Manajemen Pengelolaan Gulma di Perkebunan Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kepulauan Meranti, Riau.

(1)

PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KEPULAUAN MERANTI,

RIAU

GANDHI SATYA MAHARDIKA

A24070117

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Perkebunan Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kepulauan Meranti, Riau. (Dibimbing oleh IS HIDAYAT UTOMO dan M. H. BINTORO DJOEFRIE).

Studi ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan teknis lapang penulis khususnya mengenai manajemen pengelolaan gulma dan mempelajari permasa-lahan pengelolaan gulma serta usaha yang dilakukan untuk meningkatkan efisien-si pengelolaan gulma di perkebunan sagu (Metroxylon sagu Rottb.) PT. National Sago Prima, Kepulauan Meranti, Riau pada bulan Februari-Juni 2011.

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan bekerja aktif di lapangan secara langsung sesuai dengan jenjang jabatan yang ada di kebun dan melaksanakan petak percontohan serta wawancara kepada para pekerja lepas dan staf kebun, sedangkan metode tidak langsung dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder berupa arsip kebun, laporan harian, bulanan, dan tahunan.

Aspek khusus pengelolaan gulma diamati jenis pengelolaan yang dilaku- kan, jenis herbisida yang dipakai, rekomendasi dosis herbisida, manajemen tenaga kerja, pergudangan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efisien- si pengelolaan gulma.

Selain itu, pada petak percontohan diamati jenis kombinasi antara penge- lolaan gulma manual dengan pengelolaan kimia yang efektif untuk mengendali-kan gulma dominan di perkebunan sagu serta gejala keracunan yang terjadi akibat pengelolaan gulma menggunakan herbisida. Kegiatan petak percontohan di-dampingi oleh pihak Research and Development (R&D). Pengamatan dilakukan pada 180 rumpun sagu sebanyak tiga ulangan dengan metode Rancangan Ke-Lompok Lengkap Teracak (Randomized Grouped Completely Design).

Perlakuan yang diberikan di petak percontohan adalah : P1 (Kontrol); P2 (Penebasan+Paraquat 1.5 L/ha); P3 (Penebasan+Glifosat 5 L/ha); P4 (Penebasan+ Metil Metsulfuron 100 g/ha); P5 (Penebasan+Metil Metsulfuron 50 g/ha+Glifosat 2,5 L/ha).


(3)

ngan perlakuan yang diberikan. Gulma-gulma yang tumbuh kembali dipetak per-contohan ± 20 % setelah 8 MSA (Minggu Setelah Aplikasi).

Efektivitas pengelolaan gulma manual tidak berbeda nyata dengan pe-ngendalian gulma secara kimia di gawangan. Namun, pepe-ngendalian gulma kimia di piringan memberikan nilai yang berbeda nyata dengan pengendalian gulma ma-nual dalam peubah tingkat kematian dan penutupan kembali gulma seteleh 8 MSA.

Aplikasi herbisida menunjukkan adanya gejala keracunan (fitotoksisitas) terhadap sagu yang ditandai dengan perubahan warna pelepah anakan dalam dan anakan luar dari rumpun sagu. Fitotoksisitas paling rendah diperoleh dari per-lakuan herbisida campuran yang memiliki dosis separuh dari herbisida tunggal.

Usaha-usaha yang sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pe-ngelolaan gulma di PT. National Sago Prima dalam aspek teknis adalah me-lakukan kalibrasi alat semprot secara berkala, meme-lakukan pemetaan dominansi gulma di setiap blok kebun dan rekomendasi jenis herbisida yang diaplikasikan berdasarkan hasil analisis pemetaan dominansi gulma, sedangkan aspek non tek-nis untuk meningkatkan efisiensi pengendalian gulma adalah manajemen tenaga kerja dan manajemen K3 yang perlu mendapat perhatian.


(4)

PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KEPULAUAN MERANTI,

RIAU

GANDHI SATYA MAHARDIKA

A24070117

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

JUDUL

: MANAJEMEN PENGELOLAAN GULMA DI

PERKEBUNAN SAGU (

Metroxylon sagu

Rottb.)

PT. NATIONAL SAGO PRIMA, KEPULAUAN

MERANTI, RIAU

NAMA

:

GANDHI SATYA MAHARDIKA

NRP

:

A24070117

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr NIP. 196111 198703 1 003

Dosen Pembimbing I

Ir. Is Hidayat Utomo, MS NIP. 19500601 198003 1 001

Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr NIP. 19480108 197403 1 001

Menyetujui,


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat ma-nusia kepada ilmu dan kebaikan.

Studi yang berjudul ”Manajemen Pengelolaan Gulma Terpadu di Per- kebunan Sagu PT. National Sago Prima, Kepulauan Meranti, Riau” merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan program studi di De-partemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Studi ini dilaksanakan melalui kegiatan magang yang bertujuan untuk mengetahui kondisi aktual kebun, memberikan pengalaman kerja, kemampuan manajemen dan analisis mahasiswa di kebun sehingga diharapkan mahasiswa akan lebih siap untuk terjun ke dunia kerja yang sesuai dengan bidangnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Is Hidayat Utomo, MS dan Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis baik selama magang maupun penulisan skripsi.

2. Dwi Guntoro, MS selaku dosen penguji atas kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.

3. Seluruh keluarga besar penulis atas doa dan dukungannya.

4. Seluruh anggota Research and Development PT. National Sago Prima atas bantuannya selama kegiatan magang.

5. Seluruh staff, karyawan, dan tenaga harian lepas PT. National Sago Prima.

6. Seluruh teman-teman mahasiswa Agronomi dan Hortikultura terutama tim Magang Sagu 44 .

Penulis berharap skripsi ini dapat berguna dan diterima bagi pihak - pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2012 Penulis


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Panimbang, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah pada 16 April 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Soetarwo dan Ibu Nasriyah.

Tahun 2001 penulis lulus dari SDN Panimbang 04 Kabupaten Cilacap, kemudian pada tahun 2004 menyelesaikan studi di SMPN 1 Cimanggu Kabupaten Cilacap. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Majenang Kabupaten Cilacap pada tahun 2007. Penulis diterima di IPB pada tahun 2007 melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Per-tanian Bogor. Tahun 2008 penulis diterima menjadi penghuni Asrama Sylva-lestari IPB.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif diorganisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2009 sebagai staf akademik UKM Century dan anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON). Pada tahun 2009 penulis mengikuti

kegiatan ”IPB Go Field” dan menjadi ketua kelompok untuk Desa Lulut, Ke-camatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 penulis menjadi Ketua Umum Forum Komunikasi Antar Asrama IPB (FKAA IPB) dan juga menjabat se-bagai Koordinator Bidang Konsumsi Asrama Sylvalestari IPB.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Budidaya Sagu ... 3

Pengendalian Gulma di Perkebunan Sagu ... 5

Efek Herbisida ... 6

METODE MAGANG ... 7

Waktu dan Tempat ... 7

Metode Magang ... 7

Pengamatan Aplikasi Herbisida ... 8

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG ... 11

Sejarah Kebun ... 11

Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 14

Pengorganisasian Kebun ... 15

Infrastruktur ... 17

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 20

Pembibitan ... 20

Pemeliharaan ... 22

Pengendalian Gulma Manual ... 23

Pengendalian Gulma Kimia ... 25

Sensus Tanaman ... 29


(9)

PEMBAHASAN ... 32

Gulma di Perkebunan Sagu ... 32

Aplikasi Herbisida ... 33

Nisbah Jumlah Dominan Gulma ... 35

Tingkat Penutupan Gulma ... 37

Tingkat Kematian Gulma ... 39

Analisis Vegetasi Sagu ... 41

Gejala Keracunan ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kriteria kondisi gulma di PT.National Sago Prima ... 23

2. Nisbah Jumlah Dominan Gulma (NJD) ... 35

3. Tingkat Penutupan Gulma Sebelum Aplikasi ... 37

4. Tingkat Penutupan Gulma di Gawangan Setelah Aplikasi ... 38

5. Tingkat Penutupan Gulma di Piringan Setelah Aplikasi ... 39

6. Tingkat Kematian Gulma Di Gawangan Setelah Aplikasi... 40

7. Tingkat Kematian Gulma Di Piringan Setelah Aplikasi ... 40

8. Rata-Rata Jumlah Anakan Sagu Setelah Aplikasi………....………..41

9. Rata-Rata Jumlah Pelepah Anakan Luar Sagu Setelah Aplikasi ... 42

10. Rata-Rata Jumlah Pelepah Anakan Dalam Sagu Setelah Aplikasi ... 43

11. Persentase Penutupan Akar Nafas Setelah Aplikasi………….………...44

12. Perubahan Skoring Anakan Dalam………..45 13. Perubahan Skoring Anakan Luar………...…..46


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kondisi kanal Utama (KUT) ... 18

2. Pompong digunakan untuk mengangkut pekerja ... 19

3. Speed boat Onboard 15 PK ... 19

4. Persemaian bibit sagu dalam rakit ... 21

5. Pengendalian gulma manual di piringan ... 24

6. Fase pemendekan daun dan fase inisiasi bunga ... 31

7. Gulma dominan Nephrolepis sp. ... 36


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Batas Wilayah PT. National Sago Prima ... 51

2. Sistem Bloking di PT.National Sago Prima... 52

3. Struktur Organisasi di PT.National Sago Prima ... .53

4. SOP Pengambilan anakan di PT. National Sago Prima………... 54

5. SOP Pemanenan Sagu di PT. National Sago Prima………...55

6. Nisbah Jumlah Dominansi Gulma Sebelum Aplikasi..………...………...56

7. Pengamatan Jumlah Anakan………... ..57

8. Pengamatan Jumlah Pelepah Daun Anakan Sagu……….…...58

9. Pengamatan Penutupan Akar Nafas ...59


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan terhadap produk-produk pertanian maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian juga se-makin meningkat. Lahan yang dahulu dianggap sebagai lahan marjinal, seperti la-han gambut, menjadi salah satu sasaran perluasan untuk lala-han pertanian. Lala-han gambut memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai lahan budidaya terutama budidaya tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.). Sagu termasuk tanaman ung-gulan tetapi pengembangannya belum ditangani secara intensif.

Pengusahaan tanaman sagu dalam hal budidaya belum dilakukan oleh ma-syarakat dan masih merupakan warisan dari pendahulu, sedangkan pada perkebu-nan swasta telah dilakukan pengusahaan tanaman dengan teknik budidaya. Dae-rah yang memiliki luas kawasan pertanaman sagu adalah Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Riau.

Tanaman sagu merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif dan bahan baku industri. Selain itu, pati sagu da-pat juga dikonversi menjadi bioenergi (etanol), polilaktat (bahan baku plastik), gu-la cair, glutamat dan bahan perekat (Bintoro, 2008).

Oleh karena itu, prospek dan peluang pengembangan sagu sebagai bahan pangan, sumber energi nabati maupun bahan baku industri cukup menjanjikan. Salah satu daerah yang potensial dan telah mengusahakan pengembangan tanaman sagu untuk digunakan sebagai komoditas utamanya adalah Provinsi Riau. Sagu di Riau tersebar di daerah pesisir dan pulau-pulau seperti di Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Kampar, Pelalawan, dan Siak. Perkebunan swasta yang telah mengusahakan tanaman sagu adalah PT. National Sago Prima yang berkedudukan di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Pertumbuhan dan perkembangan sagu akan lebih cepat jika tidak ada gangguan, misalnya oleh gulma. Kompetisi antara gulma dan tanaman sagu dapat dikurangi dalam budidaya pertanian dengan melakukan pengendalian gulma.


(14)

Aldrich (1988) melaporkan bahwa gulma dianggap terutama bersaing dengan tanaman untuk nutrisi tanah, kelembaban tanah, cahaya, dan karbondioksida.

