Pengembangan Modul Visualisasi Perubahan Stok Karbon pada Perangkat Lunak REDD Abacus

PENGEMBANGAN MODUL VISUALISASI PERUBAHAN
STOK KARBON PADA PERANGKAT
LUNAK REDD ABACUS

FAHMAN HAQQI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Modul
Visualisasi Perubahan Stok Karbon pada Perangkat Lunak REDD Abacus adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Fahman Haqqi
NIM G64090013

ABSTRAK
FAHMAN HAQQI. Pengembangan Modul Visualisasi Perubahan Stok Karbon
pada Perangkat Lunak REDD Abacus. Dibimbing oleh AGUS BUONO dan BABA
BARUS.
Reduksi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan menjadi pusat
permasalahan dalam usaha mengatasi perubahan iklim. Deforestasi diestimasi
melepaskan jumlah karbon dalam orde 1-2 miliar ton per tahun pada tahun 1990,
hampir mencapai 15-25% dari emisi gas rumah kaca di seluruh dunia. Dari data
tersebut, timbul urgensi untuk melakukan pemantauan perubahan stok karbon.
Visualisasi merupakan salah satu teknik yang umum digunakan untuk pemantauan
(monitoring) kondisi. REDD Abacus yang dikembangkan oleh ICRAF memiliki
informasi perubahan stok karbon, namun tanpa disertai visualisasi. Penelitian
mengembangkan sebuah modul visualisasi perubahan stok karbon untuk
melengkapi REDD Abacus. Modul ini dapat memberikan visualisasi perubahan

jumlah stok karbon di suatu wilayah dalam satu periode perubahan. Modul
dibangun di atas platform uDig. Modul dapat menghasilkan peta visualisasi dalam
2 format, yaitu format raster dan format vektor. Pemrosesan menggunakan
kalkulasi per piksel dieksekusi ketika hasil peta diinginkan dalam format raster,
dengan waktu 3-4 detik. Pemrosesan menggunakan kueri spasial dieksekusi ketika
hasil peta diinginkan dalam format vektor, dengan waktu 10-15 menit.
Kata kunci: monitoring, REDD Abacus, stok karbon, visualisasi

ABSTRACT
FAHMAN HAQQI. Development of Carbon Stock Changes Visualization Module
on REDD Abacus Software. Supervised by AGUS BUONO and BABA BARUS.
Carbon emission reduction from forest deforestation and degradation
becomes a problem focus in the attempt to cope with climate changes. Deforestation
was estimated to release carbon in the order of 1-2 billion tons per year in 1990,
about 15-25% of greenhouse effect gases in the whole world. From those data, it is
urgently needed to monitor carbon stock changes. Visualization is a common
technique used to monitor the condition. REDD Abacus, developed by ICRAF,
provides carbon stock changes information, but it lacks visualization. This research
presents a development of carbon stock changes visualization module to
supplement the REDD Abacus. This module can visualize carbon stock changes in

a region in one period of changes. It is developed with uDig platform. The module
can generate visualization map in 2 formats, i.e., vector and raster. Processing with
pixel calculation is executed when the user needs the map result in raster format,
taking 3-4 seconds. Processing with spatial query is executed when the user needs
the map result in vector format, taking 10-15 minutes.
Keywords: carbon stock, monitoring, REDD Abacus, visualization

PENGEMBANGAN MODUL VISUALISASI PERUBAHAN
STOK KARBON PADA PERANGKAT
LUNAK REDD ABACUS

FAHMAN HAQQI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Penguji : Degi Harja Asmara, S.Kom

Judul Skripsi : Pengembangan Modul Visualisasi Perubahan Stok Karbon pada
Perangkat Lunak REDD Abacus
Nama
: Fahman Haqqi
NIM
: G64090013

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Pembimbing I

Dr Ir Baba Barus, MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
pengembangan perangkat lunak, dengan judul Pengembangan Modul Visualisasi
Perubahan Stok Karbon pada Perangkat Lunak REDD Abacus.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr Ir Baba Barus, MSc selaku pembimbing
kedua. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Degi Harja
Asmara, SKom dari ICRAF selaku penguji dan pihak yang telah membantu akuisisi
data serta pemberian saran terkait teknis pengolahan data spasial. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta rekan-rekan Ilmu
Komputer 46 atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Fahman Haqqi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

METODE


4

Analisis Kebutuhan dan Analisis Data

4

Desain Proses

6

Desain Modul

9

Implementasi Desain Modul

10

Pengujian dan Validasi


10

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Hasil Implementasi

11

Pengujian dan Validasi

13

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan


19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6
7

Tabel pengujian fungsi sistem
Perhitungan luas area peta input
Perhitungan luas area peta output
Perhitungan luas area peta input (not simplified)
Perhitungan luas area peta output (not simplified)
Hasil uji hubungan ukuran peta dan waktu operasi (peta raster)
Hasil uji hubungan jumlah poligon peta dan waktu operasi (peta vektor)

13
13
14
14
15
18
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Matriks emisi pada Abacus (Harja et al. (2011))
Metode penelitian
Peta yang menjadi bahan penelitian sekaligus input dari modul
Data stok karbon berupa jumlah karbon rata-rata per tipe tutupan lahan,
dengan besaran Ton/Ha
Ilustrasi
tahapan
perhitungan
selisih
per
piksel
dalam
tipe output pertama
Diagram alir proses yang terjadi dalam modul pada tipe output pertama
Ilustrasi tahapan perhitungan selisih per poligon dalam
tipe output kedua
Diagram alir proses yang terjadi dalam modul pada tipe output kedua
Desain antarmuka modul dalam bentuk wizard beserta desain notifikasi
Peta visualisasi perubahan stok karbon berformat raster pada kasus
pertama
Peta visualisasi perubahan stok karbon berformat vektor pada kasus
kedua
Ilustrasi transformasi ArcGIS dari peta raster menjadi peta vektor
Ilustrasi kesalahan interseksi pada peta
Peta visualisasi berformat raster dengan pewarnaan menggunakan
ArcGIS
Peta visualisasi berformat vektor dengan pewarnaan menggunakan
ArcGIS
Kurva hubungan ukuran peta dan waktu operasi pada peta raster dan peta
vektor

