan pilkada apabila akhir masa jabatan
gubernur bersamaan dengan kepala daerah di kabupaten/kota dapat diselenggarakan
secara serentak. Dasar hukum yang dipakai sudah jelas dan kuat, yaitu
menggunakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 Pasal 235. ketentuan dalam
pasal itu memungkinkan menggelar pilkada gabungan, yaitu hari pemungutan suara
pilgub dapat diselenggarakan bersamaan dengan pilkada kabupaten/kota apabila
berakhirnya masa jabatan pada bulan dan tahun yang sama dan/atau dalam kurun

7

waktu antara 1 sampai dengan 30 hari. 3 Sehingga dari tinjauan yuridis dengan
memakai logika hukum itu maka penggabungan pilpres dengan pilkada dapat
dilakukan secara bersamaan.
Kedua: pemilu eksekutif gabungan dilaksanakan secara serentak antara
pilkada di Provinsi dengan pilkada di Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan
keberlangsungan pemerintahan dan akhir masa jabatan masing-masing kepala
daerah, dengan pertimbangan dapat menghemat biaya, waktu serta mengurangi
kejenuhan pemilih. 4
Meskipun masih menimbulkan kontroversi, akan tetapi sistem pilkada
gabungan ini telah dicoba dilaksanakan dibeberapa provinsi, kabupaten/kota. KPU
Provinsi Kalimantan Selatan misalnya, pada bulan Juni 2005, telah menggelar
pilkada gabungan dengan 7 kabupaten/kota. Mereka melakukan share dengan cara
60 % persen dibiayai APBD kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada dan 40 %
dibiayai APBD provinsi. KPU Provinsi Sulawesi Utara, pada bulan Juni 2005
menyelenggarakan pilkada gabungan dengan 3 kabupaten/kota dengan melakukan
share 79,1 % dibiayai APBD kabupaten/kota dan 22,9 % dibiayai APBD provinsi.
KPU Provinsi Sumatera Barat ketika menggelar pilkada gabungan dengan 10
Kabupaten/kotapada pada bulan juni 2006 melakukan share dengan cara honor
PPK, PPS sampai KPPS ditanggung APBD kabupaten/kota sedangkan biaya
operasional ditanggung APBD provinsi. Demikian pula KPU Provinsi Bengkulu
yang sudah menggelar pilkada gabungan dengan 5 kabupaten/kota pada bulan juni
2005, melakukan share dengan cara semua biaya pilgub dan pilkada kabupaten/kota
dibebankan APBD provinsi kecuali surat suara pilkada kabupaten/kota dibiayai
3

. Komisi Pemilihan Umum.2003. Himpunan Undang-Undang Bidang Politik
Ari Pradanawati. 2007. Pemilihan Gubernur, Gerbang Demokrasi Rakyat. Jalan Mata, Semarang.
Hal. 43-50
4

8

APBD setempat. Adapun bagi kabupaten/kota di 4 provinsi tadi yang tidak
menggelar pilkada di kabupaten/kota, semua biaya dibebankan ke APBD provinsi. 5
Terlepas dari adanya kelebihan dan kelemahan yang mungkin muncul
dengan diselenggaraknnya pilkada gabungan di keempat provinsi tersebut.
Bagaimanapun apa yang telah dilakukan dapat dijadikan sebagai suatu model
alternatif dalam penyelenggaraan pilkada ditingkat daerah.
Wacana Tentang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Gabungan
(Pilkadagab), mencuat kepermukaan seiring dengan berbagai persoalan yang mucul
dalam pelaksanaan pilkada secara langsung, yang dilakukan oleh KPUD baik
ditingkat provinsi maupun kabupetan/kota.
Beban kerja KPU yang tidak tersebar merata, akan tetapi terkonsentrasi
pada satu waktu tertentu dan, terlebih buruk lagi, bertabrakan dengan jadwal pemilu
legislatif, (Wahyudi Poernomo, 2003 : 1), besarnya beban biaya dan lamanya
waktu

