Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat Menggunakan Media Pembawa Air Injeksi Lapangan Minyak T

RELATIVE PLUGGING INDEX LARUTAN SURFAKTAN
BERBASIS METIL ESTER SULFONAT MENGGUNAKAN
MEDIA PEMBAWA AIR INJEKSI LAPANGAN MINYAK T

MISSHELLY FRESTICA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Relative Plugging
Index Larutan Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat Menggunakan Media
Pembawa Air Injeksi Lapangan Minyak T” adalah benar karya saya dengan
arahan komisi pembimbing I (Ir. Faqih Udin, MSc) dan Pembimbing II (Prof.
Erliza Hambali), belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Misshelly frestica
NIM F34090097

ABSTRACT
MISSHELLY FRESTICA. Relative plugging index of methyl ester sulfonat
surfactant solution using T oil field fluid. Supervised by FAQIH UDIN and
ERLIZA HAMBALI.
The high demand of oil has become the main reason of oil exploration
optimization. There were 60-70% oil stock that still unexplored and below the
primary recovery stage. Enhanced oil recovery (EOR) as an advanced draining
method is fluid injection method to drain the remained oil in reservoir rocks. One
of EOR mechanism is surfactant injection to decrease interface tense between oil
and water. Surfactant injection could optimize the oil act of ousting.
This research studied about the effect of surfactant formula to the relative
plugging index (RPI). RPI is a value that show the plugging rate of surfactant
flow. RPI obtained by lessen total suspended (TSS) value with milipore test slope

number (MTSN). This research used some materials, such as T oil field ijection
water, NaCl 0.5%, MES 0.3%, and Na2CO3. Each formulation used different
Na2CO3 concentration, which was 0, 1, 2, and 3%. Na2CO3 addition increased
surfactant solution’s pH, density and viscosity. Na2CO3 contents in the solution
also increased the TSS value therefore the flowrate became slower. The solution
of surfactant with the minimal TSS value about 0.03 mg/L was the solution A
(water injection A + NaCl 0,5% + MES 0,3% ) with the minimal 5 µ filtration.
The solution of surfactant with the maximum MTSN value about -0,79 was the
solution A (water injection A + NaCl 0,5% + MES 0,3% ) with the minimal 5 µ
filtration. The filtration of 37,25 and 5 µ had the was excellent RPI value. But the
filtration just of the step 37 and 25 µ and it’s in the good ranges for application.
Keywords : surfactant, enhanced oil recovery, methyl ester sulfonat, relative
plugging
index

RELATIVE PLUGGING INDEX LARUTAN SURFAKTAN
BERBASIS METIL ESTER SULFONAT MENGGUNAKAN
MEDIA PEMBAWA AIR INJEKSI LAPANGAN MINYAK T

MISSHELLY FRESTICA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis Metil Ester
Sulfonat Menggunakan Media Pembawa Air Injeksi Lapangan
Minyak T
: Misshelly Frestica
Nama
NIM
:F34090097


Disetujui oleh

Ir. Faqih Udin, M.Sc
Pembimbing I



Prof.Dr. Erliza Hambali, MSi
Pembimbing II

Tanggal Lulus:

l)

Judul Skripsi : Relative Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis Metil Ester
Sulfonat Menggunakan Media Pembawa Air Injeksi Lapangan
Minyak T
Nama
: Misshelly Frestica

NIM
: F34090097

Disetujui oleh

Ir. Faqih Udin, M.Sc
Pembimbing I

Prof.Dr. Erliza Hambali,MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Relative Plugging Index Larutan

Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat Menggunakan Media Pembawa Air
Injeksi Lapangan Minyak T” berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan
selama Februari 2013 sampai Juli 2013.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada:
1. Keluarga tercinta yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang
telah memberikan segenap kasih sayang, doa, motivasi dan semangat kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.
2. Ir. Faqih Udin, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama kuliah di IPB dan memberikan arahan dalam
penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Prof. Dr. Erliza Hambali yang telah memberikan topik penelitian, membiayai,
menyediakan fasilitas dan akses untuk pelaksanaan penelitian serta ikut dalam
membimbing penulis selama penelitian dan penyusunan skirpsi.
4. Ir. Ahmad Syaifuddin, MT yang telah memberi bimbingan kepada penulis
dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skirpsi.
5. Dr. Endang Warsiki, S.TP, MSi sebagai dosen penguji skripsi yang telah
menguji dan memberikan masukan pada penulis.
6. Naufal Iza Aberdeen, S.TP yang telah memberi motivasi dan bimbingan dalam
penelitian serta penyusunan skripsi.
7. Ir. Imam S, MSi dan Dr. Mira Rivai yang telah ikut membantu mengarahkan

dari awal hingga selesainya penelitian penulis.
8. Seluruh staff dan teknisi di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi- LPPM
IPB khususnya MasAbi Rafdi dan Mas Panji yang telah banyak membantu
kelancaran jalannya penelitian.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
agroindustri dan teknologi perminyakan.
Bogor, Oktober 2013

Misshelly Frestica

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
vi
vi

vi

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Tujuan  

2

Ruang Lingkup



METODE




Alat dan Bahan



Metode



HASIL DAN PEMBAHASAN



Hasil Analisis Metil Ester Sulfonat dari Olein Sawit



Hasil Analisis NaCl dan Na2CO3 dalam Akuades




Hasil Analisis Air Injeksi dan Air Formasi Lapangan Minyak T

11 

Hasil Analisis TSS dan MTSN Larutan Surfaktan Berbasis MES

15

Hasil Analisis RPI Larutan Surfaktan Berbasis MES

16 

SIMPULAN DAN SARAN

20 

Simpulan


20 

Saran

20 

DAFTAR PUSTAKA

21 

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1. Hasil analisis metil ester sulfonat
2. Syarat surfaktan untuk aplikasi EOR
3. Hasil analisis larutan NaCl dan Na2CO3 dalam akuades
4. Kandungan ion dalam air injeksi dan formasi dari lapangan minyak T
5. Klasifikasi TDS
6. Kategori mutu air injeksi

6
7
9
12
12
18

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir penelitian
2. Skematik enhanced water flooding
3. Nilai pH larutan surfaktan
4. Nilai densitas larutan surfaktan
5. Nilai viskositas larutan surfaktan
6. Nilai TSS larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na2CO3
7. Nilai MTSN larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi
Na2CO3
8. Nilai RPI larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na2CO3
9. Nilai RPI larutan surfaktan melalui penyaringan dua tahap (37 dan 25µ)
10. Nilai RPI larutan surfaktan melalui penyaringan satu tahap (37 µ)
11. Nilai RPI larutan surfaktan dengan berbagai penyaringan

3
8
9
10
11
15
16
17
18
19
19

DAFTAR LAMPIRAN
1. Alat dan bahan penelitian
2. Prosedur analisis tahap penelitian
3. Perhitungan analisis metil ester sulfonat
4. Hasil perhitungan koefisien korelasi konsentrasi Na2CO3 terhadap TSS
5. Hasil perhitungan koefisien korelasi konsentrasi Na2CO3 terhadapMTSN
6. Analisis varian pengaruh konsentrasi Na2CO3 terhadap RPI
7. Perhitungan TSS dan MTSN larutan surfaktan berbasis MES dengan
media pembawa air injeksi lapangan minyak T (Penyaringan 37, 25 µ)
8. Perhitungan TSS dan MTSN larutan surfaktan berbasis MES dengan
media pembawa air injeksi lapangan minyak T (Penyaringan 37 µ)
9. Perhitungan analisis varian hubungan antara tahap penyaringan dengan
nilai RPI

