Analisis Genetik dan Efisiensi Seleksi Menggunakan Single Seed Descent pada Kedelai untuk Adaptasi Tanah Masam

1

ANALISIS GENETIK DAN EFISIENSI SELEKSI
MENGGUNAKAN SINGLE SEED DESCENT PADA KEDELAI
[Glycine max (L.) Merr.] UNTUK ADAPTASI TANAH MASAM

ARVITA NETTI SIHALOHO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

2

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi „Analisis Genetik dan
Efisiensi Seleksi Menggunakan Single Seed Descent pada Kedelai [Glycine max
(L.) Merril] untuk Adaptasi Tanah Masam‟ adalah karya saya sendiri dengan
arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya

yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Maret 2015

Arvita Netti Sihaloho
A263100131

3

RINGKASAN
ARVITA NETTI SIHALOHO. Analisis Genetik dan Efisiensi Seleksi
Menggunakan Single Seed Descent pada Kedelai [Glycine max (L.) Merr] untuk
Adaptasi Tanah Masam. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS, DIDY
SOPANDIE dan DESTA WIRNAS.
Persilangan merupakan salah satu metode untuk menggabungkan sifat-sifat
yang diinginkan. Hasil persilangan akan mempermudah usaha dalam menyeleksi
tanaman untuk mendapatkan sifat yang diinginkan.Diharapkan dari penelitian ini
dapat diseleksi galur-galur yang toleran tanah masam dan berdaya hasil tinggi di
tanah masam dari persilangan Argomulyo denganTanggamus.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) memperoleh informasi tentang aksi gen
dan pewarisan sifat karakter agronomi kedelai terhadap cekaman aluminium di
tanah masam dan di kultur hara; (2) memperoleh marka RAPD terpaut toleransi
cekaman aluminium melalui metode bulk segregrant analisis; (3) memperoleh
informasi tentang keragaman genetik karakter pertumbuhan, komponen hasil dan
hasil pada F3 dan F4 dengan metode single seed descent; (4) memperoleh galur
kedelai yang toleran tanah masam melalui seleksi daya hasil dan marka RAPD;
(5) memperoleh informasi tentang keragaan pertumbuhan dan daya hasil galurgalur F5 terseleksi berdasarkan daya hasil dan marka RAPD terpaut toleransi
cekaman Al.
Studi pewarisan sifat toleransi kedelai terhadap tanah masam dilaksanakan
di dua lokasi, yaitu lahan di Jasinga, Kabupaten Bogor mulai bulan Mei sampai
Agustus 2012 dan di Rumah Kaca University Farm IPB Cikabayan Bogor bulan
Maret 2013. Studi keragaman genetik generasi F3 dan F4 dengan metode single seed
descent dilaksanakan di Kebun Percobaan BB Biogen, Cimanggu mulai bulan
Oktober 2012 sampai Mei 2013. Seleksi marka RAPD terpaut sifat toleransi
aluminium menggunakan metode bulk segregant analysis dilaksanakan di
Laboratorium Biomolekuler, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB mulai
bulan April 2013 sampai Juni 2013. Perbandingan keragaan galur-galur F5 hasil
seleksi karakter agronomi dan marka molekuler di tanah masam dilaksanakan di
UPTD lahan kering Tenjo, Kabupaten Bogor pada bulan Oktober 2013 sampai

Januari 2014. Rancangan yang digunakan yaitu Augmented Design.
Hasil penelitian pewarisan sifat toleransi tanah masam menunjukkan
bahwa populasi F2 kedelai hasil persilangan Argomulyo dan Tanggamus memiliki
nilai tengah lebih tinggi dari nilai tengah kedua tetua untuk beberapa karakter
agronomi yang diamati dan terdapat segregan transgesif. Karakter agronomi yang
diamati dikendalikan oleh gen aditif dan epistasis komplementer, kecuali karakter
tinggi tanaman yang hanya dikendalikan oleh banyak gen dan aksi gen aditif.
Nilai heritabilitas arti luas untuk karakter agronomi yang diamati tergolong rendah
sampai sedang. Percobaan pewarisan sifat toleransi terhadap aluminium di kultur
hara, karakter panjang akar dikendalikan oleh banyak gen dengan aksi gen aditif
dan epistasis duplikat, sedangkan karakter lainnya dikendalikan oleh aksi gen
aditif dan epistasis komplementer. Nilai heritabilitas karakter pertumbuhan yang
diamati tergolong sedang sampai tinggi. Sifat root re-growth kedelai pada cekaman
aluminium dikendalikan oleh banyak gen dengan aksi gen aditif dan epistasis

4

komplementer tetapi bobot kering akar dikendalikan oleh sedikit gen dengan aksi
gen aditif dan epistasis komplementer.
Studi keragaman karakter agronomi pada populasi kedelai yang

dikembangkan dengan metode single seed descent memperlihatkan bahwa
populasi F4 memiliki nilai tengah dan ragam genetik tetap tinggi untuk karakter
agronomi yang diamati sama dengan populasi F3. Populasi F3 memiliki nilai
heritabilitas dan KKG tergolong tinggi untuk karakter-karakter agronomi kedelai
sama dengan populasi F4, kecuali karakter bobot 100 biji tergolong sedang.
Seleksi marka molekuler terpaut toleransi aluminium dengan metode bulk
segregant analysis (BSA) menghasilkan satu marka OPH-12 pada lokus 1200
yang terpaut sifat toleransi aluminium pada kelompok dan individu yang toleran
di kultur hara. Marka OPH-12-1200 ini digunakan sebagai marker assisted
selection (MAS) pada generasi F4. Hasil seleksi populasi F4 berdasarkan daya
hasil per tanaman menunjukkan bahwa populasi F4 yang mempunyai bobot biji
per tanaman yang tertinggi ada sebanyak 50 genotipe. Seleksi lanjutan
menggunakan MAS pada 50 genotipe menghasilkan 20 genotipe yang membawa
marka OPH-12-1200 untuk sifat toleransi tanah masam. Seleksi menggunakan
marka OPH-12-1200 memberikan perbaikan karakter dan respon seleksi tertinggi
terhadap karakter bobot biji per tanaman pada populasi F4. Karakter bobot biji per
tanaman memiliki nilai diferensial seleksi sebesar 28.2% dan dugaan respon
seleksi sebesar 18.33%.
Hasil penelitian perbandingan keragaan galur-galur F5 hasil seleksi karakter
agronomi dan marka molekuler di tanah masam memperlihatkan bahwa keragaan

