Implikasi eksistensi Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asteraceae) dan agens hayatinya Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) terhadap struktur komunitas serangga dan tumbuhan lokal

IMPLIKASI EKSISTENSI Chromolaena odorata (L.) King &
Robinson (ASTERACEAE) DAN AGENS HAYATINYA
Cecidochares connexa Macquart (DIPTERA: TEPHRITIDAE)
TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS SERANGGA
DAN TUMBUHAN LOKAL

ALAL HUDA JAYA. S

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul ”Implikasi
Eksistensi Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asteraceae) dan
Agens Hayatinya Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae)
terhadap Struktur Komunitas Serangga dan Tumbuhan lokal” adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Desember 2006

Alal Huda Jaya. S
NRP. A451030041

ABSTRAK
ALAL HUDA JAYA. S. Implikasi Eksistensi Chromolaena odorata (L.) King &
Robinson (Asteraceae) dan Agens Hayatinya Cecidochares connexa Macquart
(Diptera: Tephritidae) terhadap Struktur Komunitas Serangga dan Tumbuhan
Lokal.
Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan SOEKISMAN
TJITROSEMITO.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari distribusi dan kelimpahan
populasi C. odorata dan agens hayatinya C. connexa, serta mempelajari struktur
komunitas serangga dan tumbuhan lokal di daerah yang telah diinvasi oleh C.
odorata. Kegiatan yang dilakukan adalah survei lokasi penelitian, analisis
vegetasi, dan koleksi serangga. Penelitian ini berlokasi di Jawa Barat yang
meliputi daerah Parung Panjang, Setu, Darmaga, Gunung Bunder, Gunung Salak,

Gunung Halimun, Pakuwon, Ciawi, Cisarua, dan Cianjur. Lokasi penelitian
tersebut ditentukan berdasarkan metode purposive sampling. Analisis vegetasi
dilakukan dengan metode transek yang dikombinasikan dengan metode kuadrat.
Koleksi serangga dilakukan di dalam petak contoh dengan memasang perangkap
pitfall trap dan yellow pan trap, sedangkan perangkap malaise trap diletakkan
secara diagonal diantara jalur transek.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa spesies tumbuhan eksotik invasif C.
odorata terdapat disemua lokasi penelitian dan dapat tumbuh pada berbagai tipe
habitat baik habitat perkebunan, hutan buatan, ladang dataran rendah, maupun
ladang dataran tinggi dengan kelimpahan yang berbeda. Kelimpahan populasinya
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian suatu lokasi.
Keberadaan C. odorata diikuti pula dengan keberadaan musuh alaminya yaitu
lalat puru C. connexa pada semua lokasi pengamatan, kecuali di Gunung Halimun
dan Cianjur. Saat ini lalat puru C. connexa telah mapan dan menyebar secara
alami. Adanya barier seperti pegunungan merupakan faktor pembatas terhadap
distribusi lalat puru C. connexa.
Komunitas tumbuhan yang diperoleh pada habitat C. odorata di Parung
Panjang, Setu, Darmaga, dan Gunung Bunder secara keseluruhan terdiri dari
131.132 individu tumbuhan yang termasuk ke dalam 21 famili dan 44 spesies.
Sedangkan jumlah total komunitas serangga yang diperoleh pada habitat C.

odorata di Parung Panjang, Setu, Darmaga, dan Gunung Bunder terdiri dari
24.213 individu serangga yang termasuk ke dalam 14 ordo, 132 famili, dan 568
spesies. Ordo Hymenoptera, Diptera, dan Hemiptera merupakan tiga ordo terbesar
yang ditemukan dengan kelimpahan individu (species abundance) dan kekayaan
spesies (species richness) paling tinggi.
Implikasi keberadaan C. odorata telah menyebabkan terjadinya
pengambilalihan atau pergantian skala ruang oleh C. odorata terhadap spesies
tumbuhan lokal serta penurunan keanekaragaman spesies tumbuhan yang berada
disekitarnya. Introduksi tumbuhan eksotik invasif C. odorata dan agens hayatinya
C. connexa telah menyebabkan terjadinya asosiasi dengan serangga-serangga
lokal.

ABSTRACT
ALAL HUDA JAYA. S. Implication of existence both of Chromolaena odorata
(L.) King & Robinson (Asteraceae) and its biological control agent Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) to local plant and insect
community structure. Supervisors: DAMAYANTI BUCHORI and SOEKISMAN
TJITROSEMITO.
The aims of this research were (1) to study density and population
distribution of C. odorata and its biological control agent - C. connexa, and (2) to
study local plant and insect community structure in invaded area of C. odorata.

Several activities have been conducted i.e. survey of research sites, vegetation
analysis, and insect sampling. The study sites were selected base on purposive
sampling method. All area located in Bogor district (Parung Panjang, Setu,
Darmaga, Gunung Bunder, Ciawi, and Cisarua), Sukabumi district (Gunung
Salak, Gunung Halimun, and Pakuwon), and Cianjur district. Analysis of
vegetation were conducted using combination of transect and quadrate method.
Insect were sampled by setting up several traps inside the plots. Pitfall trap and
yellow pan trap were set up inside the plot, whereas malaise trap were placed
between two transect lines.
The result found that invasive exotic plant species (C. odorata) spread on
whole study sites and well-growth on different habitat types (plantations,
production forest, low land, and high land). Their population densities tend to
decrease with increasing altitude. The occurrences of C. odorata co-exist with its
biological control, the gall flies C. connexa. Almost all study sites (except
Gunung Halimun and Cianjur) found these flies. Recently, C. connexa have
established and wide spread, although the present of barrier (like mountain) is
restriction factor for distribution of flies in West Java.
Over 131.132 individual of plants consist of 21 families and 44 species were
identified co-exist with C. odorata in Bogor area (Parung Panjang, Setu,
Darmaga, and Gunung Bunder). In the same area, over 24.213 individual of

insect consist of 14 orders, 132 families, and 568 species were found in C.
odorata habitat. Three dominance insect orders i.e. Hymenoptera, Diptera, and
Hemiptera were collected with high species richness and abundance.
Implication of existence of C. odorata caused replacement local plant
species and homogenization habitat on spatial scale. Introduction of C. odorata
and its biological control agent caused and consequently associate with local
insects.

