TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENURUNKAN HAMBATAN EMOSI PADA ANAK KORBAN KEKERASAN ORANG TUA

LATAR BELAKANG
Pada tahun 1997, diperkirakan3 juta anak-anak dilaporkan kepada National Child
Abuse and Neglect Data System (NCANDA) karena menjadi korban kekerasan atau

penyiksaan (child abuse) dan penelantaran (Hopper., Bessel & Crozier, 2001). Jumlah
anak yang menjadi korban kekerasan atau penyiksaan (child abuse) dan penelantaran
yang dilaporkan telah meningkat terus sejak 1988.Dari tahun 1993hingga 1997,jumlah
kasus dibuktikan telah melibatkan 15 dari 1.000 anak setiap tahun dan diperkirakan
1185 anak meninggal pada tahun 1996 karena menjadi korban kekerasan atau
penyiksaan (child abuse) dan penelantaran anak. Di Amerika Serikat, kasus child abuse
menjadi masalah serius. Setiap tahun, lebih dari tiga juta anak dilaporkan karena
menjadi korban kekerasan (child abuse) (Hopper., Bessel.,& Crozier, 2001).
Penelitian di Inggris ditemukan bahwa 16% anak mengalami kekerasan atau
penganiayaan serius oleh orang tua selama masa kanak-kanak. Sebanyak 16% anak
sering mengalami kekerasan dan pelecehan secara emosional (Iwaniec., Larkin.,&
Higgins,

2005).Pelecehan

secara


emosionaldipandangsebagaipusat

untuksemua

jenispenyalahgunaan dansebagai suatu permasalahanyang berbedadari jenis kekerasan
yang lain (Iwaniec., Larkin., & Higgins, 2005).
Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan oleh pemberitaan media cetak serta
elektronik tentang kasus-kasus kekerasan pada anak, dan beberapa di antaranya harus
mengembuskan napasnya yang terakhir. Menurut data pelanggaran hak anak yang
dikumpulkan Komisi Nasional Perlindungan Anak dari data induk lembaga
perlindungan anak yang ada di 30 provinsi di Indonesia dan layanan pengaduan
lembaga tersebut, pada tahun 2006 jumlah kasus pelanggaran hak anak yang terpantau
sebanyak 13 juta kasus dan pada 2007 jumlahnya meningkat sekitar 40 juta kasus. Di
samping itu Komnas Anak juga melaporkan bahwa selama periode Januari-Juni 2008
sebanyak 12 ribu anak menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekat mereka
seperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru, paman, kakek dan tetangga. (Syamsu,
2008). Mayoritas pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang tua dari anak itu sendiri,
yang merupakan 81% dari total populasi anak. Kerabat lainnya terdiri 10,6% dari total
populasi pelaku(Hopper., et al, 2001; Barth, 2009; David., Joseph., & John, 2008).


Suatu rincian dari berbagai jenis penyalahgunaan yang terjadi dalam kasus
childhood physical abuse (CPA). Penelantaran adalah bentuk paling umum dari
penyalahgunaan anak 52% dari semua kasus. Pelecehan fisik peringkat kedua dan
terjadi pada 26% kasus. Kasus pelecehan seksual adalah yang paling umum ketiga,
mewakili 7% dari semua kasus. Kasus pelecehan emosional mewakili 4% dari semua
laporan, dan 11% kasus jatuh ke dalam kategori lain-lain "lainnya". (David., Joseph.,&
John, 2008; Hopper et al, 2001 & Iwaniec et al, 2005).
Akibat penganiayaan anak tidak hanya mengganggu perkembangan normal dari
otak tetapi juga memiliki efek yang berlangsung pada kognisi, perilaku, mempengaruhi
dalam interaksi sosial (Hopper., et al, 2001; Eyal., & Rachel, 2007). Hal ini dikarenakan
bahwa anak-anak dengan mudah menyimpan informasi atau pengalaman yang tidak
menyenangkan didalam otak selain itu otak anak-anak lebih lunak untuk mengalami
cidera daripada otak orang dewasa. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa
peristiwa traumatis dini dapat memiliki efek jangka panjang yang signifikan. Bahkan,
pengalaman traumatis awal telah terbukti memiliki efek kronis pada sistem fisiologis,
termasuk sistem neurotransmitter tertentu, sistem neuroendokrin, dan sistem kekebalan
tubuh (Hopper., Bessel.,& Crozier, 2001).
Konsekuensi buruk dari penganiayaan anak yang diwujudkan dalam banyak aspek
kehidupan seorang anak dilihat dari penurunan kinerja di sekolah atau prestasi menurun
kemudian berdampak pada kesehatan fisik dan mental berkurang meningkatnya perilaku

