Synthesis of Nanoparticles of Extracts of Red Betel (Piper Crocatum) and Its Delivery System

SINTESIS NANOPARTIKEL EKSTRAK SIRIH MERAH
(Piper crocatum) DAN KAJIAN SISTEM PENGANTARANNYA

KUN TANTI DEWANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sintesis Nanopartikel
Ekstrak Sirih Merah (Piper Crocatum) dan Kajian Sistem Pengantarannya adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2013
Kun Tanti Dewandari
NRP F251100111

RINGKASAN
KUN TANTI DEWANDARI. Sintesis nanopartikel ekstrak sirih merah (Piper
crocatum) dan Kajian Sistem Pengantarannya. Dibimbing oleh SEDARNAWATI
YASNI dan SRI YULIANI.
Sirih merah merupakan salah satu tanaman obat yang dapat dimanfaatkan
sebagai minuman fungsional, karena mengandung senyawa fitokimia dari
golongan alkaloid, flavonoid, dan tanin yang berkhasiat sebagai antihiperglikemik
dan antioksidan. Rasa ekstrak daun sirih merah yang pahit dan rendahnya
bioavailabilitas bahan aktif suatu ekstrak tanaman merupakan kendala yang perlu
dicarikan solusinya.
Upaya meningkatkan bioavailabilitas dapat dilakukan dalam bentuk
nanopartikel, karena bentuk nanopartikel akan memperluas permukaan sehingga
aktivitasnyapun akan meningkat. Tujuan utama dalam merancang partikel nano
sebagai suatu sistem pengantaran senyawa aktif adalah untuk (1) mengontrol
ukuran partikel, sifat permukaan dan pelepasan agen farmakologi aktif untuk

mencapai target senyawa pada tingkat optimal; (2) meningkatkan stabilitas
senyawa; dan (3) mengontrol sifat pelepasan senyawa aktif. Penelitian ini
merupakan salah satu alternatif untuk diversifikasi produk pangan fungsional
berbasis sirih merah guna meningkatkan efektivitas penggunaan daun sirih merah
serta biovaibilitasnya. Peluang pengembangan teknologi nano melalui teknik
enkapsulasi formula ekstrak berbasis sirih merah dalam matrik nano diharapkan
dapat meningkatkan sifat fungsionalnya, agar penggunaannya sebagai fitofarmaka
menjadi lebih optimal.
Penelitian diawali dengan ekstraksi senyawa aktif sirih merah menggunakan
metode maserasi dan refluks. Pada ekstrak yang diperoleh dilakukan uji fitokimia
dan analisis yang meliputi rendemen, kapasitas antioksidan, total fenol,
concentration providing 50% inhibition (IC50) dan analisis komponen volatil
senyawa aktif. Tahap kedua adalah sintesis nanopartikel menggunakan metode
gelasi ionik dengan 4 konsentrasi kitosan yaitu 0,1%, 0,2%, 1% dan 2%. Pada
masing-masing konsentrasi ditentukan ukuran partikel dengan menggunakan
Particle Size Analyzer (PSA), pengujian aktivitas fungsionalnya dan pengukuran
kestabilannya. Tahapan ketiga adalah pengeringan semprot untuk mendapatkan
nanopartikel dalam bentuk bubuk dengan bahan pengisi maltodekstrin (M) dan
kombinasi antara maltodekstrin dan isolat protein kedelai (MISP). Tahapan
keempat adalah pengkajian sistem pengantaran produk enkapsulasi berdasarkan

uji disolusi dan uji bioaccessibility.
Ekstrak sirih merah diketahui mengandung senyawa polifenol, tanin dan
flavonoid. Ekstraksi menggunakan metode maserasi memberikan hasil yang lebih
baik daripada metode refluks, yaitu rendemen 7,2 ± 0,25%, kapasitas antioksidan
10892,86 ± 6,06 AAE ppm dengan IC50 46,51 ± 0.05 dan kadar total fenol
2388,37 ± 0,3 mg/100gr. Komponen volatil dari ekstrak sirih merah dengan cara
maserasi dan refluks didominasi oleh golongan monoterpen, yaitu sabinen dan
mirsen. Formula nanopartikel dengan konsentrasi 0,2% masih memiliki nilai
kapasitas antioksidan yang tinggi dan mempunyai ukuran partikel terkecil, yaitu
sebesar 197,20 ± 11,68 nm dengan nilai indek polidispersitas sebesar 0.235 ± 0.03

dan kestabilan yang baik ditunjukkan oleh nilai zeta potensial sebesar 32.75±2.11
mV.
Pengeringan semprot yang dilakukan terhadap konsentrasi ekstrak terpilih
menggunakan bahan pengisi maltodekstrin dan isolat protein kedelai
menunjukkan bahwa bahan pengisi kombinasi isolat protein kedelai 20% dan
maltodekstrin 80% memberikan hasil yang baik, nilai aktivitas antioksidan lebih
tinggi dibanding perlakuan bahan pengisi maltodekstrin 100% (M), walaupun
terjadi peningkatan ukuran partikel hingga menjadi 8266,9 ± 1134,9 nm, Dari
hasil foto Scanning Electron Microscopy, morfologi nanopartikel menyerupai

bentuk bola dengan permukaan kasar dan berkerut. Hasil uji stabilitas pada
beberapa pH selama 7 hari penyimpanan menunjukkan bahwa kerusakan senyawa
fenol pada pH tinggi (6, 7 dan 8) lebih banyak dibandingkan pada pH rendah (2, 3
dan 4).
Hasil pengujian bioavailabilitas dengan metode disolusi menunjukkan
bahwa pelepasan senyawa fenol pada medium basa berjalan lebih cepat
dibandingkan pada medium asam. Pada medium basa pelepasan maksimal terjadi
pada menit ke 180 untuk sampel nanopartikel dan MISP, sedangkan pada medium
asam, pelepasan terbesar pada sampel ekstrak sebesar 96,51% diikuti oleh sampel
maltodekstrin 49%, sampel nanopartikel 42,78% dan sampel MISP 39%. Hasil
pengujian bioacessibility menunjukkan bahwa kandungan total fenol masih dapat
ditemukan di dalam lambung, tetapi tidak semua dapat digunakan hingga ke
dalam usus karena sebagian terbuang dan masuk ke dalam kolon. Semua sampel
yang diujikan mempunyai potensi sebagai inhibitor enzim alfa glukosidase
dengan nilai penghambatan ekstrak, nanopartikel, M, MISP dan acarbose berturutturut 83,44±0,494 %; 28,21±1,124 %; 16,49±0,330 %; 15,36±0,202% dan
65,76±2,362%.
Nanopartikel sirih merah dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
produk nutraseutikal yang lebih tahan pada kondisi asam. Pelepasan senyawa
fenol terkendali pada kondisi asam, sedangkan pada kondisi basa terlepas lebih
cepat. Formula nanopartikel kitosan konsentrasi 0,2% yang dikeringkan dengan

bahan pengisi maltodekstrin 80% dan isolat protein kedelai 20% memberikan sifat
fungsional yang baik serta tahan terhadap kondisi asam.
Kata kunci : sirih merah, nanopartikel, kitosan, disolusi, bioacessibility