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun,
baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

IMPLIKASI EKSISTENSI Chromolaena odorata (L.) King &
Robinson (ASTERACEAE) DAN AGENS HAYATINYA
Cecidochares connexa Macquart (DIPTERA: TEPHRITIDAE)
TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS SERANGGA
DAN TUMBUHAN LOKAL


ALAL HUDA JAYA. S

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Tesis

:

Nama
:
NRP
:

Program Studi :

Implikasi Eksistensi Chromolaena odorata (L.) King &
Robinson (Asteraceae) dan Agens Hayatinya Cecidochares
connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) terhadap Struktur
Komunitas Serangga dan Tumbuhan Lokal
Alal Huda Jaya. S
A451030041
Entomologi/Fitopatologi

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc.
Ketua

Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc.
Anggota

Diketahui


Ketua Program Studi
Entomologi/Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 28 September 2006

Tanggal Lulus: 18 Desember 2006

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penulisan tesis ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah spesies eksotik invasif, dengan
judul Implikasi Eksistensi Chromolaena odorata (L.) King & Robinson

(Asteraceae) dan Agens Hayatinya Cecidochares connexa Macquart (Diptera:
Tephritidae) terhadap Struktur Komunitas Serangga dan Tumbuhan Lokal.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir.
Damayanti Buchori, M.Sc. dan Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc. selaku
komisi pembimbing, atas bimbingan, saran, dan motivasi yang telah diberikan
selama persiapan penelitian sampai penulisan tesis. Kepada Akhmad Rizali,
SP, M.Si terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan teknis ilmiahnya.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi
Departemen Nasional RI melalui Hibah Tim Pascasarjana atas bantuan dana
yang diberikan sehingga penelitian ini dapat terlaksana, kepada kepala
Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian IPB yang telah memberikan izin untuk
menggunakan fasilitas yang tersedia di laboratorium. Kepada kedua orang tua
tercinta Ayahanda Banding Ratu (alm) dan Ibu Sundarti, semoga Allah SWT
memberikan balasan amal baik mereka dengan pahala yang tak terhingga.
Kepada kakakku Eteh Marina dan adik-adikku tercinta, Syukrida, Desrina, dan
seluruh saudara serta Keluarga Besar di Lampung, terima kasih atas perhatian
dan dukungannya selama ini. Terima kasih kepada semua pihak dan rekanrekan sekalian, anggota tim Hibah Pascasarjana, anggota Laboratorium
Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian IPB, serta seseorang yang akan mendampingiku kelak dikemudian

hari, semoga Allah SWT membalasnya.
Akhir kata tak ada gading yang tak retak, semoga tulisan ini bermanfaat,
Amin!!!.
Bogor, Desember 2006

Alal Huda Jaya. S

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Menggala pada tanggal 7 Juni 1979 sebagai anak
kedua dari empat bersaudara, dari Ayah Banding Ratu (alm) dan Ibu Sundarti.
Tahun 1997 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Bandar
Lampung dan pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Proteksi
Tanaman Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN), dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2002.
Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains Entomologi
/Fitopatologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh penulis
pada tahun 2003.


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN

................................................................................

xiii

..................................................................................

1

Tujuan Penelitian ................................................................................

3

Manfaat Penelitian ..............................................................................

3

PENDAHULUAN
Latar Belakang

DISTRIBUSI, KELIMPAHAN POPULASI Chromolaena odorata (L.) King
& Robinson (ASTERACEAE) DAN AGENS HAYATINYA Cecidochares
connexa Macquart (DIPTERA: TEPHRITIDAE) DI BOGOR, JAWA
BARAT
Pendahuluan ........................................................................................

4

Bahan dan Metode ..............................................................................

6

Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................

7

Metode Pengukuran Kelimpahan Populasi .......................

7

Metode Survei Keberadaan Lalat Puru C. connexa ..........

8

Pengambilan Contoh Tumbuhan ................................................

8

Estimasi Populasi C. odorata dan Lalat Puru C. connexa .........

10

Analisis Data ..............................................................................

10

Hasil dan Pembahasan ........................................................................

11

Distribusi dan Kelimpahan Populasi C. odorata ........................

11

Distribusi dan Kelimpahan Populasi Lalat Puru C. connexa .....

14

Kekayaan Spesies Tumbuhan di Habitat C. odorata .................

18

Implikasi Keberadaan Tumbuhan Eksotik Invasif C. odorata
terhadap Keberadaan Tumbuhan Lokal .....................................

21

Kesimpulan .........................................................................................

24

STRUKTUR KOMUNITAS SERANGGA PADA HABITAT TUMBUHAN
EKSOTIK INVASIF: STUDI KASUS PADA HABITAT Chromolaena
odorata (L.) KING & ROBINSON (ASTERACEAE) DI BOGOR, JAWA
BARAT
Pendahuluan ........................................................................................

26

Bahan dan Metode ..............................................................................

27

Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................

27

Pengambilan Contoh Serangga ..................................................

27

Analisis Data ..............................................................................

30

Hasil dan Pembahasan ........................................................................

30

Kekayaan Spesies Serangga di Habitat C. odorata ....................

30

Kekayaan Spesies Hymenoptera dan Diptera di Habitat
C. odorata ...................................................................................

34

Hubungan Keanekaragaman Serangga dengan Kondisi
Habitat .........................................................................................

37

Asosiasi Serangga Lokal dengan Tumbuhan Eksotik Invasif
C. odorata dan Agens Hayatinya C. connexa ............................

41

Kesimpulan .................................................................................

43

PEMBAHASAN UMUM .............................................................................

44

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .........................................................................................

47

Saran ...................................................................................................

48

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

49

LAMPIRAN ..................................................................................................

52

DAFTAR TABEL
Halaman
1

2

Deskripsi lokasi yang dipilih berdasarkan metode pengukuran populasi
C. odorata dan lalat puru C. connexa .......................................................

7

Deskripsi lokasi yang dipilih berdasarkan metode survei keberadaan lalat
puru C. connexa ........................................................................................

8

3

Jumlah Famili (F), Spesies (S), Individu (N), Indeks Shannon (H’) dan
kemerataan (E) tumbuhan pada tiap habitat C. odorata ........................... 20

4

Indeks kemiripan Sorensen (Cs) seluruh spesies tumbuhan antar lokasi
penelitian pada habitat C. odorata ............................................................ 20

5

Indeks Nilai Penting (INP) spesies tumbuhan tegak pada empat habitat
C. odorata ................................................................................................. 22

6

Indeks Nilai Penting (INP) spesies tumbuhan merambat pada empat
habitat C. odorata ...................................................................................... 23

7

Deskripsi lokasi yang dipilih untuk penelitian .......................................... 28

8

Jumlah ordo (O), famili (F), spesies (S), Individu (N), Indeks Shannon
(H’) dan kemerataan (E) serangga pada tiap habitat C. odorata ............... 31

9

Jumlah famili, spesies (S), dan individu (N) ordo Hymenoptera pada tiap
habitat C. odorata ...................................................................................... 34

10 Jumlah famili, spesies (S), dan individu (N) ordo Diptera pada tiap
habitat C. odorata ..................................................................................... 36
11 Indeks kemiripan Sorensen (Cs) seluruh spesies serangga antar lokasi
penelitian pada habitat C. odorata ............................................................ 38

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Metode analisis vegetasi ............................................................................