yang

dibutuhkan

untuk

menyelengarakan

pilkada

langsung

(Ari

Pradhanawati, 2004 : 2), merupakan bentuk-bentuk persoalan yang muncul dalam
pilkada langsung. Persoalan tersebut, semakin bertambah dengan adanya
kemungkinan munculnya kejenuhan dari masyarakat pemilih, karena dalam satu
atau dua tahun harus mengikuti serangkain kegiatan pemilihan yang berlangsung
secara terus menerus, dari pemilihan gubernur, pemilihan bupati/walikota,
pemilihan anggota DPR/DPRD, pemilihan presiden I dan pemilihan presiden II).
Guna mengatasi hal tersebut dan agar dapat meningkatkan kualitas pilkada
serta tetap tidak mengurangi esensi dan substansi demokrasi, maka munculah
pendapat disebagian kalangan Tentang kemungkinan dilakukan pemilihan kepala

5

Ibid. halaman

9

daerah secara gabungan, antara pemilihan kepala daearh di tingkat provinsi dengan
pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota.
Meskipun belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara
langsung dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menyelenggarakan pikadagab,
akan tetapi beberapa daerah di Indonesia telah melaksanakan pikadagab, yaitu: (a)
Sulawesi Utara menyelenggarakan Pilgab dengan 3 kabupaten/kota pada bulan Juni
2005; (b) Sumatera Barat yang menggelar Pilgab dengan 10 kabupaten/kota pada
bulan Juni 2005; (c) Bengkulu yang menggelar Pilgab dengan 5 kabupaten/kota
pada bulan Juni 2005,dan; (d) Kalimantan Selatan yang menggelar Pilgab dengan 7
kabupaten/kota pada bulan Juni 2005.
Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari empat provinsi di Indonesia
yang menyelenggarakan pikadagab pada tahun 2005, dengan cara menggabungkan
pemilihan Gubernur / wakil gubernur, dengan pilkada 5 kabupaten untuk pemilihan
bupati/wakil bupati (yaitu kabupaten: Kotabaru, Hulu Sungai Tengah, Banjar,
Tanah Bumbu dan Balangan) dan pilkada 2 kota untuk pemilihan walikota / wakil
walikota, (yaitu kota: banjarmasin dan Banjarbaru), sedangkan enam kabupaten
lainnya hanya melaksanakan pemilihan gubernur/ wakil gubernur saja.
Terselengaranya pikadagab di Kalsel ini didasarkan pada akta kesepakatan
pelaksanaan Pilkada secara bersama, yang dilakukan oleh KPU se-Kalimantas
Selatan pada tanggal 22 Februari 2005.
Di dalam kesepakatan tersebut diatur antara lain Tentang : (a) tanggal
pemungutan suara; (b) kerjasama dalam pembiayan (sharing anggaran); (c)
pembinaan dan supervisi dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Pilkada
Gubernur dan Bupati / Walikota di tujuh kabupaten/kota di Provinsi Kalsel.

10

Pada tahun pertama, yang memfokuskan pada persoalan tentang bentuk
hukum yang dijadikan sarana kebijakan nasional Tentang pelaksanaan pilkada
gabungan yang ada dan dijalankan selama ini, serta tindak lanjut kebijakan
nasional Tentang pilkada gabungan dalam produk hukum (baik yang dikeluarkan
oleh lembaga legislatif maupun eksekutif) di Kalimantan Selatan, diperoleh
kesimpulan bahwa:
1. Bentuk hukum yang dijadikan sarana kebijakan nasional pemilihan kepala
daerah gabungan:
a. Untuk pengaturan tentang penggabungan pelaksanaan pilkada mendasarkan
pada Pasal 235 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah jo
Pasal Pasal 148 PP No. 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
b. Untuk

pengaturan

tentang

Tahapan,

program

dan

Jadwal

Waktu

Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah
mendasarkan pada Pasal 65 UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah jo. Pasal 3 dan 5 Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005 Tentang
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah.
c. Untuk pengaturan tentang penentuan anggaran pilkada gabungan dalam
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala, mendasarkan pada Ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 112 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemda jo
Pasal Pasal 134 PP No. 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala
Daerah, yang kemudian dijabarkan lebih lanut dalam Pasal 2 dan 3
Permendagri No. 12 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pengelolaan Dan