Pengelolaan gulma di perkebunan merupakan salah satu faktor agronomi yang cukup penting. Faktor yang menjadi penyebab banyaknya gulma yang tum-buh yaitu jarak tanam yang lebih lebar antar tanaman sagu dan pemeliharaan yang tidak dilakukan secara intensif sehingga menyebabkan adanya ruang yang lebih besar bagi gulma untuk tumbuh (Rahman, 2009).

Pemeliharaan kebun menjadi aspek yang perlu diperhatikan karena se-bagian besar (16-26%) dari biaya produksi keseluruhan terserap oleh sektor peng-elolaan gulma (Chee et al.,1990). Biaya yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh jumlah rotasi aplikasi herbisida yang tinggi dalam pengendalian gulma se-panjang baris tanaman.

Gulma bersaing pada tahap pertumbuhan awal dari tanaman sagu. Jika per-tumbuhan gulma yang mendominasi maka perper-tumbuhan sagu menjadi tertekan, sehingga pembentukan batang dan panen menjadi lebih lama. Hal ini tidak hanya mengurangi produksi tanaman, tetapi juga meningkatkan biaya produksi.

Kombinasi antara pengendalian secara manual dan secara kimia dengan herbisida perlu diujicobakan untuk mengetahui pengendalian gulma yang paling efektif dalam menekan pertumbuhan gulma.

Tujuan

Tujuan umum dari kegiatan magang adalah meningkatkan kemampuan teknis lapangan dengan melakukan kegiatan nyata sesuai tahapan yang ada di lo-kasi magang dan meningkatkan pengetahuan di lapang serta kemampuan mana-jerial mahasiswa pada berbagai level pekerjaan.

Tujuan khusus dari kegiatan magang adalah mempelajari permasalahan pengeloaan gulma serta usaha untuk meningkatkan efisiensi pengendalian gulma di perkebunan sagu dan mempelajari efektivitas pengendalian gulma secara me-kanis dan kimia menggunakan herbisida.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Sagu

Tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang sangat potensial dalam mendukung program ke-tahanan pangan nasional (Tarigans, 2001). Pati sagu telah digunakan sejak dahulu sebagai bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia bagian ti-mur yaitu di Maluku dan Papua. Pati sagu dapat digunakan sebagai bahan baku in-dustri seperti untuk mie, roti, biskuit, sirup berkadar fluktosa tinggi, plastik ter-urai hayati, pakan ternak, perekat, bio etanol, dan produk turunan lainnya (Flach, 1997).

Luas areal sagu dunia diperkirakan sekitar 2.47 juta ha dengan luas areal sagu di Indonesia 1.4 juta ha, Papua Nugini 1.02 juta ha, dan sisanya di Malaysia, Thailand, Filipina, dan lainnya (Flach, 1997). Areal sagu di Indonesia sebagian besar merupakan tegakan alami terutama di Papua dan Maluku, sedangkan di Su-lawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan Mentawai merupakan per-tanaman semi budidaya. Penggunaan sagu dalam sektor industri yang beragam dan bernilai ekonomi tinggi sangat mendukung program pengembangan sagu secara komersial.

Keragaman sagu di Indonesia sangat luas. Sagu digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sagu yang hanya berbunga dan berbuah sekali dan sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tanaman Sagu berbunga dan berbuah sekali terdiri atas sagu berduri dan tidak berduri (Bintoro, 2008). Sagu berduri antara lain M. rumphii Mart., M. microcanthum Mart., M. sil-vestre Mart., dan M. longispinum Mart. Sagu tidak berduri adalah M. sagu Rottb. Tanaman sagu yang berbunga dan berbuah dua kali atau lebih adalah M. filarae

Mart. dan M. elatum Mart.

Sagu dapat diperbanyak melalui generatif maupun vegetatif. Perbanyakan generatif mengunakan biji yang diperoleh dari pohon sagu yang sudah berumur lebih dari 8 tahun. Bibit sagu dari biji lambat dalam pertumbuhannya dan tidak


(16)

efisien. Perbanyakan vegetatif mengunakan anakan sagu atau abut banyak di-gunakan petani sagu di Indonesia.

Akumulasi pembentukan pati sagu dimulai pada 0-2 tahun setelah batang terbentuk dan nilai kandungan pati maksimum pada batang 4 tahun setelah aku-mulasi tersebut, kandungan pati tersebut akan stabil sampai tanaman memasuki fase pembentukan bunga dan akan menurun pada fase pembentukan buah sampai biji terbentuk (Yamamoto et.al, 2003).

Ekologi Sagu

Sagu dapat tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam sepanjang tahun sampai lahan yang tidak terendam (Bintoro, 2008). Sagu di wila-yah pesisir timur Provinsi Riau, sebagian besar tumbuh di atas lahan gambut. La-han gambut merupakan areal yang cocok untuk pertumbuLa-han sagu karena me-miliki pH rendah dan terdapat banyak bahan organik (Flach, 1977).

Sagu tumbuh dengan baik di daerah antara 60 LU-110 LS dan 90o-180oBT yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu dapat tumbuh pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut (dpl) dengan jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan antara 2 000-4 000 mm/tahun, yang tersebar merata se-panjang tahun. Pertumbuhan optimum sagu dicapai pada ketinggian dibawah 400 m dpl, jika ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl pertumbuhan sagu menjadi lambat dan kadar gulanya rendah (Bintoro, 2008).

Sagu tumbuh di daerah-daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah-daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Lahan gambut dengan ketebalan > 1 m termasuk lahan marginal dengan kelas kesesuaian lahan S3 (Marginal Suitable).

Kelas S3 (Marginal Suitable) merupakan lahan yang mempunyai pem- batas yang sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan sehingga perlu ditingkatkan input-input yang diperlukan (Hardjowigeno, 1992). Tanaman yang cocok dibudidayakan di lahan gambut sangat sedikit dan umumnya tanaman tahunan.


(17)

Gulma di Perkebunan Sagu

Gulma merupakan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Keru-gian yang ditimbulkan antara lain pengaruh persaingan (kompetisi), mengurangi ketersediaan unsur hara tanaman, dan mendorong efek alelopati (Nasution, 1986). Tumbuhan yang lebih lazim disebut sebagai gulma biasanya cenderung mem-punyai sifat-sifat atau ciri khas tertentu yang memungkinkanya untuk mudah ter-sebar luas dan mampu menimbulkan kerugian dan gangguan (Anderson, 1977).

Kerugian-kerugian akibat gulma dapat dilihat dari segi kualitas, kuantitas, dan aspek praktek pertanian. Adanya gulma dapat menurunkan kualitas karena biji gulma tersebut tercampur pada saat pengolahan tanah. Aspek kuantitas juga akan menurun, karena terjadi kompetisi dalam sarana tumbuh (hara, air, udara, ca-haya, ruang kosong) dalam jumlah terbatas, tergantung dari varietas, kesuburan, jenis, kerapatan, dan lamanya tumbuh tanaman utama. Segi praktek pertanian, mi-salnya : biaya meningkat dalam pengolahan tanah, aliran air turun karena adanya gulma, dan sebagai inang hama penyakit tanaman utama.

Gulma mempunyai daya saing yang bervariasi, tetapi ada beberapa sifat umum yang dimiliki gulma yaitu mempunyai penyebaran yang cepat, luas, per-kembangan akar ekstensif dan menghasilkan biji dalam jumlah besar serta tahan pada lingkungan yang tidak menguntungkan (Muzik, 1970). Kompetisi dalam suatu komunitas tanaman terjadi karena terbatasnya ketersediaan sarana tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh normal (Cardenas dan Cruz, 1973

dalam Zimdahl, 1980).

Gulma pada pertanaman sagu lebih didominansi oleh jenis paku-pakuan seperti Nephrolepis biserrata Schott, Nephrolepis acuminate dan Nephrolepis ra-dicans (Amarilis, 2009). Penebangan pohon di sekitar kebun sagu dapat mem- percepat pertumbuhan pohon sagu sebagai akibat dari perbaikan proses fotosin-tesis. Pertumbuhan sagu juga dapat dipercepat dengan menyiangi gulma sehingga dengan berkurangnya persaingan, sagu akan cepat besar (Atmawidjaja, 1992).


(18)

Efektivitas Herbisida

Herbisida adalah bahan kimia yang dapat mematikan tumbuhan atau menghambat pertumbuhan normalnya (Tjitrosoedirjo et al., 1984). Penggunaan herbisida memberikan keuntungan bagi pengusaha budidaya pertanian, misalnya sagu. Efektivitas pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida dapat menghemat jumlah tenaga kerja, biaya, waktu, dan hasil yang lebih baik.

Jenis-jenis bahan kimia dipandang mempunyai prospek yang baik untuk mengendalikan gulma, akan tetapi efektif tidaknya suatu herbisida yang diguna- kan bergantung pada jenis dan dosis herbisida yang suatu diberikan serta besar ke-cilnya pengaruh lingkungan (Akobundu, 1987).

Paraquat adalah herbisida kontak pascatumbuh yang diaplikasikan lang-sung pada gulma yang telah tumbuh dan bersifat tidak selektif. Paraquat diper-dagangkan dengan nama Gramoxone, Paracol, Herbatop, Noxone, dan Sankuat. Herbisida paraquat digunakan untuk mengendalikan gulma yang dapat mem-berikan pengaruh kompetisi dan menghalangi serta mempersulit operasi pemeliha-raan tanaman diantara barisan (Utomo dan Roesmanto. 2005).

Glifosat adalah herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna kuning jerami, sangat efektif untuk mengendalikan alang-alang pada lahan tanpa tanaman, gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit pada tanam-an belum menghasilktanam-an (TBM) maupun ttanam-anamtanam-an menghasilktanam-an (TM).

Metil metsulfuron termasuk golongan herbisida sulfonilurea, efektif terha-dap gulma berdaun lebar, semak dan pakis (Siregar et.al, 1990). Perlakuan metil metsulfuron dosis 15 g/ha berpengaruh nyata terhadap kematian gulma Steno-chlaena palustris (Tampubolon, 2010).

Pemilihan jenis herbisida dan waktu aplikasi sangat menentukan keberha-silan pengendalian gulma. Sifat herbisida yang mematikan gulma adalah gabung-an dari toksisitas dgabung-an persistensinya. Perpadugabung-an sifat toksik dgabung-an persistensi herbi-sida apabila dikelola dengan baik akan dapat membantu upaya pengendalian gul-ma dalam jangka waktu yang panjang. Aplikasi herbisida yang dikombinasikan memiliki suatu keuntungan yang lebih yakni selain dapat meningkatkan spektrum pengendalian, juga dapat menurunkan dosis herbisida (Moenandir, 1990).


(19)

METODE MAGANG

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang dilaksanakan selama empat bulan mulai tanggal 15 Feb-ruari 2011 sampai dengan 22 Juni 2011 di PT. National Sago Prima, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Metode Magang

Metode yang digunakan pada kegiatan magang meliputi metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan bekerja aktif di lapangan secara langsung. Kegiatan yang dilakukan berupa kegiatan teknis di lapang seperti pembukaan lahan, persiapan bahan tanam, pembibitan, pengelolaan gulma, pemangkasan anakan (pruning), sensus hidup-mati bibit dan kegiatan panen.

Data primer untuk membantu referensi pengelolaan gulma diperoleh dari petak percontohan yang dilakukan di Divisi I (blok G 29) dan Divisi II (blok K 25 dan J 26) selama magang dibawah bimbingan pihak R&D PT. National Sago Prima.