2
4
5
5
7
7
8
9
10
12
12
15
16
17
17
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banyaknya emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan menjadi pusat
permasalahan dalam usaha mengatasi perubahan iklim. Hutan merupakan
penyimpan karbon terbesar. Ketika hutan terdegradasi, karbon yang tersimpan
dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk gas karbondioksida (CO2). Deforestasi
diestimasi melepaskan jumlah karbon dalam orde 1-2 miliar ton per tahun pada
tahun 1990, hampir mencapai 15-25% dari emisi gas rumah kaca di seluruh dunia
(Gibbs et al. 2007). Gas-gas rumah kaca ini menyebabkan atmosfer menahan energi
panas. Cahaya matahari yang mencapai permukaan bumi dapat dipantulkan
kembali ke luar angkasa ataupun diserap oleh bumi. Setelah diserap, bumi
melepaskan sebagian energi tersebut kembali ke atmosfer dalam bentuk energi
panas (juga disebut sebagai radiasi inframerah). Gas-gas rumah kaca di atmosfer
menyerap energi tersebut, memperlambat atau mencegah pelepasan energi panas ke
luar angkasa. Dengan demikian, gas rumah kaca tersebut berlaku seperti sebuah
selimut, membuat bumi menjadi lebih hangat. Meningkatnya emisi karbon
menyebabkan ketidakseimbangan aliran energi panas karena semakin besar
konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer. Hal ini menyebabkan semakin
besarnya jumlah energi panas yang ditahan dan bumi semakin menghangat.
Peningkatan temperatur global bumi inilah yang mempengaruhi perubahan iklim
(EPA 2013).
Dari fakta tersebut, timbul urgensi untuk melakukan pemantauan perubahan
stok karbon di suatu wilayah tertentu. Pemantauan ini dimanfaatkan lebih lanjut
dalam berbagai hal, misalnya perancangan rencana penggunaan lahan,
pengendalian stok karbon, evaluasi sistem/kebijakan, dan perancangan
perdagangan karbon. Perubahan stok karbon yang dimaksud dapat berupa emisi
maupun sekuestrasi karbon. Beberapa teknik dalam memantau stok karbon telah
diajukan oleh banyak peneliti. Pembandingan beberapa teknik dalam mapping dan
monitoring stok karbon menggunakan observasi satelit telah dilakukan dalam
sebuah penelitian oleh Goetz et al. (2009). Beberapa teknik yang dibahas
diantaranya Stratify & Multiply (SM) Approach, Combine & Assign (CA)
Approach, dan Direct Remote Sensing (DR) Approach.
REDD Abacus adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh pusat
penelitian agroforestri, ICRAF (World Agroforestry Centre). REDD dalam nama
Abacus menunjukkan bahwa perangkat lunak Abacus dibangun untuk mendukung
misi pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan. REDD
(Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) menurut Parker et al.
(2008) adalah suatu framework / acuan kerja dalam pengurangan frekuensi emisi
dari deforestasi dan degradasi hutan dengan pendekatan imbalan finansial. REDD
ini ditujukan kepada negara-negara berkembang. Dengan demikian, negara-negara
berkembang diharapkan terus berusaha melindungi hutan-hutannya. Perdagangan
karbon (Carbon Trading / Carbon Credit) merupakan satu contoh projek REDD
yang dilakukan antara negara-negara industri maju dan negara-negara berkembang.
Menurut Harja et al. (2011), REDD Abacus dikembangkan untuk
menganalisis opportunity cost dari perubahan penggunaan lahan di wilayah atau

2
area tertentu dalam satu periode dan menghasilkan kurva abatement cost. Dengan
demikian, Abacus dapat digunakan sebagai alat utama dalam pengembangan
rencana penggunaan / pemanfaatan lahan untuk strategi pengembangan emisi
bertingkat rendah di tingkat provinsi. Selain itu, Abacus juga digunakan untuk
menilai efisiensi karbon dari projek berbasis pengolahan lahan skala besar serta
mengestimasi abatement cost emisi dari perubahan penggunaan lahan.
Abacus memanfaatkan informasi-informasi berupa representasi perubahan
tutupan lahan dari sudut pandang ekonomi maupun sudut pandang penyimpanan
karbon, data stok karbon untuk setiap representasi tersebut, data NPV (Net Present
Value) untuk setiap tipe tutupan lahan menggunakan perhitungan privat maupun
sosial, serta matriks perubahan tutupan lahan yang merepresentasikan baik
perubahan di masa sebelumnya maupun skenario perubahan yang akan dilakukan
di masa yang akan datang. Dengan input berupa informasi-informasi tersebut,
Abacus kemudian melakukan beberapa tahapan, yaitu konversi perbedaan stok
karbon menjadi estimasi emisi, membangun tabel opportunity cost untuk setiap tipe
perubahan tutupan lahan dari NPV dan stok karbon, menentukan emisi aktual untuk
setiap sel dalam matriks dari area yang bersangkutan dan emisi per unit area, dan
menyajikan jumlah emisi kumulatif setelah diurutkan berdasarkan opportunity cost.
Keempat tahapan tersebut ditujukan untuk pembuatan sebuah grafik dua dimensi
yang menunjukkan opportunity cost dari perubahan tutupan lahan yang bersifat
menghindari deforestasi dan volume dari emisi karbondioksida. Langkah-langkah
tersebut merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh ICRAF. Dengan
demikian, REDD Abacus merupakan aplikasi yang dibangun dengan
memanfaatkan hasil-hasil penelitian ICRAF, sehingga sesuai dengan kebutuhan
kerja dari ICRAF.
Dalam REDD Abacus, sudah terdapat fungsi yang memberikan informasi
terkait perubahan stok karbon. Gambar 1 menunjukkan cara Abacus menampilkan
perubahan stok karbon dalam bentuk matriks. Untuk mengoptimalkan fungsi
REDD Abacus, diperlukan modul visualisasi perubahan stok karbon. Mengapa
diperlukan visualisasi? Berdasarkan kebutuhan pengguna REDD Abacus,

Gambar 1 Matriks emisi pada Abacus (Harja et al. (2011))

3
penyajian data stok karbon dalam bentuk matriks kurang cocok untuk analisis lanjut
yang melibatkan aspek spasial. Melalui visualisasi, data kuantitatif terkait stok
karbon dan data spasial dari wilayah diringkas menjadi informasi visual dalam
sebuah peta, yang tentunya diharapkan menjadi lebih mudah dipahami dan
memberikan informasi yang cukup untuk dilakukannya analisis lanjut. Pada
penelitian ini dilakukan pengembangan modul visualisasi perubahan stok karbon
dalam satu periode perubahan di suatu daerah tertentu.

