DIAGNOSIS STRUKTUR KOMUNITAS NEMATODA DI LINGKUNGAN RHIZOSFER GULMA SIAM (Chromolaena odorata) (L) R.M. KING AND H.ROBINSON.

(1)

i

DIAGNOSIS STRUKTUR KOMUNITAS NEMATODA DI LINGKUNGAN RHIZOSFER GULMA SIAM (Chromolaena odorata) (L) R.M. KING AND

H.ROBINSON

SKRIPSI

Ditujukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Biologi

Oleh Aji Suhandy NIM 12308144021

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Make a wish, take a chance, make a change Jadilah insan yang dermawan dan bermanfaat.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Bismillahirahmannirahim

Karya ini saya persembahkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa. Atas izin-Nya lah karya ini dapat selesai. Alhamdulillah, karena Engkaulah, nikmat ilmu yang Kau berikan, saya masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikannya karya

ini sebaik mungkin. Semoga Engkau meridhoi karya ini Ya Allah.

Kepada ibu dan bapak saya yang selama ini selalu menyangi saya dan menyemangati saya dikala saya ada dalam kegelapan. Tidaklah ada kata-kata

yang mampu melukiskan betapa saya sangat mencintai dan menyangi kalian. Semoga apa yang menjadi harapan kalian kepada saya dapat saya wujudkan.

Kepada saudara serta keluarga besar saya yang selama ini menyayangi saya dan mendoakan saya. Semoga saya mampu menjawab harapan kalian.

Kepada sahabat-sahabat saya (Kembang Tebu dan Kamesa) di kampung saya tercinta Salakan Jotawang RT 06 yang selalu ada untuk saya.

Kepada seluruh civitas Jurdik Bio dan kemajuan Prodi Biologi pada khususnya

Kepada seluruh teman-teman spesial saya di kampus FMIPA UNY a.k.a Anton, Hening, Masna, Nia, Fandy, Westhi, Desy, Dixy, Ida, Lia, Yoyon, Ervi, Mbak Erna, Mas Dlohak, Irsyad, Failasuf, Mbak Ratna, Mas Wahyu, Bu Isti, Nesa,

Olive, Tinuk, Lain (Ex-MPO 2015, Tim Cleo, BSG, Tim Master Program, Penghuni Lab Riset Biologi UNY, Bio Swa 2012, Pasukan Nematoda UGM dan teman-teman yang lain) terima kasih atas apa yang kalian berikan kepada saya.

Serta kepada semua yang kelak membaca karya ini, mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam tulisan ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat.


(7)

vii

DIAGNOSIS STRUKTUR KOMUNITAS NEMATODA DI LINGKUNGAN RHIZOSFER GULMA SIAM (Chromolaena odorata) (L) R.M. KING AND

H.ROBINSON Oleh : Aji Suhandy NIM 12308144021

ABSTRAK

Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu gulma tropis. Sifat invasif gulma siam seringkali dipandang negatif tanpa ada sisi positif dari tumbuhan ini. Di balik sifatnya yang invasif dan cepat tumbuh di berbagai kondisi lahan, gulma siam memiliki sistem perakaran yang baik sehingga mampu menopang hidupnya, bahkan dalam kondisi tanah yang kering. Hal ini diduga karena gulma siam memiliki lingkungan perakaran yang baik, sehingga mampu hidup bahkan dalam kondisi yang ekstrem. Akar juga mengeluarkan eksudat yang mampu menarik organisme tanah untuk berada di sekitar sistem perakaran tersebut dan membentuk rhizosfer. Peranan fauna tanah dalam rhizosfer erat kaintannya dengan ketersediaan nutrisi yang ada di dalam tanah, sehingga keberadaan fauna tanah berbanding lurus terhadap tingkat kesuburan tanah. Salah satu jenis fauna tanah yaitu nematoda, yang merupakan agen hayati yang menentukan populasi bakteri dan fungi dalam ekosistem tanah. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui nematoda pada rhizosfer gulma siam dan (2) Mengetahui struktur komunitas nematoda yang terdapat dalam rhizosfer tanaman gulma siam dan mengetahui apakah lingkungan rhizosfer gulma siam merupakan lingkungan yang cocok untuk kehidupan nematoda.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Desember 2016. Pengambilan sampel tanah dan akar Chromolaena odorata dilakukan di lahan karst, lahan pantai berpasir dan lahan vulkanik. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lima titik pada tiap lokasi sampling. Pencuplikan sampel tanah dilakukan dengan mengambil tanah utuh berbentuk persegi pada area sekitar perakaran gulma siam.

Hasilnya ditemukan 55 genus nematoda yang berasal dari 20 famili. Kelimpahan nematoda di rhizosfer gulma siam pada lahan karst terdapat 155,8 nematoda/100 cc tanah, pada lahan pantai berpasir terdapat 140,8 nematoda/100 cc tanah dan pada lahan vulkanik terdapat 208 nematoda/100cc tanah. Rhizosfer gulma siam merupakan ekosistem yang sesuai untuk kehidupan nematoda. Struktur komunitas nematoda yang berada pada rhizosfer gulma siam merupakan struktur komunitas yang cenderung stabil.


(8)

viii

DIAGNOSTIC OF COMMUNITY STRUCTURE OF NEMATODES IN THE RHIZOSPHERE OF SIAM WEED (Chromolaena odorata) (L) R.M.

KING AND H.ROBINSON Oleh :

Aji Suhandy NIM 12308144021

ABSTRACT

Siam weeds (Chromolaena odorata) were recorded as one of the tropical weed. Siam weeds invasive nature are often viewed negatively without a positive side of this plant. Beside it is an invasive and fast-growing in different soil conditions, siam weed has a good root system that is able to sustain life, even in dry soil conditions. This is presumably because siam weed roots have a good environment, so that they can live even under extreme conditions. Roots also issued exudate capable of attracting soil organisms to be around the root system and form the rhizosphere. The role of soil fauna in the rhizosphere related to the availability of nutrients in the soil, so the presence of soil fauna is directly proportional to the level of soil fertility. One type of soil fauna, namely nematodes, which is a biological agent that determines the population of bacteria and fungi in the soil ecosystem. Under these conditions, the purpose of this study is (1) Determine the nematodes in the rhizosphere siam weed and (2) Knowing the nematode community structure contained in the rhizosphere of plants siam weed and find out whether the rhizosphere environment siam weed is an environment suitable for life nematodes. This research was conducted in June-December 2016. Sampling of soil and roots Chromolaena odorata conducted at karst land, sandy beaches land and volcanic land. Soil sampling conducted in five points at each sampling location. Sampling is done by taking soil samples undisturbed soil in the area around the square shaped siam weed roots.

The result found 55 nematode genera from 20 families. An abundance of nematodes in the rhizosphere siam weed on karst soil nematodes are 155.8 / 100 cc soil, on the coast there are sandy soil nematodes 140.8 / 100 cc soil and the volcanic land there are 208 nematodes / 100cc ground. The rhizosphere ecosystems of siam weed are appropriate for the life of nematodes. Nematode community structure at the siam weed rhizosphere are tends to be stable.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan kegiatan Tugas Akhir Skripsi (TAS) dengan judul “Diagnosis

Struktur Komunitas Nematoda Di Lingkungan Rhizosfer Gulma Siam

(Chromolaena odorata) (L) R.M. King And H.Robinson”. Shalawat serta salam

senantiasa penulis senandungkan kepada junjungan Nabi besar Rasulullah SAW. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penyusunan Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan FMIPA UNY.

2. Bapak Slamet Suyanto, M.Ed., selaku Wakil Dekan I FMIPA UNY. 3. Bapak Dr. Paidi selaku ketua Jurusan Pendidikan Biologi.

4. Ibu Dr. Tien Aminatun selaku Kepala Program Studi Biologi FMIPA UNY dan selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan waktu, arahan, dan motivasinya dalam menyelesaikan TAS ini.

5. Ibu Dr. Ir. Siwi Indarti, MP selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan waktu, arahan, dan motivasinya dalam menyelesaikan TAS ini. 6. Bapak Prof. Dr. I Gusti Putu Suryadarma, M.S selaku penguji utama yang telah memberikan waktu, masukan dan saran dalam menyelesaikan TAS ini. 7. Ibu Dr. Ir. Suhartini, M.S. selaku penguji pendamping yang telah

memberikan waktu, masukan, dan saran dalam menyelesaikan TAS ini. 8. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang senantiasa memberikan ilmunya selama masa perkuliahan.

9. Seluruh Laboran Jurusan Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta atas bantuan dan kerjasamanya.


(10)

x

10.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu tersusunnya Tugas Akhir Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan Tugas Akhir Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mohon maaf dan mengharapkan kritik sekaligus saran yang bersifat membangun demi perbaikan tulisan ini dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, ...


(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

HALAMAN PERNYATAAN ... ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ... ...iv

HALAMAN MOTTO ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ... ...vii

ABSTRACT ... ...viii

KATA PENGANTAR ... ...ix

DAFTAR ISI ... ...xi

DAFTAR TABEL ... ...xiii

DAFTAR GAMBAR ... ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... ...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ...1

B. Identifikasi Masalah ... ...3

C. Pembatasan Masalah ... ...4

D. Rumusan Masalah ... ...5

E. Tujuan Penelitian ... ...5

F. Kegunaan (manfaat) Penelitian ... ...6

G. Definisi Operasional ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gulma Siam (Chromolaena odorata) ...8

B. Rhizosfer ...12

C. Bentuk Lahan ...15

D. Nematoda ...17

E. Kerangka Berpikir ...21

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...25

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...25

C. Objek Penelitian ...26

D. Populasi dan Sampel ...26

E. Alat dan Bahan ...27

F. Tahapan Penelitian ...28


(12)

xii

H. Analisis Data ...32

I. Teknik Analisis Data ...35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis-jenis Nematoda yang Terdapat pada Rizosfer Gulma Siam (Chromolaena odorata) ...36

B. Struktur Komunitas Nematoda pada Rhizosfer Gulma Siam (Chromolaena odorata) ...39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...59

B. Saran ...60

DAFTAR PUSTAKA ...61


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jenis nematoda yang ditemukan di rhizosfer gulma siam ...37 Tabel 4.2 Kelimpahan dan kelimpahan relatif nematoda pada sampel

tanah di tiap lahan ...39 Tabel 4.3. Hasil analisis sifat fisik-kimia tanah ...42 Tabel 4.4 Famili, genus, nilai c-p dan kelompok makan nematoda yang

ditemukan di rhizosfer gulma siam pada berbagai tipe lahan ...50 Tabel 4.5 Indeks MI dan PPI ...52 Tabel 4.6. Hasil Analisis Kimia Tanah ...54


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gulma siam (Chromolaena odorata) ...9

Gambar 2.2 Bunga gulma siam (Chromolaena odorata) ...10

Gambar 2.3 Kalender pertumbuhan gulma siam (Chromolaena odorata) ...11

Gambar 2.4 Morfologi nematoda ...18

Gambar 2.5 Pengelompokan nematoda berdasarkan kelompok makan ...20

Gambar 2.6 Kerangka berpikir penelitian ...24

Gambar 4.1 Grafik nilai indeks keanekaragaman dan kemeratan struktur komunitas nematoda pada sampel 100 cc tanah pada rhizosfer Chromolaena odorata ...41

Gambar 4.2 Hasil analisis kluster struktur komunitas nematoda berdasarkan perbedaan bentuk lahan pada sampel tanah ...48

Gambar 4.3 Kelimpahan Nematoda Berdasarkan Kelompok Makan pada Rhizosfer Gulma Siam (Chromolaena odorata) pada Berbagai Tipe Lahan ...56


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian ...66 Lampiran 2. Hasil Pengukuran Analisis Sifat Fisik-Kimia Tanah ...69 Lampiran 3. Metode Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah

(BPTP Maguwoharjo) ...70 Lampiran 4. Dokumentasi temuan nematoda ...73 Lampiran 5. Petunjuk identifikasi nematoda hingga tingkat famili ...85


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma siam yang ringan dan dilapisi bulu, dengan mudah menempel pada hewan ternak, manusia, bahkan kendaraan lalu menyebar dengan cepat. Gulma siam juga mampu tumbuh di kebanyakan jenis tanah tetapi lebih sering dijumpai pada tanah kering dengan cahaya matahari penuh (Anonim, 2003: 1). Sifat invasif gulma siam seringkali dipandang negatif tanpa ada sisi positif dari tumbuhan tersebut.