Metode tidak langsung dilakukan dengan melakukan studi pustaka yang ada di perusahaan, diskusi dan wawancara dengan staf dan karyawan serta pekerja harian lepas. Data yang didapat dari metode tidak langsung berupa data sekunder yang berisi mengenai informasi tentang perusahaan. Informasi tersebut antara lain sejarah perusahaan, lokasi, kondisi kebun, sistem ketenagakerjaan dan sistem ad-ministrasi perusahaan.

Petak Percontohan

Kegiatan pengelolaan gulma di PT. National Sago Prima dilakukan secara terpadu antara pengendalian gulma manual dan kimia. Namun, kegiatan penge-lolaan gulma masih belum efektif dalam mengendalikan gulma di jalur bersih dan piringan rumpun sagu. Oleh karena itu, kegiatan petak percontohan dilakukan un-tuk menambah referensi dalam upaya pengendalian gulma di kebun dan mencari


(20)

cara yang lebih efisien dalam mengendalikan gulma yang dominan di areal sagu PT. National Sago Prima.

Kegiatan petak percontohan dilakukan selama 3 bulan yang dimulai dari Maret sampai Juni 2011. Lahan yang digunakan untuk petak percontohan adalah blok J-26 Divisi II, blok G-29 Divisi I, dan blok K-25 Divisi II. Petak percontohan menggunakan model Rancangan Acak Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri atas 5 perlakuan dan 3 ulangan sehingga total ada 15 satuan percobaan. Setiap per-lakuan menggunakan 12 rumpun sagu sehingga total ada 180 tanaman contoh. Uji sidik ragam menggunakan uji-F dan uji lanjut DMRT 5%.

Alat yang digunakan yaitu pancang, knapsack sprayer SOL0-15, parang, kuadran kayu (0.5 m x 0.5 m), timbangan digital dan oven pengering. Bahan yang digunakan adalah herbisida Primaxon 276 SL (bahan aktif paraquat) dengan dosis 1.5 L/ha, herbisida Prima-Up 480 SL (bahan aktif glifosat) dengan dosis 5 L/ha, herbisida Meta Prima 20 WG (bahan aktif metil metsulfuron) 100 g/ha, dan herbi-sida campuran (Prima-Up 480 SL dengan dosis 2.5 L/ha dengan Meta Prima 20 WG dengan dosis 50 g/ha). Aplikasi herbisida dilakukan satu kali selama percoba-an dpercoba-an pelarut ypercoba-ang digunakpercoba-an adalah air gambut dengpercoba-an volume semprot 5.53 L setiap perlakuan.

Pengamatan Aplikasi Herbisida

Adapun peubah yang diamati dalam petak percontohan antara lain :

A. Analisis Vegetasi Gulma

1. Biomassa gulma dominan

Gulma-gulma di dalam kuadran dicabut sampai ke akarnya, dan dipisah-kan sesuai spesiesnya, kemudian dikeringdipisah-kan dalam oven pada suhu 80o C selama 48 jam. Biomassa gulma setiap spesies diukur setelah gulma dikeringkan di dalam oven. Peubah biomassa gulma dominan diamati sebelum aplikasi herbisida dan interval dua minggu setelah aplikasi (2, 4, 6, dan 8 MSA).

2. Persentase penutupan gulma (coverage)

Persentase penutupan gulma diamati berdasarkan luasan gulma yang me-nutupi areal petak percontohan di lokasi gawangan maupun piringan sagu sebelum


(21)

dan setelah aplikasi herbisida. Persentase penutupan gulma dilihat secara kualitatif menggunakan kuadran. Setiap perlakuan dilakukan pelemparan kuadran sebanyak 6 kali yakni 3 kali di gawangan dan 3 kali di piringan sagu. Peubah persentase gulma dominan diamati sebelum aplikasi herbisida dan setelah aplikasi herbisida (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 MSA).

3. Persentase kematian gulma (mortality)

Persentase kematian gulma diamati berdasarkan gulma yang mati di petak percontohan setelah aplikasi herbisida, persentase kematian dilihat menggunakan kuadran. Setiap perlakuan dilakukan pelemparan kuadran sebyak 6 kali yakni 3 kali di gawangan dan 3 kali di piringan sagu. Peubah persentase kematian gulma diamati sebelum dan setelah aplikasi herbisida (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 MSA). 4. Nisbah jumlah dominan (NJD)

Nisbah jumlah dominan gulma diperoleh dari kerapatan nisbi (kerapatan mutlak spesies tertentu dalam kuadran dibagi jumlah kerapatan mutlak semua spesies), frekuensi nisbi (frekuensi mutlak spesies tertentu dalam kuadran dibagi total frekuensi mutlak semua spesies), dan biomassa kering nisbi gulma (biomassa kering mutlak spesies tertentu dalam kuadran dibagi total biomassa mutlak semua spesies).

NJD = Kerapatan Nisbi+ Bobot Kering Nisbi + Frekuensi Nisbi x 100 % 3

Nisbah jumlah dominan gulma merupakan gambaran dari gulma yang pa-ling mendominasi pada petak percontohan. Nisbah jumlah dominan rutin diamati setiap minggu setelah aplikasi.

B. Analisis vegetasi tanaman sagu

1. Pertumbuhan Anakan Sagu

Pengendalian gulma secara manual dan kimia akan memberikan efek terhadap pertumbuhan sagu. Oleh karena itu, pengamatan terhadap pertumbuhan sagu perlu dilakukan. Pertumbuhan anakan sagu yang diamati terdiri atas : jumlah anakan total dalam rumpun, jumlah pelepah anakan sagu bagian luar dan jumlah pelepah anakan sagu bagian dalam.


(22)

Anakan sagu bagian luar merupakan anakan sagu yang lokasinya paling luar dari rumpun sedangkan anakan sagu bagian dalam adalah anakan yang dekat tanaman induk. Anakan sagu yang dijadikan contoh ditandai dengan pewarna. Pelepah anakan sagu yang diamati merupakan pelepah yang paling tua atau berada paling luar dari anakan sagu. Pengamatan vegetasi rumpun sagu dilakukan pada 2, 4, 6, dan 8 MSA. Data yang disajikan berupa data rata-rata pertumbuhan selama empat kali pengamatan.

2. Fitotoksisitas

Fitotoksisitas (keracunan tanaman) diketahui dengan melakukan peng-amatan langsung terhadap : kondisi akar nafas di piringan, perubahan warna pe-lepah anakan bagian dalam rumpun sagu, dan perubahan warna pepe-lepah anakan luar rumpun sagu. Pengamatan dilakukan pada 2, 4, 6, dan 8 MSA.

Pengamatan kondisi akar nafas dilakukan dengan membandingkan kondisi akar nafas di tiap perlakuan dengan perlakuan kontrol (P1). Nilai yang diperoleh berupa persentase tingkat penutupan akar nafas di piringan rumpun sagu. Peubah warna pelepah dinilai menggunakan skoring dengan ketentuan sebagai berikut : tidak ada gejala keracunan ditandai dengan warna pelepah hijau (skor 1), keracun-an ringkeracun-an ditkeracun-andai warna pelepah hijau kekuningkeracun-an (skor 2), keracunkeracun-an sedkeracun-ang di-tandai warna pelepah kuning bercak coklat (skor 3), keracuanan berat didi-tandai warna pelepah coklat dominan (skor 4). Nilai skoring warna kemudian diolah menggunakan uji F dan uji lanjut DMRT 5%.


(23)

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

Sejarah Kebun

PT. National Sago Prima (NSP) merupakan salah satu anak perusahaan Sampoerna Group yang bergerak dalam budidaya sagu secara komersial. PT NSP dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product (NTFP) yang didirikan pada tanggal 4 September 1970 dengan akta notaris nomor 2 yang dibuat dihadapan Moehammad Ali Asjoedjir, wakil notaris yang bertempat di Pekan Baru dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan keputusan nomor J.A.S/4/1971 pada tanggal 7 Januari 1971.

PT. National Timber diubah menjadi PT. National Timber and Forest Product pada tanggal 24 Desember 1970 dengan akta notaris nomor 153 yang dibuat dihadapan Muhamad Said Tadjoedin, notaris di Jakarta. PT. National Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 135/KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974 di Provinsi Riau dengan luas areal konsesi 100 000 ha yang telah beroperasi selama lebih dari 21 tahun.

Setelah berakhirnya masa konsesi HPH 20 tahun, selanjutnya pada tahun 1995 PT. National Timber and Forest Product (PT.NTFP) mengajukan Izin Pe-nebangan Kayu (IPK) dengan SK No. 17/Kpts/HUT/1996. Pada tahun 2008 di-keluarkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman in-dustri dalam hutan tanaman (sagu) kepada PT. NTFP atas areal hutan produksi se-luas ± 21 620 ha di Provinsi Riau berdasarkan SK.353/MENHUT-II/2008 tanggal 24 September 2008.

Pada tahun 2009 Menteri Kehutanan mengeluarkan SK.380/MENHUT-II/2009 tanggal 25 Juni 2009 yang merupakan revisi atas SK.353/MENHUT-II/2008 tanggal 24 September 2008 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan ha-sil hutan bukan kayu (IUPHHBK) pada hutan tanaman industri dalam hutan tan-aman (sagu) kepada PT. NTFP atas areal hutan produksi seluas ±21 620 hektar di Provinsi Riau.


(24)

Keputusan tersebut menetapkan bahwa nama PT. National Timber and Forest Product berubah menjadi PT. National Sago Prima. Namun, SK.353/ MENHUT-II/2008 tanggal 24 September 2008 beserta lampiran dan peta areal kerjanya masih tetap berlaku.

Letak Geografis dan Administratif

PT. National Sago Prima terletak pada koordinat 0031’ LU-1008’ LU dan 101043’ BT – 103008’ BT yang secara administratif terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Meranti, Provinsi Daerah Ting-kat I Riau yang menempati beberapa desa yaitu Desa Sungai Tohor, Desa Teluk Buntal, Desa Tanjung Gadai, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara, Desa Lukun, Desa Sungai Pulau, dan Desa Kepau Baru (Lampiran 1).

Batas wilayah PT. National Sago Prima sebelah barat berbatasan dengan PT. Unisraya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kepau Baru dan Desa Teluk Buntal, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai, dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Sungai Tohor. PT. National Sago Prima dilewati beberapa aliran sungai yaitu Sungai Mukun, Sungai Pulau, dan Sungai Buntal.

Topografi dan Iklim

PT. National Sago Prima berdasarkan hasil penafsiran dari peta topografi Daerah Tingkat I Riau skala 1 : 250 000 dan pemeriksaan langsung di lapang di-peroleh gambaran secara umum bahwa areal kerja Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima sebagian besar bertopografi datar dengan ketinggi-an tempat ketinggi-antara 0-5 mdpl yketinggi-ang termasuk kelas kelerengketinggi-an 0-3%.

Areal PT. National Sago Prima menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Fergusson, termasuk dalam tipe iklim B dengan Q = 33.3%, sedangkan ber-dasarkan pengukuran curah hujan yang tercatat oleh BMG pada tahun 1971-2000, curah hujan rata-rata tahunan sebanyak 2 191 mm dengan jumlah hari hujan 280 hari/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan November dan curah hujan terendah pada bulan Agustus.


(25)

Suhu udara areal Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima berdasarkan data yang diambil dari laporan Poyry yaitu antara 24.2 0C sam-pai 26.4 0C dengan kelembaban udara 85%-90% dan kecepatan angin 2-4 m/s.

Keadaan Tanah

Susunan batuan di areal PT. National Sago Prima berdasarkan hasil peng-ukuran planimetris pada peta geologi 1:100 000 terdiri atas jenis batuan endapan alluvium muda berumur holosem dengan litologi lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa pertumbuhan di rawa gambut.