9

2

Kelimpahan populasi C. odorata pada empat lokasi penelitian selama tiga
kali pengambilan sampel ........................................................................... 13

3

Distribusi lalat puru C. connexa dari titik pelepasan Parung PanjangJasinga, Bogor, dan Parung Kuda-Sukabumi, Jawa Barat ........................ 14

4

Kelimpahan populasi lalat puru C. connexa pada empat lokasi penelitian
selama tiga kali pengambilan sampel ........................................................ 17

5

Kurva akumulasi spesies tumbuhan pada empat habitat C. odorata ........ 19

6

Dendogram pengelompokan spesies tumbuhan pada empat habitat
C. odorata ................................................................................................. 21

7

Perangkap serangga; (a) yellow pan trap (b) pitfall trap (c) malaise
trap ............................................................................................................ 29

8

Kurva akumulasi spesies serangga pada empat habitat C. odorata .......... 31

9

Kekayaan spesies (A) dan kelimpahan individu (B) serangga yang
diperoleh pada empat habitat C. odorata .................................................. 32

10

Kekayaan spesies (A) dan kelimpahan individu (B) serangga tanpa
Formicidae yang diperoleh pada empat habitat C. odorata ...................... 33

11

Dendogram pengelompokan seluruh spesies serangga pada empat
habitat C. odorata ..................................................................................... 39

12

Dendogram pengelompokan serangga predator dan parasitoid pada
empat habitat C. odorata ........................................................................... 40

13

Dendogram pengelompokan serangga herbivor pada empat habitat
C. odorata ................................................................................................. 40

14

Asosiasi serangga pada tumbuhan eksotik invasif C. odorata .................. 41

15 Serangga predator yang berasosiasi dengan lalat puru C. connexa .......... 42

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Hasil analisis vegetasi kelompok spesies tumbuhan tegak pada habitat
C. odorata di Parung Panjang ................................................................... 53

2

Hasil analisis vegetasi kelompok spesies tumbuhan tegak pada habitat
C. odorata di Setu ...................................................................................... 53

3

Hasil analisis vegetasi kelompok spesies tumbuhan tegak pada habitat
C. odorata di Darmaga .............................................................................. 54

4

Hasil analisis vegetasi kelompok spesies tumbuhan tegak pada habitat
C. odorata di Gunung Bunder ................................................................... 54

5

Hasil analisis vegetasi kelompok spesies tumbuhan merambat pada
habitat C. odorata di Parung Panjang ....................................................... 55

6

Hasil analisis vegetasi kelompok spesies tumbuhan merambat pada
habitat C. odorata di Setu ......................................................................... 55

7

Hasil analisis vegetasi kelompok spesies tumbuhan merambat pada
habitat C. odorata di Darmaga .................................................................. 55

8

Hasil analisis vegetasi kelompok spesies tumbuhan merambat pada
habitat C. odorata di Gunung Bunder ....................................................... 56

9

Jumlah spesies (S), Individu (N) dan peranan serangga yang diperoleh
pada empat habitat C. odorata .................................................................. 57

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banyak biota yang secara langsung maupun tidak langsung terbawa oleh
manusia ke bagian dunia yang lain. Hal ini dimungkinkan dengan dimulainya era
eksplorasi yang dapat menghilangkan penghalang biogeografi yang sebelumnya
mengisolasi biota benua selama jutaan tahun (Mooney & Cleland 2001). Setelah
keluar dari habitat alaminya, biota asing tersebut segera menjadi penginvasi
agresif yang lebih kompetitif daripada biota lokal dan mengakibatkan pengaruh
merusak dalam ekosistem serta menimbulkan kerugian yang nyata bagi produksi
pertanian (Schoonhoven et al. 1996). Sifat invasif biota eksotik pada habitat
baru disebabkan karena tidak ada musuh alami (natural enemy) yang mampu
mengendalikan seperti di habitat aslinya.
Spesies eksotik invasif pada habitat baru dapat menyebabkan terjadinya
homogenisasi biotik yaitu pengantian spesies lokal oleh spesies pendatang (Olden
et al. 2004).

Sebagai contoh, Bromus tectorum merupakan tanaman yang

diintroduksi ke Amerika Utara sekitar tahun 1890. Dalam kurun waktu 20 tahun
B. tectorum telah mapan di daerah pegunungan bagian barat Amerika Utara. Pada
tahun 1930 B. tectorum telah berhasil menginvasi dan mendominasi lebih dari
200.000 km2 habitat pegunungan di bagian barat Amerika Utara karena
peningkatan kemampuan migrasi dan populasinya (Mooney & Cleland 2001).
Contoh lain adalah Eichhornia crassipes atau eceng gondok merupakan tumbuhan
eksotik invasif pada ekosistem perairan di Indonesia dan beberapa negara di Asia
Tenggara (Kasno et al. 2001). Dampak keberadaan gulma ini sangat nyata akibat
adanya akumulasi biomassa, penutupan permukaan danau dan sungai secara cepat,
serta dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan danau dan sungai.
Keberadaan spesies eksotik invasif cenderung merugikan karena merupakan
ancaman yang serius terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati (Wittenberg
& Cock 2003). Spesies eksotik invasif mampu beradaptasi dan mendominasi
suatu habitat baru yang awalnya di dominasi oleh spesies lokal sehingga bisa
memicu terjadinya homogenisasi biotik dan perubahan struktur komunitas pada
habitat baru tersebut. Selain itu, kemampuan kompetisi spesies eksotik invasif

2
mampu mengalahkan spesies lokal sehingga dapat menyebabkan spesies lokal
kalah bersaing dan akhirnya bisa memicu terjadinya kepunahan (Olden et al.
2004; Untung 2005).
Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asteraceae) atau kirinyuh
merupakan spesies tumbuhan eksotik invasif dan merupakan gulma penting pada
habitat perkebunan di Indonesia (Anonim 1991).

Tumbuhan ini berasal dari

Amerika yang diintroduksi ke kebun raya di Dakka (India), Jawa, dan Peradeniya
(Srilanka) pada abad ke-19 (Binggeli 1997). Di Indonesia tumbuhan ini pertama
kali dilaporkan pada tahun 1934 di Lubuk Pakam, Sumatera Utara (Tjitrosemito
1999). Saat ini persebaran C. odorata sudah sangat luas, meliputi Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya (Sipayung & Chenon 1995).
Tjitrosemito (1998) melaporkan bahwa persebaran tumbuhan ini sangat cepat
karena kemampun dan efisiensinya, bahkan di laboratorium pertumbuhan C.
odorata sangat cepat pada 8 minggu pertama.
Pengendalian C. odorata dengan memanfaatkan agens hayatinya telah
dilakukan di Indonesia. Upaya ini diawali dengan mengintroduksi serangga
herbivor Pareuchaetes pseudoinsulata Rego Barros (Lepidoptera: Arctiidae) dari
Guam, Amerika Serikat dan pertama kali di lepaskan pada tahun 1992. Namun
P. pseudoinsulata hanya berhasil menekan populasi tumbuhan tersebut di
Sumatera Utara, sedangkan di Jawa dilaporkan tidak berhasil. Selanjutnya pada
tahun 1993 kembali diintroduksi lalat puru Cecidochares connexa Macquart
(Diptera: Tephritidae) dari Columbia dan mulai dilepas pada tahun 1995 setelah
memperoleh