23 
25 
30 
33 
33 
34
35
36
37

DAFTAR SINGKATAN
EOR
WEM
MES
MTSN
TSS
Blanko 1
Blanko 2
Larutan surfaktan A
Larutan surfaktan B
Larutan surfaktan C
Larutan surfaktan D
SMEWW

: Enhanced oil recovery
: World energi model
: Metil ester sulfonat
: Milipore test slope number
: Total suspended solid
: Air injeksi
: Air injeksi + NaCl 0,5 %
: Air injeksi + NaCl 0,5 % + MES 0,3 %
: Air injeksi + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % + Na2CO3 0,1 %
: Air injeksi + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % + Na2CO3 0,2 %
: Air injeksi + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % + Na2CO3 0,3 %
: Standart Methods for the Water and Wastewater

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mekanisme perolehan minyak dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap
primer, sekunder dan tersier. Pada tahap primer dan sekunder, terdapat 60-70%
minyak yang masih terperangkap di dalam reservoir. Oleh karena itu perlu
dilakukan tahap tersier yang merupakan proses EOR (Enhanched Oil Recovery).
Salah satu metode perolehan minyak pada tahap tersier yaitu dengan
penginjeksian bahan kimia dengan surfaktan.
Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan yang mampu menurunkan
antarmuka antara minyak dan air. Hal ini dikarenakan surfaktan memiliki gugus
hidrofilik dan hidrofobik dalam satu molekul. Gugus hidrofilik akan mengikat
fase polar (air) sedangkan gugus hidrofobik akan mengikat fase nonpolar
(minyak) sehingga meningkatkan kelarutan kedua fase. Jenis surfaktan yang
digunakan pada penelitian ini berbasis metil ester sulfonat (MES) yang memiliki
keunggulan diantaranya ramah lingkungan, berasal dari sumber yang terbarukan
dan daya deterjensi yang baik pada tingkat kesadahan air yang tinggi (Matheson
1996). Aplikasi surfaktan MES yang dikembangkan akan membantu dalam
peningkatan produktivitas perolehan minyak pada sumur tua di Indonesia.
Aplikasi injeksi surfaktan MES di Lapangan sudah memenuhi beberapa
persyaratan diantaranya syarat kompabilitas, IFT, adsorpsi, stabilitas panas,
bentuk fasa, recovery oil dan rasio filtrasi. Namun sebelum dilakukan aplikasi
perlu dilakukan juga pengujian kualitas dengan mengetahui besarnya tingkat
plugging pada formula larutan surfaktan. Hal ini disebabkan adanya masalah yang
sering mucul pada mekanisme injeksi fluida seperti korosi, penyumbatan pipa dan
terbentuknya scale. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan topik “Relative
Plugging Index Larutan Surfaktan Berbasis MES dengan Menggunakan Fluida
Lapangan Minyak T”. Penelitian ini difokuskan pada beberapa faktor diantaranya
analisa fluida reservoir (air injeksi dan air formasi), analisis surfaktan MES,
penentuan konsentrasi total suspended solid (TSS), pengamatan laju alir larutan
dan penentuan nilai relative plugging index (RPI). Bahan yang digunakan pada
penelitian diantaranya air injeksi Lapangan minyak T, surfaktan metil ester
sulfonat (MES) dan bahan aditif NaCl dan Na2CO3.
Beberapa faktor yang menyebabkan plugging antara lain adanya
penurunan tekanan, perubahan temperatur reservoir, perubahan pH larutan
surfaktan dan juga bercampurnya jenis air yang tidak kompatibel, dengan kata
lain perubahan tersebut mengakibatkan batas kelarutan konsentrasi ion-ion
tersebut di dalam air terlampaui dan menimbulkan endapan. Karakteristik endapan
yang terbentuk mempengaruhi kerusakan formasi dan peralatan yang menjadi
masalah operasional. Selain itu, pembentukan endapan juga menjadi penyebab
utama kerusakan, baik dalam sumur injeksi maupun sumur produksi. Endapan
yang terbentuk mengakibatkan pori-pori permukaan reservoir tertutup dan minyak
tertahan di dalam bebatuan, sehingga banyak industri minyak mengalami
penurunan produksi minyak.
Salah satu cara pendeteksian tingkat penyumbatan pada larutan surfaktan
adalah dengan metode relative plugging index (RPI). Prinsip metode RPI adalah

2
mendeteksi tingkat penyumbatan dengan mengukur kecepatan daya alir suatu
aliran dan jumlah padatan yang terkandung di dalam larutan injeksi. Kecepatan
aliran dan jumlah padatan yang terkandung dalam larutan akan menggambarkan
keberadaan partikel endapan yang dapat menghambat proses injeksi. Manfaat
mengetahui nilai RPI pada larutan surfaktan, akan dapat diambil tindakan
penanganan lebih awal dalam menghambat proses pengendapan beberapa
komponen tertentu. Sehingga dapat mengurangi beban dalam melakukan
pembersihan sumur akibat endapan (well cleaning).

Tujuan Penelitian
1.

2.
3.

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mengetahui nilai total suspended solid (TSS) dan milipore test slope number
(MTSN) larutan surfaktan berbasis MES dengan media pembawa air dari
lapangan minyak T.
Mengetahui nilai RPI larutan surfaktan berbasis MES yang menggunakan
media pembawa air dari lapangan minyak T.
Mengetahui pengaruh konsentrasi Na2CO3 dan tahap penyaringan
terhadap nilai RPI formula larutan surfaktan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi secara khusus untuk pengkajian formula larutan
surfaktan yang digunakan di lapangan minyak T. Kajian dilakukan menggunakan
beberapa analisis diantaranya analisis sifat psikokimia NaCl, surfaktan berbasis
MES, dan aditif Na2CO3 yang digunakan dalam formulasi larutan surfaktan.
Kemudian penelitian dilanjutkan kepada analisis air injeksi dan formasi dari
lapangan minyak T serta analisis MTSN dan TSS air injeksi dan larutan surfaktan
berbasis MES yang menggunakan air injeksi dari lapangan minyak T. Sehingga
akan diperoleh nilai RPI air injeksi dan larutan surfaktan berbasis MES yang
menggunakan air injeksi dari lapangan minyak T.