Macam dan jenis tanah yang terdapat di seluruh areal PT. National Sago Prima adalah jenis tanah organosol dan alluvial. Tanah organosol terdapat di seluruh kelompok hutan Teluk Kepau dengan luas 19 820 hektar (99.60%) dan jenis tanah alluvial dengan luas 80 hektar (0.40%). Tanah organosol atau lebih dikenal dengan tanah gambut yaitu tanah yang terbentuk oleh lingkungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Luas lahan gambut secara nasional lebih dari 20 juta ha, sebesar 6.29 juta ha terdapat di Sumatera, sementara 4 044 juta ha diantaranya terdapat di Provinsi Riau.

Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong sangat masam dengan pH 3.1-4.0. Kepekaan terhadap erosi relatif tinggi, tetapi mengingat topografi wilayah PT. National Sago Prima datar maka kemungkinan terjadi erosi rendah.

Latar Belakang Pengusahaan Sagu

Provinsi Riau merupakan daerah yang sedang berkembang dengan sumber daya alam yang terkandung di daerah tersebut sangat besar dan masih belum di-manfaatkan secara optimal. Sumber daya yang banyak terdapat di Provinsi Riau salah satunya adalah tanaman sagu (Metroxylon spp.). Sagu adalah tanaman peng-hasil karbohidrat yang penting kedudukannya sebagai bahan makanan sesudah padi, jagung dan umbi-umbian. Tanaman sagu merupakan tanaman yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif dan bahan baku industri.


(26)

Sagu dapat digunakan sebagai bahan pembuat gel perekat yang merupakan material penting dalam proses pembuatan kayu lapis sehingga diharapkan PT. Na-tional Sago Prima dapat menyediakan kebutuhan bahan baku perekat dalam jum-lah yang cukup dan berkelanjutan.

Tanaman sagu adalah tanaman yang dapat tumbuh di lahan marjinal de-ngan ketersedian hara yang minimal. Provinsi Riau merupakan daerah dede-ngan luas areal lahan gambut mencapai 45% dari luas total Provinsi Riau sehingga peng-usahaan sagu pada daerah tersebut sangat potensial untuk dikembangkan.

Latar belakang pemikiran tersebut memberikan landasan kepada PT. Na-tional Sago Prima untuk mengembangkan budidaya dan pengolahan sagu. Tuju-annya agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan dan pe-ningkatan pendapatan penduduk setempat pada khususnya dan demi kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya dengan landasan manajemen hutan berkelanjutan.

Sistem Blok

PT. National Sago Prima memiliki luas area total 21 650 ha, tetapi luas areal yang baru diusahakan 12.000 ha. Areal yang diusahakan dibagi menjadi 12 divisi dengan luasan rata-rata antara 800-1 000 ha tiap divisi. Setiap divisi ke-mudian dibagi menjadi 19-24 blok dengan luas rata-rata 50 ha tiap blok (1000 m x 500 m). Tiap blok dibatasi oleh kanal. Tiap blok terdiri atas 100-125 baris tanam-an sagu.

Pembagian blok dilakukan dengan membatasi blok tersebut dengan kanal, baik kanal primer, kanal sekunder, atau kanal tersier yang bertujuan untuk me-mudahkan pengelolaan tata air (water management). Penamaan blok dilakukan dengan menggunakan sistem koordinat kombinasi dari alphabet (sumbu y) dan numerik (sumbu x).

Sistem blok digunakan untuk memudahkan pengelolaan tanaman dalam setiap blok maka dibuat sistem blok yang terdiri atas jalur kotor (jalur penumpuk-an pelepah kering dpenumpuk-an tebaspenumpuk-an gulma), jalur bersih (jalur bersih dibuat dengpenumpuk-an arah dari Utara ke Selatan), jalur tengah (jalur yang dibuat pada pertengahan blok


(27)

dengan jalur Barat ke Timur), pancang (urutan penomoran pancang dalam blok dimulai dari arah Utara ke Selatan) (Lampiran 2).

Kegiatan rehabilitasi pada tahun 2010 difokuskan pada Divisi I sampai IV karena pada area tersebut memiliki kondisi tanaman yang baik. Selain itu, pada keempat divisi tersebut sudah ada beberapa tanaman yang memasuki masa panen sehingga diperlukan perawatan intensif.

Kondisi Pertanaman

Jenis sagu yang ada di PT. National Sago Prima adalah jenis sagu yang memiliki duri seperti sagu Tuni (Metroxylon rumphii Mart.) dan sagu tak berduri yaitu sagu Molat (Metroxylon sagu Rottb.). Tanaman sagu di Divisi I dan Divisi II ditanam secara bertahap pada tahun 1996 sampai 1997. Tanaman sagu pada tahun 1997-1998 ditanam di Divisi III dan Divisi IV kemudian pada tahun 1998-1999 secara bertahap ditanam di Divisi V dan Divisi IV. Penanaman sagu dilaksanakan pada tahun 2000-2001 di Divisi VII dan Divisi VIII dan pada tahun 2003 pe-nanaman dilakukan di Divisi IX, serta pada tahun 2004 di Divisi XI juga dilaku-kan penanaman sagu.

Pengorganisasian Kebun

Pimpinan puncak di PT. National Sago Prima dipegang oleh General Manager (GM). General Manager memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja ke-bun. Pengelolaan kebun di PT. National Sago Prima dilaksanakan secara sektoral dengan membagi wilayah perkebunan menjadi beberapa bagian yang masing-masing dipimpin oleh asisten divisi.

Asisten divisi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan manajerial dan teknis bagian yang dipimpinnya. Setiap asisten divisi bertanggung jawab atas areal seluas 1 000 ha. Asisten divisi membawahi dan menerima pertanggung-jawaban dari mandor I dan krani, serta mandor lapangan secara langsung.

Kegiatan kebun diawali dengan apel pagi mulai pukul 06.00 dan satu hari kerja (HOK) bagi karyawan maupun buruh harian lepas dari pukul 07.00 sampai pukul 14.00 dengan waktu istirahat dari pukul 12.00-13.00. Kepala Tata Usaha


(28)

(KTU) bertanggung jawab langsung kepada General Manager untuk kegiatan administrasi, KTU membawahi empat bagian yaitu Bagian Personalia, Bagian Pembukuan, Bagian Umum, dan Bagian Gudang (Lampiran 3).

Sistem Ketenagakerjaan

PT. National Sago Prima memiliki beberapa tipe karyawan yang bekerja di bagian administasi dan bagian kegiatan lapang. Pembagian tersebut berdasarkan jabatan dan lama bekerja dalam perusahaan.

Karyawan Tetap

Karyawan tetap adalah karyawan yang tercatat dalam perusahaan sebagai karyawan dan bekerja tetap. Jam kerja karyawan tetap mulai pukul 07.00 hingga pukul 16.00 dengan istirahat pukul 12.00 hingga 13.00. Karyawan tetap terdiri atas karyawan harian tetap dan karyawan bulanan tetap.

Karyawan harian tetap adalah karyawan yang upah kerjanya dihitung ber-dasarkan jumlah hari mereka bekerja. Jika terdapat hari libur mereka tidak men-dapatkan upah perharinya. Karyawan harian tetap berbeda dengan karyawan hari-an lepas karena karyawhari-an harihari-an tetap memiliki keterikathari-an denghari-an perusahahari-an. Karyawan harian tetap mendapatkan cuti kerja selama empat hari dalam satu bu-lan, mendapatkan tunjangan beras dan tunjangan kesehatan.

Karyawan harian tetap yang telah bekerja selama tiga bulan berturut-turut tanpa libur dengan kinerja yang dinilai baik oleh perusahaan, maka karyawan ter-sebut dapat dipromosikan menjadi tenaga kerja bulanan dengan gaji yang sesuai dengan keputusan perusahaan. Operator speedboatadalah salah satu contoh karya-wan harian tetap di PT. National Sago Prima.

Karyawan bulanan tetap adalah karyawan yang gaji mereka diterima ber-dasarkan perjanjian kontrak kerja dengan 26 hari kerja tiap bulan dan mendapat cuti selama empat hari tiap bulan. Karyawan bulanan tetap meliputi seluruh staf administrasi, asisten divisi, mandor, staf supply and logistic, staf external relation

dan staf technical support. Karyawan tetap bertempat tinggal di sekitar lokasi kebun dengan fasilitas dari perusahaan, mendapat tunjangan beras dan tunjangan kesehatan.


(29)

Karyawan Kontrak

Karyawan kontrak adalah karyawan suatu kontraktor yang memiliki kerja-sama kerja dengan PT. National Sago Prima. Karyawan kontrak mandapat upah dari kontraktor tempat mereka bekerja. Setiap kontraktor memiliki target kerja yang telah disepakati dengan perusahaan. Jika target tersebut tidak terpenuhi maka akan ada denda dari perusahaan kepada kontraktor.

Setiap kontraktor diawasi oleh pengawas yang diutus dan merupakan kar-yawan perusahaan. Karkar-yawan kontrak biasanya mengerjakan perkerjaan seperti pengimasan, pembuatan gawangan, weeding dan pembersihan kanal. Karyawan kontrak selama masa kerjanya tinggal di dalam lokasi kebun dengan fasilitas yang diberikan perusahaan. Jam kerja mereka tidak dapat ditetapkan oleh perusahaan asalkan pekerjaan mereka sesuai target yang telah disepakati.

Karyawan Harian Lepas

Karyawan harian lepas (KHL) adalah karyawan/buruh perusahaan tidak te-tap dan tidak memiliki keterikatan dengan perusahaan. Mereka menerima upah berdasarkan jumlah hari mereka kerja. Mereka tidak mendapatkan berbagai tun-jangan dari perusahaan. Jam kerja karyawan harian lepas mulai jam 06.30-14.30 dengan istirahat pukul 12.00-13.00.

Karyawan harian lepas diawasi dan mendapat instruksi dari mandor perusahaan. KHL dapat menjadi karyawan tetap jika mereka bekerja secara terus menerus selama 3 bulan dan mendapat rekomendasi dari mandor pengawasnya. KHL biasanya melakukan perkerjaan seperti pembuatan gawangan dan piringan, pengendalian gulma, pemangkasan pelepah anakan sagu, penjarangan anakan, sensus dan panen .

Karyawan harian lepas biasanya merupakan warga sekitar perusahaan PT. National Sago Prima sehingga setelah pekerjaan di kebun sagu selesai mereka langsung pulang ke desa masing-masing sehingga perusahaan tidak menyediakan sarana tempat tinggal untuk KHL.


(30)

Sarana Dan Prasarana

Infrastruktur

Jalur transportasi yang digunakan PT. National Sago Prima adalah jalur darat dan air. Jalur darat yang digunakan adalah jalur untuk lintasan motor dan lintasan kereta (robin) sedangkan jalur air yang digunakan adalah kanal-kanal yang mengelilingi blok kebun. Setiap blok kebun dihubungkan oleh jembatan yang terbuat dari kayu. Fungsi jembatan adalah sebagai penghubung antar blok dan sebagai jalur para pekerja untuk pindah blok pada saat bekerja.

Kondisi jalur transportasi darat akan rusak dan sulit dilewati selama musim hujan, maka alternatif jalur transportasi yang dapat digunakan untuk mo-bilisasi di kebun melalui kanal primer (Gambar 1). Kanal primer dibuat dengan le-bar 6 m dan kedalaman 4 m sehingga dapat dilalui perahu motor (pocai dan pom-pong). Fungsi kanal primer adalah mobilisasi karyawan, jalur pengangkutan pupuk dan juga berguna dalam penarikan tual-tual hasil panen dari kebun untuk dikumpulkan di logpond sebelum dijual.