Perumusan Masalah
Berbekalkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dibutuhkan suatu aplikasi yang dapat melakukan visualisasi perubahan stok karbon,
tentunya sebagai dasar untuk melakukan analisis lanjut terkait stok karbon dalam
aplikasi REDD Abacus. Oleh karena itu, modul visualisasi ini dikembangkan
sebagai modul baru untuk REDD Abacus.
Atas dasar rumusan masalah tersebut, didapatkan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1 Dapatkah dilakukan visualisasi perubahan stok karbon di suatu wilayah dalam
satu periode perubahan dengan rentang tahun yang bervariasi?
2 Dapatkah dibangun sebuah modul visualisasi perubahan stok karbon?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah modul baru bagi REDD
Abacus yang dapat memberikan visualisasi perubahan stok karbon per tipe tutupan
lahan di suatu wilayah dalam satu periode perubahan.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat membantu mengoptimalkan analisis
spasial terkait keadaan stok karbon beserta emisi karbon dengan menggunakan
modul visualisasi yang telah dibuat sebagai dasarnya.

Ruang Lingkup Penelitian
1
2
3
4

5

Ruang lingkup pada penelitian ini antara lain:
Penelitian ini menggunakan data hasil penelitian yang dilakukan oleh ICRAF.
Sumber data daerah yang digunakan terbatas (berupa data dummy).
Ukuran data stok karbon yang diujikan adalah jumlah karbon rata-rata per tipe
tutupan lahan, dengan besaran Ton/Ha.
Pengembangan sistem ini menggunakan bahasa pemrograman Java, platform
uDig, RCP Eclipse, dan GeoTools library yang mendukung dalam pengolahan
data spasial.
Penelitian tidak mencakup penggabungan modul ke REDD Abacus.

4
6 Spesifikasi komputer yang digunakan untuk penelitian ini :
a Processor : Intel Core i7-2630QM 2.00 GHz (8 CPUs)
b Physical Memory (RAM) : 8 GB @ 800 MHz
c Graphic Card : Nvidia GT540M 2 GB

METODE
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Penelitian ini memiliki fokus
pada pembangunan perangkat lunak sehingga tahapan penelitian yang dilakukan
disesuaikan dengan salah satu tahapan pembangunan perangkat lunak. Tahapan
tersebut ialah tahapan iteratif yang disesuaikan (Gambar 2).

Analisis Kebutuhan dan Analisis Data
Pada tahap ini, dilakukan analisis kebutuhan dari modul yang dibangun serta
analisis data yang dimiliki. Informasi kebutuhan ini menjadi dasar perancangan
hasil yang diinginkan pada visualisasi data. Analisis data dilakukan terhadap data
yang akan menjadi input dari modul.
Output yang diharapkan dari penggunaan modul ini ialah sebuah peta yang
menunjukkan perubahan jumlah stok karbon. Rentang perubahan stok karbon akan
divisualisasikan dalam rentang warna tertentu. Aturan pewarnaan dapat ditentukan
secara bebas oleh pengguna sesuai kebutuhan. Spesifikasi peta visualisasi yang
diharapkan diantaranya peta dapat dihasilkan dalam format raster ataupun vektor.
Kebutuhan lainnya ialah diharapkan proses berlangsung dengan cepat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sampel yang diberikan
ICRAF. Data sampel ini merupakan data buatan dan sudah disesuaikan dengan
struktur data penelitian ICRAF. Data yang digunakan berupa peta kondisi tutupan
lahan dari suatu daerah di beberapa tahun tertentu (Gambar 3) dan data stok karbon
(Gambar 4). Data tersebut dieksplorasi untuk mengetahui hubungan data dengan
hasil visualisasi yang diinginkan. Peta daerah yang dimiliki terdiri atas dua format
peta, yaitu peta raster (fail dengan ekstensi .TIFF) dan peta vektor (fail dengan
ekstensi .shp / shapefile).

Mulai

Analisis
Kebutuhan &
Analisis Data

Desain Proses

Desain Modul

Perbaikan / Penyesuaian
Selesai

Pengujian &
Validasi

Gambar 2 Metode penelitian

Implementasi
Desain Modul

5

Gambar 3 Peta yang menjadi bahan penelitian sekaligus input dari
modul. Kode tipe tutupan lahan disimpan dalam tiap piksel
dalam peta raster. Dalam peta vektor, kode disimpan dalam
atribut GRIDCODE dari setiap geometri dalam peta vektor

Gambar 4 Data stok karbon berupa jumlah karbon rata-rata per
tipe tutupan lahan, dengan besaran Ton/Ha. Data
tersebut menjadi input modul, dalam bentuk fail
berekstensi Comma Separated Value (CSV)
Peta raster yang dimiliki menyimpan nilai kode tipe tutupan lahan di setiap
titik / pikselnya. Berbeda dengan peta raster, peta vektor yang dimiliki menyimpan
nilai kode tipe tutupan lahan dalam salah satu atributnya, yaitu atribut GRIDCODE.
Setiap geometri dalam peta vektor tersebut menyimpan nilai atribut GRIDCODE.
Diketahui bahwa peta vektor ini merupakan hasil transformasi peta raster yang
dimiliki menggunakan ArcGIS, dengan opsi penyederhanaan poligon (simplify
poligon) diaktifkan. Tipe geometri yang ada dalam peta tersebut hanya berupa
poligon.
Data stok karbon yang dimiliki ialah data stok karbon dalam bentuk fail
berekstensi Comma Separated Value (CSV). Ada tiga macam nilai yang disimpan
di tiap barisnya, yaitu nilai ID yang menyimpan kode tipe tutupan lahan, nilai
kategori yang merupakan deskripsi tutupan lahan, serta nilai jumlah stok karbon
rata-rata dari tutupan lahan tersebut dalam satuan Ton/Ha.

