Growth Response of Sago Palm (Metroxylon sagu Rottb) toward Nitrogen, Phosphorus, Potasium Fertilizer and Pruning Applied

TANGGAP PERTUMBUHAN TANAMAN SAGU
(Metroxylon sagu Rottb.) TERHADAP PEMBERIAN
PUPUK N, P, K DAN PEMANGKASAN

ENGELBERT MANAROINSONG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tanggap Pertumbuhan
Tanaman Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.) terhadap Pemberian Pupuk N, P, K dan
Pemangkasan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Engelbert Manaroinsong
NIM A252100161

RINGKASAN
ENGELBERT MANAROINSONG. Tanggap Pertumbuhan Tanaman Sagu
(Metroxylon Sagu Rottb) terhadap Pemberian Pupuk N, P, K dan Pemangkasan.
Dibimbing oleh M. HASJIM BINTORO DJOEFRIE, SUDRADJAT dan DWI
ASMONO.
Sagu (Metrxylon sagu Rottb.) adalah jenis tanaman palma yang dapat
memproduksi pati dan digunakan sebagai makanan dan bahan baku untuk
industri. Tujuan penelitian (1) mempelajari respon pertumbuhan tanaman sagu
terhadap pemberian pupuk nitrogen, fosfor dan kalium yang diaplikasi secara
tunggal dengan pemangkasan dan (2) mempelajari respon pertumbuhan anakan
terpangkas akibat pemangkasan. Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan sagu
PT. National Sagu Prima, Desa Kepau Baru, Kecamatan Tebing Tinggi Timur,
Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan mulai
bulan Januari 2012 hingga Desember 2012.
Penelitian terdiri atas tiga percobaan yaitu: (1) Pemupukan nitrogen (N), (2)

Pemupukan fosfor (P), (3) Pemupukan Kalium (K) dan semua percobaan dikombinasikan dengan pemangkasan. Percobaan pertama menggunakan rancangan
petak terbagi (split plot design) yang disusun lingkungan acak kelompok. Petak
utama adalah pemangkasan yaitu dengan pemangkasan dan tanpa pemangkasan.
Anak petak adalah dosis pupuk nitrogen (N) terdiri atas 4 taraf yaitu N0-N3
masing-masing 0, 405, 810, dan 1215 g rumpun-1 dengan tiga ulangan serta
perlakuan pemangkasan dilakukan setiap empat bulan sekali. Percobaan kedua
menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) yang disusun lingkungan
acak kelompok. Petak utama adalah pemangkasan yaitu dengan pemangkasan dan
tanpa pemangkasan. Anak petak adalah dosis pupuk fosfor (P2O5) terdiri atas 4
taraf yaitu P0-P3 masing-masing 0, 216, 432, dan 648 g rumpun-1 dengan tiga
ulangan serta perlakuan pemangkasan dilakukan setiap empat bulan sekali.
Percobaan ketiga meng-gunakan rancangan petak terbagi (split plot design) yang
disusun lingkungan acak kelompok. Petak utama adalah pemangkasan yaitu
dengan pemangkasan dan tanpa pemangkasan. Anak petak adalah dosis pupuk
kalium (K2O) terdiri atas 4 taraf yaitu K0-K3 masing-masing 0, 480, 960, dan
1440 g rumpun-1 dengan tiga ulangan serta perlakuan pemangkasan dilakukan
setiap empat bulan sekali. Setiap unit percobaan terdiri atas 4 rumpun tanaman
sagu, jumlah total sebanyak 96 rumpun, sehingga jumlah rumpun tanaman untuk
ketiga percobaan sebanyak 288 rumpun. Pengamatan pada ketiga percobaan diatas
dilakukan terhadap karakter morfologi, meliputi: (a) tanaman induk dan anakan

sagu yang dipelihara terdiri atas: jumlah pelepah, pertambahan jumlah pelepah
dan tinggi batang tanaman induk. (b) anakan yang dipangkas terdiri atas: jumlah
pelepah, tinggi anakan, biomassa anakan dan persentase hidup. Karakter fisiologi
meliputi kandungan hara daun tanaman, indeks hijau daun dan kerapatan stomata
pada tanaman induk dan anakan sagu yang dipelihara.
Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa pemupukan nitrogen meningkatkan jumlah pelepah baru pada anakan sagu yang dipelihara sedangkan
pada tanaman induk tidak meningkatkan jumlah dan pertambahan pelepah sagu.
Hasil percobaan kedua menunjukkan bahwa pemupukan fosfor meningkatkan
jumlah dan pertambahan pelepah baru pada anakan sagu yang dipelihara,

sedangkan pada tanaman induk tidak berpengaruh pada jumlah dan pertambahan
pelepah sagu. Hasil percobaan ketiga menunjukkan bahwa perlakuan
pemangkasan dan pemberian pupuk kalium tidak meningkatkan pertambahan
pelepah baru pada tanaman induk, sedangkan pada anakan sagu yang dipelihara
meningkatkan pertambahan pelepah baru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan nitrogen dan fosfor
terjadi peningkatan kandungan hara daun, indeks hijau daun dan kerapatan
stomata pada tanaman induk dan anakan yang dipelihara. Selanjutnya, pada
percobaan kalium tidak terjadi peningkatan kandungan hara daun tetapi
meningkatkan indeks hijau daun dan kerapatan stomata pada tanaman induk

anakan sagu yang dipelihara.
Perlakuan pemangkasan pada percobaan nitrogen, fosfor dan kalium dapat
menekan pertumbuhan anakan yang dipangkas dan memberikan pengaruh positif
terhadap pertambahan jumlah pelepah baru serta mengurangi kompetisi penyerapan hara antara anakan serta membuka ruang bagi tanaman untuk
mendapatkan cahaya.
Kata kunci: Tanaman induk, anakan sagu, jumlah pelepah, kandungan hara,
indeks hijau daun, kerapatan stomata.

