Molecular identification of Trichoderma spp. of Indonesia and their antagonistic activities against Fusarium oxysporum f.sp. cubense
IDENTIFIKASI MOLEKULER Trichoderma spp. DAN
AKTIVITAS ANTAGONISNYA TERHADAP
Fusarium oxysporum f.sp. cubense
VIVI OKTAVIANIS EFENDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Molekuler
Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum
f.sp cubense adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Vivi Oktavianis Efendi
NIM G351100011
RINGKASAN
VIVI OKTAVIANIS EFENDI. Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan
Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Dibimbing
oleh GAYUH RAHAYU dan IMAN HIDAYAT.
Trichoderma merupakan salah satu cendawan kosmopolit yang tersebar
luas di tanah dan kayu yang lapuk. Berbagai spesies Trichoderma telah banyak
dimanfaatkan, sebagai penghasil enzim dan senyawa metabolit lain ataupun
sebagai agens biokontrol. Oleh sebab itu, identitas dari galur Trichoderma
menjadi penting. Sampai saat ini, banyak identitas biakan-biakan Trichoderma di
Indonesia yang diragukan validitasnya.
Konsep Trichoderma berubah dari waktu ke waktu. Upaya yang
signifikan dalam merumuskan konsep Trichoderma pertama kali dilakukan oleh
Rifai pada tahun 1969 berdasarkan pendekatan karakter morfologi. Trichoderma
dibagi menjadi 9 agregat spesies, yaitu T. piluliferum, T. polysporum, T. hamatum,
T. koningii, T. aureoviride, T. harzianum, T. longibrachiatum, T. pseudokoningii,
dan T. viride. Konsep ini kemudian direvisi oleh Bissett di tahun 1991 dengan
memperkenalkan 5 seksi (section) yaitu seksi Trichoderma, seksi
Longibrachiatum, seksi Saturnisporum, seksi Pachybasium, dan seksi
Hypocreanum. Seiring dengan berkembangnya metode ekstraksi DNA cendawan
dan analisis filogenetik, pendekatan identifikasi pada spesies Trichoderma ikut
berubah dari morfologi menjadi kombinasi antara morfologi dan analisis
filogenetik. Pendekatan analisis filogenetik pertama terhadap Trichoderma
dilakukan oleh Kindermann pada tahun 1998 yang menggunakan analisis sekuen
DNA daerah ITS terhadap 85 strain Trichoderma. Kemudian, ketika pendekatan
gen tunggal tidak dapat diandalkan untuk membedakan beberapa spesies yang
secara morfologi mirip, analisis multigen ternyata dapat membedakan spesiesspesies itu. Pada saat ini lokus yang digunakan dalam analisis filogenetik dan
identifikasi spesies dalam Trichoderma telah ditetapkan yaitu, ITS, tef α-1, RPB2,
dan Endokitinase.
Penelitian Trichoderma di Indonesia telah banyak dilakukan, tetapi hanya
sedikit penelitian yang mencakup studi keanekaragaman dan taksonomi. Studi
keanekaragaman dan taksonomi Trichoderma asal Indonesia penting dilakukan
karena dapat menjadi model bagi studi keragaman cendawan lainnya. Oleh sebab
itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi 27 nomor aksesi Trichoderma
koleksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Microbial Collection (LIPIMC)
dan Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC) yang berasal dari
serasah dan tanah berbagai di Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua gen
(ITS dan tef α-1). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengkarakterisasi
aktivitas antagonis Trichoderma spp. terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense
(Foc), penyebab penyakit layu Fusarium pada pisang, karena adanya tuntutan
masyarakat untuk mengembangkan agen biokontrol Foc.
Identifikasi Trichoderma dimulai dari tahapan awal yaitu dengan
melakukan karakterisasi morfologi. Karakter koloni diamati pada biakan berumur
5 hari yang diinkubasi pada kondisi ruangan. Setelah itu, preparat mikroskopiknya
dibuat dengan menggunakan metode Riddle dan preparat diamati dibawah
mikroskop Olympus BX53. Karakter koloni dan karakter mikroskopik dicatat
sebagai bahan untuk identifikasi morfologi.
Analisis molekuler filogenetik dimulai dengan menumbuhkan isolat
Trichoderma pada media Potato Dextrose Broth (PDB) dan diinkubasi pada suhu
27˚C selama 3-5 hari. DNA di ekstraksi dengan menggunakan DNA
PhythopureTM Kit Extraction (GE Healthcare, UK), kemudian dilanjutkan
amplifikasi daerah ITS dengan pasangan primer ITS4 (5’-TCCTCCGCTTATTG
ATATGC-3’) dan ITS5 (5’-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3’), dan tef α-1
(translation elongation factor α-1) dengan pasangan primer tef1-fw (5'GTGAGCGTGGTATCACCA-TCG-3') dan tef1-rev (5'-GCCATCCTTGGA
GACCAGC-3'). Sekuensing DNA dilakukan dengan mengirimkan produk ke
FirstBASE (Malaysia). DNA sekuen PCR dianalisis dengan menggunakan
program MEGA (Molecular Evolution and Genetic Analysis) versi 5.05. Pada
analisis ini, kekerabatan dianalisis dengan metode Neighbor Joining (NJ). Situs
yang berisi kesenjangan sebagian dikeluarkan dalam analisis. Dukungan untuk
cabang-cabang internal diperoleh dengan analisis bootstrap dengan 1000 ulangan.
Analisis gen tunggal dan multigen menunjukkan bahwa topologi pohon
filogenetik yang dihasilkan dari analisis ITS mirip dengan pohon filogenetik hasil
analisis kombinasi ITS-Tef α-1. Berdasarkan analisis multigen ini, galur-galur
Trichoderma koleksi LIPIMC dan IPBCC tersebar kedalam 3 seksi yaitu seksi
Longibrachiatum, seksi Trichoderma dan seksi Pachybasium. Sebanyak 25 dari
27 nomor aksesi berhasil diidentifikasi dan tersebar dalam 7 spesies yaitu T.
asperellum, T. atroviride dan T. ovalisporum (masing-masing 1 nomor), T.
harzianum (11 nomor), T. reesei, dan T. virens (masing-masing 3 nomor) dan T.
tawa (5 nomor). Dua nomor aksesi lainnya belum dapat diidentifikasi, dan akan
dianalisis lebih lanjut dengan primer gen RPB II.
Pada uji antagonis terhadap Foc, semua nomor aksesi memiliki daya
hambat langsung dan tidak langsung (melalaui senyawa volatil) yang bervariasi.
Daya hambat tertinggi ditunjukkan oleh T. tawa IPBCC 13.1031 yaitu 85.63%
dengan tipe interaksi 3. Pada uji volatil, tiga galur terbaik yaitu T. harzianum
LIPIMC 0572, T. ovalisporum LIPIMC 0571, dan Trichoderma sp. LIPIMC 0570
menunjukkan aktivitas antagonis senyawa volatilnya dengan nilai persentase daya
hambat berturut-turut sebesar 45,25%,45,65%, dan 45,38%.
Kata kunci: biokontrol, Fusarium oxysporum f.sp cubense, filogenetik, taksonomi,
Trichoderma
SUMMARY
VIVI OKTAVIANIS EFENDI. Molecular identification of Trichoderma spp. of
Indonesia and their antagonistic activities against Fusarium oxysporum f.sp.
cubense. Supervised by GAYUH RAHAYU and IMAN HIDAYAT.
Trichoderma is a cosmopolitan fungus that widespread in the soil and
rotten wood. Various species of Trichoderma have been used, as a producer of
enzymes and other metabolites or as a biocontrol agent. Therefore, identification
of Trichoderma strains become important. Until now, many identity culture
Trichoderma in Indonesia have doubtful validity.
Trichoderma concept changed from time to time. Significant efforts in
formulating the concept of Trichoderma was first performed by Rifai in 1969
based approach to morphological characters. Trichoderma species are divided into
9 aggregates, namely T. piluliferum, T. polysporum, T. hamatum, T. koningii, T.
aureoviride, T. harzianum, T. longibrachiatum, T. pseudokoningii, and T. viride.
This concept was later revised by Bissett in 1991 with the introduction of section
5 (section) is section Trichoderma, section Longibrachiatum, section
Saturnisporum, section Pachybasium, and section Hypocreanum. Along with the
development of methods of DNA extraction and phylogenetic analysis of the
fungus, identification of Trichoderma species have been changed from
morfohology in to combination of morphology and phylogenetic analysis. The
first, phylogenetic analysis approach of Trichoderma by Kindermann in 1998
using DNA sequence analysis of the ITS region to 85 strains of Trichoderma.
Then, when the approach of a single gene can not be relied upon to distinguish
some species that are morphologically similar, multigene analysis was able to
distinguish the species. At this time locus used in phylogenetic analysis and
species identification in Trichoderma has been established that, ITS, tef α-1,
RPB2, and Endokitinase.
Trichoderma research in Indonesia have been carried out, but only a few
research that include diversity and taxonomic studies. Trichoderma diversity and
taxonomic studies from Indonesia is important because it can serve as a model for
other fungal diversity studies. Therefore, this study aims to identify the 27
accession numbers Trichoderma collection of LIPIMC and IPBCC derived from
litter and soil in Indonesia through a variety of phylogenetic approaches two genes
(ITS and tef α-1). In addition, this research also aimed to characterize the
antagonistic activity of Trichoderma spp. against Fusarium oxysporum f.sp.
cubense (Foc), causes Fusarium wilt disease in bananas, because of the demands
of the community to develop a biocontrol Foc agent.
Identification of Trichoderma started early stages by performing
morphological characterization. Colonies character observed in 5 days that were
incubated at room conditions. After that, the microscopic preparations were made
by using the method of Riddle and preparations were observed under a
microscope Olympus BX53. Colony characters and microscopic characters are
recorded as a material for morphological identification.
Molecular phylogenetic analysis was started by growing Trichoderma
isolates on media Potato Dextrose Broth (PDB) and incubated at 27˚C for 3-5
days. DNA extraction using PhythopureTM DNA Extraction Kit (GE Healthcare,
UK), and then proceed with the ITS region amplification primer pair ITS4 (5'-TC
CTCCGCTTATATATGC-3') and ITS5 (5'-GGAAGTAAAAGTCGTAACAA
GG-3'), and α tef -1 (translation elongation factor-1 α) with primer tef1-fw (5'-GT
GAGCGTGGTATCACCATCG-3 ') and tef1-rev (5'-GCCATCCTTGGAGACC
AGC-3'). DNA sequencing is done by sending the product to FirstBASE
(Malaysia). DNA sequences were analyzed by PCR using the MEGA program
(Molecular Evolution and Genetic Analysis) version 5.05. On this analysis,
kinship was analyzed by Neighbor Joining method (NJ). Sites that contain gaps
partially excluded in the analysis. Support for internal branches obtained by
bootstrap analysis with 1000 repition.
Single gene and multigene analysis showed that the topology of the
phylogenetic tree generated from ITS analysis that similar to the result from
phylogenetic tree analysis combination ITS - tef-1α. Based on this multigene
analysis, Trichoderma strains LIPIMC collection and IPBCC spread into 3
sections: section Longibrachiatum, section Pachybasium and section
Trichoderma. A total of 25 of the 27 accession numbers were identified and
spread in 7 species namely T. asperellum, T. atroviride and T. ovalisporum (each
1 number), T. harzianum (11 numbers), T. reesei, and T. virens (each 3 numbers)
and T.tawa (5 numbers). Two other accession numbers can not be identified, and
will be analyzed further by RPB II gene primers.
In the test antagonist to F.oxysporum f.sp. cubense, all the accession
numbers have inhibitory effects of direct and indirect (volatile compounds) have
variation. Highest inhibition was shown by T. tawa IPBCC 13.1031 is 85.63%
with type 3 interaction. In the volatile test, the three best strains namely T.
harzianum LIPIMC 0572, T. ovalisporum LIPIMC 0571, and Trichoderma sp.
LIPIMC 0570 volatilnya compounds showed antagonist activity with percentage
inhibition values, respectively for 45.25%, 45.65%, and 45.38%.
