The alumni empowerment of adolescent construct alumni social house (psbr) " mardi utomo" blitar through productive effort group going to social and economic autonomy ( an alternative community development at bacem village, ponggok subdistrict, blitar rege

(1)

PEMBERDAYAAN ALUMNI PANTI SOSIAL BINA REMAJA

“MARDI UTOMO” BLITAR

MELALUI PEMBENTUKAN KELOMPOK USAHA PRODUKTIF

UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN SOSIAL DAN EKONOMI

(Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem,

Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur)

BAJURI EDY CAHYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

PERNYATAAN PENULIS

Saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa Tugas Akhir dengan Judul Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur) benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal dari karya atau terbitan orang lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum sebagai daftar pustaka dalam Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini.

Bogor, Desember 2006

Bajuri Edy Cahyono NRP. A. 154050105


(3)

ABSTRAK

BAJURI EDY CAHYONO. Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur). Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN dan NELSON ARITONANG.

Alumni Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Mardi Utomo” Blitar adalah mereka yang telah mengikuti bimbingan sosial dan keterampilan dan telah kembali kepada lingkungan keluarga dan masyarakat dimana alumni berada. Dengan demikian mereka telah membentuk komunitas tersendiri yang memiliki pengalaman, identitas, permasalahan dan kebutuhan yang berbeda. Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan permasalahan dan kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni untuk selanjutnya dapat disusun program dan rencana pemberdayaan alumni yang didasarkan pada partisipasi aktif alumni dan berbagai pihak yang ada di desa Bacem. Karena selama ini program pemberdayaan yang ditujukan kepada alumni masih berorientasi pada kepentingan “birokrasi” dengan mengedepankan pendekatan “Top Down”. Alumni dan masyarakat kurang dilibatkan dalam proses program pemberdayaan. Sehingga kondisi kemandirian sosial ekonomi yang diharapkan alumni dan berbagai pihak belum terwujud secara optimal.

Untuk mengetahui permasalahan, kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni dan menyusun program pemberdayaan, peneliti menggunakan metode wawancara mendalam terhadap alumni dan informan yang dianggap mengetahui permasalahan alumni, FGD yang melibatkan alumni dan stakeholder, observasi dan studi dokumentasi.

Alumni yang ada di desa Bacem memiliki keterampilan yang berbeda, yaitu Menjahit, Bordir, Meubeler dan Otomotif roda 4. Hal ini berpengaruh terhadap permasalahan yang disandang oleh masing-masing alumni. Namun melalui FGD yang dilakukan dapat dirumuskan bahwa permasalahan alumni pada dasarnya adalah ; Kurang Komunikasi dan Kerjasama Antar Alumni, Kapasitas Keterampilan Masih Rendah, Tidak Punya Jejaring, Keterbatasan Modal Usaha, Kurang Motivasi Mengembangkan Keterampilan, Kurangnya Dukungan Dari Masyarakat dan Pihak Luar.

Sedangkan kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni masih belum optimal. Hal ini terlihat dari penilaian yang dilakukan peneliti bersama stakeholder yang didasarkan pada 2 aspek yaitu kegiatan alumni saat ini dan upaya apa yang telah dilakukan. Hasil penilaian menunjukkan ; alumni yang memiliki kegiatan produktif saat ini sebanyak 11 orang (52 persen) sedangkan yang tidak memiliki kegiatan yang produktif sebanyak 10 orang (48 persen). Apabila dilihat dari jenis keterampilan yang dimiliki alumni, maka alumni otomotif yang telah melakukan upaya sementara sebanyak 75 persen, alumni jahit 67 persen, alumni bordir 50 persen dan alumni meubel 75 persen. Berdasarkan skor yang telah ditentukan, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni berada pada taraf “sedang”. Sehingga masih perlu adanya upaya agar kondisi tersebut dapat meningkat ke taraf yang lebih baik.


(4)

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka program pemberdayaan yang perlu dilakukan agar kemandirian sosial ekonomi alumni dapat optimal adalah : Membentuk Kelompok Usaha Produktif sekaligus Pembinaan dan Pendampingan Kelompok oleh instansi terkait, Pelatihan Keterampilan Lanjutan, Pendampingan dalam membuat jaringan usaha dan menjalin kemitraan, Studi Banding kepada Pengusaha Sukses dan Alumni PSBR di tempat lain yang berhasil, Membuat Proposal Untuk Memperoleh bantuan Modal uang dan Peralatan baik hibah maupun pinjaman lunak, Mengadakan kegiatan pengumpulan dana secara mandiri, Pelatihan dan Penyuluhan Kewirausahaan, Pelatihan Keterampilan alternatif, Mengadakan Promosi. Program pemberdayaan tersebut disusun dan akan dilaksanakan bersama stakeholder yang telah diidentifikasi bersama.


(5)

ABSTRACT

BAJURI EDY CAHYONO. The Alumni Empowerment of Adolescent Construct Alumni Social House (PSBR) " Mardi Utomo" Blitar Through Productive Effort Group Going to Social And Economic Autonomy ( An Alternative Community Development at Bacem Village, Ponggok Subdistrict, Blitar Regency, Province East Java Province). This research was advised by NURMALA K. PANDJAITAN and NELSON ARITONANG.

The alumni of PSBR are the people who have followed the social and the skill tuitions and have returned to their family and society where alumni reside in. In that way, they have formed its community in different experience, identity, problems and requirement. The aims of this study are to explain the problems and social and economic autonomy condition of the alumni. Then, it can be compiled a program and a planning of empowerment of alumni based on active participation of alumni and others at Bacem Village. Up to now, the empowerment program addressed to alumni is still oriented to importance "bureaucracy" by playing an approach " Top Down". Alumni and society was less entangled in the empowerment of program process. Thus, the social and economic autonomy condition expected by alumni and outsider had not optimally existed yet.

To know the problems, the alumni of social economic outonomy condition and the compilation of the empowerment program, I used interview method to alumni and people who know the alumni problems, FGD method entangling alumni and stakeholder, observation and documentation.

Alumni staying at Bacem Village have different skills, such as Sewing, Embroider, Making housewares and automotive (4 wheels). The different skill affect to the obtained problems by each alumni. However, the FGD method indicated that alumni problems are a bit communication and cooperation among alumni, low skill capacity, not having good network, Limited financial, and less motivation in increasing skill, less supporting from society and outsider.

The social economic autonomy condition of the alumni is still not optimal yet. It appears from the evaluation between researcher and stakeholder, based on two aspect of current alumni activity and conducted effort. Results demonstrated that alumni having productive activity were to be 11 people (52 %) and the alumni having productive activity were to be 10 people (48 %). For the skill types it showed 75 % of automotive alumni, and 67 %, 50 %, and 75 % for sewing, embroider and making housewares, respectively. Based on the evaluation, it can be concluded that social edonomic autonomy condition of the alumni was taking place in mid level. Consequenly. It still needs a strong empowerment to be able to reach the better level.

Based on the problems as mentoned above, the important empowerment program that is done to social economic of alumni being optimal, is by forming alumni working group, establishment and assistance group of its institution, advanced


(6)

skill training, assistance in making net-effort and partnership, comparative study to the success businessman and the alumni of PSBR in the other locations, giving the supporting finance and instrumentation, training and business extension, alternative skill training, carrying out extension and workshop. The empowerment program is arranged and will be performed together with identified stakeholder.


(7)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak Cipta Dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,


(8)

PEMBERDAYAAN ALUMNI PANTI SOSIAL BINA REMAJA “MARDI UTOMO” BLITAR

MELALUI PEMBENTUKAN KELOMPOK USAHA PRODUKTIF UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN SOSIAL DAN EKONOMI

(

Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem,

Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur)

BAJURI EDY CAHYONO

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(9)

Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi. (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur).

Nama Mahasiswa : Bajuri Edy Cahyono

Nomor Pokok : A.154050105

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS., DEA Ketua

Drs. Nelson Aritonang, MSSW Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr.Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat (KPM) ini dengan judul “Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi” (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur), tepat pada waktunya. Kajian Pengembangan Masyarakat ini disusun guna memenuhi syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Kajian Pengembangan Masyarakat ini terwujud berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing

yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan, mulai dari konsultasi sampai dengan selesainya Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini.

2. Drs. Nelson Aritonang, MSSW, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah mencurahkan perhatiannya dalam membimbing penulis.

3. Dr. Marjuki, M.Sc, selaku Kepala Badiklit Departemen Sosial R.I yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS, selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Dra. Neni Kusumawardhani, MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi

Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

6. Dr. Djuara P. Lubis, selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Dosen Penguji Penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengembangan


(11)

PEMBERDAYAAN ALUMNI PANTI SOSIAL BINA REMAJA

“MARDI UTOMO” BLITAR

MELALUI PEMBENTUKAN KELOMPOK USAHA PRODUKTIF

UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN SOSIAL DAN EKONOMI

(Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem,

Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur)

BAJURI EDY CAHYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

PERNYATAAN PENULIS

Saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa Tugas Akhir dengan Judul Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur) benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal dari karya atau terbitan orang lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum sebagai daftar pustaka dalam Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini.

Bogor, Desember 2006

Bajuri Edy Cahyono NRP. A. 154050105


(13)

ABSTRAK

BAJURI EDY CAHYONO. Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur). Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN dan NELSON ARITONANG.

Alumni Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Mardi Utomo” Blitar adalah mereka yang telah mengikuti bimbingan sosial dan keterampilan dan telah kembali kepada lingkungan keluarga dan masyarakat dimana alumni berada. Dengan demikian mereka telah membentuk komunitas tersendiri yang memiliki pengalaman, identitas, permasalahan dan kebutuhan yang berbeda. Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan permasalahan dan kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni untuk selanjutnya dapat disusun program dan rencana pemberdayaan alumni yang didasarkan pada partisipasi aktif alumni dan berbagai pihak yang ada di desa Bacem. Karena selama ini program pemberdayaan yang ditujukan kepada alumni masih berorientasi pada kepentingan “birokrasi” dengan mengedepankan pendekatan “Top Down”. Alumni dan masyarakat kurang dilibatkan dalam proses program pemberdayaan. Sehingga kondisi kemandirian sosial ekonomi yang diharapkan alumni dan berbagai pihak belum terwujud secara optimal.