SUMMARY
KUN TANTI DEWANDARI. Synthesis of Nanoparticles of Extracts of Red Betel
(Piper Crocatum) and Its Delivery System . Supervised by Sedarnawati Yasni and
Sri Yuliani
Red betel plant is one of medicinal plants that can be used as an ingredient
of functional drinks, because it contains phytochemical compounds such as
alkaloids, flavonoids, and tannins having antihyperglycemic and antioxidant
properties. Bitter flavors of red betel leaf extract and its low bioavailability are a
problem.
To improve the bioavailability can be done in the nanoparticles, because the
surface of the nanoparticles will expand so the activity will increase. The main
goals in designing nanoparticles as a delivery system for the active compound is
(1) to control the particle size, surface properties and release of active compounds
to achieve a target compounds at optimum levels, (2) increase the stability of the
compound, and (3 ) to control the release of active compounds. This study
provides diversification product of red betel-based functional food to increase its

effectiveness and bioavailability. Development of nanoencapsulation of extracts
of red betel is expected to improve its functional properties.
The first stage of this study is extraction of active compounds of red betel
using maceration and reflux method. The extract was analysed for its
phytochemical compounds, yield, antioxidant capacity, total phenol, concentration
providing 50% inhibition (IC50) and the profile of volatile components. The
second stage is the synthesis of nanoparticles using ionic gelation method with
four concentration of chitosan (0.1%, 0.2%, 1% and 2%) with 10% extract. At
this stage, product characterization includes particle size, functional activities and
stability are measured. The third stage is encapsulation using spray drying with
two different encapsulants, i.e.maltodextrin (M) and a combination of
maltodextrin and soy protein isolate (MISP). The fourth stage is examining
delivery system by using dissolution technique and bioaccessibility assay.
Red betel extracts contain polyphenols, tannins and flavonoids. Maceration
method gave better results than the reflux method (yield of 7.2 ± 0.25%, ± 6.06
10892.86 antioxidant capacity AAE ppm with IC50 46.51 ± 0.05, and total
phenolic content of 2388.37 ± 0.3 mg/100g). Volatile components of red betel
extracts were dominated by the monoterpenes, which were sabinene and myrcene.
Nanoparticles with a concentration of chitosan 0.2% still had a high antioxidant
capacity values with smallest particle size (197.20 ± 11.68 nm), polydispersity

index of 0.235 ± 0.03 and zeta potential of 32.75 mV ± 2.11
Spray drying using maltodextrin 80% and soy protein isolates 20% gave higher
antioxidant activity but increased particle size value (8266.9 ± 1134.9 nm).
Nanoparticle morphology showed spherical shapes with rough and wrinkle
surface. The pH during storage showed more destabilization of phenolic
compounds at high pH (6, 7 and 8) than in low pH (2, 3 and 4).
Dissolution assay showed that the release of phenolic compounds in alkaline
medium was faster than that in acidic medium. In the alkaline medium, the
maximum release occurred at the 180th minute for both nanoparticles solution and
MISP capsule powder, whereas in the acidic medium, the highest release was

observed at free extract (96.51%) followed by maltodextrin capsule powder
(49%), nanoparticle solution (42.78%). Bioacessibility analysis show that
phenolic content was found in the stomach, with some part was wasted. All
samples had alpha-glucosidase inhibitor properties (83.44 ± 0.494%, 28.21 ±
1.124%, 16.49 ± 0.330%; 15.36 ± 0.202% and 65.76 ± 2.362%) for nanoparticle
solution, maltodextrin capsule powder, MISP capsule powder and acarbose,
respectively.
Red betel nanoparticles can be used as an alternative nutraceuticals products
that are more resistant to acidic conditions. The release of phenolic compounds in

acidic conditions can be controlled, but under alkaline conditions more faster than
in acidic concentration. The best formula is encapsulate with maltodextrin 80%
and soy protein isolate 20% and contains nanoparticle of 0.2% chitosan provide
good functional properties. Nanoparticle powder with maltodextrin 80% and soy
protein isolate 20% provide good functional properties and resistant to acidic
conditions.
Keywords: red betel, nanoparticles, chitosan, dissolution, bioacessibility

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SINTESIS NANOPARTIKEL EKSTRAK SIRIH MERAH
(Piper crocatum) DAN KAJIAN SISTEM PENGANTARANNYA


KUN TANTI DEWANDARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi

Judul Tesis
Nama
NIM


: Sintesis Nanopartikel Ekstrak Sirih Merah (Piper Crocatum) dan
Kaj ian Sistem Pengantarannya
: Kun Tanti Dewandari
: F2511 00 111

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

セイc@

Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr
Ketua

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
llmu Pangan


\

Tanggal Ujian:
20 Mei 2013

TanggaJ Lulus:

1 9 AUG 2013

Judul Tesis
Nama
NIM

: Sintesis Nanopartikel Ekstrak Sirih Merah (Piper Crocatum) dan
Kajian Sistem Pengantarannya
: Kun Tanti Dewandari
: F251100111

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr
Ketua

Dr Ir Sri Yuliani, MT
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
20 Mei 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala berkat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini mengenai sirih
merah dan kajian sistem pengantarannya dengan judul Sintesis Nanopartikel
Ekstrak Sirih Merah (Piper Crocatum) dan Kajian Sistem Pengantarannya. Tesis
ini merupakan hasil penelitian yang didanai oleh Proyek KKP3T (Kerjasama
Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) tahun anggaran 2012.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof.Dr.Ir. Sedarnawati Yasni,
MAgr selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sri Yuliani, MT selaku
anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing
penulis selama melakukan penelitian dan memberikan kritik serta saran selama
penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir.
Didah Nur Faridah yang telah bersedia menjadi penguji luar pada ujian tesis dan
memberikan saran-saran untuk perbaikan tesis.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Badan Litbang
Pertanian yang telah memberi beasiswa belajar, Bapak Ir. Rudy Tjahjohutomo,
MT selaku kepala balai, bapak dan ibu peneliti di Balai Besar Litbang Pascapanen
Pertanian, yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah memberikan dorongan
moril selama penulis melaksanakan tugas belajar. Ucapan terima kasih ditujukan
juga kepada laboran dan teknisi di Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian :
Citra, Idris, Ibu Dini, Ibu Pia, Mas Tri, Dwi, Mas Yudi yang telah membantu
selama pelaksaan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
laboran dan teknisi laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.
Ungkapan terima kasih ditujukan pula kepada teman-teman IPN 2010,
Komang, Pipit, Ratna, Tika, Ame, Mbak Maria, Mbak Rara, Sadek, Pak Cecep,
Umi, Mbak Farah dan yang lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu yang
bersedia membantu dan berbagi suka duka selama kuliah dan penelitian.
Terakhir, terima kasih tak terhingga kepada suami tercinta Diner Y.E
Saragih, SP, MSE dan anakku tersayang Theresia Ayuditha Saragih atas
hilangnya waktu dan kebersamaan serta doa dan kasih sayangnya. Kepada bapak
ibu tercinta, Bapak KRT.Prodjoharjono, SH dan Ibu Sumijati, SIP atas doa, kasih
sayang, perhatian yang tak ternilai. Kepada mbak Anik, mbak Nuning, mas Bowo
dan mas Anto atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Kun Tanti Dewandari