menyimpang. Jika sejak bayi sudah menjadi korban penyalahgunaan sering mengalami
keterlambatan perkembangan di spektrum yang luas, termasuk kognitif, bahasa,
motorik, dan keterampilan sosialisasi (Hopper., et al, 2001; John., Kerri., Angela, 2001).
Penelitian juga menunjukkan bahwa berbagai gejala kejiwaan dan gangguan yang
berhubungan dengan trauma awal, termasuk gangguan depresi, stres pasca-trauma,
gangguan emosi, gangguan kepribadian, penggunaan narkoba, bunuh diri, melukai diri
sendiri, omatisasi, masalah perilaku seksual, gangguan disosiatif, dan perilaku kriminal
(Hopper., et al, 2001; Stephanie., Hellen., & Sadhbh, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian longitudinal pada anak usia 4,5 hingga 8
tahun,diketahui bahwa ekpresi emosi positif orangtua memiliki hubungan positif
yangsignifikan

dengan

kemampuan

pengaturan

diri


anak

dan

kualitas

fungsisosioemosional anak (Eisenberg, et al., 2003). Dari penelitian ini diketahui bahwa

orangtua dengan ekspresi emosi positif memiliki anak-anak dengan perilaku internal
(perilaku cemas, menarik diri, dan gejala depresi) dan perilaku eksternal (perilaku
agresif dan melanggar aturan) yang rendah. Hal tersebut diperkuat dengan hasil
penelitian dari Fosco dan Grych (2007) yang meneliti mengenai ekspresi emosi dalam
keluarga sebagai konteks penilaian anak terhadap konflik orangtua. Dari hasil penelitian
tersebut diketahui bahwa ekspresi emosi positif orangtua berhubungan dengan
rendahnya perilaku maladjustment (perilaku internal dan eksternal) anak. Dari
penelitian tersebut diketahui pula bahwa semakin tinggi afek negatif suatu keluarga
akan semakin tinggi pula konflik orangtua dan perilaku internal yang terjadi pada anak.
Induk sosialisasi emosi memainkan peran sentral dalam pengembangan
kompetensi ini, membantu anak untuk mengelola pengalaman emosional dan belajar
menggunakan emosi efektif untuk mencapai tujuan. Secara khusus, sikap dan tanggapan

orang tua terhadap emosi pada anak-anak merupakan penentu penting dari bagaimana
mereka akan berbicara dengan mereka dan mengajar anak tentang emosi, sementara
juga mempengaruhi model yang mereka berikan untuk anak-anak tentang bagaimana
mengekspresikan emosi (Sophie, Ann & Margor, 2009).
Ada banyak alasan seorang anak tidak mampu mengungkapkan emosinya kepada
orang lain. Shonkoff (2006) mengidentifikasi empat faktor risiko yang mungkin dapat
merusak anak dalam hal berfungsi. Faktor-faktor ini adalah:masa kecil yang kurang
bahagia atau perampasan awa ldan trauma, ketidakstabilan keluarga atau konflik
didalam keluarga antara ayah dan ibu, keterlibatan dalam kesejahteraan anak.
Berbagai kondisi di atas mendorong perlunya penanganan yang dilakukan sejak
dini guna meningkatkan kondisi emosi yang kondusif agar anak memiliki kompetensi
sosial yang lebih baik pada masa selanjutnya. Shonkoff (2006) menegaskan bahwa
kemampuan kanak-kanak awal untuk mengelola emosi amat penting tidak hanya
sebagai fondasi untuk masa depan, tetapi juga memiliki fungsi sosial anak dengan
orangtua, guru, dan teman sebaya. Anak yang sejak usia dini telah mengembangkan
dominasi emosi positif dalam diri akan berkembang menjadi pribadi yang memiliki
dominasi emosi positif pada masa dewasa (Hurlock, 1991), terutama pada anak-anak
yang mengalami hambatan emosi.
Menurut Skybo., Ryan-Wenger., & Su, (2007) menyatakan anak memiliki
keterbatasan kosa kata untuk mendiskusikan emosi yang dirasakan.Hurlock (1980:155)