Untuk mengetahui permasalahan, kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni dan menyusun program pemberdayaan, peneliti menggunakan metode wawancara mendalam terhadap alumni dan informan yang dianggap mengetahui permasalahan alumni, FGD yang melibatkan alumni dan stakeholder, observasi dan studi dokumentasi.

Alumni yang ada di desa Bacem memiliki keterampilan yang berbeda, yaitu Menjahit, Bordir, Meubeler dan Otomotif roda 4. Hal ini berpengaruh terhadap permasalahan yang disandang oleh masing-masing alumni. Namun melalui FGD yang dilakukan dapat dirumuskan bahwa permasalahan alumni pada dasarnya adalah ; Kurang Komunikasi dan Kerjasama Antar Alumni, Kapasitas Keterampilan Masih Rendah, Tidak Punya Jejaring, Keterbatasan Modal Usaha, Kurang Motivasi Mengembangkan Keterampilan, Kurangnya Dukungan Dari Masyarakat dan Pihak Luar.

Sedangkan kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni masih belum optimal. Hal ini terlihat dari penilaian yang dilakukan peneliti bersama stakeholder yang didasarkan pada 2 aspek yaitu kegiatan alumni saat ini dan upaya apa yang telah dilakukan. Hasil penilaian menunjukkan ; alumni yang memiliki kegiatan produktif saat ini sebanyak 11 orang (52 persen) sedangkan yang tidak memiliki kegiatan yang produktif sebanyak 10 orang (48 persen). Apabila dilihat dari jenis keterampilan yang dimiliki alumni, maka alumni otomotif yang telah melakukan upaya sementara sebanyak 75 persen, alumni jahit 67 persen, alumni bordir 50 persen dan alumni meubel 75 persen. Berdasarkan skor yang telah ditentukan, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni berada pada taraf “sedang”. Sehingga masih perlu adanya upaya agar kondisi tersebut dapat meningkat ke taraf yang lebih baik.


(14)

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka program pemberdayaan yang perlu dilakukan agar kemandirian sosial ekonomi alumni dapat optimal adalah : Membentuk Kelompok Usaha Produktif sekaligus Pembinaan dan Pendampingan Kelompok oleh instansi terkait, Pelatihan Keterampilan Lanjutan, Pendampingan dalam membuat jaringan usaha dan menjalin kemitraan, Studi Banding kepada Pengusaha Sukses dan Alumni PSBR di tempat lain yang berhasil, Membuat Proposal Untuk Memperoleh bantuan Modal uang dan Peralatan baik hibah maupun pinjaman lunak, Mengadakan kegiatan pengumpulan dana secara mandiri, Pelatihan dan Penyuluhan Kewirausahaan, Pelatihan Keterampilan alternatif, Mengadakan Promosi. Program pemberdayaan tersebut disusun dan akan dilaksanakan bersama stakeholder yang telah diidentifikasi bersama.


(15)

ABSTRACT

BAJURI EDY CAHYONO. The Alumni Empowerment of Adolescent Construct Alumni Social House (PSBR) " Mardi Utomo" Blitar Through Productive Effort Group Going to Social And Economic Autonomy ( An Alternative Community Development at Bacem Village, Ponggok Subdistrict, Blitar Regency, Province East Java Province). This research was advised by NURMALA K. PANDJAITAN and NELSON ARITONANG.

The alumni of PSBR are the people who have followed the social and the skill tuitions and have returned to their family and society where alumni reside in. In that way, they have formed its community in different experience, identity, problems and requirement. The aims of this study are to explain the problems and social and economic autonomy condition of the alumni. Then, it can be compiled a program and a planning of empowerment of alumni based on active participation of alumni and others at Bacem Village. Up to now, the empowerment program addressed to alumni is still oriented to importance "bureaucracy" by playing an approach " Top Down". Alumni and society was less entangled in the empowerment of program process. Thus, the social and economic autonomy condition expected by alumni and outsider had not optimally existed yet.

To know the problems, the alumni of social economic outonomy condition and the compilation of the empowerment program, I used interview method to alumni and people who know the alumni problems, FGD method entangling alumni and stakeholder, observation and documentation.

Alumni staying at Bacem Village have different skills, such as Sewing, Embroider, Making housewares and automotive (4 wheels). The different skill affect to the obtained problems by each alumni. However, the FGD method indicated that alumni problems are a bit communication and cooperation among alumni, low skill capacity, not having good network, Limited financial, and less motivation in increasing skill, less supporting from society and outsider.

The social economic autonomy condition of the alumni is still not optimal yet. It appears from the evaluation between researcher and stakeholder, based on two aspect of current alumni activity and conducted effort. Results demonstrated that alumni having productive activity were to be 11 people (52 %) and the alumni having productive activity were to be 10 people (48 %). For the skill types it showed 75 % of automotive alumni, and 67 %, 50 %, and 75 % for sewing, embroider and making housewares, respectively. Based on the evaluation, it can be concluded that social edonomic autonomy condition of the alumni was taking place in mid level. Consequenly. It still needs a strong empowerment to be able to reach the better level.

Based on the problems as mentoned above, the important empowerment program that is done to social economic of alumni being optimal, is by forming alumni working group, establishment and assistance group of its institution, advanced


(16)

skill training, assistance in making net-effort and partnership, comparative study to the success businessman and the alumni of PSBR in the other locations, giving the supporting finance and instrumentation, training and business extension, alternative skill training, carrying out extension and workshop. The empowerment program is arranged and will be performed together with identified stakeholder.


(17)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak Cipta Dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,


(18)

PEMBERDAYAAN ALUMNI PANTI SOSIAL BINA REMAJA “MARDI UTOMO” BLITAR

MELALUI PEMBENTUKAN KELOMPOK USAHA PRODUKTIF UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN SOSIAL DAN EKONOMI

(

Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem,

Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur)

BAJURI EDY CAHYONO

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(19)

Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi. (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur).

Nama Mahasiswa : Bajuri Edy Cahyono

Nomor Pokok : A.154050105

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS., DEA Ketua

Drs. Nelson Aritonang, MSSW Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr.Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(20)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat (KPM) ini dengan judul “Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi” (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur), tepat pada waktunya. Kajian Pengembangan Masyarakat ini disusun guna memenuhi syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Kajian Pengembangan Masyarakat ini terwujud berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS. DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing

yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan, mulai dari konsultasi sampai dengan selesainya Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini.

2. Drs. Nelson Aritonang, MSSW, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah mencurahkan perhatiannya dalam membimbing penulis.

3. Dr. Marjuki, M.Sc, selaku Kepala Badiklit Departemen Sosial R.I yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS, selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Dra. Neni Kusumawardhani, MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi

Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

6. Dr. Djuara P. Lubis, selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Dosen Penguji Penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengembangan


(21)

ix

8. M. Djumadi Ramelan, S.H, selaku Kepala PSBR ”Mardi Utomo” Blitar

beserta staf yang telah banyak membantu baik materiil maupun spirituil.

9. Kepala Desa Bacem beserta staf, Ketua Karang Taruna Indonesia Desa

Bacem, Alumni PSBR desa Bacem, Tokoh Masyarakat, para Pengusaha serta warga desa Bacem yang telah banyak memberikan data dan informasi sebagai bahan penyusunan Laporan KPM.

10. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Isteri dan Anak-anakku tercinta yang telah memberikan dukungan dan merelakan penulis untuk menempuh pendidikan.

11. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, namun demikian KPM ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam penyempurnaan penyusunan program dan kebijakan kepada pihak-pihak yang terkait.

Bogor, Desember 2006 Bajuri Edy Cahyono


(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 05 Juni 1967 dan merupakan anak Pertama dari empat (4) bersaudara dari pasangan Bapak Subaidah dan Ibu Musyarofah. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Maron 1 Kecamatan Maron Kabupaten Probolinggo pada Tahun 1980. Tahun 1983 tamat SMP Negeri 3 Pamekasan Madura dan Tahun 1986 Tamat SMA Negeri Pamekasan Madura. Kemudian pada Tahun 1991 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

Pada tahun 1992 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Departemen Sosial RI dan ditempatkan di Kanwil Depsos Propinsi Sulawesi Tengah hingga tahun 2000. Mulai Tahun 2000 sampai dengan sekarang penulis menjadi PNS di lingkungan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur dan ditempatkan sebagai Staf Penyantunan dan Rehabilitasi di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Mardi Utomo” Blitar. Pada Tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor dengan status Tugas Belajar dan atas biaya pendidikan dari Departemen Sosial RI.

Pada Tahun 1992 penulis melangsungkan pernikahan dengan seorang perempuan bernama Wiwik Wuryani dan telah dikaruniai tiga (3) orang anak, Atika Rahmawati (14 Tahun), Nadzifah Ayu Rahmawati (7 Tahun) dan Muhammad Alfan Lukmanul Hakim (4 Tahun).


(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xiv DAFTAR GAMBAR ... xv DAFTAR LAMPIRAN ... xvi PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan Kajian ... 5 Manfaat Kajian ... 5 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Pemberdayaan Masyarakat ... 7 Remaja Putus Sekolah Terlantar dan Alumni ... 10 Kemandirian Sosial dan Ekonomi... 11

Pengertian dan Pentingnya Kelompok dalam Pemberdayaan

Masyarakat... 16 Pelayanan Sosial... 19 Kerangka Pemikiran ... 21 METODOLOGI PEKERJAAN LAPANGAN

Strategi Kajian ... Tempat dan Waktu Kajian ... Metode Pengumpulan Data ... Analisis Data dan Rancangan Penyusunan Program...

25 25 26 29 PETA SOSIAL DESA BACEM

Keadaan Wilayah ... Kependudukan ... Sistem Ekonomi ... Struktur Komunitas ... Kelembagaan dan Organisasi ... Sistem Sosial dan Budaya ... Sumber Daya Lokal ...

30 33 36 40 42 44 45


(24)

POTENSI LEMBAGA DAN PROGRAM YANG DAPAT MENDUKUNG PEMBERDAYAAN ALUMNI

Gambaran Umum ... Program KUBE UEP Kerajinan Bambu Karang Taruna... Koperasi Serba Usaha ”Rahayu Mandiri” Desa Bacem ... Program Pemberdayaan Alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar .

46 47 56 64 STRATEGI PEMBERDAYAAN ALUMNI PSBR ”MARDI

UTOMO” BLITAR

Profil Alumni PSBR ”Mardi Utomo” ... Identifikasi Permasalahan... Kondisi Kemandirian Sosial Eknomi Alumni Saat Ini ... Rancangan Program Pemberdayaan Alumni ...