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xi
xii
xii
xii

1 PENDAHULUAN
Dasar Pertimbangan
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sirih Merah
Nanopartikel kitosan
Nanoteknologi pada produk pangan
Bioaccessibility
3. METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Sirih Merah
Rendemen, Kapasitas Antioksidan dan Total fenol Ekstrak
Analisis Komponen Volatil Ekstrak Sirih Merah
Sintesis Nanopartikel
Stabilitas Nanopartikel
Sifat Fungsional Nanopartikel
Pengeringan Semprot (Spray Drying) Nanopartikel Ekstrak Sirih Merah
Stabilitas pada Penyimpanan
Kapasitas Antioksidan serta Total Fenol
Struktur mikrokapsul
Uji disolusi in vitro pada medium asam dan basa
Uji bioaccessibility secara in vitro
Penghambatan enzim α-glukosidase
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
3
3
3
3
3
4
5
6
7
7
7
8
12
12
14
15
16
19
20
21
22
24
25
26
28
30
31
31
32
33
40

DAFTAR TABEL
1. Uji fitokimia ekstrak sirih merah
2. Data rendemen, kapasitas antioksidan dan total fenol ekstrak sirih merah
3. Profil senyawa volatil ekstrak sirih merah yang teridentifikasi dengan
GC-MS
4. Ukuran nanokitosan sirih merah pada berbagai konsentrasi
5. Hasil analisis sifat fungsional nanopartikel
6. Konsentrasi total fenol pada pH asam selama penyimpanan 7 hari
7. Konsentrasi total fenol pada pH basa selama penyimpanan 7 hari
8. Hasil pengujian sifat fungsional
9. Penghambatan enzim α-glukosidase

13
14
16
18
20
23
23
24
31

DAFTAR GAMBAR
1. Interaksi kitosan dengan TPP (a) deprotonasi, (b) ikatan silang ionik
2. Sampel nanokitosan sirih merah
3. Bubuk nanopartikel (A) kombinasi 80% maltodekstrin,20% Isolat Protein
Kedelai dan (B) Maltodekstin 100%
4. Struktur nanopartikel hasil foto SEM
5. Hubungan waktu terhadap pelepasan total fenol pada medium basa
6. Hubungan waktu terhadap pelepasan total fenol pada medium asam
7. Skema penyerapan senyawa fenol dalam tubuh
8. Hasil uji bioaccessibility nanopartikel sirih merah

17
18
22
25
26
27
29
29

DAFTAR LAMPIRAN
1. Skema penelitian
2. Analisa dengan GC-MS
3. Prosedur Analisa
4. Uji anova total fenol, IC50 dan kapasitas antioksidan nanopartikel
5. Uji anova indeks polidispersitas, ukuran partikel dan zeta potensial
6. Uji statistik pengaruh perlakuan terhadap pH selama penyimpanan
7. Uji statistik rendemen dan sifat fungsional ekstrak
8. Hasil uji ukuran nanopartikel dengan PSA
9. Hasil uji zeta potensial nanopartikel

40
41
43
45
47
49
50
51
53

1 PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah
Brazil dengan lebih dari 30.000 spesies tanaman, walaupun hanya sekitar 300
spesies tanaman yang terdaftar pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) yang telah digunakan untuk bahan obat tradisonal (jamu) oleh industri
obat tradisional (Depkes 2007). Menurut laporan BPS (2004) sejumlah 7.000
spesies merupakan tanaman obat, dan 4.500 spesies diantaranya berada di Pulau
Jawa. Tanaman obat dan rempah asli Indonesia menjadi salah satu keunggulan
komparatif bagi daya saing Indonesia, khususnya untuk mengembangkan produk
pangan fungsional, karena senyawa fitokimia yang terkandung di dalam tanaman
obat dan rempah asli Indonesia memiliki khasiat tertentu yang bermanfaat untuk
menjaga kesehatan tubuh.
Pengembangan produk pangan fungsional berbahan dasar tanaman obat dan
rempah asli Indonesia yang memiliki aktivitas antihiperglikemik sangat
diperlukan untuk menunjang upaya pemerintah mengurangi peningkatan jumlah
penderita diabetes. Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara
dengan penderita diabetes mellitus terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat,
Cina dan India. Penderita diabetes saat ini berjumlah 13,7 juta orang, dan dapat
meningkat menjadi 20,1 juta pada 2030 (Antara 2011). Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes sebanyak 2-3 kali lipat pada
tahun 2030. Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang terjadi sebagai akibat
dari ketidakmampuan pankreas untuk memproduksi insulin yang cukup atau
tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang diproduksinya dengan efektif.
Salah satu tanaman obat Indonesia yang potensial yang diketahui memiliki
aktivitas antihiperglikemik adalah daun sirih merah (P. crocatum). Sirih merah
merupakan salah satu tanaman obat yang mengandung senyawa fitokimia dari
golongan alkaloid, flavonoid, dan tanin yang berkhasiat sebagai antihiperglikemik
dan antioksidan. Dari penelitian Batubara (2011), komponen utama dalam sirih
merah adalah monoterpen dan sesquiterpen yang dapat meningkatkan aktivitas
monofenolase dan difenolase pada enzim tirosinase. Pemberian air rebusan sirih
merah dosis 20 g/kg BB pada tikus jantan galur Sprague dawley dapat
menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memperbaiki kelenjar eksokrin
pankreas tikus yang rusak akibat aloksan (Safithri et al. 2006). Penelitian lain
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah dapat menghambat oksidasi
asam lemak dengan daya hambat terbesar 80,40% pada konsentrasi 200 ppm dan
sebagai radical scavenger dengan nilai IC50 85,82 ppm (Alfarabi et al. 2010).
Saat ini, kecenderungan penggunaan tanaman herbal untuk pengobatan terus
meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, hampir
separuh orang Indonesia mengkonsumsi jamu (obat herbal). Data dari Departemen
Kesehatan (2010) menyatakan bahwa sebanyak 49,53 persen penduduk Indonesia
berusia 45 tahun ke atas mengkonsumsi jamu. Oleh karena itu, daun sirih merah
berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk pangan fungsional. Umumnya
masyarakat dengan mudah mengkonsumsi air rebusan daun sirih merah, tetapi
karena rasanya yang pahit hanya kalangan tua (usia 50 th ke atas) yang menyukai.
Penelitian Nedovic et al. (2011) menyatakan bahwa keefektifan senyawa
polifenol sangat tergantung pada stabilitas, bioaktivitas dan bioavailability. Selain