3

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu MES (metil ester sulfonat), NaCl, Na2CO3, air
injeksi lapangan minyak T, gas nitrogen (N2), filter 500 mesh, membran 0.45 μm.
Bahan yang digunakan dalam peneltian dapat dilihat pada Lampiran 1
Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu neraca analitik, hot plate, sudip, magnetic
stirrer, pipet, gelas piala, dan tabung Erlenmeyer, pH meter, density meter Anton
Paar DMA 4500, viscometer brookfield DV-III Ultra, oven, vakum filter, pompa
vakum 1.5 bar, pressure gauge, gelas ukur serta satu set alat uji filtrasi yang
terdiri dari filter holder, tabung injeksi dan tabung nitrogen. Alat yang digunakan
dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tahapan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian dengan judul “Relative Plugging Index
Larutan Surfaktan Berbasis MES dengan Menggunakan Media Pelarut Air Injeksi
Lapangan Minyak Tanjung” adalah sebagai berikut :
Mulai

Analisis bahan

Air Injeksi,Formasi

NaCl

Na2CO3

MES

Formulasi

Konsentrasi Na2CO3
0 ; 0.1 ; 0.2 ; 0.3%

Penyaringan
Satu tahap (37 µ)
Dua tahap (37-25 µ)
Tiga tahap (37-25-5 µ)TSS dan MTSN



Perhitungan RPI

Analisis data

Selesai

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian

4
Parameter-parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut. Prosedur
analisis dapat dilihat pada Lampiran 2.
Analisis Sifat Psikokimia NaCl
Analisis sifat fisikokimia NaCl yang dilakukan dengan pengukuran densitas
menggunakan density meter, viskositas menggunakan Rheometer Brookfield DVIII ultra, dan pH menggunakan pH meter
Analisis Sifat Psikokimia Alkali (Na2CO3)
Analisis sifat fisikokimia Na2CO3 yang dilakukan adalah pengukuran
densitas menggunakan density meter, viskositas menggunakan Rheometer
Brookfield DV-III ultra, dan pH menggunakan pH meter.
Analisis Sifat Psikokimia Surfaktan MES
Analisis sifat fisikokimia surfaktan MES yang dilakukan adalah pengukuran
pH dengan pHmeter, viskositas dengan Rheometer Brookfield DV-III ultra,
densitas dengan density meter, bahan aktif (José López-Salinas and Maura
Puerto), bilangan asam (Epthon 1948) dan bilangan iod (SNI 01-2901-2006).
Analisis Kimia Air Injeksi dan Formasi
Analisis air injeksi dan formasi dilakukan dengan pengukuran pH
(SMEWW 21th 2005):4500-H+,B), sulfat (SMEWW 21th (2005):4500-SO42-),
karbonat
dan
bikarbonat
(Titrasi
asidimetri),
barium
(SMEWW
th
th
21 (2005):3111B), besi (Fe) (SMEWW 21 (2005):3111B), TDS (Gravimetri),
Natrium (spektrofotometri), Magnesium (Mg) (SMEWW 21th(2005):3111B),
kalsium (Ca) (SMEWW 21th(2005):3111B).
Analisis Milipore Test Slope Number (MTSN)
Analisis Milipore Test Slope Number dilakukan menggunakan metode
pengukuran MTSN yang mengacu pada standar University of Texas at Austin.
Analisis Total Suspended Solid
Analisis Total Suspended Solid yang dilakukan menggunakan metode
pengukuran TSS (ASTM D 5907 – 03).
Penentuan RPI
dengan Beberapa Konsentrasi Na2CO3 dan Tahap
Penyaringan
Penentuan RPI dilakukan pada beberapa larutan surfaktan dengan
menggunakan media pelarut air injeksi dari lapangan minyak T. Sampel larutan
surfaktan dibuat dengan cara sebagai berikut. NaCl ditimbang secara tepat pada
kaca arloji sebanyak 5 gram (+ 0,0010). Air injeksi WIP T yang sudah di filter 30
µ ditakar sebanyak 1000 mL dengan gelas ukur ke dalam erlemeyer 1000 mL.
Garam dilarutkan menggunakan magnetic stirrer sampai larut sempurna selama
kurang lebih lima menit ke dalam botol Erlenmeyer yang berisi air injeksi dari
lapangan minyak T. Surfaktan ditimbang secara tepat seberat 3 gram (+ 0,0010)
ke dalam wadah yang sama. Erlenmeyer sambil digoyang agar tidak ada surfaktan
yang masih menempel di dinding gelas. Formula tersebut diaduk dengan
kecepatan 400 rpm pada suhu 40-450C selama 30 menit menggunakan magnetic

5
stirrer. (Diatur sedemikian rupa agar temperatur larutan mencapai 40-450C dan
erlenmeyer ditutup menggunakan alumunium foil). Alkali ditimbang
menggunakan kaca arloji secara tepat seberat 0% ; 0,1% ; 0,2%; 0,3 % (+ 0,0010),
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sedang diaduk. Semua bahan
tersebut diaduk selama satu jam dengan kecepatan 400 rpm pada suhu 40-450C
menggunakan magnetic stirrer. Larutan surfaktan disaring menggunakan filter
bahan stainless steel 37, 25 dan 5 µ. Kemudian, pengujian terhadap beberapa
parameter dilakukan, seperti TSS dan MTSN. Pengujian dilakukan sebanyak dua
kali. Rancangan percobaan yang mempengaruhi proses dilakukan dengan
rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal dengan 4 taraf. Model matematis
dari rancangan percobaan adalah sebagai berikut.

Keterangan:
Yij : hasil pengukuran pengaruh konsentrasi Na2CO3 taraf ke-i (i=1,2,3,4) pada
ulangan ke-j (j=1,2)
μ : rata-rata yang sebenarnya
Ai : pengaruh konsentrasi taraf ke-i
Εk(ij) : galat eksperimen pada ulangan ke-j karena faktor konsentrasi taraf ke-i

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Olein Sawit
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang memiliki strukrtur
amphifilik. Struktur amphifilik memiliki dua gugus, yaitu hidrofilik dan
hidrofobik, yang dapat menurunkan tegangan antar muka air dan minyak. Gugus
hidrofilik bersifat mudah larut dalam air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat
mudah larut dalam minyak (Pratomo, 2005).
Jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam proses EOR yaitu petroleum
sulfonate. Jenis surfaktan tersebut mempunyai kinerja maksimal dalam
menurunkan tegangan antar muka, yaitu sekitar 10-4 dyne/cm. Namun penggunaan
petroleum sulfonate mempunyai kelemahan berupa ketahanan rendah terhadap
kesadahan dan salinitas tinggi (Salager 2002).
Aplikasi EOR pada lapangan minyak T menggunakan metil ester sulfonat
(MES) berbasis minyak-lemak. MES termasuk golongan surfaktan anionik yang
bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya. Hal tersebut menyebabkan surfaktan
anionik memiliki kemampuan adsorbsi relatif rendah pada batuan pasir (Lake
1989). Kelebihan MES adalah biaya produksi yang rendah, karakteristik dispersi
yang baik, dan sifat deterjensi tinggi. Sifat deterjensi MES tetap baik, walaupun
berada pada kesadahan dan salinitas tinggi. Selain itu, daya deterjensi MES
dengan konsentrasi yang lebih rendah dapat menyamai daya deterjensi petroleum
sulfonate. MES pun memiliki toleransi tinggi terhadap keberadaan kalsium dan
kandungan garam (Matheson 1996).
Bahan baku pembuatan MES pada aplikasi di lapangan minyak T adalah
olein sawit dan reaktan gas SO3 dengan konsentrasi 5-7% gas SO3. Proses
pembuatan MES menggunakan sistem falling film sulfonation reactor (FFSR).
Reaktor tersebut bekerja secara kontinyu dengan pipa tunggal berkapasitas 5
ton/hari.
Pada penelitian ini, MES dianalisis dengan pengujian bilangan asam,
densitas, stabilitas busa, viskositas, bilangan iod, bahan aktif, dan pH. Hasil
analisis MES disajikan pada Tabel 1, sedangkan rincian perhitungan analisis MES
ditampilkan pada Lampiran 3.
Tabel 1 Hasil analisis metil ester sulfonat
Parameter
Satuan
Metil ester sulfonat
Bilangan Asam
mg NaOH/g sampel
7,47
3
Densitas
g/cm
0,917
Stabilitas Busa
%
50
Viskositas (0,1% sampel)
Cp
1,38
Bilangan Iod
mg iod/ g sampel
35,55
Bahan Aktif (0,1% sampel)
%
12
pH (0,1% sampel)
3,5
Bilangan asam adalah banyaknya miligram NaOH yang diperlukan untuk
menetralkan satu gram lemak atau minyak. Pengujian bilangan asam dilakukan