70 72 90 95 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan ... Rekomendasi ...

105 106 DAFTAR PUSTAKA ... 108 LAMPIRAN ... 112


(25)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Waktu Pelaksanaan Kajian Pemberdayaan Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Menuju Kemandirian Sosial dan Ekonomi di Desa Bacem, Kec. Ponggok, Kab. Blitar, Prop. Jawa Timur... Jenis Data, Tujuan Analisis, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... Luas Wilayah Desa Bacem Menurut Penggunaannya. Jumlah Penduduk Desa Bacem Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin ... Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan. Sektor Pertanian Tanaman Pangan... Struktur Pemilikan Tanah ... Sektor Peternakan dan Perikanan ... Sektor Jasa/Perdagangan ...

Jumlah Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Berdasarkan Daerah Tingkat II dan Jenis Keterampilan Tahun 2001 s.d Tahun 2005 ...

Daftar Nama Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar di Desa Bacem Berdasarkan Jenis Kelamin, Keterampilan dan Tahun Lulus ...

Jenis Keterampilan, Permasalahan, Penyebab dan Harapan Alumni Hasil FGD ...

Kondisi Kemandirian Sosial Ekonomi Alumni Berdasarkan Kegiatan Saat Ini, Upaya yang Dilakukan ...

Daftar Nama Stakeholder dan Peranan dalam Program Pemberdayaan ...

Rancangan Program Pemberdayaan Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Menuju Kemandirian Sosial Ekonomi ... 26 28 32 34 36 37 37 38 39 70 71 86 93 101 102


(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Alur Kerangka Pemikiran Kajian Pemberdayaan Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Menuju Kemandirian Sosial dan Ekonomi ... Peta Desa Bacem Berdasarkan Penggunaannya... Piramida Penduduk Desa Bacem ... Jejaring Sosial di Desa Bacem ... Koperasi Rahayu Mandiri Sebagai salah satu Kelembagaan Ekonomi di Desa Bacem ... Kondisi Lokasi KUBE UEP Baterai yang Sudah Tidak Berfungsi dan Sisa Bahan yang Bertumpuk... Kantor Koperasi Rahayu Mandiri ... Wawancara Penulis dengan Ibu Yayuk, Ketua Koperasi Rahayu Mandiri ... Salah Satu Kegiatan Anggota Koperasi yaitu Peternakan bebek Petelur dan Telur-telur yang Disetorkan ke Koperasi ... Pemberian Bantuan Peralatan Kerja Kepada Alumni...

Wawancara Mendalam Peneliti dengan Alumni Bordir dan Orang Tua Alumni ... Situasi FGD Dalam Rangka Identifikasi Permasalahan dan Kondisi Kemandirian Sosial Ekonomi Alumni ... Wawancara Peneliti dengan Alumni Otomotif.. Situasi Jalannya FGD Masing-masing Kelompok Keterampilan ... FGD Alumni dengan Unsur Masyarakat dan Stakeholder ... Situasi FGD Alumni dengan Stakeholder ... Situasi Pelaksanaan Loka Karya ...

24 31 35 41 43 48 57 59 61 66 75 76 78 87 89 95 98


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Sketsa Desa Bacem ...

2. Pedoman Wawancara Responden (Alumni)... 3. Pedoman Wawancara Informan ... 4. Pedoman Observasi ... 5. Pedoman Studi Dokumentasi ... 6. Hasil FGD Alumni ... 7. Daftar Hadir FGD Alumni ... 8. Undangan FGD Alumni dan Stakeholder ... 9. Hasil FGD Alumni dan Stakeholder ... 10.Daftar Hadir FGD Alumni dan Stakeholder... 11.Undangan Loka Karya ... 12.Hasil Loka Karya ... 13.Daftar hadir Loka Karya ... 14.Dokumentasi Kegiatan Lapangan ...

113 114 114 115 115 116 119 120 121 127 129 130 134 137


(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja merupakan salah satu bagian dari masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pembinaan dari berbagai pihak, karena remaja merupakan asset bangsa dan generasi penerus. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merasa dirinya bukan anak-anak-anak-anak lagi, namun belum mampu memegang tanggung jawab seperti orang dewasa. Kebutuhan dan problema dalam diri remaja mempunyai karakteristik tersendiri. Salah satu kebutuhan remaja adalah kebutuhan sosial (social motive) yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan orang lain atau ditimbulkan oleh orang lain atau hal-hal di luar diri. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk dikenal, kebutuhan untuk berkelompok dan kebutuhan untuk berkebiasaan (Willis, 1991). Sedangkan problema yang perlu mendapatkan perhatian adalah problema ekonomi dan mendapatkan pekerjaan serta problema pendidikan (Willis, 1991).

Tidak semua remaja dapat memenuhi kebutuhan dan dapat memecahkan masalahnya. Lingkungan keluarga dan masyarakat terkadang juga tidak sanggup untuk memenuhi kedua hal tersebut. Hal ini disebabkan oleh orang tua yang miskin, perceraian, orang tua meninggal dan perhatian orang tua yang kurang dan lingkungan masyarakat yang kurang kondusif untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya remaja secara baik. Kondisi tersebut mengakibatkan remaja mengalami kegoncangan dan kehilangan arah sehingga remaja mencari kompensasi di luar keluarga dan masyarakat. Permasalahan anak terlantar, anak jalanan, kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, drop out (putus sekolah) adalah masalah-masalah yang sering melingkupi kalangan remaja yang tidak terpenuhi kebutuhannya dan tidak dapat memecahkan problema yang dihadapi.

Mengingat betapa pentingnya posisi dan peran remaja di satu sisi dan permasalahan-permasalahan yang melingkupi remaja di sisi lain, maka peran pemerintah, keluarga dan masyarakat sangat diperlukan sebagai upaya penanggulangan dan penanganan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh remaja. Pemerintah melalui Departemen Sosial RI telah memberikan perhatian


(29)

2

terhadap salah satu permasalahan yang dihadapi remaja khususnya Remaja Putus Sekolah Terlantar (RPST) dengan menyediakan lembaga pelayanan sosial berupa Panti Sosial Bina Remaja (PSBR). Di Propinsi Jawa Timur penanggulangan dan penanganan terhadap Remaja Putus Sekolah Terlantar (RPST) telah dilakukan sejak tahun 1995 melalui empat Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) yang mempunyai sasaran wilayah kerja masing-masing. Karena otonomi daerah, pada tahun 2001, PSBR diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Melalui Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Timur Nomor 51 tahun 2003 ditegaskan, seperti yang tertera dalam Pasal 42 ayat 1, yang menyatakan bahwa, Panti Sosial Bina Remaja adalah UPTD yang melaksanakan tugas pelayanan sosial Remaja Putus Sekolah Terlantar.

Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar memberikan pelayanan sosial terhadap RPST yang berasal dari 8 (delapan) daerah tingkat II yaitu Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Madiun. Jumlah RPST yang telah mengikuti pelayanan sosial di PSBR “Mardi Utomo” Blitar mulai tahun 2001 sampai akhir tahun 2005 berjumlah 600 orang (Seksi Penyaluran dan Binjut, PSBR “Mardi Utomo” Blitar tahun 2005). Secara umum, PSBR “Mardi Utomo” Blitar memberikan pelayanan sosial kepada RPST berupa bimbingan sosial, bimbingan mental, bimbingan fisik dan bimbingan keterampilan. Hasil yang diharapkan oleh PSBR dari pelayanan sosial yang diberikan adalah kemandirian sosial dan ekonomi RPST. Untuk itu, bagi RPST yang telah selesai mengikuti pelayanan sosial diberikan bantuan stimulan berupa peralatan kerja sesuai dengan jenis keterampilan yang diikuti.

Di samping memberikan pelayanan sosial di dalam panti, PSBR “Mardi Utomo” Blitar juga memberikan pelayanan sosial berupa Pembinaan Lanjut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap aktivitas alumni. Kegiatan ini melihat sejauhmana perkembangan alumni dalam memanfaatkan semua jenis bimbingan yang telah diperoleh di PSBR “Mardi Utomo”. Aktivitas yang dilihat lebih difokuskan kepada pemanfaatan keterampilan oleh alumni yang kemudian dijadikan indikator keberhasilan dari pelayanan sosial. Bagi alumni yang telah bekerja, meskipun tidak sesuai dengan


(30)

3

keterampilan yang diperoleh, berhasil mengembangkan usaha sendiri maupun bekerja kepada orang lain dinilai telah mandiri dan dilakukan terminasi. Bagi alumni yang belum berkembang, pihak PSBR “Mardi Utomo” Blitar melalui program pemberdayaan memberikan bantuan stimulan berupa “peralatan kerja” sesuai keterampilan yang diperoleh serta pelatihan manajemen dan pengembangan usaha.

Berdasarkan Praktek Lapangan I yang telah dilakukan peneliti di desa Bacem, terdapat 30 orang Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar. Melalui observasi dan wawancara yang dilakukan, sebagian besar para alumni tersebut belum dapat mengembangkan keterampilan secara optimal karena masih menghadapi permasalahan dan kendala yang belum dapat diatasi oleh alumni. Permasalahan yang dihadapi alumni pada kenyataannya bukan saja disebabkan kurangnya peralatan kerja dan rendahnya kapasitas keterampilan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek sosial. Pihak PSBR ”Mardi Utomo” Blitar melalui program ”pemberdayaan” telah berupaya memberikan bantuan peralatan kerja tambahan bagi alumni yang belum berkembang. Namun dari hasil observasi penulis, para alumni masih belum memanfaatkan secara optimal bantuan stimulan tersebut. Hal ini terjadi karena para alumni tidak pernah ditanyakan apa yang menjadi kebutuhan dan permasalahan sebenarnya. Pihak PSBR ”Mardi Utomo” Blitar menganggap bahwa dengan memberikan bantuan stimulan tambahan, maka kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi oleh para alumni dengan sendirinya akan teratasi. Di pihak lain, alumni yang telah merintis usaha dengan memanfaatkan keterampilan yang dimiliki cenderung bekerja secara perorangan sehingga alumni kurang memiliki bargaining power terhadap pengusaha maupun instansi pemerintah.