Keywords: biocontrol, Fusarium oxysporum f.sp cubense, phylogenetics,
taxonomy, Trichoderma
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan
hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan sesuai tata cara atau kebiasaan
ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya diperuntukan bagi kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya tanpa izin
IPB
IDENTIFIKASI MOLEKULER Trichoderma spp. DAN
AKTIVITAS ANTAGONISNYA TERHADAP Fusarium
oxysporum f.sp. cubense
VIVI OKTAVIANIS EFENDI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji luar komisi pada ujian tesis : Prof. Mien Achmad Rifai, M.Sc., Ph.D
Judul
Nama
NIM
: Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas
Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp cubense
: Vivi Oktavianis Efendi
: G351100011
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing
Dr Ir Gayuh Rahayu
Ketua
Dr Iman Hidayat
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penelitian dan penulisan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya
ilmiah ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Institut
Pertanian Bogor. Tesis ini ditulis berdasarkan penelitian yang berjudul Identifikasi
Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium
oxysporum f.sp. cubense.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Gayuh Rahayu dan Dr. Iman Hidayat selaku pembimbing yang telah sabar, setia
dan tulus dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan semangat
selama penelitian sampai akhir penulisan tesis ini.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Departemen Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia atas beasiswa BPPS tahun 2011, dan kepada Rektor
dan Jajaran Pimpinan Universitas Bung-Hatta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada Prof. Mien Achmad Rifai,
M.Sc., Ph.D atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dan Prof. Dr. Anja
Meryandini selaku Ketua Mayor Mikrobiologi. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada sensei Izumi Okane, Ph.D, Dr. Kartini Kramadibrata dan
Muhammad Ilyas, M.Si, yang telah membantu dan bersedia berbagi dalam banyak
hal untuk menunjang kelancaran selama proses penelitian. Tidak lupa penulis
mengucapkan terimakasih kepada staf Laboratorium Biosistematika dan
Laboratorium Analitik LIPI-Cibinong, Ibu Yeni, Ibu Mia, Mas Dian, Pak Mul,
Reva, dan Anis atas bantuannya selama kegiatan penelitian di laboratorium.
Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada teman-teman
Mikrobiologi 2010 dan 2011 atas dukungan, semangat, kebersamaan, bantuan dan
doanya. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Floreta Fiska Yuliarni,
mbak Israwati Harahap, Mutiara K. Pitaloka, Ivan Permana Putra, Ibu Anastasia
Tatik Hartanti, Ibu Nani Radiastuti, Sepriyadi Rihi sebagai teman-teman satu
laboratorium yang selalu memberikan dukungan, semangat dan bantuannya dalam
kelancaran proses penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada
Yomal Harli yang selalu memberikan semangat, motivasi, ide, doa dan
kesabarannya dari awal sampai dengan penulis menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis ini, serta berbagai pihak lainnya yang terlibat dan membantu dalam
penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Akhirnya dengan penuh ketulusan ucapan terimakasih disampaikan
kepada Ayah dan Ibu tercinta (Ir.H.Yempita Efendi, MS dan Ir. Hj. Aniswarti)
serta adik-adik (Wulandari Wahyu Efendi, M. Ihsan Efendi dan M. Rizki Efendi)
atas doa, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang yang sangat luar biasa kepada
penulis. Serta kepada seluruh keluarga besar dan saudara sepupu yang telah
memberikan dukungan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan penelitian
dan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan informasi untuk
kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2013
Vivi Oktavianis Efendi
DAFTAR ISTILAH
Fialid, phialide. Suatu sel menyerupai bentuk botol yang membentuk konidium
berantai melalui mulutnya.
Fungisida. Suatu senyawa yang membunuh fungi.
Hifa, hypha. Filamen atau benang yang terdiri atas sel atau deretan sel yang
merupakan satuan dasar penyusun talus/soma dan tubuh buah.
Identifikasi. Membandingkan isolat yang belum diketahui dengan taksa yang ada
untuk menetapkan identitasnya.
Kitin. Polisakarida utama dalam dinding sel sebagian besar cendawan; merupakan
suatu polimer dari N-asetilglukosamin.
Kitinase. Enzim pengurai kitin menjadi monomer N-asetilglukosamin.
Koloni. Masa hifa yang berasal dari satu spora atau satu konidia.
Konidia. Mitospora non motil yang tidak dibentuk didalam sporangium; khas
anamorf yang dikariotik; juga disebut konidiospora.
Konidiofor, conidiophore. Hifa fertil, bisa tunggal atau bercabang yang mebawa
alat reproduksi atau menghasilkan konidia.
Konidiospora. Bagian perpanjangan hifa yang menjadi penyangga konidia.
Metabolit primer. Senyawa hasil metabolisme yang esensial digunakan oleh
kapang untuk pertumbuhan dan perbanyakan selnya.
Metabolit sekunder. Senyawa hasil metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh
kapang dan dikeluarkan dari sel kelingkungan.
Mikotoksin. Racun yang dihasilkan fungi dan mempunyai efek toksik terhadap
organisme lain.
Polifiletik. Genetis heterogen karena berasal dari kelompok nenek moyang yang
berlainan.
sp. Singkatan untuk satu spesies.
Spesies. Tingkatan takson.
Subglobos, subglobose. Tidak bulat benar
Septat, septate. Mempunyai sekat.
Seksi, section. Salah satu takson yang merupakan bagian dari genus dan
mencakup sebagian kecil spesies-spesies yang menjadi anggota genus
tersebut.
Sekat, septum. Dinding melintang dalam hifa yang membagi hifa menjadi sel-sel
Saprofit, saprophyte. Suatu tanaman yang mendapatkan makanan dari
pencernaan eksternal terhadap bahan-bahan organik yang telah mati;
umumnya salah digunakan pada fungi
Spesies khusus, form species. Spesies yang digolongkan ke dalam genus khusus
yang sengaja dibuat untuk menampung sebagian saja dari daur hidup
cendawan, fase/stadium tidak kawin. Contoh semua spesies dalam Fungi
Imperfecti.
spp. Singkatan untuk lebih dari satu spesies, tidak diketik miring
Taksa. Pengelompokkan organisme yang dibuat untuk tujuan sistematik; urutan
dalam ranking mulai dari spesies sampai Kingdom.
Taksonomi. Klasifikasi organisme berdasarkan kekerabatan evolusi mereka.
Telemorf. Bentuk seksual dari fungi; pada banyak taksa belum ditemukan.
Vertisil. Suatu kelompok fialid atau kelompok cabang metula di satu titik pada
hifa, biasanya di bagian septum, sehingga membentuk karangan bunga.
DAFTAR ISI
DAFTAR TAB
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep-konsep Trichoderma dan Spesiesnya
Antagonis Trichoderma terhadap F.oxysporum f.sp cubense
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Identifikasi Trichoderma
Pengamatan Morfologi
Ekstraksi DNA, Amplifikasi PCR, Sekuensing
dan Analisis Filogenetik
Uji Aktivitas Antagonis Trichoderma
4 HASIL
Identifikasi Trichoderma
Morfologi Trichoderma
Analisis Filogenetik
Antagonis Trichoderma
Uji Antagonistik Langsung
Uji Daya Hambat Senyawa Volatil Trichoderma spp.
5 PEMBAHASAN
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP................................................................................
xiii
xiii
1
2
2
4
7
7
7
8
9
10
10
12
18
18
20
21
25
26
26
26
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4.
5
Galur-galur Trichoderma spp. yang digunakan dalam penelitian
Kategori Interaksi Trichoderma terhadap Fusarium oxysporum
f.sp. cubense
Nomor koleksi dan nomor aksesi GenBank dari takson-takson
sekerabat yang digunakan dalam analisis filogenetik
Interaksi Trichoderma spp. dengan F.oxysporum f.sp cubense
pada uji antagonis langsung
Daya hambat senyawa volatil Trichoderma spp. terhadap
F.oxyporum f.sp cubense
8
9
12
18
20
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Bagan Alur Penelitian dan Luaran Penelitian
Karakteristik mikroskopis Trichoderma
Pohon filogenetik berdasarkan urutan data ITS nrDNA
Trichoderma spp. di Indonesia
Pohon filogenetik berdasarkan sekuen tefα-1 yang mewakili
pembagian Trichoderma spp. di Indonesia
Pohon filogenetik kombinasi ITS nrDNA dan tefα-1
Trichoderma spp. di Indonesia
Kategori aktivitas antagonis Trichoderma
3
11
15
16
17
19
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trichoderma merupakan salah satu cendawan saprob kosmoplitan yang
banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat yang
berkayu. Trichoderma dikenal sebagai salah satu cendawan yang dapat
dikembangkan sebagai agens biokontrol karena bersifat antagonis terhadap
cendawan lainnya terutama cendawan patogen (Carpenter et al. 2008). Beberapa
galur lainnya bermanfaat sebagai agens bioteknologi enzim, misal T. reesei
(Kumar et al.2008). Arti penting ekonomi ini menyebabkan identitas dari galur
Trichoderma menjadi sangat penting. Namun, identifikasi Trichoderma secara
morfologi masih cukup sulit karena banyaknya kemiripan karakter-karakter
morfologinya antara spesies-spesies (Druzhinina & Kubicek 2005).
Konsep-konsep dalam klasifikasi Trichoderma berkembang sesuai dengan
kemajuan teknologi. Trichoderma pertamakali diperkenalkan oleh Persoon pada
tahun 1794 berdasarkan ciri morfologinya. Kemudian, Rifai (1969) mempelajari
sekumpulan Trichoderma dan membaginya menjadi 9 agregat spesies, yaitu T.
piluliferum Webster & Rifai, T. polysporum (Link ex Pers.) Rifai, T. hamatum
(Bon.) Bain., T. koningii Oud., T. aureoviride Rifai, T. harzianum Rifai, T.
longibrachiatum Rifai, T. pseudokoningii Rifai, dan T. viride Pers. ex SF Graf
(Rifai 1969). Konsep agregat dan klasifikasi Trichoderma ini dipublikasikan pada
tahun 1969 dalam suatu monograf yang berjudul “A revision of the genus
Trichoderma”. Konsep ini direvisi oleh Bisett (1991a) dan Trichoderma dibagi ke
dalam 5 seksi (section) spesies biologi, yaitu seksi Trichoderma Bissett, seksi
Longibrachiatum Bissett, seksi Saturnisporum Doi et al., seksi Pachybasium
(Sacc.) Bissett dan seksi Hypocreanum Bissett (Bissett 1991a).
Pendekatan identifikasi berkembang pesat saat digunakan analisis
molekuler. Era molekuler ini dimulai dengan penggunaan daerah ITS1 dan ITS 2
(Kinderman et al.1998). Ketika ITS ditemukan ternyata tidak cukup beragam
untuk mengenali spesies-spesies yang secara morfologi berbeda, analisis multigen
mulai diperkenalkan untuk Trichoderma (Kullnig et al. 2002). Pada sepuluh tahun
terakhir, identifikasi Trichoderma ke tingkat spesies telah lebih mapan dengan
kemajuan dalam teknologi sekuensing DNA dan analisis filogenetik molekuler
(Druzhinina & Kubicek 2005). Analisis kombinasi dari internal transcribed spacer
1 dan 2 (ITS1 dan ITS2) dan gen tef α-1 dalam banyak kasus telah diakui sebagai
alat yang dapat digunakan dalam identifikasi rutin Trichoderma/Hypocrea
(Druzhinina et al. 2005). Hal yang sama diungkapkan oleh Taylor et al. (2004)
yang menyatakan bahwa penerapan konsep Genealogical Cocordance
Phylogenetic Species Recognition (GCPSR) telah menyelesaikan masalah
taksonomi dan identifikasi Trichoderma (Samuels 2006). Selain itu marka
molekuler Trichoderma yang memiliki kekuatan pembeda mulai dikembangkan
(Druzhinina et al. 2005; Kopchinskiy et al. 2005) untuk mengenali spesies-spesies
Trichoderma. Salah satu contohnya adalah daerah gen RNA polimerase II (RPB2)
yang digunakan untuk mengidentifikasi Trichoderma yang sebelumnya tidak
dapat diidentifikasi oleh lokus ITS dan tef α-1 (Hanada et al. 2008, Samuels et al.