7
dengan melarutkan sampel MES dalam pelarut alkohol netral 95%, lalu
dilanjutkan oleh titrasi menggunakan basa NaOH.
Uji stabilitas busa bertujuan untuk mengetahui kemampuan surfaktan
dalam menghasilkan busa. Surfaktan dengan stabilitas busa yang baik diperlukan
dalam industri produk perawatan diri, seperti sabun dan sampo. Akan tetapi,
industri perminyakan tidak memerlukan surfaktan dengan stabilitas busa yang
tinggi. Kestabilan busa diperoleh dari keberadaan zat pembusa dalam surfaktan.
Zat pembusa terabsorbsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung gas,
sehingga diperoleh suatu kestabilan (Suryani 2008). Tingkat stabilitas busa yang
dimiliki MES adalah sebesar 50%. Stabilitas busa MES yang rendah disebabkan
oleh struktur meruah dari gugus hidrofobik surfaktan. Gugus hidrofobik tersebut
mengakibatkan absorbsi zat pembusa di antara kedua fase tidak tersusun baik
(Indraswari 2006).
Bilangan iod menunjukkan banyaknya gram iodin yang diserap oleh 100
gram minyak atau lemak. Penetapan bilangan iod dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan adisi gugus sulfat ke dalam rantai lemak dan membentuk gugus
sulfonat. Bilangan iod bergantung kepada komposisi asam lemak penyusun
minyak atau produk turunannya. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak mampu
menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa jenuh. Besar jumlah iod yang
diserap menunjukkan tingkat kejenuhan minyak (Ketaren, 1986). MES memiliki
nilai bilangan iod sebesar 35,5 mg NaOH/gr sampel yang memperlihatkan tingkat
ketidakjenuhan yang baik.
Keasaman atau alkalinitas pada air ditunjukkan dengan nilai pH.
Pengontrolan pH diperlukan sebagai pencegahan terhadap pembentukan endapan
dalam larutan. Semakin besar pH larutan maka akan semakin kecil kemungkinan
pembentukan endapan. Sebaliknya, semakin kecil pH maka akan menimbulkan
korosi pada alat yang digunakan. Hasil uji keasaman menunjukan nilai pH sebesar
3,5 atau dengan kata lain MES bersifat asam.
Larutan surfaktan yang akan diaplikasikan pada lapangan minyak harus
memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh BPMIGAS. Syarat-syarat surfaktan
yang tepat untuk aplikasi EOR dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Syarat surfaktan untuk aplikasi EOR (BPMIGAS 2009)
Parameter
Nilai
Positif
Compatibility
Adsorpsi
< 400μg/ g batuan
IFT
≤ 10-3 dyne/cm
Tahan terhadap temperature reservoir
Stabilitas panas
minimal 3 bulan
pH
6–8
Bentuk fasa
Tipe III (fasa tengah) atau minimal tipe II (-)
15 – 20 % incremental
Recovery oil
Rasio filtrasi
< 1,2
Reaksi di dalam sumur minyak sama seperti proses emulsifikasi kotoran
pada pencucian dengan deterjen. Awalnya, monomer surfaktan akan mengikat
minyak pada permukaan minyak (adsorpsi). Tenaga dorong dari pompa
menyebabkan surfaktan terlepas dari permukaan minyak lalu bagian lipofilik

8
surfaktan akan mengikat minyak. Kemudian, monomer-monomer surfaktan akan
saling bertemu dan membentuk agregat. Surfaktan akan lebih mudah mengikat
minyak jika minyak terdispersi di dalam larutan. Gambar 2 memperlihatkan
skema EOR di dalam sumur injeksi minyak.

Gambar 2 Skema enhanced oil recovery pada aplikasi di lapangan minyak (Gurgel
et al. 2008)
Injeksi larutan surfaktan akan menyebabkan fase minyak terputus dan
membuat permukaan sekecil mungkin dalam bentuk gelembung yang berdiri
sendiri. Surfaktan menyelubungi gelembung minyak, sehingga memperkuat ikatan
antar gelembung minyak dan memperlemah ikatan antara minyak dengan air. Hal
tersebut mengakibatkan tegangan antar muka antara minyak dan air berkurang.
Selain itu, molekul surfaktan yang diinjeksikan melalui sumur injeksi akan
berinteraksi dengan permukaan butiran batuan, sehingga tegangan adhesi antara
gelembung minyak dan batuan reservoir menurun.
Kinerja surfaktan juga akan mengurangi gaya kapiler pada daerah
penyempitan pori-pori agar minyak yang terperangkap di dalam batuan reservoir
terdesak keluar dan dapat dialirkan menuju sumur produksi. Gaya kapiler yang
bekerja pada daerah penyempitan pori-pori tersebut dapat menghambat aliran
minyak (Rochmawan 2010).
Hasil Analisis NaCl dan Na2CO3
NaCl merupakan salah satu bahan tambahan yang dicampurkan pada
larutan surfaktan. Menurut Abu-Sharkh et al (2003), penurunan nilai tegangan
antarmuka yang sangat tajam dapat diperoleh melalui peningkatan konsentrasi
NaCl.
Penambahan NaCl pada larutan surfaktan dapat menurunkan nilai
tegangan antarmuka secara signifikan. Pada salinitas 15.000 ppm, elektrolit yang
diberikan oleh NaCl akan meningkatkan kestabilan mikroemulsi larutan surfaktan
dan menurunkan tegangan antar muka. Akan tetapi, jika penambahan salinitas
melebihi 15.000 ppm, maka tegangan antar muka tidak akan turun seoptimal pada
konsentrasi salinitas 15000 ppm (Rivai et al 2011).
Alkali yang digunakan pada formula larutan injeksi pada lapangan minyak
T adalah natrium karbonat. Natrium karbonat juga memiliki kemampuan

9
menurunkan tegangan antar muka antara larutan surfaktan dan minyak. Natrium
karbonat digunakan sebagai pengatur pH basa dalam upaya mempertahankan
kondisi larutan surfaktan yang stabil.
Selain itu, Jackson (2006) juga menyatakan bahwa penambahan natrium
karbonat digunakan karena dapat menurunkan adsorpsi surfaktan anionik pada
batuan reservoir. Oleh karena itu, aliran surfaktan dapat lebih cepat dan
memungkinkan lebih sedikit surfaktan yang diinjeksi.
Na2CO3 0,3% merupakan konsentrasi optimal dalam menurunkan nilai
tegangan antarmuka hingga mencapai 6,97x10-3 dyne/cm. Penambahan
konsentrasi alkali lebih tinggi dari 0,3% tidak menurunkan nilai tegangan antar
muka, tetapi menaikkan tegangan antar muka tersebut (Rivai et al 2011).
Sifat bahan tambahan akan mempengaruhi kinerja larutan surfaktan. Oleh
karena itu, perlu diketahui sifat psikokimia dari NaCl dan Na2CO3. Sifat
psikokimia yang diukur adalah densitas, pH dan viskositas. Hasil analisis sifat
psikokimia NaCl dan Na2CO3 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil analisis larutan NaCl dan Na2CO3 dalam akuades
Densitas
3