karakter agronomi galur-galur F5 membawa marka OPH-12-1200 lebih baik
dibandingkan dengan galur-galur F5 yang tidak membawa marka OPH-12-1200
pada kondisi tanah masam. Nilai tengah galur-galur F5 hasil seleksi dengan marka
OPH-12-1200 berada di antara kedua tetua Argomulyo dengan Tanggamus untuk
semua karakter agronomi, tetapi lebih tinggi dari nilai tengah varietas pembanding
Anjasmoro, Willis, dan Pangrango. Galur AT/SSD/429, AT/SSD/1, AT/SSD/476,
AT/SSD/503, AT/SSD/8 dan AT/SSD/423 merupakan galur-galur F5 hasil seleksi
marka OPH-12-1200 yang mempunyai bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji
yang lebih tinggi dari tetua toleran tanah masam Tanggamus.
Kata kunci: aditif, bulk segregant analysis, epistasis duplikat, epistasis
komplementer, marka, , single seed descent

5

SUMMARY
ARVITA NETTI SIHALOHO. Genetic Analysis and Efficient Selection Using
Single Seed Descent on Soybean for Adaptation of Acid Soil. Supervised by
TRIKOESOEMANINGTYAS, DIDY SOPANDIE dan DESTA WIRNAS.
Hybridization is one of the methods for combining desired character and
increasing soybean genetic variability. The result of hybridization would improve

the probability to select for desired character From this research is expected to be
selected lines tolerance to acid soil and yield potential in acid soil through
crossing of Argomulyo with Tanggamus.
This research aimed (1) to obtain information about gene action and
inheritance agronomy character soybean tolerance to aluminum (Al) stress in the
acid soil and in nutrient culture; (2) to obtain RAPD markers linked to tolerance to
Al stress through Bulk Segregrant analysis method; (3) to obtain information
about the genetic diversity of character growth, yield components and yield in the
F3 and F4 with single seed descent method; (4) to obtain F4 genotypes tolerant to
acid soil based on selection on seed weight plant-1 and RAPD markers; (5) to
obtain information about growth performance and yield components of F5
genotypes selected based on yield and RAPD markers linked to the Al stress
tolerance.
The experiment for trait inheritance study was carried out in two locations,
field in Jasinga, Bogor started in May until August 2012, and in a green house of
University Farm, Bogor Agricultural University in March 2013. The study of
genetic diversity in F3 and F4 generation with single seed descent method was
carried out at experimental field of the Agency for Biotecnology and Genetic
Rerouce, Bogor from October 2012 to May 2013. Selection of RAPD markers
linked to aluminum tolerance using bulk segregant analysis was carried out in the

Laboratory of Biomoleculer, Department of Agronomy and Horticulture IPB from
April 2013 until June 2013. Performance comparison of F5 lines selected based
on agronomy character and molecular markers in the acid soil, was carried out in
acid soil UPTD Tenjo, Bogor, in October 2013 to January 2014 using an
Augmented Design.
The inheritance of soybean tolerance to acid soil showed that F2
population from the cross Argomulyo x Tanggamus have mean phenotypic value
higher than the mean value of the two parent for some agronomic characters and
there were transgessive segregant observed. The performance of soybean
agronomic characters in acid soil is controlled by additive gene and
complementary epistasis, except plant height which was controlled by many genes
and additive gene action. The broad sense heritability estimates for agronomic
characters observed was low to moderate. The inheritance study of soybean
seedlings tolerance to aluminum in nutrient culture showed that the root length
character is controlled by many genes with additive gene action and duplicate
epistasis, while other character are controlled by additive genes action and
complementary epistasis. The heritability estimates for root growth characters
were classified as moderate to high. The character of soybean root re-growth
under aluminum stress is controlled by many genes with additive gene action and


6

complementary epistasis but root dry weight is controlled by a few genes with
additive gene action and complementary epistasis.
Study diversity of agronomy character in the soybean populations using
single seed descent method showed that the mean agronomic character and
genetic diversity of F4 population from single seed descent remains high as with
the F3 population. The pattern of distribution of the phenotypes shows that there
is transgessive segregant in F3 and F4 population for agronomic characters. The
agronomic character of F3 population have heritability and genetic diversity
coefficient was high and similar to the population of F4, except for the 100 seed
weight had moderate value. The total number of pods correlated with grain weight
per plant. Selection conducted directly on the character of grain weights per plant
resulted in selection differential value higher than indirect selection using the
character of number of total pods.
The selection of molecular markers linked to tolerance aluminum by bulk
segregant analysis (BSA) resulted in only one consistent markers OPH-12 on
locus 1200 that linked to tolerance aluminum on bulk and individuals tolerance in
nutrient culture. Marker OPH-12-1200 was used as marker assisted selection
(MAS) in F4 generation. The results of selection on F4 generation based on yield

per plant showed that F4 generation had the highest seed weight per plant there as
many as 50 genotypes. The next selection using markers OPH-12-1200 as MAS in
50 genotypes resulted in 20 genotypes that carry markers OPH-12-1200 linked to
acid soil tolerant. Selection using OPH-12-1200 markers provide improved
agronomic character and the selection response highest seed weight per plant in
the F4 population. Character weights of seed per plant has a value of 28.2%
selection differential and selection response alleged by 18.33%.
The results of performance of agronomic character under acid soil
condition of F5 lines carrying marker OPH-12-1200 better than F5 lines that do
not carry marker OPH-12-1200. The phenotypic values of the F5 lines selected by
OPH-12-1200 markers were between the two parent Argomulyo and Tanggamus
for all agronomic characters, but higher than the mean varieties Anjasmoro, Willis
and Pangrango. The F5 lines AT/SSD/429, AT/SSD/1, AT/SSD/476,
AT/SSD/503, AT/SSD/8 dan AT/SSD/423 selected marker that OPH-12-1200 has
a weight of seeds per plant and 100 seeds weight higher than the acid soil tolerant
parental line Tanggamus.
Keywords: additive, bulk segregant analysis, complementary epistasis, duplicate
epistasis, marker, single seed descent