menulis bahwa keadaan emosi yang tidak tersalurkan akan tidak menyenangkan bagi
anak. Anak membutuhkan cara untuk menyalurkan keadaan emosi tersebut. Cara
menyalurkan keadaan tersebut disebut katarsis emosional. Katarsis emosional ini dapat
ditemukan sendiri oleh anak melalui proses trial and error dan dapat pula diberikan
oleh orang dewasa. Katarsis ini merupakan cara penyaluran emosi negatif yang dimiliki
anak. Katarsis emosional diberikan oleh orang dewasa melalui media. Salah satunya
adalah media kertas dan krayon yang merupakan bagian dari tindakan menggambar.
Jacobs (2001:1) dan Malchiodi (2001:3) melakukan penelitian untuk mengetahui
efektivitas kegiatan menggambar sebagai media katarsis untuk anak yang mengalami
tekanan (stress dan depresi) serta anak-anak yang memiliki ingatan terhadap peristiwa
yang berhubungan dengan keadaan yang menekan. Hasilnya menunjukkan bahwa anakanak tersebut dapat mengeluarkan perasaan tertekan, amarah dan emosinya melalui
gambar. Saat Jacobs bertanya pada anak-anak tersebut tentang perasaannya, rata-rata
anak-anak tersebut merasa perasaan mereka bisa dikeluarkan dan beban yang mereka
rasakan dapat dikeluarkan. Jacobs menulis pada artikel penelitiannya bahwa
menggambar dapat menjadi katarsis untuk anak.
Brendtro & Ness, (1983) menambahkan bahwa aktivitas kreatif ini selain menjadi
sarana pengontrolan emosi juga dapat meningkatkan kemandirian dan interaksi sosial
serta memperbaiki cara berfikir dan komunikasi.Wallin dan Duur (2002) mengatakan
aktivitas menggambar dapat meningkatkan kemampuan belajar sosial dan emosional

pada anak.
Penelitian juga dilakukan Suhanti (2007) menunjukkan bahwa terapi menggambar
dapat meningkatkan ekspresi emosi anak yang memiliki perilaku menarik diri. Selain
itu, terapi menggambar dapat dijadikan sebagai terapi untuk anak menarik diri yang inti
permasalahannya terletak pada ketidakpercayaan diri yang timbul dari rasa tidak
nyaman dalam mengekspresikan emosi, perasaan dan keinginan.
Nahum& Nissimov (2009) mengungkapkan bahwa terapi menggambar juga
digunakan di sekolah-sekolah di Israel untuk menangani anak yang agresi. Menurut
Kramer (1987) terapi seni sangat cocok untuk anak yang agresi sebagai penyalur energi
anak menjadi aktivitas kreatif. Proses kreatif sendiri

dapat memanfaatkan dan

menetralkan agresi yang terpendam pada anak. Schaefer & Milman (1981) menulis

bahwa anak yang memiliki perasaan tidak aman akan merasa tidak cukup nyaman untuk
mengekspresikan dirinya.
Dalam hal meningkatkan kognitif kinerja, terapi seni memberikan pengobatan
secara dinamis yang diberikan untuk meningkatkan suasana hati (Malchiodi, 2003;
Amanda., Tallahassee., Linda., & Sparkhill, 2010), memfasilitasi dalam hal komunikasi

jadi dengan terapi seni ini dapat dijadikan alat untuk berkomunikasi terutama pada anak
(Malchiodi, 2003), dan meningkatkan dukungan sosial. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa keterlibatan dalam aktivitas kreatif dan katarsis seperti terapi seni
mempromosikan kualitas hidup yang lebih tinggi dan kesehatan, misalnya, memiliki
lebih sedikit masalah dengan berkurangnya visi dan mobilitas (Malchiodi,2003). Seni
perawatan terapi telah ditemukan menghasilkan perbaikan klinis yang signifikan dalam
emosional dan kognitif (Malchiodi, 2003 & Gussak, 2009).
Terapi seni (art therapy) adalah profesi pelayanan terhadap individu dengan
menggunakan media seni, gambaran, proses kreatif dan respon klien dibuat dalam
bentuk produk yang merupakan refleksi perkembangan individu, kemampuan,
kepribadian, ketertarikan, dan konflik (Keegan, 2001). Plousia & Fotini, (2008)
menyebutkan terapi seni menggunakan proses kreatif untuk menolong klien
mengekpresikan