2
rasa yang kurang disukai, hanya sedikit senyawa polifenol yang terdapat dalam
sistem pencernaan, karena waktu tinggal di dalam lambung tidak cukup lama,
permeabilitas serta kelarutan dalam usus yang rendah. Selain itu, senyawa
polifenol tidak stabil pada proses pengolahan pangan dan penyimpanan (suhu,
oksigen dan cahaya) atau dalam saluran pencernaan (pH, enzim) merupakan
faktor pembatas bagi aktivitas maupun manfaat polifenol bagi kesehatan. Salah
satu teknologi yang mulai banyak digunakan, adalah teknologi nano karena dalam
bentuk partikel nano luas permukaan meningkat, dan aktivitas senyawa aktif akan
meningkat juga. Nanoenkapsulasi menunjukkan partikel dengan diameter dari 1
hingga 1000nm (Fang 2010). Tujuan utama dalam merancang partikel nano
sebagai suatu sistem pengantaran senyawa aktif adalah (1) mengontrol ukuran
partikel, sifat permukaan dan pelepasan agen farmakologi aktif dalam rangka
mencapai tindakan situs-spesifik senyawa pada tingkat optimal; (2) meningkatkan
stabilitas senyawa ; dan (3) memiliki sifat pelepasan terkontrol.
Keuntungan menggunakan partikel nano sebagai sistem pengantaran
senyawa aktif meliputi hal-hal berikut: (1) ukuran partikel dan karakteristik
permukaan partikel nano dapat dengan mudah dimanipulasi, (2) partikel nano
dapat mengontrol dan mempertahankan pelepasan senyawa aktif selama
transportasi sehingga mengurangi efek samping, (3) pelepasan senyawa aktif
terkontrol dan karakteristik partikel degradasi dapat dengan mudah dipengaruhi
oleh pilihan konstituen matriks. Kandungan senyawa aktif dapat dimasukkan ke
dalam sistem tanpa reaksi kimia, hal ini merupakan faktor penting untuk menjaga
aktivitas senyawa (Hirano S et al 1990 ).
Aplikasi nanoteknologi di bidang pangan cenderung semakin meningkat,
karena keunggulannya dalam meningkatkan bioavailabilitas senyawa aktif,
pengendalian pelepasan senyawa aktif serta memperbaiki sifat sensori. Dalam
ukuran nano, partikel senyawa aktif lebih mudah diabsorpsi oleh dinding usus
halus sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya. Absorpsi senyawa aktif
meningkat karena kelarutan partikel meningkat akibat dari luas permukaan
partikel yang lebih besar. Dalam ukuran nano, partikel juga memiliki waktu
tinggal yang lebih panjang karena terjerap dalam lapisan mukosa usus.
Penerapan teknologi nano dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
aktivitas fungsional dan bioavailabilitas dari senyawa-senyawa fitokimia daun
sirih merah. Mengacu kepada beberapa hasil penelitian nano partikel
nutraceutical, seperti propolis, teh hijau maupun curcuma yang menunjukkan
bahwa bioavailabilitas dan sifat fungsional lainnya meningkat secara signifikan
dalam bentuk nanopartikel.
Penelitian ini merupakan salah satu alternatif untuk diversifikasi produk
pangan fungsional berbasis sirih merah, meningkatkan efektivitas penggunaan
daun sirih merah dan meningkatkan biavaibilitasnya. Peluang pengembangan
teknologi nano ekstrak sirih merah diharapkan dapat meningkatkan sifat
fungsionalnya agar penggunaannya sebagai fitofarmaka menjadi lebih optimal.
Selain itu, penelitian ini dapat mendorong semakin berkembangnya penelitian
tanaman biofarmaka agar dapat meningkatkan potensi tanaman biofarmaka asli
Indonesia.

3
Dasar Pertimbangan
1.

2.

3.

4.

Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus merupakan tantangan dan
peluang bagi pengembangan tanaman biofarmaka terutama dalam bentuk
pangan fungsional berbasis sirih merah sebagai alternatif pengobatan alami.
Tanaman sirih merah sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional antihiperglikemik
secara empirik.
Pemanfaatan daun sirih merah yang banyak dihasilkan di Indonesia sebagai
bahan alami yang memiliki senyawa antioksidan dan khasiat
antihiperglikemik akan meningkatkan nilai tambah tanaman sirih merah dan
penghasilan masyarakat
Penerapan teknologi nanoenkapsulasi dapat meningkatkan aktivitas,
kestabilan, keamanan, serta sifat fungsional ekstrak daun sirih merah.
Tujuan Penelitian

1.
2.
3.
4.

Mengkaji kondisi proses ekstraksi daun sirih merah
Mengembangkan formulasi nanopartikel ekstrak sirih merah dengan teknik
gelasi ionik
Mengkaji karakteristik fisik dan sifat fungsional nanopartikel ekstrak sirih
merah
Mengkaji sistem pengantaran nanopartikel formula terpilih secara in vitro
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
memperluas pemanfaatan daun sirih merah sebagai alternatif bahan alami
pencegahan/pengobatan penyakit diabetes

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sirih Merah (Piper crocatum)
Tanaman sirih merah termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuh merambat
dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai. Sirih merah (Piper
crocatum) adalah salah satu tanaman obat potensial yang sejak lama telah
diketahui memiliki berbagai khasiat untuk menyembuhkan berbagai jenis
penyakit.
Potensi sirih merah sebagai tanaman obat multi fungsi perlu dikembangkan
dan ditingkatkan pemanfaatannya sebagai bahan obat modern. Kandungan kimia
lainnya yang terdapat dalam daun sirih merah adalah minyak atsiri, tanin,
flavonoid, polifenol dan saponin. Secara umum daun sirih mengandung minyak
atsiri sampai 4,2% (Kartasapoetra 1992), senyawa fenil propanoid, dan tanin
(Mahendra 2005). Karena banyaknya kandungan senyawa kimia bermanfaat inilah