7


© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8

ANALISIS GENETIK DAN EFISIENSI SELEKSI
MENGGUNAKAN SINGLE SEED DESCENT PADA KEDELAI
[Glycine max (L.) Merr.] UNTUK ADAPTASI TANAH MASAM

ARVITA NETTI SIHALOHO


Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

9

Penguji luar komisi pada ujian tertutup :
1. Dr Willy B Suwarno, SP MSi
2. Dr Ir Maya Melati, MS MSc

Penguji luar komisi pada ujian terbuka :
1. Prof Dr Sumarno MSc
2. Dr Ir Hajrial Aswidinnoor MSc

10

Judul Disertasi : Analisis Genetik dan Efisiensi Seleksi Menggunakan Single
Seed Descent pada Kedelai [Glycine max (L.) Merr.] untuk
Adaptasi Tanah Masam
Nama

: Arvita Netti Sihaloho

NIM

: A263100131

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr
Anggota

Dr Desta Wirnas, SP MSi
Anggota
Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

11

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan disertasi yang berjudul “Analisis Genetik dan Efisiensi Seleksi
Menggunakan Single Seed Descent pada Kedelai [Glycine max (L.) Merr.] untuk
Adaptasi Tanah Masam”.
Penelitian dan penulisan disertasi ini berlangsung di bawah bimbingan Dr
Ir Trikoesoemaningtyas, MSc selaku ketua komisi pembimbing, Prof Dr Ir Didy
Sopandie, MAgr dan Dr Desta Wirnas, SP MSi selaku anggota komisi
pembimbing. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tulus atas ilmu yang bermanfaat, motivasi, nasihat, kesabaran
dan waktu yang telah diluangkan dalam mengarahkan dan membimbing penulis
mulai dari perencanaan, penyusunan dan penyelesaian disertasi..
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Munif
Ghulamahdi, MS dan Prof Dr Muhammad Syukur, MSi masing-masing sebagai
penguji pada Ujian Pra Kualifikasi Doktor atas saran-saran yang memberi bekal
bagi penulis untuk melakukan penelitian ini. Ucapan terima kasih yang tulus juga
penulis sampaikan kepada penguji luar ujian tertutup Dr Willy B Suwarno, SP
MSi dan Dr Ir Maya Melati, MS MSi yang telah banyak memberikan saran dan
masukan untuk perbaikan isi disertasi. Kepada Prof (R) Dr Sumarno, MSc dan Dr
Ir Hajrial Aswindinnoor, MSc, penulis ucapkan terima kasih atas kesediaan
menjadi penguji luar ujian terbuka. Saran dan masukan sangat diharapkan untuk
penyempurnaan tulisan ini.
Penghargaan yang setinggi-tingginya serta rasa terima kasih yang tulus,
penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli dan
Kepala KOPERTIS WIL.I SUMUT ACEH yang telah memberikan izin belajar,
Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPS, Rektor Institut Pertanian
Bogor serta Dekan Pascasarjana IPB dan Ketua Program Studi Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis
untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor, Kepala BB. Biogen Bogor
beserta staf yang telah memfasilitasi lahan percobaan, Kerjasama IPB-IMHERE
atas pembiayaan penelitian disertasi ini, Kepala University Farm, Institut
Pertanian Bogor beserta staf di rumah kaca, Tehnisi Laboratorium Biomolekuler
Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah banyak membantu, Kepala
Kebun Percobaan Pengembangan Teknologi Lahan Kering, Jasinga-Bogor dan
staf yang telah memfasilitasi lahan percobaan.
Penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar
pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, khususnya program studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas ilmu yang telah diberikan selama
penulis mengikuti studi di sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman seperjuangan PBT angkatan 2010 dan sahabatku
Tri Lestari, SP MSi dan Yuli Sulistyowati, SP MSi untuk persahabatan dan
kebersamaan dalam berbagi ilmu, berbagi suka maupun duka. Semoga segala
kebaikan dibalas berlipat oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Rasa terima kasih dan syukur yang mendalam atas dukungan, keikhlasan,
pengorbanan dan doa tulus dari keluargaku tercinta, khususnya mamaku
tersayang, kakak, abang dan keponakanku Samuel Surya Darma Hutabaraat serta

12

Sonia Febiola Hutabarat atas kasih sayang, doa dan suportnya bagi penulis untuk
terus melangkah dan berjuang menyelesaikan studi. Semoga tulisan ini membawa
manfaat dalam bidang pemuliaan tanaman dan menambah rasa syukur penulis
kepada sang Pencipta.
Bogor, Maret 2015
Arvita Netti Sihaloho

13

DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kebaruan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Fisiologi Tanaman Kedelai
Karakteristik Tanah Masam
Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Al.
Keragaman dan Seleksi pada Tanaman Kedelai
Pola Pewarisan sifat Karakter Kualitatif dan Kuantitatif
Marka Molekuler

7
7
8
9
10
13
14

STUDI PEWARISAN SIFAT TOLERANSI KEDELAI TERHADAP
TANAH MASAM
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan

17
17
17
18
19
22

KEMAJUAN SELEKSI KEDELAI UNTUK TOLERANSI TANAH
MASAM BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan

37
38
38
37
38
38
39
39
40
40
41
5
52

KEMAJUAN SELEKSI KEDELAI UNTUK TOLERANSI ALUMINIUM
BERDASARKAN MARKA MOLEKULER
53
Abstrak
53
Abstract
53
Pendahuluan
54
Metode Penelitian
55
Hasil dan Pembahasan
57

14

Kesimpulan

63

PERBANDINGAN KERAGAAN GALUR-GALUR F5 HASIL SELEKSI
AGRONOMI DAN MARKA MOLEKULER
64
Abstrak
64
Abstract
64
Pendahuluan
65
Metode Penelitian
66
Hasil dan Pembahasan
67
Kesimpulan
73
PEMBAHASAN UMUM