2011).
2
Konsep GCPSR belum diterapkan untuk identifikasi cendawan asal
Indonesia termasuk Trichoderma. Mayoritas publikasi dari taksonomi
Trichoderma dari Indonesia didasarkan pada pendekatan klasik seperti yang
dilakukan oleh Nandang (2002), Amran (2008) dan Jamillah (2011). Oleh sebab
itu, pendekatan molekuler multigen untuk identifikasi Trichoderma asal Indonesia
diterapkan pada penelitian ini.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Microbial Culture Collection
(LIPIMC) dan Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC) menyimpan
koleksi Trichoderma. Sebanyak 27 nomor aksesi Trichoderma milik kedua
Culture Collection ini belum diidentifikasi sampai dengan spesies. Padahal
identitas yang akurat merupakan suatu prasyarat baku bagi koleksi mikroba yang
disimpan Culture Collection ini. Oleh sebab itu, koleksi ini digunakan sebagai
obyek evaluasi pendekatan-pendekatan identifikasi yang berkembang saat ini
dengan tujuan akhir adalah pemberian nama yang akurat.
Selain itu galur Trichoderma dengan sifat antagonis terhadap Fusarium
oxysporum fsp. cubense (Foc) diperlukan oleh masyarakat untuk mengendalikan
penyebab penyakit Panama pada pisang. Oleh sebab itu, pada penelitian ini
pengujian aktivitas antagonis 27 galur Trichoderma tersebut terhadap Foc juga
dilakukan. Sebelumnya, aktivitas antagonis Trichoderma di Indonesia pernah
dilaporkan. Nurbailis et al. (2006) menyatakan bahwa galur Trichoderma asal
tanah di berbagai daerah sentra produksi pisang di Sumatera Barat mampu
menanggulangi penyakit Layu Panama di Sumatera Barat. Sudantha et al. (2011)
juga menyatakan beberapa galur Trichoderma asal tanah tanaman pisang di NTB,
efektif menghambat pertumbuhan Foc secara in-vitro.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang terkonsentrasi pada
Trichoderma asal tanaman pisang, pada penelitian ini sebanyak 27 galur
Trichoderma asal tanah dan serasah dari berbagai wilayah di Indonesia yang
bukan pertanaman pisang diduga memiliki kemampuan antagonis terhadap Foc.
Oleh sebab itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui potensi galur-galur
Trichoderma sebagai antagonis Foc melalui mekanisme antagonis langsung dan
melalui senyawa volatil pada uji in-vitro.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Trichoderma koleksi
LIPIMC dan IPBCC yang berasal dari serasah dan tanah berbagai daerah di
Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua gen (ITS dan Tef-1) dan
menganalisis sifat antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp cubense.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dasar dalam melakukan
penelitian identifikasi tingkat spesies untuk cendawan pada umumnya, khususnya
cendawan Trichoderma spp. Selain itu, galur-galur terbaik hasil seleksi uji
antagonis terhadap Foc dapat digunakan dalam uji coba efektifitasnya di
lapangan.
3
Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap
Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc)
Tujuan : Mengidentifikasi Trichoderma yang berasal dari berbagai daerah dan substrat di Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua
gen (ITS dan Tef-1) dan mengetahui aktivitas antagonisnya terhadap Foc
Luaran : 27 galur Trichoderma spp. teridentifikasi sampai tingkat spesies dan mendapatkan galur-galur yang memiliki aktivitas antagonis
terbaik dalam menghambat pertumbuhan Foc
II. Aktivitas Antagonis Tichoderma spp.
terhadap Foc
Tujuan : Mengetahui kemampuan antagonis
Trichoderma spp terhadap Foc
Metode:
a. Kultur ganda
b. Uji senyawa Volatil
I. Identifikasi Trichoderma spp.
Tujuan : mengetahui nama spesies dari
setiap galur Trichoderma uji.
Metode :
a. Pengamatan morfologi
b. Ekstraksi DNA Trichoderma spp.
c. Analisis Filogentik
Luaran : Mengetahui nama Trichoderma yang tervalidasi untuk 27
galur dan sifat antagonisnya.
Gambar 1 Bagan alur penelitian dan luaran penelitian
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep-Konsep Trichoderma dan Spesiesnya
Trichoderma Pers. ex Fr. dibangun berdasarkan Trichoderma viride Pers. ex
SF Gray (Rifai 1969, Bissett 1991a). Spesies ini merupakan saprob penghuni
tanah dan kayu. Spesies Trichoderma lainnya yang juga pertama kali ditemukan
asal tanah adalah T. koningii Oud. (Rifai 1969). Sejak itu jumlah spesies
Trichoderma yang dilaporkan bertambah terus. Konsep Trichoderma juga
berubah-ubah. Ketika Rifai (1969) mempelajari anamorf dari Hypocrea, ia
menemukan bahwa spesies-spesies Trichoderma lebih mudah didefinisikan secara
lebih akurat. Konsep barunya tentang spesies Trichoderma yaitu agregat spesies
ditulis oleh Rifai (1969) dalam sebuah monograf yang berjudul ‘A Revision of the
Genus Trichoderma’. Dalam monografnya, Rifai (1969) memperkenalkan
sembilan agregat spesies. Agregat spesies dibangun berdasarkan pengamatan
morfologi pada koloni yang tumbuh pada Malt Extract Agar 2%, pada suhu ruang
dan ukuran, bentuk serta ornamentasi diamati pada kultur yang berumur 2
minggu.
1. T. piluliferum Webster & Rifai
Koloni T. piluliferum berwarna putih, hijau keputihan sampai hijau.
Hifanya hialin, bercabang banyak, bersepta dan tidak memiliki hifa steril.
Konidiofornya panjang, bercabang banyak. Dekat ujung konidiofornya terdapat
fialid yang bergerombol, pendek dengan ukuran 4.5-6.5 x 2.8-3.5 μm. Konidia
hialin dan berbentuk agak bulat-bulat, permukaannya halus, dengan diameter
2.5-3.5 μm (Rifai 1969).
2. T. polysporum (Link ex Pers) Rifai
T. polysporum memiliki konidiofor dengan ujung hifa steril dan sangat
rapat membentuk kelompok fialid yang kompak. Fialid berukuran 4-6.5x33.5μm, pendek, berkelompok, dan hampir menyerupai buah pir dengan bagian
atas dan tengah agak lebih besar dari bagian. Konidia tidak bewarna, berbentuk
ellips dan berukuran 2.8-3.7 x 1.8-2.0 μm (Rifai 1969).
3. T. hamatum (Bon) Bain
T. hamatum memiliki warna koloni yang bervariasi dari hijau keputihan.
Hifanya hialin, berdinding halus, bersepta dan memiliki perpanjangan hifa
steril. Pada bagian dekat ujung konidiofornya terdapat kelompok fialid yang
bentuknya seperti buah pir dan pendek. Konidianya subsilindris, berbentuk
ellips, bewarna hijau pucat dengan ukuran 3.8-6 x 2.2-2.8 μm (Rifai 1969)
4. T. koningii Oud
T. koningii memiliki warna koloni yang bervariasi yaitu putih kehijauan
hingga hijau gelap. Konidiofor bercabang banyak sehingga koloninya
membentuk zona seperti cincin. Pada ujung-ujung konidiofor terdapat 5 fialid
dan terkadang juga tunggal. Fialid berukuran 7.5-12 x 2.5-3.5 μm. Pada ujung
fialid terdapat konidia yang berbentuk ellips dengan ukuran 3.0-4.8 x 1.9-2.8
(Rifai 1969).
5
5. T. aureoviride Rifai
T. aureoviride memiliki warna koloni kehijauan dengan konidiofor
bercabang seperti pohon . Fialid panjang berukuran 7-14 x 2-2.5 μm, berbentuk
seperti botol asimetris, berjumlah 3-4. Konidia obovoid dan kadang-kadang
ellips, berdinding halus, berukuran 3.0-4.8 x 2.0-3.0 μm bewarna hijau
kekuningan (Rifai 1969).
6. T. harzianum Rifai
T. harzianum memiliki koloni bewarna hijau sampai hijau gelap.
Percabangan konidiofor membentuk sudut siku-siku pada konidiofor utama.
Pada ujung konidiofor terbentuk fialid yang berjumlah satu sampai lima,
berbentuk pendek dengan ujungnya meruncing dibandingkan dengan bagian
tengahnya, dan berukuran 5-7 x 3-3.5 μm. Konidia bulat dengan ukuran 2.8-3.2
x 2.5-2.8 μm (Rifai 1969).
7. T. longibrachiatum Rifai
T. longibrachiatum dapat tumbuh cepat, hifa berseptat, hialin, dengan
diameter 2-10 μm. Fialid muncul tidak beraturan, sering muncul tunggal,
berukuran 6-14x2.5-3 μm dengan konidia berukuran 3.6-6.5x2.2-3 μm dan
terkadang sampai 7 μm, ellips, berdinding halus dan bewarna hijau pucat
sampai hijau (Rifai 1969).
8. T. pseudokoningii Rifai
T. pseudokoningii memiliki warna koloni putih, putih kehijauan sampai
hijau gelap, dan menghasilkan pigmen kuning pada media. Miseliumnya
tersusun oleh kumpulan hifa yang bercabang, bersepta, dan berdinding halus.
Konidiofor berukuran 5.5-8 x 2.7-3.5 μm. Konidia bewarna hijau pucat, ellips,
berukuran 3.4-4.6 x 2-2.5 μm (Rifai 1969).
9. T. viride Pers ex S.F Gray
T.viride memiliki warna koloni hijau sampai hijau agak kebiruan, hifa
hialin, bersepta, dan memiliki aroma yang khas yaitu aroma tengik minyak
kelapa. Konidiofor utama memiliki diameter 4.5 μm, menghasilkan beberapa
cabang lateral. Cabang-cabang lateral tersebut berjumlah 2 - 3 dengan fialid
yang berukuran 8-14 x 2.3-3 μm yang terkadang bisa mencapai 20μm. Konidia
yang berdinding kasar dengan ukuran 2.8-5(- 6.3) x 2.8-4.5μm (Rifai 1969).
Klasifikasi Trichoderma direvisi oleh Bissett (1991a-c). Bissett (1991a)
mengenal 5 seksi Trichoderma yaitu, seksi Trichoderma, seksi Longibrachiatum,
seksi Pachybasium, seksi Hypocreanum dan seksi Satunisporum. Di dalam seksiseksi ini terdapat 27 spesies (Druzhinina and Kopchinskiy 2006). Seksi
Hypocreanum dan seksi Saturnisporum kemudian digabung dengan seksi
Longibrachiatum berdasarkan analisis molekuler dari daerah ITS r-DNA (Kuhls
et al. 1997). Samuels et al. (1998) mendukung pendapat Kuhls et al.1997 dan
menyatakan bahwa karakter konidiofor dan konidia dari seksi Saturnisporum
mirip dengan seksi Longibrachiatum.
Masing-masing seksi memiliki ciri khas. Seksi Trichoderma memiliki
konidiofor yang sempit dan lentur, fialid sering berpasangan dan dalam satu
rangkaian, dan fialid jarang lebih dari tiga. Seksi Pachybasium memiliki banyak
cabang konidiofor, konidiofornya besar dengan fialid yang gemuk dan pendek.
Beberapa spesies lainnya memiliki konidiofor steril. Seksi Longibrachiatum
memiliki kondiofor yang jarang bercabang dan jika bercabang tidak beraturan,
6
dan letak fialid juga tidak beraturan dan tidak di dalam rangkaian serta
menghasilkan pigmen berwarna kuning agak kehijauan (Bissett 1991a).