izin

pelepasan

yang

dikeluarkan

oleh

Menteri

Pertanian

(Tjitrosemito 1998; Chenon et al, 2002). Sampai saat ini lalat puru C. connexa
keberadaannya telah mapan dan menyebar secara alami khususnya di Jawa Barat.
Sayangnya sampai saat ini, kajian terhadap lalat puru C. connexa sebagai
agens hayati C. odorata masih terbatas pada keberhasilan pelaksanaan introduksi,
perbanyakan massal, dan pelepasannya di lapangan tanpa diikuti kajian secara
komprehensif. Belum pernah dilakukan penelitian untuk memonitor distribusi,
kelimpahan populasi, dan bagaimana dampak keberadaan spesies eksotik invasif
C. odorata dan agens hayati C. connexa terhadap struktur komunitas serangga dan

3
tumbuhan lokal. Tanpa adanya usaha monitoring, dikhawatirkan terjadi penurunan
tingkat keanekaragaman hayati pada ekosistem tersebut tidak dapat dipantau,
terutama tempat atau habitat yang jauh dari titik pelepasan (Simberloff 1996).
Bertitik tolak dari uraian di atas, kajian terhadap spesies eksotik invasif C.
odorata dan agens hayatinya C. connexa dianggap penting sehingga nantinya
dapat digunakan untuk menganalisis dampak yang terjadi akibat introduksi
spesies eksotik invasif tersebut dan agens hayatinya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari distribusi dan kelimpahan
populasi C. odorata dan agens hayatinya lalat puru C. connexa, (2) mempelajari
struktur komunitas serangga dan tumbuhan di daerah yang telah diinvasi oleh C.
odorata dengan mengambil studi kasus di daerah Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai (1) distribusi dan kelimpahan populasi spesies tumbuhan
eksotik invasif C. odorata dan agens hayatinya lalat puru C. connexa, (2) struktur
komunitas serangga dan tumbuhan di daerah yang telah diinvasi oleh C. odorata,
(3) fenomena ekologi introduksi spesies eksotik dapat menyebabkan terjadinya
asosiasi antara spesies eksotik tersebut dengan serangga lokal dalam struktur
komunitas baru, sehingga menjadi rekomendasi bagi pemerintah bahwa perlunya
upaya perhatian dan penyaringan yang ketat terhadap spesies eksotik yang
didatangkan dari luar.

DISTRIBUSI, KELIMPAHAN POPULASI Chromolaena odorata
(L.) King & Robinson (ASTERACEAE) DAN AGENS
HAYATINYA Cecidochares connexa Macquart
(DIPTERA: TEPHRITIDAE) DI BOGOR, JAWA BARAT
PENDAHULUAN
Invasi spesies eksotik merupakan ancaman yang serius terhadap suatu
ekosistem alami dan keanekaragaman hayati. Penghalang alami seperti samudera,
pegunungan, dan padang pasir telah terlampaui sekitar abad ke dua puluh,
sehingga memberikan peluang suatu spesies untuk mengalami koevolusi dan
berkembang dalam suatu ekosistem baru. Keadaan ini disebabkan karena adanya
aktivitas manusia seperti perdagangan dan perjalanan, sehingga dapat
menyebabkan perpindahan suatu spesies baik disengaja maupun tidak disengaja
ke berbagai bagian dunia lainnya (Wittenberg & Cock 2003). Setelah keluar dari
habitat alaminya, spesies eksotik tersebut berkembang dan beradaptasi dengan
lingkungan sekitar sehingga menjadi penginvasi yang agresif. Selain itu, spesies
eksotik tersebut mampu berkompetisi dengan spesies lokal, menggeser
keberadaannya, menyebabkan kerusakan ekosistem alami, serta menimbulkan
kehilangan yang nyata bagi produksi pertanian (Schoonhoven et al. 1996).
C. odorata merupakan tumbuhan eksotik invasif yang berasal dari Amerika
Selatan dan Amerika Tengah yang telah menyebar ke Asia, Asia Tenggara, dan
beberapa daerah di Afrika (Anonim 1991). Tumbuhan ini sengaja diintroduksi ke
Kalkuta (India) sebagai tanaman hias pada tahun 1840-an (Ramachandra 1920
dalam Tjitrosemito 1997). Persebaran tumbuhan tersebut saat ini telah mencapai
Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Australia yang telah berubah status
menjadi gulma yang tumbuh secara mapan dan sangat merugikan (Tjitrosemito
1997). Di indonesia persebaran C. odorata sudah sangat luas, meliputi Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya (Sipayung & Chenon
1995).

Spesies ini dapat menyebar secara cepat karena kemampuan dan efisiensi

persebarannya (Binggeli 1997).

5
Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan untuk mengatasi pesatnya
perkembangan populasi C. odorata di Indonesia. Salah satu teknik yang
dikembangkan adalah pengendalian hayati secara klasik dengan mengintroduksi
lalat puru Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) dari Columbia
pada tahun 1993 dan mulai dilepas pada tahun 1995 setelah memperoleh izin
pelepasan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian.

Pelepasan lalat puru C.

connexa telah dilakukan di Jawa Barat yang meliputi daerah Hutan Tanaman
Industri Parung Panjang-Jasinga, Bogor pada tahun 1995, Pakuwon-Parung Kuda,
Sukabumi tahun 1996, dan padang pengembalaan Cagar Alam Pangandaran,
Ciamis pada tahun 1999. Selain itu, pada tahun 1996 pelepasan lalat puru C.
connexa juga dilakukan di Saradan, Madiun, Jawa Timur (Tjitrosemito 1998;
Tjitrosemito 2000; Widayanti et al. 2001). Sampai saat ini, lalat puru C. connexa
telah menyebar secara alami khususnya di daerah Bogor, Jawa Barat .
Lalat puru C. connexa merupakan lalat berwarna hitam yang berukuran
panjang 6.9 mm dan lebar 2 mm dengan rentang sayap 11.2 mm untuk imago
betina, sedangkan imago jantan berukuran panjang 5.6 mm dan lebar 1.8 mm
dengan rentang sayap 10 mm (Widayanti et al. 1999). Lalat puru C. connexa
meletakkan telur pada pucuk terminal maupun lateral daun C. odorata yang belum
membuka. Telur menetas 4-7 hari setelah oviposisi dan larva yang baru menetas
masuk ke dalam jaringan batang. Menjelang instar akhir, larva akan membuat
saluran keluar yang disebut dengan jendela puru. Stadia pupa membutuhkan
waktu 15-25 hari. Lama hidup lalat puru C. connexa dewasa berkisar antara 5-11
hari (McFadyen et al. 2003), sedangkan siklus hidupnya antara 47-73 hari dengan
rata-rata 60 hari (Chenon et al. 2002)
Penggunaan

lalat

puru

C.