SUMMARY
ENGELBERT MANAROINSONG. Growth Response of Sago Palm (Metroxylon
sagu Rottb) toward Nitrogen, Phosphorus, Potasium Fertilizer and Pruning
Applied. Supervised by M. HASJIM BINTORO DJOEFRIE, SUDRADJAT and
DWI ASMONO.
Sago palm (Metrxylon sagu Rottb.) is a kind of palm that can produce a
starch and used as food and raw materials for industry. The purpose of the study
was (1) to study the sago plant growth response to nitrogen, phosphorus and
potassium fertilizers that were applied singly with pruning and (2) to study the
growth response of sucker that were trimmed by pruning. This research was
conducted at sago plantation of PT National Sago Prima, Kepau Baru village,
Tebing Tinggi Timur district, Meranti Islands regency, Riau Province. The study

was conducted from January 2012 to December 2012.
The study consisted of three experiments: (1) Nitrogen Fertilization, (2)
Phosphorus Fertilization, (3) Potassium Fertilization and all experiments were
combined with pruning treatment. The first experiment used randomized block
design (RBD) with split plot design. The main plot was the pruning application
with two levels, that was pruning and without pruning and the subplot was
nitrogen fertilizer (N) which consists of 4 levels, namely N0-N3, respectively 0,
405, 810, and 1215 g clump-1 with three replications and pruning treatments
conducted every four months. The second experiment used a randomized block
design (RBD) with split plot design. The main plot was the pruning application
with two levels, that was pruning and without pruning and the subplot was
phosphorus fertilizer (P2O5) consists of 4 levels, namely P0-P3, respectively 0,
216, 432, and 648 g clump-1 with three replications and pruning treatments
conducted every four months. The third experiment used a randomized block
design (RBD) with split plot design. The main plot was the pruning application
with two levels, that was pruning and without pruning and the subplot was
potassium fertilizer (K2O) consists of 4 levels, namely K0-K3, respectively 0, 480,
960, and 1440 g clump-1 with three replications and pruning treatments conducted
every four months. Each experimental unit consisted of 4 plant clumps, there for
the total number as many as 96 clumps, so that the number of clumps of three

experiments were 288 clumps. Parameter observed of the three experiments
conducted was morphological characters, including: (a) the mother palm and
sucker plants were maintained consisting of number of frond, increase of new
leaves and increase of trunk height of mother palm. (b) the suckers are trimmed by
pruning consisting of number of frond, high sucker, biomass and percentage of
life. The characters include the physiology of nutrient content of plant leaves,
green leaf index and density of stomata on the mother palm and sucker of sago
palms.
The results of the first experiment showed that nitrogen fertilization on sago
plant can increase accretion of new leaves in suckers sago, whereas in the mother
palm does not give the effect to increase the number of frond. The results of the
second experiments showed that phosphorus fertilization increases the number
and accretion of new frond at suckers seedlings whereas in the mother palm has

no effect on number and accretion of new frond. The third experiments showed
that pruning treatments and potassium fertilizer did not increase accretion of new
frond the mother palm, whereas increase accretion new frond in suckers of sago.
The results showed the experiment of nitrogen and phosphorus increased
nutrient content of leaf, green leaf index and density of stomata at the mother
palm and suckers of sago plant. Furthermore, the potassium experiments did not

increased nutrient content of leave but can increased green leaf index and density
of stomata on the mother palm and suckers of sago.
Pruning treatments on experimental nitrogen, phosphorus and potassium can
depress the growth of suckers are pruning and to provide a positive influence to
accretion of new frond of sagos palm and reduce nutrient absorption competition
between suckers and open space for the plants to get sun light.
Keywords: Mother palm, suckers sago, number of frond, nutrient content, green
leaf indeks, density of stomatal

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TANGGAP PERTUMBUHAN TANAMAN SAGU

(Metroxylon sagu Rottb.) TERHADAP PEMBERIAN
PUPUK N, P, K DAN PEMANGKASAN

ENGELBERT MANAROINSONG

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS

Judul Tesis : Tanggap Pertumbuhan Tanaman Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.)
terhadap Pemberian Pupuk N, P, K dan Pemangkasan

Nama
: Engelbert Manaroinsong
NIM
: A252100161

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir M Hasjim Bintoro Djoefrie, M.Agr.
Ketua

Dr Ir Sudradjat, MS
Anggota

Dr Ir Dwi Asmono, MS.APU
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS. MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 16 Desember 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis berjudul “Tanggap Pertumbuhan Tanaman Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.)
terhadap Pemberian Pupuk N, P, K dan Pemangkasan”. Penulisan tesis ini
dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Magister
Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada Prof Dr Ir M Hasjim Bintoro Djoefrie, M.Agr., Dr.
Ir Sudradjat, MS dan Dr Ir Dwi Asmono, MS.APU selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan sejak perencanaan hingga penyelesaian tesis
ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Litbang Pertanian
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2
tahun 2010. PT. Sampoerna Agro Tbk dan PT Nasional Sagu Prima (PT.NSP)
yang telah memberikan tempat dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.
Secara khusus ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir Erwin Thaib
selaku General Manager PT. NSP, Dr Ir Albertus Fajar Irawan, Fahmi Wendra,
SP, MS dan staf Research and Development PT. Sampoerna Agro, Tbk., Dr Ir
Bambang Heliyanto, MSc (Ka. Balitka dan Palma lain), Dr Ir Chandra Indrawanto,
MSc (Ka. Balit Palma) dan teman dari Balit Palma Yulianus R. Matana, SP MSi
dan Ir Ismail Maskromo MSi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Dr Ir Maya Melati, MS MSc selaku ketua Program Studi Agronomi dan
Hortkultura SPs IPB dan Dr Ir Iskandar Lubis, MS sebagai penguji luar komisi
serta teman-teman pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura angkatan 2010
atas semua waktu, bantuan dan dorongan semangatnya.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Istri
tercinta Yulien KA Roring dan anak anakku Samuel Maharai dan Yizreel Otniel
atas segala doa, pengorbanan, kesabaran yang tidak pernah putus sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi ini dengan baik dan lancar. Terima kasih buat ayah
tercinta Oscar Manaroinsong dan Ibu Hermin Tuera yang telah membesarkan,
mendidik, mendoakan serta membekali penulis dengan penuh kasih. Adik Youke
M, Janri Hendra, Jimmi dan Dave serta keluarga besar di Manado yang telah
memberikan motivasi, dukungan doa serta kasih dalam bersaudara.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang pertanian.

Bogor, Januari 2014
Engelbert Manaroinsong

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................

1

Perumusan Masalah ...............................................................................

1

Tujuan ....................................................................................................

2

Hipotesis ................................................................................................

2

2. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Sagu ........................................................................................

2

Hara Gambut dan Pemupukan ................................................................