Pada sepuluh tahun terakhir, perkembangan klasifikasi Trichoderma mulai
mengalami kemajuan dengan adanya teknologi sekuensing DNA dan analisis
filogenetik. Taylor et al. (2004) melakukan penerapan konsep Genealogical
Cocordance Phylogenetic Spesies Recocnition (GCPSR) yang bergantung pada
analisis lebih dari satu lokus gen sehingga dapat menyelesaikan masalah
taksonomi dan identifikasi Trichoderma (Samuels 2006). Analisis kombinasi dari
daerah internal transcribed spacer 1 dan 2 (ITS1 dan 2) dan gen tef α-1, dalam
banyak kasus telah diakui dapat digunakan sebagai alat yang baik untuk
identifikasi rutin Trichoderma/Hypocrea (Druzhinina et al. 2005). Selain itu,
beberapa tahun terakhir analisis tambahan dengan daerah gen RNA polimerase II
(rpb2) mulai digunakan untuk identifikasi spesies Trichoderma yang tidak dapat
ditentukan oleh kombinasi daerah gen ITS dan tef α-1 (Hanada 2008, Samuels et
al. 2011).
Antagonis Trichoderma terhadap Fusarium oxyporum f.sp. cubense (Foc)
Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) adalah salah satu organisme
pengganggu tanaman (OPT), penyebab penyakit layu Panama pada tanaman
pisang. Penyakit ini tercatat sebagai OPT paling berbahaya mengancam industri
pisang dunia (Visser 2010). Di Indonesia, penyakit ini juga telah menghancurkan
ribuan hektar pertanaman pisang baik perkebunan pisang komersial maupun
pertanaman pisang rakyat (Nasir et al. 2005).
Salah satu cara pengendalian penyakit layu Panama ini adalah penggunaan
fungisida. Namun, fungisida ternyata belum dapat mengendalikan penyakit ini
dengan baik (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Nusa Tenggara
Barat, 2007). Efektivitas penanggulangan dengan varietas pisang tahan penyakit
layu Panama belum diketahui, sehingga penggunaan varietas tahan untuk
pengendalian penyakit layu Panama belum dilakukan secara intensif (Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian NTB, 2007). Dengan demikian, perlu dicari
alternatif lain yang efektif dan efisien, misalnya pengendalian hayati dengan
cendawan saprob antagonis, seperti Trichoderma spp.
Trichoderma memiliki sifat antagonis dalam mengendalikan beberapa
fitopatogen tular tanah. Proses antagonis Trichoderma terhadap cendawan
patogen meliputi beberapa cara, yaitu kompetisi, parasitisme dan antibiosis.
Proses kompetisi ini pun beragam, menurut Howell (2002) kompetisi yang terjadi
bisa saja melibatkan kompetisi ruang maupun nutrisi pada kedua cendawan yang
saling berinteraksi menyebabkan pertumbuhan salah satu cendawan akan terdesak
disepanjang tepi koloni. Adanya hambatan perkembangan pertumbuhan cendawan
patogen oleh Trichoderma sp. disebabkan karena pertumbuhan koloni
Trichoderma sp. jauh lebih cepat dibanding cendawan patogen lainya.
Beberapa spesies dari Trichoderma memiliki kemampuan yang berbedabeda dalam mengendalikan cendawan patogen. Misalnya saja, T. harzianum dan
T. hamatum memproduksi enzim β-1,3-glukanase dan kitinase yang dapat
menyebabkan eksolisis hifa inang (Nugroho et al. 2001). Selain itu T. hamatum
juga memproduksi selulase yang diduga dapat memparasiti Pythium spp
7
(Kurniawan et al.2006). Menurut Howell (2002), miselium Trichoderma dapat
menghasilkan beragam enzim seperti selulase dan kitinase. Adanya kitinase
menyebabkan Trichoderma dapat bersifat sebagai parasit bagi cendawan yang
lainnya. Vinale et al. (2006) dan Degenkolb et al. (2008) menyatakan bahwa
beberapa Trichoderma menghasilkan antibiotik seperti trichodermin,
trichodermol, harzianolide serta beberapa senyawa peptaibol dan peptaibiotik
yang berperan dalam aktivitas biokontrol.
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Desember 2012.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorim Biosistematika dan Laboratorium Analitik
LIPI Cibinong, Jawa Barat.
Identifikasi Trichoderma
Pengamatan Morfologi
Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tanah atau
serasah (Tabel 1). Isolat ditumbuhkan kembali pada Potato Dextrose Agar (PDA),
Malt Extract Agar (MEA), Corn Meal Agar (CMA) dengan 2% dekstrosa, dan
diinkubasi pada 25-30 °C selama lima hari. Morfologi dan karakterisasi koloni
dilakukan pada biakan berumur 5 hari. Setelah itu dilakukan pembuatan preparat
dengan menggunakan metode riddle. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Biosistematika, Divisi Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Jawa Barat.
Ekstraksi DNA, Amplifikasi PCR, Sekuensing, dan Analisis Filogenetik
DNA genom dari Trichoderma spp. dipanen setelah 3-5 hari ditumbuhkan di
Potato Dextrose Broth dengan menggunakan NucleonTMPhytoPureTM (GE
Healthcare, Inggris). Daerah internal transcribed spacer (ITS) meliputi ITS 1 dan
2, 5.8S rRNA, dan bagian dari elongation factor α-1 (tef α-1) diamplifikasi
dengan menggunakan pasangan primer dari ITS4 (5'-TCCTCCGCTTATTG
ATATGC-3') - ITS5 (5'-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3') (White et al.
1990) dan tef α-1-fw (5'-GTGAGCGTGGTATCACCATCG-3.') - tef α-1rev (5'GCCATCCTTGGAGACCAGC-3') (Kullnig et al. 2002). Campuran PCR (25 μL)
untuk kedua daerah ITS dan tef α-1 yang mengandung 10 μl nuclease free water,
12.5 μl GoTaq® Green Master Mix (Promega), 0.5 μl dari 10mM primer foward
dan reverse, 0.5 μl DMSO, dan 1μl cetakan DNA. Kondisi amplifikasi PCR untuk
wilayah ITS ditetapkan sebagai berikut: predenaturasi pada 95ºC selama 90 detik,
diikuti dengan 35 siklus dari denaturasi pada 95ºC selama 30 detik, annealing
pada 55 º C selama 30 detik, pemanjangan pada suhu 72ºC selama 90 detik, dan
pemanjangan akhir pada suhu 72ºC selama 5 menit. Amplifikasi PCR untuk
daerah tef α-1 ditetapkan sebagai berikut: predenaturasi pada 94ºC selama 60
8
detik, dengan 35 siklus denaturasi pada 94 º C selama 60 detik, annealing pada
59ºC selama 60 detik, pemanjangan pada 74ºC selama 50 detik, dan pemanjangan
akhir pada 72ºC selama 7 menit. Amplikon dari ITS dan tef α-1 dikirim ke
FirstBASE (Malaysia). Urutan DNA ITS dan tef1 dianalisis menggunakan urutan
sekuens Hypocrea/Trichoderma yang tersedia di http://www.mycobank.org.
Semua sekuens DNA dilihat kesamaannya dengan data genbank sekuen
Trichoderma di http://www.mycobank.org dan www.blast.ncbi.nih.gov/Blast.
Urutan sekuen Trichoderma dari genbank yang sangat mirip dengan isolat
yang diteliti (Tabel 1) diambil dan disejajarkan dengan menggunakan MEGA 5
(Tamura et al. 2011). Hasilnya kemudian didepositkan ke TreeBASE
(http://www.treebase.org/) dengan nomor aksesi S14224 Neighbor-Joining (NJ).
Analisis filogenetik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MEGA 5.
Kekuatan cabang pohon internal yang dihasilkan diuji dengan analisis bootstrap
menggunakan 1.000 ulangan (Felsenstein 1985) dengan nilai 50% consensus tree
pada analisis multigen diterapkan. Ketidaksesuaian Length Difference Test atau
Partition Homogenety (PHT) dianalisis dengan menggunakan PAUP* 4.0b10
(Sowfford 2002) untuk mengevaluasi kesesuaian antara dataset (Cunningham
1997).
Tabel 1 Galur-galur Trichoderma spp. yang digunakan dalam penelitian
No
No Aksesi
Asal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
LIPIMC 0152
LIPIMC 0384
LIPIMC 0388
LIPIMC 0548
LIPIMC 0564
LIPIMC 0565
LIPIMC 0566
LIPIMC 0568
LIPIMC 0569
LIPIMC 0570
LIPIMC 0571
LIPIMC 0572
LIPIMC 0573
IPBCC 93.260
IPBCC 99.300
IPBCC 06.325
IPBCC 07.545
IPBCC 07.546
IPBCC 07.547
IPBCC 07.556
IPBCC 08.605
IPBCC 08.606
IPBCC 08.618
IPBCC 13.1031
IPBCC 13.1031
IPBCC 13.1033
Tanah, Gunung Bromo
Serasah, Gunung Salak
Tanah, Raja Ampat Papua
Tanah, Gunung Bromo
Serasah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Tanah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Tanah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Tanah
Gaharu, Pekanbaru
Tandan kosong kelapa sawit, Pekanbaru
Serasah Shorea sp., Kalimantan
Serasah Shorea sp., Kalimantan
Serasah, Kalimantan
Serasah Shorea sp., Kalimantan
Serasah, Tarakan
Serasah, Kalimantan
Serasah
Tanah
Tanah, Gunung Ciremai
Tanah
9
No
No Aksesi
Asal
27
IPBCC 13.1034
Tanah, Yogyakarta
Uji Aktivitas Antagonis Trichoderma
Uji antagonis dilakukan dengan dua cara yaitu uji antagonis langsung dan
uji pengaruh senyawa volatil. Uji antagonis langsung dilakukan dengan metode
kultur ganda (Skidmore & Dickinson 1976). Trichoderma sp. dan Foc yang
ditumbuhkan pada medium cawan Malt Extract Agar (MEA) selama 5-7 hari pada
suhu 27oC dijadikan sumber inokulum. Satu potong cetakan miselium
Trichoderma (diam. + 0.5 cm) diletakkan berdampingan dengan satu potong
cetakan miselium Foc dengan jarak inkubasi 3 cm. Pertumbuhan kedua koloni
diamati setiap hari dari hari ke-2 sampai hari ke-7. Daya hambat galur
Trichoderma terhadap Foc dinyatakan dengan persentase daya hambatnya yang
dihitung berdasarkan rumus (Bendahmane et al. 2012):
I (%)
I
Cn
Co
= ( 1 - Cn/Co ) x 100
= persentase daya hambat
= rata-rata diameter cendawan patogen pada perlakuan
= rata-rata diameter cendawan patogen pada kontrol
Daya hambat juga dinyatakan dalam bentuk kategori interaksi antagonis (Tabel 2)
menurut Rini dan Sulochana (2007).
Kategori Interaksi Trichoderma terhadap Fusarium oxysporum f.sp.
cubense
Kategori
Definisi
1
Koloni Trichoderma menutupi seluruh koloni Foc
2
Koloni Trichoderma menutupi 3/4 koloni Foc
3
Koloni Trichoderma menutupi 1/2 koloni Foc
4
Koloni Trichoderma dan Foc tertahan pada zona kontak
5
Koloni Foc menutupi koloni Trichoderma
Tabel 2
Pada uji senyawa volatil koloni Trichoderma dan Foc ditumbuhkan pada
cawan berbeda. Tutup cawan Trichoderma yang telah berumur ±5 hari, dibuka
dan ditangkupkan pada cawan yang berisi biakan cendawan Foc yang baru
diinokulasikan. Pengamatan dilakukan sampai pertumbuhan Foc memenuhi
cawan atau terhenti. Daya hambat dihitung dengan cara yang sama seperti
diuraikan di atas.