Setiap makhluk hidup pasti diciptakan tidak sepenuhnya merugikan. Di balik sifatnya yang invasif dan cepat tumbuh di berbagai kondisi lahan, gulma siam diduga memiliki sistem perakaran yang baik karena mampu menopang hidupnya, bahkan dalam kondisi tanah yang kering. Hal ini diduga karena gulma siam memiliki lingkungan perakaran yang baik, sehingga mampu hidup bahkan dalam kondisi yang ekstrem. Selain memiliki peran sebagai penguat tanaman, akar berperan dalam penyerapan nutrisi dari tanah. Akar juga mengeluarkan eksudat yang mampu menarik organisme tanah untuk berada di sekitar sistem perakaran tersebut. Joffe (1936) dalam Gregory Peter J (2006:


(17)

2

langsung maupun tidak langsung dalam sebuah hubungan faktor pembentukan

tanah”. Rhizosfer merupakan zona terdekat tanah dari akar, yang merupakan

tempat aktivitas mikrobia yang memainkan peranan terhadap ketersediaan nutrisi (khususnya nitrogen) yang dapat digunakan oleh tanaman (Gregory Peter J, 2006: 183).

Rhizosfer juga merupakan suatu bentuk relung ekologi tanah yang di dalamnya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah adanya fauna tanah. Fauna tanah secara langsung memberikan kontribusi dalam siklus hara tanah. Menurut Widyati (2012: 31) fauna tanah dibedakan menjadi dua kelompok fungsional yaitu pengendali biologi dan perekayasa lingkungan. Kelompok mikro dan mesofauna

(Protozoa, Nematoda, Collembola, dan Mites) merupakan pengendali

kehidupan yang menentukan populasi bakteri dan fungi patogeni ekosistem. Mereka memangsa bakteri dan fungi sehingga penting untuk mengendalikan populasi patogen. Adapun golongan makrofauna (cacing tanah, rayap dan semut) berperan sebagai perekayasa lingkungan dalam proses dekomposisi dan distribusi bahan organik. Pentingnya peranan fauna tanah dalam rhizosfer berkorelasi lurus dengan ketersediaan nutrisi bagi tanah yang artinya juga berkorelasi lurus terhadap tingkat kesuburan tanah. Hal ini menjadi menarik mengingat tiap fauna tentu memiliki peran khusus dalam proses-proses fisik, biologi, maupun kimia yang terjadi di dalam tanah. Salah satu jenis fauna yang disebutkan adalah nematoda yang merupakan agen pengendali kehidupan yang menentukan populasi bakteri dan fungi dalam ekosistem tanah tersebut.


(18)

3

Nematoda sering dikaitkan dengan hama bagi tanaman namun melihat dari fungsi ekologisnya seharusnya peran nematoda tidak hanya sebatas hama bagi tanaman.

Nematoda juga memainkan penanan penting dalam interaksi antara akar dan tanah. Seperti halnya protozoa, banyak nematoda memakan bakteri dan fungi dalam rhizosfer dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap siklus N di dalam tanah. Sebagai contoh, Ferris. et. al. (1997) dalam Gregory Peter J (2006: 183) menguraikan bahwa rasio N dari delapan isolat nematoda predator yang diisolasi dari sampel tanah lahan pertanian, memberikan nilai rasio 5,16

– 6,83 (rerata 5,89) setelah diamati selama 48 jam. Hasil ini lebih besar dibandingkan hasil isolasi enam jenis bakteri yang hanya memberikan nilai rasio rerata 4,12. Ferris. et. al. (1997: 183) dalam Gregory Peter J (2006) menyimpulkan bahwa komunitas nematoda memberikan kontribusi 0,28; 0,98 dan 1,38 kg N ha-1 di bulan April, Mei, dan Juni. Hasil penelitian tersebut dalam suatu struktur komunitas nematoda tidak hanya terdapat nematoda yang memiliki dampak negatif bagi tanaman, namun juga memberikan dampak positif bagi tanah. Pengkajian mengenai nematoda dalam lingkungan rhizosfer tanaman gulma siam perlu dilakukan. Hal ini dilakukan tidak lepas untuk mengubah argumen mengenai pandangan negatif atas gulma siam.

B. Identifikasi masalah

Gulma siam merupakan jenis tanaman invasif dan mampu hidup pada berbagai kondisi lahan, bahkan lahan yang kering sekalipun. Gulma siam


(19)

4

tersebar melalui pembukaan vegetasi alami oleh kegiatan manusia, termasuk pembuatan jalan, pemeliharaan jalan tanah dan rel kereta api. Pembukaan hutan, tanah yang bersemak, ternak lepas sapi dan kambing juga memberi sumbangan secara berarti pada penyebaran gulma siam. Biji-biji kecil yang sudah matang mudah disebarkan oleh angin ke wilayah yang baru dibuka. Berdasarksn kondisi tersebut dapat diidentifikasi permasalahannya yaitu : 1. Di mana dan pada kondisi lahan apa saja dapat ditemukan gulma siam? 2. Apakah terdapat hubungan antara faktor kimia dan fisik tanah, terhadap

pertumbuhan gulma siam?

3. Apakah dengan perbedaan lingkungan tempat gulma siam tumbuh akan berpengaruh terhadap perbedaan keragaman jenis hewan tanah yang ada di lingkungan rhizosfernya?

4. Apakah dengan perbedaan lingkungan tempat gulma siam tumbuh akan berpengaruh terhadap struktur komunitas nematoda yang terdapat di rhizosfernya?

5. Bagaimana hubungan kondisi rhizosfer gulma siam dengan struktur komunitas nematoda?

6. Nematoda apa paling banyak mendominasi lingkungan rhizosfer gulma siam dengan diferensiasi lingkungan tempat gulma siam tumbuh?

C. Pembatasan masalah

Luasnya persoalan yang dapat dikaji dari topik ini dan dengan sumberdaya yang terbatas maka dalam penelitian ini terdapat pembatasan masalah yaitu :


(20)

5

1. Struktur komunitas nematoda yang terdapat pada lingkungan rhizosfer gulma siam di lahan karst, pantai berpasir, dan vulkanik,

2. Penelitian hanya difokuskan pada peran nematoda bagi lingkungan rhizosfer gulma siam berdasarkan perannya dalam rantai makanan. 3. Parameter edafik yang diukur meliputi parameter fisik dan kimia.

Parameter fisik berupa kelembaban dan suhu tanah, sedangkan parameter kimia meliputi pH tanah, kandungan C-organik dan N dalam tanah di lingkungan rhizosfer gulma siam.

D. Perumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Jenis nematoda apa saja yang terdapat pada rhizosfer gulma siam?

2. Bagaimana struktur komunitas nematoda yang terdapat dalam rhizosfer gulma siam?

3. Apakah lingkungan rhizosfer gulma siam merupakan lingkungan yang cocok untuk kehidupan nematoda?

E. Tujuan penelitian

Adapun tujuan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui nematoda pada rhizosfer gulma siam.

2. Mengetahui struktur komunitas nematoda yang terdapat dalam rhizosfer tanaman gulma siam.


(21)

6

3. Mengetahui apakah lingkungan rhizosfer gulma siam merupakan lingkungan yang cocok untuk kehidupan nematoda.

F. Kegunaan (manfaat) penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dalam bidang penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian yang terkait ekologi hewan tanah (nematoda) di lingkungan rhizosfer tanaman dan timbal baliknya terhadap lingkungan rhizosfer tersebut.

2. Bagi masyarakat umum

Setelah mengetahui hasil penelitian ini diharapkan pola pikir masyarakat mengenai tanaman gulma siam hendaknya berbeda, dan tidak serta merta dianggap sebagai tanaman gulma yang tidak bermanfaat. 3. Bagi pemerintah

Dari data ini dapat diambil beberapa kebijakan mengenai pemanfaat tanaman gulma siam, sehingga apabila penelitian menunjukkan hasil yang positif maka gulma siam dapat dimanfaatkan sebagai agen fitoremidiasi.

G. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Struktur komunitas adalah suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas.


(22)

7

2. Nematoda adalah cacing yang berbentuk bulat panjang (gilik) atau seperti benang dan merupakan hewan tripoblastik dan pseudoselomata (berongga tubuh semu).

3. Rhizosfer adalah zona terdekat tanah dari akar, yang merupakan tempat aktivitas mikrobia yang memainkan peranan terhadap ketersediaan nutrisi (khususnya nitrogen) yang dapat digunakan oleh tanaman


(23)

8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Gulma Siam (Cromolaena Odorata)

Gulma siam (Chromolaena odorata L.) sebelumnya dikenal sebagai

Eupatorium odoratum L adalah tanaman semak perintis. Chromolaena odorata

telah menjadi salah satu tanaman invasif terestrial terburuk di daerah tropis yang lembab dan subtropis selama abad terakhir (Zacharides, dkk. 2009: 130). Gulma ini memiliki rasio pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Di daerah topis contohnya Afrika dan Asia, gulma siam menjadi gulma utama perkebunan kelapa, karet, tembakau dan tebu. Beberapa area pertanian di Asia Tenggara bahkan ditinggalkan akibat inflasi gulma siam yang menekan pertumbuhan padang rumput dan panen. Gulma siam juga diketahui memiliki kemampuan alelopati (Anonim, 2003: 1).

Chromolaena odorata termasuk dalam famili Asteracae. Klasifikasi gulma

siam menurut Pink (2004) dalam Damayanti (2012 : 5) adalah : Kingdom : Plantae

Phylum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Chromolaena


(24)

9

Gulma siam memiliki rentang hidup minimum sekitar sepuluh tahun. Di daerah terbuka, dapat membentuk semak belukar yang lebat hingga 2 m dan akan tumbuh lebih tinggi jika tumbuh merambat pada vegetasi yang lain. (Anonim, 2003: 1).