Alumni adalah remaja yang telah kembali kepada keluarga dan masyarakat dimana mereka tinggal. Mereka dapat dikatakan telah membentuk komunitas tersendiri di dalam masyarakatnya, dimana mereka memiliki pengalaman, identitas dan kebutuhan yang berbeda. Pemberdayaan yang dilakukan oleh PSBR “Mardi Utomo” Blitar selama ini masih berorientasi pada kepentingan “birokrasi” yang mengedepankan pendekatan Top Down dan masih mengarah pada pemenuhan kebutuhan berupa bantuan peralatan kerja dan


(31)

4

peningkatan kapasitas keterampilan tanpa diimbangi oleh pendampingan dan pembinaan yang mengarah pada aspek penguatan sosial dan mental. Kemandirian alumni hanya dipandang dari aspek kemandirian ekonomi tanpa melihat aspek sosial seperti sejauhmana alumni dapat memecahkan masalah yang dihadapi, sejauhmana usaha, kerja keras dan keuletan alumni dalam memecahkan permasalahannya serta sejauhmana prakarsa dan kemampuan alumni menghadapi resiko dalam berusaha. Di samping itu kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni saat ini masih belum memenuhi harapan semua pihak. Alumni masih menghadapi kendala seperti belum mampu membuat jaringan usaha dan membangun kemitraan dengan pengusaha lain.

Pemberdayaan yang dilakukan PSBR dan instansi lain selama ini kurang memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi para alumni. Lembaga-lembaga yang ada seperti Karang Taruna, PKK, kelompok-kelompok keagamaan, pemerintahan lokal, pengusaha lokal, lembaga ekonomi lokal, instansi lintas sektoral dan keluarga alumni selama ini tidak pernah dilibatkan dalam menangani permasalahan alumni. Midgley (1986), menyatakan sampai sejauh ini, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dan pengembangan komunitas hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga untuk mengurangi biaya pembangunan sosial. Dengan kondisi ini, peran serta masyarakat “terbatas” pada implementasi dan penerapan program. Daya kreatif masyarakat tidak dikembangkan dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil “pihak luar” komunitas, sehingga partisipasi menjadi pasif. Menurut Cohen dan Uphoff (1980) partisipasi masyarakat diperlukan mulai dari tahap pengambilan keputusan, penerapan keputusan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi hasil. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu berhubungan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan (Hikmat, 2001). Untuk mendukung pemberdayaan tersebut perlu dibentuk suatu kelompok usaha produktif yang dapat mengakomodir segala aspirasi dan kepentingan alumni.


(32)

5

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, Peneliti tertarik untuk memahami kondisi dan permasalahan alumni sebagai dasar dari kajian yang akan

dilakukan yaitu Pemberdayaan Alumni Panti Sosial Bina Remaja ”Mardi

Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur). Untuk itu pertanyaan-pertanyaan kajian yang diajukan peneliti adalah :

1. Apa masalah yang dihadapi oleh Alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar di desa Bacem ?

2. Bagaimana kondisi kemandirian sosial dan ekonomi Alumni PSBR ”Mardi

Utomo” Blitar di desa Bacem ?

3. Bagaimana rencana dan strategi pemberdayaan Alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar melalui pembentukan kelompok usaha produktif di desa Bacem untuk mencapai kemandirian sosial dan ekonominya?

Tujuan Kajian

1. Menjelaskan permasalahan yang dihadapi Alumni PSBR ”Mardi Utomo”

Blitar di desa Bacem.

2. Menjelaskan kondisi kemandirian sosial dan ekonomi Alumni PSBR ”Mardi

Utomo” Blitar di desa Bacem.

3. Menghasilkan rencana dan strategi Pemberdayaan Alumni PSBR ”Mardi

Utomo” melalui pembentukan kelompok usaha produktif untuk mencapai kemandirian sosial dan ekonominya.

Manfaat Kajian

1. Manfaat Praktis, sebagai bahan masukan bagi PSBR ”Mardi Utomo” Blitar

dan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur dalam rangka perbaikan dan penyusunan program pelayanan sosial terhadap Remaja Putus Sekolah Terlantar umumnya dan terutama bagi Alumni.


(33)

6

2. Manfaat Akademis, sebagai upaya pengayaan referensi mengenai teori-teori dan praktek pengembangan masyarakat secara partisipatif dan komprehensif.

3. Manfaat Strategis, memberikan kontribusi dan alternatif pengembangan

masyarakat melalui pemberdayaan Alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar kepada masyarakat setempat, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dunia Usaha di kabupaten Blitar.


(34)

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan masyarakat merupakan aktivitas pembangunan yang berorientasi pada kerakyatan. Corten (1990) menyatakan bahwa syarat pembangunan kerakyatan adalah tersentuhnya aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam dan adanya partisipasi masyarakat. Dalam konteks seperti itu maka pembangunan merupakan gerakan masyarakat, seluruh masyarakat, bukan proyek pemerintah yang dipersembahkan kepada rakyat. Untuk dapat berpartisipasi, maka perlu adanya pemberdayaan terhadap masyarakat. Karena pemberdayaan dan partisipasi di tingkat komunitas merupakan dua konsep yang sangat erat kaitannya seperti yang dinyatakan Craig dan Mayo (1995), bahwa “Empowerment is road to participation”.

Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah ( Ife, 2002 ). Selanjutnya Ife menjelaskan bahwa kekuasaan di sini diartikan bukan kekuasaan politik, melainkan kekuasaan atau penguasaan atas pilihan-pilihan personal dan kesempatan hidup, pendefinisian kebutuhan, ide atau gagasan, lembaga-lembaga, sumber-sumber, aktifitas ekonomi dan reproduksi. Menurut Adi (2003) mengartikan pengembangan masyarakat (community Development) sebagai suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas.

Sementara itu, proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan

upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian

mereka melalui organisasi (Oakley & Marsden, 1984 dalam Adimihardja dan Hikmat, 2004). Kecenderungan atau proses yang pertama tadi dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan (Adimihardja dan


(35)

8

Hikmat, 2004). Kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Antar kedua proses tersebut saling terkait. Menurut Pranarka & Vidhyandika seperti dikutip oleh Adimihardja dan Hikmat (2004) agar kecenderungan primer dapat terwujud seringkali harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.

Jamasy (2004) menyatakan bahwa pendekatan pemberdayaan ditekankan

pada upaya menumbuhkembangkan kerjasama dan keterpaduan antara unsur

stakeholders, menumbuhkan fungsi partisipasi dengan melibatkan seluruh

komponen dan lapisan masyarakat terutama yang akan dijadikan kelompok sasaran dengan tidak membatasi dalam bentuk uang saja melainkan bentuk swadaya lain sesuai yang masyarakat miliki, misalnya tenaga atau bentuk lain yang lebih mendidik, mengembangkan metodologi pembinaan yang mempunyai

dampak positif kepada: peningkatan kesadaran, inisiatif dan motivasi,

peningkatan sumberdaya manusia(intelektual),peningkatan keterampilan, dan

program yang berkesinambungan untuk melakukan pergeseran sikap dan mental

ke arah yang lebih positif dan rasional. Dikatakan selanjutnya, adalah sebuah konsekuensi dan sebagai tanggung jawab utama program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan yaitu masyarakat berdaya (mempunyai kekuatan). Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, aspek

ekonomi dan pendapatan, aspek kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu

dalam bentuk wadah/kelompok), kekuatan kerjasama, kekuatan intelektual

(meningkatnya sumber daya manusia), dan kekuatan komitment bersama untuk mematuhi dan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan.

Hulme dan Turner (1990) berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tdak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif. Dalam konteks yang lebih luas, Pearse dan Stiefel (1979) menyatakan, bahwa menghormati kebhinekaan, kekhasan lokal,


(36)

9

deonsentrasi kekuatan, dan peningkatan kemandirian merupakan bentuk-bentuk pemberdayaan partisipatif.

Pembahasan pemberdayaan sebagai kemampuan dan kapasitas aktual seseorang untuk menggunakan atau melaksanakan kekuasaan, beberapa pakar menyatakan bahwa melalui partisipasi dapat terjadi pada berbagai level yang berbeda yaitu level individu, kelompok atau institusi sosial. Longres dan McLeod (1980) menyatakan bahwa pemberdayaan individu dapat memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan kelompok melalui proses partisipasi. Hal ini dapat dipahami karena dalam proses partisipasi memungkinkan individu-individu mengalami proses nyata penggunaan inherennya, dan pada waktu yang sama pengembangan, penajaman, dan pencapaian berbagai tipe keterampilan dan peningkatan kompetensi dan percaya dirinya atau bahkan kepuasan sebagai bagian dari pemberdayaan psikologis (Zimmerman, 1990).

Dalam hal ini, Payne (1997) seperti dalam Adi (2003), mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya, ditujukan guna : ”to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self-confidence to use power and by transferring power from the environment to clients” (membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya).

Berdasarkan uraian di atas, maka pemberdayaan masyarakat merupakan proses mengalihkan kekuasaan dan kekuatan kepada masyarakat agar individu maupun kelompok dapat mengembangkan dan menggunakan kemampuannya untuk bertindak dalam merespon berbagai masalah bersama dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan dalam upaya untuk membawa perubahan terhadap kehidupan komunitasnya dengan cara memperkuat dan memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan kompetensi,


(37)

10

kembangkan kerjasama dan keterpaduan antar stakeholders untuk mendukung pembangunan ke arah kemandirian masyarakat.

Remaja Putus Sekolah Terlantar dan Alumni

Istilah ”remaja putus sekolah terlantar” (RPST) hingga saat ini belum memiliki batasan secara utuh. Istilah tersebut merupakan perpaduan antara istilah ”remaja putus sekolah” dan kata ”terlantar”. Dinas Sosial propinsi Jawa Timur melalui PSBR juga belum memberikan batasan terhadap secara utuh terhadap ”remaja putus sekolah terlantar”. Bahkan data tentang RPST hingga saat ini belum ada baik di setiap Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) maupun di tingkat Propinsi.