5

Penjarangan Anakan dengan Pemangkasan ...........................................

6

Unsur Hara ………………………………………… .............................

7

3. METODE
Waktu dan Tempat Pelaksanaan .............................................................

10

Bahan dan Alat ......................................................................................

10

Metode Penelitian ..................................................................................

10

Pelaksanaan Percobaan ..........................................................................

12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum .....................................................................................

16

Percobaan I Pemupukan Nitrogen (N) .................................................

17

Percobaan II Pemupukan Fosfor (P) .....................................................

26

Percobaan III Pemupukan Kalium (K) .................................................

36

PEMBAHASAN UMUM ..............................................................................

45

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................

48

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

48

LAMPIRAN ....................................................................................................

54

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

63

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.

14.
15.
16.
17.
18.
19.

Dosis pemberian pupuk setiap aplikasi menurut masing masing
unsur .........................................................................................................
Jumlah pelepah pada tanaman induk perlakuan pemangkasan dan
dosis pupuk nitrogen ................................................................................
Jumlah pelepah pada anakan yang dipelihara perlakuan
pemangkasan dan dosis pupuk nitrogen ...................................................
Pertambahan pelepah baru setiap bulan pada tanaman induk ..................
Pertambahan pelepah baru setiap bulan pada anakan dipelihara...............
Tinggi batang perlakuan pemangkasan dan dosis nitrogen .......................
Indeks hijau daun (SPAD), kerapatan stomata pada tanaman
induk dan anakan perlakuan pemangkasan serta dosis pupuk
nitrogen 10 BSP.........................................................................................
Jumlah pelepah pada tanaman induk perlakuan pemangkasan dan
dosis pupuk fosfor .....................................................................................
Jumlah pelepah pada anakan yang dipelihara perlakuan
pemangkasan dan dosis pupuk fosfor .......................................................
Pertambahan pelepah baru setiap bulan pada tanaman induk ..................
Pertambahan pelepah baru setiap bulan pada anakan dipelihara ..............
Tinggi batang perlakuan pamangkasan dan dosis fosfor...........................
Indeks hijau daun (SPAD), kerapatan stomata pada tanaman
induk dan anakan perlakuan pemangkasan serta dosis pupuk
fosfor 10 BSP ...........................................................................................
Jumlah pelepah pada tanaman induk perlakuan pemangkasan dan
dosis kalium. ..............................................................................................
Jumlah pelepah pada anakan perlakuan pemangkasan dan dosis
pupuk kalium . .........................................................................................
Pertambahan pelepah baru setiap bulan pada tanaman induk. .................
Pertambahan pelepah baru setiap bulan pada anakan dipelihara..............
Tinggi batang perlakuan pamangkasan dan dosis kalium. ........................
Indeks hijau daun (SPAD), kerapatan stomata pada tanaman
induk dan anakan perlakuan pemangkasan serta dosis pupuk
kalium pada 10 BSP. .................................................................................

13
17
18
19
19
21

26
27
27
28
29
31

35
37
37
38
38
40

44

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

Siklus nitrogen dalam Tanah (Miller dan Cramer 2005) ..........................
Siklus P dalam sistem tanah dan tanaman (White 2006) ...........................
Pembersihan rumpun sagu dan pelabelan ..................................................
Perlakuan tanaman dengan pangkas (A) dan tidak pangkas (B) ..............
Laju munculnya pelepah baru terhadap akumulasi pelepah pada a)
tanaman induk dan b) anakan selama bulan pengamatan ..........................
6. Jumlah pelepah anakan yang dipangkas terhadap dosis pupuk
nitrogen pada setiap periode pemangkasan. ...............................................
7. Tinggi anakan yang dipangkas terhadap dosis pupuk nitrogen pada
setiap periode pemangkasan. ......................................................................
8. Biomassa anakan yang dipangkas terhadap dosis pupuk nitrogen
pada setiap periode pemangkasan ..............................................................
9. Persentase hidup anakan sagu yang dipangkas selama bulan
pengamatan ................................................................................................
10. Kandungan hara nitrogen daun pada (a)tanaman induk dan (b)
anakan terhadap dosis pupuk nitrogen pada awal dan akhir
penelitian ....................................................................................................
11. Laju munculnya pelepah baru terhadap akumulasi pelepah pada a)
tanaman induk dan b) anakan selama waktu pengamatan (bulan) .........
12. Jumlah pelepah anakan yang dipangkas pada berbagai dosis pupuk
fosfor pada setiap periode pemangkasan....................................................
13. Tinggi anakan yang dipangkas pada berbagai dosis pupuk fosfor
pada setiap periode pemangkasan ..............................................................
14. Biomassa anakan yang dipangkas pada berbagai dosis pupuk
fosfor pada setiap periode pemangkasan....................................................
15. Persentase hidup anakan sagu yang dipangkas selama bulan
pengamatan ................................................................................................
16. Kandungan hara fosfor daun tanaman induk (a) dan anakan (b)
terhadap dosis pupuk fosfor pada awal dan akhir penelitian .....................
17. Laju munculnya pelepah baru terhadap akumulasi pelepah pada a)
tanaman induk dan b) anakan selama waktu pengamatan (bulan)..............
18. Jumlah pelepah anakan yang dipangkas pada berbagai dosis pupuk
kalium pada setiap periode pemangkasan ..................................................
19. Tinggi tanaman yang dipangkas pada berbagai dosis pupuk kalium
pada setiap periode pemangkasan. .............................................................
20. Biomassa anakan yang dipangkas pada berbagai dosis pupuk
kalium pada setiap periode pemangkasan ..................................................
21. Persentase hidup anakan sagu yang dipangkas selama bulan
pengamatan ................................................................................................
22. Kandungan hara Kalium daun tanaman induk (a) dan anakan (b)
terhadap dosis pupuk kalium pada awal dan akhir penelitian ...................

8
9
13
17
20
22
22
23
23

25
30
31
32
32
33
34
39
40
41
41
42
43

DAFTAR LAMPIRAN
1. Lay out petak percobaan penelitian .........................................................

54

2. Analisis Tanah ...........................................................................................

55

3. Penimbangan dan pemberian pupuk ........................................................

57

4. Aplikasi pemangkasan ................................................................................

58

5. Pengamatan dan pengukuran tanaman .......................................................

58

6. Analisis Jaringan Tanaman .........................................................................

59

7. Hasil analisis kandungan hara pada tanah gambut ..................................

60

8. Data curah hujan dilokasi penelitian Tahun 2011, 2012 dan alat
pengukur curah hujan .................................................................................