10
4 HASIL
Identifikasi Trichoderma
Morfologi Trichoderma
Berdasarkan ciri morfologinya, galur-galur Trichoderma yang digunakan
dalam penelitian ini tersebar dalam tiga seksi, yaitu Trichoderma,
Longibrachiatum, dan Pachybasium. Strain LIPIMC 0566, LIPIMC 0571,
LIPIMC 0568, dan IPBCC 13.1031 umumnya memiliki konidiofor yang lebih
kurus dibandingkan dengan ukuran standar konidiofor Trichoderma, percabangan
jarang, fialid seringkali berpasangan, dan dalam rangkaian yang jarang melebih
dari tiga (Gambar 2A-C). Karakteristik morfologi ini merupakan ciri khas seksi
Trichoderma sensu Bissett (1991a). Bissett menyatakan bahwa seksi Trichoderma
memiliki konidiofor menyebar, percabangan tidak teratur, konidiofor primer lebih
panjang, dan konidiofor sekunder sebagian besar tidak bercabang, dan fialid lebih
jarang tapi teratur. Pada PDA, diameter koloni dari galur-galur itu adalah 5-9 cm
setelah 5 hari inkubasi pada 25-30˚C. Sebagian besar koloni dari galur-galur
tersebut berwarna kehijauan, kecuali koloni LIPIMC 0571 yang memiliki koloni
keputihan. Pada Malt Extract Agar (MEA), semua galur tersebut memiliki koloni
berwarna hijau terang sampai hijau gelap, sedangkan pada CMA, koloni
membentuk bintil-bintil kompak seperti yang dinyatakan oleh Bissett (1991a).
Galur lainnya seperti IPBCC 06.325, IPBCC 07.556, IPBCC 93.260 dan
LIPIMC 0570 memiliki kemiripan morfologi dengan seksi Longibrachiatum
sensu Bissett (1991c). Pada PDA dan MEA, koloni galur-galur ini adalah sekitar 6
-9 cm setelah 5 hari inkubasi pada 25-30˚C. Koloni IPBCC 07.556 dan LIPIMC
0570 berwarna putih keabu-abuan, sedangkan koloni dari IPBCC 93.260 dan
IPBCC 06.325 berwarna hijau kekuningan.
Galur-galur lain yang tidak termasuk ke dalam kedua seksi itu, memiliki
konidiofor yang gemuk, fialid yang membengkak pada bagian dasarnya dan
pendek, dan beberapa galur memiliki rangkaian fialid yang bergerombol (Gambar
2E-G). Warna koloninya bervariasi dari putih, hijau muda, hijau gelap keabuabuan. Morfologi ini jelas mirip dengan seksi Pachybasium sensu Bissett
(1991b).
11
-
Gambar 2 Karakteristik mikroskopis Trichoderma, A. Konidiofor yang sempit
dan bergelombang, T. asperellum LIPIMC 0568, B. Percabangan
konidifor unilateral, T. atroviride LIPIMC 0566 (a. fialid interkalar
dan b. 2-3 rangkaian fialid), C. 2-4 fialid interkalar pada konidiofor
primer T.ovalisporum LIPIMC 0571, D. Pola percabangan
kondidiofor T.reesei IPBCC 07.556, E-F. Jalinan konidiofor yang
gemuk, pendek dan membengkak dengan fialid dalam rangakain yang
bergerombol membentuk struktur piramid, G. T.virens LIPIMC 0388
(a. fialid terminal 3-5 rangkaian, ampuliform dan b. Konidiofor primer
yang gemuk), H. Fialid interkaler dan ampuliform Trichoderma sp.
LIPIMC 0570, I. Konidia Trichoderma sp. LIPIMC 0570 berbentuk
ellips, J. Trichoderma sp. IPBCC 13.1032 (a. Konidiofor primer and
b. Konidiofor sekunder) and K. Konidianya berbentuk bulat ( : skala
10 μm).
Analisis Filogenetik
Analisis urutan ITS dan tef α-1 dengan metode NJ menghasilkan tiga pohon
filogenetik (Gambar 3-5). Sekitar 600bp dari ITS dan 250bp dari tef α-1
dimasukkan kedalam analisis. Pohon filogenetik dibangun dari banyak galur yang
diteliti dan galur-galur rujukan dari GenBank (Tabel 2). Berdasarkan analisis
PHT, terdapat ketidaksesuaian yang nyata pada partisi data ITS dan tef α-1 (Pvalue = 0.004), walaupun begitu, kedua data ini digabungkan dengan berdasarkan
teori “total evidence'' (Huelsenbeck et al. 1996). Penggabungan data ini bertujuan
untuk memperoleh pohon filogeni spesies yang relevan. Analisis filogenetik
menunjukkan bahwa semua Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini
12
tersebar ke dalam seksi Longibrachiatum, seksi Pachybasium, dan seksi
Trichoderma (Gambar 3). Penyebaran ke dalam seksi ini didukung oleh
pengamatan morfologi.
Secara umum, topologi pohon filogenetik dari ITS mirip dengan topologi
pohon filogenetik kombinasi ITS-tef α1. Seksi Trichoderma dan seksi
Longibrachiatum kokoh pada pohon kombinasi dari pada pohon ITS berdasarkan
nilai boostrapnya. Pada pohon ITS, Trichoderma spp. IPBCC 06.325, IPBCC
07.556, IPBCC 93.260 dan LIPIMC 0570 berkelompok dalam
seksi
Longibrachiatum dengan nilai bootstrap 88% (Gambar 3), sedangkan
Trichoderma spp. LIPIMC 0566, LIPIMC 0571, LIPIMC 0568, dan IPBCC
13.1032 mengelompok dalam seksi Trichoderma dengan bootstrap 96% (Gambar
3). Isolat Trichoderma lainnya berkelompok dalam seksi Pachybasium (Gambar
4) yang dapat dipisahkan lagi menjadi beberapa kelompok kecil. Dalam seksi
Pachybasium, Trichoderma sp. LIPIMC 0388, LIPIMC 0565, dan IPBCC 08.618
berkelompok bersama dengan T. virens CBS 249.59 dengan nilai bootstrap 86%
pada pohon ITS (Gambar 3). Trichoderma sp. LIPIMC 0152, IPBCC 13.1031,
13.1033 IPBCC, dan IPBCC 13.1034 membentuk kelompok monofiletik dengan
T. harzianum CBS 226,95 dengan nilai bootstrap berturut-turut 55% (Gambar 3)
dan 52% di pohon ITS dan kombinasi (Gambar 5). Nomor aksesi Trichoderma
spp. lainnya secara morfologi termasuk seksi Pachybasium dianggap kelompok
parafiletik berdasarkan pohon ITS dan kombinasi.
Topologi pohon filogenetik yang dihasilkan dari analisis urutan tef α-1
berbeda dari topologi ITS dan kombinasinya. Trichoderma seksi Longibrachiatum
dan seksi Trichoderma tidak monofiletik (Gambar 4). Seperti pada pohon ITS,
pada pohon tef α-1 Trichoderma sp. LIPIMC 0388, LIPIMC 0565, dan IPBCC
08.618 berkelompok bersama dengan T. virens CBS 249.59 dengan nilai
bootstrap support 81% (Gambar 4) dalam seksi Pachybasium. Beberapa spesies
yang lain dalam seksi Pachybasium masih bersifat parafiletik.
Tabel 3 Nomor koleksi dan Nomor aksesi GenBank dari takson-takson yang
berkerabat yang digunakan dalam analisis filogenetik*
No Nama Spesies
Nomor Koleksi
Nomor Aksesi di GenBank
ITS1 dan ITS2
tefα-1
1
Hypocrea aureoviridis
CBS 245.63
AF399219.1
AF534575.1
2
Hypocrea citrina var.
GJS 96.191
DQ000636.1
DQ005523.1
americana
3
Hypocrea sulphurea
CBS 500.67
HM466665.1
AY937439.1
4
Hypomyces samuelsii
FN859450.1
FN868768.1
5
Trichoderma cf.
IPBCC 13.1032
KC847175
Ovalisporum
6
T. asperellum
CBS.433.97
AY380912
AF401000
7
T. asperellum
LIPIMC0568
KC847169
8
T. atroviride
CBS 142.95
AF456917.1
AY376051.1
9
T. atroviride
LIPIMC0566
KC847170
10 T. aureoviride
CBS.245.63
Z48819
AF401002
11 T. brevicompactum
MA 4103
AF400267
AF401005
12 T. candidum
PC.59
AY737757
AY737742
13
No Nama Spesies
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
T. cerinum
T. chlorosporum
T. chromospermum
T. cinnamomeum
T. citrinoviride
T. crassum
T.cremeum
T. erinaceum
T. effusum
T. fertile
T. gelat
AKTIVITAS ANTAGONISNYA TERHADAP
Fusarium oxysporum f.sp. cubense
VIVI OKTAVIANIS EFENDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Molekuler
Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum
f.sp cubense adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Vivi Oktavianis Efendi
NIM G351100011
RINGKASAN
VIVI OKTAVIANIS EFENDI. Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan
Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Dibimbing
oleh GAYUH RAHAYU dan IMAN HIDAYAT.
Trichoderma merupakan salah satu cendawan kosmopolit yang tersebar
luas di tanah dan kayu yang lapuk. Berbagai spesies Trichoderma telah banyak
dimanfaatkan, sebagai penghasil enzim dan senyawa metabolit lain ataupun
sebagai agens biokontrol. Oleh sebab itu, identitas dari galur Trichoderma
menjadi penting. Sampai saat ini, banyak identitas biakan-biakan Trichoderma di
Indonesia yang diragukan validitasnya.
Konsep Trichoderma berubah dari waktu ke waktu. Upaya yang
signifikan dalam merumuskan konsep Trichoderma pertama kali dilakukan oleh
Rifai pada tahun 1969 berdasarkan pendekatan karakter morfologi. Trichoderma
dibagi menjadi 9 agregat spesies, yaitu T. piluliferum, T. polysporum, T. hamatum,
T. koningii, T. aureoviride, T. harzianum, T. longibrachiatum, T. pseudokoningii,
dan T. viride. Konsep ini kemudian direvisi oleh Bissett di tahun 1991 dengan
memperkenalkan 5 seksi (section) yaitu seksi Trichoderma, seksi
Longibrachiatum, seksi Saturnisporum, seksi Pachybasium, dan seksi
Hypocreanum. Seiring dengan berkembangnya metode ekstraksi DNA cendawan
dan analisis filogenetik, pendekatan identifikasi pada spesies Trichoderma ikut
berubah dari morfologi menjadi kombinasi antara morfologi dan analisis
filogenetik. Pendekatan analisis filogenetik pertama terhadap Trichoderma
dilakukan oleh Kindermann pada tahun 1998 yang menggunakan analisis sekuen
DNA daerah ITS terhadap 85 strain Trichoderma. Kemudian, ketika pendekatan
gen tunggal tidak dapat diandalkan untuk membedakan beberapa spesies yang
secara morfologi mirip, analisis multigen ternyata dapat membedakan spesiesspesies itu. Pada saat ini lokus yang digunakan dalam analisis filogenetik dan
identifikasi spesies dalam Trichoderma telah ditetapkan yaitu, ITS, tef α-1, RPB2,
dan Endokitinase.
Penelitian Trichoderma di Indonesia telah banyak dilakukan, tetapi hanya
sedikit penelitian yang mencakup studi keanekaragaman dan taksonomi. Studi
keanekaragaman dan taksonomi Trichoderma asal Indonesia penting dilakukan
karena dapat menjadi model bagi studi keragaman cendawan lainnya. Oleh sebab
itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi 27 nomor aksesi Trichoderma
koleksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Microbial Collection (LIPIMC)
dan Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC) yang berasal dari
serasah dan tanah berbagai di Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua gen
(ITS dan tef α-1). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengkarakterisasi
aktivitas antagonis Trichoderma spp. terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense
(Foc), penyebab penyakit layu Fusarium pada pisang, karena adanya tuntutan
masyarakat untuk mengembangkan agen biokontrol Foc.
Identifikasi Trichoderma dimulai dari tahapan awal yaitu dengan
melakukan karakterisasi morfologi. Karakter koloni diamati pada biakan berumur
5 hari yang diinkubasi pada kondisi ruangan. Setelah itu, preparat mikroskopiknya
dibuat dengan menggunakan metode Riddle dan preparat diamati dibawah
mikroskop Olympus BX53. Karakter koloni dan karakter mikroskopik dicatat
sebagai bahan untuk identifikasi morfologi.