Kata ”terlantar” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) berasal dari kata ”telantar” yang mempunyai makna 1. Terletak tidak terpelihara; 2. Serba tidak kecukupan (tt kehidupan); 3. tidak terpelihara, tidak terawat, tidak terurus. Sedangkan PSBR ”Mardi Utomo” Blitar menetapkan bahwa Remaja Putus Sekolah Terlantar adalah mereka yang berusia 16 tahun sampai 22 tahun, berasal dari keluarga tidak mampu, yatim, piatu, yatim piatu dan ada surat keterangan secara resmi dari kantor desa/kelurahan. Namun pada kenyataannya, dalam setiap penerimaan, di PSBR ”Mardi Utomo” Blitar masih terdapat siswa yang menyalahi persyaratan yang ditentukan. Remaja yang masih berusia di bawah 16 tahun dan melebihi usia 22 tahun masih bisa mendapatkan pelayanan sosial di PSBR. Bahkan masih ada yang berasal dari keluarga cukup ”mampu” menjadi siswa di PSBR.

Melihat pengertian di atas, maka Remaja Putus Sekolah Terlantar dapat diartikan sebagai Orang yang berusia 16 s.d 22 tahun yang karena sebab-sebab tertentu menjadikannya tidak terurus dan terawat dengan baik sehingga menyebabkan tidak dapat melanjutkan sekolahnya (putus ditengah jalan/tidak sampai menamatkan sekolah) pada tingkatan tertentu. Sedangkan batasan atau pengertian tentang ”alumni” secara jelas juga belum ada. Panti Sosial Bina Remaja ”Mardi Utomo” Blitar memberikan istilah ”Eks Klien”. Pengertian tersebut memiliki makna ”RPST yang telah mengikuti pelayanan sosial dan telah dikembalikan kepada orang tua dan masyarakat”. Istilah ”alumni” yang digunakan


(38)

11

peneliti dalam kajian ini bertujuan untuk lebih ”menghaluskan” istilah ”Eks klien”.

Kemandirian Sosial-Ekonomi

Menurut Bathia (1977), ”independency (kemandirian) merupakan perilaku yang aktifitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tanpa meminta bantuan orang lain”. Rifaid (2000) mengemukakan bahwa ciri-ciri kemandirian adalah sebaga berikut :

1. Mempunyai rasa tanggung jawab.

Dimaksudkan adalah adanya rasa dan kemauan, serta kemampuan dari individu untuk melakukan kewajiban dan memanfaatkan hak hidupnya secara sah dan wajar. Karena itu tanggung jawab tersebut berkaitan dengan aturan-aturan atau norma-norma hidup yang berlaku dan dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat.

2. Tidak tergantung pada orang lain

Dapat dikatakan bahwa individu yang mandiri tidak akan merepotkan orang lain, baik dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi maupun dalam bidang pemenuhan kebutuhan hidup lainnya. Karena itu individu yang mandiri menganggap bahwa bantuan orang lain tidak akan dijadikan sandaran tetapi hanya sekedar pelengkap dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.

3. Memiliki etos kerja yang tinggi

Individu dapat dikatakan mandiri bila memiliki kemauan kerja yang baik dan tinggi. Hal ini ditandai oleh adanya keuletan dalam bekerja, memiliki semangat kerja yang tinggi, memiliki prinsip keseimbangan kerja antara pemenuhan kebutuhan jasmani maupun rohaninya.

4. Disiplin dan berani mengambil resiko.

Individu yang bersikap dan berperilaku mandiri adalah memiliki sikap yang konsisten dengan komitment tentang pekerjaan, asalkan pekerjaan tersebut dapat memberikan nilai manfaat baik bagi diri pribadinya maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Karena individu yang mandiri selalu melaksanakan sesuatu berdasarkan keyakinan dirinya dan bukan


(39)

12

karena dorongan orang lain, serta yang lebih penting adalah orang yang mandiri tidak memiliki rasa takut akan kegagalan dari usahanya. Karena rasa takut yang bercokol dalam diri individu akan sangat mempengaruhi terhadap kebebasan berpikir, sehingga akan berpengaruh pula terhadap sikap dan perilakunya.

Verhagen (1987) mengemukakan bahwa tujuan dari upaya pembangunan bukanlah ketergantungan melainkan kemandirian. Kemandirian adalah kemampuan memilih berbagai alternatif yang tersedia agar dapat digunakan untuk melangsungkan kehidupan yang serasi dan berkelanjutan. Kemampuan tersebut didukung oleh kemampuan-kemampuan lain, yaitu kemampuan mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri, serta kemampuan untuk memperhitungkan kesempatan dan ancaman yang ada di lingkungan sekitarnya. Mandiri individual bagi masyarakat kecil dan miskin sulit dilaksanakan bila dibandingkan dengan secara bersama dalam kelompok. Oleh karena itu, prinsip kemandirian tersebut dalam pembinaan orang miskin perlu dilaksanakan dalam wadah kelompok-kelompok masyarakat.

Badan Pengembangan Swadaya Masyarakat (Bina Swadaya, 1999), mengemukakan bahwa, kemandirian adalah sikap yang bersumber pada kepercayaan diri. Tetapi kemandirian adalah juga kemampuan (mental dan fisik) untuk : 1. memahami kelemahan dan kekuatan diri sendiri ; 2. kemampuan memperhitungkan kesempatan dan ancaman lingkungan ; 3. kemampuan memilih berbagai alternatif yang tersedia untuk mrngatasi persoalan dan mengembangkan kehidupan secara serasi dan berkesinambungan. Prinsip kemandirian dan keswadayaan bukan hanya berorientasi pada proses untuk mencapai hasil, tetapi juga hasil itu sendiri, karena tidak ada pembangunan yang bertujuan mencapai posisi ketergantungan, tetapi sebaliknya kemandirian. Untuk menerapkan prinsip-prinsip kemandirian diperlukan sikap mempercayai masyarakat miskin serta menghargai kemampuan mereka. Kepercayaan dan penghargaan yang bersumber pada kenyataan bahwa orang miskin itu bukan the have not, mereka adalah the have little. Kalau yang kecil-kecil itu dihimpun secara tepat akan merupakan kekuatan-kekuatan yang dapat dipakai untuk mengatasi permasalahan mereka sendiri.


(40)

13

Rasyid dan Adjid (1992) lebih menekankan kemandirian pada kepercayaan diri dalam pengambilan keputusan secara bebas dan bijaksana. Sedangkan Cartwright dan Zander (1968) berpendapat bahwa untuk menumbuhkan dan membina kemandiriannya, kelompok sasaran perlu diarahkan agar dengan kekuatan dan kemampuannya berupaya untuk bekerja sama mencapai segala yang dibutuhkan dan diinginkan. Kemandirian tidak berarti anti terhadap kerjasama atau menolak saling keterkaitan dan saling ketergantungan. Kemandirian justeru menekankan perlunya kerjasama yang disertai dengan tumbuh dan berkembangnya mengenai ; 1. kemampuan memecahkan masalah. 2. aspirasi. 3. kreativitas. 4. keberanian menghadapi resiko. 5. keuletan. 6. sikap dan kemampuan berwiusaha, dan. 7. prakarsa seseorang bertindak atas dasar kekuatan sendiri dalam kebersamaan (collective self-reliance).

Mengacu pada beberapa konsep kemandirian di atas, maka pengertian kemandirian setidaknya meliputi unsur-unsur : 1. kemampuan pemecahan masalah, 2. prakarsa, 3. kreatifitas berusaha, 4. keuletan 5. keberanian mengambil resiko, 6. kewirausahaan dan 7. Kemampuan Bekerja sama. Kejelasan masing-masing unsur kemandirian tersebut, adalah sebagai berikut :

1. Pemecahan Masalah ; mengandung upaya memanfaatkan potensi diri

sendiri seoptimal mungkin dan memanfaatkan kemampuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil daripadanya adalah terpenuhinya atau tidak terpenuhinya kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya (Soesarsono, 1996).

2. Prakarsa ; berarti adanya inisiatif untuk memulai kegiatan untuk

mencapai tujuannya. Daya inisiatif seseorang akan berkurang atau bahkan hilang karena kepercayaan diri rendah, atau bahkan tergolong orang yang pasif atau malas dan cenderung apatis (tak mau berusaha). Orang yang apatis atau tidak tanggap terhadap perubahan yang ada, akan tertinggal, mundur da kalah dalam berusaha/berbisnis (Karsidi, 1999). Orang yang prakarsanya tinggi selalu berusaha mencari informasi terakhir yang diperlukan, jika perkembangan yang terjadi dianggapnya sangat penting dan kritis, maka perlu pemikiran dan pertimbangan yang cepat agar dapat


(41)

14

segera diputuskan tindakan apa yang harus diambil. Keterlambatan bertindak dapat berarti sebagai suatu kerugian (Soesarsono, 1996).

3. Kreativitas usaha ; merupakan abstraksi yang tinggi, berarti berpikir

tingkat tinggi, atau menciptakan sesuatu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Rogers dalam Shouksmith (1970) menyebutkan karakteristik orang kreatif, yaitu : a. Keterbukaan pada pengalaman baru, b. Evaluasi diri, dan c. Kemampuan dalam mengembangkan konsep. Soesarsono (1996) berpendapat bahwa orang yang kreatif membuktikan dirinya sebagai orang yang menghasilkan karya yang relatif baru, baik dalam gagasan maupun ide. Sesatu yang baru sama sekali memang tidak ada, sehingga wujud daripadanya meliputi kemampuan mencoba gagasan baru. Dalam berusaha, hanya orang yang kreatiflah yang akan “survive” sedangkan “orang yang statis akan terlempar dari dunia usaha/bisnis”.

4. Keuletan ; merupakan bagian dari menuju kesuksesan dalam berusaha.

Keuletan terjadi karena kepercayaan diri akan sukses dan berhasil, sebaliknya keuletan yang dapat meneguhkan kepercayaan diri. Orang yang ulet dalam berusaha akan menjadikan kegagalan sebagai guru yang baik baik dirinya dan tidak berputus asa dalam berusaha (Soesarsono, 1996). Sedangkan menurut Rahardjo (1992), ulet berarti tabah dan tak mudah putus asa. Keuletan berhubungan dengan usaha kerja keras, yaitu setia menggunakan waktu dan tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

5. Keberanian mengambil resiko ; Cartwright dan Zander (1968)

mengemukakan bahwa melalui interaksi di dalam kelompok, anggota/individu akan mengenal kemungkinan resiko, sehingga menjadi berani menghadapi/menerima resiko. Dikemukakan lebih lanjut, kelompok usaha bersama atau usaha individu yang rasional ditandai dengan inovatif yakni selalu mencari peluang untuk meningkatkan kehidupannya dan memiliki kemampuan mengantisipasi masa depannya serta berani menerima resiko.