1. Morfologi Gulma Siam

Gulma siam merupakan gulma yang tangguh karena batangnya yang keras, berkayu dan perakarnnya kuat dan dalam. Selain itu gulma siam menghasilkan biji yang banyak dan mudah tersebar dengan bantuan angin karena adanya rambut palpus (Suprihatin, 2013).

Gambar 2.1 Gulma siam (Chromolaena odorata) (Sumber : dokumentasi pribadi)

Gulma siam memiliki batang yang tegak, berkayu, ditumbuhi rambut-rambut halus, bercorak garis-garis membujur yang paralel, tingginya mencapai 100-200 cm, bercabang-cabang dan susunan daun berhadapan. Pangkal daun agak membulat dan ujung tumpul, tepinya bergerigi, mempunyai tulang daun tiga sampai lima, permukaannya


(25)

10

berbulu pendek dan kaku, ukuran panjang daun 7,5 10 cm, lebarnya 2,5 -5 cm dan panjang tangkai daun 1 - 2 cm. Tumbuhan ini mempunyai bunga majemuk berbentuk malai rata (Corymbus) yaitu kepala bunga kira-kira berada pada satu bidang, lebarnya 6 - 15 cm, terbentuk di ujung tunas atau dari ketiak daun teratas (Suprihatin, 2013).

Gambar 2.2 Bunga gulma siam (Chromolaena odorata) (Sumber : dokumentasi pribadi)

Daun gulma siam berbentuk panah, dengan panjang 50-120 mm dan lebar 30-70 mm, dengan tiga karakteristik vena dalam pola “garpu rumput”. Nama “odorata” menunjukkan daun yang memancarkan bau tajam bila diremas. Bunga tabung yang berkelompok 10-35, berwarna merah muda pucat sampai ungu muda, dengan panjang 10 mm, yang dapat ditemukan pada ujung cabang. Benih gulma siam berwarna gelap, dengan panjang 4-5 mm, tipis, dan berbentuk persegi panjang, dilengkapi dengan parasut rambut putih yang akan berubah menjadi cokelat sebagai tanda benih telah mengering. Sistem akar berserat dan umumnya mencapai kedalaman 30 cm (Anonim, 2003: 1).


(26)

11

2. Periode Pertumbuhan Gulma Siam

Gulma siam adalah spesies abadi, karena mampu hidup selama lebih dari satu tahun. Hal ini dikarenakan gulma siam mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis basah sampai kering. Gulma siam dapat mati saat musim kemarau (Mei-Oktober) ketika hampir tidak ada hujan turun. Namun, akar tetap hidup dan vegetasi tumbuh kembali selama musim hujan (November-Maret) (Anonim, 2003: 2).

Benih gulma siam berkecambah selama musim hujan. Benih yang telah berkecambah di awal musim hujan, akan berbunga selama musim berbunga pada bulan Juni-Juli. Pembentukan bunga pada gulma siam dipicu oleh siang yang panjang. Buah-buahan matang dan berjatuhan pada beberapa bulan setelah berbunga (Anonim, 2003: 2).

Gambar 2.3 Kalender pertumbuhan gulma siam (Chromolaena odorata) (sumber : Anonim, 2003: 2)

3. Penyebaran Gulma Siam

Gulma siam menyebar sebagian besar melalui banyaknya biji yang diproduksi dalam jumlah jutaan. Pada saat biji gulma siam masak, maka tumbuhan mengering. Pada saat itu biji pecah dan terbang terbawa angin.


(27)

12

Kira-kira satu bulan setelah awal musim hujan, potongan batang, cabang dan pangkal batang bertunas kembali. Biji-biji yang jatuh ke tanah juga mulai berkecambah sehingga dalam waktu dua bulan berikutnya kecambah dan tunas-tunas telah terlihat mendominasi area (Prawiradiputra, 2007: 47). Biji gulma siam sangat ringan dan memiliki rambut biji, sehingga mudah terbawa angin pada jarak pendek (Anonim, 2003: 2).

4. Ekologi Gulma Siam

Gulma siam dapat tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis. Menurut FAO (2006) dalam Prawiradiputra (2007: 47), gulma siam dapat tumbuh pada ketinggian 1000 – 2800 m dpl, tetapi di Indonesia banyak ditemukan di dataran rendah (0 – 500 m dpl). Gulma siam dapat tumbuh pada kebanyakan jenis tanah, namun paling baik pada jenis tanah yang memiliki drainase baik di bawah sinar matahari penuh. Sebagai tanaman invasif, gulma siam mampu tumbuh subur di daerah yang terganggu (banyak aktivitas manusia) seperti padang rumput, perkebunan, pinggir jalan, dan tepi sungai (Anonim, 2003: 2).

B. Rhizosfer

Akar tanaman merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Interaksi antara bakteri dan akar tanaman akan meningkatkan ketersediaan hara bagi keduanya. Permukaan akar tanaman disebut rhizoplane. Sedangkan rhizosfer adalah selapis tanah yang menyelimuti permukaan akar tanaman yang masih dipengaruhi oleh aktivitas akar (Soemarno, 2010: 4). Saat ini, rizosfer


(28)

13

memiliki definisi yang lebih luas yaitu sebagai volume tanah yang dipengaruhi oleh kehadiran akar tanaman. Perubahan tanah dapat terjadi secara biologis, kimia atau fisik di alam. Hal ini memberikan definisi yang lebih luas, bahwa ukuran rizosfer juga meningkat dari zona sempit memanjang <1-2 mm dari permukaan akar, serta memperpanjang > 10-20 mm dalam kasus beberapa nutrisi seluler dan air, atau untuk jarak yang lebih besar untuk senyawa volatil dilepaskan dari akar (Gregory P, 2006: 216). Pengelupasan kulit akar juga memberikan banyak bahan organik baru. Zat-zat ini merupakan makanan organisme dan menyebabkan lingkungan aktivitas biologi dekat akar menjadi kuat dalam area tersebut yang dinamakan “rhizosphere” (Foth, Hendry D. 1995: 274).

Menurut Gregory P (2006: 216) berbagai macam senyawa karbon dilepaskan dari akar hidup ke tanah melalui beberapa mekanisme yaitu :

1. Eksudasi berat molekul, senyawa yang larut dalam air, seperti glukosa, yang hilang pasif tanpa keterlibatan aktivitas metabolik tanaman.

2. Sekresi senyawa dengan berat molekul yang lebih tinggi, seperti lendir polisakarida dan enzim, yang melibatkan proses metabolisme akar. 3. Lysates dilepaskan dari sel akar yang terkelupas.

4. Gas seperti CO2, etilen dan hidrogen sianida.

Berbagai macam organisme yang menempati rhizosfer, sebagian besar adalah bakteri yang menguntungkan. Koloni bakteri dapat dalam bentuk lapisan tipis yang selalu ada disekitar akar. Akar menyediakan makanan untuk mikroorganisme yang berada dalam rhizosfer (Foth, Henry D. 1995: 274).


(29)

14

Adanya berbagai senyawa yang menstimulir pertumbuhan mikroba, menyebabkan jumlah mikroba di lingkungan rhizosfer sangat tinggi. Perbandingan jumlah mikroba dalam rhizosfer (R) dengan tanah bukan rhizosfer (S) yang disebut nisbah R/S, sering digunakan sebagai indeks kesuburan tanah. Semakin subur tanah, maka indeks R/S semakin kecil, yang menandakan nutrisi dalam tanah bukan rhizosfer juga tercukupi (subur). Sebaliknya semakin tidak subur tanah, maka indeks R/S semakin besar, yang menandakan nutrisi cukup hanya di lingkungan rhizosfer yang berasal dari bahan organik yang dikeluarkan akar, sedang di tanah non-rhizosfer nutrisi tidak mencukupi (tidak subur) (Soemarno, 2010: 4).

Selain mikroflora dan mikrofauna, akar tanaman juga merupakan rumah berbagai mesofauna termasuk nematoda, serangga, dan cacing tanah. Nematoda parasit tanaman memiliki banyak peran dalam interaksi terhadap akar, akan tetapi nematoda non-parasitik juga berperan dalam interaksi akar dan tanah. Seperti protozoa, banyak nematoda pemakan bakteri dan jamur di rhizosfer, memiliki kontribusi yang signifikan terhadap N dalam siklus daur ulang N di dalam tanah. Sebagai contoh, Ferris et al . (1997) dalam Gregory Peter J (2006: 183) menguraikan bahwa rasio N dari delapan isolat Nematoda

predator yang diisolasi dari sampel tanah lahan pertanian, memerikan nilai rasio 5,16 – 6,83 (rerata 5,89) setelah diamati selama 48 jam. Hasil ini lebih besar dibandingkan hasil isolasi enam jenis bakteri yang hanya memberikan nilai rasio rerata 4,12. Sementara populasi dan proporsi spesies nematoda individu berubah dengan waktu di lapangan, Ferris et al. (1997)


(30)

15

memperkirakan bahwa komunitas nematoda memberikan kontribusi masing-masing 0,28 , 0,98 dan 1,38 kg N ha - 1 pada bulan April, Mei, dan Juni (Gregory Peter J, 2006: 183).

Perkembangan sistem perakaran dipengaruhi oleh faktor dalam (hereditas) dan faktor luar (lingkungan). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi sistem perakaran adalah kelembapan tanah, suhu tanah, kesuburan tanah, keasaman tanah, aerasi tanah, hambatan mekanis tanah, kompetisi, dan interaksi perakaran (Titiek Islami dan Wani Hadi U, 1995: 135).

C. Bentuk Lahan

Wilayah karst umumnya terbentuk dari batu gamping dan dicirikan oleh drainase di bawah tanah. Pelarutan batu gamping oleh air hujan menyebabkan terjadinya lubang-lubang kecil dan meluas ke bawah membentuk dolin, sehingga bagian permukaan kekurangan air. Daerah karst merupakan daerah berbukit-bukit dengan mayoritas jenis tanahnya berupa latosol atau tanah lempung yang memiliki kedalaman tanah minim (rata-rata < 50 cm) (Sudihardjo, dkk. 2006: 1). Berdasarkan klasifikasi karst tersebut kawasan karst Gunungsewu termasuk tipe holokarst tropik dan relatif terbuka (sedikit vegetasi). Kenampakan eksokarst nampak masih dapat diamati seperti lapies, dolin, uvala, lembah kering, tower dan cone karst, sedangkan kenampakan endokarst seperti goa, sungai bawah tanah juga banyak dijumpai. Kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul memiliki karakteritik yang spesifik, unik, spektakuler dan non renewable ecosystem serta decoratif landscape resourcess


(31)

16

dengan fragilitas tinggi terhadap risiko kerusakan lingkungan. Potensi kesesuaian lahan di kawasan karst sangat terbatas peruntukannya karena pembatas ketersediaan air, tanah dan medan, satuan medan (Worosuprojo Suratman,2008: 1-2).