6
Desain Proses
Dari hasil analisis kebutuhan serta analisis data, kemudian dibuat rancangan
implementasi perhitungan selisih stok karbon. Rancangan ini akan menjelaskan
bagaimana algoritme proses input data, proses perhitungan selisih stok karbon, serta
proses visualisasi hasil perhitungan selisih tersebut.
Input dari modul ialah dua peta tutupan lahan dan data stok karbon rata-rata,
dengan peta pertama diinterpretasikan sebagai peta awal dan peta kedua sebagai
peta akhir.
Perhitungan selisih jumlah stok karbon memanfaatkan informasi yang
tersimpan dalam data-data input. Perhitungan selisih ini memanfaatkan pendekatan
Stratify & Multiply (SM) yang dibahas oleh Goetz et al. (2009), untuk
menghasilkan dua tipe peta output, yaitu raster dan vektor.
Pendekatan Stratify & Multiply merupakan salah satu pendekatan yang
digunakan untuk monitoring perubahan jumlah stok karbon dengan memanfaatkan
citra satelit. Pendekatan ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu Stratify, yang berarti
membagi / mengkategorikan nilai berdasarkan aturan-aturan tertentu lalu
memberikan nilai stok karbon untuk setiap kategori, dan Multiply yang berarti
mengalikan jumlah piksel dalam citra satelit dengan kategori yang bersesuaian
dengan kategori hasil tahap Stratify.
Pada tipe output pertama, output yang diinginkan berupa peta visualisasi
berformat raster. Dengan demikian, data peta yang digunakan sebagai input ialah
data peta berformat raster. Perhitungan selisih yang digunakan merupakan
perhitungan per piksel. Nilai sampel di setiap piksel dari dua peta input
menunjukkan tipe tutupan lahan. Nilai sampel ini digunakan sebagai rujukan ke fail
data stok karbon untuk mengambil nilai stok karbon rata-rata yang bersesuaian
dengan tipe tutupan lahan piksel tersebut. Kemudian, nilai stok karbon piksel dari
dua peta input dihitung selisihnya, dengan aturan nilai stok karbon peta akhir
dikurangi nilai stok karbon peta awal. Hasil selisih ini kemudian disimpan di sebuah
peta baru (peta hasil) dengan letak piksel yang sama dengan dua piksel yang sedang
diproses dari dua peta input. Ilustrasi perhitungan selisih per piksel dapat dilihat
pada Gambar 5. Diagram alir proses tipe output pertama dapat dilihat pada Gambar
6.
Pada tipe output kedua, output yang diinginkan berupa peta visualisasi
berformat vektor. Dengan demikian, data peta yang digunakan sebagai input ialah
peta berformat vektor. Perhitungan selisih yang digunakan merupakan perhitungan
per poligon, dengan disertai pemanfaatan teknik kueri spasial. Kueri spasial
merupakan tipe kueri basis data spasial, yang dapat menggunakan tipe data
geometri seperti titik, garis, dan poligon, serta dapat mempertimbangkan hubungan
spasial antar geometri tersebut. Dengan menggunakan kueri spasial, akan diambil
poligon-poligon dari peta awal yang memiliki hubungan interseksi dengan poligon
tertentu di peta akhir.

7

Gambar 5 Ilustrasi tahapan perhitungan selisih per piksel dalam tipe output pertama

Mulai

Dua Peta Berbeda Tahun
Data Rataan Stok Karbon

Ambil Nilai Sampel
dari Kedua Piksel

Atur Lokasi File
Keluaran

Buat Gambar
(Output) Kosong
dengan Ukuran
yang Sama dengan
Data Input

Tidak

Ambil Piksel dari
Peta Pertama dan
Peta Kedua

Ya
Ada Piksel di Peta Pertama
dan Peta Kedua
Hitung Selisih Stok
Karbon dari Dua
Piksel
(CStock2 – CStock1)

Simpan Nilai Selisih
ke dalam Gambar
Output dengan
Letak yang Sesuai

Simpan Gambar
dalam Format TIFF

Peta Format
TIFF

Selesai

Gambar 6 Diagram alir proses yang terjadi dalam modul pada tipe output pertama

8
Kueri spasial dilakukan untuk menghemat waktu dalam proses perhitungan
antar poligon, karena apabila tidak menggunakan kueri spasial, pengecekan
hubungan interseksi antara suatu poligon pada peta akhir dengan keseluruhan
poligon pada peta awal harus dilakukan. Proses pengecekan tersebut akan memakan
waktu yang lama mengingat peta vektor dapat terdiri atas poligon-poligon yang
berjumlah besar.
Setelah dilakukan kueri spasial, maka akan dilakukan perhitungan selisih stok
karbon memanfaatkan nilai atribut GRIDCODE dari poligon yang diproses. Nilai
atribut tersebut dilakukan untuk mendapatkan nilai stok karbon rata-rata dari fail
data stok karbon. Kemudian, selisih stok karbon dihitung dengan aturan nilai stok
karbon poligon peta akhir dikurangi nilai stok karbon poligon peta awal. Selisih
tersebut kemudian disimpan dalam poligon baru hasil operasi interseksi dua poligon
input, dalam atribut CStockChanges. Ilustrasi perhitungan selisih per poligon dapat
dilihat pada Gambar 7. Diagram alir proses tipe output kedua dapat dilihat pada
Gambar 8.
Baik pada tipe output raster maupun vektor, interpretasi dari nilai selisih stok
karbon ialah selisih bernilai positif menunjukkan terjadinya sekuestrasi
(penyimpanan) karbon dari tahun awal ke tahun akhir, selisih bernilai negatif
menunjukkan terjadinya emisi (pelepasan) karbon dari tahun awal ke tahun akhir,
dan selisih bernilai nol menunjukkan tidak adanya perubahan dari tahun awal ke
tahun akhir. Aturan pewarnaan dapat ditentukan sesuai kebutuhan pengguna.
Output modul berupa peta visualisasi akan disimpan ke dalam fail yang
bersesuaian dengan format output, yaitu fail berekstensi .TIFF untuk peta raster dan
fail berekstensi .shp untuk peta vektor.

Gambar 7 Ilustrasi tahapan perhitungan selisih per poligon dalam tipe output kedua

9

Mulai

Dua Peta Berbeda Tahun
Data Rataan Stok Karbon

Atur Lokasi File
Keluaran
Ya

Ada Poligon
Berikutnya di Peta
Pertama?

Tidak

Buat poligon baru hasil
interseksi, simpan selisih stok
karbon dalam poligon, serta
simpan dalam koleksi

Ada Hasil Kueri
Spasial?