Gambar 1. Kondisi kanal primer

Fasilitas yang mendukung lainnya adalah tempat tinggal karyawan, kantor, tempat ibadah, mess tamu, gudang, bengkel dan koperasi. Tempat tinggal karyawan yang berlokasi dekat dengan Divisi 1 dan 2 yaitu Pondok Tuni dan Pon-dok Molat yang berlokasi dekat dengan Divisi 1 dan 3. Semua asisten divisi dan anggota R&D bertempat tinggal di Pondok Tuni.


(31)

Transportasi

Alat transportasi yang digunakan perusahaan adalah robin (kereta barang) sepeda motor, speedboat, pocai dan pompong. Alat transportasi yang lebih banyak digunakan adalah sepeda motor dan speedboat 15 PK karena lebih mudah untuk mobilisasi dari satu tempat ke tempat lain. Namun, kondisi jalur darat yang sering rusak pada musim hujan hingga dapat menghambat kegiatan di lapang maka alat transportasi yang dominan adalah alat transportasi air melalui kanal primer (Gam-bar 2).

Gambar 2. Pompong digunakan untuk mengangkut pekerja

Pompong atau kapal motor adalah alat transportasi yang biasa digunakan untuk mengangkut orang dan tual sagu yang akan dikumpulkan di DAM 1. Speedboat juga biasa digunakan untuk transportasi melaui kanal primer. Mobilitas speedboat lebih cepat jika dibandingkan dengan pompong (kecepatan speedboat rata-rata 40 km per jam) (Gambar 3).

Gambar 3. Speedboat Onboard 15 PK

Bahan bakar mesin (BBM) yang dipakai berupa bensin dan solar yang di-kelola oleh PT. National Sago Prima dibawah pengelolaan Divisi Tata Usaha yakni Subdivisi Gudang. BBM untuk kebutuhan operasional perusahaan dibeli da-lam volume cukup besar untuk efisiensi biaya angkut karena jarak antara gudang dan tempat pembelian cukup jauh yakni di kota Selat Panjang.


(32)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Pembibitan

Pengambilan Anakan Sagu (Sucker)

Anakan sagu merupakan bahan tanam yang dapat diperoleh dari dalam kebun (inhouse) ataupun dari kebun masyarakat (outsource). Anakan sagu yang akan dijadikan bibit harus memiliki beberapa kriteria. Bibit yang digunakan se-baiknya diambil dari induk yang memiliki potensi produksi tinggi, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau, bibit tua dengan ciri banir (bonggol) yang keras, pelepah dan pucuk yang masih hidup, perakaran yang cukup, panjang pe-lepah minimal 30 cm, dan tidak terserang hama serta banir berbentuk L (Bin-toro,2008). Anakan sagu yang dijadikan bibit diambil dari anakan yang berada di bawah permukaan tanah karena bekas luka pada induk dapat tertutup tanah.

Prestasi kerja para pekerja borongan adalah 0,75 menit/bibit dan dapat mengambil 70-80 bibit per hari sedangkan mahasiswa dapat mengambil bibit da-lam waktu 5-7 menit/bibit. Cepat da-lambatnya pengambilan bibit ditentukan oleh beberapa faktor seperti posisi banir dalam tanah, kondisi piringan, dan ketersedia-an bibit dalketersedia-an satu rumpun.

Pengambilan anakan sagu untuk dijadikan bibit harus berdasarkan SOP (Standard Operating Procedure) pengambilan anakan (Lampiran 4). Bibit sagu yang berasal dari masyarakat dibeli oleh PT. National Sago Prima dengan harga Rp.1 900-2 500 per bibit. Bibit sagu tersebut dibeli dari masyarakat sekitar kebun seperti Teluk Kepau, Teluk Buntal, Kepau Baru, dan Sungai Pulau. Kriteria bibit yang akan dibeli umumnya sama dengan kriteria bibit dari dalam kebun.

Persemaian Bibit Sagu

Persemaian bibit sagu yang digunakan oleh PT. National Sago Prima adalah persemaian sistem kanal. Fungsi dari persemaian bibit sagu adalah untuk menyeleksi antara bibit baik dan buruk. Bibit sebelum disemai terlebih dahulu di- rendam dalam larutan fungisida. Bibit direndam selama ± 3 menit dalam larutan fungisida (Dithane-45) dengan konsentrasi 2 gram/liter air dan dikeringkan


(33)

se-lama ± 15 menit. Bibit yang telah direndam dipotong bagian daun hingga tinggi bibit dari banir 30-40 cm. Pemangkasan dilakukan untuk mengurangi transpirasi bibit selama di persemaian dan mempercepat terbentuknya tunas baru.

Bibit yang telah siap semai disusun dalam rakit berukuran 3 m x 1 m de-ngan ketinggian rakit 30-40 cm. Rakit terbuat dari batang pelepah daun yang telah mengering. Bibit disusun rapat dalam rakit agar tidak tumbang. Satu rakit biasa-nya dapat memuat 70-90 bibit yang berukuran 2-3 kg.

Bagian banir bibit sagu yang disemai harus terendam air saat di rakit per-semaian tetapi pucuk daun dan titik tumbuh daun tidak boleh terendam karena akan menyebabkan kematian bibit (Gambar 4). Ketersediaan air pada kanal me-limpah karena bibit terendam hingga batang bibit. Ketersediaan air mutlak di-perlukan karena menurut Pinem (2008) persemaian bibit di kolam dengan tinggi air yang macak-macak membuat bibit sagu stres dan pertumbuhan terhambat.

Lokasi persemaian yang ideal yaitu di daerah kanal tersier yang airnya mengalir. Pemilihan lokasi kanal tersier agar bibit tidak terganggu oleh aktivitas kebun (transportasi, sensus, pemeliharaan, dan panen) dan air mengalir agar sir-kulasi udara dan hara dalam air lancar. Lokasi persemaian juga sebaiknya cukup ternaungi oleh tajuk/kanopi tanaman sagu yang terdapat dipinggir blok penanam-an. Lokasi yang ternaungi dapat mengurangi transpirasi bibit sagu.

Gambar 4. Persemaian bibit sagu dalam rakit

Bibit yang telah disemai dalam rakit harus diberi label pada tiap rakitnya. Pemberian label dimaksudkan agar data dan informasi tentang bibit dapat dike-tahui dan dikontrol. Tiap label terdiri atas data dan informasi bibit seperti nomor rakit, jumlah bibit, sumber bibit, tanggal semai dan perkiraan tanggal tanam.


(34)

Pemeliharaan

Pemeliharaan perkebunan sagu merupakan kegiatan rutin yang harus dijalankan agar produktivitas tanaman tetap terjaga. Kegiatan pemeliharaan yang terencana dan terlaksana dengan tepat waktu akan meningkatkan efisiensi biaya pemeliharaan. Pemeliharaan dalam perkebunan sagu meliputi penyulaman, peng-endalian gulma manual dan kimia, penegpeng-endalian hama dan penyakit, pen-jarangan anakan dan pengelolaan air.

Penyulaman

PT. National Sago Prima melakukan kegiatan penyulaman tanaman karena pada tiap blok tanaman terdapat bibit sagu yang mati. PT. National Sago Prima bekerja sama dengan PT. Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri (PKAA) dan Balai Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melaksanakan kegiatan penyulaman.

Kegiatan penyulaman pada tahun 2011 terfokus pada divisi I, II, III dan IV. Penyulaman akan dilakukan pada divisi yang lain setelah keempat divisi ter-sebut selesai. Kegiatan penyulaman tanaman yang dilakukan meliputi: persiapan bahan tanam, persiapan lahan penyulaman dan penanaman bibit.

Pengendalian Gulma Manual

Gulma merupakan tanaman yang kehadirannya menggangu tanaman uta-ma dalam suatu area perkebunan. Guluta-ma keberadaanya tidak diinginkan karena sangat mengganggu pertumbuhan tanaman sagu. Pengendalian gulma mutlak di-lakukan sebagai upaya perawatan tanaman.

Pengendalian gulma juga harus memperhatikan periode kritis tanaman. Periode kritis adalah fase dalam tanaman yang jika terjadi gangguan maka pertumbuhan dan produksi akhir akan menurun. Tanaman sagu memiliki periode kritis pada awal pertumbuhan bibit di lapang hingga membentuk punggung gajah

(rosette stage). Pengendalian gulma manual di PT. National Sago Prima di-laksanakan dengan menggunakan sistem penebasan di gawangan bersih dan pe-nebasan di piringan (Tabel 1).


(35)

Tabel.1 Kriteria kondisi gulma perkebunan sagu

Sumber : SOP Weeding PT.Natinal Sago Prima

Pengendalian gulma manual dilakukan dengan mengunakan tenaga kerja kontrak maupun tenaga kerja harian lepas. Gulma yang ada di sekitar piringan dan gawangan ditebas dengan mengunakan parang. Gulma dibersihkan dari piringan hingga batas 5 cm dari permukaan tanah dengan jari-jari 1 m dari rumpun sagu.

Tenaga kerja penebasan gawangan merupakan tenaga kerja kontrak, yang biasanya dikerjakan oleh tenaga laki-laki sebanyak 10 orang per kelompok. Tenaga kerja tersebut dipimpin oleh seorang kontraktor yang bertanggung jawab terhadap seluruh perjanjian kerja dengan perusahaan. Pembayaran tenaga harian kontrak dibedakan berdasarkan kategori penutupan gulma.

Kategori penutupan gulma dibedakan menjadi tiga yaitu: blok dengan gulma ringan (Rp 65 000/ ha), blok dengan gulma sedang (Rp 100 000/ ha), dan blok dengan gulma berat (Rp 180 000/ ha). Panjang gawangan bersih yang ditebas sepanjang 500 m dengan jarak tanam 8 m x 8 m. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu blok tanaman antara 1.0-1.5 bulan.

Rotasi gawangan dan piringan dilaksanakan selama enam bulan sekali. Target kerja yang harus dicapai oleh tenaga harian kontrak adalah 2 gawangan (1000 m)/ HK. Sistem gawangan dan piringan dinilai lebih ekonomis, tetapi belum mampu menekan pertumbuhan gulma, kurang efektif dan efisien dalam laksanaan teknik budidaya, serta belum mampu memudahkan dalam kegiatan pe-ngangkutan hasil panen.

Pengendalian gulma di piringan bertujuan untuk memberikan ruang untuk anakan sagu agar tumbuh optimal dan mempermudah dalam kegiatan pemupukan. Penebasan gawangan atau jalur bersih dilakukan untuk mempermudah mobilisasi baik untuk pengakutan pupuk, penyulaman, sensus maupun kegiatan panen.

Uraian Kondisi Berat Kondisi Sedang Kondisi Ringan Piringan Gawangan

Piringan tertutup gul-ma.

Tertutup gulma, sulit dilalui, dan terhalang gelondongan kayu.

>50% piringan tertutup gulma.

50–75% tertutup gul-ma, mudah dilalui dan tidak terganggu gelon-dongan kayu.

Piringan bersih dari gul-ma.

Rintisan masih lebar, mudah dilalui dan bersih dari gelondongan kayu.


(36)

Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan kegiatan pe-nebasan gawangan dan piringan. Kendala yang dihadapi disebabkan oleh kondisi lahan gambut yang cukup tebal, banyak gulma berkayu yang tumbuh di tengah lorong dan tidak lurusnya jalur tanaman sagu (Bintoro et al., 2010). Kendala dalam penebasan gawangan dan piringan dapat diatasi dengan pemeliharaan yang rutin dilaksanakan tepat waktu sehingga keberadaan gulma dapat dikendalikan.

Pengendalian gulma dengan manual (Gambar 5) memiliki keuntungan ya-itu tidak merusak ekosistem tanaman sagu dan kerugiannya adalah gulma lebih cepat tumbuh kembali terutama jika penebasan dilakukan pada awal musim hujan, waktu yang lebih lama dalam pengerjaan dan memerlukan biaya besar untuk me-lakukannya.