Bahan

g/cm

pH

Viskositas (cP)

NaCl 0. 5 %

1. 0016

7

1,4

Na2CO3 0. 1 %

0. 9996

11

1,4

Na2CO3 0. 2 %

1. 0002

11

1,4

Na2CO3 0. 3 %

1. 0012

11

1,4

Analisis dilakukan pada beberapa konsentrasi bahan sesuai dengan
konsentrasi yang digunakan untuk membuat larutan surfaktan. NaCl cenderung
memiliki pH netral, sedangkan pH larutan Na2CO3 lebih bersifat basa. Nilai pH
Na2CO3 tidak berubah, meskipun konsentrasinya bertambah. Namun, penambahan
NaCl dan Na2CO3 akan mempengaruhi nilai pH larutan surfaktan. Hal tersebut
dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3 Nilai pH larutan surfaktan

10
Larutan surfaktan dengan penambahan konsentrasi Na2CO3 mengalami
kenaikan pH. Grafik di atas menjelaskan bahwa air injeksi lapangan minyak T
memiliki pH sebesar delapan. Kemudian, penambahan NaCl 0,5% dan MES 0,3%
tidak berpengaruh terhadap pH larutan surfaktan. Akan tetapi, penambahan
Na2CO3 mengakibatkan kenaikan nilai pH menjadi lebih basa. Hal ini disebabkan
karena Na2CO3 terbentuk dari senyawa basa kuat sehingga akan meningkatkan
kebasaan dari larutan surfaktan. Kondisi basa dari larutan surfaktan dikhawatirkan
dapat menimbulkan endapan dalam reservoir. Endapan tersebut timbul jika terjadi
reaksi antara larutan surfaktan yang basa dengan kandungan karbonat pada
temperatur tinggi.
Pengukuran sifat psikokimia NaCl dan Na2CO3 selanjutnya adalah
pengukuran densitas. Sama halnya dengan pengukuran pH, pengukuran densitas
juga dilakukan dalam beberapa konsentrasi NaCl, MES, dan Na2CO3 dalam
larutan surfaktan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi NaCl, MES, dan Na2CO3 yang ditambahkan, maka semakin tinggi
densitas larutan surfaktan. Densitas dapat mempengaruhi kinerja larutan surfaktan
dalam menurunkan tegangan antar muka. Semakin kecil selisih antara densitas
larutan surfaktan dan minyak, maka semakin kecil tegangan antar muka keduanya.
Pengaruh penambahan NaCl, MES, dan Na2CO3 terhadap densitas larutan
surfaktan diilustrasikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai densitas larutan surfaktan
Air injeksi lapangan minyak T memiliki densitas sebesar 0.9847 gr/cm3.
Saat air injeksi ditambahkan dengan NaCl ataupun MES, densitas larutan
surfaktan semakin meningkat. Lalu, semakin banyak penambahan konsentrasi
Na2CO3, maka nilai densitas akan meningkat secara tidak signifikan. Hal ini
disebabkan oleh penambahan massa larutan yang terjadi pada volume yang tetap.
Penambahan Na2CO3 menyebabkan selisih densitas antara minyak dan larutan
surfaktan semakin besar. Hal ini terlihat ketika pemberian Na2CO3 yang berlebih
dapat menurunkan kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka.
Selanjutnya, pengaruh dari IFT dalam recovery minyak dimodelkan oleh
kurva capillary desaturation, dimana saturasi residual oil berkorelasi dengan
fungsi capillary number. Capillary number (Nc) didefinisikan sebagai rasio
viskositas dan gaya kapiler.
Menurut Emegwalu (2010) peningkatan nilai capilary number
mengindikasikan peningkatan recovery minyak sisa. Salah satu hal yang
mempengaruhi besar nilai capillary number adalah viskositas. Nilai viskositas

11
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja surfaktan. Peningkatan
viskositas dari fluida menyebabkan peningkatan kecepatan perpindahan yang
tidak efektif. Namun, nilai Nc yang besar dapat dicapai dengan cara mengurangi
tegangan antarmuka (IFT) antara air dan minyak dengan menggunakan surfaktan.
Penambahan Na2CO3 mempengaruhi viskositas larutan, dapat dilihat pada Gambar
5.

Gambar 5 Nilai viskositas larutan surfaktan
Pada grafik di atas, menjelaskan bahwa viskositas air injeksi meningkat
dengan penambahan NaCl, sedangkan penambahan Na2CO3 menurunkan
viskositas larutan. Akan tetapi, konsentrasi Na2CO3 tidak berpengaruh nyata
terhadap viskositas larutan surfaktan berbasis MES.
Hasil Analisis Air Injeksi dan Formasi Lapangan Minyak T
Masalah utama pada lapangan minyak secara umum adalah pencampuran
air formasi dan air injeksi yang tidak kompatibel. Air injeksi merupakan air yang
telah diolah untuk diinjeksikan kembali ke dalam batuan reservoir melalui sumur
injeksi, sedangkan air formasi adalah air yang ada saat pembentukan hidrokarbon
yang terjebak dalam layer batuan. Dua fluida dikatakan tidak kompatibel jika
keduanya bereaksi satu sama lain dan menimbulkan endapan.
Air formasi dan injeksi mengandung beberapa senyawa dalam bentuk
kation dan anion. Reaksi anion dan kation akan membentuk senyawa yang
terlarut. Namun, apabila jumlah kation dan anion berlebih, maka akan
menimbulkan endapan. Endapan yang dihasilkan dari dua fluida akan
menimbulkan penyumbatan, sehingga mengganggu daya alir larutan dan
keefektifan dalam meresap minyak di dalam bebatuan. Pada formulasi larutan
surfaktan, air lapangan minyak T digunakan sebagai media pembawa surfaktan.
Tabel 4 menyajikan kandungan ion air injeksi dan air formasi lapangan minyak T.