Lahan pantai berpasir merupakan lahan marginal yang memiliki produktivitas rendah. Hal ini disebabkan karena faktor pembatas yang berupa kemampuan tanah memegang dan menyimpan air rendah, infiltrasi dan evaporasi tinggi, kesuburan dan bahan organik sangat rendah, dan efisiensi penggunaan air rendah. Produktivitas tanah dipengaruhi oleh kandungan C organik, KPK, tekstur dan warna. Tanah pasir dicirikan bertekstur pasir, struktur berbutir, konsistensi lepas, porositas tinggi, sehingga daya sangga air dan pupuk sangat rendah, miskin hara dan kurang mendukung pertumbuhan tanaman, kandungan hara rendah, kemampuan menukar kation rendah, suhu tanah di siang hari sangat tinggi, kecepatan angin dan laju evaporasi sangat tinggi. Tekstur tanah pasir ini sangat berpengaruh pada status dan distribusi air, sehingga berpengaruh pada sistem perakaran, kedalaman akar, hara dan pH (Yuwono, 2009: 139).

Lahan pantai berpasir merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya tanah pasir mudah mengalirkan air, sekitar 150 cm per jam. Kemampuan tanah pasir menyimpan air sangat rendah, 1,6-3 % dari total air yang tersedia. Angin di kawasan pantai selatan sangat tinggi sekitar 50 km/jam sehingga dengan mudah dapat mencabut akar dan merobohkan tanaman. Angin yang kencang juga dapat membawa


(32)

partikel-17

partikel garam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Suhu di kawasan pantai sangat panas pada siang hari sehingga menyebabkan proses penguapan sangat tinggi (Prapto dalam Saputro, 2015: 3-4).

Bentuk lahan vulkanis adalah bentuk lahan hasil kegiatan gunung berapi yang tersusun dari bahan gunung api yang sudah keluar ke permukaan bumi (ekstrusi) maupun yang membeku dalam permukaan bumi (intrusi). Bentuk lahan hasil bentukan asal vulkanis, terdapat berbagai jenis yang berkaitan dengan kegunungapian (vulkanisme). Vulkanisme adalah semua fenomena yang berkaitan dengan proses gerakan magma dari dalam bumi menuju ke permukaaan bumi yang menghasilkan bentuk lahan cenderung positif. Salah satu keuntungan dari adanya lahan vulkanis adalah abu vulkanis yang dikeluarkan gunung api saat terjadi erupsi dapat menyuburkan tanah karena banyak mengandung unsur hara tanaman (Treman, 2014: 41).

D. Nematoda

Nematoda atau cacing gilik adalah cacing tanpa segmentasi dengan ujung meruncing biasanya berdiameter 1/500 inch (50 µ m) dan panjang 1/20 inch (1 µm). Nematoda memiliki kepala dan ekor dengan sistem saraf pusat dan sistem reproduksi yang sudah berkembang dengan baik dengan sistem pencernaan yang lengkap, sehingga mereka dianggap binatang yang paling primitif. Ukuran tubuh cukup kecil untuk berada di sebagian besar pori-pori tanah dan agregat tanah. Nematoda diklasifikasikan dalam filum hewan Nemata dan terkenal karena menyebabkan penyakit pada tanaman dan hewan, tetapi


(33)

18

mereka juga mempunyai peran penting dalam tanah dan ekologi tanaman. Nematoda adalah organisme akuatik sehingga mereka membutuhkan kelembaban tanah yang memadai untuk bergerak di dalam tanah (Hoorman, 2011: 2).

Gambar 2.4 Morfologi nematoda (sumber :

https://smartsite.ucdavis.edu diakses tanggal 11/12/16 pukul 11:54 WIB)

Nematoda cenderung lebih umum di tanah kasar bertekstur. Nematoda bergerak dalam film air dengan besaran film (50 µm) ruang pori-pori dan di lahan yang telah dikelola dapat bergerak dengan mesopori (30 sampai 100 µm). Nematoda termasuk mesofauna karena mereka memiliki ukuran (0,1 sampai 2 mm) lebih besar daripada mikrofauna (protozoa , < 0,1 mm). Nematoda dan protozoa adalah makanan untuk predator tingkat yang lebih tinggi termasuk nematoda predator, microarthropods tanah, dan serangga tanah. Mereka juga terparasit oleh bakteri dan jamur (Hoorman, 2011: 3).


(34)

19

Nematoda dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok fungsional berdasarkan kebiasaan makan mereka, yang sering dapat disimpulkan dari struktur mulut mereka. Di tanah pertanian, kelompok yang paling umum dari nematoda adalah nematoda pemakan bakteri, pemakan jamur, parasit tanaman, predator, dan omnivora. Nematoda predator memakan protozoa dan nematoda tanah lainnya. Omnivora memakan makanan yang berbeda tergantung pada kondisi lingkungan dan ketersediaan pangan; misalnya, nematoda omnivora bisa predator, tetapi dengan tidak adanya sumber makanan utama mereka, mereka dapat memakan jamur atau bakteri (Ugarte C dan Ed Z. 2014). Nematoda dibagi menjadi lima kelompok besar berdasarkan pada cara makan mereka dengan empat kelompok pertama yang hidup bebas (Hoorman, 2011 : 3) :

a. Bacterial feeders (pemakan bakteri) mengkonsumsi bakteri melalui

stoma, yaitu sebuah saluran terbuka besar.

b. Fungal feeders (pemakan jamur) memakan jamur dengan menusuk

dinding sel jamur menggunakan stilet ramping kecil untuk menghisap isi internal.

c. Predatory nematodes (nematoda predator) memakan semua jenis

nematoda dan protozoa yang menggunakan stylet untuk makan mikroorganisme kecil atau menempel pada kutikula nematoda yang lebih besar, menggores bagian tubuh internal mangsa sampai dapat dicerna.


(35)

20

d. Omnivores nematodes memakan berbagai organisme termasuk bakteri,

jamur, protozoa, nematoda lain dan akar dan mungkin memiliki jenis makanan yang berbeda pada setiap tahap kehidupan.

e. Root feeders (pemakan akar) adalah nematoda parasit tanaman,

memakan akar dan dengan demikian tidak hidup bebas di tanah karena mereka tinggal di dalam atau di luar akar tanaman, tergantung pada akar tanaman untuk sumber makanan.

Gambar 2.5 Nematoda dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok makan yang berbeda berdasarkan pada struktur mulut mereka : (a) pemakan bakteri, (b) pemakan jamur, (c) pemakan tanaman, (d) predator, (e) omnivora. Gambar oleh : Ed Zaborski, University of Illinois

Nematoda terkonsentrasi di dekat kelompok mangsanya. Bacterial

feeeders berlimpah dekat akar dimana bakteri berkumpul; Fungal feeders yang

dekat biomassa jamur; Root feeders terkonsentrasi di sekitar akar tanaman yang tak terjaga atau rentan. Sedangkan nematoda predator lebih cenderung melimpah di tanah dengan tingginya jumlah nematoda (Hoorman, 2011: 3).

Kehidupan hewan tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaan dan


(36)

21

kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan abiotik (Suin, 2012). Senada dengan hal tersebut, dalam kehidupannya nematoda tidak dapat memaksakan diri menembus tanah seperti yang dilakukan cacing tanah, tetapi harus berbelok-belok melalui rongga-rongga tanah yang telah tersedia, meluncur sepanjang film air yang terdapat pada permukaan butir-butir tanah (Dropkin H Victor, 1992: 48).

Nematoda hidup dalam aluran yang bersambungan yang luas dan rapat. Nematoda bergerak di antara pori-pori dengan diameter 20-30 mikron atau lebih. Pori - pori yang terdapat pada tanah lapisan atas keadaannya baik yaitu menempati 50 - 60 % dari volume total, tetapi dalam tanah bagian bawah yang padat hanya terdapat pori-pori 25 - 30 % dari volume lapisan tanah tersebut. Apabila pori - pori tanah terbuka dan tertutup selama daur musim, maka populasi nematoda akan mengikuti perubahan lingkungan (Dropkin H Victor, 1992: 50). Selain itu, nematoda tidak dapat mengendalikan suhu tubuhnya. dengan demikian aktivitasnya sangat tergantung oleh suhu tanah. di bawah suhu 10 derajat celcius, nematoda tidak begitu aktif dan umumnya tidak merupakan ancaman untuk tumbuhan (Dropkin H Victor, 1992: 58-59).

Seperti protozoa, nematoda penting dalam mineralisasi atau melepaskan, N dalam bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Ketika nematoda makan bakteri atau jamur, amonium (NH4+) dilepaskan karena bakteri dan jamur mengandung lebih banyak N dari yang nematoda butuhkan. Dengan


(37)

22

kepadatan nematoda yang rendah mampu merangsang laju pertumbuhan populasi bakteri (Hoorman, 2011: 3).

Nematoda dapat mengontrol keseimbangan populasi antara bakteri, jamur dan komposisi spesies komunitas mikroba. Nematoda membantu mendistribusikan bakteri dan jamur melalui tanah dan di sepanjang akar dengan membawa mikroba hidup dan aktif pada permukaan tubuh mereka dan dalam sistem pencernaan mereka. Beberapa nematoda menyebabkan penyakit sementara nematoda lain mengkonsumsi organisme penyebab penyakit, seperti nematoda pemakan akar (root feeders), atau mencegah akses mereka ke akar dan beberapa nematoda mungkin menjadi agen bio-kontrol potensial (Hoorman, 2011: 3).

E. Kerangka Berpikir

Cromolaena odorata (Gulma Siam) adalah tumbuhan gulma yang mampu

hidup di lingkungan yang kering, dengan sebaran yang luas dan adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan sekitarnya. Selayaknya semua tanaman, setiap tanaman pasti memiliki akar untuk menyerap nutrisi dari dalam tanah, sama dengan gulma siam ini, ketika sudah tumbuh di suatu lingkungan dia juga akan membentuk akar dan keunikan dari akar gulma siam ini adalah karena akarnya yang dalam dan menyebar. Akar gulma siam akan mengeluarkan eksudat akar yang akan menarik organisme sekitarnya untuk datang dan melalukan aktivitas (interaksi) antar organisme tanah sehingga mengakibatkan perubahan kondisi tanah, dan seiring besarnya tanaman maka sistem perakarannya juga akan


(38)

23

semakin luas dan rhizosfer yang terbentuk semakin luas. Hal ini tentu akan mempengaruhi organisme di sekitar tanaman tersebut, yang meliputi mesofauna, mikrofauna, dan makrofauna tanah, salah satunya adalah nematoda. Nematoda penting dalam mineralisasi, atau melepaskan, N dalam bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Ketika nematoda makan bakteri atau jamur, amonium (NH4+) dilepaskan karena bakteri dan jamur mengandung lebih banyak N dari yang nematoda butuhkan. Dengan kepadatan nematoda yang rendah mampu merangsang laju pertumbuhan populasi bakteri. Oleh karena itu, penelitian tentang struktur komunitas nematoda yang ada pada lingkungan rizosfer gulma siam perlu dilakukan karena nematoda juga mempunyai peranan penting dalam ekologi tanah. Bagan alur kerangka berpikir dalam penelitian diuraikan pada Gambar 2.6 berikut.