Gambar 5. Pengendalian gulma manual di piringan

Pengendalian Gulma Kimia

PT. National Sago Prima menerapkan sistem pengendalian gulma secara terpadu guna menghasilkan pengendalian gulma yang efektif dan efisien. Pengen-dalian gulma secara kimia merupakan tidak lanjut dari pengenPengen-dalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan mengunakan herbi-sida. Herbisida yang digunakan adalah herbisida kontak dengan bahan aktif para-quat dan herbisida sistemik dengan bahan aktif metil metsulfuron. Penyemprotan mengunakan herbisida dengan dosis yang digunakan yaitu paraquat 1.5 l / ha dan metil metsulfuron 62.5 g / ha, dengan volume semprot 400 l/ ha.

Alat yang digunakan adalah knapsack sprayer SOLO-15 (kapasitas 15 lit-er) dan GS-16 (kapasitas 16 litlit-er) dengan warna nozel semprot biru. Knapsack sprayer SOLO-15 mampu menyemprot jalur bersih (gawangan) sejauh 250 m


(37)

untuk satu knapsack. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam apli-kasi herbisida yakni kecepatan berjalan, kondisi gulma dan kondisi lahan yang di-semprot. Penyemprotan dilakukan jika cuaca cerah dan tidak ada hujan selama tiga hari berturut-turut.

Penyemprotan herbisida dilakukan oleh tenaga karyawan harian lepas di sekitar piringan dan gawangan (jalur bersih). PT. National Sago Prima melaksana-kan penyemprotan setelah 2 minggu penebasan gulma secara manual. Kegiatan penyemprotan dilakukan dengan terlebih dahulu membuat larutan herbisida sesuai dosis yang diterapkan PT. National Sago Prima yakni paraquat 1.5 l / ha dan metil metsulfuron 62.5 g/ha . Pelarut yang digunakan adalah air gambut yang diperoleh dari kanal primer atau kanal sekunder. Penyemprotan dilakukan dengan berjalan secara perlahan. Tinggi nozel semprot ke permukaan tanah 30 cm atau sesuai de-ngan ketinggian gulma.

Rata-rata karyawan harian lepas menyemprot sebanyak 9 knapsack spray-er/hari untuk luasan 0.6 ha (gawangan dan piringan). Tenaga kerja penyemprot yang dibutuhkan 1.6 HK/ ha sehingga prestasi kerja rata-rata buruh harian lepas adalah 80 HOK/blok untuk pengendalian gulma di gawangan dan piringan.

Hasil penyemprotan tergantung dari jenis kelamin, umur, kondisi gulma, dan kondisi lapangan. Mahasiswa magang bertugas sebagai pengawas semprot satu orang BHL. Pengawasan tersebut meliputi cara semprot, cara pengukuran dosis, pengadukan herbisida, kecepatan berjalan, dan menghitung jumlah rumpun hasil semprot/ tanki semprot.

Pengendalian secara kimia memiliki keuntungan yakni cepat, efisien, gul-ma tidak cepat tumbuh kembali, dan memerlukan lebih sedikit biaya dibandingkan manual. Kerugian pengendalian gulma secara kimia adalah dampak ekologi yang ditimbulkan pada rumpun sagu yang terkena semprotan (gejala fitotoksisitas) dan penggunaan herbisida dapat mengganggu keseimbangan ekosistem sagu. Upaya terbaik yang dilakukan adalah dengan pengendalian gulma secara terpadu yakni pengendalian manual dan dilanjutkan dengan pengendalian kimia.


(38)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang tanam sagu di PT. National Sago Prima adalah kumbang Oryctes rhinoceros L., belalang, ulat api, kera, dan babi hutan sedang-kan penyakit yang menyerang salah satunya adalah karat daun. Pengendalian hama di kebun sagu PT. National Sago Prima menggunakan insektisida Lentrex EC 400 dengan konsentrasi 2 cc/l air. Penyemprotan dilakukan dengan mengguna-kan alat semprot (knapsack sprayer) yang dilaksanakan secara rutin setiap enam bulan sekali.

Pengendalian hama ulat api dan penyakit karat daun belum maksimal dan belum menemukan metode yang tepat. PT. National Sago Prima masih mencari cara terbaik mengendalikan hama dan penyakit baik secara hayati maupun bio-logis. Pemeliharaan kebersihan perkebunan menjadi kunci dalam pengendalian hama dan penyakit.

Pengelolaan Air

Pengelolaan air merupakan hal yang sangat penting dalam budidaya tanaman sagu di lahan gambut karena jika tanah gambut mengalami kekeringan maka tidak akan dapat kembali seperti semula sehigga keberadaan air sangat di-jaga. PT. National Sago Prima menggunakan kanal-kanal air untuk memisahkan tiap blok dalam satu divisi. Kanal berfungsi untuk menjaga ketersediaan air se-hingga aliran air di permukaan bisa didistribusikan ke seluruh areal kebun. Kanal juga berfungsi sebagai jalur transportasi bagi pocai untuk mengangkut karyawan dan pompong yang digunakan sebagai jalur menarik tual menuju logpond.

Terdapat tiga jenis kanal yang ada di PT. National Sago Prima yaitu kanal primer (main canal) dan kanal sekunder (collector canal) dan kanal tersier (kanal cabang). Kanal utama (main canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 6 m dan dalam 4 m yang berfungsi sebagai jalur transportasi utama (penghubung antar divisi). Kanal sekunder (collector canal) adalah kanal yang memiliki lebar 5 m dengan kedalaman 3 m dan berfungsi sebagai kanal penghubung antara kanal ter-sier dan kanal primer. Kanal terter-sier adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 3-4 m dan dalam 2-3 m yang berfungsi untuk aktivitas pengangkutan bibit dan pupuk serta untuk antisipasi kebakaran.


(39)

Kegiatan pencucian kanal dilakukan untuk membuat kanal menjadi lebih dalam. Kegiatan land clearing dan erosi dari lahan gambut membuat kanal men-jadi lebih dangkal sehingga menghambat jalur transportasi maupun jalur panen sagu. Kegiatan pencucian kanal rutin dilaksanakan mengunakan alat berat berupa excavator. Excavator mengangkat sisa batang kayu dan endapan gambut dari da-lam kanal dan menimbunnya di pinggir kanal. Pencucian kanal dilakukan oleh te-naga kontraktor. PT. National Sago Prima menyewa excavator dan operatornya dalam kegiatan pencucian kanal. Satu exavator dioperasikan oleh seorang operator dan dibantu seorang asisten operator.

Areal PT. National Sago Prima memiliki beberapa kubah gambut (peat dome) di lokasi lahan konservasi yang berfungsi untuk menyimpan cadangan air. Ketersediaan air sepanjang tahun di kebun dikelola oleh PT. National Sago Prima dengan memiliki beberapa DAM dan pintu air.

Pintu air berfungsi sebagai pengatur ketinggian air di seluruh areal kebun sehingga ketersediaan air tetap terjaga, oleh sebab itu air di lahan gambut tidak di-salurkan langsung ke laut. Ketersediaan air melimpah pada saat musim hujan dan sering menggenangi lahan sehingga sebagian air akan disalurkan melalui jalur pe-limpasan yang mengarah ke laut. Alat water level digunakan untuk mengetahui tinggi muka air kanal dan dipasang dibeberapa titik. Pengecekan water level seca-ra rutin dilakukan setiap hari.

Penjarangan anakan

Tanaman sagu adalah tanaman yang dapat berkembang biak dengan anak-an yanak-ang tumbuh di sekeliling pohon induk. Pertumbuhanak-an anak-anakanak-an sagu yanak-ang terlalu banyak menyebabkan rumpun menjadi semak sehingga dapat menganggu per-tumbuhan dan perkembangan pohon induk karena terjadi kompetisi antar anakan dan pohon induk dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang tumbuh. Menurut Bintoro (2010) anakan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu anakan untuk bibit, anakan calon induk dan anakan dibuang. Anakan dibuang adalah anakan yang akan dibuang untuk menjaga pertumbuhan pohon induk.

Penjarangan anakan adalah pembersihan secara selektif atas tanaman seperti cabang dan tunas atau bagian pertumbuhan bawah tanaman, contohnya


(40)

anakan sagu yang tidak produktif. Tujuan yang mendasari kegiatan penjarangan anakan antara lain untuk menjaga kesehatan dan vigor pertumbuhan bagi tanaman baru, membentuk tanaman, memelihara ukuran tanaman, dan mengoptimalkan hasil metabolisme bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Bintoro, 2008).

Penjarangan anakan bertujuan untuk meninggalkan 7-9 anakan produktif tiap rumpun yang dipelihara untuk keberlanjutan produksi batang sagu sehingga sagu bisa dipanen setiap tahun. Kriteria anakan yang ditinggalkan adalah anakan yang memliki perakaran yang kuat dan letaknya berjauhan dengan pohon induk. Pekerja dapat melakukan penjarangan anakan 20-30 rumpun/HK tergantung dari kondisi rumpun dan lahan yang dikerjakan.

Pemangkasan

Pemangkasan anakan dalam rumpun sagu bertujuan untuk mengurangi kompetisi antara tanaman induk dan anakan sagu yang terlalu rapat. Selain itu, pe-mangkasan juga berfungsi untuk mengatur anakan produktif yang tetap dipelihara untuk masa panen selanjutnya.

Tanaman sagu merupakan tanaman berumpun sehingga tidak memerlukan penanaman ulang dan panen dapat dilakukan secara terus menerus dengan menge-lola jumlah anakan (suckers atau tillers) (Rostiwati et al., 1998). Prestasi kerja karyawan harian kontrak untuk kegiatan adalah 15 rumpun/hari. Tahapan yang dilaksanakan dalam proses pemangkasan anakan (prunning) adalah :

1. Tanaman sagu yang dibuang adalah tanaman yang melekat dengan tanam-an induk ytanam-ang aktanam-an diptanam-anen.

2. Membersihkan gulma di sekitar piringan agar pemangkasan lebih mudah. 3. Membersihkan pelepah yang sudah kering dari rumpun sagu.

4. Pengaturan rumpun sagu agar saling menjauh sehingga tidak saling tum-pang tindih.

5. Tidak melakukan pemangkasan pelepah terbawah yang masih hijau.

Andany (2009) menyatakan bahwa rata-rata pertambahan jumlah anakan setiap bulan yaitu tiga anakan tiap rumpun sagu sehingga anakan sagu yang tidak diperlukan harus dipangkas. Pemangkasan tersebut dapat mengurangi kerapatan


(41)

tajuk tanaman sagu sehingga sinar matahari dapat diterima olah tanaman dengan maksimal.

Sensus Tanaman

Kegiatan sensus tanaman sagu merupakan kegiatan pendataan kondisi tanaman yang ada di lapang. Kegiatan sensus dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti keadaan tanaman yang nantinya digunakan sebagai bahan evaluasi perusahaan. Kegiatan sensus dibedakan menjadi dua jenis yakni sensus hidup-mati dan sensus panen/produksi. PT. National Sago Prima melakukan sensus hidup-mati bibit yang telah ditanam di lapang selama 4 - 6 bulan.

Sensus hidup-mati

Sensus hidup-mati merupakan kegiatan sensus/pendataan presentase tanaman hidup atau mati. Sensus hidup mati bertujuan untuk mengetahui jumlah tanaman hidup dan mati serta sebagai data acuan dalam menentukan jumlah bibit yang diperlukan untuk menyulam suatu blok. Sensus dilakukan terhadap semua blok pada tiap divisi.