Analisis molekuler filogenetik dimulai dengan menumbuhkan isolat
Trichoderma pada media Potato Dextrose Broth (PDB) dan diinkubasi pada suhu
27˚C selama 3-5 hari. DNA di ekstraksi dengan menggunakan DNA
PhythopureTM Kit Extraction (GE Healthcare, UK), kemudian dilanjutkan
amplifikasi daerah ITS dengan pasangan primer ITS4 (5’-TCCTCCGCTTATTG
ATATGC-3’) dan ITS5 (5’-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3’), dan tef α-1
(translation elongation factor α-1) dengan pasangan primer tef1-fw (5'GTGAGCGTGGTATCACCA-TCG-3') dan tef1-rev (5'-GCCATCCTTGGA
GACCAGC-3'). Sekuensing DNA dilakukan dengan mengirimkan produk ke
FirstBASE (Malaysia). DNA sekuen PCR dianalisis dengan menggunakan
program MEGA (Molecular Evolution and Genetic Analysis) versi 5.05. Pada
analisis ini, kekerabatan dianalisis dengan metode Neighbor Joining (NJ). Situs
yang berisi kesenjangan sebagian dikeluarkan dalam analisis. Dukungan untuk
cabang-cabang internal diperoleh dengan analisis bootstrap dengan 1000 ulangan.
Analisis gen tunggal dan multigen menunjukkan bahwa topologi pohon
filogenetik yang dihasilkan dari analisis ITS mirip dengan pohon filogenetik hasil
analisis kombinasi ITS-Tef α-1. Berdasarkan analisis multigen ini, galur-galur
Trichoderma koleksi LIPIMC dan IPBCC tersebar kedalam 3 seksi yaitu seksi
Longibrachiatum, seksi Trichoderma dan seksi Pachybasium. Sebanyak 25 dari
27 nomor aksesi berhasil diidentifikasi dan tersebar dalam 7 spesies yaitu T.
asperellum, T. atroviride dan T. ovalisporum (masing-masing 1 nomor), T.
harzianum (11 nomor), T. reesei, dan T. virens (masing-masing 3 nomor) dan T.
tawa (5 nomor). Dua nomor aksesi lainnya belum dapat diidentifikasi, dan akan
dianalisis lebih lanjut dengan primer gen RPB II.
Pada uji antagonis terhadap Foc, semua nomor aksesi memiliki daya
hambat langsung dan tidak langsung (melalaui senyawa volatil) yang bervariasi.
Daya hambat tertinggi ditunjukkan oleh T. tawa IPBCC 13.1031 yaitu 85.63%
dengan tipe interaksi 3. Pada uji volatil, tiga galur terbaik yaitu T. harzianum
LIPIMC 0572, T. ovalisporum LIPIMC 0571, dan Trichoderma sp. LIPIMC 0570
menunjukkan aktivitas antagonis senyawa volatilnya dengan nilai persentase daya
hambat berturut-turut sebesar 45,25%,45,65%, dan 45,38%.
Kata kunci: biokontrol, Fusarium oxysporum f.sp cubense, filogenetik, taksonomi,
Trichoderma
SUMMARY
VIVI OKTAVIANIS EFENDI. Molecular identification of Trichoderma spp. of
Indonesia and their antagonistic activities against Fusarium oxysporum f.sp.
cubense. Supervised by GAYUH RAHAYU and IMAN HIDAYAT.
Trichoderma is a cosmopolitan fungus that widespread in the soil and
rotten wood. Various species of Trichoderma have been used, as a producer of
enzymes and other metabolites or as a biocontrol agent. Therefore, identification
of Trichoderma strains become important. Until now, many identity culture
Trichoderma in Indonesia have doubtful validity.
Trichoderma concept changed from time to time. Significant efforts in
formulating the concept of Trichoderma was first performed by Rifai in 1969
based approach to morphological characters. Trichoderma species are divided into
9 aggregates, namely T. piluliferum, T. polysporum, T. hamatum, T. koningii, T.
aureoviride, T. harzianum, T. longibrachiatum, T. pseudokoningii, and T. viride.
This concept was later revised by Bissett in 1991 with the introduction of section
5 (section) is section Trichoderma, section Longibrachiatum, section
Saturnisporum, section Pachybasium, and section Hypocreanum. Along with the
development of methods of DNA extraction and phylogenetic analysis of the
fungus, identification of Trichoderma species have been changed from
morfohology in to combination of morphology and phylogenetic analysis. The
first, phylogenetic analysis approach of Trichoderma by Kindermann in 1998
using DNA sequence analysis of the ITS region to 85 strains of Trichoderma.
Then, when the approach of a single gene can not be relied upon to distinguish
some species that are morphologically similar, multigene analysis was able to
distinguish the species. At this time locus used in phylogenetic analysis and
species identification in Trichoderma has been established that, ITS, tef α-1,
RPB2, and Endokitinase.
Trichoderma research in Indonesia have been carried out, but only a few
research that include diversity and taxonomic studies. Trichoderma diversity and
taxonomic studies from Indonesia is important because it can serve as a model for
other fungal diversity studies. Therefore, this study aims to identify the 27
accession numbers Trichoderma collection of LIPIMC and IPBCC derived from
litter and soil in Indonesia through a variety of phylogenetic approaches two genes
(ITS and tef α-1). In addition, this research also aimed to characterize the
antagonistic activity of Trichoderma spp. against Fusarium oxysporum f.sp.
cubense (Foc), causes Fusarium wilt disease in bananas, because of the demands
of the community to develop a biocontrol Foc agent.
Identification of Trichoderma started early stages by performing
morphological characterization. Colonies character observed in 5 days that were
incubated at room conditions. After that, the microscopic preparations were made
by using the method of Riddle and preparations were observed under a
microscope Olympus BX53. Colony characters and microscopic characters are
recorded as a material for morphological identification.
Molecular phylogenetic analysis was started by growing Trichoderma
isolates on media Potato Dextrose Broth (PDB) and incubated at 27˚C for 3-5
days. DNA extraction using PhythopureTM DNA Extraction Kit (GE Healthcare,
UK), and then proceed with the ITS region amplification primer pair ITS4 (5'-TC
CTCCGCTTATATATGC-3') and ITS5 (5'-GGAAGTAAAAGTCGTAACAA
GG-3'), and α tef -1 (translation elongation factor-1 α) with primer tef1-fw (5'-GT
GAGCGTGGTATCACCATCG-3 ') and tef1-rev (5'-GCCATCCTTGGAGACC
AGC-3'). DNA sequencing is done by sending the product to FirstBASE
(Malaysia). DNA sequences were analyzed by PCR using the MEGA program
(Molecular Evolution and Genetic Analysis) version 5.05. On this analysis,
kinship was analyzed by Neighbor Joining method (NJ). Sites that contain gaps
partially excluded in the analysis. Support for internal branches obtained by
bootstrap analysis with 1000 repition.
Single gene and multigene analysis showed that the topology of the
phylogenetic tree generated from ITS analysis that similar to the result from
phylogenetic tree analysis combination ITS - tef-1α. Based on this multigene
analysis, Trichoderma strains LIPIMC collection and IPBCC spread into 3
sections: section Longibrachiatum, section Pachybasium and section
Trichoderma. A total of 25 of the 27 accession numbers were identified and
spread in 7 species namely T. asperellum, T. atroviride and T. ovalisporum (each
1 number), T. harzianum (11 numbers), T. reesei, and T. virens (each 3 numbers)
and T.tawa (5 numbers). Two other accession numbers can not be identified, and
will be analyzed further by RPB II gene primers.
In the test antagonist to F.oxysporum f.sp. cubense, all the accession
numbers have inhibitory effects of direct and indirect (volatile compounds) have
variation. Highest inhibition was shown by T. tawa IPBCC 13.1031 is 85.63%
with type 3 interaction. In the volatile test, the three best strains namely T.
harzianum LIPIMC 0572, T. ovalisporum LIPIMC 0571, and Trichoderma sp.
LIPIMC 0570 volatilnya compounds showed antagonist activity with percentage
inhibition values, respectively for 45.25%, 45.65%, and 45.38%.
Keywords: biocontrol, Fusarium oxysporum f.sp cubense, phylogenetics,
taxonomy, Trichoderma
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan
hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan sesuai tata cara atau kebiasaan
ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya diperuntukan bagi kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya tanpa izin
IPB
IDENTIFIKASI MOLEKULER Trichoderma spp. DAN
AKTIVITAS ANTAGONISNYA TERHADAP Fusarium
oxysporum f.sp. cubense
VIVI OKTAVIANIS EFENDI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji luar komisi pada ujian tesis : Prof. Mien Achmad Rifai, M.Sc., Ph.D
Judul
Nama
NIM
: Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas
Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp cubense
: Vivi Oktavianis Efendi
: G351100011
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing
Dr Ir Gayuh Rahayu
Ketua
Dr Iman Hidayat
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penelitian dan penulisan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya
ilmiah ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Institut
Pertanian Bogor. Tesis ini ditulis berdasarkan penelitian yang berjudul Identifikasi
Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium
oxysporum f.sp. cubense.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Gayuh Rahayu dan Dr. Iman Hidayat selaku pembimbing yang telah sabar, setia
dan tulus dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan semangat
selama penelitian sampai akhir penulisan tesis ini.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Departemen Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia atas beasiswa BPPS tahun 2011, dan kepada Rektor
dan Jajaran Pimpinan Universitas Bung-Hatta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada Prof. Mien Achmad Rifai,
M.Sc., Ph.D atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dan Prof. Dr. Anja
Meryandini selaku Ketua Mayor Mikrobiologi. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada sensei Izumi Okane, Ph.D, Dr. Kartini Kramadibrata dan
Muhammad Ilyas, M.Si, yang telah membantu dan bersedia berbagi dalam banyak
hal untuk menunjang kelancaran selama proses penelitian. Tidak lupa penulis
mengucapkan terimakasih kepada staf Laboratorium Biosistematika dan
Laboratorium Analitik LIPI-Cibinong, Ibu Yeni, Ibu Mia, Mas Dian, Pak Mul,
Reva, dan Anis atas bantuannya selama kegiatan penelitian di laboratorium.
Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada teman-teman
Mikrobiologi 2010 dan 2011 atas dukungan, semangat, kebersamaan, bantuan dan
doanya. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Floreta Fiska Yuliarni,
mbak Israwati Harahap, Mutiara K. Pitaloka, Ivan Permana Putra, Ibu Anastasia
Tatik Hartanti, Ibu Nani Radiastuti, Sepriyadi Rihi sebagai teman-teman satu
laboratorium yang selalu memberikan dukungan, semangat dan bantuannya dalam
kelancaran proses penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada
Yomal Harli yang selalu memberikan semangat, motivasi, ide, doa dan
kesabarannya dari awal sampai dengan penulis menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis ini, serta berbagai pihak lainnya yang terlibat dan membantu dalam
penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Akhirnya dengan penuh ketulusan ucapan terimakasih disampaikan
kepada Ayah dan Ibu tercinta (Ir.H.Yempita Efendi, MS dan Ir. Hj. Aniswarti)
serta adik-adik (Wulandari Wahyu Efendi, M. Ihsan Efendi dan M. Rizki Efendi)
atas doa, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang yang sangat luar biasa kepada
penulis. Serta kepada seluruh keluarga besar dan saudara sepupu yang telah
memberikan dukungan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan penelitian
dan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan informasi untuk
kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2013
Vivi Oktavianis Efendi
DAFTAR ISTILAH
Fialid, phialide. Suatu sel menyerupai bentuk botol yang membentuk konidium
berantai melalui mulutnya.
Fungisida. Suatu senyawa yang membunuh fungi.
Hifa, hypha. Filamen atau benang yang terdiri atas sel atau deretan sel yang
merupakan satuan dasar penyusun talus/soma dan tubuh buah.