60

9. Tanaman sagu yang rusak akibat serangan hama dan pemangkasan .........

61

10. Stomata daun tanaman sagu pada bagian Adaxial dan Abaxial pada
tanaman induk dan anakan yang dipelihara .............................................

62

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sagu dengan areal
tanaman sagu terluas di dunia. Luas areal sagu di Indonesia sebesar 1.25 juta
hektar atau sekitar 51.3% dari luas areal sagu dunia yaitu 2.25 juta ha (Santoso
dan Rostiwati 2007).
Tanaman sagu memiliki kelebihan dari segi produktivitas dibandingkan
dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya. Menurut Flach (1995), tanaman
sagu di Indonesia dapat menghasilkan 15-25 ton pati kering ha-1 tahun-1. Namun
demikian, Bintoro et al. (2010) menyatakan bahwa potensi produksi sagu
Indonesia dapat mencapai 20-40 ton pati kering ha-1 tahun-1. Apabila sagu
diusahakan dengan jarak tanam 10m x 10m, maka dalam satu hektar mencapai
100 pohon. Jika dalam satu pohon menghasilkan 300 kg pati kering/batang, dapat
dipanen dalam satu hektar 30 ton pati kering. Hasil ini lebih tinggi dari produksi
padi yakni sebesar 5-6 ton ha-1 (Bintoro 2008).
Pemanfaatan tanaman sagu selain sebagai sumber karbohidrat, juga sebagai
bahan baku industri pangan dan nonpangan. Menurut Bintoro et al. 2007,
kandungan karbohidrat di dalam pati sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan plastik yang dapat terurai, industri farmasi dan kosmetik serta bahan
perekat dalam industri kayu lapis. Selain itu, ampas sagu yang merupakan limbah
pengolahan pati, dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, kompos untuk jamur
budidaya (Phang et al. 2000); bahan penutup tanah pada tanaman lada (Bintoro et
al. 2001); menekan serangan penyakit layu pada lada perdu (Syakir 2005).
Tanaman sagu mempunyai daya adaptasi pada lahan marginal seperti pada
daerah gambut. Pengembangan tanaman sagu pada lahan gambut merupakan
terobosan untuk memanfaatkan potensi lahan marjinal yang kurang subur, bersifat
miskin hara dan tidak semua tanaman bisa berproduksi. Luas lahan gambut di
sekitar 20.6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia (Mulyani et al. 2012).
Menurut Hakim et al. (1986) tanah gambut mempunyai reaksi masam sampai
sangat masam dengan kapasitas tukar kation (KTK) tinggi, kejenuhan basah (KB)
yang rendah. Sifat kimia gambut dicirikan dengan pH dan ketersediaan unsur N, P
dan K yang rendah. Kandungan karbon yang tinggi menyebabkan nisbah C/N
tergolong tinggi sehingga proses dekomposisi bahan organik berlangsung lambat.
Karakteristik bio-ekologi sagu demikian ini, merupakan potensi sangat besar
dalam memanfatkan lahan marginal dan lahan kritis yang cukup luas di Indonesia,
untuk menunjang ketahanan pangan dalam negeri dan sumber bahan baku industri
serta dapat berperan sebagai tanaman konservasi (Suryana 2007).
Perumusan Masalah
Tanaman sagu pada umumnya belum dibudidayakan seperti tanaman
sumber pangan lain, menyebabkan produktivitas tanaman belum optimal. Untuk
meningkatkan produktivitas tanaman perlu dilakukan tindakan budidaya seperti
pemilihan bahan tanaman, persiapan tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman,
pengendalian hama dan penyakit, panen, serta pengelolaan pascapanen (Haryanto
dan Pangloli 1992).

2
Pemupukan merupakan tindakan yang penting untuk menyediakan unsur
hara tanaman dan untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Pada tanah yang
tidak subur seperti lahan rawa atau tanah gambut menyebabkan pertumbuhan
tanaman sagu rendah. Hal ini diakibatkan karena defisiensi unsur hara. Menurut
Jong et al. (2008), defisiensi hara pada lahan gambut disebabkan oleh dekomposisi bahan organik yang berlangsung lambat, pH yang rendah serta tingkat
pencucian hara yang tinggi. Hal ini mengakibatkan kurangnya ketersediaan unsur
hara.
Masalah lain pada tanaman sagu adalah adanya anakan (tunas) yang sangat
banyak. Untuk memaksimalkan penggunaan hara dan sinar matahari oleh tanaman, maka perlu dilakukan penjarangan. Namun tindakan penjarangan anakan
menyebabkan peningkatan tumbuhnya anakan baru sehingga meningkatkan
persaingan. Hal tersebut terjadi karena adanya kompetisi dalam penggunaan hara
dan cahaya matahari. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan pemangkasan daun sampai habis pada anakan
yang tidak diinginkan.
Tujuan
1. Mempelajari respon pertumbuhan tanaman induk dan anakan yang
dipelihara terhadap pemberian pupuk nitrogen, fosfor dan kalium yang
diaplikasi secara tunggal dengan pemangkasan.
2. Mempelajari respon pertumbuhan anakan terpangkas akibat pemangkasan.
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh pemberian pupuk nitrogen, forsfor dan kalium terhadap
karakteristik morfologi dan fisiologi pertumbuhan tanaman induk, anakan
yang dipelihara.
2. Pemangkasan daun sampai habis pada anakan yang tidak diinginkan
memberikan pengaruh penurunan pertumbuhan anakan dipangkas.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Sagu
Tanaman sagu dalam bahasa latin disebut Metroxylon sagu Rottbell. Nama
Metroxylon berasal dari dua kata yaitu Metro berarti empulur dan xylon berarti
xylem dan sagu artinya pati. Metroxylon sagu berarti tanaman yang menyimpan
pati pada batangnya. Tanaman sagu merupakan tanaman berbunga satu kali dalam
satu siklus hidup dan soboliferous (anakan). Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun
dengan sistem perakaran serabut. Flach (1984) menyatakan bahwa sagu tumbuh
berkelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai tingkat pohon. Tajuk
pohon terbentuk dari pelepah yang berdaun sirip dengan tinggi pohon dewasa
berkisar antara 8-17 meter tergantung dari jenis dan tempat tumbuhnya.