Ya

Hitung Selisih Stok
Karbon dari Dua
Poligon
(CStock2 – CStock1)

Baca Poligon di Peta
Pertama

Tidak

Kueri Spasial Hubungan
Interseksi Poligon Peta Kedua
dengan Poligon Peta Pertama
yang terbaca

Simpan Koleksi
Poligon dalam
ShapeFile

ShapeFile

Selesai

Gambar 8 Diagram alir proses yang terjadi dalam modul pada tipe output kedua
Desain Modul
Tahapan desain modul adalah tahapan perancangan struktur modul aplikasi
yang akan dibuat. Rancangan yang dihasilkan berupa rancangan antar muka modul
yang disusun mengikuti alur skenario penggunaan modul.
Rancangan antar muka modul dapat dilihat pada Gambar 9. Modul dibuat
dalam sebuah wizard, yang diakses dari sebuah menu tersendiri. Dalam wizard
tersebut, terlebih dahulu pengguna diminta memilih format output yang diinginkan,
apakah peta raster atau peta vektor. Kemudian, pengguna diminta memilih dua buah
layer peta yang ingin diproses. Layer tersebut sudah dimasukkan ke dalam
workspace sebelumnya dengan melakukan perintah Import Data. Setelah
memasukkan beberapa data yang diperlukan, pengguna harus menentukan tempat
letak fail output yang dihasilkan akan diletakkan. Setelah itu, sistem akan
melakukan perhitungan selisih karbon beserta pembuatan peta baru dengan format
yang telah ditentukan untuk kepentingan visualisasi. Selesainya proses yang
dilakukan oleh sistem akan ditandai dengan munculnya sebuah kotak dialog
notifikasi proses yang berisi informasi waktu yang digunakan oleh proses beserta
letak fail output yang dihasilkan.

10
Carbon Stock Changes Visualization Module
Please Input Required Data Below

Output Format :

Raster (.tiff)

Carbon Stock Changes Visualization Module
Confirmation

You’re going to al ulate and visualize ar on sto k hanges. This may take some times.

Vector (.shp)

Source1

Source2

Map1
Map2
Map3

Set location for output file : (output)

Add Carbon Stock Rate Data Source :
Browse
< Back

Next >

Finish

Browse

Cancel

< Back

Next >

Finish

Cancel

Process Notification

Time elapsed : 0.0 hours, 0.0 minutes, 4.0 seconds
Output File : C:\Users\sampleRaster.tiff

PROCESS FINISHED
OK

Gambar 9 Desain antarmuka modul dalam bentuk wizard beserta desain notifikasi
Implementasi Desain Modul
Implementasi rancangan hasil tahapan desain modul berupa pembuatan
modul visualisasi sesuai dengan rancangan-rancangan yang telah dibuat. Pada tahap
ini, teknologi yang digunakan disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan
pengguna.

Pengujian dan Validasi
Tahap pengujian dan validasi dilakukan sebagai tahapan akhir dalam
pengembangan modul. Tahapan pengujian ditujukan untuk mengetahui apakah
modul dapat berjalan dengan baik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
pengujian per fungsi dalam modul.
Tahapan lainnya, yaitu tahapan validasi, ditujukan untuk mengetahui apakah
hasil visualisasi merupakan hasil yang valid dan dapat dipercaya. Hal ini
dikarenakan adanya resiko perubahan data pada peta akibat transformasi rastervektor. Resiko ini dibawa oleh peta vektor yang menjadi salah satu input modul.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, peta vektor tersebut merupakan peta
hasil transformasi peta raster menjadi peta vektor dengan bantuan ArcGIS. Ukuran
validasi yang diperhatikan adalah luas area, nilai perubahan stok karbon yang
tersimpan dalam peta, serta pewarnaan hasil visualisasi. Ukuran ini digunakan
untuk membandingkan antara kedua peta output, yaitu peta visualisasi berformat
raster dan peta berformat vektor.
Terakhir, diujikan beberapa peta dengan ukuran berbeda, baik peta berformat
raster maupun berformat vektor (berbeda jumlah poligon), untuk mengetahui
bagaimana hubungan antara ukuran peta dan waktu yang dihabiskan untuk operasi
dalam modul.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Implementasi
Berdasarkan desain proses dan desain modul yang telah dibuat, maka
dilakukan implementasi dalam pembuatan modul visualisasi. Berdasarkan hasil
analisis kebutuhan pengguna, implementasi dilakukan dengan memanfaatkan
beberapa teknologi open source, di antaranya platform uDig, RCP Eclipse, dan
pemanfaatan GeoTools library sebagai pendukung pengolahan berbasis geospasial.
Dengan memanfaatkan fitur plugin development yang dimiliki platform uDig dan
RCP Eclipse, modul visualisasi dibangun sebagai modul terpisah (independen)
sehingga tidak perlu memperhatikan bagaimana proses integrasi modul pada REDD
Abacus.
Hasil yang didapatkan adalah sebuah modul yang dapat memberikan
visualisasi perubahan karbon sesuai format peta yang diinginkan. Opsi warna yang
digunakan untuk menggambarkan informasi emisi dan sekuestrasi dapat dipilih
secara bebas sesuai kebutuhan pengguna. Output peta dalam bentuk fail diletakkan
pada lokasi yang telah ditentukan sebelumnya dalam wizard.
Dalam pengujian contoh kasus, digunakan dua peta contoh yang diberikan
ICRAF, masing-masing merupakan peta tipe tutupan lahan pada tahun 2000 dan
tahun 2005. Output yang diinginkan ialah peta visualisasi perubahan stok karbon
dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sebagai pembahasan pertama, diujikan output
dalam format raster.
Kedua peta yang digunakan dalam uji kasus ini berupa peta raster berformat
TIFF berukuran 1635 x 866 piksel. Kedua peta tersebut dimasukkan ke dalam
workspace untuk digunakan dalam modul. Hasilnya adalah peta raster berukuran
1635 x 866 piksel dan berformat TIFF. Hasil dalam kasus ini dapat dilihat pada
Gambar 10. Proses untuk kasus pertama menghabiskan waktu sebesar 3 detik.
Dalam pengujian kedua, output yang dipilih ialah peta berformat vektor. Data
input yang digunakan ialah dua peta berformat vektor (shapefile). Peta vektor tahun
2000 memiliki jumlah poligon sebanyak 34753 poligon dan peta vektor tahun 2005
memiliki jumlah poligon sebanyak 44693 poligon. Dalam kasus ini, waktu yang
telah dihabiskan mencapai sekitar 10 menit, dengan jumlah interseksi sekitar
221.203 operasi. Peta vektor hasil untuk kasus ini dapat dilihat pada Gambar 11.
Dari hasil uji kasus peta raster dan vektor tersebut, disimpulkan bahwa proses
pada peta raster lebih cepat dibandingkan proses pada peta vektor. Jika dilihat dari
banyaknya data, sebuah peta raster memiliki jumlah data yang lebih banyak, yaitu
sebanyak 1635 x 866 piksel = 1415910 piksel, sedangkan untuk sebuah peta vektor,
tersimpan 34753 poligon pada peta pertama dan 44693 poligon pada peta kedua.
Hal yang menyebabkan proses peta vektor lebih banyak memakan waktu ialah
banyaknya tahap / operasi yang dilakukan dalam proses peta vektor. Dalam kasus
peta vektor, dilakukan kueri spasial dengan hubungan geometri interseksi terlebih
dahulu sebelum dilakukan perhitungan perubahan stok karbon dan penggambaran
poligon hasil di peta yang baru. Sebuah poligon dapat memiliki lebih dari satu
poligon yang berinterseksi dengan poligon tersebut. Dengan demikian, sebuah
poligon pada peta tahun pertama dapat berinterseksi dengan lebih dari satu poligon
pada peta kedua dan hal tersebut mengakibatkan operasi perhitungan yang lebih