4
daun sirih merah memiliki manfaat yang sangat luas sebagai bahan obat
diantaranya bersifat antikanker, desinfektan dan anti jamur.
Pada awalnya sirih merah merupakan tanaman hias tetapi akhirnya melihat
potensinya yang besar mulai banyak dikembangkan sebagai biofarmaka.
Konsentrasi ekstrak etanol 30% daun sirih merah sebanyak 0, 1000, dan 200000
ppm memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim glukosa oksidase sebesar 0,1421,
0.2255, dan 12.4452 μmol/mL.menit (Agustanti 2008), suspensi ekstrak etanol
sirih merah dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan (rattus
norvegicus l.) galur wistar hingga 67,45% dengan dosis 105mg/kg berat badan
(Robianto. 2009). Selain itu, ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum)
pada konsentrasi 7,8125-500 μg/mL dapat menghambat proliferasi sel kanker
dengan nilai IC50 123,18 μg/mL sehingga berpotensi sebagai antikanker (Yulianti
2010). Ekstrak methanol daun sirih merah dapat menghambat proliferasi sel
kanker payudara (T47D) (Wicaksono 2009). Penelitian terhadap ekstrak etanol
daun sirih menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidasi,
yaitu dapat menghambat oksidasi asam lemak dengan daya hambat terbesar
80,40% pada konsentrasi 200 ppm dan sebagai radical scavenger dengan nilai
IC50 85,82 ppm (Alfarabi et al 2010).
Nanopartikel kitosan
Nanopartikel merupakan salah satu jenis modifikasi bentuk kitosan,
tergantung metode yang digunakan. Pembuatan nanopartikel kitosan dapat
dilakukan dalam berbagai cara diantaranya (1) Nanopartikel kitosan dengan basis
taut silang kovalen (modifikasi kitosan taut silang dengan glutaraldehid), (2)
berbasis taut silang ionik (metode gelasi ionik dengan natrium tripolifosfat), (3)
pembuatan dengan metode desolvasi, (4) metode emulsion-droplet coalescence,
(5) metode reverse micellar dan (6) metode self-assembly melalui modifikasi
kimia (metode grafting menggunakan polietilen glikol).
Beberapa hasil penelitian penggunaan nanopartikel menyatakan
nanopartikel kitosan dapat meningkatkan efisiensi protein Bovine Serum Albumin
(BSA) tersalut kitosan hingga 90%. Ukuran nanopartikel kitosan-BSA yang
dihasilkan mencapai 110-118nm. Efisiensi nanoenkapsulasi meningkat seiring
bertambahnya konsentrasi BSA (Xu et al. 2003). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan dalam ukuran nanometer mampu
meningkatkan kelarutan dan penyerapan oleh tubuh. Selain itu penggunaan obatobatan dalam skala nano dapat mengurangi dosis obat yang dapat mengakibatkan
efek samping pada beberapa pasien (Malsch 2005). Kitosan banyak digunakan
untuk mencegah pendarahan tentara Amerika Serikat pada saat perang di Irak
(Wedmore et al. 2006). Sebanyak 97% kasus pendarahan dapat dihentikan dengan
penggunaan kitosan sebagai pengganti obat anti pendarahan. Nanopartikel kitosan
sebagai pengantar obat mata juga menunjukkan adanya peningkatan efisiensi
penyerapan. Pada tikus yang mengalami inflamasi sel kornea yang diberi
nanopartikel kitosan setiap 30 menit selama 6 jam menunjukkan tidak adanya efek
samping (Enriquez et al. 2006). Proses enkapsulasi senyawa antioksidan dari
ekstrak Ilex paraguariensis (teh Paraguay) menggunakan kitosan dengan metode
gelasi ionik yaitu kitosan tertaut silang dengan tripolifosfat menunjukkan bahwa
aktivitas antioksidan masih baik dan selanjutnya diaplikasikan pada kosmetika

5
(Harris et al. 2011). Nanopartikel kitosan terisi ekstrak katekin dari teh telah
berhasil dilakukan dan menunjukkan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi
(Tang et al. 2013).
Nanopartikel dengan metode gelasi ionik banyak dikembangkan. Gelasi
ionik merupakan sifat interaksi gel kitosan dengan polianion khusus. Proses ini
membentuk taut silang inter dan intra dalam rantai polimer yang dimediasi oleh
polianion. Salah satu polianion yang sangat banyak digunakan sebagai senyawa
taut silang adalah natrium tripolifosfat. Natrium tripolifosfat (STPP) seringkali
dibandingkan dengan glutaraldehid sebagai pentaut silang kitosan karena
penggunaan keduanya sangat banyak. STPP lebih menguntungkan
penggunaannya sebagai pentaut silang kitosan dalam pembentukan sistem
pengantar obat daripada glutaraldehid, karena metode modifikasi kitosan
menggunakan agen taut silang glutaraldehid berbahaya bagi kesehatan manusia
bila digunakan sebagai sistem pengantar obat secara oral terutama karena
glutaraldehid memiliki efek toksik yang tinggi (Hritcu et al. 2009). Penelitian YuHsin Lin et al. (2008) menyatakan bahwa digunakannya natrium tripolifosfat
sebagai salah satu pasangan ion kitosan, akan membentuk nanopartikel menjadi
lebih stabil dan memiliki penembusan membran yang lebih baik. Pada
nanopartikel sambung silang multi ion, tripolifosfat berperan sebagai salah satu
komponen anion multivalent yang akan membentuk ikatan sambung silang
dengan kitosan yang bersifat kationik.
Nanoteknologi pada produk pangan
Menurut National Nanotechnology Initiative (2006),nanoteknologi dipahami
sebagai ilmu yang mempelajari karakterisasi dan manipulasi bahan biologi dan
mikrobiologi yang berukuran lebih kecil dari 100 nanometer, termasuk juga
fenomena unik dan sifat fungsional baru yang akan timbul. Beberapa sistem
pangan dan pertanian dapat memanfaatkan nanotekologi untuk meningkatkan
ketahanan pangan, mengembangkan alat baru di bidang biologi molekular dan
seluler, bahan baru untuk deteksi patogen, dan delivery system bahan pangan
fungsional. Dewasa ini, nanoteknologi dalam bidang pangan difokuskan pada
pengembangan bahan pengemas baru, nutraceutical, dan bahan antimikroba serta
pengawetan dan penyimpanan bahan pangan
Keuntungan menggunakan nanopartikel sebagai sistem pengantaran
obat/senyawa aktif dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan
mudah dimanipulasi sehingga dapat tepat menuju sasaran bagian tubuh yang
akan diterapi
b.
Dapat mengontrol dan mempertahankan pelepasan obat selama transportasi
dan di lokasi target
c.
Pengontrolan pelepasan partikel dan karakteristik degradasi partikel
degradasi dipengaruhi oleh matrik pembawa. Pemasukan obat ke dalam
sistem tubuh tanpa melewati reaksi kimia sehingga dapat mencegah
kerusakan obat (Hirano et al. 1990).
Bahan baku fungsional seperti obat-obatan, vitamin, antimikroba,
antioksidan, flavor, pewarna dan pengawet merupakan komponen esensial yang
diperlukan oleh berbagai industri, termasuk industri farmasi, produk perawatan