6. Kemampuan wirausaha (entrepreneurs) ; lebih sering digunakan dengan

istilah wiraswasta. Wira berarti utama, luhur, gagah berani dan penuh keteladanan. Swasta berarti sendiri atau mandiri. Pengertian


(42)

15

kewiraswastaan menekankan segi kemampuan untuk diri sendiri dalam berusaha. Berdiri sendiri bukan berarti harus hanya sendiri, tetapi justeru dengan kondisi sosial ekonomi dan iklim berusaha menuntut adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara individu dengan kelompok, individu dengan individu dan kelompok dengan kelompok. Istilah swasta juga lebih memberikan asosiasi pengertian tentang kemampuan untuk mendapatkan kekayaan/keuntungan sebanyak-banyaknya. Pengertian diri sendiri juga harus diartikan dengan pengertian kepercayaan diri yang memang sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan hidup berusaha. Penggabungan pengertian wira dan swasta akan menjadikan seseorang tidak sekedar hanya untuk mencari untung yang sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara, tetapi penuh dengan kewiraan atau tindakan terpuji dan keteladanan (Soesarsono, 1996). Cahyono (1983) mengatakan bahwa sikap dan kemampuan wirausaha (entrepreneurship) bukanlah dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan orang itu. Sikap wiraswasta mengandung perasaan dan motivasi untuk meningkatkan prestasi usaha. Seseorang yang memiliki mentalitas wirausaha; menilai tinggi orientasi masa depan, menilai tinggi hasrat inovasi, berorientasi ke arah hasil karya, menghargai kemampuan, berdisiplin, bertanggung jawab, dan menghargai diri sendiri sebagai pribadi yang tak bisa diabaikan atau menghargai diri sendiri yang tinggi dan tidak mau tergantung pada orang lain.

7. Kemampuan bekerja sama

Kemandirian bukan berarti tidak membutuhkan bantuan dan kerjasama dengan orang lain. Justeru kemampuan bekerja sama merupakan jalan untuk membangun jaringan dan relasi dengan orang lain sebagai upaya mewujudkan kemandiriannya.

Bertitik tolak pada beberapa penjelasan di atas, maka kemandirian sosial ekonomi pada hakekatnya adalah terpenuhinya kebutuhan materiil dan immateriil seseorang dalam menghadapi permasalahan hidupnya dengan berupaya sendiri maupun bekerjasama dengan orang lain serta berani dalam mengambil resiko dari keputusan yang telah diambil. Orang yang mandiri secara sosial ekonomi adalah


(43)

16

orang yang mampu memecahkan masalah dengan segala daya upaya yang dimiliki serta mampu berwirausaha atas prakarsa sendiri dengan tetap bekerjasama dalam rangka membangun jaringan usaha serta membangun kemitraan dengan orang lain.

Pengertian dan Pentingnya Kelompok dalam Pemberdayaan Masyarakat Pengertian dan Pentingnya Kelompok. Suatu kelompok pada hakekatnya merupakan pluralitas individu yang saling berhubungan secara berkesinambungan, saling memperhatikan , dan yang sadar akan adanya suatu kemanfaatan bersama. Suatu ciri yang esensial kelompok adalah, bahwa anggota-anggotanya mempunyai sesuatu yang dianggap sebagai milik bersama. Anggota kelompok menyadari bahwa apa yang dimiliki bersama mengakibatkan adanya perbedaan dengan kelompok lain.kepentingan, kepercayaan, wilayah, dan sebagainya mungkin merupakan sumber-sumber ikatan kelompok yang dianggap penting (Olmsted, 1962).

Johnson dan Jonson (1987) merumuskan definisi kelompok sebagai berikut :

Sebuah kelompok adalah dua atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Definisi di atas mengisyaratkan bahwa komponen penting suatu kelompok adalah kesadaran anggota bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok dan menyadari bahwa masing-masing anggota saling membutuhkan dan saling ketergantungan yang positif untuk mencapai tujuan bersama. Soekanto (2005) menyatakan, bahwa persyaratan eksistensi suatu kelompok sosial adalah :

1. Ada kesadaran dari setiap anggota sebagai bagian dari kelompok. 2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain. 3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antar mereka

bertambah erat (nasib, kepentingan, tujuan, ideoloogi). 4. Kelompok sosial memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku. 5. Kelompok sosial tersebut bersistem dan berproses.


(44)

17

Melihat pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa alumni dapat membentuk suatu komunitas atau kelompok karena mereka memiliki perasaan yang sama sebagai alumni PSBR dan secara geografis bertempat tinggal dalam satu desa. Di samping itu mereka juga memiliki kepentingan untuk mempunyai kegiatan atau kerja produktif dalam rangka mendapatkan penghasilan/pendapatan.

Kondisi yang diharapkan alumni maupun stakeholder adalah terwujudnya kemandirian sosial dan ekonomi yang optimal, maka keberadaan kelompok usaha sangat diperlukan dalam rangka pemberdayaan alumni. Pentingnya kelompok yang berkaitan dengan aspek sosial seperti yang diungkapkan Supriyanto (1997) ,bahwa pembinaan usaha kecil bisa melalui kelompok untuk hal-hal yang bersifat umum (moral, etika, tata nilai dan sebagainya). Diharapkan dengan terbentuknya kelompok usaha ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian sosial ekonomi yang optimal. Keberadaan kelompok akan sangat memberi manfaat yang jauh lebih besar bagi anggotanya sejauh (Supriyanto, 1997) :

1. Dipakai untuk pembinaan dalam rangka meningkatkan kemampuan

berusaha secara umum bagi para anggotanya.

2. Dipakai untuk meningkatkan pengetahuan dan praktek suatu value system yang lebih cocok bagi kehidupan pengusaha.

3. Tidak terpakai untuk berlindung dari suatu tanggung jawab yang

seharusnya menjadi bebannya.

4. Dipakai untuk menyuburkan moralitas usaha yang baik; dan

5. Dipakai untuk meningkatkan kualitas dari aspek kehidupan yang lebih luas (usaha, rumah tangga, masyarakat, dan sebagainya).

Pertanyaan yang timbul dari beberapa pengertian dan pentingnya kelompok usaha dalam rangka pemberdayaan alumni adalah bagaimana membangun kelompok agar masing-masing anggota (alumni) mempunyai kesadaran untuk bergabung dengan kelompok dan rasa kebersamaan antar anggota. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan dan pemahaman kepada anggota tentang tujuan dan pentingnya membentuk kelompok, manfaat yang akan dirasakan anggota, menjelaskan dan menggugah perasaan senasib dan sepenanggungn sebagai sesama alumni PSBR, dan memberikan pemahaman tentang prospek positif dengan adanya kelompok.


(45)

18

Kelompok Sebagai Media Strategis Pemberdayaan Masyarakat. Salah satu pola dan proses pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media ”kelompok”. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok, dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar-menukar informasi, pengetahuan, dan sikap. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan (Jamasy, 2004). Hal senada juga diungkapkan oleh Friedmann (1993) yaitu ; kemampuan individu ”senasib” untuk mengorganisir diri dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif di tingkat komunitas (collective self-empowerment). Melalui kelompok akan terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan mereka bersama.

Vitayala (1986) menyatakan bahwa pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu apa yang dikemukakan Gaetano Mosca dalam Olson (1975), bahwa manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu “senasib” saling berkumpul dalam suatu kelompok. Sedangkan Sumodiningrat (1997) menyatakan bahwa pendekatan yang paling tepat dalam pengembangan ekonomi rakyat yang masih tertinggal adalah melalui pendekatan kelompok dalam bentuk usaha bersama. Apabila usaha dimaksud dikaitkan dengan pengumpulan modal usaha melalui kredit, maka keberadaan kelompok sangat diperlukan. Chotim dan Thamrin (1997) menyimpulkan dalam sebuah diskusi ahli bahwa, kredit kelompok cocok untuk usaha kecil yang relatif baru atau belum pernah berhubungan dengan pihak perbankan. Dengan demikian kelompok lebih memiliki bargaining position yang lebih tinggi bagi alumni bila dibandingkan dengan usaha perorangan/individu.


(46)

19

Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial merupakan salah satu bentuk kebijakan atau strategi yang dilakukan oleh negara dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial. Suharto (2005) menyebutkan bahwa pembangunan kesejahteraan sosial memfokuskan kegiatannya pada tiga bidang, yaitu : pelayanan sosial (social services/provisions), perlindungan sosial (social protection), dan pemberdayaan masyarakat (community/social empowerment). Menurut Dubois dan Miley (1992) pelayanan sosial diartikan sebagai suatu dukungan untuk meningkatkan keberfungsisosialan atau untuk memenuhi kebutuhan individu, antar individu maupun lembaga. Siporin (1975) menyebutkan bahwa pada dasarnya pelayanan sosial dilakukan untuk merefleksikan kebutuhan-kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. Kahn (1973) melihat pelayanan sosial pelayanan sosial sebagai pelayanan umum yang berisikan program-program yang ditujukan untuk membantu melindungi dan memulihkan kehidupan keluarga, membantu perorangan untuk mengatasi masalah yang diakibatkan proses perkembangan serta mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia.

Apabila membahas tentang pelayanan sosial, maka tidak lepas dari adanya tiga pendekatan atau konsep sistem kesejahteraan sosial dimana pelayanan sosial diaplikasikan. Tiga pendekatan tersebut dijelaskan oleh Suharto (2005) adalah ; pertama, pendekatan residual yang memandang bahwa pelayanan sosial baru perlu diberikan hanya apabila kebutuhan individu tidak dapat dipenuhi dengan baik oleh lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, seperti institusi keluarga dan ekonomi pasar. Bantuan finansial dan sosial sebaiknya diberikan dalam jangka pendek, masa kedaruratan, dan harus dihentikan manakala individu atau lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat berfungsi kembali. Kedua, pendekatan institusional yang melihat sistem dan usaha kesejahteraan sosial sebagai fungsi yang tepat dan sah dalam masyarakat modern. Pelayanan sosial dipandang sebagai hak warga negara. Masyarakat dan ekonomi pasar memerlukan pengaturan guna menjamin kompetisi yang adil dan setara diantara berbagai kepentingan. Karena negara dipandang merefleksikan kepentingan-kepentingan warganya melalui perwakilan-perwakilan kelompok, maka pemerintah dibenarkan untuk mengatur


(47)

20

dan memberikan pelayanan sosial. Program-program pemerintah, termasuk program kesejahteraan sosial dipandang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan secara luas dan berkelanjutan. Ketiga, pendekatan pengembangan ini muncul sebagai pendekatan alternatif dimana setelah terjadi perdebatan seru antara penganut ideologi liberal/institusional dengan pengunut ideologi konservatif/residual. Pendekatan ini mendukung pengembangan program-program kesejahteraan sosial, peran aktif pemerintah, serta pelibatan tenaga-tenaga profesional dalam perencanaan sosial. Bertitik tolak dari penjelasan-penjelasan tersebut, maka pelayanan sosial yang diberikan oleh PSBR dengan sasaran pelayanan RPST adalah salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mengentaskan dan menangani permasalahan RPST (institusional).