Data sensus hidup-mati diambil dengan cara mensensus 50 % dari total ba-ris tanaman dalam tiap satu blok. Sensus dapat dilakukan oleh satu orang pekerja jika blok atau gawangan cukup bersih. Sensus dilakukan oleh 2 orang jika wangan masih banyak kayu, ranting dan pelepah yang melintang di tengah ga-wangan. Satu orang bertugas sebagai pencatat sensus dan satu orang lagi sebagai perintis jalan.

Tiap tim masuk dalam gawangan yang telah ditentukan ketua regu ke-mudian gawangan diberi tanda berupa pelepah atau kayu sebagai tanda bahwa ga-wangan tersebut sudah disensus. Pencatan dalam sensus hidup mati meliputi nama blok, arah sensus, nomor baris, nomor pancang, jumlah tanaman hidup dan mati. Karyawan perusahaan dapat mensensus 4-8 lorong/hari tergantung pada kondisi kebersihan blok yang disensus. Prestasi mahasiswa dalam satu hari dapat me-nyensus 2-4 lorong (1 lorong = 2 baris tanaman).


(42)

Sensus Produksi

Sensus produksi adalah sensus terhadap rumpun sagu yang meliputi tinggi dan jumlah anakan. Sensus produksi dilakukan untuk memprediksi hasil yang dapat dipanen, waktu panen dan inventarisasi jumlah anakan. Prediksi hasil panen dapat dilihat dari tinggi tanaman. Prediksi waktu panen dilihat dari tinggi tanaman dan fase tanaman yang ada di lapang.

Sensus dilakukan dengan mengambil data sensus 50 % dari total baris ta-naman dalam satu blok. Sensus produksi dalam teknis pelaksanaanya sama de-ngan sensus hidup-mati hanya data yang dicatat yang berbeda. Fase pertumbuhan yang dicatat meliputi fase nyorong dan berbunga sedangkan anakan yang dicatat adalah anakan yang memiliki bobot 3-5 kg, 5-10 kg dan > 10 kg.

Kegiatan sensus diawali dengan pembagian gawangan, kemudian gawang-an diberi tgawang-anda denggawang-an pelepah atau kayu. Teknik dalam pengukurgawang-an tinggi ta-naman mengunakan alat berupa bambu yang telah diberi ukuran. Namun, pada kenyataan di lapang pengukuran tinggi mengunakan perkiraan dari seorang pen-catat sensus.

Penentuan bobot anakan dilakukan dengan mengukur lebar pelepah daun yang berada 50 cm dari permukaan tanam. Jika lebar 3-5 cm maka bobot anakan 3-5 kg, 5-8 cm bobot anakan 5-10 kg dan lebar > 8 cm bobot anakan > 10 kg. Ke-giatan sensus produksi pada tahun 2011 tidak dilaksanakan karena perusahaan masih menggunakan data sensus produksi tahun 2010.

Pemanenan Sagu

Panen sagu di PT. National Sago Prima memerlukan waktu 10-12 tahun untuk menghasilkan sekitar 6-7 tual/batang serta dapat dipanen sebanyak 26 ba-tang/ha/tahun (Jong, 2001). Tual adalah satuan dari batang sagu berukuran 42 in-chi yang merupakan produk primer dari kebun NSP. Tanaman sagu yang siap di-panen ditunjukkan dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk, dan ba-tang. Tanaman sagu dipanen ketika daun-daun sagu telah memendek (fase nyorong) hingga mencapai fase inisiasi bunga (Gambar 6).


(43)

Tanaman sagu yang sesuai kriteria panen diberi tanda silang berwarna merah pada saat sensus produksi. Tanaman sagu ditebang menggunakan kapak dengan tujuan agar penebang dapat menentukan arah tebang yang sesuai sehingga batang sagu yang dipanen tidak merusak anakan di sekitarnya.

Gambar 6. Fase pemendekan daun (kiri) danFase inisiasi bunga (kanan)

Panen sagu di PT. NSP dikelola oleh 3 pihak : divisi, kontarktor, dan SL (Supply and Logistic). Divisi bertanggung jawab dalam menentukan batang sagu yang sudah siap panen. Selanjutnya, panen akan dilakukan oleh pemborong (kontraktor panen) dari mulai penebangan, pemotongan hingga penarikan tual menuju kanal kolektor. Tual di kanal akan ditarik menuju DAM 1 hingga keluar Surat Pengantar Tual (SPT) 1.

Tual umumnya diikat dengan menggunakan tali sepanjang 16 m dan setiap tali dapat mengikat sekitar 30 tual. Tual kemudian akan ditarik sampai di tempat penampungan tual (logpond) oleh kontraktor pengeluaran hingga keluar SPT 2. Tual di logpond dapat mencapai 5000 tual dan akan diambil oleh pembeli setelah terjadi kesepakatan harga. Tual resmi dijual dan menjadi hak pembeli setelah ke-luar BASTS (Berita Acara Serah Terima Tual Sagu).

Pihak yang terlibat dalam pembuatan BASTS adalah pengangkut, pembeli, asisten divisi yang mengeluarkan tual, koordinator asisten, asisten SL, dan di-setujui oleh General Manager (GM) PT. National Sago Prima. Pemanenan sagu yang dilakukan PT.National Sago Prima harus berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) (Lampiran 4).


(44)

PEMBAHASAN

Gulma di Perkebunan Sagu

Tumbuhan dibagi menjadi dua yaitu tumbuhan yang menguntungkan dan yang merugikan. Tumbuhan yang menguntungkan adalah tumbuhan yang di-budidayakan oleh manusia untuk ditanam karena mempunyai nilai ekonomis (ta-naman) sedangkan tumbuhan yang merugikan adalah tumbuhan yang tidak di-kehendaki keberadaannya atau dalam bahasa pertanian sering disebut dengan gul-ma (weed).

Batasan gulma bersifat teknis dan plastis. Batasan bersifat teknis karena terkait dengan proses produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma dapat menurunkan hasil karena mengganggu pertumbuhan tanaman melalui kompetisi. Batasan gulma bersifat plastis, karena batasan plastis tidak mengikat suatu spesies tertentu.

Sifat khusus dari gulma menurut Yunafsi (2007) adalah mempunyai ke-mampuan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) yang tinggi dan tetap hidup pada keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan dan juga mempunyai sifat dor-mansi yang baik, sehingga berkemampuan untuk dapat tumbuh dan berkembang sangat besar. Kegiatan teknis budidaya tanaman sagu meliputi persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan.

Kegiatan budidaya yang menjadi fokus PT. National Sago Prima adalah pembibitan dan pengendalian gulma. Kegiatan pembibitan dan pengendalian gul-ma menjadi fokus kerja PT. National Sago Prigul-ma karena sebagaian besar blok-blok pertanaman memiliki persentase kehidupan yang rendah dan keberadan gul-ma yang sudah melebihi ambang batas ekonomi.

Pengelolaan gulma dilakukan pada dua tempat, yaitu di piringan sagu dan di gawangan (interrow) rumpun sagu. Pengendalian gulma di gawangan antara lain menurut SOP Weeding PT. National Sago Prima (2010) bertujuan untuk me-ngurangi kompetisi hara, air, dan sinar matahari, mempermudah kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lain serta menekan populasi hama.


(45)

Pengendalian gulma di piringan rumpun sagu bermanfaat untuk meng-urangi kompetisi unsur hara dan air karena akar halus tanaman masih di sekitar pi-ringan, meningkatkan efisiensi pemupukan dan mempermudah kontrol pelaksana-an ppelaksana-anen dpelaksana-an aplikasi pemupukpelaksana-an.

Pengendalian gulma merupakan subjek yang sangat dinamis dan perlu strategi yang khas untuk setiap kasus. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan adalah jenis gulma dominan, tanaman bu-didaya utama, alternatif pengendalian yang tersedia, dampak ekonomi dan eko-logi. Keadaan gulma secara umum di perkebunan sagu yakni semakin bertambah umur tanaman sagu maka pertumbuhan gulma semakin tertekan karena ternaungi. Oleh karena itu efisiensi atas biaya, rotasi dan dosis bisa dilakukan penyesuaian (rotasi dan dosis dapat dikurangi).

Kondisi gulma lebih didominasi oleh jenis pakis (Nephrolepis biseratta

Schott.) dengan tingkat penutupan >80 % pada blok yang mengalami keterlambat-an rotasi weeding mketerlambat-anual. Gulma pakis menutupi gawketerlambat-angketerlambat-an bersih dketerlambat-an piringketerlambat-an yang seharusnya bersih dari keberadaan gulma. Kondisi penutupan gulma yang tinggi disebabkan karena adanya keterlambatan dalam rotasi pengendalian gulma manual selama 2 bulan. Keterlambatan pengendalian manual mengakibatkan bi-aya yang dikeluarkan perusahaan untuk pemeliharaan akan semakin besar dan me-nyulitkan dalam pengendalian secara kimia.

Aplikasi Herbisida

Dosis herbisida yang digunakan untuk pengendalian gulma sangat ter-gantung dari gulma sasaran yang akan dikendalikan. Ketepatan dalam penggunaan dosis di lapang menjadi aspek penting dalam efisiensi biaya dan efek fitotoksisitas terhadap lingkungan tumbuh sagu.

Dosis herbisida sebelum aplikasi di lapang harus disesuaikan menjadi konsentrasi dan volume larutan semprot. Hal pertama yang harus dilakukan adalah kalibrasi alat semprot dan nozel, serta menghitung kecepatan jalan untuk meng-etahui kebutuhan volume semprot per hektar. Konsentrasi larutan semprot di-hitung dengan memakai data dosis per hektar dan kebutuhan volume larutan semprot per hektar.


(46)

Namun, keberadaan gulma Nephrolepis sp. ditinjau dari aspek ekologi ti-dak sepenuhnya harus diberantas karena keberadaan gulma pakis (Nephrolepis

sp.) berfungsi sebagai penutup tanah (cover crop) dan penyeimbang kelembaban di atas permukaan tanah. Gulma Nephrolepis sp. hanya dikendalikan di jalur ber-sih (gawangan) dan piringan rumpun sagu.

Dosis herbisida

Dosis herbisida yang digunakan oleh PT. National Sago Prima yaitu paraquat 1.5 l / ha dan metil metsulfuron 62.5 g / ha , dengan volume semprot 400 l/ ha. Penyemprotan mengunakan alat knapsack sprayer SOLO-15 (kapasitas 15 liter) dan GS-16 (kapasitas 16 liter) dengan warna nozel semprot biru.

Kecepatan jalan

Faktor kecepatan jalan sangat dipengaruhi oleh bentuk topografi areal, penghalang seperti batang kayu yang melintang, kerapatan gulma, dan volume semprot yang dibutuhkan. Seorang penyemprot yang berpengalaman dapat me-nempuh jarak antara 30-48 meter/menit, maka dari itu penyemprot harus dilatih berjalan dengan kecepatan yang sesuai agar diperoleh hasil pengendalian yang op-timal.

Tekanan pompa semprot

Tekanan pompa semprot sprayer (Solo-15 atau GS-16) yang umum di-gunakan untuk penyemprotan herbisida adalah 1 kg/cm². Jika tekanan pompa ku-rang atau berlebih, maka akan dihasilkan pancaran semprot yang kuku-rang sempur-na. Hal ini akan berpengaruh pada efektivitas herbisida dalam mengendalikan gulma terutama gulma yang dominan di perkebunan sagu.

Nisbah Jumlah Dominan Gulma

Analisis vegetasi merupakan metode yang dilakukan untuk mengetahui penyusun vegetasi secara tepat. Analisis vegetasi berfungsi untuk mengetahui gul-ma dominan di suatu areal sehingga dapat ditentukan cara pengendalian gulgul-ma yang sesuai, serta dapat mengetahui perubahan vegetasi akibat adanya pengaruh suatu pengendalian gulma. Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi


(47)

di-dasarkan pada keragaman dan distribusi gulma. Apabila komposisinya merata, cukup diambil satu petak sampel ditengah areal sehingga dapat mewakili vegetasi tersebut.