emosi,

meningkatkan

kesadaran,


mengurangi

stress,

mampu

menghadapi trauma, menguatkan kemampuan kognitif dan meningkatkan kesenangan
dalam kehidupan.
Terapi seni dengan kegiatan menggambar merupakan aktivitas yang paling sering
dilakukan. Aktivitas menggambar ini hampir disukai semua anak, dan pada saat awal
perkembangan seorang anak dimulai dengan kegiatan mencoret yang tidak bermakna
sampai akhirnya kemampuan berkembang sesuai dengan tahapan usia (Malchiodi,
2001).
Gambar dilihat sebagai refleksi dari dunia batin anak (DiLeo, 1983; Golomb,
2003) dan gambar tokoh manusia (HFD) digunakan untuk menilai apa yang banyak
peneliti dan dokter dalam penentuan unsur disini adalah masalah emosional atau
psikologis yang melibatkan anak-anak (Koppitz, 1984; DiLeo, 1983; Celebi., Baerrin.,
Tullin., Tugba, 2009). Seperti gambar diasumsikan memberikan indikasi tentang
karakter anak-anak dan (Koppitz, 1984; Golomb, 2003), kita dapat mengumpulkan
beberapa bukti tentang keadaan emosi anak dan masalah dan membuat fakta-fakta yang


meyakinkan. Anak-anak tidak mudah berbicara tentang terjadinya traumatis,
pengalaman terakhir yang dialaminya.
Menurut Denham (1998), emosi ini penting karena mereka memberikan informasi
sosial untuk orang lain. Emosi dan ekspresi wajah bisa menjadi dasar kuat dalam
komunikasi non verbal (interaksi sosial). Manusia mencerminkan perasaan dan emosi
biasanya dengan ekspresi wajah. Terkadang akan sulit bagi beberapa anak-anak untuk
mengekspresikan atau berbicara tentang perasaan mereka. Dalam situasi seperti ini, kita
harus mendorong anak untuk menggambar. Setelah menggambar kita juga harus
meminta anak untuk berbicara tentang peristiwayang dialaminya melalui gambar yang
anak buat.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah terapi
menggambar dapat menurunkan hambatan emosi pada anak korban kekearasan orang
tua.

TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENURUNKAN
HAMBATAN EMOSI PADA ANAK KORBAN KEKERASAN
ORANG TUA

THESIS


RETNO AYU K.
201010440211003

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MALANG
2012

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya
Nama

: Retno Ayu Kusumaningrum

NIM

: 201010440211003

Program Studi : Magister Profesi Psikologi
Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
1. Tesis dengan judul
―Terapi Menggambar Dapat Menurunkan Hambatan Emosi Pada Anak Korban Kekerasan
Orangtua‖.adalah hasil karya saya dan dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi
dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, bagi
sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan
disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
2.

Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI,
saya bersedia TESIS ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA
PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku.

3. Tesis ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS ROYALTY NON
EKSKLUSIF.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Malang, 11 Desember 2012
Yang menyatakan