12
banyak (sejumlah bagian interseksi antara poligon pertama dan kedua). Pembuatan
poligon interseksi juga memerlukan waktu. Dalam kasus peta raster, sebuah piksel
pada peta pertama langsung diproses dengan hanya sebuah piksel pada peta kedua
dengan lokasi titik yang sama. Kedua piksel langsung mengalami proses
perhitungan perubahan stok karbon dan langsung disimpan pada peta hasil dengan
lokasi titik yang sama dengan lokasi titik kedua piksel peta input. Dengan demikian,
operasi perhitungan hanya berjumlah 1415910, sejumlah data yang tersimpan pada
peta raster input.

Gambar 10 Peta visualisasi perubahan stok karbon berformat raster pada
kasus pertama. Warna jingga hingga merah menunjukkan
emisi, sedangkan warna hijau menunjukkan sekuestrasi.

Gambar 11 Peta visualisasi perubahan stok karbon berformat vektor pada
kasus kedua. Warna jingga hingga merah menunjukkan emisi,
sedangkan warna hijau menunjukkan sekuestrasi.

13
Pengujian dan Validasi
Pengujian sistem dilakukan dengan pengujian per fungsi. Fungsi-fungsi yang
diimplementasikan dalam modul diuji satu per satu. Hasil pengujian dapat dilihat
pada Tabel 1. Fungsi-fungsi tersebut merupakan fungsi yang digunakan dalam
kedua skenario penggunaan modul visualisasi.
Tabel 1 Tabel pengujian fungsi sistem
Kode Fungsi
V01
V02
V03
V04
V05
V06
V07
V08
V09
V10

Nama Fungsi
Input dua peta vektor
Atur lokasi fail keluaran
Baca poligon
Hitung selisih stok karbon dari dua peta vektor
Membuat poligon hasil interseksi
Membuat fail output (peta vektor)
Transformasi Vektor-Raster
Kueri spasial hubungan interseksi
Kalkulasi per piksel
Membuat peta raster

Hasil Uji
Sukses
Sukses
Sukses
Sukses
Sukses
Sukses
Sukses
Sukses
Sukses
Sukses

Untuk validasi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, diukur dalam 3
ukuran, yaitu luas area, nilai perubahan stok karbon yang tersimpan dalam peta,
serta pewarnaan hasil visualisasi. Sebagai pembahasan pertama, akan dibahas
ukuran validasi pertama, yaitu validasi luas area.
Ada 2 tipe peta vektor yang digunakan dalam validasi luas area pada
penelitian ini. Tipe pertama adalah peta vektor ICRAF yang merupakan hasil
transformasi peta raster menjadi peta vektor dengan opsi penyederhanaan poligon
diaktifkan (simplified), sedangkan tipe kedua adalah peta vektor ICRAF yang
dihasilkan dengan melakukan transformasi peta raster menjadi peta vektor yang
sama dengan peta pertama, namun opsi penyederhanaan poligon tidak diaktifkan
(not simplified).
Pada Tabel 2, dapat dilihat hasil pengukuran luas area untuk 2 peta input yang
menjadi pengujian, yaitu peta tahun 2000 dan 2005 dalam format raster dan vektor,
dengan peta vektor tipe pertama (simplified). Pada tabel tersebut, terlihat bahwa
terdapat selisih luas antara peta berformat raster dan peta berformat vektor dengan
persentase rasio selisih yang kecil, 6.391 × 10-3 % untuk peta tahun 2000 dan 8.367
× 10-3 % untuk peta tahun 2005.
Tabel 2 Perhitungan luas area peta input
Raster (Grid)
Raster x Grid_size (dd)a
Vektor (dd)a
Selisih Raster – Vektor (dd)a
| Rasio selisih | (%)
a

WGS84 dd = Degree Decimal

Input Map (2000)
486083
3.937 × 10-1
3.937 × 10-1
2.516 × 10-5
6.391 × 10-3

Input Map (2005)
486083
3.937 × 10-1
3.937 × 10-1
3.294 × 10-5
8.367 × 10-3

14
Pada Tabel 3, dapat dilihat hasil pengukuran luas area untuk peta output yang
terbagi dalam 3 bagian daerah, yaitu daerah sekuestrasi, daerah emisi, dan daerah
netral. Daerah sekuestrasi ialah bagian daerah yang memiliki perubahan stok
karbon bernilai positif. Daerah emisi ialah bagian daerah yang memiliki perubahan
stok karbon bernilai negatif, sedangkan daerah netral ialah bagian daerah yang
memiliki perubahan stok karbon bernilai nol. Pada Tabel 3, terlihat bahwa terdapat
rasio selisih luas cukup besar. Daerah sekuestrasi pada peta raster lebih kecil 6%
dari daerah sekuestrasi pada peta vektor. Daerah emisi pada peta raster lebih kecil
1.8% dari daerah emisi pada peta vektor. Daerah netral pada peta raster, berbeda
dengan sekuestrasi dan emisi, lebih besar 1.9% dari daerah netral pada peta vektor.
Tabel 3 Perhitungan luas area peta output
Raster (Grid)
Raster x Grid_size
(dd)a
Vektor (dd)a
Selisih Raster –
Vektor (dd)a
| Rasio Selisih | (%)
a