Penanganan dan pelayanan sosial serta pembinaan terhadap Remaja khususnya, telah lama dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Meskipun tidak secara spesifik ditujukan kepada RPST, namun apabila dilihat dari sasaran yang ditangani dapat dikatakan sasaran tersebut merupakan sebab maupun akibat dari RPST. Departemen Sosial melalui program pembinaan Karang Taruna (KT) mengupayakan agar para remaja mempunyai wadah untuk mengembangkan diri serta dapat membantu pemerintah untuk ikut mencegah dan menanggulangi masalah sosial anak dan remaja. Di samping itu, pemerintah juga mengadakan pembinaan dan pelayanan sosial melalui panti misalnya : Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) yang ditujukan kepada anak nakal dimana usia mereka berada dalam kategori remaja, Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) yang ditujukan kepada remaja putus sekolah terlantar. Pada awalnya, PSBR ini hanya memberikan pelayanan sosial kepada remaja putus sekolah, Panti yang ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba (Panti Sosial Pamardi Putra), Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) yang memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar yang masih berusia sekolah (SD, SLTP, SLTA). Sedangkan pelayanan yang dilaksanakan di luar panti misalnya pembinaan terhadap anak terlantar dengan memberikan pelatihan keterampilan dimana anak/remaja tersebut berada (dalam masyarakat).

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga telah banyak mengadakan pelayanan sosial terhadap anak/remaja. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya


(48)

21

LSM mendirikan Rumah Singgah bagi anak jalanan dimana umumnya mereka dari golongan remaja. Selain itu, panti asuhan yang didirikan oleh LSM ditujukan kepada anak/remaja baik yatim, piatu, yatim piatu maupun terlantar.

Penanganan terhadap RPST oleh pemerintah baru dilakukan pada tahun 2000 melalui PSBR. Sebelumnya terjadi polemik mengenai sasaran pelayanan. Apakah sasaran tersebut Remaja Putus Sekolah atau Remaja Putus Sekolah Terlantar. Di Jawa Timur, dengan terbitnya SK Gubernur Nomor 51 Tahun 2003 maka PSBR mempunyai tugas pokok melaksanakan pelayanan sosial terhadap RPST (Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 51 tahun 2003). Hingga tahun 2006 ini, populasi RPST di Jawa Timur belum diketahui secara pasti karena belum ada data secara resmi tentang RPST. Data yang tersedia hanya data tentang Anak Terlantar yang jumlahnya 334.039 orang (Tahun 2004).

Panti Sosial Bina Remaja “Mardi Utomo” Blitar dalam pelaksanaannya memberikan pelayanan sosial kepada remaja putus sekolah terlantar sebanyak 60 orang dalam satu semester. Sehingga dalam satu tahun ada 120 orang yang diberi pelayanan. Selama 6 bulan tersebut, RPST diasramakan dalam panti dan diberikan makan tiga kali sehari, diberikan peralatan kesehatan sebulan sekali, diberikan alat tulis, diberikan bahan keterampilan dan setelah keluar panti diberikan bantuan peralatan kerja sesuai keterampilan yang diikuti. Jenis keterampilan yang ada di PSBR ”Mardi Utomo” Blitar adalah Menjahit, Bordir, Meubeler, Montir Otomotof Roda dua dan roda empat.

Kerangka Pemikiran

Dalam rangka pemberdayaan terhadap Alumni PSBR “Mardi Utomo”, diperlukan pendekatan dan paradigma yang berorientasi kepada kebutuhan dan permasalahan mereka. Karena alumni sudah kembali ke masyarakat dan membentuk komunitas tersendiri yang memiliki identitas, permasalahan dan kebutuhan yang berbeda. Hal ini membutuhkan perhatian tersendiri tentang upaya apa yang sesuai dengan situasi dan kondisi mereka. Pemerintah lokal dan masyarakat serta lembaga kemasyarakatan belum berupaya untuk ikut membantu memecahkan permasalahan para alumni. Sementara itu pihak PSBR masih


(49)

22

terkendala dengan dana dalam mengoptimalkan peranannya terhadap pemberdayaan alumni.

Tiga faktor yang menjadi permasalahan yang dihadapi alumni saat ini yang berpengaruh terhadap kemandirian sosial dan ekonomi alumni. Tiga faktor tersebut yaitu ; pertama, faktor internal yang terdiri atas motivasi, modal dan kapasitas keterampilan yang dimiliki oleh alumni. Faktor kedua adalah kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni saat ini sedangkan faktor ketiga adalah faktor eksternal yaitu situasi dan kondisi pasar. Untuk memahami ketiga faktor tersebut dilakukan identifikasi.

Pihak PSBR “Mardi Utomo” masih menilai bahwa apa yang dibutuhkan mereka hanyalah “peralatan kerja” sebagai upaya “pemberdayaan” untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian alumni. Namun pada kenyataannya, kasus seperti di Desa Bacem, bantuan tersebut belum berhasil merubah situasi dan kondisi alumni. Hal ini terjadi karena pihak PSBR tidak melakukan upaya pendampingan yang berkesinambungan terhadap alumni sebagai upaya tindak lanjut dan tidak pernah melibatkan stakeholders dalam upaya pemberdayaan almnit. Untuk itu perlu ada upaya pemberdayaan alumni yang berakar dari kebutuhan dan permasalahan mereka yang melibatkan berbagai stakeholder untuk mendukung upaya alumni menuju kemandirian mereka. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengidentifikasi permasalahan alumni. Identifikasi dimaksud berkaitan dengan motivasi, kapasitas keterampilan, modal yang dimiliki serta bagaimana penerimaan pelanggan dan pasar atas hasil usaha mereka.

Media kelompok merupakan salah satu alternatif yang selama ini dipandang mampu untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh komunitas di dalam suatu masyarakat dan sebagai upaya untuk membangkitkan inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal. Pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu “senasib” saling berkumpul dalam suatu kelompok. Maka pendekatan kelompok adalah pendekatan yang paling sesuai untuk memberdayakan alumni.


(50)

23

Di samping pendekatan kelompok, upaya lain yang perlu dilakukan adalah melalui peningkatan keterampilan, peningkatan pengetahuan manajemen kewirausahaan, pemberian modal usaha serta membantu alumni untuk dapat mengakses informasi usaha dan pasar. Untuk dapat mendukung upaya atau strategi pemberdayaan tersebut maka diperlukan upaya pengidentifikasian stakeholder yang akan dilibatkan dalam program pemberdayaan alaumni.

Para alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar ini merupakan salah satu potensi dan aset yang dimiliki oleh masyarakat desa Bacem karena alumni memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun dalam rangka pengembangan ekonomi lokal. Untuk itu pelibatan masyarakat, keluarga dan para stakeholder dalam pemberdayaan alumni menjadi begitu penting agar kesenjangan antara kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni saat ini dengan kondisi yang diharapkan alumni dan stakeholder dapat diatasi dan pada gilirannya kondisi tersebut dapat terwujud secara optimal dan berkelanjutan.


(51)

24

Gambar 1 : Alur Kerangka Pemikiran Kajian Pemberdayaan Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi. Faktor Internal 1.Motivasi 2.Modal 3.Kapasitas keterampilan Kondisi Kemandirian sosek alumni saat

ini

Faktor Eksternal

Situasi dan Kondisi Pasar

Kemandirian Sosial dan Ekonomi Alumni

1.Kemampuan memecahkan

masalah

2.Kemampuan berprakarsa 3.Kreatifitas berusaha 4.Keuletan

5.Keberanian mengambil

resiko

6.Bermental wirausaha 7.Kemampuan bekerja sama .

Strategi Pemberdayaan

1.Pembentukan & Pembinaan Kelompok Usaha Produktif.

2.Peningkatan keterampilan 3.Identifikasi dan

keterlibatan Stakeholder 4.Peningkatan Pengetahuan

manajemen Kewirausahaan 5.Pemberian Modal usaha 6.Pengembangan jaringan

7. Akses pada informasi & pasar

Identifikasi Indikator Kemandirian Sosial dan

Ekonomi (Dilakukan Lewat FGD) Identifikasi

Permasalaha n Alumni


(52)

METODOLOGI PEKERJAAN LAPANGAN

Strategi Kajian

Studi kasus merupakan pilihan yang tepat untuk kajian komunitas karena berada pada aras mikro. Studi kasus adalah metode kerja penelitian untuk memperoleh pengetahuan/pemahaman atas satu atau lebih kejadian/gejala sosial, merupakan studi aras mikro yang menyoroti satu atau lebih kasus terpilih (Sitorus dan Agusta, 2005). Kajian ini menerapkan metode eksplanasi untuk memahami permasalahan yang dihadapi alumni dengan cara mengidentifikasi hal-hal yang menyangkut motivasi, modal, kapasitas keterampilan dan situasi dan kondisi pasar. Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut maka akan diketahui kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni. Keunggulan studi kasus dibanding dengan strategi lainnya adalah hasilnya lebih mudah dipahami dan bersifat mendalam-menyeluruh-rinci (trimatra).

Tempat dan Waktu Kajian

Tempat dan Alasan Pemilihan Tempat Kajian

Tempat kajian yang dipilih peneliti adalah Desa Bacem, Kecamatan

Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur. Alasan memilih tempat ini karena di desa Bacem terdapat 30 orang alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar yang belum optimal dalam memanfaatkan hasil bimbingan dan pelayanan sosial untuk mengembangkan diri dalam rangka mewujudkan kemandirian sosial ekonomi yang diharapkan oleh alumni dan berbagai pihak.