6
kesehatan, kosmetik, agrokimia, dan pangan. Sistem pengantaran (delivery
system) harus memenuhi sejumlah persyaratan agar fungsinya terpenuhi. Pertama,
dapat berfungsi sebagai kendaraan yang membawa bahan fungsional ke tempat
yang dituju (site of action). Kedua, sistem tersebut harus mampu melindungi
bahan fungsional dari kerusakan kimia atau biologi selama pengolahan,
penyimpanan dan penggunaan. Dengan kata lain, sistem pengangkutan dapat
menjaga bahan fungsional tetap berada dalam keadaan aktifnya. Ketiga, sistem
tersebut harus dapat mengakomodasi pelepasan bahan fungsional secara
terkendali (controlled realese) atau memiliki kondisi tertentu yang memicu
pelepasan (pH, kekuatan ionik atau suhu). Keempat, delivery system harus sesuai
dengan komponen lain dalam sistem, misalnya kompatibel dengan sifat
fisikokimia dan atribut kualitatif (penampakan, tekstur, rasa dan masa simpan)
produk akhir (Weiss et al. 2006). Selain itu, sebagian besar senyawa bioaktif
bersifat lipofilik dan menunjukkan kelarutan yang rendah. Kelarutan yang rendah,
mengakibatkan penyerapan yang rendah pada sistem pencernaan dan
ketersediaannya yang rendah dalam tubuh. Pada industri pangan, hal ini akan
mengurangi ketersediaan senyawa aktif untuk dienkapsulasi, menjaga dari
kerusakan dan pelepasan senyawa aktif dalam pengembangan pangan fungsional.
Nanoenkapsulasi didefinisikan sebagai suatu teknologi untuk mengemas
suatu zat yang mengacu pada pengemasan bioaktif pada skala nano, teknik
pembuatannya meliputi nanokomposit, nanoemulsifikasi dan nanostrukturisasi
(Quintanilla et al. 2009). Fungsionalitas produk akhir (termasuk pelepasan bahan
inti) dapat dipertahankan selama penyimpanan. Dalam bidang rekayasa pangan,
perlindungan senyawa bioaktif seperti vitamin, antioksidan, protein, lemak, dan
karbohidrat dapat dicapai dengan menggunakan nanoenkapsulasi untuk
menghasilkan pangan fungsional dengan fungsi dan kestabilan yang optimal
(Quintanilla et al. 2009). Selain itu, nanoenkapsulasi efisien untuk mengatasi
berbagai hambatan seperti kehilangan fungsionalitas selama pemrosesan atau
penyimpanan, ketidakcocokan antara inti dan bahan dinding (pelapis), menutupi
rasa dan bau tidak enak, kerusakan tekstur, dan kehilangan aktivitas enzim.
Sistem pengantaran senyawa bioaktif diartikan sebagai senyawa bioaktif
yang diletakkan di dalam zat pembawa untuk mengatur laju pelepasan zat
bioaktif. Zat pembawa nano (nanocarriers) dapat melindungi senyawa bioaktif
dari lingkungan yang kurang kondusif. Zat pembawa nano memiliki luas
permukaan yang dapat meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas, dan memperbaiki
target pelepasan bahan pangan yang dienkapsulasi, bila dibandingkan dengan zat
pembawa ukuran mikro (Ahmed et al. 2012).
Aplikasi nanoteknologi dalam bidang pangan menunjukkan peningkatan,
karena teknologi nano dapat meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif,
mengendalikan pelepasan bahan aktif, dan memperbaiki sifat sensori.
Bioaccessibility
Bioaccessibility dapat diartikan sebagai pelepasan senyawa dari matriks
makanan ke dalam cairan pencernaan dalam saluran pencernaan. Bioaccessibility
secara khusus mengacu pada jumlah senyawa (dapat berupa antioksidan) yang
dilepaskan dari matriks makanan menuju perbatasan usus untuk diangkut ke
dalam sel, sedangkan bioavailabilitas mengacu pada jumlah senyawa (misalnya

7
antioksidan) yang telah melalui membran sel dan tersedia untuk digunakan dalam
sel.
Pencernaan merupakan proses fisiologis yang memungkinkan ekstraksi
makronutrien (misalnya karbohidrat, protein), bahan penyusun (misalnya
monosakarida, asam amino), mikronutrien (vitamin dan mineral, seperti Zn, Fe
dan Na) dan fitokimia (misalnya polifenol) dari matriks makanan, untuk
penyerapan yang berlanjut. Tiga langkah prosedur simulasi proses pencernaan
dalam mulut, perut dan usus kecil, merupakan bagian paling mungkin untuk
menentukan bioaccessibility. Saluran usus besar tidak diperhitungkan, karena
dalam pencernaan makanan secara in vivo penyerapan senyawa terutama terdapat
pada usus kecil (Alishahi et al. 2011). Hasil yang diperoleh pada metode in vitro
didasarkan pada pembentukan produk pencernaan yang larut atau terdialisis
(dialyzable). Nilai fraksi yang bioaccessible merupakan konsentrasi elemen yang
larut dalam media pencernaan. Prosedur in vitro melibatkan simulasi lambung dan
kondisi pencernaan usus yang dilakukan di laboratorium. Sebagai percobaan yang
dilakukan di bawah kondisi pencernaan, disebut pula dengan istilah 'simulasi',
hasilnya mungkin tidak akurat seperti yang diperoleh dalam studi in vivo.
Enzim yang berbeda biasanya ditambahkan secara berurutan untuk
mensimulasikan tahapan yang berbeda dari proses pencernaan. Sebagai contoh,
banyak model in vitro didasarkan pada inkubasi berturut-turut dengan pepsin
untuk mensimulasikan perut dan kemudian pankreatin untuk mensimulasikan usus
kecil. Komposisi enzim dari cairan pencernaan tertentu dapat disimulasikan
dengan mencampurkan bersama-sama dalam jumlah yang tepat dari enzim murni.
Juga harus dicatat bahwa enzim sering membutuhkan komponen tambahan dalam
cairan pencernaan agar berjalan secara efisien, misalnya, lipase pankreas
membutuhkan keberadaan kalsium dan garam empedu (Liang et al. 2012).

3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April 2012 hingga Oktober 2012
bertempat di Laboratorium Kimia Pangan dan Laboratorium Biokimia,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi BPPT Serpong, Balai
Inkubator BPPT Serpong, Pusat Teknologi Bahan dan Industri BATAN Serpong
serta Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih merah yang
diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bahan-bahan kimia
yang digunakan adalah bahan kimia untuk ekstraksi, kitosan dengan Derajat
Deasetilasi (DD) 85% yang diperoleh dari Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB,
natrium tripolifosfat (STPP), asam asetat akuades serta bahan-bahan kimia untuk
analisa dan karakterisasi partikel nanoemulsi formula berbasis sirih merah.