74

KESIMPULAN

78

DAFTAR PUSTAKA

79

LAMPIRAN

88

15

DAFTAR TABEL
Hal
1. Metode seleksi untuk tanaman menyerbuk sendiri
2. Nilai tengah karakter agronomi tetua Argomulyo (P1),
Tanggamus (P2) dan F2di tanah masam
3. Pendugaan aksi gen karakter agronomi populasi F2 (Argomulyo x
Tanggamus) di tanah masam
4. Pendugaan jumlah gen karakter agronomi populasi (Argomulyo x
Tanggamus) di tanah masam
5. Nilai pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas
populasi F2 pada tanah masam
6. Nilai tengah karakter akar tetua Argomulyo (P1), Tanggamus
(P2) dan F2 pada cekaman aluminium di kultur hara
7. Pendugaan aksi gen karakter pertumbuhan populasi F2
(Argomulyo x Tanggamus) pada cekaman aluminium
di kultur hara
8. Pendugaan jumlah gen karakter pertumbuhan populasi F2
(Argomulyo x Tanggamus) pada cekaman aluminium
di kultur hara
9. Nilai pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas populasi
F2 pada cekaman aluminium di kultur hara
10. Nilai tengah karakter akar tetua Argomulyo (P1), Tanggamus (P2)
dan F2 pada cekaman aluminium di root re-growth
11. Pendugaan aksi gen karakter akar F2 hasil (Argomulyo x
Tanggamus) pada cekaman aluminium di root re-growth
12. Pendugaan jumlah gen karakter akar F2 hasil (Argomulyo x
Tanggamus) pada cekaman aluminium di root re-growth
13. Nilai pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas populasi
F2 pada cekaman aluminium di root re-growth
14. Hasil analisis nilai tengah karakter agronomi pada populasi F3
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
15. Hasil analisis nilai tengah karakter agronomi pada populasi F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
16. Hasil analisis komponen ragam, koefisien keragaman genetik dan
heritabilitas arti luas karakter agronomi pada populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
17. Matriks korelasi karakter agronomi pada populasi F4 hasil
persilangan Argomulyo dan Tanggamus
18. Perbaikan karakter agronomi berdasarkan seleksi langsung populasi
F4 (Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
19. Perbaikan karakter agronomi berdasarkan seleksi tidak langsung
populasi F4 (Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
20. Keragaan bobot biji per tanaman 30 genotipe hasil seleksi
berdasarkan karakter bobot biji per tanaman
21. Nilai fenotipe panjang akar populasi F2 tercekam aluminium
pada stadia bibit di kultur hara

11
23
26
26
27
28

30

31
32
33
34
35
35
42
42

43
49
49
50
51
58

16

22. Rekapitulasi hasil validasi primer pada tetua peka (Argomulyo) dan
tetua toleran (Tanggamus)
23. Rekapitulasi hasil validasi primer pada bulk toleran dan bulk peka
genotipe F2 (Argomulyo x Tanggamus)
24. Keragaan bobot biji per tanaman 20 genotipe F4 hasil seleksi
berdasarkan karakter bobot biji per tanaman dan marka molekuler
25. Diferensial seleksi berdasarkan marka molekuler toleran aluminium
populasi F4 (Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
26. Sidik ragam augmented design
27. Rekapitulasi sidik ragam karakter agronomi genotipe F5 dan kontrol
pada tanah masam
28. Keragaan nilai tengah karakter agronomi 30 galur F5 terseleksi marka
OPH-12-1100 dengan lima varietas pembanding di tanah masam
29. Keragaan karakter pertumbuhan 30 galur F5 hasil seleksi marka dan
kedua tetua di tanah masam
30. Keragaan karakter pertumbuhan 30 galur F5 hasil seleksi marka dan
kedua tetua di tanah masam
31. Nilai tengah karakter agronomi dan komponen hasil galur F5 ada
marka dan tanpa marka pada tanah masam

58
59
61
62
66
67
68
68
70
71

17

DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Bagan alir penelitian
2. Pola sebaran data tinggi tanaman dan jumlah daun populasi F2
(Argomulyo x Tanggamus) pada tanah masam
3. Pola sebaran data bobot 100 biji dan jumlah cabang produktif
populasi F2 (Argomulyo x Tanggamus) pada tanah masam
4. Pola sebaran data jumlah polong bernas dan jumlah buku populasi
F2 (Argomulyo x Tanggamus) pada tanah masam
5. Pola sebaran data bobot biji per tanaman dan jumlah total polong
populasi F2 (Argomulyo x Tanggamus) pada tanah masam
6. Pola sebaran data panjang akar dan panjang tajuk populasi
F2 (Argomulyo x Tanggamus) tercekam aluminium pada stadia bibit
di kultur hara
7. Pola sebaran data nisbah panjang tajuk akar populasi F2
(Argomulyo x Tanggamus) dalam keadaan tercekam aluminium
pada stadia bibit di kultur hara
8. Pola sebaran data berat basah dan berat kering tajuk
populasi F2 (Argomulyo x Tanggamus) dalam keadaan tercekam
aluminium pada stadia bibit di kultur hara
9. Pola sebaran data berat basah dan berat kering akar populasi F2
(Argomulyo x Tanggamus) tercekam aluminium pada stadia bibit
di kultur hara
10. Pola sebaran data berat basah dan berat kering akar populasi F2
(Argomulyo x Tanggamus) setelah tercekam aluminium pada stadia bibit
11. Pola sebaran data panjang akar populasi F2 (Argomulyo x
Tanggamus) keadaan setelah tercekam dan setelah recovery
34
12. Pola sebaran data root re-growth populasi F2
(Argomulyo x Tanggamus pada stadia bibit
13. Pola sebaran data tinggi tanaman populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus pada kondisi tidak tercekam
14. Pola sebaran data jumlah cabang produktif populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
15. Pola sebaran data jumlah buku produktif populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
16. Pola sebaran data jumlah total polong populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
17. Pola sebaran data jumlah polong bernas populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
18. Pola sebaran data jumlah polong hampa populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
19. Pola sebaran data bobot biji per tanaman populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
20. Pola sebaran data bobot 100 biji populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
21. Pola sebaran data sink size populasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam

6
24
24
25
25

29

29

29

30
33

36
44
44
45
45
45
46
46
46
47

18

22. Keragaan tanaman kedelai generasi F3 dan F4
(Argomulyo x Tanggamus) pada kondisi tidak tercekam
23. Keragaan akar dan tajuk genotipe peka (S) dan toleran (T) kedelai
populasi F2 (Argomulyo x Tanggamus) pada stadia
bibit di kultur hara dengan perlakuan 1,5 mM Al
24. Pola sebaran panjang akar sebelum dan setelah distandarisasi pada
populasi F2 (Argomulyo x Tanggamus)
25. Validasi primer RAPD yang polimorfik pada bulk toleran dan peka
genotipe F2 (Argomulyo x Tanggamus)
26. Hasil amplifikasi DNA marka OPH-12 konsisten terpaut
pada genotipe toleran F2 (Argomulyo x Tanggamus)
27. Hasil amplifikasi DNA marka OPH-12 pada populasi F4
(Argomulyo x Tanggamus)
28. Sebaran galur-galur F5 Argomulyo x Tanggamus untuk karakter
bobot 100 biji dan bobot biji per tanaman

47

57
57
59
60
61
72

19

DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Sifat kimia contoh tanah pada lokasi penelitian di tanah masam
milik petani Jasinga, Kabupaten Bogor Barat
2. Sifat kimia contoh tanah pada lokasi penelitian di kebun percobaan
Balai Besar Biogen Kabupaten Bogor
3. Sifat kimia contoh tanah pada lokasi penelitian di tanah masam
kebun percobaan UPT Pengembangan Teknologi Lahan Kering
wilayah Tenjo Kabupaten Bogor Barat
4. Data iklim di Jasinga tahun 2012
5. Data iklim di BB Biogen, Cimanggu tahun 2012
6. Data iklim di BB Biogen, Cimanggu tahun 2013
7. Data iklim di percobaan UPT Pengembangan Teknologi Lahan Kering
wilayah Tenjo Kabupaten Bogor Barat
94

88
89

90
91
92
93

20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditi pangan strategis di
Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat sejalan pertumbuhan jumlah
penduduk. Kedelai adalah salah satu sumber protein utama dan banyak disukai
masyarakat. Biji kedelai mengandung protein tinggi, yaitu sekitar 40-46 g per 100
g bahan kering (Muhidin 2004).
Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2013 hanya mencapai 892.602
ton. Jumlah ini belum memenuhi target pemerintah yakni 2.2 juta ton. Usaha
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kedelai, selain mengimpor sebesar 85%
adalah dengan meningkatkan produktivitas dan menambah luas areal sebesar 100
ribu ha per tahun (BPS 2013). Upaya perluasan areal tanam kedelai menghasilkan
peningkatan produksi kedelai nasional. Tahun 2013 luas areal tanam kedelai
hanya mencapai 550.793 ha dengan produksi 779.992 ton, meningkat menjadi
601.237 ha dengan produksi mencapai 892.602 ton pada tahun 2014 (ARAM I
BPS).
Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai nasional adalah
memperluas areal tanam dengan memanfaatkan lahan-lahan marginal yang
potensinya sangat besar. Menurut Mulyani et al. (2011), luas lahan kering di
Indonesia mencapai 148 juta hektar dan diperkirakan 102.8 juta hektar di
antaranya berupa tanah masam. Diantara 102.8 juta hektar tanah masam tersebut,
hanya 6 juta hektar berpotensi untuk areal tanaman pangan (Dakhyar et al. 2012).
Perluasan areal panen kedelai di Indonesia untuk mencapai swasembada
produksi, satu-satunya adalah memanfaatkan tanah masam. Akan tetapi tanah
masam kurang sesuai untuk tanaman kedelai karena pH nya yang rendah,
terjadinya keracunan Al dan ketersediaan unsur hara makro yang rendah. Selain
upaya ameliorasi, tanah masam agar menjadi sesuai untuk tanaman kedelai perlu,
disediakan varietas kedelai yang toleran tanah masam dan memiliki mutu biji
yang bagus, ukuran biji cukup besar supaya diterima oleh pasar.
Faktor pembatas produksi tanaman kedelai pada tanah masam adalah
kesuburan tanah yang rendah karena toksisitas aluminium (Al) dan defisiensi
hara-hara makro di antaranya fosfor (P), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg)
(Marschner 1995). Keracunan Al merupakan faktor pembatas utama karena dapat
menyebabkan terganggunya pertumbuhan akar sehingga tanaman mengalami
hambatan dalam penyerapan air dan hara yang akhirnya berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Kochian et al. 2004).
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan
dan produksi tanaman yang ditanam di tanah masam. Hasil penelitian Major et al.
(2010) memperlihatkan bahwa tanaman jagung yang ditanam pada tanah dengan
pH 7 mempunyai produksi 8 ton/ha, sedangkan jagung yang ditanam di tanah
masam dengan pH 4 mempunyai produksi 4 ton/ha, terjadi penurunan produksi
sekitar 50%. Hasil penelitian Yu et al. (2011) menunjukkan bahwa tanaman
kedelai varietas Zhechun2 yang ditanam di kultur hara pada kondisi tidak
tercekam aluminium (kontrol) mempunyai bobot kering akar 75 g, namun yang
ditanam di kondisi tercekam aluminium dengan konsentrasi 30 mg/l mempunyai