3
Penyebaran Tanaman
Di Indonesia, tanaman sagu sebagian besar tersebar di wilayah Papua dan
beberapa daerah lain. Menurut Widyono et al. (2000) di Papua terdapat 61 aksesi
sagu yang menyebar di Kabupaten Jayapura, Monokwari, Sorong dan Merauke.
Di Maluku Tengah hanya terdapat empat aksesi (Malia dan Novarianto 1994), dan
di Sulawesi Tenggara diperoleh tiga aksesi (Tenda et al. 2003). Di beberapa
daerah sentra sagu seperti di Sentani, Papua terdapat 35 aksesi sagu, di Maluku
terdapat empat aksesi, di Sulawesi Tenggara terdapat tiga aksesi, di Sulawesi
Utara terdapat dua aksesi sagu Metroxylon sp dan satu aksesi sagu baruk (Arenga
pinnata, Merr) (Balitka 2009).
Siklus Tanaman
Siklus tanaman sagu mulai dari biji sampai membentuk benih terbagi atas 4
(empat) tahap yaitu 1) Tahap pertumbuhan awal (roset). Setelah bibit/anakan
ditanam, tanaman membentuk roset atau pelepah. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada periode tersebut sangat bergantung pada varietas dan
lingkungan tumbuh (Jong 1995; Yamamoto et al. 2005). Flach (1977) dalam
Irawan (2010) menyatakan tanaman membutuhkan waktu 45 bulan jika tumbuh di
bawah kondisi ekologi yang optimum, Hasil ini berbeda dengan yang dilakukan
Jong et al. (1995) memerlukan waktu 3-6 tahun atau sekitar 66 bulan di kebun
petani sagu di Sarawak Malaysia. Menurut Flach (1984) tanaman sagu dapat
menghasilkan maksium 2 pelepah per bulan pada kondisi pertumbuhan yang
optimum. 2) Tahap pembentukan batang. Secara teori, pembentukan dimulai
setelah dihasilkan sekitar 80 pelepah, pembentukan batang memerlukan waktu 414 tahun (Flach and Schuiling 1991) dengan rata rata satu pelepah setiap bulan.
Laju perpanjangan batang sekitar satu meter setiap tahun. 3) Tahap inflorensia
(pembungaan). Pembentukan batang berakhir saat tanaman masuk fase generatif
yang ditandai dengan memendeknya pelepah baru dan iikuti munculnya pucuk
sebagai bakal buah. 4) Tahap pembuahan dan pembentukan biji diperlukan selama
1 tahun (Flach 2005).
Lingkungan Tumbuh
Sagu dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan ketinggian 0-400 m
dpl, sedang pada ketinggian lebih dari 400 m dpl pertumbuhan tanaman sagu
terhambat dan produksinya rendah (Bintoro 2008) serta memiliki kemampuan
tumbuh di lahan rawa dengan pH 3,5-6,5 (Harsanto 1986). Suhu minimum adalah
150C (Flach et al. 1986a) dan optimal adalah 24 - 300C (Mulyanto dan Suwardi
2000) sedangkan menurut Irawan et al. (2012) berkisar antara 23-310C.
Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan optimum sebesar 90%.
Jika suhu harian rata-rata kurang dari 200C dan kelembaban relatif kurang dari
70%, pembentukan hasil pati berkurang sekitar 25% (Flach et al. 1986b).
Budidaya Tanaman Sagu
Sagu tergolong tanaman yang umumnya dikembangbiakkan dengan anakan
meskipun dapat diperbanyak dengan dengan biji. Budidaya tanaman sagu
umumnya mencakup pemilihan bahan tanaman, pesemaian, penyiapan lahan,

4
penanaman, pemeliharaan dan pemberantasan hama penyakit. Pemilihan bahan
tanaman umumnya menggunakan anakan (sucker) dengan pertimbangan memiliki
sifat yang sama dengan induknya (Schuiling 1995). Bibit dari semaian biji yang
berasal dari satu pohon sangat beragam dalam vigoritas, derajat pendurian dan
kemampuan menghasilkan tunas (Jong et al. 1995). Disamping itu, proses
perkecambahan biji sagu memerlukan waktu yang cukup lama. Berdasarkan
observasi yang dilakukan oleh Ehara et al. (2001) menunjukkan bahwa perkecambahan biji diperlukan waktu antara 35 sampai 80 hari.
Persemaian perlu dilakukan baik bahan tanaman yang menggunakan anakan
maupun bahan tanaman menggunakan biji. Anakan yang dipisahkan dari
rumpunnya perlu ditumbuhkan dahulu di persemaian sampai terbentuk akar baru.
Hasil penelitian Maliangkay et al (2008) menunjukkan bahwa ukuran anakan sagu
sedang (bobot 2-5 kg) memiliki daya tumbuh yang lebih baik dari pada yang
berukuran kecil atau besar pada pesemaian rakit di air mengalir. Bibit disusun
dalam rakit berukuran 2.5 m x 1 m dengan ketinggian rakit 30-40 cm. Rakit
terbuat dari pelepah daun yang telah mengering atau tua. Bibit disusun rapat
dalam rakit agar tidak tumbang. Satu rakit biasanya dapat memuat 70-90 anakan.
Untuk perawatan, dilakukan dengan menyemprot pupuk daun. Seleksi bibit adalah
yang sudah memiliki 2-3 daun dan 1 pucuk dengan sistem perakaran yang baik.
Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30cm x 30cm x 40cm atau hingga menyentuh permukaan air tanah.
Penanaman sagu dilahan pasang surut atau bergambut sangat memerlukan
pengelolaan pengairan. Penentuan pola tata air dirancang supaya kondisi air baik
untuk kebutuhan tanaman, maupun sebagai sarana lalu lintas. Komponen tata air
ini meliputi: saluran air, pintu-pintu pengendali air serta tanggul dan jalan.
Menurut Darwis (1992) sistem pembuatan drainase, kanal dan pintu air harus
diatur sehingga permukaan air tanah dapat diatur tingginya. Tata saluran air terdiri
atas saluran induk atau saluran primer, saluran penghubung atau saluran sekunder,
dan saluran pengering areal atau saluran tersier (Pranowo et al. 1993) saluran
induk atau saluran primer berfungsi penyedia air utama. Saluran penghubung atau
saluran sekunder merupakan saluran yang menghubungkan antara saluran primer
dengan saluran tersier. Fungsi dari saluran sekunder ini yaitu sebagai pengendali
air dan sebagai sarana transportasi di kebun untuk mengangkut para pekerja dan
hasil panen. Saluran tersier berfungsi untuk menyalurkan air dari saluran sekunder
ke tanaman sagu yang disesuaikan dengan kebun sagu. Tipe tanaman sagu
mempunyai kanopi besar dan pola berkembang biak dengan anakan yang melebar
menyebabkan jarak tanam untuk tanaman sagu lebih besar. Menurut Bintoro
(2008), jarak antar ajir 10 m x 10 m bila kebun tersebut akan ditanami secara
monokultur, tetapi bila akan ditumpangsarikan dengan tanaman lain maka jarak
antar ajir dapat 10 m x 15 m.
Pemeliharaan
Pemeliharaan perkebunan sagu merupakan kegiatan rutin yang harus dijalankan agar produktivitas tanaman tetap terjaga. Pemeliharaan tanaman sagu sebenarnya tidak terlalu intensif karena sagu merupakan tanaman hutan. Sagu dapat
bersaing dengan tanaman lain disekitarnya jika telah dewasa. Pemeliharaan yang
lebih intensif diperuntukkan untuk sagu yang baru ditanam hingga usia 2-3 tahun.