8
Peralatan yang digunakan adalah peralatan ekstraksi, peralatan sintesis
nanopartikel meliputi stirrer bar, magnetic stirrer dan hot plate, syringe,
sentrifuse, ultra turrax homogenizer serta instrument untuk analisis meliputi Gas
Chromatography (Agilent 7890A USA), Particle Size Analyzer (DelsaNano C
Beckman Coulter USA) dan Scanning Electron Microscopy (SEM-EDS JEOLJSM 6510 AL, Jepang) serta peralatan gelas.
Metode
Pelaksanaan penelitian secara umum dapat dibagi menjadi beberapa
tahapan. Tahap pertama adalah ekstraksi sirih merah menggunakan pelarut etanol
96%. Tahap kedua adalah sintesis nanopartikel terisi ekstrak sirih merah serta
karakterisasi fisik dan sifat fungsional yang dilanjutkan dengan proses enkapsulasi
dan karakterisasi enkapsulat. Tahap ketiga adalah uji stabilitas serta uji pelepasan
senyawa fenol dan bioacessibility secara in vitro. Pelaksanaan penelitian secara
rinci dapat disimak pada Lampiran 1 dan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ekstraksi sirih merah
Ekstraksi daun sirih merah dilakukan untuk mendapatkan ekstrak yang akan
digunakan sebagai bahan aktif dalam sintesis nanopartikel. Ekstraksi dilakukan
dengan metode maserasi (metode dingin) dan refluks (metode panas)
menggunakan etanol 96%. Pada metode maserasi, bahan baku sebanyak 50 gram
yang telah kering digiling dengan ukuran partikel 50 mesh, selanjutnya direndam
menggunakan pelarut etanol 96% dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:4.
Selama perendaman dilakukan pengadukan menggunakan shaker selama 6 jam,
kemudian didiamkan hingga 24 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk
mendapatkan filtrat. Filtrat yang diperoleh kemudian dievaporasi menggunakan
rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak pekat. Pada metode refluks, pelarut
panas akan mengekstrasi senyawa volatil sebagai senyawa murni dan kemudian
terdinginkan dalam kondensor dan masuk ke dalam wadah penampung. Proses ini
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyaringan sempurna selama 3
jam, dengan suhu 45oC. Filtrat yang diperoleh dari masing-masing metode
ekstraksi dikumpulkan dan dievaporasi menggunakan rotary evaporator pada
suhu 40-50oC sampai dihasilkan ekstrak kental dengan total padatan terlarut 30o
brix. Pada ekstrak yang diperoleh kemudian dilakukan uji fitokimia sebagai
skrining awal dan dilanjutkan dengan identifikasi komponen aktif menggunakan
GC-MS (Lampiran 2). Selanjutnya dilakukan penghitungan rendemen serta
pengukuran total fenol, kapasitas antioksidan dan IC50. Pada tahapan ini, ekstrak
terpilih berdasarkan rendemen, sifat fisik, sifat kimia, sifat fungsional serta
analisis secara visual meliputi bau dan warna yang kemudian digunakan untuk
sintesis nanopartikel.

Sintesis nanopartikel terisi ekstrak sirih merah (Alishahi et al., 2011)
Sintesis nanopartikel dilakukan dengan metode gelasi ionik. Nanopartikel
kitosan sebagai panyalut ekstrak sirih merah dibuat dengan mencampurkan STPP,

9
larutan kitosan dan ekstrak. Konsentrasi kitosan dibuat dengan beberapa
konsentrasi yaitu 0,1%, 0,2%, 1% dan 2%. Pembuatan larutan kitosan dengan
konsentrasi 0,1% dilakukan dengan cara melarutkan 0,1g kitosan ke dalam asam
asetat 0,1% (b/v), demikian pula dengan konsentrasi 0,2%, 1% dan 2%.
Pencampuran dilakukan dengan cara diaduk selama 24 jam agar campuran larut
sempurna, kemudian disaring dengan kertas Whatman no 40. Larutan STPP 0,2%
dibuat dengan mencampurkan 0,2 g natrium tripolifosfat ke dalam 100ml air
suling dan diaduk selama 2 jam.
Pada sintesis nanopartikel, ekstrak sirih merah ditimbang sebanyak 30g
larutan kitosan, lalu diaduk dengan magnetic stirrer pada kecepatan 350 rpm
sampai homogen. Penambahan larutan STPP dilakukan sebanyak 6 g dengan cara
setetes demi tetes hingga habis dan dibiarkan selama 15 menit. Setelah
pencampuran sempurna, ditambahkan ekstrak sirih merah sebanyak 1 g dengan
cara setetes demi tetes menggunakan syringe. Larutan campuran diaduk kembali
hingga ekstrak tercampur sempurna dan pengadukan dilanjutkan selama 15 menit
untuk mendapatkan larutan yang homogen. Dari masing-masing konsentrasi
dilakukan karakterisasi fisik meliputi ukuran partikel, kestabilan, indeks
polidispersitas serta sifat fungsional (aktivitas antioksidan, IC50, total fenol).
Pemilihan nanopartikel terbaik berdasarkan ukuran dengan rentang nilai terkecil,
kestabilan serta indeks polidispersitas yang menunjukkan keseragaman ukuran
partikel. Selain itu juga dipertimbangkan sifat fungsionalnya meliputi aktivitas
antioksidan, IC50 serta total fenol.
Karakterisasi nanopartikel
Karakterisasi nanopartikel dilakukan terhadap sifat fisik dan sifat fungsional
nanopartikel. Karakterisasi sifat fisik nanopartikel meliputi ukuran, indeks
polidispersitas dan kestabilan (zeta potensial). Karakterisasi sifat fungsional
meliputi aktivitas antioksidan, total fenol dan IC50. Penentuan ukuran nanopartikel
dan indeks polidispersitas dilakukan dengan Particle Size Analyzer (PSA) Delsa
Nano C Beckman Coulter, yang pada alat ini menggunakan metode dynamic light
scattering. Sampel nanopartikel dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian dilakukan
pengukuran dengan menentukan intensitas, volume maupun number distribusi.
Enkapsulasi nanopartikel ekstrak sirih merah dan karakterisasi (Desai dan
Park 2005)
Proses enkapsulasi dilakukan dengan menggunakan pengering semprot
(spray drying) pada suhu inlet 150-170oC, suhu outlet 70-110oC dan bahan
pengisi maltodekstrin dan isolat protein kedelai. Pemilihan bahan pengkapsul
yang berbeda bertujuan untuk mendapatkan nanopartikel dengan sistem
pengeluaran senyawa aktif secara terkontrol, terutama penggunaan protein dan
jumlah penambahan bahan pengisi hingga total konsentrasi 20% pada larutan
sebelum dikeringkan. Komposisi bahan pengkapsul yang digunakan adalah 100%
maltodekstrin (M) dan campuran 80% maltodekstrin dan 20% isolat protein
kedelai (MISP). Kemudian dilakukan penghitungan rendemen serta ukuran
partikel pada sampel yang sebelumnya telah direkonstitusi. Produk hasil
enkapsulasi kemudian dianalisis meliputi ukuran partikel, struktur morfologi

10
aktivitas antioksidan, total fenol, IC 50 serta uji kestabilan dalam beberapa pH
yang dilakukan selama 7 hari penyimpanan dalam suhu ruang.

