BEM Pertanian UMM Kumpulkan BEM Se-Indonesia Bahas Ketahanan Pangan

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

BEM Pertanian UMM Kumpulkan BEM Se-Indonesia Bahas Ketahanan Pangan
Tanggal: 2011-04-23

Dekan FPP UMM, Dr. Ir. Damat, MP memberikan cinderamata kepada Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI, Prof. Dr. Achmad Suryana, MS dan Anggota Komisi B DPR Jatim, Drs. Agus Dono Wibawanto, M.Hum usai memberikan materi.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM) menjadi tuan rumah pertemuan Ikatan BEM Pertanian Indonesia (IBEMPI), Jumat (22/04). Pertemuan
yang berlangsung hingga Senin (24/04) itu terdiri dari agenda seminar nasional, training enterpreneurship dan Latihan
Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LKMM).
Tak kurang 14 kampus dari seluruh Indonesia mengirimkan utusannya. Selain dari UMM, kampus lain yang
hadir antara lain IPB, Unpad, Unmul, Unram, Unlam, Undip, UB, UNS, UWP, IPM, UWK, Unitri, Unisma, Poltek Jember,
Uniska, UGR, Unsud, dan kampus-kampus Muhammadiyah se-Jatim. Mereka menyatu dengan undangan lain yang
terdiri dari Gapoktan, tenaga pendidik SMK Pertanian, balai riset dan balai pertanian dalam acara yang diberi label
“Agricultural Quotient Day 2011” itu.
Dekan FPP UMM, Dr. Ir. Damat, MP berharap pertemuan ini produktif dalam menghasilkan rumusan aksi
mahasiswa untuk mendorong kualitas pertanian kita. Mahasiswa, menurutnya, memiliki posisi strategis karena sebagai
kaum muda selain masih memiliki ruang gerak yang cukup luas, juga merupakan penggerak idealisme.

“Pemikiran-pemikiran mahasiswa bisa dikontribusikan untuk membangun kebijakan pertanian maupun untuk
mendampingi petani di lapangan,” ujarnya ketika memberi sambutan pada pembukaan acara yang dihadiri PR III UMM,
Drs. Joko Widodo, MSi.
Seminar nasional berlangsung hari pertama menghadirkan, antara lain Kepala Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian RI, Prof. Dr. Achmad Suryana, MS, dan anggota Komisi IV DPR RI (Fraksi Gerindra), Agung
Jelantik Sanjaya, MBA, dan Sadar Subagjo, serta Anggota Komisi B DPR Jatim, Drs. Agus Dono Wibawanto, M.Hum.
Agung dan Sadar merupakan penurus pusat HKTI.
Achmad Suryana dan Agus Dono dipanel dengan tema “Pembangunan Pertanian Masa Depan Menuju
Peningkatan Pangan Indonesia”. Suryana menjelaskan, peran strategis pertanian dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi nasional, harusnya seimbang dalam hal meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi serta dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Di Indonesia, pangan harus disadari karena pada
hakikatnya adalah budaya, yakni hasil adaptasi antara manusia dan lingkungan. “Orang Indonesia walaupun sudah
makan roti berkali-kali, belum dianggap makan kalau belum makan nasi,” ujar Suryana. Realitas ini memerlukan
pendekatan kebijakan tak hanya pertanian, tetapi juga kebudayaan.
Di sisi lain, Agus menyayangkan keadaan pertanian di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam akan
tetapi belum terintregrasi menjadi kekuatan ekonomi nasional. Belum ada keadilan yang merata dalam bidang
pertanian. “Para petani hanya sekedar diambil tenaganya saja. Tidak ada kebijakan politik nasional maupun provinsi
untuk berpihak kepada petani,” kritik Dono.
Lebih lanjut, krisis pangan nasional, menurut Agus, juga akibat tingkat persediaan pangan tidak sebanding
dengan laju permintaan pangan. Karena tingginya pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, sumber daya manusia

Indonesia memiliki karakter produktif yang rendah, jauh dari budaya kewirausahaan dan mengembangkan produktivitas.
Sektor pertanian sebagai penopang ketahanan pangan dunia, mengalami degradasi pada beberapa hal, yakni
degradasi lahan, peningkatan suhu global dan agroklimat, dan penerapan teknologi masih rendah serta penanganan
pasca panen.
Sementara itu, Agung Jelantik memrihatinkan minimnya minat masyarakat untuk menjadi petani. Nampaknya
pekerjaan bertani dianggap kurang membanggakan akibatnya banyak pernatian yang kurang produktif. Selain itu, petani
di Indonesia rata-rata kepemilikan lahannya hanya 0,3 hektare. Petani tidak akan dapat sejahtera dengan kepemilikan
yang lahan yang demikian sempit. “Berarti saat ini ada ketidak seimbangan antara jumlah lahan yang tersedia dengan
jumlah petani yang ada,” simpulnya.

Jelantik membeber dua pilihan yang sama-sama sulitnya untuk mengatasi masalah ini. Yakni, jumlah lahannya
ditambah, atau jumlah petani yang dikurangi. “Jika pilihan yang kedua yang dipilih maka berarti harus diberikan

page 1 / 2

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

lapangan kerja lain yang mencukupi,” ungkapnya.

Presidium Nasional IBEMPI, Ahmad Burhan Rifa’i, mengatakan sudah saatnya mahasiswa pertanian
Indonesia bersatu padu membangun keberpihakan kepada rakyat. Dia berharap ada poin-poin yang dihasilkan dalam
proses pembangunan pertanian Indonesia di masa depan yang berkualitas dan lebih baik. Peran serta mahasiswa
dalam proses pembangunan pertanian ke depan pun harus diperhitungkan. “Segenap lembaga dan instansi yang
berperan dalam pengembangan pertanian Indonesia harus bersih dari tindakan politisasi. Mengembalikan semangat
juang untuk membangkitkan sebuah pertanian yang berkualitas untuk memberikan perubahan yang signifikan pada
bangsa Indonesia,” ujarnya menambahkan.
Hal serupa juga disampaikan Gubernur Mahasiswa BEM FPP UMM, Robby Wahyu Fahlevi, yang mendorong
mahasiswa untuk ikut mengkritisi kebijakan yang tidak pro rakyat, dengan bersikap integent dan bertindak nyata. “Tak
perlu banyak turun ke jalan-jalan, mari sodorkan pemikiran positif, konstruktif dan aksi-aksi riil yang nonpolitis,” katanya.
(bib/nas)

page 2 / 2