Sekuestrasi
45077

Emisi
147186

Netral
293820

3.651 × 10-2

1.192 × 10-1

2.380 × 10-1

3.873 × 10-2

1.214 × 10-1

2.335 × 10-1

-2.216 × 10-3

-2.162 × 10-3

4.542 × 10-3

6.069

1.813

1.908

WGS84 dd = Degree Decimal

Sebagai perbandingan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, diujikan
peta vektor hasil transformasi raster-vektor tanpa menggunakan opsi
penyederhanaan poligon (not simplified). Pada Tabel 4, terlihat bahwa terdapat
selisih luas antara peta berformat raster dan peta berformat vektor dengan
persentase rasio selisih yang sangat kecil, lebih kecil dibandingkan pengukuran tipe
pertama (simplified). Rasio selisih luas tersebut bernilai 1.169 × 10-11 % untuk peta
tahun 2000 dan 2.820 × 10-11 % untuk peta tahun 2005.
Pada Tabel 5, ditunjukkan luas area daerah sekuestrasi, emisi, dan netral pada
output peta raster dan peta vektor yang merupakan hasil pengolahan peta vektor
tipe kedua (not simplified). Terlihat bahwa selisih antara output raster dan vektor
tersebut sangat kecil, lebih kecil dibandingkan pengukuran tipe pertama
(simplified). Selisih daerah sekuestrasi, emisi, dan netral, masing-masing bernilai
6.328 × 10-11 %, 1.846 × 10-11 %, dan 3.445 × 10-11 %.

Tabel 4 Perhitungan luas area peta input (not simplified)
Raster (Grid)
Raster x Grid_size (dd)a
Vektor (dd)a
Selisih Raster – Vektor (dd)a
| Rasio selisih | (%)
a

WGS84 dd = Degree Decimal

Input Map (2000)
486083
3.937 × 10-1
3.937 × 10-1
-4.602 × 10-14
1.169 × 10-11

Input Map (2005)
486083
3.937 × 10-1
3.937 × 10-1
-1.110 × 10-13
2.820 × 10-11

15
Tabel 5 Perhitungan luas area peta output (not simplified)
Raster (Grid)
Raster x Grid_size
(dd)a
Vektor (dd)a
Selisih Raster –
Vektor (dd)a
| Rasio Selisih | (%)
a

Sekuestrasi
45077

Emisi
147186

Netral
293820

3.651 × 10-2

1.192 × 10-1

2.380 × 10-1

3.651 × 10-2

1.192 × 10-1

2.380 × 10-1

-2.311 × 10-14

-2.201 × 10-14

8.199 × 10-14

6.328 × 10-11

1.846 × 10-11

3.445 × 10-11

WGS84 dd = Degree Decimal

Dengan melihat perbandingan antara pengukuran raster-vektor tipe pertama
(simplified) dan pengukuran raster-vektor tipe kedua (not simplified), disimpulkan
bahwa selisih yang besar pada pengukuran raster-vektor tipe pertama (simplified)
disebabkan oleh transformasi peta input dari format raster menjadi vektor
menggunakan opsi penyederhanaan poligon. Transformasi ini mengubah bentuk
poligon dibandingkan dengan poligon tanpa opsi penyederhanaan. Tanpa opsi
penyederhanaan, ArcGIS mengubah peta raster menjadi peta vektor, dengan
poligon-poligon peta vektor tersebut dibentuk menyerupai bentuk peta raster.
Ilustrasi transformasi ArcGIS dapat dilihat pada Gambar 12.
Ukuran kedua untuk validasi ialah nilai perubahan stok karbon yang
tersimpan dalam peta. Sebaran nilai perubahan stok karbon sekuestrasi, emisi, dan
netral tentunya dapat dilihat dari ukuran pertama, luas area. Yang diperhatikan pada
ukuran kedua ialah rentang nilai perubahan stok karbon yang tersimpan dalam peta
raster dan peta vektor. Dalam uji kasus peta visualisasi perubahan karbon dari tahun
2000 ke tahun 2005, terdapat perbedaan rentang nilai sekuestrasi dan nilai emisi
pada peta raster dan peta vektor. Pada peta raster, rentang nilai sekuestrasi adalah 0
hingga 191.82 Ton/Ha, sedangkan rentang nilai emisi adalah 0 hingga -260.52
Ton/Ha. Pada peta vektor, rentang nilai sekuestrasi adalah 0 hingga 261.52 Ton/Ha,
sedangkan rentang nilai emisi adalah 0 hingga -261.52 Ton/Ha. Setelah ditelusuri

Gambar 12 Ilustrasi transformasi ArcGIS dari peta raster menjadi peta vektor.
Peta vektor dapat dihasilkan dengan/tanpa opsi penyederhanaan

16
pada daerah-daerah pada vektor yang memiliki nilai di luar rentang nilai peta raster,
didapatkan fakta bahwa daerah-daerah yang memiliki nilai-nilai tersebut
merupakan daerah hasil interseksi dari poligon-poligon vektor yang memiliki sisi
yang berhimpitan antara 2 poligon dengan posisi tetap dari peta awal ke peta akhir.
Ilustrasi fakta tersebut bisa dilihat pada Gambar 13. Di antara 2 poligon tersebut,
hasil interseksi terdiri atas dua hasil benar dan dua hasil salah. Hasil salah tersebut
berupa garis di antara dua poligon hasil benar.
Ukuran ketiga, pewarnaan hasil visualisasi, dilakukan untuk mendukung
validasi pertama dan kedua. Terkait pewarnaan, uDig memberikan pengaturan yang
berbeda untuk peta raster dan vektor, sehingga menghasilkan peta dengan warna
yang berbeda untuk peta raster dan vektor (Gambar 10 dan Gambar 11). Oleh
karena itu, pewarnaan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS.
Dengan 3 aturan klasifikasi yang sama, yaitu aturan untuk daerah sekuestrasi,
daerah emisi, dan daerah netral, dilakukan pewarnaan untuk peta raster dan vektor.
Hasilnya adalah didapatkan dua peta dengan warna yang sama dan sebaran yang
tergolong sama (Lihat Gambar 14 dan Gambar 15, sedikit berbeda dikarenakan
perbedaan luas yang telah dijelaskan sebelumnya).