connexa

sebagai

agens

hayati

untuk

mengendalikan C. odorata pada beberapa daerah khususnya di Bogor, Jawa Barat
kurang memberikan hasil yang memuaskan. Hasil survei di lapangan
memperlihatkan bahwa kelimpahan populasi C. odorata tetap tinggi meskipun
telah terinvestasi oleh lalat puru C. connexa. Tjitrosemito (1999b) melaporkan
bahwa pada musim kemarau populasi C. odorata sebagai inang bagi lalat puru C.
connexa menjadi kering dan sangat rendah sehingga telur yang diletakkan oleh

6
imago betina lalat puru C. connexa tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya.
Ketika musim hujan, C. odorata tumbuh kembali secara serentak yang berasal
dari populasi sebelumnya dimana pucuk C. odorata bertambah banyak dan
meningkat dengan pesat. Keadaan ini menyebabkan kelimpahan populasi lalat
puru C. connexa tidak mampu mengimbangi populasi inangnya yang tumbuh
dengan populasi yang sangat berlimpah sehingga mengakibatkan kurang
efektifnya lalat puru tersebut untuk menekan populasi C. odorata. Selain itu,
hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa batang C. odorata yang
terinvestasi oleh puru justru memiliki jumlah pucuk yang lebih banyak
dibandingkan yang tidak terinvestasi oleh puru.
Penelitian di Indonesia hanya terfokus pada keberhasilan pelaksanaan
introduksi lalat puru C. connexa dan pengembangan metode pembiakan massal
dalam upaya pemanfaatan serangga ini untuk mengendalikan C. odorata. Belum
pernah dilakukan evaluasi distribusi dan kelimpahan populasi lalat puru C.
connexa sebagai agens hayati untuk mengendalikan spesies eksotik invasif C.
odorata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan
populasi C. odorata dan lalat puru C. connexa, serta mempelajari struktur
komunitas tumbuhan di daerah yang telah di invasi oleh C. odorata dengan
mengambil studi kasus di daerah Bogor, Jawa Barat.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu (1) metode pengukuran
kelimpahan populasi C. odorata dan lalat puru C. connexa, (2) metode survei
keberadaan lalat puru C. connexa. Metode pertama difokuskan untuk mempelajari
secara spesifik kelimpahan populasi C. odorata dan lalat puru C. connexa
berdasarkan perbedaan habitat dan ketinggian tempat.

Metode kedua hanya

difokuskan untuk melihat distribusi dan keberadaan lalat puru C. connexa pada
suatu lokasi berdasarkan gradien jarak dari titik pelepasan, ketinggian tempat,
serta adanya barier berupa pegunungan.

7
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengukuran Kelimpahan Populasi. Lokasi penelitian ditentukan
berdasarkan metode purposive sampling, yaitu lokasi yang dijumpai C. odorata,
dengan pertimbangan tipe habitat dan ketinggian tempat.

Dari hasil survei

pendahuluan maka ditetapkan daerah yang terpilih sebagai tempat pengambilan
sampel: (1) Hutan Tanaman Industri (HTI) Parung Panjang-Jasinga mewakili
habitat perkebunan dan tempat pelepasan lalat puru C. connexa, (2) Desa SetuJasinga mewakili habitat ladang dataran rendah, (3) Kampus IPB Darmaga
mewakili habitat hutan buatan, dan (4) Gunung Bunder mewakili habitat ladang
dataran tinggi (Tabel 1). Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2004 hingga
Juni 2005.
Tabel 1 Deskripsi lokasi yang dipilih berdasarkan metode pengukuran kelimpahan
populasi C. odorata dan lalat puru C. connexa
Jarak
Kondisi Habitat
(km)3)
0
Hutan tanaman industri dengan
utama
Acacia
tanaman
mangium disertai populasi
C. odorata dominan

Koordinat
(LS dan BT)1)
060.42 LS
1060.48 BT

Ketinggian
(mdpl)2)
128

Setu

060.46 LS
1060.45 BT

128

6

Lahan
terbuka
dengan
dominasi Melastoma affine dan
C. odorata yang berbatasan
dengan
lahan
tanaman
budidaya
(kacang
tanah,
kedelai, dan jagung)

Darmaga

060.55 LS
1060.72 BT

170

30

Tanaman
sengon
(Albizia
falcataria) dengan dominasi
C. odorata dan Widelia
trilobata
yang
berbatasan
dengan jalan raya

Gunung Bunder

060.66 LS
1060.69 BT

650

35

Lahan
terbuka
dengan
dominasi Ageratum conyzoides
dan Boreria alata yang
berbatasan
dengan
lahan
persawahan
dan
tanaman
budidaya (jagung, talas, pisang,
kopi, dan singkong)

Lokasi/Desa
Parung Panjang

1)

LS = Lintang selatan, BT = Bujur timur,
titik pelepasan C. connexa

2)

Meter di atas permukaan laut,

3)

Jarak lokasi dari

8
Metode Survei Keberadaan Lalat Puru C. connexa. Lokasi penelitian
ditentukan berdasarkan metode purposive sampling, yaitu lokasi yang dijumpai C.
odorata, dengan pertimbangan gradien jarak dari tempat pelepasan lalat puru C.
connexa, ketinggian tempat, serta adanya barier berupa pegunungan. Dari hasil
survei pendahuluan maka ditetapkan daerah yang terpilih sebagai tempat
pengambilan sampel, yaitu Hutan Tanaman Industri (HTI) Parung PanjangJasinga, Bogor dan Pakuwon-Parung Kuda, Sukabumi sebagai tempat pelepasan
lalat puru C. connexa, Desa Setu-Jasinga, Kampus IPB Darmaga, Gunung
Bunder, Gunung Salak, Gunung Halimun, Ciawi, Cisarua, dan Cianjur (Tabel 2).