12
Tabel 4 Kandungan ion air injeksi dan formasi lapangan minyak T
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Parameter
Sulfat (SO4+)
TDS
Kalsium (Ca2+)
Barium (Ba2+)
pH
Karbonat (CO3=)
Bikarbonat (HCO3-)
Magnesium
Natrium (Na+)
Besi (Fe)

Satuan

Air Injeksi

Air Formasi

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

11.00
2530.00
117.60
34.51
7.43
0.00
377.30
34.51
627
0.3

0.00
2650.00
100.40
52.00
7.98
0.00
382.90
52
744.5
0.00

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

Jenis endapan sacara umum diantaranya kalsium karbonat (CaCO3),
kasium sulfat (CaSO4) dan barium sulfat (BaSO4). Faktor yang mempengaruhi
pembentukan endapan yaitu perubahan tekanan, temperatur, pH dan total garam
terlarut. Berikut ion pada air injeksi yang dapat menimbulkan endapan.
Sulfat
Air injeksi lapangan minyak T mempunyai kandungan sulfat sebesar 11
mg/L, sedangkan air formasi tidak memiliki ion sulfat. Kandungan sulfat di dalam
air akan menimbulkan masalah endapan jika bereaksi dengan kalsium, yaitu
berupa endapan barium sulfat (BaSO4) atau kalsium sulfat (CaSO4).
Endapan ini disebut dengan istilah gypsum yang terbentuk dari ion
kalsium, natrium klorida, dan sulfat. Kandungan sulfat di dalam air injeksi dan
formasi sangat sedikit, sehingga kemungkinan untuk bereaksi dengan kalsium
relatif kecil. Persamaan reaksi pembentukan endapan CaSO4 adalah sebagai
berikut (Nawal 2008).
CaSO4
Ca2+ + SO4
TDS (Total Dissolved Solid)
Konsentrasi total dissolved solid air injeksi lapangan minyak T adalah
2530 mg/L. Berdasarkan Tabel 5, air injeksi lapangan minyak T termasuk ke
dalam kategori brackish salinity class, well water atau surface dan mengandung
bakteri, slimes, chemicals, organic chemistry dan solid. Begitu pun dengan
kategori TDS dari air formasi lapangan minyak T, yang mengandung TDS sebesar
2650 mg/L.
Tabel 5 Klasifikasi TDS
Tipe TDS
Klasifikasi
(mg/L)
brackish salinity class, well water atau surface dan
2000-10000
mengandung bakteri, slimes, chemicals, organik
chemistry and solid.
Soft salinity class, hardness < 60 mg/l, mengandung
< 2000
bakteri, slimes, chemicals, organik chemistry and solids
(Nawal 2008)

13
Kalsium (Ca2+)
Kalsium merupakan kation yang memiliki potensi besar dalam
pembentukan endapan apabila bereaksi dengan ion karbonat dan sulfat yang
membentuk endapan kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium sulfat (CaSO4).
Kalsium di dalam air injeksi dan formasi lapangan minyak T cukup besar dengan
nilai 117.60 mg/l dan 100.40 mg/l. Komponen kalsium yang cukup besar akan
berpotensi terjadinya endapan yang muncul pada aplikasi injeksi surfaktan.
Kandungan ion kalsium pada air injeksi dan formasi T cukup tinggi,
apabila bereaksi dengan karbonat ataupun bikarbonat akan terjadi reaksi
pembentukan. Pada air injeksi dan formasi tidak memiliki kandungan ion
karbonat. Namun ion bikarbonat di dalam air injeksi dan formasi cukup tinggi
sehingga berpotensi timbulnya reaksi dengan ion kalsium dan membentuk
endapan kalsium karbonat seperti pada persamaan kedua (Nawal 2008).
Ca2+ + CO3

CaCO3
atau

Ca2+ + (HCO3)

CaCO3 + CO2 + H2O

Faktor-faktor yang mempengaruhi endapan CaCO3 diantaranya tekanan,
kadar garam dalam air, kandungan CO2 , pH dan temperatur. Tekanan yang
dimaksukan yaitu tekanan parsial karbondioksida (CO2). Besarnya tekanan parsial
CO2 akan sebanding dengan kelarutan CO2 sehingga kelarutan CaCO3 pun
menjadi tinggi namun pH menjadi menurun (Patton 1997). Penurunan pH akan
mendukung juga terhadap peningkatan kelarutan CaCO3. Pada larutan surfaktan
maupun air formasi memiiki pH basa mendekati netral yang membentuk
kemungkinan adanya endapan CaCO3. Pada larutan surfaktan memiliki pH. Faktor
lain yang mempengaruhi kelarutan CaCO3 yaitu kadar garam, adanya kadar
garam yang tinggi akan meningkatkan kelarutan CaCO3 (Patton 1997). Tinggi nya
salinitas larutan surfaktan dan air formasi T akan membantu dalam pencegahan
adanya endapan CaCO3. Semakin tinggi suhu larutan maka kelarutan CaCO3
semakin kecil. Suhu reservoir pada lapangan minyak T yaitu 60ºC sehingga masih
terjaga kelarutan CaCO3 di dalam reservoir.
Barium (Ba2+)
Konsentrasi barium di dalam air injeksi dan formasi cenderung lebih
banyak yaitu sebesar 35.41 mg/l dan 52.00 mg/l. Apabila barium bereaksi dengan
ion sulfat akan membentuk endapan berupa BaSO4 yang sulit untuk larut di dalam
air.
Endapan BaSO4 akan timbul jika terdapat ion Ba2+ dan SO42-yang
bereaksi. Endapan BaSO4 akan timbul dengan persamaan sebagai berikut : (Nawal
2008)
Ba2+ + SO42-

BaSO4

Kelarutan endapan BaSO4 sangat kecil pada air. Pada air injeksi lapangan
minyak T, kandungan barium cukup tinggi namun kandungan sulfat yang dimiliki
berjumlah sedikit sehingga kemungkinan reaksi terbentuknya endapan BaSO4
menjadi lebih kecil.

14
Faktor yang mempengaruhi yaitu pada kenaikan temperatur 25ºC sampai
100ºC maka kelarutan akan meningkat. Namun apabila kenaikan suhu melebihi
100ºC maka akan menurunkan kelarutannya, oleh karena itu endapan yang
terbentuk menjadi lebih berpotensi (Patton 1997). Suhu reservoir pada lapangan
minyak T sebesar 60 ºC sehingga kelarutan BaSO4 dari sisi temperatur masih
memiliki tingkat kelarutan yang baik.
Keasaman (pH)
Keasaman (pH) berpegaruh terhadap timbulnya endapan pada suatu
larutan. Semakin rendah pH maka potensi timbulnya endapan CaCO3 semakin
rendah karena kelarutan yang tinggi. Begitu juga sebaliknya apabila pH semakin
basa atau tinggi maka potensi timbulnya endapan CaCO3 semakin besar karena
kelarutannya yang rendah pada temperatur tinggi. PH pada air injeksi dan formasi
memiliki nilai mendekati netral sehingga tidak terlalu besar pengaruh pH yang
dimiliki terhadap pembentukan endapan.
Karbonat dan Bikarbonat
Potensi terbentuknya endapan yang ditimbulkan dari Karbonat dan
Bikarbonat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya pH, temperatur dan juga
konsentrasi (Ca2+, CO32-, HCO3-). Air injeksi dan formasi dari lapangan minyak T
tidak memiliki kandungan karbonat namun memiliki kandungan bikarbonat cukup
tinggi yaitu sebesar 377.30 mg/l dan 382.9 mg/l. Pada air injeksi memiliki potensi
endapan kalsium karbonat cukup besar karena kandungan bikarbonat dan kalsium
yang tinggi.
Magnesium (Mg2+)
Kandungan magnesium di dalam air injeksi dan formasi cukup kecil
sehingga tidak terlalu menimbulkan masalah endapan apabila bereaksi dengan
kalsium. Magnesium juga memiliki sifat lebih cepat larut dibandingkan dengan
kalium sulfat.
Natrium (Na+)
Natrium di dalam air injeksi dan formasi dari lapangan minyak T cukup
tinggi yaitu sebesar 627 mg/l dan 744,5 mg/l namun kandungan ini tidak
berpotensi menimbulkan masalah endapan karena ion ini memiliki nilai valensi
satu. Apabila natrium bereaksi dengan ion klorida akan membentuk garam (NaCl)
yang mudah larut di dalam cairan.
Besi (Fe)
Adanya kandungan besi yang tinggi dapat menimbulkan pemasalahan
korosi dan juga pengendapan senyawa besi yang akan menyebabkan
penyumbatan. Kandungan besi di dalam air injeksi sangat kecil yaitu 0,3 mg/l dan
pada air formasi tidak terdapat ion Fe. Umumnya kandungan besi dalam air
memang kecil berupa ferric (Fe3+) dan ferro (Fe2+) ataupun dalam suatu suspensi
yang berupa senyawa besi yang terendapkan.