Retno Ayu Kusumaningrum

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul ―Terapi
Menggambar Dapat Menurunkan Hambatan Emosi Pada Anak Korban Kekerasan Orang
Tua‖. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister
Profesi Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Penyelesaian Tesis ini atas bantuan banyak pihak baik moril maupun materil yang
tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Untuk itu sebagai ungkapan rasa terima kasih
yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak/Ibu:
1. Dr. Muhajir Effendi, MAP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang
2. Dr.Latipun, M. Kes selaku Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang,
sekaligus sebagai Ketua Program Studi Magister Psikologi
3. Dr. Diah Karmiyati, M.Si, Psi. selaku dosen pembimbing I
4. Dra. Djudiah, M.Si, Psi selaku dosen pembimbing II
5. Para dosen dan Pembina mata kuliah serta para staf administrasi di lingkungan program
Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang atas pelayanan dan fasilitas yang telah
diberikan selama perkuliahan
6. Kepala Yayasan beserta pembina Cahaya Mentari Surabaya atas dukungan dan bantuan
serta kesediaannya untuk memberikan izin untuk digunakannya Yayasan Cahaya Mentari
sebagai tempat penelitian dan pengambilan data hingga penelitian ini selesai.
7. Alm. Ayahanda dan Ibunda serta saudara-saudaraku yang dengan segenap hati telah
memberi dukungan moril, materil, do’a, perhatian, semangat serta selalu mendorong
untuk segera menyelesaikan Tesis ini
8. Buat orang tercinta Hananto Wicaksono yang tulus memberi cinta dan kasihnya serta
dukungan, semangat yang luar biasa, sehingga bisa menyelesaikan tesis ini.
9. Sahabatku BFF meskipun kita jauh tapi kalian selalu ada dan mensupport sehingga bisa
menyelesaikan tesis ini.
10. Teman-teman seperjuangan, Swesty, Heni, Karin, Mey terimakasih atas dukungan dan
kebersamaan kita selama ini dan untuk semua teman-teman MAPRO ’10 semangat untuk
kita semua.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan penulis dan
keterbatasan waktu. Untuk itu segala kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tesis ini bermanfaat bagi pembaca, terutama para
pemerhati di bidang psikologi.

Malang, 11 Desember 2012

Retno Ayu Kusumaningrum

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

i

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

ii

SURAT PERNYATAAN ...............................................................................

iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

iv

DAFTAR ISI ..................................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

vii

INTISARI .......................................................................................................

viii

ABSTRAKSI ..................................................................................................

xi

LATAR BELAKANG ....................................................................................

1

LITERATUR REVIEW
Kekerasan Orang tua pada anak ...............................................................

6

Emosi .......................................................................................................

7

Terapi menggambar................................................................... ………..
Terapi menggambar untuk menurunkan hambatan emosi...................

8

11

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian ......................................................................................

14

Subyek Penelitian .....................................................................................

15

Metode Asesmen ......................................................................................

15

Prosedur Penelitian ...................................................................................

15

Analisis Data ...........................................................................................

16

HASIL ANALISIS DATA
Hasil..........................................................................................................

17

Pembahasan ..............................................................................................

22

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan ...............................................................................................

25

Rekomendasi ............................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

26

LAMPIRAN

31

................................................................................................

DAFTAR TABEL

Tabel1: Pedoman Observasi subyek 1 .........................................................

32

Tabel2: Pedoman Observasi subyek 2 .........................................................

35

Tabel3: Prosedur Penelitian..........................................................................

39

Tabel4: Kegiatan Intervensi Subyek 1 .........................................................

47

Tabel5: Kegiatan Intervensi Subyek 2 .........................................................

53

DAFTAR LAMPIRAN

IDENTITAS SUBYEK 1 .................................................................................

31

IDENTITAS SUBYEK 2 .................................................................................

31

PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA SUBYEK 1.....................

32

HASIL WAWANCARA SUBYEK 1 .............................................................

32

HASIL OBSERVASI SUBYEK 1 ..................................................................

34

PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA SUBYEK 2.....................

35

HASIL WAWANCARA SUBYEK 2 .............................................................

36

HASIL OBSERVASI SUBYEK 2...................................................................

37

KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................

37

PROSEDUR PENELITIAN ............................................................................

38

MODUL PENELITIAN ..................................................................................

42

KEGIATAN INTERVENSI SUBYEK 1.......................................................

47

KEGIATAN INTERVENSI SUBYEK 2 ........................................................

53

PEDOMAN INTERPRETASI .........................................................................

60

HASIL INTERPRETASI SUBYEK 1 .............................................................

61

HASIL INTERPRETASI SUBYEK 2 .............................................................