Identifikasi. Membandingkan isolat yang belum diketahui dengan taksa yang ada
untuk menetapkan identitasnya.
Kitin. Polisakarida utama dalam dinding sel sebagian besar cendawan; merupakan
suatu polimer dari N-asetilglukosamin.
Kitinase. Enzim pengurai kitin menjadi monomer N-asetilglukosamin.
Koloni. Masa hifa yang berasal dari satu spora atau satu konidia.
Konidia. Mitospora non motil yang tidak dibentuk didalam sporangium; khas
anamorf yang dikariotik; juga disebut konidiospora.
Konidiofor, conidiophore. Hifa fertil, bisa tunggal atau bercabang yang mebawa
alat reproduksi atau menghasilkan konidia.
Konidiospora. Bagian perpanjangan hifa yang menjadi penyangga konidia.
Metabolit primer. Senyawa hasil metabolisme yang esensial digunakan oleh
kapang untuk pertumbuhan dan perbanyakan selnya.
Metabolit sekunder. Senyawa hasil metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh
kapang dan dikeluarkan dari sel kelingkungan.
Mikotoksin. Racun yang dihasilkan fungi dan mempunyai efek toksik terhadap
organisme lain.
Polifiletik. Genetis heterogen karena berasal dari kelompok nenek moyang yang
berlainan.
sp. Singkatan untuk satu spesies.
Spesies. Tingkatan takson.
Subglobos, subglobose. Tidak bulat benar
Septat, septate. Mempunyai sekat.
Seksi, section. Salah satu takson yang merupakan bagian dari genus dan
mencakup sebagian kecil spesies-spesies yang menjadi anggota genus
tersebut.
Sekat, septum. Dinding melintang dalam hifa yang membagi hifa menjadi sel-sel
Saprofit, saprophyte. Suatu tanaman yang mendapatkan makanan dari
pencernaan eksternal terhadap bahan-bahan organik yang telah mati;
umumnya salah digunakan pada fungi
Spesies khusus, form species. Spesies yang digolongkan ke dalam genus khusus
yang sengaja dibuat untuk menampung sebagian saja dari daur hidup
cendawan, fase/stadium tidak kawin. Contoh semua spesies dalam Fungi
Imperfecti.
spp. Singkatan untuk lebih dari satu spesies, tidak diketik miring
Taksa. Pengelompokkan organisme yang dibuat untuk tujuan sistematik; urutan
dalam ranking mulai dari spesies sampai Kingdom.
Taksonomi. Klasifikasi organisme berdasarkan kekerabatan evolusi mereka.
Telemorf. Bentuk seksual dari fungi; pada banyak taksa belum ditemukan.
Vertisil. Suatu kelompok fialid atau kelompok cabang metula di satu titik pada
hifa, biasanya di bagian septum, sehingga membentuk karangan bunga.
DAFTAR ISI
DAFTAR TAB
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep-konsep Trichoderma dan Spesiesnya
Antagonis Trichoderma terhadap F.oxysporum f.sp cubense
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Identifikasi Trichoderma
Pengamatan Morfologi
Ekstraksi DNA, Amplifikasi PCR, Sekuensing
dan Analisis Filogenetik
Uji Aktivitas Antagonis Trichoderma
4 HASIL
Identifikasi Trichoderma
Morfologi Trichoderma
Analisis Filogenetik
Antagonis Trichoderma
Uji Antagonistik Langsung
Uji Daya Hambat Senyawa Volatil Trichoderma spp.
5 PEMBAHASAN
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP................................................................................
xiii
xiii
1
2
2
4
7
7
7
8
9
10
10
12
18
18
20
21
25
26
26
26
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4.
5
Galur-galur Trichoderma spp. yang digunakan dalam penelitian
Kategori Interaksi Trichoderma terhadap Fusarium oxysporum
f.sp. cubense
Nomor koleksi dan nomor aksesi GenBank dari takson-takson
sekerabat yang digunakan dalam analisis filogenetik
Interaksi Trichoderma spp. dengan F.oxysporum f.sp cubense
pada uji antagonis langsung
Daya hambat senyawa volatil Trichoderma spp. terhadap
F.oxyporum f.sp cubense
8
9
12
18
20
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Bagan Alur Penelitian dan Luaran Penelitian
Karakteristik mikroskopis Trichoderma
Pohon filogenetik berdasarkan urutan data ITS nrDNA
Trichoderma spp. di Indonesia
Pohon filogenetik berdasarkan sekuen tefα-1 yang mewakili
pembagian Trichoderma spp. di Indonesia
Pohon filogenetik kombinasi ITS nrDNA dan tefα-1
Trichoderma spp. di Indonesia
Kategori aktivitas antagonis Trichoderma
3
11
15
16
17
19
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trichoderma merupakan salah satu cendawan saprob kosmoplitan yang
banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat yang
berkayu. Trichoderma dikenal sebagai salah satu cendawan yang dapat
dikembangkan sebagai agens biokontrol karena bersifat antagonis terhadap
cendawan lainnya terutama cendawan patogen (Carpenter et al. 2008). Beberapa
galur lainnya bermanfaat sebagai agens bioteknologi enzim, misal T. reesei
(Kumar et al.2008). Arti penting ekonomi ini menyebabkan identitas dari galur
Trichoderma menjadi sangat penting. Namun, identifikasi Trichoderma secara
morfologi masih cukup sulit karena banyaknya kemiripan karakter-karakter
morfologinya antara spesies-spesies (Druzhinina & Kubicek 2005).
Konsep-konsep dalam klasifikasi Trichoderma berkembang sesuai dengan
kemajuan teknologi. Trichoderma pertamakali diperkenalkan oleh Persoon pada
tahun 1794 berdasarkan ciri morfologinya. Kemudian, Rifai (1969) mempelajari
sekumpulan Trichoderma dan membaginya menjadi 9 agregat spesies, yaitu T.
piluliferum Webster & Rifai, T. polysporum (Link ex Pers.) Rifai, T. hamatum
(Bon.) Bain., T. koningii Oud., T. aureoviride Rifai, T. harzianum Rifai, T.
longibrachiatum Rifai, T. pseudokoningii Rifai, dan T. viride Pers. ex SF Graf
(Rifai 1969). Konsep agregat dan klasifikasi Trichoderma ini dipublikasikan pada
tahun 1969 dalam suatu monograf yang berjudul “A revision of the genus
Trichoderma”. Konsep ini direvisi oleh Bisett (1991a) dan Trichoderma dibagi ke
dalam 5 seksi (section) spesies biologi, yaitu seksi Trichoderma Bissett, seksi
Longibrachiatum Bissett, seksi Saturnisporum Doi et al., seksi Pachybasium
(Sacc.) Bissett dan seksi Hypocreanum Bissett (Bissett 1991a).
Pendekatan identifikasi berkembang pesat saat digunakan analisis
molekuler. Era molekuler ini dimulai dengan penggunaan daerah ITS1 dan ITS 2
(Kinderman et al.1998). Ketika ITS ditemukan ternyata tidak cukup beragam
untuk mengenali spesies-spesies yang secara morfologi berbeda, analisis multigen
mulai diperkenalkan untuk Trichoderma (Kullnig et al. 2002). Pada sepuluh tahun
terakhir, identifikasi Trichoderma ke tingkat spesies telah lebih mapan dengan
kemajuan dalam teknologi sekuensing DNA dan analisis filogenetik molekuler
(Druzhinina & Kubicek 2005). Analisis kombinasi dari internal transcribed spacer
1 dan 2 (ITS1 dan ITS2) dan gen tef α-1 dalam banyak kasus telah diakui sebagai
alat yang dapat digunakan dalam identifikasi rutin Trichoderma/Hypocrea
(Druzhinina et al. 2005). Hal yang sama diungkapkan oleh Taylor et al. (2004)
yang menyatakan bahwa penerapan konsep Genealogical Cocordance
Phylogenetic Species Recognition (GCPSR) telah menyelesaikan masalah
taksonomi dan identifikasi Trichoderma (Samuels 2006). Selain itu marka
molekuler Trichoderma yang memiliki kekuatan pembeda mulai dikembangkan
(Druzhinina et al. 2005; Kopchinskiy et al. 2005) untuk mengenali spesies-spesies
Trichoderma. Salah satu contohnya adalah daerah gen RNA polimerase II (RPB2)
yang digunakan untuk mengidentifikasi Trichoderma yang sebelumnya tidak
dapat diidentifikasi oleh lokus ITS dan tef α-1 (Hanada et al. 2008, Samuels et al.
2011).
2
Konsep GCPSR belum diterapkan untuk identifikasi cendawan asal
Indonesia termasuk Trichoderma. Mayoritas publikasi dari taksonomi
Trichoderma dari Indonesia didasarkan pada pendekatan klasik seperti yang
dilakukan oleh Nandang (2002), Amran (2008) dan Jamillah (2011). Oleh sebab
itu, pendekatan molekuler multigen untuk identifikasi Trichoderma asal Indonesia
diterapkan pada penelitian ini.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Microbial Culture Collection
(LIPIMC) dan Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC) menyimpan
koleksi Trichoderma. Sebanyak 27 nomor aksesi Trichoderma milik kedua
Culture Collection ini belum diidentifikasi sampai dengan spesies. Padahal
identitas yang akurat merupakan suatu prasyarat baku bagi koleksi mikroba yang
disimpan Culture Collection ini. Oleh sebab itu, koleksi ini digunakan sebagai
obyek evaluasi pendekatan-pendekatan identifikasi yang berkembang saat ini
dengan tujuan akhir adalah pemberian nama yang akurat.
Selain itu galur Trichoderma dengan sifat antagonis terhadap Fusarium
oxysporum fsp. cubense (Foc) diperlukan oleh masyarakat untuk mengendalikan
penyebab penyakit Panama pada pisang. Oleh sebab itu, pada penelitian ini
pengujian aktivitas antagonis 27 galur Trichoderma tersebut terhadap Foc juga
dilakukan. Sebelumnya, aktivitas antagonis Trichoderma di Indonesia pernah
dilaporkan. Nurbailis et al. (2006) menyatakan bahwa galur Trichoderma asal
tanah di berbagai daerah sentra produksi pisang di Sumatera Barat mampu
menanggulangi penyakit Layu Panama di Sumatera Barat. Sudantha et al. (2011)
juga menyatakan beberapa galur Trichoderma asal tanah tanaman pisang di NTB,
efektif menghambat pertumbuhan Foc secara in-vitro.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang terkonsentrasi pada
Trichoderma asal tanaman pisang, pada penelitian ini sebanyak 27 galur
Trichoderma asal tanah dan serasah dari berbagai wilayah di Indonesia yang
bukan pertanaman pisang diduga memiliki kemampuan antagonis terhadap Foc.
Oleh sebab itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui potensi galur-galur
Trichoderma sebagai antagonis Foc melalui mekanisme antagonis langsung dan
melalui senyawa volatil pada uji in-vitro.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Trichoderma koleksi
LIPIMC dan IPBCC yang berasal dari serasah dan tanah berbagai daerah di
Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua gen (ITS dan Tef-1) dan
menganalisis sifat antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp cubense.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dasar dalam melakukan
penelitian identifikasi tingkat spesies untuk cendawan pada umumnya, khususnya
cendawan Trichoderma spp. Selain itu, galur-galur terbaik hasil seleksi uji
antagonis terhadap Foc dapat digunakan dalam uji coba efektifitasnya di
lapangan.
3
Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap
Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc)
Tujuan : Mengidentifikasi Trichoderma yang berasal dari berbagai daerah dan substrat di Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua
gen (ITS dan Tef-1) dan mengetahui aktivitas antagonisnya terhadap Foc
Luaran : 27 galur Trichoderma spp. teridentifikasi sampai tingkat spesies dan mendapatkan galur-galur yang memiliki aktivitas antagonis
terbaik dalam menghambat pertumbuhan Foc
II. Aktivitas Antagonis Tichoderma spp.
terhadap Foc
Tujuan : Mengetahui kemampuan antagonis
Trichoderma spp terhadap Foc
Metode:
a. Kultur ganda
b. Uji senyawa Volatil
I. Identifikasi Trichoderma spp.
Tujuan : mengetahui nama spesies dari
setiap galur Trichoderma uji.