5
Pemeliharaan dalam perkebunan sagu meliputi pengendalian gulma, hama
penyakit dan penjarangan anakan.
Pengendalian Gulma.
Gulma merupakan tumbuhan lain yang tumbuh selain dari tanaman utama dalam
suatu area perkebunan. Pengendalian secara mekanis atau manual dilakukan
dengan cara membabat gulma. Gulma yang ada di sekitar piringan dan lorongan
ditebas dengan mengunakan parang. Gulma dibersihkan dari piringan hingga
batas 5 cm dari permukaan tanah dan dengan radius 1.5 – 2.0 m dari rumpun sagu.
Pengendalian gulma dipiringan bertujuan untuk memberikan ruang untuk anakan
sagu agar tumbuh optimal dan mempermudah dalam kegiatan pemupukan.
Pengendalian gulma secara kimia mengunakan herbisida. Herbisida yang
digunakan adalah herbisida kontak dan sistemik. Penyemprotan dilakukan pada
sekitar piringan dan lorong. Pengendalian secara kimia memiliki keuntungan
cepat, murah dan efisien akan tetapi berdampak negatif terhadap lingkungan sagu.
Penjarangan anakan adalah kegiatan pembuangan anakan secara selektif pada tiap
rumpun sagu. Penjarangan anakan dilakukan untuk mengatur letak atau posisi
anakan dan pohon induk agar tidak terjadi persaingan. Menurut Bintoro et al.
(2010) anakan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu anakan untuk bibit, anakan calon
induk (follower) dan anakan yang dibuang.

Hara Gambut Dan Pemupukan
Lahan gambut ditandai oleh akumulasi sejumlah besar bahan tanaman
sebagian yang telah melapuk, pH rendah, tingkat air tanah tinggi, dan kandungan
hara yang rendah mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan perkembangan dan
produktivitas tanaman sagu.
Kendala fisik dan kimia tanah gambut diantaranya adalah kapasitas
menahan air rendah karena pori-pori yang besar, derajat keasaman tinggi dan
rendahnya ketersediaan N, P, K, Ca, Zn, dan Cu. Menurut Radjagukguk (1992)
unsur hara utama yang perlu ditambahkan untuk berbagai tanaman tahunan di
lahan gambut terutama adalah unsur fosfor dan kalium. Tanpa unsur tersebut pertumbuhan tanaman sangat merana dan hasil tanaman yang diperoleh sangat
rendah. Unsur hara lain seperti nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang relatif
rendah karena dapat tersedia dari proses dekomposisi gambut.
Karakteristik Gambut
Tanah gambut yang mengalami drainase secara berlebih akan menjadi
kering. Gambut yang telah mengering tidak dapat menyerap air kembali
(irreversible). Perubahan menjadi kering dan tidak balik disebabkan gambut yang
suka air (hidrofilik) berubah menjadi tidak suka air (hidrofobik) karena kekeringan. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan menyerap air gambut menurun
sehingga gambut sulit diusahakan bagi pertanian. Berkurangnya kemampuan
menyerap air menyebabkan volume gambut menjadi menyusut dan permukaan
gambut menurun (kempes). Perbaikan drainase mengakibatkan air keluar dari
gambut kemudian oksigen masuk kedalam pori-pori bahan organik dan terjadi

6
dekomposisi bahan organik dengan bantuan mikroorganisme. Kondisi tersebut
mengakibatkan gambut mengalami penyusutan (subsidence) sehingga permukaan
gambut mengalami penurunan.
Pemupukan Sagu di Lahan Gambut
Hasil penelitian Matsumoto et al. (1998) menyatakan bahwa konsentrasi Ca
dan Mg pada daun sagu tidak berubah, sedangkan konsentrasi N, P, dan K yang
tinggi pada daun tanaman fase roset sampai pada fase sebelum pembentukan
batang. Hasil ini menunjukkan bahwa ketersediaan N, P, K yang cukup sangat
penting untuk pertumbuhan tanaman sagu, khususnya pada tahap roset sampai
pada tahap awal sebelum pembentukan batang (Matsumoto et al. 1998).
Sagu dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan
seperti pada tanah gambut, kondisi tersebut mengakibatkan tanaman tumbuh lebih
lambat dibandingkan dengan tanah mineral dan produksi per satuan waktu sebesar
25% lebih rendah (Flach dan Schuling 1989). Oleh karena itu, penambahan nutrisi
untuk tanah gambut pada tahap roset dan pada awal tahap pembentukan batang
mungkin mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas.
Respon tanaman sagu terhadap pemberian hara esensial seperti N, P, K, Ca
dan Mg pada tanaman sagu belum menunjukkan pengaruh signifikan terhadap
tinggi tanaman, pertambahan pelepah dan perpanjangan batang (Purwanto et al.
2002; Kueh 1995) dan pertumbuhan anakan sagu (Dewi et al. 2009). Menurut
Ando et al. (2007), pemupukan N tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap
parameter pertumbuhan pucuk, biomass pucuk dan akar. Hal ini diduga karena
pupuk yang diberikan hilang akibat leaching, washing off atau evaporation. Hasil
penelitian Jong et al. (2008) menunjukkan bahwa pertambahan jumlah pelepah
dan laju munculnya pucuk tanaman pada percobaan pemupukan pada bibit sagu
mengalami hambatan akibat tidak diberikan pemupukan nitrogen, demikian juga
pada percobaan fosfor dan kalium yang hasilnya belum menunjukkan pengaruh
terhadap pertumbuhan anakan sagu dalam polibag.
Penelitian tentang respon tanaman sagu terhadap aplikasi hara masih sedikit
dan hasil penelitian mengenai hal tersebut masih banyak kontroversi. Adanya
pengaruh faktor lain seperti tanah, curah air dan lingkungan yang turut berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sagu perlu dipertimbangkan.