62

DAFTAR PUSTAKA
Amanda, A., Tallahassee, F.L., Linda L.M., &Sparkhill, N.Y. (2010). The effect of art
therapy on cognitive performance of hispanic/latino older adults. Art therapy:
Journal of The American Art Therapy Association, 27(3),127-135.
Ann, M.A., Tanya, R., Anderson & Erica, R.D. (2006). Child and adolescent social emotional
development within the context of school. Child and Adolescent Mental Health,
11(1), 32–39.
Ballau, M. (1995). Psychological interventions: A buide to strategies. Wesport, CT: Praeger
Publishers.
Barth, R.P. (2009). Preventing child abuse and neglect with parent training: evidence and
opportunities. Child Abuse & Neglect,19 (2), 150-157.
Brendtro, L.K & Ness, A. E. (1983). Re-educatting troubled youth: Environments for
teaching and treatment. The Art in Psychotherapy, 10 (3),255-274.
Brinkman, J. (2000). Art therapy with children-a window to their world.
Celebi, O.E., Berrin, A., Tulin, G.,& Tugba, K. (2009).A report on traumatised and non
traumatised children’s human figure drawings reflecting emotional effects of
disastrous conditions.The Australasian Journal of Disaster and Trauma Studies,
36(1), 1174-4707.
Clatworthy, S., Simon, K., & Tiedeman, M. E. (1999). Child drawing: Hospital
manual.Journal of Pediatric Nusing, 14 (1), 10 – 17.
David, M.F., Joseph, M.B.,&John, H. (2008). Exposure to childhood sexual and physical
abuse and adjustment in early adulthood.Child Abuse & Neglect,32, 607–619.
Djiwandono, S. E. W. (2005). Konseling dan terapi anak dan orang tua. Jakarta: PT
Grasindo.
Di Leo, J. H. (1983). Interpretting children’s drawings. New york: Brumer/ Maze.
Eisenberg, N., Valiente, C., Morris,A.S., Fabes,R.A., Cumberland, A., Reiser M.,Gershoff
E.T., Shepard S.A., & Losoya S. (2003).Longitudinal relations among parental
emotional expressivity, children’s regulation, and quality of socioemotional
functioning. Developmental Psychology. 39(1), 3-19.
Eyal, S., Rachel, A., Rachel,Y. (2007). Childhood abuse, nonadherence, nd medicaloutcome
in pediatric liver transplant recipients.J. Am. Acad. Child adolesc. Psychiatry,
46(10), 210-220.
Fosco, G.M. & Grych, J.H. (2007).Emotional expression in the family as a context for
children’s appraisal of interparental conflict. Journal of FamilyPsychology. 21 (2),
248-258.

Goodwin, C.J. (2005). Research in psychology method and design. Fourth edition, Jhon wiley
& Sin, Inc: USA.
Goleman, D. (2000). Kiat-kiat membesarkan anak yang memiliki kecerdasan emosional.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (2004). Emotional intellegence: mengapa EI lebih penting dari pada IQ.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gussak, D. (2009). The effects of art therapy on male and female inmates: advancing the
research base.The Art in Psychotherapy,36, 5- 12.
Havigrush, S.S., Harley, E.A.& Prior, R.M. (2009). Tuning in to kids: anemotion-focused
parentingprogram—initial findingsfrom a community trial. Journal of Community
Psychology, 37(8), 1008–1023.
Holton, J & Tung Wang-Ching. (2007). Total estimated cost of child abuse and neglect in the
united states.Prevent Child Abuse America This report was funded by The Pew
Charitable Trusts. Child Abuse & Neglect, 27(15), 126-130.
Hopper, J., Bessel A., & Crozier, J. (2001). Child abuse in america: prevalence and
consequences. Journal of Aggression, Maltreatment, and Trauma,30, 1325-1350.

Hurlock, E. (1975). Developmental psychology. New York: Mc-Graw Hill.
Hurlock, E. (1980). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. (1991). Perkembangan anak. Jakarta: PT Erlangga.
Iwaniec, D., Larkin, E., & Higgins, S. (2005). Research review: risk and resilience in cases of
emotional abuse. Journal Child and Family Social Work,11, 73-82.
John, B., &Diana, M.E. (2003). Prevalence and psychological sequelae of self-reported
childhood physical and sexual abuse in a general population sample of men and
women.Child Abuse & Neglect,27,1205–1222.
John, B., Kerri, J., Angela, B. (2001). The trauma symptom checklist for young children
(tscyc): reliability and association with abuse exposure in a multi-site study.Child
Abuse & Neglect,25, 1001–1014.