21

bobot kering akar sebesar 40 g, mengalami penurunan bobot kering akar sekitar
46.67%.
Pendekatan pemuliaan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan
produktivitas yang tinggi di tanah masam adalah dengan menghasilkan varietas
kedelai toleran terhadap cekaman Al. Kementerian Pertanian (2012) telah melepas
74 varietas kedelai, beberapa di antaranya toleran terhadap tanah masam seperti
Sibayak, Ratai, Nanti, dan Tanggamus. Umumnya varietas toleran tanah masam
yang telah dilepas tersebut mempunyai biji ukuran kecil.
Adie dan Krisnawati (2007) melakukan pengelompokan biji kedelai
berdasarkan ukuran biji dan menyatakan bahwa varietas Sibayak, Ratai, Nanti,
dan Tanggamus termasuk kelompok berbiji kecil (< 10 g/100 biji). Saat ini
konsumen lebih menyukai kedelai berbiji besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengembangan varietas kedelai berbiji besar untuk kesesuaian budidaya di tanah
masam. Keragaman genetik kedelai untuk sifat berbiji besar dan toleran
aluminium masih rendah sehingga perlu dilakukan persilangan antara varietas
toleran tanah masam seperti Tanggamus dengan varietas berbiji besar (≥ 14 g/100
biji), seperti Argomulyo untuk memperoleh galur yang toleran tanah masam
berbiji besar.
Persilangan diharapkan akan menghasilkan rekombinasi dan keragaman
genetik tinggi, sehingga tersedia materi genetik untuk dilakukan seleksi.
Keberhasilan seleksi atau efisiensi seleksi untuk meningkatkan daya hasil dan
toleransi tanah masam ditunjukkan oleh perolehan kemajuan genetik dari karakter
yang diseleksi. Kemajuan genetik yang diperoleh sangat tergantung kepada
variabilitas genetik dan heritabilitas (Roy 2000). Perolehan kemajuan genetik
dapat dimaksimalkan dengan memilih karakter seleksi yang sesuai, yaitu yang
memiliki nilai heritabilitas tinggi dan berkorelasi dengan hasil, untuk itu perlu
dilakukan studi genetik untuk memperoleh pola pewarisan dari karakter yang
ingin diperbaiki.
Seleksi untuk adaptasi terhadap lingkungan bercekaman harus dilakukan di
lingkungan target dengan tujuan untuk dapat memaksimalkan ekspresi gen-gen
yang mengendalikan daya hasil maupun daya adaptasi (Ceccareli et al. 2007).
Seleksi untuk adaptasi terhadap lingkungan bercekaman dapat dilakukan
berdasarkan fenotipe dan gabungan antara fenotipe dengan marka molekuler.
Seleksi berdasarkan fenotipe menjadi sulit karena nilai heritabilitas yang rendah
dan adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan sehingga untuk
meningkatkan efisiensi seleksi dapat dilakukan seleksi berdasarkan fenotipe dan
marka molekuler (Bernando 2002).
Seleksi menggunakan karakter agronomi lebih praktis dan cepat untuk
karakter-karakter yang memiliki nilai heritabilitas dan korelasi yang tinggi karena
pengamatan dapat dilakukan secara langsung, tetapi karakter agronomi umumnya
bersifat kuantitatif dan ekspresinya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Marka molekuler adalah karakter seleksi yang tidak dipengaruhi oleh
lingkungan, mempunyai nilai heritabilitas tinggi karena hampir tidak ada interaksi
antara genotipe dengan lingkungan, stabil dan dapat diamati pada semua stadia
pertumbuhan (Gupta et al. 2002). Salah satu marka molekuler yang telah
dipergunakan adalah marka molekuler RAPD. Penggunaan marka molekuler
RAPD pada kedelai telah dilakukan untuk sifat ketahanan terhadap salinitas
(Younis et al. 2007), ketahanan gandum terhadap salinitas (Rahman et al. 2004)

22

dan ketahanan tanaman padi terhadap kekeringan (Youssef et al. 2010). Marka
molekuler yang dapat dipergunakan sebagai marka seleksi harus terlebih dahulu
diseleksi, sehingga marka molekuler yang terpaut sifat yang diinginkan yang
dipergunakan sebagai marka seleksi.
Salah satu metode seleksi marka molekuler adalah bulk segregrant
analysis. Metode bulk segregant analysis (BSA) dapat digunakan untuk
menyeleksi marka yang terpaut karakter yang diinginkan. Metode bulk segregant
analysis (BSA) merupakan metode skrining marka yang didasarkan atas
pengelompokan DNA dari individu-individu tanaman pada populasi segregan.
Metode ini dapat menyeleksi marka-marka molekuler yang terpaut erat dengan
lokus yang dituju secara lebih cepat dan tepat (Zhang et al. 2008).
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pola pewarisan sifat kedelai
yang akan digunakan sebagai karakter seleksi untuk menghasilkan genotipe atau
galur kedelai yang toleran tanah masam dan berbiji besar. Penelitian ini menjadi
penting dilakukan karena masih terbatasnya informasi mengenai studi pewarisan
sifat toleran kedelai di tanah masam, dan penggunaan marka RAPD sebagai alat
bantu seleksi kedelai pada populasi bersegregasi untuk adaptasi di tanah masam
juga masih perlu dilakukan.
Populasi hasil persilangan antara Argomulyo dengan Tanggamus akan
diseleksi pada generasi lanjut (F5) karena penelitian ini menggunakan metode
seleksi single seed descent untuk pembentukan galur. Metode seleksi single seed
descent ini digunakan untuk karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah.
Single seed descent atau turunan biji tunggal merupakan metode
pembentukan galur yang ditujukan untuk tetap menjaga keragaman genetik
selama populasi bersegregasi dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan
tidak menambah ruang dan area pertanaman serta tanpa seleksi. Pemilihan
genotipe-genotipe harapan dilakukan ketika telah terjadi fiksasi dari alel-alel
karakter yang diinginkan pada generasi lanjut. Metode pembentukan galur secara
single seed descent ini dapat juga digunakan untuk studi genetik terkait dengan
pemetaan lokus karakter kuantitatif (Falconer dan Mackay 1996).