Penjarangan Anakan dengan Pemangkasan
Dalam pengelolaan tanaman sagu dikenal istilah penjarangan anakan.
Rostiwati (1999) menyatakan bahwa pengurangan anakan sagu dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman induk. Jika tidak dilakukan penjarangan
anakan pertumbuhan sagu akan lambat, kadar patinya rendah, pemeliharaan
tanaman khususnya pemupukan tidak efisien dan waktu akan panen sulit (Bintoro
2008). Tidak dilakukan pemeliharaan pada rumpun seperti membersihkan dan
mengendalikan jumlah anakan, maka terjadi kompetisi antara anakan dengan
anakan dan anakan dengan tanaman induk dalam memperoleh nutrisi dan cahaya
matahari. Kondisi tersebut dapat mengurangi pertumbuhan dari tanaman induk
dan memperpanjang waktu pembetukan batang pada tanaman induk. Menurut
Flach (1984), dengan meninggalkan satu anakan setiap 18-24 bulan akan

7
menciptakan rumpun yang ideal bagi tanaman sagu dan memberikan pertumbuhan
yang baik sampai panen. Nakamura (2009) melaporkan bahwa laju munculnya
daun anakan yang tidak dipangkas lebih rendah dari anakan yang dipangkas pada
lima bulan pertama pertumbuhan.
Pengaturan jumlah anakan (sucker control) dapat dilakukan dengan cara
pemangkasan. Pengaturan anakan akan mendorong pertumbuhan, menjaga kepadatan pada batang dan mempertahankan produktivitas pati yang lebih tinggi
pada tanaman induk. Informasi tentang pengaturan jumlah anakan dengan cara
pemangkasan ini terhadap pertumbuhan tanaman masih sangat kurang. Menurut
Bintoro (2013), ada tiga cara penjarangan tanaman sagu, yaitu (1) membuang
anakan, (2) pemangkasan batang sampai pada titik tumbuh, dan (3) pemangkasan
daun sampai habis. Membuang anakan sagu memerlukan dana yang besar.
Memangkas sampai titik tumbuh mempunyai resiko, anakan baru yang terbentuk
akan semakin banyak. Hal tersebut karena menghilangkan efek „apical
dominance‟. Cara ketiga hanya memangkas daun sehingga memerlukan biaya
yang sedikit.
Pemangkasan dilakukan tiga bulan sekali secara berkala mengakibatkan
kemampuan tanaman yang dipangkas akan tumbuh semakin kecil (Bintoro 2013).
Dengan pemangkasan berkala akan memaksimalkan pertumbuhan tanaman induk
dan anakan yang dipelihara membentuk tanaman, memelihara ukuran tanaman
dan mengoptimalkan hasil metabolisme bagi pertumbuhan serta keseimbangan
tanaman. Selanjutnya, dengan dilakukan pemangkasan dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan anakan yang tidak diinginkan tanpa memberi
peluang munculnya anakan baru.

Unsur Hara
Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan komponen yang penting dari protein, asam amino,
asam nukleat, nukleotida, dan khlorofil (IFA 2007). Nitrogen yang diserap oleh
tanaman akan diasimilasi menjadi asam amino, yang berikutnya akan membentuk
protein dan asam nukleat. Selain itu, nitrogen menjadi bagian integral dari klorofil
yang merupakan komponen utama tanaman yang menyerap cahaya yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Darwis 2012)
Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk anorganik yaitu amonium
+
(NH4 ) dan nitrat (NO3-). Nitrat merupakan ion yang sangat mobil di dalam tanah,
hal ini disebabkan oleh sifatnya yang mudah larut dan tidak terjerap (adsopsi) oleh
koloid tanah (Geisler & Venema 2011). Unsur hara N bergerak menuju permukaan akar melalui mekanisme aliran massa (98.8 %) (Marschner 1995). Setelah
serapan terjadi, NO3- dalam sitoplasma sebagian kecil disimpan dalam vakuola
dan sisanya direduksi menjadi bentuk ion NO2-, kemudian masuk ke dalam
organel plastida akar dan diubah lagi dalam bentuk NH4+. Ion NH4+ ini bergabung
dengan senyawa organik (glutamin) untuk membentuk asam amino yang
digunakan sebagai dasar molekuler untuk pertumbuhan dan perkembangan (Rubio
et al. 2009). Gambaran siklus N dalam tanah disajikan pada Gambar 1. Peranan
utama nitrogen dalam pertumbuhan tanaman meliputi komponen molekul klorofil,

8
komponen asam asam amino, komponen esensial untuk penggunaan karbohidrat,
sebagai komponen ensim, merangsang aktivitas dan perkembangan akar serta
membantu penyerapan unsur hara lainnya (Marschner 1995).
Kekurangan unsur nitrogen akan menghambat perkembangan tanaman.
Gejala awal defisiensi ditandai dengan daun yang menguning dan klorosis karena
terjadi penghambatan sintesis klorofil. Selain itu, kekurangan nitrogen juga
menyebabkan tanaman menjadi kerdil. Kelebihan unsur tersebut juga dapat
berdampak negatif bagi pertumbuhan dan hasil tanaman, gejala yang ditunjukkan
daun berwarna hijau tua dan sukulen serta rentan terhadap serangan hama dan
penyakit (Salisbury and Ross 1995).

Gambar 1 Siklus nitrogen dalam Tanah
(Miller dan Cramer 2005).