Tabel 2 Deskripsi lokasi yang dipilih berdasarkan metode survei keberadaan lalat
puru C. connexa

Parung Panjang1)

Koordinat
(LS dan BT)2)
060.42 LS, 1060.48 BT

Ketinggian
(mdpl)3)
128

Jarak
(km)4)
0

Jarak
(km)5)
55

Pakuwon1)

060.84 LS, 1060.74 BT

300

55

0

Setu

060.46 LS, 1060.45 BT

128

6

52

Darmaga

060.55 LS, 1060.72 BT

170

31

32

Gunung Bunder

060.66 LS, 1060.69 BT

650

35

21

Gunung Salak

060.78 LS, 1060.61 BT

700

42

17

Gunung Halimun

060.89 LS, 1060.51 BT

650

52

27

Ciawi

060.64 LS, 1060.84 BT

443

48

25

Cisarua

060.69 LS, 1060.93 BT

962

60

28

Cianjur 1

060.80 LS, 1070.09 BT

714

80

39

Cianjur 2

060.80 LS, 1070.11 BT

608

82

42

Lokasi/Desa

1)

Lokasi pelepasan lalat puru C. connexa, 2) LS = Lintang selatan, BT = Bujur timur, 3) Meter di
atas permukaan laut, 4) Jarak lokasi dari titik pelepasan di Parung Panjang, 5) Jarak lokasi dari
titik pelepasan di Pakuwon

Pengambilan Contoh Tumbuhan
Pengambilan contoh tumbuhan dilakukan dengan cara analisis vegetasi
menggunakan metode transek yang dikombinasikan dengan metode kuadrat (Cox
2002). Pada masing-masing lokasi dibuat 5 jalur transek sepanjang 30 m dengan

9
jarak antara transek 15 m (Gambar 1). Sepanjang jalur transek dibuat petak
contoh berbentuk bujur sangkar (2 m x 2 m) dengan jarak 15 m, sehingga pada
masing-masing transek terdapat 3 petak contoh, jadi ada 15 petak contoh pada
setiap lokasi penelitian. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali pada
setiap lokasi penelitian, yaitu bulan Agustus 2004, Mei 2005, dan Juni 2005.
Pengambilan sampel antara bulan Agustus 2004 dan Mei 2005 bukan merupakan
petak contoh yang permanen, tetapi antara bulan Mei 2005 dan Juni 2005
merupakan petak contoh yang permanen.

Gambar 1 Metode analisis vegetasi.
Semua spesies tumbuhan dalam petak contoh dihitung jumlah individunya.
Setiap spesies tumbuhan diambil contoh spesimennya dan selanjutnya
diidentifikasi di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Identifikasi

10
dilakukan dengan mengacu buku Kostermans et al. (1987) dan Laumonier et al.
(1987). Spesies tumbuhan yang tidak diketahui nama ilmiahnya diidentifikasi di
Herbarium SEAMEO-BIOTROP Bogor.

Estimasi Populasi C. odorata dan Lalat Puru C. connexa
Untuk mengestimasi populasi C. odorata, di dalam setiap petak contoh
jumlah pucuk C. odorata dihitung sehingga setiap batang C. odorata bisa terdiri
dari beberapa pucuk. Jumlah pucuk lebih akurat untuk mengestimasi populasi C.
odorata dibandingkan jumlah batang karena serangan lalat puru C. connexa
terdapat di pucuk tanaman yang merupakan tempat terbentuknya bunga dan buah.
Populasi lalat puru C. connexa diestimasi dengan menghitung kelimpahan jumlah
puru di dalam setiap petak contoh, sedangkan populasi C. odorata ditentukan
dengan menghitung jumlah pucuk pada setiap batang C. odorata dalam setiap
petak contoh tersebut.

Analisis Data
Data keseluruhan spesies tumbuhan yang diperoleh pada setiap lokasi dapat
diduga dengan menggunakan kurva akumulasi spesies yang dibuat dengan
program EstimateS 6.0b1 (Colwell 2000). Jumlah spesies tumbuhan yang
diperoleh pada setiap petak contoh diacak sebanyak 50 kali menggunakan
program tersebut.

Prediksi kekayaan spesies tumbuhan diduga dengan

abundance-based coverage estimator (ACE) (Colwell & Coddington 1994).
Indeks keanekaragaman tumbuhan diukur berdasarkan Shannon-Wiener
(H’) = -Σ pi ln pi dimana pi = proporsi spesies ke-i terhadap total jumlah spesies,
Indeks kemerataan berdasarkan Shannon-Wiener (E) = H’/ln (S) dimana S = total
jumlah spesies yang diperoleh. Kemiripan komunitas tumbuhan antar lokasi
diukur dengan menggunakan Indeks Sorensen (Cs) = 2j / a+b dimana j adalah
jumlah spesies yang ditemukan di daerah a dan b, a = jumlah spesies yang
ditemukan di daerah a, b = jumlah spesies yang ditemukan di daerah b (Magurran
1988; Kreb 1998). Indeks tersebut dihitung dengan mengggunakan Biodiv97 yang
merupakan perangkat lunak macro pada Microsoft Excel. Matrik yang diperoleh

11
kemudian di analisis lanjut dengan menggunakan analisis kelompok (cluster
analysis) (Krebs 1998). Pengelompokan dalam bentuk dendogram menggunakan
Unweighted Pair-Group Average (UPGMA) dan jarak Euclidean yang dibuat
dengan perangkat lunak Statistica for Windows 6.0 (StatSoft 1995).
Analisis vegetasi dihitung dengan menentukan kerapatan, frekuensi, dan
indeks nilai penting (INP) menggunakan rumus Dumbois-Mueller (Cox 2002)
sebagai berikut:
Kerapatan Mutlak (i)

=

Jumlah individu suatu spesies i
-------------------------------------Jumlah total luas area petak sampel

Kerapatan Relatif (i)

=

Kerapatan mutlak spesies i
--------------------------------Kerapatan total seluruh spesies

=

Jumlah satuan petak sampel yang diduduki spesies i
--------------------------------------------------------------Jumlah petak sampel yang dibuat dalam analisis

=

Frekuensi mutlak spesies i
-------------------------------Frekuensi total seluruh spesies

Frekuensi Mutlak (i)

Frekuensi Relatif (i)

Indeks Nilai Penting (i) =

Kerapatan relatif (i) + Frekuensi relatif (i)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi dan Kelimpahan Populasi C. odorata
Tumbuhan eksotik invasif C. odorata merupakan tumbuhan asli dari
Amerika Selatan dan Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke Asia
Tenggara (Anonim 1991). Hasil pengamatan pada semua lokasi penelitian di
Jawa Barat khususnya daerah Bogor, C. odorata cenderung menempati lahan
yang terbuka seperti di sisi jalan, tepian sawah yang kondisi tanahnya kering,
ladang, dan perkebunan. Selain itu, C. odorata juga dapat tumbuh di bawah
tegakan hutan yang terbuka tajuknya, bahkan masih bisa hidup pada daerah yang
didominasi oleh batu-batuan.