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (1997). Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis. Edisi Ketujuh. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Keegan, L. (2001). Healing with complementary & alternative therapies. New york:
Dhelmar, Thomson Learning.

Kirsten, C. (2003). An archaeology of emotional disturbance. A Dissertation Submitted to the
Graduate Faculty of The University of Georgia in Partial Fulfillment of the
Requirements for the Degree.
Koppitz, E. M. (1984). Psychological evaluation of human figure drawings by middle school
pupils. New york: Grune & Stratton.
Kramer, E. (1987). Art as therapy with children. New york: Schocken Books.
Kristin, D.H., Annette, K.G., Kathryn, J.C., Stephanie, I.,& Amy, S. (2003). Behavioral and
emotional outcomes of an in-home parent training intervention for young
children.The Journal of at-Risk issues,16(2), 350-368.
Lark, C. (2001). Art therapy overview: an informal background paper.
Latipun.(2010). Psikologi eksperimen. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang.
Malchiodi,Cathy A. ATR, LPAT, LPCC. (2001). Using drawing as intervention with
traumatized children. Trauma and loss: Research and Interventions,1(1), 126-140.
Malchiodi, Cathy A. ATR, LPAT, LPCC. (2003). Using creative activities as intervention for
grieving children. Trauma and loss: Research and Interventions, 3(1), 141-155.
Mary, M., David, O. & Cynthia, W. (2000). Educational strategies for children with
emotional and behavioral problems.Center for Effective Collaboration and
PracticeAmerican Institutes for ResearchWashington, 5 (9), 87-98.
Moleong, L.J. (2008). Metode penelitian kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya
Nahum,E. & Nissimov. (2009). Use of a drawing task to study art therapists’personal
experiences in Treating Aggressive Children.The Art in Psychoterapy, 36, 140-147.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal. Edisi Kelima Jilid 1.
Jakarta: Erlangga
Plousia, M.&Fotini, B. (2008). Emotion in children’s artdo young children understand the
emotions Expressed in other children’s drawings. Journal of Early Childhood
Research,6(2) 189–200.
Schaefer, C.E. & Milman, H. L. (1977). Therapies for children. San Fransisco: Jossey-Bass
Publeshers.
Schaefer, C.E. & Milman, H. L. (1981). How to help children with common problems. New
York: Van Nostrand Reinhold Company.
Shonkoff, etc. 2006. Children’s emotional development is built into the architecture of their
brain. National Scientific Council on The Developing Child. www. Developing
hild.net.

Skybo, T., Ryan-Wenger, N., & Su, Y. (2007). Human figure drawing as a measure of
children’s emotional status: critical review for practice. Journal of Pediatric
Nursing, 22 (1), 15-26.
Stephanie, L. & Brooke, MS, NCC. (1995). Art therapy: an approach to working with sexsual
abuse survivors.The Art in Psychotherapy, 22(5), 447-466.
Stephanie, H., Helen, B., &Sadhbh, W. (2008).The impact of exposure to domestic violence
on children and young people: A review of the literature.Child Abuse & Neglect,32,
797–810.
Stuble, D.A., (2008). A focus on reducing anxiety in children hospitalized for cancer and
diverse pediatric medical disease through a self enganging art intervention.
Disertation. Chestnut Hill Collage: The Faculty Of The School Of Professional
Psychology Chestnut Hill Collage.
Stuyck., K. (2003). Art therapy helps children affected by cancer express their
emotion.Oncolog, 48, 12-19.
Suhanti, Y.I. (2007). Menggambar sebagai terapi untuk meningkatkan kemampuan ekspresi
emosi pada anak dengan perilaku menarik diri. TA. Tidak diterbitkan. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Sunaryo. (2010). Hambatan emosi. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Suparto, H. (2005). Mewarnai gambar sebagai metode penyuluhan untuk anak. Studi
pendahuluan pada program pemulihan anak sakit IRNA anak RSUD Dr.
Sutomo.http:///www.pediatrik.com/kanal.php?pg=karya_ilmiah&id=2.
Wallin, K & Durr, M. (2002). Creativity and expressive arts in social emotional learning.
Journal of reclaiming children and youth,11, 30-46.