15
Dapat dilihat pada lampiran 8 bahwa air injeksi lapangan minyak Tanjung
mengandung wax sebesar 22,4 % (Oil and Gas Fields Atlas 1991), apabila fluida
berada pada temperatur dibawah temperatur reservoir maka wax akan memisah
dari fluida dan dapat meningkatkan zat tak terlarut di dalam larutan surfaktan.

Hasil Analisis TSS dan MTSN Larutan Surfaktan Berbasis MES
Menurut “Applied Water Technology” total suspended solid (TSS) adalah
padatan yang terdapat di dalam air injeksi seperti minyak, endapan,
mikroorganisme, tanah liat, dan bahan kimia yang tidak larut. TSS memberikan
gambaran mengenai bahan-bahan tersuspensi, baik organik maupun anorganik
yang berupa partikel pada suatu cairan. Pengujian TSS dilakukan dengan
menghitung jumlah endapan yang timbul dalam larutan.
Berdasarkan hasil pengujian, nilai TSS dari air injeksi lapangan minyak T
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai TSS larutan surfaktan A. Namun dengan
penambahan Na2CO3, nilai TSS larutan surfaktan semakin meningkat. TSS
tertinggi terdapat pada larutan surfaktan D, yaitu sebesar 0,098 mg/L. Nilai
tersebut masih jauh di bawah standar ambang batas TSS dalam air, yaitu sejumlah
50 mg/L. Peningkatan nilai TSS dengan penambahan Na2CO3 dapat dilihat dalam
Gambar 6.

r = 0.87

Gambar 6 Nilai TSS larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na2CO3
Setelah itu, dilakukan perhitungan korelasi antara konsentrasi Na2CO3
terhadap nilai TSS. Perhitungan ini menggunakan analisis korelasi untuk
mengetahui kaitan kedua variabel tersebut, dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil
analisis memperlihatkan bahwa nilai koefisien korelasi antara konsentrasi Na2CO3
dengan nilai TSS adalah sebesar 0.87. Koefisien korelasi yang bernilai positif dan
mendekati satu menunjukkan keterkaitan yang berbanding lurus antara kenaikan
konsentrasi Na2CO3 dan nilai TSS larutan surfaktan.
Berikutnya, MTSN didapatkan dengan cara membandingkan data kualitas
air, antara laju alir (mL/sec) vs volume kumulatif (mL). Pengukuran dilakukan
dengan cara mengalirkan sejumlah larutan surfaktan melewati suatu membran
filter 0.45 µ pada tekanan tetap sebesar 20 psig sambil mengukur laju alirnya.

16
Nilai MTSN untuk air injeksi lapangan minyak T sebesar -0.851. Formula
A dan formula B mempunyai nilai MTSN berturut-turut sebesar -0.791 dan 1.030. Formula C, yaitu larutan air injeksi dengan penambahan Na2CO3 0.2 %
memiliki nilai -3.156 sedangkan pada formula D nilai MTSN sebesar -3.597.
Kemudian, nilai MTSN dari larutan surfaktan, yaitu formula A, B, C dan
D dibandingkan untuk mengetahui hubungan antara penambahan kandungan
Na2CO3 dalam larutan surfaktan dengan hasil perhitungan MTSN. Setelah
melalui analisis perhitungan pada Lampiran 5, dinyatakan bahwa hubungan
konsentrasi Na2CO3 terhadap nilai MTSN adalah berbanding terbalik dan kuat,
yang dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi sejumlah -0.95. Hal ini berarti
semakin tinggi kadar Na2CO3 yang dicampurkan, maka akan semakin rendah nilai
MTSN larutan surfaktan tersebut. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara kedua
variabel tersebut.
r = - 0.95

Gambar 7 Nilai MTSN larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na2CO3
Hasil analisis TSS dengan MTSN menunjukkan hubungan yang
barbanding terbalik antara keduanya. Semakin tinggi nilai TSS, maka semakin
rendah laju alir. Hal ini dikarenakan nilai TSS tinggi menandakan hambatan aliran
yang lebih banyak.

Hasil Analisis Relative Plugging Index (RPI) Larutan Surfaktan
Berbasis MES
Salah satu faktor penting dalam menentukan mutu larutan surfaktan dalam
aplikasi EOR, yaitu mengetahui nilai relative plugging index (RPI). RPI
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas fluida injeksi, sehingga
perkiraan plugging yang terjadi dalam air reservoir dapat diketahui. Metode
pengujian yang dikembangkan oleh NACE Standard TM-01-73 (Taber, et al
1997). RPI juga dapat didefinisikan sebagai kualitas relatif larutan surfaktan dan
diperoleh dari pengurangan TSS dengan MTSN contoh larutan surfakatan yang
sama. Konsentrasi atau nilai TSS suatu larutan akan sangat mempengaruhi nilai
RPI (Nawal 2008).

17
RPI = TSS – MTSN
Keterangan : TSS
MTSN

= Total suspended solid (mg/L)
= Milipore Test Slope Number

Apabila larutan surfaktan yang akan diinjeksikan memiliki nilai TSS
tinggi, maka nilai RPI menjadi besar. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat
penyumbatan pada media berpori. Dalam penelitian ini, telah dilakukan penentuan
nilai RPI terhadap beberapa formula larutan surfaktan yaitu air injeksi T dan juga
formula larutan dengan menggunakan beberapa konsentrasi Na2CO3. Berdasarkan
hasil pengukuran TSS dan MTSN, didapatkan nilai RPI dari masing-masing
larutan, seperti yang ditampilkan pada Gambar 8.

r = 0.95

Gambar 8 Nilai RPI larutan surfaktan dengan berbagai konsentrasi Na2CO3
Analisis varian dilakukan untuk mencari tingkat pengaruh konsentrasi
Na2CO3 terhadap nilai RPI. H0 pada analisis varian ini adalah tidak ada pengaruh
dari konsentrasi Na2CO3 bagi nilai RPI dan H1 adalah ada pengaruh nyata
konsentrasi Na2CO3 terhadap nilai RPI. Setelah perhitungan, ditemukan bahwa
jumlah kuadrat antar populasi sebesar 12.86 dengan kuadrat tengah antar populasi
sejumlah 4.29. Kemudian jumlah kuadrat dalam populasi adalah sebesar 2.34
dengan kuadrat tengah 0.59. Berdasarkan data tersebut, diperoleh F hitung sebesar
7.33 dan F tabel (α=5%, db1=3,db2=4) sebesar 6.59. Nilai F hitung lebih besar
daripada F tabel, sehingga data mendukung terhadap penolakan H0 dan
penerimaan H1. Hal ini mempertegas bahwa konsentrasi Na2CO3 berpengaruh
nyata kepada nilai RPI. Perhitungan analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 6.
Berdasarkan Tabel 6 yang menerangkan kategori kualitas larutan injeksi,
mutu air injeksi lapangan minyak T masuk ke dalam kategori mutu excellent.
Pada formula A dan B memiliki nilai di bawah 3 yang menyatakan bahwa mutu
larutan injeksi excellent dan cocok untuk diaplikasikan pada semua formasi. Nilai
RPI larutan C dan D berada pada range 3-10, yang berarti larutan masih
dikategorikan cukup baik untuk diaplikasikan. Gambar 9 memperlihatkan grafik
pengaruh konsentrasi Na2CO3 terhadap nilai RPI larutan surfaktan.