Pada lahan yang dibudidayakan seperti sawah,

12
ladang, dan hutan tanaman industri, keberadaan C. odorata memiliki status
sebagai gulma penting yang merugikan karena populasinya sangat padat sehingga
mampu berkompetisi dengan tanaman budidaya dalam memperoleh unsur hara
yang dibutuhkan (Tjitrosemito 1998).
Persebaran C. odorata saat ini sudah sangat luas yang dapat tumbuh pada
berbagai tipe habitat dengan kelimpahan populasi yang berbeda, namun
kelimpahan populasinya cenderung menurun seiring dengan bertambahnya
ketinggian suatu lokasi. Binggeli (1997) melaporkan bahwa C. odorata hanya
dapat tumbuh pada ketinggian dibawah 1000 mdpl. Keadaan ini dibuktikan dari
hasil survei yang dilakukan di Gunung Bunder, dimana populasi C. odorata hanya
ditemukan sampai pada ketinggian 650 mdpl. Pada ketinggian lebih dari 650
mdpl C. odorata tidak dijumpai tetapi lebih didominasi oleh Austroeupatorium
inulaefolium (L.) (Asteraceae) dengan kelimpahan populasi yang sangat tinggi. A.
inulaefolium merupakan spesies tumbuhan yang secara taksonomi masih memiliki
hubungan kekerabatan dekat dengan C. odorata yang berada dalam satu famili
yaitu Asteraceae (McFadyen et al. 2003).
Untuk melihat kelimpahan populasi C. odorata pada berbagai tipe habitat
yang berbeda, dipilih empat lokasi yang mewakili habitat perkebunan (Parung
Panjang), hutan buatan (Darmaga), ladang dataran rendah (Setu), dan ladang
dataran tinggi (Gunung Bunder). Dari hasil observasi yang dilakukan pada empat
habitat C. odorata memperlihatkan bahwa kelimpahan populasi C. odorata
tertinggi diperoleh pada habitat C. odorata di Parung Panjang dibandingkan
dengan habitat C. odorata lainnya (Gambar 2). Habitat C. odorata di Parung
Panjang adalah perkebunan yang merupakan Hutan Tanaman Industri dengan
tanaman utama Acacia mangium.
Kelimpahan populasi C. odorata pada empat habitat tersebut meningkat
seiring dengan bertambahnya waktu pengambilan sampel yang dilakukan
sebanyak tiga kali kecuali pada habitat C. odorata di Darmaga (Gambar 2).
Kelimpahan populasi C. odorata antara bulan Agustus 2004 dan Mei 2005
mengalami peningkatan, tetapi bukan berasal dari populasi yang sama.
Sedangkan antara bulan Mei 2005 dan Juni 2005 kelimpahan populasi C. odorata

13
juga mengalami peningkatan yang berasal dari populasi waktu pengamatan
sebelumnya. Pada bulan Agustus 2004 kelimpahan populasi C. odorata mencapai
titik terendah kemudian meningkat pada bulan Mei 2005 kecuali pada habitat C.
odorata di Darmaga dan mencapai puncaknya pada bulan Juni 2005.
Menurunnya populasi C. odorata di Darmaga pada bulan Mei 2005 disebabkan
karena adanya pemangkasan di habitat tersebut, namun pada bulan berikutnya
yaitu Juni 2005 kelimpahan populasi C. odorata kembali mengalami peningkatan.
P. Panjang

Darmaga

Setu

Gn. Bunder

8

2

Jumlah pucuk/m

10

6
4
2
0
Agustus 2004

Mei 2005

Juni 2005

Waktu pengamatan

Gambar 2 Kelimpahan populasi C. odorata pada empat lokasi penelitian selama
tiga kali pengambilan sampel.
Rendahnya populasi pucuk C. odorata pada bulan Agustus disebabkan
karena kondisi iklim yang memasuki musim kemarau sehingga menyebabkan
batang C. odorata menjadi kering. Keringnya bagian batang dan daun C. odorata
tidak menyebabkan kematiannya, karena walaupun terlihat seperti mati tetapi akar
yang berada di dalam tanah tetap hidup. Bulan Mei batang kirinyuh tumbuh
kembali sehingga pucuk C. odorata bertambah banyak sampai menjelang waktu
berbunga (fase vegetatif). Kemudian pada bulan berikutnya yaitu bulan Juni
populasi C. odorata akan tumbuh secara serentak sehingga populasinya
meningkat dengan pesat dimana sebagian pucuk telah berubah menjadi bunga
(fase generatif) (Tjitrosemito 1999). Keadaan inilah yang menyebabkan kurang

14
efektifnya lalat puru C. connexa untuk menekan populasi C. odorata karena
kelimpahan populasi lalat puru tidak mampu mengimbangi populasi inangnya
yang tumbuh dengan populasi yang sangat berlimpah.

Distribusi dan Kelimpahan Populasi Lalat Puru C. connexa
Lalat puru C. connexa mulai dilepas pada tahun 1995 setelah memperoleh
surat izin pelepasan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian. Di Jawa Barat ada
tiga titik pelepasan lalat puru C. connexa yang dilakukan di Parung PanjangJasinga, Bogor pada bulan Desember tahun 1995, Pakuwon-Parung Kuda,
Sukabumi pada bulan Mei dan Juni tahun 1996, dan Cagar Alam Pangandaran,
Ciamis pada bulan Oktober tahun 1999 (Tjitrosemito 1998; Widayanti et al.
2001). Dalam penelitian ini, pengamatan terhadap distribusi lalat puru C. connexa
hanya difokuskan pada titik pelepasan di Parung Panjang-Jasinga (128 mdpl) dan
Pakuwon-Parung Kuda, Sukabumi (300 mdpl). Distribusi lalat puru C. connexa
berdasarkan lokasi penelitian disajikan pada gambar 3.

Gambar 3 Distribusi lalat puru C. connexa dari titik pelepasan Parung PanjangJasinga, Bogor, dan Pakuwon-Parung Kuda, Sukabumi Jawa Barat.