11

Pertanggungjawaban Belanja Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala
Daerah, serta Pasal 8 Permendagri No, 21 tahun 2005 Tentang perubahan
Permendagri No 12 Tahun 200 Tentang Pedoman Pengelolaan Dan
Pertanggungjawaban Belanja Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala
Daerah
d. Untuk

pengaturan

tentang

penentuan

Lembaga

yang

berhak

menyelenggarakan pilkada gabungan, mendasarkan pada Pasal 66 (2) UU No
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal (4 (2) PP No. 6 Tahun
2005.

2. Tindak lanjut kebijakan nasional tentang pilkada gabungan di Kalimantan
Selatan dituangkan dalam produk hukum:
a. Untuk pengaturan tentang penggabungan pelaksanaan pilkada mendasarkan
pada akta kesepakatan pelaksanaan Pilkada secara bersama, yang disepakati
dalam Rapat kerja antara KPUD Provinsi dengan KPUD Kabupaten/kota, hal
ini sesuai dengan Pasal 235 UU No. 32 Tahun 2004 jo Pasal Pasal 148 PP
No. 6 Tahun 2005.
b. Untuk

pengaturan

tentang

Tahapan,

program

dan

Jadwal

Waktu

Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah
mendasarkan pada keputusan dari KPUD provinsi maupun KPUD
Kabupaten/Kota yang mengatur tentang Tahapan, program dan Jadwal
Waktu Penyelenggaraan Pemilihan kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005, hal ini sesuai dengan Pasal 65 UU
No. 32 tahun 2004 jo. Pasal 3 dan 5 Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005.

12

c. Untuk pengaturan tentang penentuan anggaran pilkada gabungan dalam
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala, mendasarkan pada Keputusan
Gubernur Kalimantan Selatan dan keputusan Bupati/Walikota masingmasing daerah yang menyelenggarakan pilkada gabungan, sedangkan untuk
pengadaan logistik mendasarkan pada keputusan KPUD Provinsi Kalimantan
Selatan serta KPUD masing-masing daerah yang menyelenggarakan pilkada
gabungan, hal ini sesuai dengan Pasal 112 UU No. 32 Tahun 2004 jo Pasal
Pasal 134 PP No. 6 Tahun 2005 jo Pasal 2 dan 3 Permendagri No. 12 Tahun
2005 jo Pasal 8 Permendagri No, 21 tahun 2005.
d. Untuk

pengaturan

tentang

penentuan

Lembaga

yang

berhak

menyelenggarakan pilkada gabungan, mendasarkan Keputusan Gubernur
Provinsi Kalimantan Selatan, hal ini sesuai dengan Pasal 66 (2) UU No 32
Tahun 2004 jo Pasal (4 (2) PP No. 6 Tahun 2005.

Berdasarkan hasil temuan pada tahun petama tersebut, maka pada tahun kedua
ini, akan diteliti dan dikaji lebih lanjut, bagaimana pelaksanaan dari pilkaga gabungan
yang telah dilaksanakan di Kalimantan Selatan tersebut.

Berbeda dengan tahun

pertama yang memfokuskan pada kajian tentang aspek-aaspek normatif Pilkada
Gabungan di Kalimantan Selatan, pada tahun kedua ini lebih memfokuskan pada aspekaspek sosilogis dari Pilkada Gabungan di Kalimantan Selatan, terutama mengakji
keterkaitan antara aspek hukum dengan aspek-aspek non hukum.

13

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas, maka
masalahnya dapatlah dirumuskan sebagai berikut :
1.

Bagaimana pelaksanaan pilkada gabungan yang diselenggarakan di Provinsi
Kalimantan Selatan?

2.

Apa kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan kebijaksanaan nasional
tentang pilkada gabungan di Provinsi Kalimantan Selatan?