Jenis gulma yang menyusun suatu vegetasi sangat bermacam-macam dan banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan atau habitatnya. Hasil penelitian Rahman (2009) menyatakan bahwa jenis gulma dominan pada tanaman sagu dengan jarak tanam 8 m x 8 m adalah jenis pakis, pohon geronggang (Crtoxylon formosum Dyer) dan beberapa jenis pohon yang berdiameter 10-30 cm. Kom-posisi vegetasi yang dilaporkan Amarilis (2009) juga terdiri atas beragam spesies gulma yaitu Nephrolepis sp. (76.82 %), Mikania michranta (9.61 %), Boreria sp. (4.12 %), Stenochlaena palustris (6.29 %), Melastoma malabathricum (0.61 %), dan Gleichenia linearis (2.55 %) karena pemeliharaan kebun kurang diperhati-kan.

Petak percontohan dilakukan untuk mengetahui metode pengelolaan gulma yang efektif di perkebunan sagu. Pengambilan sampel dilakukan secara acak langsung karena vegetasi gulma yang beragam di petak percontohan. Analisis vegetasi dilaksanakan pada petak percontohan sebelum dan setelah pengendalian gulma secara manual maupun kimia untuk mengetahui nisbah jumlah dominan gulma (NJD) (Tabel 2).

Tabel 2. Nisbah Jumlah Dominan Gulma (NJD)

No Spesies Sebelum

Aplikasi

Setelah Aplikasi 1 Nephrolepis sp. 82.50% 78.87 % 2 Mikania michranta 9.40% 3.21 %

3 Boreria sp. 6.60% 0 %

4 Gleichenia linearis 1.50% 0 % 5 Stenochlaena palustris 0 % 14.78 % 6 Melastoma malabathricum 0 % 3.14 %


(1)

Lampiran 5. SOP Pemanenan Sagu PT. National Sago Prima

Pemanenan sagu yang dilakukan PT.National Sago Prima harus

ber-dasarkan

Standard Operating Procedure

(SOP). Divisi SL (

Supply and Logistic

)

menerapkan SOP pemanenan sagu sebagai berikut :

1. Sensus taksasi sagu dilakukan untuk mengetahui jumlah sagu yang bisa

di-panen dalam satu tahun kerja.

2. Penawaran penjualan tual sagu kepada calon kontraktor pembeli sagu dengan

cara tender lokal.

3. SPK Pembelian Tual Sagu dibuat, sekaligus dengan SPK Penebangan Tual

Sa-gu.

4. Kepada calon kontraktor yang hanya mengambil kontrak pembelian, maka

untuk kontrak penebangan tual sagu bisa ditawarkan kepada kontraktor lain.

5. Nilai satu kontrak dibuat secara bertahap dengan jumlah tertentu, biasanya

4.000 tual untuk satu kali kontrak.

6. Setelah SPK Pembelian Sagu dan SPK Penebangan Tual sagu ditandatangani,

maka kegiatan penebangan baru bisa dilakukan.

7. Dari blok penebangan, tual sagu ditarik menuju ke kanal untuk dirakit, baru

kemudian ditarik ke logpond (laut).

8. Di logpond (laut) tual sagu dikumpul, setelah mencapai di atas 1.500 tual, baru

ditarik dengan kapal motor kayu menuju pabrik.

8. Untuk sementara sambil menunggu beroperasinya pabrik sendiri, maka tual

sagu hanya dijual kepada pemilik-pemilik pabrik yang ada di Selat Panjang.

9. Untuk tujuan dan keperluan riset, sagu bisa ditebang dengan jumlah tertentu.


(2)

Lampiran 6. Nisbah Jumlah Dominansi Gulma Sebelum Aplikasi

A.

NJD Gulma di Gawangan

NO SPESIES KERAPATAN BOBOT KERING FREKUENSI NJD

KM KN BKM BKN FM FN

1 Nephrolepis sp 64 82% 1065 88% 15 68% 79%

2 Mikania sp 10 13% 32,1 3% 4 18% 11%

3 Borreria sp 2 3% 95 8% 2 9% 7%

4 Gleichenia linearis 2 3% 15 1% 1 5% 3%

TOTAL 78 1207,1 22

B.

NJD Gulma di Piringan

NO SPESIES KERAPATAN BOBOT KERING FREKUENSI NJD

KM KN BKM BKN FM FN

1 Nephrolepis sp 57 88% 870 93% 15 79% 87%

2 Mikania sp 5 8% 39 4% 2 11% 7%

3 Borreria sp 3 5% 25 3% 2 11% 6%

4 Gleichenia linearis 0 0% 0 0% 0 0% 0%

TOTAL 65 934 19

Keterangan :

KM

: Kerapatan Mutlak

KN

: Kerapatan Nisbi

BKM : Bobot Kering Mutlak

BKN : Bobot Kering Nisbi

FM

: Frekuensi Mutlak

FN

: Frekuensi Nisbi


(3)

Lampiran 7. Pengamatan Jumlah Anakan

Ulangan Perlakuan Minggu Setelah Aplikasi

2 4 6 8

1 P1 232 232 232 235

1 P2 311 312 318 318

1 P3 322 322 322 322

1 P4 301 303 307 306

1 P5 180 181 182 183

Rata-Rata 269,2 270,0 272,2 272,8

2 P1 204 209 209 209

2 P2 200 206 206 209

2 P3 194 200 200 202

2 P4 225 227 227 227

2 P5 92 96 96 96

Rata-Rata 183,0 187,6 187,6 188,6

3 P1 220 230 230 230

3 P2 213 224 226 227

3 P3 146 152 153 154

3 P4 222 228 228 228

3 P5 129 138 140 143

Rata-Rata 186,0 194,4 195,4 196,4

Keterangan :

P1

: Kontrol (penebasan)

P2

: Penebasan+Paraquat 1.5 L/ha

P3

: Penebasan+Glifosat 5 L/ha

P4

: Penebasan+ Metil Metsulfuron 100 g/ha


(4)

Lampiran. 8 Pengamatan Jumlah Pelepah Daun Anakan Sagu

A.

Anakan Luar

Ulangan Perlakuan Minggu Setelah Aplikasi

2 4 6 8

1 P1 19 26 26 26

1 P2 28 30 30 30

1 P3 29 28 30 30

1 P4 33 33 35 34

1 P5 21 23 26 24

2 P1 26 31 35 41

2 P2 26 27 32 35

2 P3 28 28 26 33

2 P4 23 27 16 26

2 P5 19 20 32 17

3 P1 31 31 31 32

3 P2 35 40 40 40

3 P3 22 25 25 25

3 P4 26 31 31 31

3 P5 22 21 20 20

B.

Anakan Dalam

Ulangan Perlakuan Minggu Setelah Aplikasi

2 4 6 8

1 P1 21 21 21 21

1 P2 23 26 25 26

1 P3 29 25 26 25

1 P4 26 26 29 29

1 P5 12 12 14 15

2 P1 29 31 32 33

2 P2 32 36 33 32

2 P3 27 33 23 33

2 P4 23 22 24 24

2 P5 24 23 24 24

3 P1 31 23 23 24

3 P2 32 32 32 32

3 P3 38 30 30 32

3 P4 31 19 19 20


(5)

Lampiran 9. Pengamatan Penutupan Akar Nafas

ulangan perlakuan Minggu Setelah Aplikasi

1 3 5 7

1 P1 38,33% 46,67% 6,67% 10,00%

1 P2 10,00% 16,67% 5,00% 10,00%

1 P3 33,33% 33,33% 8,33% 10,00%

1 P4 23,33% 33,33% 6,67% 10,00%

1 P5 30,00% 33,33% 6,67% 10,00%

2 P1 33,33% 20,00% 20,00% 20,00%

2 P2 13,33% 13,33% 13,33% 13,33%

2 P3 30,00% 10,00% 10,00% 10,00%

2 P4 23,33% 13,33% 16,67% 16,67%

2 P5 30,00% 30,00% 20,00% 20,00%

3 P1 33,33% 13,33% 10,00% 33,33%

3 P2 33,33% 11,67% 13,33% 33,33%

3 P3 40,00% 16,67% 20,00% 40,00%

3 P4 30,00% 16,67% 16,67% 33,33%

3 P5 83,33% 16,67% 16,67% 23,33%

Keterangan :

P1

: Kontrol (penebasan)

P2

: Penebasan+Paraquat 1.5 L/ha

P3

: Penebasan+Glifosat 5 L/ha

P4

: Penebasan+ Metil Metsulfuron 100 g/ha


(6)

Lampiran 10. Pengamatan Perubahan Warna Pelepah Daun Anakan Sagu

A.

Anakan Dalam

ulangan perlakuan Minggu Setelah Aplikasi

2 4 6 8

1 P1 3 2 2 2

1 P2 2 2 3 3

1 P3 2 2 3 3

1 P4 2 2 3 3

1 P5 2 2 2 2

2 P1 3 2 2 2

2 P2 3 3 3 3

2 P3 3 2 2 2

2 P4 3 2 2 2

2 P5 3 2 2 2

3 P1 2 1 1 1

3 P2 3 3 2 2

3 P3 3 3 3 3

3 P4 3 3 3 3

3 P5 2 2 2 2

B.

Anakan Luar

ulangan perlakuan Minggu Setelah Aplikasi

2 4 6 8

1 P1 2 2 2 2

1 P2 2 2 3 3

1 P3 3 2 3 3

1 P4 1 2 3 3

1 P5 2 2 2 2

2 P1 2 2 2 2

2 P2 3 3 3 2

2 P3 3 2 2 2

2 P4 3 2 3 3

2 P5 3 2 1 1

3 P1 2 2 2 2

3 P2 3 3 3 3

3 P3 2 2 2 2

3 P4 2 2 2 1


Dokumen yang terkait

Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selatpanjang, Riau, dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit

0 16 63

Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) Di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau Dengan Aspek Pengaturan Jarak Tanam

1 9 112

Taksasi produksi tanaman sagu (Metroxylon sp.) di PT.National Timber forest product unit HTI murni sagu, Selatpanjang, Riau

0 12 84

Aspek Pengendalian Gulma di Perkebunan Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.) di PT.National Timber and Forest Product, Selat Panjang, Riau

0 4 8

Pengelolaan budidaya sagu (Metroxylon spp.) Di PT National sago prima, Selat Panjang, Riau dengan aspek khusus pemangkasan dan aplikasi

1 17 169

Pengelolaan sagu (Metroxylon spp.) Di PT National sago Prima, selat panjang Kab. Kepulauan Meranti, Riau, dengan aspek khusus pertumbuhan bibit di lapang

0 2 113

Pengelolaan sagu (Metroxylon sagu Rottb.) di PT. National Sago Prima, Kab. Kepulauan Meranti, Riau, dengan studi kasus pengaruh teknik persemaian dan jenis tanaman induk terhadap pertumbuhan bibit sagu

0 7 150

Pengelolaan perkebunan sagu (Metroxylon spp) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau: seleksi bibit sagu berdasarkan jenis, tinggi pohon induk dan bobot bibit sagu terhadap pertumbuhan bibit sagu di persemaian

2 8 127

Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon Sago Rottb.) Di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau Dengan Aspek Khusus Pengambilan Sampel Pelepah

0 8 257

Pengembangan Papan Komposit dari Limbah Perkebunan Sagu ( Metroxylon sago Rottb.) (Development of Composite Board made from Sago ( Metroxylon sago Rottb.) Plantation Waste)

0 0 10