15
Hasil observasi berdasarkan metode survei keberadaan lalat puru C.
connexa, memperlihatkan bahwa setelah 10 tahun dilepas lalat puru C. connexa
memiliki kemampuan menyebar cukup jauh dari titik pelepasannya baik dari
Parung Panjang-Jasinga, Bogor maupun dari Pakuwon-Parung Kuda, Sukabumi.
Secara spesifik, untuk mengetahui keberadaan lalat puru C. connexa pada suatu
lokasi berasal dari titik pelepasan di Parung Panjang-Jasinga, Bogor atau dari
Pakuwon-Parung Kuda, Sukabumi sulit untuk diketahui secara pasti. Walaupun
demikian, keberadaan lalat puru C. connexa tersebut pada suatu lokasi dipastikan
berasal dari titik pelepasan yang terdekat.
Keberadaan lalat puru C. connexa di daerah Setu (128 mdpl), Darmaga (170
mdpl), dan Gunung Bunder (650 mdpl) berasal dari titik pelepasan di Parung
Panjang-Jasinga, Bogor. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan
bahwasanya keberadaan lalat puru C. connexa di daerah Darmaga dan Gunung
Bunder juga bisa berasal dari titik pelepasan di Pakuwon-Parung Kuda, Sukabumi
(Gambar 3). Di Gunung Bunder yang berjarak 35 km dari titik pelepasan di
Parung Panjang-Jasinga dan 21 km dari titik pelepasan di Pakuwon-Parung Kuda,
Sukabumi (Tabel 2), lalat puru C. connexa masih dijumpai walaupun dengan
kelimpahan populasi yang sangat rendah. Keberadaan lalat puru C. connexa di
Gunung Bunder lebih banyak berasal dari titik pelepasan di Pakuwon-Parung
Kuda, Sukabumi karena memiliki jarak yang lebih dekat dari titik pelepasan
tersebut dibandingkan dari titik pelepasan di Parung Panjang-Jasinga, Bogor.
Di Darmaga yang berjarak relatif hampir sama baik dari titik pelepasan di
Parung Panjang-Jasinga, Bogor (31 km) maupun dari titik pelepasan di PakuwonParung Kuda, Sukabumi (32 km) (Tabel 2), keberadaan lalat puru C. connexa
berasal dari kedua titik pelepasan tersebut. Keberadaan lalat puru C. connexa di
daerah Ciawi (443 mdpl) dan Cisarua (962 mdpl) berasal dari titik pelepasan yang
terdekat yaitu berasal dari Pakuwon-Parung Kuda, Sukabumi. Begitu juga
keberadaan lalat puru C. connexa yang dijumpai di Gunung Salak (700 mdpl)
yang merupakan distribusi dari titik pelepasan di Pakuwon-Parung Kuda,
Sukabumi.

16
Saat ini lalat puru C. connexa telah mapan dan menyebar secara alami.
Adanya barier seperti pegunungan merupakan faktor pembatas terhadap distribusi
lalat puru C. connexa. Keadaan ini dibuktikan dengan tidak dijumpainya lalat
puru C. connexa tersebut di daerah Cianjur 1 (714 mdpl) dan Cianjur 2 (608
mdpl), serta di Gunung Halimun (650 mdpl), namun keberadaan inangnya C.
odorata pada tiga daerah tersebut masih bisa ditemukan. Adanya barier Gunung
Halimun bagian selatan merupakan faktor pembatas terhadap distribusi lalat puru
C. connexa sehingga tidak ditemukannya lalat puru tersebut di daerah Gunung
Halimun. Di daerah Cianjur, lalat puru C. connexa juga tidak dijumpai karena
adanya barier berupa Gunung Gede dan Gunung Pangranggo sehingga
menyebabkan terbatasnya distribusi lalat puru tersebut.
Kelimpahan populasi lalat puru C. connexa dipelajari secara spesifik pada 4
lokasi penelitian berdasarkan perbedaan habitat dan ketinggian lokasi penelitian.
Empat lokasi tersebut mewakili habitat perkebunan (Parung Panjang), hutan
buatan (Darmaga), ladang dataran rendah (Setu), dan ladang dataran tinggi
(Gunung Bunder). Hasil observasi berdasarkan metode pengukuran populasi pada
empat lokasi penelitian tersebut memperlihatkan bahwa keberadaan C. odorata
diikuti juga dengan keberadaan musuh alaminya yaitu lalat puru C. connexa.
Lalat puru mampu menyebar secara alami dan beradapatasi pada setiap habitat
tetapi memiliki kelimpahan berbeda yang dipengaruhi oleh ketersediaan inangnya,
kondisi habitat, dan keberadaan musuh alami.
Berdasarkan hasil survei, kelimpahan populasi lalat puru C. connexa
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pengambilan sampel kecuali
kelimpahan lalat puru di Gunung Bunder yang relatif hampir sama selama tiga
kali pengambilan sampel (Gambar 4). Kelimpahan populasi lalat puru C. connexa
antara bulan Agustus 2004 dan Mei 2005 mengalami peningkatan, tetapi bukan
berasal dari populasi yang sama. Sedangkan antara bulan Mei 2005 dan Juni 2005
kelimpahan populasi lalat puru C. connexa juga mengalami peningkatan yang
berasal dari populasi waktu pengamatan sebelumnya. Pada bulan Agustus 2004,
kelimpahan populasi lalat puru C. connexa di Parung Panjang, Darmaga dan Setu
memiliki kelimpahan yang terendah, kemudian meningkat pada bulan Mei 2005

17
dan mencapai puncaknya pada bulan Juni 2005. Keadaan ini disebabkan karena
selama musim kemarau bulan Agustus 2004 kelimpahan populasi C. odorata juga
rendah karena batang mengalami kekeringan dan mati sehingga menurunkan
kelimpahan populasi lalat puru C. connexa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tjitrosemito (1999b) yang menyatakan bahwa kelimpahan
populasi lalat puru lebih tinggi pada musim hujan (Mei dan Juni) dibandingkan
pada waktu musim kemarau (Agustus). Pada musim kemarau, jumlah pucuk C.
odorata sebagai inang bagi lalat puru C. connexa kurang memadai sehingga telur
yang diletakkan selama musim kemarau

Dokumen yang terkait

Respon Pemberian Chromolaena Odorata(L.)King Dan Robinson dengan Pemulsaan dan Pembenaman Terhadap Produksi dan Pertumbuhan Legum Desmodium rensonii

0 17 68

Implikasi keberadaan spesies asing invasif eceng gondok dan agens hayatinya, neochetina spp, terhadap komunitas tumbuhan akuatik dan serangga

1 21 261

Implikasi eksistensi chromolaena odorata (l.) King & robinson (asteraceae) dan agens hayatinya cecidochares connexa macquart (diptera: tephritidae) terhadap struktur komunitas serangga dan tumbuhan lokal

0 9 87

Penyebaran dan kinerja Cecidochares connexa sebagai agen pengendali hayati Chromolaena odorata di Jawa Barat

0 9 26

Implikasi keberadaan spesies asing invasif eceng gondok dan agens hayatinya, neochetina spp. (Coleoptera: curculionidae), terhadap komunitas tumbuhan akuatik dan serangga

2 40 532

Keanekaragaman hymenoptera parasitoid pada habitat Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asteraceae): studi parasitoid yang berasosiasi dengan Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) di daerah Bogor

1 17 140

Evaluasi In Vitro Legum Desmodium rensonii Dengan Pemulsaan dan Pembenaman Chromolaena odorata (L.) King dan Robinson

0 6 59

Implikasi eksistensi chromolaena odorata (l ) King & robinson dan agens hayatinya cecidochares connexa macquart terhadap struktur komunitas serangga dan tumbuhan lokal

0 6 77

Keanekaragaman hymenoptera parasitoid pada habitat Chromolaena odorata King & Robinson studi parasitoid yang berasosiasi dengan Cecidochares connexa Macquart di daerah Bogor

2 18 65

DIAGNOSIS STRUKTUR KOMUNITAS NEMATODA DI LINGKUNGAN RHIZOSFER GULMA SIAM (Chromolaena odorata) (L) R.M. KING AND H.ROBINSON.

0 0 104