Waktu Kajian

Kajian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Juni sampai dengan akhir bulan Agustus tahun 2006. Sebelum dilaksanakan kajian terlebih dahulu peneliti telah melaksanakan beberapa kegiatan yaitu Praktek Lapangan 1 (pemetaan sosial), Praktek Lapangan 2 dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kajian yang


(53)

26

akan dilaksanakan peneliti dimana lokasi kegiatan tersebut di Desa Bacem. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1 : Waktu Pelaksanaan Kajian Pemberdayaan Alumni PSBR ”Mardi Utomo” Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai kemandirian Sosial dan Ekonomi di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur.

No Kegiatan

Tahun

2005 Tahun 2006

11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Pemetaan Sosial ( PL 1 )

2. Evaluasi Program ( PL 2)

3. Penyusunan Proposal

Kajian

4. Kolokium

5. Kerja Lapangan / Pengumpulan Data

6. Pengolahan dan Analisis

Data

7. Penulisan Laporan

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam kajian ini menggunakan metode Pengumpulan data kualitatif. Metode ini digunakan dengan pertimbangan:

1. Syarat kecukupan informasi.

Peneliti sebagai pegawai PSBR dapat mengakses data alumni dan perkembangannya. Informasi ini diperoleh dari seksi Penyaluran dan Pembinaan Lanjut.

2. Syarat efisiensi.

Sehubungan dengan waktu yang diberikan, peneliti memungkinkan untuk memilih metode ini.

3. Syarat pertimbangan etika.

Peneliti sedapat mungkin menjembatani antara pihak panti dengan pemerintah lokal maupun dengan Stakeholders.


(1)

131

- Takut salah ☯ Otomotif

- Kurang penguasaan

Pengusaha : Belum bisa dipercaya sepenuhnya.

Bapak Djumadi Ramelan (Kepala PSBR “Mardi Utomo” Blitar) 1. Etos kerja siswa yang kurang

2. Belum bisa menangkap peluang kerja

3. Pengusulan peralatan butuh dana (dengan berbagai jalan) 4. Jalan pengembangan sebagai sarana pemberian alat

5. Pemberian bantuan dimanfaatkan secara maksimal walaupun dengan berbagai bentuk pemberian (lewat wadah organisasi)

6. Kadin pernah melihat secara langsung kualitas produk PSBR dan layak jual.

Kendala penolakan hasil karya :

a. Pengusaha belum ikhlas dan merendahkan hasil

b. Anak belum bisa menyerap sepenuhnya ilmu yang diberikan 7. Lebih meningkatkan bimbingan sehingga tidak ada kata-kata minder dan

malu-malu

8. Disnaker sebagai pihak yang kompeten terhadap pengembangan keterampilan.

9. Persaingan sebagai kunci sukses era global 10.Alumni bisa berlatih lagi di PSBR

Bapak Sugeng Sis (Kepala Seksi P & B PSBR “Mardi Utomo” Blitar) 1. Anak mampu, berani, dan membuka diri untuk berkembang 2. Order bisa dikerjakan di PSBR

3. Pengusaha lokal diharapkan bisa kerjasama dengan klien 4. Diusahakan pembeian toolkit sesuai dengan kebutuhan Bapak Hankam (Dinas Kesejahteraan Sosial)

1. Setelah dibina klien tidak sesuai target

2. Exs klien dibantu aparat untuk kerjasama dengan pengusaha

3. Exs klien tetap bermitra dengan dinas untuk mengetahui perkembangan klien

4. Masalah pengembangan pemuda di Dinsos dihapuskan, tetap menjadi tanggung jawab semua dinas. Diknas sebagai nomenklatur kepemudaan 5. Bimbingan fungsional harus tetap dijalankan sebagai bentuk

pengembangan. Pemuda tidak hanya tanggung jawab Dinsos 6. Pembinaan keluraga muda mandiri (bagi yang sudah berkeluarga) Bapak Muladi (Disnakertrans)

1. Bidang pelatihan mempersiapkan tenaga kerja siap pakai, sebelum masuk dunia kerja

2. Dana berasal dari : a. PST

b. APBD propinsi Jawa Timur c. APBD Blitar

Program Disnakertrans

1. Menciptakan masyarakat yang mandiri (sektor informal)

2. Pengajuan anggaran tidak selancar yang diperkirakan sesuai dengan kepastian tim penyetuju anggaran


(2)

3. Program pelatihan belum menjadi program pokok Kabupaten Blitar 4. Bakat dan potensi yang sudah ada di inventaris dan diketahui Kepala

Desa diajukan ke Disnakertrans untuk program bantuan

5. Buat proposal sesuai dengan kelompok. Kemudian diajukan ke Gubernur Jawa Timur melalui Biro Kesra Jl. Pahlawan 110, Surabaya. Pengajuan peralatan penunjang (0342) 801407 Blitar 6. Majunya kelompok usaha memperluas lapangan kerja mengurangi

pengangguran

7. DKB : Dilaksanakan Bapeda PAM

Program aksi menanggulangi dampak kenaikan BBM. Program : -Padat karya desa

-Penciptaan lapangan kerja

-Investasi dana dari gabungan tingkat I dan daerah.

Proposal dibuat untuk tahun 2007. Melalui Disnakertrans untuk pemberian surat pengantar.

Pandangan dari Para Pengusaha Bapak H. Mahmudi (pengusaha)

1. Harus ulet, jangan patah semangat

2. Modal bukan satu-satunya sarana pengembang, tetapi kemauan untuk berkembang

3. Keahlian syarat pertama untuk berkembang 4. Bisa konsultasi dengan Bapak Mahmudi. Bapak Moh. Daroeni (penjahit)

1. Tiap tahun ajaran baru selalu full kerja. Alhamdulillah saya tidak pernah sepi garapan pak. Saya membuat pesanan seragam sekolah pak. Setiap tahun ajaran baru saya kewalahan menerima order. Ada pesanan yang saya tolak misalnya membuat badge dan topi sekolah yang dibordir. Biasanya saya suruh kerjakan ke teman saya. Lha saya gak bisa bordi. Hampir semua sekolah yang ada di Bacem ini saya yang menjahit seragamnya. Belum lagi sekolah di luar Bacem.

2. Penjahit topi dan kaus tidak ada (penjahit dasi)

3. Alat jahit belum ada. Kerjasama dengan Juaeni (sablon) Bapak Marlean (pengusaha) Batok (tempurung)

1. Anak-anak baru bermain ke rumah, belum kelihatan serius 2. Keuletan

3. Pembuatan desain harus punya daya jual. Ibu Elizabeth (pengusaha bordir & jahit)

1. PKMK : Pengembangan Kecamatan Masyarakat Kelurahan 2. Stok dulu baru kerjasama

3. Banyak daerah yang mengambil barang dari daerah lain. Saya pernah berkunjung ke Bangil Pasuruan yang katanya merupaka sentra industri bordir pak. Tetapi kenyataannya mereka tidak memproduksi sendiri pak. Mereka pengepul yang mengambil barang dari daerah yang benar-benar memproduksi sendiri seperti Tulungagung, Tasikmalaya bahkan dari Blitar. Jadi kalau kita memproduksi sendiri, kita masih banyak kesempatan untuk memasok produk kita kepada pengepul itu.

4. Motif komputer cenderung monoton


(3)

133

6. Jangan mudah puas dengan hasil bordiran

7. Bila ingin belajar, diperbolehkan datang ke rumah. Siswa yang pernah magang saya lihat hasil bordiran mereka cukup bagus pak, meskipun belum bisa dikatakan layak jual, karena masih kasar dan tinggal memperhalus saja. Untuk itu mereka selalu saya dorong untuk belajar di rumah.

8. Semua kebijaksanaan tergantung kelompok, kelompok diberi dana untuk berkembang

9. Persamaan dalam menuntut ilmu Bapak Atim (orang tua alumni)

1. Anak-anak mencontoh para pengusaha yang telah sukses

2. Anak harus menekuni dan mempertanggungjawabkan semua program 3. Tekad dan niat sebagai modal utama.

Pertanyaan dari Alumni 1. Sri Binas

- Ada order bolehkah mesin dipinjam atau disewa? - Apakah pengusaha memberikan peluang kerja?

-2. Nur Ni’amah

- Cara pemasaran tas perca

- Pinak yang bisa memberikan pinjaman Jawaban

- Bapak Djumadi : mesin tidak bisa dipinjamkan

- Ibu Elly : Pinjam koperasi tiap bulan Rp.150.000,00. Saling gantian untuk memakai bagi yang mesin gabungan.

PPK

H. Mahmudi (pengusaha)

1. Cara mendapatkan modal (manjing)

2. Pikirkan bagaimana cara menambah uang, bukan cara menghabiskannya 3. Jangan malu melakukan pekerjaan (jangan gengsi)

4. Untuk yang mempunyai keteampilan meubel, selama orang itu masih membutuhkan rumah, saya yakin kebutuhan akan peralatan rumah tangga tidak pernah ada habisnya. Ya tinggal bagaimana alumni mengasah keterampilannya supaya hasil kerjanya bagus dan laku dijual sehingga banyak pemesan yang datang. Ya istilah sekarang jemput bolalah

Pak Lurah

1. Bagaimana cara menciptakan peluang kera yang menjanjikan

2. Ngunut; kerja sampingan yang diciptakan para ibu-ibu untuk mengisi waktu luang.

3. Di desa ada PPK untuk pinjam modal secara kelompok 4. Di desa Bacem tidak ada bantuan

5. Alumni melalui kelompok bisa dibantu Pak Lurah + 3 juta

6. Dana untuk anak-anak akan ditambah dari alokasi dana yang dianggarkan 7. Dana ADD dianggarkan 6% untuk pemuda lewat PKK, 2% untuk


(4)

Jenis Keterampilan yang diberikan oleh PSBR “Mardi Utomo” Blitar

Kepada RPST. Bordir, Otomotif, Meubeler dan Jahit.


(5)

138

Wawancara dengan Pengusaha lokal dan Tokoh Masyarakat

Wawancara dengan Kepala Desa


(6)

Wawancara dengan Pihak Dinkesos kabupaten Blitar

Situasi Pelaksanaan Loka Karya

Peneliti dan Alumni mengadakan Kunjungan Kepada Pengusaha

Bordir dan Pengusaha kerajinan Batok Kelapa