18
Hasil nilai RPI terbaik adalah formula larutan A. Apabila dibandingkan
dengan persyaratan IFT, larutan surfaktan dengan nilai IFT terkecil dimiliki oleh
formula C. Fungsi utama surfaktan dalam injeksi adalah menurunkan tegangan
antarmuka antara air dan minyak di dalam reservoir, sehingga formula yang telah
diterapkan di lapangan sudah tergolong optimal dengan kategori RPI excellent.
Tabel 6 Kategori mutu larutan injeksi
RPI
Kualitas
Keterangan
15
Buruk
Tidak dapat digunakan untuk injeksi,
harus dilakukan penjernihan
(NACE Standart TM-01-73)
Berdasarkan pengukuran RPI larutan surfaktan berbasis MES dengan
penyaringan 3 tahap (37, 25 dan 5 µ), didapatkan bahwa mutu larutan surfaktan
termasuk ke dalam kategori excellent dan baik. Selanjutnya dilakukan juga
pegukuran RPI larutan surfaktan dengan penyaringan satu tahap (37 µ) dan dua
tahap (37 dan 25 µ) untuk mengetahui apakah sampai penyaringan tersebut masih
memiki kategori mutu larutan surfaktan yang baik. Gambar 9 merupakan ilustrasi
dari nilai RPI larutan surfaktan dengan penyaringan dua tahap.

Gambar 9 Nilai RPI larutan surfaktan melalui penyaringan dua tahap (37 dan 25
µ)
Pada penyaringan dua tahap, larutan surfaktan A, B, C dan D masuk ke
dalam kategori baik sebagai larutan injeksi, dengan nilai RPI 3 sampai dengan 4,5.
Berdasarkan perhitungan analisis varian, konsentrasi Na2CO3 pada penyaringan
larutan surfaktan dua tahap tidak berbeda nyata dengan nilai RPI. Perhitungan
anova tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. Setelah itu, penyaringan dilanjutkan
dengan cara satu tahap. Gambar 10 menunjukkan hasil pengukuran RPI dengan
penyaringan satu tahap.

19

Gambar 10 Nilai RPI larutan surfaktan melalui penyaringan satu tahap (37µ)
Larutan surfaktan dengan penyaringan satu tahap memiliki nilai RPI yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penyaringan lain. Namun, apabila dilihat dari
kategori mutu larutan injeksi, seluruh larutan surfaktan masih dalam kategori baik.
Uji analisis varian dari penyaringan satu tahap menyatakan bahwa konsentrasi
Na2CO3 tidak berpengaruh nyata terhadap RPI larutan. Perhitungan dapat dilihat
pada Lampiran 8. Berdasarkan perbedaan penyaringan pada larutan surfaktan,
dihasilkan nilai RPI yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Nilai RPI larutan surfaktan dengan berbagai penyaringan. 37µ ( ),
37+25µ ( ) dan 37+25+5µ ( )
Larutan surfaktan dengan penyaringan 3 tahap memiliki nilai RPI yang
lebih baik dibandingkan dengan hasil dari penyaringan dua ataupun satu tahap.
Namun, dapat dilihat bahwa kenaikan nilai RPI pada larutan melalui penyaringan
dua ataupun satu tahap masih memiliki nilai RPI yang tergolong baik, sehingga
mutu larutan masih cukup baik dalam aplikasi di lapangan. Berdasarkan analisis
varian dinyatakan bahwa besar penyaringan berpengaruh nyata terhadap RPI.
Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9.

20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Setelah melakukan analisa terhadap larutan surfaktan dengan beberapa
konsentrasi Na2CO3, terdapat beberapa point penting yang dapat disimpulkan,
yaitu :
1. Larutan surfaktan dengan nilai TSS terendah sebesar 0,03 mg/L yaitu pada
larutan A (Air injeksi T + NaCl 0,5 % + MES 0,3 %) dengan penyaringan
tiga tahap (37, 25 dan 5 µ). Sedangkan larutan surfaktan dengan nilai MTSN
tertinggi sebesar -0.79 yaitu pada larutan A (Air injeksi T + NaCl 0,5 % +
MES 0,3 %) dengan penyaringan tiga tahap (37, 25 dan 5 µ).
2.

Larutan surfaktan dengan nilai RPI terendah yaitu pada larutan A (Air injeksi
T + NaCl 0,5 % + MES 0,3 %) sebesar 0,82 termasuk dalam kategori
excellent melalui penyaringan 37, 25 dan 5 µ. Sedangkan nilai RPI tertinggi
terdapat pada larutan D (Air injeksi T + NaCl 0,5 % + MES 0,3 % + Na2CO3
0,3%) sebesar 5,83 termasuk dalam kategori baik melalui penyaringan satu
tahap (37 µ).

3.

Semakin tinggi konsentrasi Na2CO3 maka semakin tinggi nilai RPI.
Sedangkan semakin banyak tahapan penyaringan maka nilai RPI semakin
kecil. Nilai RPI larutan surfaktan masih dalam kategori excellent dan cukup
baik sehingga masih baik untuk diaplikasikan pada teknologi EOR.
Saran

Hasil RPI larutan surfaktan berbasis MES dengan media pembawa air
injeksi lapangan minyak T melalui penyaringan satu, dua ataupun tiga tahap
masih masuk dalam kategori baik untuk diaplikasikan. Oleh karena itu untuk
meningkatkankan efisiensi biaya penyaringan, disarankan untuk dilakukan
penyaringan dua tahap (37 dan 25 µ) atau satu tahap (37 µ) saja tanpa melewati
saringan 5 µ.

21

DAFTAR PUSTAKA
Abu-Sharkh BF, Yahaya GO, Ali SA, Hamad EZ, Abu-Reesh IM. 2003.Viscosity
Behavior and Surface and Interfacial Activities of Hydrophobically
Modified Water-Soluble Acrylamide/N-Phenyl Acrylamide Block
Copolymers. J.of Applied Polymer Science 89: 2290 – 2300.
Eni H, Suwartiningsih, dan Sugihardjo. 2007. Studi Penentuan Fluida Injeksi
Kimia. Prosiding Simposium Nasional IATMI 2001 25 - 28 Juli 2007,
UPN “Veteran” Yogyakarta.
Emegwalu CC. 2009. Enhanced Oil Recovery: Surfactant Flooding as a
Possibility for the Norne E-Segment. [tesis] Department Of Petroleum
Engineering And Applied Geophysics. Norwegian University of Science
and Technology. http://www.ipt.