Gambar 13 Ilustrasi kesalahan interseksi pada peta. Kesalahan interseksi
menyebabkan kesalahan rentang nilai pada peta vektor

17

Gambar 14 Peta visualisasi berformat raster dengan pewarnaan menggunakan
ArcGIS

Gambar 15 Peta visualisasi berformat vektor dengan pewarnaan menggunakan
ArcGIS
Dalam pengujian hubungan antara ukuran peta dan waktu operasi, diujikan
10 ukuran berbeda untuk peta raster dan 5 jumlah poligon yang berbeda untuk peta
vektor. Data pengukuran dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7, masing-masing
untuk pengukuran pada peta raster dan peta vektor. Hubungan antara ukuran peta
dan waktu operasi pada peta raster dan vektor dapat dilihat pada Gambar 16.

18
Terlihat pada peta raster, kurva meningkat secara konstan, sedangkan pada peta
vektor, kurva meningkat secara kuadratik.
Tabel 6 Hasil uji hubungan ukuran peta dan waktu operasi (peta raster)
Skala piksela
Panjang peta
(jumlah
piksel)
Lebar peta
(jumlah
piksel)
Waktu
operasi (ms)

0.2

0.4

0.6

1.8

2

327

653

81 1308 1635 1962 2289 2616 2943

3270

173

346

507

702 1219 2174 3078 4276 5739 7676 9388 11368

520

0.8

1

693

1.2

1.4

1.6

866 1039 1212 1386 1559

1732

a

Skala piksel yang dimaksud ialah rasio perbandingan antara ukuran grid / piksel peta yang diujikan
dengan peta yang dimiliki (peta raster berukuran 1635x866, dengan ukuran sisi piksel 9 × 10-4 )

Tabel 7 Hasil uji hubungan jumlah poligon peta dan waktu operasi (peta vektor)
Jumlah poligon peta I
Jumlah poligon peta II
Skala jumlah poligona
Waktu operasi (ms)

769
957
0.02
3193

2707
3354
0.08
9271

8029
10262
0.23
40380

18596
24030
0.54
175923

34753
44693
1
564718

a

Skala jumlah poligon yang dimaksud ialah rasio perbandingan antara jumlah poliogn peta yang
diujikan dengan jumlah poligon peta yang dimiliki (dua peta vektor, peta I berisi 34753 poligon dan
peta II berisi 44693 poligon )
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

600000
500000
400000
300000
200000
100000
0
0.02

0.08

0.23

0.54

1

Gambar 16 Kurva hubungan ukuran peta dan waktu operasi pada peta raster
(atas) dan peta vektor (bawah)

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil yang telah dijabarkan sebelumnya, disimpulkan bahwa
telah dibangun sebuah modul visualisasi perubahan stok karbon bagi REDD
Abacus. Modul yang dihasilkan dapat memvisualisasikan perubahan stok karbon di
suatu wilayah dalam satu periode perubahan, dengan rentang tahun yang bervariasi.
Peta visualisasi yang dihasilkan dapat berupa peta vektor dan peta raster, dengan
memanfaatkan teknik kueri spasial untuk peta vektor dan operasi per piksel untuk
peta raster.

Saran
Pengolahan peta vektor membutuhkan perbaikan performa sehingga waktu
yang dibutuhkan lebih singkat. Hal ini perlu diperhatikan mengingat jika modul ini
akan digunakan berkali-kali dikarenakan jumlah peta yang akan dianalisis cukup
banyak, maka jangka waktu 15 menit akan tergolong cukup lama. Selain itu,
penggunaan operasi interseksi dalam penggambaran poligon hasil pada operasi peta
vektor membutuhkan perbaikan algoritma, sehingga meminimalisir kesalahan yang
ada dalam penelitian ini. Perangkat pewarnaan pada uDig membutuhkan perbaikan
agar hasil raster dan vektor dapat memiliki pewarnaan yang sama sehingga tidak
menimbulkan kebingungan bagi pengguna.

20

DAFTAR PUSTAKA
[EPA]. United States Environmental Protection Agency (US). Causes of Climate
Change [internet]. [diacu 2013 Juni 23]. Tersedia pada :
http://www.epa.gov/climatechange/science/causes.html.
Gibbs HK, Brown S, Niles JO, Foley JA. 2007. Monitoring and Estimating Tropical
Forest Carbon Stocks : Making REDD a Reality. Environmental Research
Letters. 2(4). doi:10.1088/1748-9326/2/4/045023.
Goetz JS, Baccini A, Laporte TN, Johns T, Walker W, Kellndorfer J, Houghton RA,
Sun M. 2009. Mapping and monitoring carbon stocks with satellite observations:
A comparison of methods. Carbon Balance and Management. 4(2).
doi:10.1186/1750-0680-4-2.
Harja D, Dewi S, van Noordwijk M, Ekadinata A, Rahmanulloh A. 2011. REDD
Abacus SP – User Manual and Software. Bogor, Indonesia. World Agroforestry
Centre – ICRAF, SEA Regional Office. hlm 89.
Parker C, Mitchell A, Trivedi M, Mardas N. 2008. The Little REDD Book.
Oxford(UK) : Global Canopy Programme.

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 03 Desember 1990 dari ayahanda
Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M.Sc dan ibunda Sundari. Penulis adalah putra
ketiga dari lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 Bogor dan pada
tahun yang sama Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
Undagan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Komputer,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama menjadi mahasiswa di IPB Penulis aktif dalam beberapa kegiatan.
Kegiatan tersebut diantaranya menjadi Wakil Ketua Divisi Pemrograman PHP di
bawah Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer IPB (2011-2012) dan Anggota
Kementerian Komunikasi dan Informasi Badan Eksekutif Mahasiswa IPB (20122013). Kegiatan lainnya adalah menjadi anggota kepanitiaan beberapa acara besar
diantaranya Anggota Divisi Multimedia Pesta Sains Nasional 2010, Anggota Divisi
Desain, Dekorasi, dan Dokumentasi IT TODAY 2010 dan IT TODAY 2011, Ketua
Divisi Multimedia Pesta Sains Nasional 2011, serta Ketua Divisi Desain, Dekorasi,
Dokumentasi the 5th Journalistic Fair 2012 BEM KM IPB. Pada kegiatan akademik
Penulis pernah menjadi Asisten M.K. Algoritme dan Pemrograman (2011-2012),
Asisten M.K. Penerapan Komputer (2011-2012), Asisten M.K. Organisasi
Komputer (2011-2012), Asisten M.K. Sistem Operasi (2012-2013), dan Asisten
M.K. Pengembangan Sistem Berorientasi Objek. Di bidang lain, Penulis
mengembangkan sebuah Software House yang terdiri atas beberapa mahasiswa
Ilmu Komputer 46, dengan nama Coffee-Dev.