Perumusan Masalah
Luas areal tanam untuk pertanaman kedelai terus menurun dari tahun ke
tahun sehingga perlu dilakukan ekstensifikasi pertanaman di areal tanah-tanah
marginal yang potensial, misalnya tanah masam. Masalah yang dihadapi dalam
pengembangan kedelai di tanah masam adalah belum tersedianya varietas toleran
tanah masam berbiji besar yang lebih disukai oleh petani, sehingga perlu
pengembangan varietas toleran tanah masam berbiji besar untuk meningkatkan
produktivitas.
Keragaman genetik tanaman kedelai untuk pewarisan sifat dapat diperluas
melalui persilangan antara tetua tanaman kedelai yang toleran tanah masam
dengan tetua yang berbiji besar. Informasi tentang keragaman genetik yang terjadi
pada generasi hasil persilangan dapat diketahui dengan melihat pola pewarisan
sifat toleransi terhadap populasi hasil persilangan pada kondisi tercekam Al di
tanah masam dan di kultur hara serta mengetahui pewarisan sifat toleransi tanah
masam sehingga dapat dipilih karakter seleksi berdasarkan karakter kuantitatif.

23

Seleksi karakter kuantitatif dapat ditingkatkan akurasi seleksinya dengan
menggunakan marka molekuler, misalnya marka RAPD dengan metode bulk
segregant analyisis (BSA). Penggunaan marka molekuler RAPD dalam
melakukan seleksi merupakan salah satu cara mengembangkan perbaikan metode
seleksi pada tanah masam karena seleksi menggunakan marka molekuler tidak
dipengaruhi lingkungan dan memiliki nilai heritabilitas yang tinggi.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang dasar
genetik dan karakter seleksi untuk perbaikan daya adaptasi dan potensi hasil di
tanah masam. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh informasi tentang aksi gen dan pewarisan sifat toleransi
karakter agronomi kedelai terhadap cekaman aluminium di tanah masam
dan di kultur hara.
2. Memperoleh marka RAPD terpaut toleransi cekaman aluminium melalui
metode bulk segregrant analysis.
3. Memperoleh informasi tentang keragaman genetik karakter pertumbuhan,
komponen hasil dan hasil pada F3 dan F4 dengan metode single seed
descent.
4. Memperoleh galur kedelai yang toleran tanah masam melalui seleksi daya
hasil dan marka RAPD.
5. Memperoleh informasi tentang keragaan pertumbuhan dan daya hasil serta
membandingkan kemajuan genetik galur F5 terseleksi berdasarkan daya
hasil dan marka RAPD terpaut toleransi cekaman Al.

Kebaruan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan
tujuan penelitian dan belum pernah dilakukan di Indonesia. Kriteria seleksi
toleran tanah masam yang telah dilakukan selama ini menggunakan kriteria
keragaan pertumbuhan agronomi dan berdasarkan gejala keracunan Al. Oleh
karena itu, penelitian yang telah dilakukan melalui berbagai percobaan,
menghasilkan:
1. Informasi bahwa pewarisan sifat toleransi kedelai terhadap cekaman
aluminium dan tanah masam dikendalikan banyak gen dengan aksi gen
aditif epistasis, didapatkan informasi bahwa karakter seleksi panjang akar
dikendalikan banyak gen dengan aksi gen aditif epistasis.
2. Satu marka RAPD terpaut sifat toleran cekaman aluminum pada tanaman
kedelai, yaitu marka OPH-12-1200 yang diperoleh pada populasi F2
dengan menggunakan metode bulk segregant analyisis (BSA) dan marka
OPH-12-1200 dapat digunakan sebagai MAS (marker assisted selection)
untuk meningkatkan akurasi seleksi pada generasi lanjut.
3. Galur-galur harapan yang toleran tanah masam.

24

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup empat tahap, yaitu studi pewarisan sifat toleran
cekaman aluminium di tanah masam dan kultur hara pada generasi F2,
penggaluran populasi bersegregasi dengan metode single seed descent (SSD)
sampai generasi F4 dan seleksi generasi F4 berdasarkan karakter daya hasil,
seleksi marka RAPD terpaut sifat toleran cekaman aluminium. Marka yang
diperoleh akan dipergunakan dalam seleksi berbasis marka molekuler (marker
assisted selection) pada populasi F4 untuk menghasilkan galur-galur harapan
baru yang toleran tanah masam serta untuk melakukan verifikasi keragaan
populasi F5 terseleksi berdasarkan daya hasil dan marka terpaut toleran tanah
masam (Gambar 1).

25

Persilangan
F1
F2

Studi
Pewarisan

Penggaluran
SSD

SSD F3

Kultur Hara

Tanah Masam

-Parameter Genetik
-Karakter Akar

-Parameter Genetik
-Karakter Agronomi

Seleksi Marka

SSD F4

Seleksi

Karakter Seleksi Hasil
dan Marka Molekuler

F5

Galur-Galur F5 Toleran Masam
Berdasarkan Hasil dan Marka
Molekuler

Gambar 1 Kerangka penelitian untuk pewarisan sifat toleransi dan seleksi kedelai
secara karakter hasil dan marka pada tanah masam