(39)

24


(40)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksploratif. Objek penelitian ini adalah nematoda pada rizosfer Chromolaena odorata. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Pengambilan sampel tanah dan akar Chromolaena odorata

dilakukan di tiga lokasi yang berbeda berdasarkan perbedaan bentuk lahan. Lokasi tersebut adalah :

a. Lahan pantai berpasir, di Depok, Kretek, Bantul, Yogyakarta b. Lahan karst, di Kalidadap, Imogiri, Bantul, Yogyakarta c. Lahan vulkanik, di Cangkringan, Sleman, Yogyakarta

Analisis kandungan tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Maguwoharjo. Ekstraksi nematoda dilakukan di Sub-Laboratorium Nematologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM). Pengamatan sampel hasil ekstraksi dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA UNY.


(41)

26

2. Waktu penelitian :

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Desember 2016 dengan rincian sebagai berikut :

a. Pada lahan karst pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan Juni, sedangkan proses ekstraksi serta pengamatan dilaksanakan pada akhir bulan Juni.

b. Pada lahan vulkanik dan pantai berpasir pengambilan sampel dilaksanakan pada akhir bulan Juli, sedangkan proses ekstraksi serta pengamatan dilaksanakan pada awal bulan Agustus.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah semua jenis nematoda. Meliputi nematoda parasistik dan non parasitik yang terdapat pada lingkungan rhizosfer dan sistem perakaran gulma siam (Cromolaena odorata).

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian yaitu seluruh individu dan jenis nematoda yang terdapat dalam lingkungan rhizosfer dan sistem perakaran gulma siam (Cromolaena odorata).

2. Sampel penelitian yaitu jenis nematoda yang diambil pada rhizosfer gulma siam (Chromolaena odorata) dengan luas pengambilan sampel 15 cm x 15 cm dengan kedalaman 15 cm serta pada tiga gram akar gulma siam pada masing-masing bentuk lahan yang berbeda.


(42)

27

E. Alat dan Bahan

Adapun instrumen penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : 1. Penetuan lokasi sampling dan pengambilan data di lapangan

GPS Android (Altimeter offline), kantong plastik ukuran 7 kg, sekop kecil, kertas label, penggaris, thermometer dan soil tester,

2. Ekstraksi dan isolasi nematoda a. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set penyaring dengan ukuran 35 dan 25 µm, gelas beaker, screen nillon¸ nampan penyangga, nampan plastik, waskom, pipet, tissue, gunting tanaman, timbangan saku digital CHQ PS 200 A, alat pengkabutan akar, mikroskop binokular, optilab, sadgewick rafter cell 1 ml, lampu spritus, gelas preparat dan cover glass.

b. Bahan

Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu 100 cc sampel tanah yang diambil pada tiap-tiap rizosfer gulma siam (Chromolaena odorata) di berbagai bentuk lahan. Akar gulma siam (Chromolaena odorata) sebanyak masing-masing 3 gram, air dan FAA.

3. Identifikasi

Mikroskop binokular nikon YS 100, optilab advance, penggaris mikro ukuran 1 DIV = 0,1 mm dan petunjuk identifikasi nematoda tanah


(43)

28

Nematodes By UNL Nematology Lab http://nematode.unl.edu/

key/nemakey.htm An Illustrated Key to Nematodes Found in Fresh Water).

F. Tahapan Penelitian

Pada penelitian ini, pengambilan data terbagi atas beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Penetuan lokasi

Pemilihan dan penentuan lokasi penelitian menggunakan teknik

purposive sampling pada lokasi dengan bentuk lahan karst, vulkanik, dan

pantai berpasir. Aspek yang dipertimbangkan yaitu lokasi pengambilan sampel ditemukan banyak gulma siam.

2. Pemilihan tanaman

Gulma siam yang dipilih adalah gulma siam yang pada bagian pangkal sudah berkayu dan tanaman sudah berbunga.

3. Pengukuran parameter edafik tanah

Pengukuran sampel edafik tanah meliputi pH, kelembaban, dan suhu tanah. Pengukuran pH dan kelembaban tanah dilakukan dengan menggunakan soil tester, sedangkan untuk parameter suhu dengan menggunakan thermometer. Pengukuran parameter edfik dilakukan sebelum melakukan pengambilan sampel tanah.

4. Pengambilan sampel tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lima titik di lokasi pengambilan sampel. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan


(44)

29

mengambil cuplikan tanah utuh berbentuk persegi pada area sekitar perakaran guma siam. Panjang sisi cuplikan tanah adalah 15 cm dengan kedalaman pengambilan cuplikan 15 cm. Sampel tanah kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang sudah diberi label. Untuk keperluan analisis kimia tanah, sampel tanah diambil dari masing-masing sampel (lima sampel) sebanyak ±100 cc kemudian dikompositkan untuk selanjutnya siap dipreparasi untuk analisis kimia sampel tanah di BPTP Maguwoharjo. 5. Pengambilan Sampel Akar

Pengambilan sampel akar dilakukan dengan mencabut akar gulma siam, pencabutan dilakukan secara perlahan supaya akar tidak terpotong. Selanjutnya akar disimpan didalam plastik yang sudah diberi label bersama-sama dengan sampel tanah.

6. Ekstraksi Nematoda a. Sampel akar

Ekstraksi nematoda dari sampel akar dilakukan dengan metode pengkabutan (funnel spray). Sampel akar yang sudah dicuci, ditiriskan, dan dikeringanginkan. Sampel akar yang sudah dicuci selanjutnya dipotong-potong (0,5 cm) sedangkan akar dengan diameter besar dibelah. Setelah pemotongan akar selesai, sampel akar diambil lalu ditimbang masing-masing 3 gram. Kemudian sampel akar dimasukkan dan diatur merata di atas kertas saring di dalam saringan. Kemudian mangkok metode pengkabutan beserta contoh jaringan akar diletakkan ke dalam rak pengkabutan, kemudian rak pengkabutan ditutup.


(45)

30

Selanjutnya kran air pada rak pengkabutan dibuka selama 48 jam. Setelah 48 jam suspensi nematoda dalam corong gelas atau mangkok plastik dipanen. Suspensi nematoda hasil panen tersebut kemudian dipindahkan ke dalam gelas beker untuk selanjutnya dituangkan ke dalam botol penyimpanan utuk selanjutnya disimpan di dalam kulkas untuk diamati dihari selanjutnya.

b. Dari sampel tanah

Ekstraksi nematoda dari sampel tanah dilakukan dengan metode Whitehead Tray. Metode ini dilakukan dengan memasang screen nilon

di atas nampan penyangga (dasar nampan berlubang) dan di atasnya diletakkan kertas saring (tissue tanpa parfum) hingga permukaan nampan penyangga tertutup. Kemudian sampel tanah dimasukkan ke dalam waskom untuk kemudian diaduk sampai merata. Sampel tanah yang sudah diaduk merata lalu diambil 100 ml dengan menggunakan cup 100 ml dan diratakan pada permukaan kertas saring. Sampel tanah yang sudah diratakan tadi kemudian diletakkan dalam nampan plastik. Selanjutnya nampan plastik diisi air sampai menyentuh permukaan sampel tanah, lalu didiamkan dalam waktu 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam nampan penyangga dan kelengkapannya serta contoh tanah diangkat dan disingkirkan. Nampan plastik yang berisi air dan nematoda (suspensi nematoda) dituang ke dalam gelas beaker. Air yang sudah tercampur dengan suspensi nematoda kemudian disaring dengan saringan 35 dan 25 µm untuk mengurangi volumenya. Hasil saringan


(46)

31

lalu dituang ke dalam gelas beaker untuk kemudian dipindah ke dalam botol penyimpanan. Botol penyimpanan kemudian disimpan di dalam kulkas untuk diamati dihari selanjutnya.

7. Pengamatan dan perhitungan nematoda

Perhitungan nematoda dilakukan secara langsung (direct counting). Suspensi nematoda diambil dan dituangkan ke dalam counting dish

(Sedgewick rafter cell volume 1 ml). Lalu dihitung jumlah masing-masing

jenis nematoda yang terlihat dan kemudaian dikembalikan suspensi nematoda tersebut ke dalam tempat suspensi nematoda yang tadi diambil. Langkah tersebut diulangi sebanyak tiga kali sebagai ulangan pengamatan. Setalah selesai pengulangan, rata-rata populasi masing-masing jenis nematoda pada semua metode ekstraksi nematoda yang telah dipakai (meliputi ekstraksi tanah dan akar).

8. Identifikasi

Identifikasi dilakukan dengan mengambil sampel nematoda dengan menggunakan pipet untuk dipindahkan ke gelas preparat. Setelah itu difiksasi dengan FAA sebelum diamati. Nematoda yang selesai difiksasi, kemudian ditutup dengan cover glass kemudian diamati di bawah mikroskop. Nematoda yang ditemukan kemudian difoto menggunakan optilab dengan perbesaran mulai perbesaran 40x sampai 400x. Hasil foto optilab kemudian dijadikan acuan untuk identifikasi nematoda dengan


(47)

32

berdasarkan pada karakteristik morfologi menggunakan petunjuk identifikasi nematoda tanah dari website http://nematode.unl.edu/nemaID.htm

G. Teknik Pengumpulan Data

Data populasi diperoleh dengan menghitung jumlah individu tiap jenis dengan menggunakan mikroskop dengan ulangan sebanyak 3x untuk tiap-tiap sampelnya yang selanjutnya disebut sebagai data populasi. Nematoda yang memiliki ciri utama (tipe mulut, ekor dan karakteristik morfologi yang lain) yang berbeda kemudian disebut sebagai jenis yang berbeda. Selanjutnya jenis tersebut difoto di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x sehingga terlihat jelas perbedaan tiap jenis untuk selanjutnya diidentifikasi. Hasil identifikasi dijadikan sebagai data jenis.

H. Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi beberapa parameter ekologi sebagai berikut :

1. Analisis keragaman nematoda

Ditentukan dengan menggunakan teori informasi Shannon-Wiener (H’). Tujuan utama teori ini adalah untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakteraturan dalam suatu sistem. Adapun indeks tersebut adalah sebagai berikut (Koesoebiono, 1987 dalam Fachrul, 2007) :


(48)

33

Dengan :

pi = jumlah individu masing-masing jenis (i = 1, 2, 3, . .) s = jumlah jenis

H = penduga keragaman populasi

Indeks Shanon-Wiener memiliki indikator sebagai berikut :

H’ < 1,5 = tingkat keanekaragaman rendah

1,5 ≥ H’≤ 3,5 = tingkat keanekaragaman sedang

H’ > 3,5 = tingkat keanekaragaman tinggi

(Santosa. dkk, 2008).

2. Analisis kemerataan jenis nematoda

Nilai indeks kemerataan penyebaran dapat dihitung menggunakan indeks kemerataan jenis (evenness) (Magurran, 2004).

E = , Hmax = ln S Keterangan :

H’: indeks Shannon-Wiener S : jumlah jenis

e : indeks kemerataan jenis (nilai 0 – 1)

Kemerataan jenis memiliki nilai indikator E = 1. Apabila nilai E = 1 berarti pada habitat tersebut tidak ada jenis yang mendominasi (Santosa. dkk, 2008).