Fosfor (P)
Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman oleh karena itu, ketersediaannya sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman (Gardner et al.
1991; Marschner 1995; Susila 2004). Fosfor berperan penting dalam aktivitas
fotosintesis, sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Fotosintesis merupakan proses metabolisme dan penyediaan ATP, mengendalikan sistem transpor, sebagai penghantar signal berkaitan dengan zat
pengatur tumbuh sitokinin pada pucuk terinduksi, metabolisme nitrogen dan beberapa pengaruh tidak langsung dalam proses fisiologi lainnya (Marschner 1995).
Fosfor merupakan hara yang mobile dalam tubuh tanaman dan dapat
distribusikan dari jaringan tua ke jaringan muda. Daun muda atau buah yang
sedang berkembang dapat memperoleh suplai fosfat dari jaringan tanaman yang
lebih tua. Fosfor dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan
akar dan tunas yang sedang tumbuh, memperkuat batang sehingga tidak mudah
rebah, mempercepat umur berbunga, membantu dalam pembentukan bunga
memperkuat ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Gardner et
al. 1991). Dalam metabolisme tanaman, fosfor berfungsi dalam penyusun dan
transfer energy, selain itu fosfor merupakan komponen dalam pembentukan ATP
(Adenin triphosphat), ADP (Adenosin diphosphat) yang berperan dalam transfer

9
energy, DNA (Dioxyribulonukleotida) dan RNA (Ribulosa nucleotide Acid) yang
berperan sebagai informasi genetik serta phitin.
Kekurangan fosfor akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pembelahan
sel terganggu, daun-daun menjadi ungu atau coklat dari ujung hingga pangkal
daun (Hardjowigeno 2007). Gejala yang tampak sebagai akibat dari kekurangan
unsur diantaranya pertumbuhan lambat, lemah, dan kerdil, peningkatan
pembentukan antosianin, adanya penimbunanan gula yang ditunjukkan oleh
pigmentasi antosianin pada bagian dasar batang dan urat daun, proses pematangan
buah/biji lambat serta hasil panen rendah. Kelebihan hara fosfor akan menekan
pertumbuhan tanaman (Hochmuth et al. 2009). Menurut Hochmuth et al. (2009)
kelebihan fosfor di zona akar dapat memperlambat penyerapan Zn, Fe dan Cu.
Lambatnya penyerapan mengakibatkan terganggunya translokasi hara-hara mikro
pada tanah berpasir dan tanah gambut menyebabkan klorosis pada daun muda
(Corley and Tinker 2003). Fosfor merupakan unsur hara tanaman yang dapat larut
dalam tanah dan jumlahnya sedikit. Permukaan akar yang terbatas menyebabkan
difusi fosfat lambat dan adanya fiksasi oleh mineral yang menyebabkan
konsentrasi dalam larutan cepat berkurang. Pada pH tinggi fosfor akan difiksasi
oleh Ca, sedangkan pada pH rendah akan difiksasi oleh Al dan Fe (Marschner
1995). Siklus P dalam tanah dan tanaman disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Siklus P dalam sistem tanah dan tanaman (White 2006)
Kalium (K)
Tanaman menyerap kalium dalam bentuk K+, pengangkutan kalium dari
larutan tanah ke dalam akar tanaman terutama melalui difusi dan aliran massa.
Hanya sebagian kecil (6-10%) dari total kalium yang diperlukan oleh tanaman
diserap melalui kontak langsung akar dengan partikel tanah (Tisdale et al. 1985).
Kalium berfungsi pada proses pembentukan dan translokasi karbohidrat, ketahanan tanaman, merangsang perkembangan akar dan mengatur serapan hara
lainnya. Penyerapan kalium terjadi secara aktif dan translokasinya berlawanan
dengan gradien elektrokimia dan konsentrasi kimia (Gardner et al. 1991). Selain
itu ion K+ memfasilitasi beberapa respon fisiologi pada tanaman termasuk pem-

10
bukaan dan penutupan stomata, gerakan daun dan regulasi polarisasi membran
(Taiz dan Zieger 2002).
Unsur kalium dalam tanaman berperan aktif dalam translokasi gula pada
pembentukan pati, proses pembukaan dan penutupan stomata. Tranlokasi hara
kalium dari organ dewasa ke organ yang muda sehingga gejala kekurangan terlihat pada daun tua, sedangkan pada tanaman monokotil seperti serealia gejala
ditandai nekrosis pada ujung dan tepi daun (Salisbury and Ross 1995), pematangan yang tidak menghasilkan warna merah yang merata pada buah tomat
(Hochmuth et al. 2009).
Keberadaan kalium pada tanah-tanah organik umumnya rendah karena
kalium merupakan kation basa yang mempunyai afinitas dan berikatan dengan
asam organik, sehingga ikatannya mudah tercuci. Pemberian amelioran pada
umumnya dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanaman. Di dalam
tanaman kalium juga memiliki peran penting dalam mengatur tekanan osmotik
yang menyebabkan pergerakan air ke dalam akar sehingga tanaman yang
mengalami kekurangan kalium akan memiliki ketahanan terhadap kekeringan
yang lebih rendah dibanding tanaman yang cukup kalium (Leiwakabessy dan
Sutandi 2004).

3 METODE
Penelitian terdiri atas tiga percobaan pemupukan, yaitu percobaan pemupukan nitrogen, percobaan pemupukan fosfor dan percobaan pemupukan kalium.
Masing masing percobaan dikombinasikan dengan pemangkasan.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di perkebunan sagu PT. National Sagu Prima, Desa
Kepau Baru, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti,
Propinsi Riau. Lokasi penelitian berupa lahan gambut dengan ketinggian ± 5
meter dari permukaan laut. Analisis kimia tanah yang meliputi kandungan hara
nitrogen, fosfor dan kalium jaringan daun dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai
Penelitian Tanah Bogor dan Integrated Laboratory Sampoerna Agro Palembang.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai Desember 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottb.) yang
telah berumur 6-7 Tahun. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea (45% N),
pupuk SP-36 (36% P2O5) dan pupuk KCl (60% K2O). Alat yang digunakan dalam
penelitian adalah SPAD-502 chlorophyll meter, mikroskop, timbangan, meteran,
kaca preparat, bor tanah dan pilox.
Metode Penelitian
Percobaan I. Pemupukan Nitrogen (N)
Rancangan yang digunakan adalah ranca