26

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Fisiologi Tanaman Kedelai
Kedelai [Glycine max (L.) Merr] bukan tanaman asli Indonesia, diduga
tanaman kedelai berasal dari daratan tengah dan utara Cina. Hal ini didasarkan
pada adanya penyebaran Glycine usseriensis spesies yang diduga sebagai tetua
Glyine max, sebab bukti sitogenetika menunjukkan bahwa Glycine max dan
Glycine usseriensis tergolong spesies yang sama (Sharma et al.1993).
Glycine max merupakan tanaman semusim, warna bunga putih atau ungu,
memiliki bentuk daun bulat dan lancip. Bentuk biji bervariasi tergantung pada
varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng dan bulat telur. Setiap biji kedelai
mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang
(10-13 g/100 biji) dan besar (> 13 g/100 biji).
Spesies Glycine max memiliki jumlah kromosom somatik 2n=2x=40,
sedangkan subgenus Glycine lain seperti Glycine bracteata memiliki kromosom
2n=2x=44 dan Glycine canescens yang tidak dibudidayakan memiliki kromosm
2n=4x=80 (Burton 1997).
Pertumbuhan tanaman kedelai dibagi dalam dua fase yaitu fase vegetatif
dan fase generatif (reproduksi). Fase vegetatif diawali saat tanaman muncul dari
tanah dan kotiledon belum membuka (Ve-Vc), V1-V6 berdasarkan jumlah daun
trifoliat telah berkembang penuh dan fase ini diakhiri setelah mulai terbentuknya
bunga sebagai organ reproduktif. Fase reproduksi dikelompokkan ke dalam tiga
fase yaitu fase pembungaan, pembentukan polong dan pematangan biji (R1 –R8).
Fase pembungaan (R1-R2) dicirikan oleh munculnya dua atau lebih bunga mekar,
sedangkan fase pembentukan polong (R3-R6) dicirikan oleh mulai terbentuk
polong berukuran 5 mm pada batang utama dan berakhir dengan terbentuknya
polong berukuran 2 cm dan biji dalam polong telah mengisi penuh rongga polong.
Fase pematangan polong (R7-R8) diawali adanya satu polong yang telah berwarna
kuning (matang), fase ini sering disebut sebagai fase masak fisiologis. Fase
pematangan biji berakhir jika 90% polong telah berwarna coklat (matang) dan
siap untuk dipanen (Fehr et al. 1971).
Komponen lingkungan yang menjadi penentu keberhasilan usaha produksi
kedelai adalah faktor iklim dan tanah. Faktor iklim yang menentukan
pertumbuhan kedelai adalah panjang hari, suhu, kelembaban udara dan curah
hujan, sedangkan faktor tanah yang menentukan pertumbuhan kedelai adalah pH
tanah.
Kedelai termasuk tanaman hari pendek, yaitu tidak mampu berbunga bila
panjang hari atau lama penyinaran melebihi 16 jam dan mempercepat
pembungaan bila lama penyinaran kurang dari 12 jam. Tanaman hari pendek pada
kedelai bermakna bahwa lama penyinaran yang semakin pendek akan merangsang
pembungaan lebih cepat (Sumarno dan Manshuri 2007).
Suhu yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 2227 0C karena pada suhu ini tanaman kedelai membentuk pertumbuhan vegetatif
dan generatif maksimal, sedangkan pada suhu lebih rendah dari 22 0C atau suhu
lebih tinggi dari 27 0C terjadi penghambatan pertumbuhan. Suhu yang tinggi
berakibat gugurnya polong, sedangkan suhu di bawah 15 0C menghambat
pembentukan polong (Burton 1997).

27

Kelembaban udara yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara 7590% selama periode tanaman tumbuh hingga stadia pengisian polong dan
kelembaban udara 60-75% pada periode pematangan polong hingga panen.
Pengaruh langsung kelembaban udara terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kedelai tidak terlalu besar, tetapi secara tidak langsung berpengaruh
terhadap perkembangan hama dan penyakit (Sarwanto 2007).
Tanaman kedelai sangat efektif dalam memanfaatkan air yang berasal dari
kelembaban udara. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman kedelai tergantung dari
kemampuan tanah menyimpan air, besar penguapan dan kedalaman lapisan olah
tanah. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan 120-150 mm
per bulan tetapi pada curah hujan lebih dari 300 mm per bulan, pertumbuhan dan
produksi kedelai sangat baik bila pengelolaan air dilakukan dengan baik (Agus et
al. 2005)
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai
mendekati netral, yaitu pH 5.5-6.5 karena pada kisaran pH tersebut hara makro
dan mikro tersedia bagi tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi masam atau
pH kurang dari 5.5 hara makro seperti P dan Ca tidak mudah tersedia, sedangkan
pada tanah yang bereaksi basa atau pH lebih besar dari 7, tanaman kedelai
mengalami gejala klorosis karena unsur Fe menjadi tidak tersedia bagi tanaman
(Wijaya 2008).
Sekitar 74 varietas unggul kedelai telah dilepas pemerintah tetapi varietas
unggul toleran tanah masam masih sedikit, yaitu Tanggamus, Ratai, Nanti,
Sibayak dan Rajabasa. Pada penelitian ini varietas Tanggamus dan Argomulyo
yang digunakan sebagai tetua. Varietas Tanggamus merupakan varietas yang
toleran tanah masam, dapat tumbuh dengan baik pada pH < 5, mempunyai tinggi
tanaman 67 cm, umur berbunga 35 HST, umur panen 85 HST, jumlah cabang
produktif 3-5, jumlah polong 90, biji sedang 10-11 g100 biji-1 dan produksi 2.5
ton ha-1.
Varietas Argomulyo merupakan varietas yang direkomendasikan untuk
tanah sawah, tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah masam, mempunyai
tinggi tanaman 40 cm, umur berbunga 35 HST, umur panen 80 HST, jumlah
cabang 3-4, jumlah polong 45, biji besar14 g100 biji-1 dan produksi 1.5-2.0 ton
ha-1.
Penelitian mengenai ketahanan berbagai varietas kedelai terhadap tanah
masam telah banyak dilakukan, seperti Delhaize dan Ryan (1995) serta Sopandie
et al. (2003).

Karakteristik Tanah Masam
Tanah masam adalah tanah dengan pH rendah (pH < 5) karena kandungan
ion H+ yang tinggi dalam larutan tanah. Tingkat kemasaman (pH) tanah
merupakan salah satu tolok ukur sifat kimia tanah yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produktivitas tanaman baik secara langsung melalui konsentrasi
ion H+ maupun tidak langsung melalui ketersediaan hara. Aluminium (Al) dalam
tanah merupakan salah satu penyebab utama peningkatan ion H+ pada tanah
masam. Aluminium menjadi larut dan membentuk kation Al hidroksi atau kation
Al3+. Ion Al3+ cenderung mengalami hidrolisa dan melepaskan ion H+ yang
menyebabkan kemasaman tanah (Gupta et al. 2002).

28

Bentuk-bentuk Al di dalam tanah dapat berupa ion trivalen yaitu Al3+,
bentuk hidroksida seperti Al(OH)2+, Al(OH)2+, Al(OH)3, Al(OH)4- atau
berasosiasi dengan berbagai senyawa organik dan anorganik seperti SO43-, SO42-,
asam organik, protein dan lipid (Delhaize dan Ryan, 1995). Ion Al3+ merupakan
bentuk yang paling toksik dan mendominasi di tanah masam terutama pada pH