(49)

34

3. Analisis berdasarkan indeks maturitas nematoda

Maturitas nematoda dihitung berdasarkan indeks maturitas untuk nematoda free-living (MI) dan indeks maturitas untuk nematoda parasit tumbuhan (PII).

MI = ∑vi x fi

Keterangan :

vi = nilai colonizer-presister (c-p) dari 1-5 untuk genus ke i

fi = frekuensi relatif genus ke i

Nematoda tertentu bersifat colonizer yaitu pertumbuhannya berstrategi r (dalam arti luas) memiliki nilai c-p = 1. Nematoda yang bersifat presister yaitu yang memiliki pertumbuhan berstrategi K (dalam arti luas) bernilai c-p = 5, sedangkan nematoda lainnya bersifat diantaranya sehingga bernilai c-p 2, 3, atau 4 (Bongers, 1990). Nilai MI mengindikasi adanya gangguan, nilai rendah mengindikasikan ekosistem yang lebih tergangu sedangkan nilai lebih tinggi menunjukkan ekosistem yang kurang terganggu. PPI dihitung menggunakan formula yang sama dengan perhitungan MI tetapi mengabaikan nematoda free-living, nilai colonizer-persister (c-p) genus-genus parasit tumbuhan berkisar antara 2-5, dan tidak ada genus nematoda parasit tumbuhan yang bersifat colonizer dengan nilai 1. Peningkatan PPI mengindikasikan produktivitas lahan (terutama biomassa akar tumbuhan) yang meningkat (Freakman dan Ettema, 1993).


(50)

35

4. Analisis Kluster (Cluster Analyze)

Analisis kluster atau cluster analysis digunakan untuk melihat kemiripan substasiun. Data yang digunakan sebagai variabel adalah komposisi marga di masing-masing substasiun. Komposisi marga dimulai berdasarkan keberadaan marga-marga tersebut dengan nilai (ada = 1) dan (tidak ada = 0). Perbandingan antar substasiun dilakukan menggunakan piranti lunak atau software MVSP 3.1A (Multi Variate Stastitical Package) dengan koefisien sorensen. Hasil analisis kluster berupa dendogram kemiripan antar substasiun yang kemudian dipaparkan kemiripan dan perbedaannya.

I. Teknik Analisis Data

Selanjutnya hasil perhitungan dianalisis secara diskriptif berdasarkan pada standar nilai tiap-tiap indeks.


(51)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek penelitian ini adalah nematoda pada rizosfer gulma siam (Chromolaena odorata). Nematoda didapatkan dari sampel tanah pada rizosfer gulma siam. Sampel tanah kemudian diekstraksi untuk mendapatkan suspensi nematoda supaya dapat dihitung dan diidentifikasi. Hasil identifikasi kemudian dimasukkan ke dalam tabel berdasarkan takson famili dan dikelompokkan berdasarkan kelompok makan dan strategi hidupnya (c-p). Untuk nematoda yang belum dapat terdientifikasi hingga ke tingkat famili maka tidak termasuk dalam pengelompokan berdasarkan kelompok makan dan strategi hidupnya (c-p). Namun, tetap masuk dalam perhitungan indeks keanekaragaman dan kemerataan.

A. Jenis-jenis Nematoda yang Terdapat pada Rizosfer Gulma Siam (Chromolaena odorata)

Hasil pengamatan terhadap jenis nematoda, ditemukan 55 genus yang berasal dari 20 famili. Dua puluh famili nematoda yang telah teridentifikasi meliputi famili Alaimidae, Anguinidae, Aphelenchoididae, Cephalobidae, Criconematidae, Diplogasteridae, Dorylaimidae, Hoplolaimidae, Longidoridae, Mononchidae, Nygolaimidae, Plectidae, Panagrolaimidae, Pratylenchidae, Prismatolaimidae, Rhabditidae, Rhabdolaimidae, Seinuridae, Tylenchidae dan Tylenchorhynchidae (Lampiran 4). Sebanyak 20 famili nematoda tersebut, dapat diidentifikasi sebanyak 36 nematoda hingga ke


(52)

37

tingkat genus. Sisanya, enam nematoda hanya sampai tingkat famili dan 13 nematoda belum dapat diidentifikasi dengan kunci determinasi berdasarkan perbedaan morfologinya.

Tabel 4.1 Jenis nematoda yang ditemukan di rhizosfer gulma siam

No Famili Genus Komposisi genus nematoda

Lahan karst Lahan pantai berpasir Lahan vulkanik

1 Alaimidae Alaimus √ - √

2 Anguinidae Ditylenchus - √ -

Nothotylenchus sp1 √ √ √

Nothotylenchus sp2 - √ √

3 Aphelenchoididae Aphelen1 √ √ √

4 Cephalobidae Acrobeles - √ -

Cephalobus √ - √

Chiloplacus - √ √

Eucephalobus - √ √

Cepha 1 - - √

Cepha 2 √ √ √

5 Criconematidae Mesocriconema - - √

6 Diplogasteridae Pristionchus - - √

7 Dorylaimidae Eudorylaimus - √ √

Labronema √ √ √

Mesodorylaimus - √ √

Prodorylaimus √ √ √

8 Hoplolaimidae Helicotylenchus sp1 √ - √

Helicotylenchus sp2 √ √ √

Hoplolaimus - √ √

9 Longidoridae Longi 1 √ √ √

10 Mononchidae Mylonchulus √ - √

11 Nygolaimidae Nygolaimus sp1 √ √ √

Nygolaimus sp2 √ - √

Nygolaimus sp3 √ - -

Nygolaimus sp4 - - √

Nygolaimus sp5 - √ -

12 Plectidae Wilsonema - √ -

13 Panagrolaimidae Panagrolaimus sp1 √ √ √

Panagrolaimus sp2 - √ √

14 Pratylenchidae Pratylenchus sp1 √ - √

Pratylenchus sp2 √ √ √

15 Prismatolaimidae Prisma 1 √ √ -

16 Rhabditidae Rhabditis sp1 - √ -

Rhabditis sp2 - √ -

17 Rhabdolaimidae Monochromadora sp1 - √ √

Monochromadora sp2 √ √ -

Rhabdolaimus - √ √

18 Seinuridae Seinura - √ √

19 Tylenchidae Tylencholaimus - √ -

Tylen 1 - √ √

20 Tylenchorhynchidae Tylenchorhynchus √ - √

21 Nematoda N11 √ √ √

22 Nematoda N15 √ - √

23 Nematoda N17 √ √ √

24 Nematoda N19 √ - √

25 Nematoda N22 √ - √

26 Nematoda N26 √ √ √


(53)

38

No Famili Genus Komposisi genus nematoda

Lahan karst Lahan pantai berpasir Lahan vulkanik

28 Nematoda N42 - - -

29 Nematoda N47 - √ √

30 Nematoda N56 - √ -

31 Nematoda N59 - √ -

32 Nematoda N60 - √ √

33 Nematoda N68 - √ √

Jumlah 26 38 42

Ket : Nematoda : nematoda belum dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi (√) : terdapat nematoda yang dimaksud

(-) : tidak terdapat nematoda yang dimaksud

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 26 jenis nematoda pada rhizosfer gulma siam di lahan karst, 38 jenis di lahan pasir berpantai dan 42 jenis di lahan vulkanik. Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan abiotik (Suin, 2012). Jenis-jenis nematoda yang berbeda-beda kemungkinan juga mengindikasikan adanaya faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidupnya. Nematoda tidak dapat memaksakan diri menembus tanah seperti yang dilakukan cacing tanah, tetapi harus berbelok-belok melalui rongga-rongga tanah yang telah tersedia, meluncur sepanjang film air yang terdapat pada permukaan butir-butir tanah (Dropkin H Victor, 1992: 48). Dengan perbedaan lingkungan fisik (tekstur tanah) maka kemungkinan hal tersebut menjadi salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap perbedaan jenis-jenis nematoda yang ditemukan pada tiap bentukan lahan, meskipun semua sampel berasal dari rhizosfer gulma siam. Selanjutnya pengaruh dari tiap-tiap faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik akan lebih banyak dibahas pada sub bab struktur komunitas nematoda pada rhizosfer gulma siam (Chromolaena odorata).


(54)

39

B. Struktur Komunitas Nematoda pada Rhizosfer Gulma Siam (Chromolaena odorata)

Nilai kelimpahan relatif (KR) masing-masing genus nematoda pada tiap-tiap lahan juga berbeda-beda (Tabel 4.1).

Tabel 4.2 Kelimpahan dan kelimpahan relatif nematoda pada sampel tanah di tiap lahan

No Famili Genus

Lahan Karst Lahan Pantai

Berpasir Tanah Vulkanik Nematoda / 100cc tanah Nilai KR Nematoda / 100cc tanah Nilai KR Nematoda / 100cc tanah Nilai KR

1 Alaimidae Alaimus 1,2 0,77% 0 0,00% 0,6 0,29%

2 Anguinidae Ditylenchus 0 0,00% 1,2 0,85% 0 0,00%

Nothotylenchus sp1 11 7,06% 27,6 19,60% 15,2 7,31%

Nothotylenchus sp2 0 0,00% 3 2,13% 0,6 0,29%

3 Aphelenchoididae Aphelen1 0,2 0,13% 1,2 0,85% 1,4 0,67%

4 Cephalobidae Acrobeles 0 0,00% 0,4 0,28% 0 0,00%

Cephalobus 0,2 0,13% 0 0,00% 0,2 0,10%

Chiloplacus 0 0,00% 6,6 4,69% 3,6 1,73%

Eucephalobus 0 0,00% 1,2 0,85% 3,2 1,54%

Cepha 1 0 0,00% 0 0,00% 0,4 0,19%

Cepha 2 1,2 0,77% 9 6,39% 3,8 1,83%

5 Criconematidae Mesocriconema 0 0,00% 0 0,00% 6 2,88%

6 Diplogasteridae Pristionchus 0 0,00% 0 0,00% 0,6 0,29%

7 Dorylaimidae Eudorylaimus 0 0,00% 0,4 0,28% 0,2 0,10%

Labronema 12,4 7,96% 0,8 0,57% 8,4 4,04%

Mesodorylaimus 0 0,00% 0,6 0,43% 1,8 0,87%

Prodorylaimus 14,8 9,50% 3,8 2,70% 14 6,73% 8 Hoplolaimidae Helicotylenchus sp1 11 7,06% 0 0,00% 1,4 0,67%

Helicotylenchus sp2 0,2 0,13% 0,2 0,14% 0,6 0,29%

Hoplolaimus 0 0,00% 4,6 3,27% 1 0,48%

9 Longidoridae Longi 1 2,4 1,54% 0,4 0,28% 2 0,96%

10 Mononchidae Mylonchulus 4,8 3,08% 0 0,00% 10,8 5,19%

11 Nygolaimidae Nygolaimus sp1 2,4 1,54% 3,8 2,70% 15,8 7,60%

Nygolaimus sp2 2 1,28% 0 0,00% 0,4 0,19%

Nygolaimus sp3 1,2 0,77% 0 0,00% 0 0,00%

Nygolaimus sp4 0 0,00% 0 0,00% 23,4 11,25%

Nygolaimus sp5 0 0,00% 0,2 0,14% 0 0,00%

12 Plectidae Wilsonema 0 0,00% 4 2,84% 0 0,00%

13 Panagrolaimidae Panagrolaimus sp1 0,8 0,51% 14,2 10,09% 9,4 4,52%

Panagrolaimus sp2 0 0,00% 0,4 0,28% 1,6 0,77% 14 Pratylenchidae Pratylenchus sp1 3,6 2,31% 0 0,00% 2,8 1,35%