Proses rekonstitusi
Pada sampel yang telah dilakukan pengeringan semprot, dilakukan
rekonstitusi untuk mendapatkan kembali nanopartikel dalam bentuk cairan.
Rekonstitusi dilakukan dengan penambahan akuades sejumlah tertentu sehingga
dihasilkan kembali larutan dengan kandungan total padatan terlarut sebesar 20%
atau sama dengan kondisi sebelum dilakukan pengeringan. Setelah itu dilakukan
pengujian kembali terhadap ukuran dan diameter partikel yang terbentuk.
Struktur partikel enkapsulat
Pengukuran struktur partikel dilakukan dengan menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM-EDS JEOL-JSM 6510 AL), dengan tujuan untuk
mengetahui bentuk struktur dan morfologi nanopartikel yang diperoleh. SEM
adalah mikroskop yang menggunakan hamburan elektron dalam membentuk
bayangan sehingga sampel dapat diobservasi dan dikarakterisasi pada skala
mikrometer. Sebelum dilakukan analisa, sampel dengan ukuran 2 mm diberi
lapisan emas menggunakan alat gold sputter coater pada kondisi vakum. Sampel
tersebut ditempatkan pada mikroskop SEM dan diamati pada voltase akselerasi 20
KV. Gambar yang diperoleh kemudian direkam dan dicetak.
Stabilitas nanopartikel dalam berbagai pH (Tsai et al., 2011)
Pengujian stabilitas nanopartikel dilakukan untuk mengetahui kestabilan
nanopartikel pada berbagai pH (2-8) selama penyimpanan 7 hari pada suhu ruang
(28oC). Pengaturan pH dengan menggunakan buffer fosfat dan buffer klorida.
Buffer fosfat dibuat dengan menambahkan Na2HPO4 sebanyak 0,89 g dan
NaH2PO4.sebanyak 0,69 g untuk membuat 100 ml larutan. Buffer khlorida dibuat
dengan mencampur 0,2M KCl dan 0,2M HCl hingga 200 ml . Nanopartikel
disimpan di dalam botol plastik sebanyak 30 ml. Pengujian kestabilan dilakukan
dengan mengukur kandungan total fenol yang terlepas ke dalam medium
penyimpanan. Pengujian kandungan total fenol dilakukan menggunakan FolinCiocalteau dengan persiapan ekstraksi senyawa fenol mengunakan metanol
dilanjutkan sonikasi selama 20 menit. Semakin banyak total fenol yang terdeteksi
dalam medium penyimpanan menunjukkan kestabilan yang rendah karena bahan
penyalut tidak dapat melindungi senyawa aktif.
Uji pelepasan senyawa fenol dan bioaccessibility secara in vitro
Pengujian pelepasan senyawa fenol (in vitro release) (Departemen Kesehatan
1995)
Uji pelepasan senyawa aktif secara in vitro dilakukan dengan alat tipe
dayung (metode dayung Hansen) pada medium asam pH 1,2 (tiruan cairan
lambung) selama 3 jam dan medium basa pH 7,4 (tiruan cairan usus) selama 6 jam

11
pada suhu (37±0,5)oC. Konsentrasi senyawa aktif dalam larutan aliquot setiap 15
menit diambil dan diukur kandungan total fenolnya menggunakan
spektofotometer UV pada panjang gelombang 750nm. Medium asam dibuat
dengan mencampurkan 0,2M HCl dan 0,2M KCl dilarutkan dalam aquadest.
Medium basa dibuat dengan mencampurkan 0,89 g Na2HPO4 dan 0,69 NaH2PO4
Uji Bioacessibility (simulasi pencernaan secara in vitro) (Liang et al. 2012)
Simulasi pencernaan dilakukan pada fase gastric (lambung) dan fase small
intestine (usus kecil). Pada tahap awal dibuat larutan yang menyerupai kondisi di
lambung, dengan mengatur pH larutan melalui penambahan HCl 4 N agar
didapatkan pH 2. Selanjutnya larutan sampel sebanyak 2,5 ml ditambah dengan 20
ml larutan kondisi lambung diinkubasi di penangas air bergoyang selama 2 jam
pada 37oC. Setelah 1 jam diinkubasi, diambil cuplikan dari fraksi sampel,
kemudian diukur total fenolnya (fraksi lambung). Sisa larutan dimasukkan ke
dalam tabung sentrifuse yang berisi 20 ml NaHCO3 0,1 M, kemudian ditambahkan
larutan yang terdiri dari campuran pankreatin dan ox bile hingga pH 7,5. Larutan
campuran diinkubasi kembali dalam penangas air bergoyang pada suhu 37oC
selama 2 jam, diasamkan hingga pH 2 dan disentrifuse. Fraksi yang terpisah
kemudian diuji kandungan total fenolnya, baik fraksi supernatan (fraksi bagian
atas/digesta) maupun fraksi pelet (fraksi bagian bawah/dialisat). Fraksi di atas
sebagai fraksi yang terserap sedangkan fraksi di bawah sebagai fraksi yang masuk
ke dalam kolon. Pengukuran total fenol dilakukan pada fraksi lambung, fraksi
digesta dan fraksi dialisat menggunakan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang 750nm.
Analisis Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Glukosidase (Matsumoto et al.
2002)
Enzim alfa glukosidase adalah enzim golongan hidrolase yang berfungsi
mengkatalisis reaksi akhir dari proses penyerapan karbohidrat di usus. Enzi mini
mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4 sehingga menghasilkan α-D-glukosa.
Terhambatnya kerja enzim α-glukosidase menyebabkan berkurangnya glukosa
yang diserap oleh usus sehingga berkurangnya sumber glukosa yang masuk ke
dalam aliran darah. Hal ini mampu membantu menurunkan keadaan hiperglikemia
sehingga penderita diabetes dapat mengatur kadar glukosa darahnya. Prosedur
analisa data dilihat pada Lampiran 3.

Analisis Statistik
Seluruh data yang diperoleh dilakukan analisis perhitungan nilai rata-rata
dan standar deviasi serta ANOVA (Analysis of Varianc
e) pada tingkat kepercayaan 95% (taraf α 0,05). Nilai P

Dokumen yang terkait

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

3 53 89

Uji Efektivitas Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Sebagai Penurun Kadar Kolesterol Pada Serum Darah Marmot (Cavia Cobaya)

0 60 72

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

9 71 88

Antibacterial Effectiveness of Red Betel (Piper Crocatum) And Green Betel (Piper Betle L.) Leaf Extracts As Alternative Materials Of Irrigation Of Root Canal

1 4 26

ACTIVE COMPOUNDS ISOLATED FROM RED BETEL (PIPER CROCATUM RUIZ & PAV) LEAVES ACTIVE AGAINST STREPTOCOCCUS MUTANS THROUGH ITS INHIBITION EFFECT ON GLUCOSYLTRANSFERASE ACTIVITY

0 4 8

In vivo immunomodulatory effect of two compounds isolated from red betel (Piper crocatum Ruiz & Pav.) on BABL/c mice infected with Listeria monocytogenes.

0 1 16

In-vivo immunomodulatory and histophatological effect of two compounds isolated from red betel (Piper crocatum Ruiz & Pav.).

0 0 10

THE POTENTIAL OF ETHANOL EXTRACT OF RED BETEL VINE LEAVES (Piper crocatum) AS ANTIOXIDANT IN MICE BALBC EXPOSED TO CIGARETTE SMOKE (IN VIVO TEST) Potensi Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Antioksidan Terhadap Mencit BalbC Yang Terpa

0 0 7

Synthesis and Characterization of Chitosan Nanoparticles from theshells of crabs(Portunus pelagicus) and Application as Antimicrobial

0 0 12

Isolation and Molecular Identification of Endophytic bacteria from Red Betel Root (Piper crocatum Ruiz Pav) as a Producer of Anti-Bacterial Compounds

0 0 6