Pratylenchus sp2 82,4 52,89% 2,2 1,56% 15,6 7,50%

15 Prismatolaimidae Prisma 1 0,6 0,39% 0,6 0,43% 0 0,00%

16 Rhabditidae Rhabditis sp1 0 0,00% 0,4 0,28% 0 0,00%

Rhabditis sp2 0 0,00% 0,4 0,28% 0 0,00% 17 Rhabdolaimidae Monochromadora sp1 0 0,00% 0,6 0,43% 6,6 3,17%

Monochromadora sp2 0,4 0,26% 1 0,71% 0 0,00%

Rhabdolaimus 0 0,00% 10,2 7,24% 24,2 11,63%

18 Seinuridae Seinura 0 0,00% 0,2 0,14% 0,4 0,19%

19 Tylenchidae Tylencholaimus 0 0,00% 8,4 5,97% 0 0,00%

Tylen 1 0 0,00% 1,4 0,99% 0,6 0,29% 20 Tylenchorhynchidae Tylenchorhynchus 1,2 0,77% 0 0,00% 10,8 5,19% 21 Nematoda N11 0,2 0,13% 0,4 0,28% 0,4 0,19% 22 Nematoda N15 0,2 0,13% 0 0,00% 3,2 1,54%


(55)

40 No Famili Genus

Lahan Karst Lahan Pantai

Berpasir Tanah Vulkanik Nematoda / 100cc tanah Nilai KR Nematoda / 100cc tanah Nilai KR Nematoda / 100cc tanah Nilai KR

23 Nematoda N17 0,8 0,51% 4,8 3,41% 0,2 0,10% 24 Nematoda N19 0,2 0,13% 0 0,00% 0,6 0,29% 25 Nematoda N22 0,2 0,13% 0 0,00% 0,4 0,19% 26 Nematoda N26 0,2 0,13% 0,4 0,28% 0,2 0,10% 27 Nematoda N40 0 0,00% 0 0,00% 1,6 0,77%

28 Nematoda N42 0 0,00% 0 0,00% 0 0,00%

29 Nematoda N47 0 0,00% 4 2,84% 8 3,85%

30 Nematoda N56 0 0,00% 13,8 9,80% 0 0,00% 31 Nematoda N59 0 0,00% 0,6 0,43% 0 0,00% 32 Nematoda N60 0 0,00% 5 3,55% 0,8 0,38% 33 Nematoda N68 0 0,00% 2,8 1,99% 5,2 2,50%

Jumlah 155,8 100,00% 140,8 100,00 %

208 100,00 %

Ket : Nematoda : nematoda belum dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi

Jenis nematoda pada lahan karst dengan nilai kelimpahan relatif lima tertinggi yaitu pada genus Pratylenchus spp2 (52,89%), Prodorylaimus (9,50 %), Labronema (7,96%), Nothotylenchus spp1 (7,06%) dan Helicotylenchus

spp1 (7,06%). Pada lahan pantai berpasir nilai kelimpahan relatif lima tertinggi yaitu pada genus Nothotylenchus spp1 (19,6%), Panagrolaimus spp1 (10,09%), Rhabdolaimus (7,24%), Cephalobidae genus Cepha 2 (6,39%) dan

Tylencholaimus (5,97%). Pada lahan vulkanik nilai kelimpahan relatif lima tertinggi yaitu pada genus Rhabdolaimus (11,63%), Nygolaimus spp4 (11,25%), Nygolaimus spp1 (7,60%), Pratylenchus spp2 (7,50%) dan

Nothotylenchus spp1 (7,31%). Berdasarkan nilai kelimpahan relatifnya maka

struktur komunitas nematoda pada lahan karst merupakan struktur komunitas nematoda yang sangat nampak dominasi genusnya. Hal ini selaras dengan hasil perhitungan berdasarkaan nilai dari indeks keragaman dan indeks kemerataan pada gambar 4.1.


(56)

41

Gambar 4.1 Grafik nilai indeks keanekaragaman dan kemeratan struktur komunitas nematoda pada sampel 100 cc tanah pada rhizosfer Chromolaena odorata

Pada grafik diatas nilai H’ (nilai indeks keanekaragaman) dan E’ (nilai

indeks kemerataan). Nilai indeks keragaman dari ketiga lahan menunjukkan tingkat keragaman sedang dengan nilai 1,5 ≥H’≤ 3,5 (Santosa, Y dkk, 2008). Akan tetapi, nilai keragaman nematoda pada lahan karst (H’= 1,82) lebih kecil

dibandingkan dengan lahan pantai berpasir (H’=2,91) dan lahan vulkanik

(H’=3,06). Keanekaragaman identik dengan kestabilan suatu ekosistem,

yaitu jika keanekaragaman suatu ekosistem tinggi, maka kondisi ekosistem tersebut cenderung stabil (Santosa, Y dkk, 2008). Perbedaan nilai indeks keanekaragaman menunjukkan adanya faktor yang berpengaruh terhadap keragaman nematoda pada ketiga lahan tersebut. Santosa, Y dkk (2008) menyebutkan bahwa komponen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang mati (abiotik) akan mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman suatu organisme.

Lahan Karst Lahan Pantai Berpasir Lahan Vulkanik

H' 1,82 2,91 3,06

E' 0,45 0,73 0,76

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 N IL A I I N DE KS


(57)

42

Tabel 4.3. Hasil Analisis Sifat Fisik-Kimia Tanah Parameter

Bentuk Lahan Lahan

Karst

Lahan Pantai

Berpasir Lahan Vulkanis

Tekstur Tanah Berliat Berpasir Pasir Berlempung

- Pasir (%) 34 98 78

- Debu (%) 18 1 14

- Liat (%) 48 1 8

∑ Suhu (oC) 28,4 29,8 25,2

∑ pH 5,72 6,88 6,64

∑ Kelembapan (%) 99,2 3 10

Pada Tabel 4.2, hasil analisis sifat fisik-kimia tanah menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada tiap lahannya. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kemungkinan faktor-faktor yang diukur pada Tabel 4.2 berpengaruh terhadap keanekaragaman nematoda di dalam tanah rhizosfer gulma siam. Faktor pertama yang akan dibahas adalah tekstur tanah.

Tekstur tanah menentukan distribusi rongga pori dan lengas, mengubah keadaan di dalam pori-pori. Nematoda bergerak di antara pori-pori dengan diameter 20-30 µm atau lebih Hasil analisis tekstur tanah pada lahan karst terdiri atas 34% pasir, 18% debu dan 48% liat. Lahan pantai berpasir terdiri atas 98% pasir, 1% debu dan 1% liat. Lahan vulkanik terdiri atas 78% pasir, 14% debu dan 8% liat. Ketiga komposisi penyusun tektur tanah menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Menurut Dropkin, V.H (1992: 50-51) partikel yang berdiameter 2 µm atau kurang membentuk tanah liat. Tanah debu tersusun oleh partikel-partikel yang berukuran antara 2 sampai 50 µm dan tanah pasir ukuran butirannya antara 50 sampai 2000 µm. Perbedaan komposisi penyusun tektur tanah tentunya akan menyebabkan perbedaan ketersedian pori-pori dalam tanah. Walaupun nematoda hanya bergerak aktif dalam beberapa sentimeter


(58)

43

saja dari tempat yang satu ke tempat lain, namun mereka dapat tetap hidup selama dapat bergerak di dalam tanah dan air (Dropkin, V.H. 1992: 279). Hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan keragaman karena pori-pori dalam tanah merupakan akses mobilitas bagi nematoda. Tekstur tanah erat hubungannya dengan distribusi ukuran pori tanah dan terhadap perilaku air tanah (Dropkin, V.H. 1992: 282). Berdasarkan hal tersebut, perbedaan nilai indeks keanekaragaman nematoda pada berbagai tipe lahan dimungkinkan dipengaruhi oleh tekstur tanah. Hal ini didasarkan pada kemampuan nematoda dalam melakukan mobilisasi. Ketika nematoda mampu bergerak dengan lebih leluasa maka kemungkinan untuk mendapatkan makanan untuk kelangsungan hidup nematoda juga lebih tinggi. Selain itu, keberadaan pori-pori tanah juga memudahkan air untuk bergerak di dalam tanah. Hal tersebut tentu saja berdampak positif bagi kehidupan nematoda, dikarenakan nematoda juga sangat mudah terdistribusi oleh aliran air. Pada lahan karst dengan nilai indeks keanekaragaman yang paling rendah memiliki komposisi penyusun tekstur tanah yang didominasi oleh liat. Tanah liat tersusun atas partikel-partikel tanah dengan diameter 2 µm, sedangakan nematoda bergerak pada pori-pori tanah dengan diamter 20-30 µm atau lebih. Dengan penyusun partikel yang sangat kecil maka kemungkinan pori-pori tanah di dalamnya juga kecil. Hal ini tentu akan meyulitkan nematoda untuk bergerak dan mendapatkan nutrisi untuk kehidupannya. Namun demikian, keanekaragaman nematoda pada rhizosfer gulma siam di laham karst termasuk sedang. Adanya komposisi lain penyusun lahan karst berupa pasir 34% dan debu 18% kemungkinan memberikan ruang


(59)

44

pori yang dibutuhkan oleh nematoda untuk bergerak, utamanya adanya pasir sebanyak 34%. Selanjutnya adalah tanah vulkanik dan tanah pasir, kedua tipe lahan tersebut didominasi oleh pasir dengan besar 98% untuk lahan pantai berpasir dan 78% untuk lahan vulkanik. Kondisi tersebut memungkinkan mobilitas nematoda lebih baik dibandingkan dengan lahan karst. Lahan pantai berpasir mungkin memiliki komposisi pasir yang paling besar, akan tetapi nilai keanekaragamnnya tidak lebih tinggi dibandingkan tanah vulkanik. Menurut Dropkin, V.H. (1992: 282) nematoda membentuk populasi yang besar pada tanah pasiran; tanah lempungan atau tanah berat yang basah kurang disukai; dan dalam beberapa hal tekstur tanah tidak mempengaruhi. Fakta tersebut menunjukkan adanya faktor lain selain tekstur tanah yang mungkin berpengaruh terhadap keanekaragaman nematoda. Selain tektur tanah, beberapa parameter edafik lain mungkin berpengaruh terhadap keanekaragaman nematoda. Salah satunya adalah suhu.

Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata suhu terendah berada pada lahan vulkanik yaitu 25,2oC, sedangkan yang tertinggi berada pada lahan pantai berpasir yaitu 29,8oC. Sementara rata-rata suhu lahan karst adalah 28,4oC. Menurut Luc M, dkk. (1995: 5) kebanyakan nematoda tropik tidak mampu hidup dalam periode yang lama di bawah suhu 10oC dan beberapa dapat hidup pada suhu tanah 50oC apabila mereka cukup waktu untuk mempersiapkan masuk ke dalam anhidrobiosis. Dengan rerata suhu berkisar pada 25-30oC maka ketiga lahan tersebut selama periode bulan Juni-Agustus 2016 merupakan kondisi lahan yang sesuai dengan kebutuhan hidup nematoda.


(60)

45

Meskipun suhu dapat berfluktuasi oleh adanya fenomena alam seperti cuaca, namun kenyataanya menurut Luc M, dkk. (1995: 5) suhu tanah merupakan faktor edafik yang cenderung stabil. Sehingga kemungkinan suhu bukan faktor yang berpengaruh secara nyata dalam menentukan keanekaragaman komuntias nematoda dalam rhizosfer gulma siam. Faktor selanjutnya yang dapat berpengaruh terhadap keanekaragaman nematoda adalah kelembapan tanah.

Walaupun menempati berbagai relung ekologi, nematoda sebenarnya berasal dari binatang akuatik (Luc, M dkk. 1995: 5). Hal tersebut merujuk pada pentingnya ketersediaan air dalam habitat nematoda. Nematoda tidak dapat memaksakan diri menembus tanah seperti yang dilakukan cacing tanah, tetapi harus berbelok-belok mencari rongga-rongga tanah yang telah tersedia, meluncur di sepanjang film air yang terdapat pada permukaan butir butir tanah (Dropkin, V.H. 1992: 48). Kandungan air tanah merupakan faktor ekologi yang utama. Banyak spesies yang mati dalam tanah yang kering sedangkan yang lain masih mampu hidup dalam keadaan anhidrobiotik. Sebaliknya terlalu banyak air tanah mengakibatkan kekurangan oksigen sehingga banyak nematoda mati (Luc, M dkk. 1995: 5). Hasil analisis menunjukkan kelembapan lahan tertinggi yaitu pada lahan karst sebesar 99,2%, lahan vulkanik 10% dan lahan pantai berpasir 3%. Menurut Baskoro dan Suria (2007: 2) air yang tersedia di dalam tanah, sangat dipengaruhi oleh bahan organik dan tekstur tanah. Semakin tinggi bahan organik tanah, air yang tersedia semakin tinggi dan makin kasar tekstur tanah, air yang tersedia semakin rendah. Hal tersebut selaras dengan hasil


(61)

46

peneitian Baskoro dan Suria (2007) tentang karakteristik kelembaban tanah pada berbagai genus tanah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah andosol memiliki kadar air tinggi karena memiliki kandungan bahan organik tinggi dengan tektur tanah lempung liat berdebu, sebaliknya tanah regosol mempunyai tekstur paling kasar dengan kadar pasir >60% memiliki kadar air yang rendah dengan tektur tanah lempung berpasir. Dengan kandungan pasir yang tinggi maka jelas kedua tipe lahan yaitu lahan pantai berpasir dan vulkanik memiliki kadar air yang rendah. Hal tersebut sebenarnya merupakan faktor yang kurang baik bagi kelangsungan hidup nematoda karena hanya memiliki kandungan air yang sedikit. Akan tetapi, akar-akar tumbuhan menembus ke dalam tanah termasuk tanah-tanah berat dan meninggalkan sisa-sisa apabila akar-akar tersebut mati. Jasad renik mendaur ulang bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana atau mengikat nitrogen dari udara menjadi senyawa yang mudah larut dan menambah sisa-sisanya di dalam tanah (Dropkin, V.H. 1992: 49). Dengan demikian tekstur tanah berpasir yang berada pada tipe lahan pantai berpasir dan vulkanik masih memungkinkan untuk ditinggali. Hal tersebut sesuai teori, bahwa kebanyakan nematoda tinggal di sekitar rhizosfer tanaman. Hasil dekomposisi tanaman mampu memberikan bahan organik bagi tanah, hasilnya tanah dapat menyimpan air lebih baik. Sehingga, meskipun termasuk tanah kasar namun masih bisa ditinggali nematoda. Pada lahan karst dengan kandungan pasir yang tidak terlalu dominan menyebabkan kandungan air lebih banyak. Hal tersebut sebenarnya merupakan hal positif. Akan tetapi, keanekaragaman nematoda pada rhizosfer gulma siam


(1)

84 N59

N60


(2)

85

Lampiran 5. Petunjuk identifikasi nematoda hingga tingkat famili

1. Alaimidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Tidak terdapat stylet.

c. Gigi tidak ada, kecil, atau tidak jelas. d. Seluruh esofagus berbentuk silinder. e. Stoma tidak ada atau tidak jelas. f. Daerah mulut sempit, gigi tidak ada.

g. Amphid aperture muncul seperti celah yang besar

2. Anguinidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet menonjol atau flens. d. Terdapat valvate median esophageal bulb. e. Bentuk morfologi betina seperti belut.

f. Vulva terdapat pada sepertiga bagian bawah tubuh.

g. Tidak terdapat motif menyerupai cincin yang nampak jelas, stylet pendek. h. Posisi mati lurus.

i. Median esophageal bulb ada tapi tidak terlalu jelas. j. Esofagus tumpang tindih dengan usus.

k. Median bulb dan katup berukuran kecil, stylet biasanya tipis.

3. Aphelenchoididae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet tidak menonjol atau flens. d. Terdapat valvate median esophageal bulb. e. Ujung ekor membulat.

4. Cephalobidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Tidak terdapat stylet.

c. Gigi tidak ada, kecil, atau tidak jelas. d. Bagian dasar esofagus membesar.

e. Esofagus membesar di pertengahan wilayah. f. Gonad tunggal


(3)

86

5. Criconematidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet menonjol atau flens. d. Terdapat valvate median esophageal bulb. e. Bentuk morfologi betina seperti belut.

f. Vulva terdapat pada sepertiga bagian bawah tubuh.

g.

Kutikula tampak jelas dan bercincin, stylet memanjang.

h.

Tidak terdapat selubung kutikula.

i.

Annules polos tanpa duri atau sisik.

6. Diplogasteridae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada b. Tidak terdapat stylet

c. Terdapat gigi yang menonjol

d. Esofagus berkembang pada bagian tengah tubuh e. Bagian tepi mulut tidak terdapat rib-like armature

7. Dorylaimidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet tidak menonjol atau flens. d. Tidak terdapat valvate median esophageal bulb. e. Dinding Stomal tidak memiliki kutikula.

f. Bagian dasar esofagus membesar.

g. Posterior ketiga dari esofagus, menggerombol. h. Stylet aksial, posisi terpusat.

8. Hoplolaimidae

a.

Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada.

b.

Terdapat stylet.

c.

Bagian dasar stylet menonjol atau flens.

d.

Terdapat Valvate median esophageal bulb.

e.

Betina berbentuk seperti belut

f.

Vulva pada sepertiga bagian bawah tubuh.

g.

Cincin kutikula tidak jelas, stylet pendek.

h.

Posisi tubuh spiral saat mati.


(4)

87

9. Longidoridae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet menonjol atau flens.

d. Tidak terdapat valvate median esophageal bulb. e. Stylet panjang, lebuh dari 100 microns

10.Mononchidae

a.

Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada

b.

Tidak terdapat stylet.

c.

Terdapat gigi yang menonjol.

d.

Esofagus tidak berkembang pada bagian tengah tubuh.

e.

Ekor menunjuk atau lonjong.

f.

Ekor jantan yang tanpa setae.

g.

Stoma tanpa denticles.

h.

Gigi anterior searah.

i.

Gigi terdapat di anterior, bagian dari stoma.

11.Nygolaimidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet tidak menonjol atau flens.

d. Tidak terdapat erdapat valvate median esophageal bulb. e. Dinding Stomal tidak berkutikula.

f. Bagian dasar esofagus membesar.

g. Posterior ketiga dari esofagus membesar.

h. Posisi stylet tidak aksial, didasarkan pada letak gigi pada dinding stoma. 12.Plectidae

a. Cephalic setae tidak ada, tapi terdapat head appendages mirip setae. b. Bentuk tubuh simetri.

c. Lip appendages elaborate.

d. Lip appendages bermembran menyerupai sayap.

13.Panagrolaimidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada b. Tidak terdapat stylet.

c. Gigi absen, kecil, atau tidak jelas. d. Esophagus melebar pada bagian dasar.

e. Esofagus berkembang pada bagian tengah tubuh. f. Gonad tunggal.

g. Ekor dengan ujung tajam.


(5)

88 14.Pratylenchidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet menonjol atau flens. d. Terdapat valvate median esophageal bulb. e. Bentuk morfologi betina seperti belut.

f. Vulva terdapat pada sepertiga bagian bawah tubuh.. g. Kutikula tidak jelas bercincin, stylet pendek.

h. Posisi tubuh saat mati lurus.

i. Terdapat median esofagus bulb tetapi tidak terlalu jelas. j. Esofagus tumpang tindih usus.

k. Valver berbentuk bola dan stylet berkembang dengan baik, labium rata.

15.Prismatolaimidae

a. Terdapat cephalic setae. b. Terdapat post-cephalic setae.

c. Esophagus melebar pada bagian dasar.

d. Tidak terdapat cuticular punctation, amphids circular. e. Esophageal bulb tanpa valves.

16.Rhabditidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada b. Tidak terdapat stylet.

c. Gigi absen, kecil, atau tidak jelas. d. Esophagus melebar pada bagian dasar.

e. Esofagus berkembang pada bagian tengah tubuh. f. Gonad berpasangan.

g. Dinding stomal straight amalgamated.

h. Metacorpus cukup melebar, stoma tidak bermotif jelas. excessively elongat.

17.Rhabdolaimidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada b. Tidak terdapat stylet.

c. Gigi absen, kecil, atau tidak jelas. d. Esophagus melebar pada bagian dasar.

e. Esofagus tidak berkembang pada bagian tengah tubuh. f. Tidak memiliki amphids

g. Stoma tanpa rod-like thickenings. 18.Seinuridae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet tidak menonjol atau flens. d. Terdapat valvate median esophageal bulb. e. Ujung ekor lancip.


(6)

89

19.Tylenchidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet menonjol atau flens. d. Terdapat valvate median esophageal bulb. e. Stylet pendek, kurang dari 100 mikron f. Bentuk stylet sederhana.

g. Bagian dasar stylet bulat. h. Ekor bulat.

i. Bagian basal esophagus memanjang.

20.Tylenchorhynchidae

a. Cephalic setae tidak jelas atau tidak ada. b. Terdapat stylet.

c. Bagian dasar stylet menonjol atau flens. d. Terdapat valvate median esophageal bulb. e. Bentuk morfologi betina seperti belut. f. Vulva terdapat pada bagian tengah tubuh. g. Esofagus tidak tumpang tindih dengan usus. h. Panjang stylet kurang dari 50 mikron. i. Bentuk ekor terminus tidak lancip.