Metode :
a. Pengamatan morfologi
b. Ekstraksi DNA Trichoderma spp.
c. Analisis Filogentik
Luaran : Mengetahui nama Trichoderma yang tervalidasi untuk 27
galur dan sifat antagonisnya.
Gambar 1 Bagan alur penelitian dan luaran penelitian
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep-Konsep Trichoderma dan Spesiesnya
Trichoderma Pers. ex Fr. dibangun berdasarkan Trichoderma viride Pers. ex
SF Gray (Rifai 1969, Bissett 1991a). Spesies ini merupakan saprob penghuni
tanah dan kayu. Spesies Trichoderma lainnya yang juga pertama kali ditemukan
asal tanah adalah T. koningii Oud. (Rifai 1969). Sejak itu jumlah spesies
Trichoderma yang dilaporkan bertambah terus. Konsep Trichoderma juga
berubah-ubah. Ketika Rifai (1969) mempelajari anamorf dari Hypocrea, ia
menemukan bahwa spesies-spesies Trichoderma lebih mudah didefinisikan secara
lebih akurat. Konsep barunya tentang spesies Trichoderma yaitu agregat spesies
ditulis oleh Rifai (1969) dalam sebuah monograf yang berjudul ‘A Revision of the
Genus Trichoderma’. Dalam monografnya, Rifai (1969) memperkenalkan
sembilan agregat spesies. Agregat spesies dibangun berdasarkan pengamatan
morfologi pada koloni yang tumbuh pada Malt Extract Agar 2%, pada suhu ruang
dan ukuran, bentuk serta ornamentasi diamati pada kultur yang berumur 2
minggu.
1. T. piluliferum Webster & Rifai
Koloni T. piluliferum berwarna putih, hijau keputihan sampai hijau.
Hifanya hialin, bercabang banyak, bersepta dan tidak memiliki hifa steril.
Konidiofornya panjang, bercabang banyak. Dekat ujung konidiofornya terdapat
fialid yang bergerombol, pendek dengan ukuran 4.5-6.5 x 2.8-3.5 μm. Konidia
hialin dan berbentuk agak bulat-bulat, permukaannya halus, dengan diameter
2.5-3.5 μm (Rifai 1969).
2. T. polysporum (Link ex Pers) Rifai
T. polysporum memiliki konidiofor dengan ujung hifa steril dan sangat
rapat membentuk kelompok fialid yang kompak. Fialid berukuran 4-6.5x33.5μm, pendek, berkelompok, dan hampir menyerupai buah pir dengan bagian
atas dan tengah agak lebih besar dari bagian. Konidia tidak bewarna, berbentuk
ellips dan berukuran 2.8-3.7 x 1.8-2.0 μm (Rifai 1969).
3. T. hamatum (Bon) Bain
T. hamatum memiliki warna koloni yang bervariasi dari hijau keputihan.
Hifanya hialin, berdinding halus, bersepta dan memiliki perpanjangan hifa
steril. Pada bagian dekat ujung konidiofornya terdapat kelompok fialid yang
bentuknya seperti buah pir dan pendek. Konidianya subsilindris, berbentuk
ellips, bewarna hijau pucat dengan ukuran 3.8-6 x 2.2-2.8 μm (Rifai 1969)
4. T. koningii Oud
T. koningii memiliki warna koloni yang bervariasi yaitu putih kehijauan
hingga hijau gelap. Konidiofor bercabang banyak sehingga koloninya
membentuk zona seperti cincin. Pada ujung-ujung konidiofor terdapat 5 fialid
dan terkadang juga tunggal. Fialid berukuran 7.5-12 x 2.5-3.5 μm. Pada ujung
fialid terdapat konidia yang berbentuk ellips dengan ukuran 3.0-4.8 x 1.9-2.8
(Rifai 1969).
5
5. T. aureoviride Rifai
T. aureoviride memiliki warna koloni kehijauan dengan konidiofor
bercabang seperti pohon . Fialid panjang berukuran 7-14 x 2-2.5 μm, berbentuk
seperti botol asimetris, berjumlah 3-4. Konidia obovoid dan kadang-kadang
ellips, berdinding halus, berukuran 3.0-4.8 x 2.0-3.0 μm bewarna hijau
kekuningan (Rifai 1969).
6. T. harzianum Rifai
T. harzianum memiliki koloni bewarna hijau sampai hijau gelap.
Percabangan konidiofor membentuk sudut siku-siku pada konidiofor utama.
Pada ujung konidiofor terbentuk fialid yang berjumlah satu sampai lima,
berbentuk pendek dengan ujungnya meruncing dibandingkan dengan bagian
tengahnya, dan berukuran 5-7 x 3-3.5 μm. Konidia bulat dengan ukuran 2.8-3.2
x 2.5-2.8 μm (Rifai 1969).
7. T. longibrachiatum Rifai
T. longibrachiatum dapat tumbuh cepat, hifa berseptat, hialin, dengan
diameter 2-10 μm. Fialid muncul tidak beraturan, sering muncul tunggal,
berukuran 6-14x2.5-3 μm dengan konidia berukuran 3.6-6.5x2.2-3 μm dan
terkadang sampai 7 μm, ellips, berdinding halus dan bewarna hijau pucat
sampai hijau (Rifai 1969).
8. T. pseudokoningii Rifai
T. pseudokoningii memiliki warna koloni putih, putih kehijauan sampai
hijau gelap, dan menghasilkan pigmen kuning pada media. Miseliumnya
tersusun oleh kumpulan hifa yang bercabang, bersepta, dan berdinding halus.
Konidiofor berukuran 5.5-8 x 2.7-3.5 μm. Konidia bewarna hijau pucat, ellips,
berukuran 3.4-4.6 x 2-2.5 μm (Rifai 1969).
9. T. viride Pers ex S.F Gray
T.viride memiliki warna koloni hijau sampai hijau agak kebiruan, hifa
hialin, bersepta, dan memiliki aroma yang khas yaitu aroma tengik minyak
kelapa. Konidiofor utama memiliki diameter 4.5 μm, menghasilkan beberapa
cabang lateral. Cabang-cabang lateral tersebut berjumlah 2 - 3 dengan fialid
yang berukuran 8-14 x 2.3-3 μm yang terkadang bisa mencapai 20μm. Konidia
yang berdinding kasar dengan ukuran 2.8-5(- 6.3) x 2.8-4.5μm (Rifai 1969).
Klasifikasi Trichoderma direvisi oleh Bissett (1991a-c). Bissett (1991a)
mengenal 5 seksi Trichoderma yaitu, seksi Trichoderma, seksi Longibrachiatum,
seksi Pachybasium, seksi Hypocreanum dan seksi Satunisporum. Di dalam seksiseksi ini terdapat 27 spesies (Druzhinina and Kopchinskiy 2006). Seksi
Hypocreanum dan seksi Saturnisporum kemudian digabung dengan seksi
Longibrachiatum berdasarkan analisis molekuler dari daerah ITS r-DNA (Kuhls
et al. 1997). Samuels et al. (1998) mendukung pendapat Kuhls et al.1997 dan
menyatakan bahwa karakter konidiofor dan konidia dari seksi Saturnisporum
mirip dengan seksi Longibrachiatum.
Masing-masing seksi memiliki ciri khas. Seksi Trichoderma memiliki
konidiofor yang sempit dan lentur, fialid sering berpasangan dan dalam satu
rangkaian, dan fialid jarang lebih dari tiga. Seksi Pachybasium memiliki banyak
cabang konidiofor, konidiofornya besar dengan fialid yang gemuk dan pendek.
Beberapa spesies lainnya memiliki konidiofor steril. Seksi Longibrachiatum
memiliki kondiofor yang jarang bercabang dan jika bercabang tidak beraturan,
6
dan letak fialid juga tidak beraturan dan tidak di dalam rangkaian serta
menghasilkan pigmen berwarna kuning agak kehijauan (Bissett 1991a).
Pada sepuluh tahun terakhir, perkembangan klasifikasi Trichoderma mulai
mengalami kemajuan dengan adanya teknologi sekuensing DNA dan analisis
filogenetik. Taylor et al. (2004) melakukan penerapan konsep Genealogical
Cocordance Phylogenetic Spesies Recocnition (GCPSR) yang bergantung pada
analisis lebih dari satu lokus gen sehingga dapat menyelesaikan masalah
taksonomi dan identifikasi Trichoderma (Samuels 2006). Analisis kombinasi dari
daerah internal transcribed spacer 1 dan 2 (ITS1 dan 2) dan gen tef α-1, dalam
banyak kasus telah diakui dapat digunakan sebagai alat yang baik untuk
identifikasi rutin Trichoderma/Hypocrea (Druzhinina et al. 2005). Selain itu,
beberapa tahun terakhir analisis tambahan dengan daerah gen RNA polimerase II
(rpb2) mulai digunakan untuk identifikasi spesies Trichoderma yang tidak dapat
ditentukan oleh kombinasi daerah gen ITS dan tef α-1 (Hanada 2008, Samuels et
al. 2011).
Antagonis Trichoderma terhadap Fusarium oxyporum f.sp. cubense (Foc)
Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) adalah salah satu organisme
pengganggu tanaman (OPT), penyebab penyakit layu Panama pada tanaman
pisang. Penyakit ini tercatat sebagai OPT paling berbahaya mengancam industri
pisang dunia (Visser 2010). Di Indonesia, penyakit ini juga telah menghancurkan
ribuan hektar pertanaman pisang baik perkebunan pisang komersial maupun
pertanaman pisang rakyat (Nasir et al. 2005).
Salah satu cara pengendalian penyakit layu Panama ini adalah penggunaan
fungisida. Namun, fungisida ternyata belum dapat mengendalikan penyakit ini
dengan baik (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Nusa Tenggara
Barat, 2007). Efektivitas penanggulangan dengan varietas pisang tahan penyakit
layu Panama belum diketahui, sehingga penggunaan varietas tahan untuk
pengendalian penyakit layu Panama belum dilakukan secara intensif (Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian NTB, 2007). Dengan demikian, perlu dicari
alternatif lain yang efektif dan efisien, misalnya pengendalian hayati dengan
cendawan saprob antagonis, seperti Trichoderma spp.
Trichoderma memiliki sifat antagonis dalam mengendalikan beberapa
fitopatogen tular tanah. Proses antagonis Trichoderma terhadap cendawan
patogen meliputi beberapa cara, yaitu kompetisi, parasitisme dan antibiosis.
Proses kompetisi ini pun beragam, menurut Howell (2002) kompetisi yang terjadi
bisa saja melibatkan kompetisi ruang maupun nutrisi pada kedua cendawan yang
saling berinteraksi menyebabkan pertumbuhan salah satu cendawan akan terdesak
disepanjang tepi koloni. Adanya hambatan perkembangan pertumbuhan cendawan
patogen oleh Trichoderma sp. disebabkan karena pertumbuhan koloni
Trichoderma sp. jauh lebih cepat dibanding cendawan patogen lainya.
Beberapa spesies dari Trichoderma memiliki kemampuan yang berbedabeda dalam mengendalikan cendawan patogen. Misalnya saja, T. harzianum dan
T. hamatum memproduksi enzim β-1,3-glukanase dan kitinase yang dapat
menyebabkan eksolisis hifa inang (Nugroho et al. 2001). Selain itu T. hamatum
juga memproduksi selulase yang diduga dapat memparasiti Pythium spp
7
(Kurniawan et al.2006). Menurut Howell (2002), miselium Trichoderma dapat
menghasilkan beragam enzim seperti selulase dan kitinase. Adanya kitinase
menyebabkan Trichoderma dapat bersifat sebagai parasit bagi cendawan yang
lainnya. Vinale et al. (2006) dan Degenkolb et al. (2008) menyatakan bahwa
beberapa Trichoderma menghasilkan antibiotik seperti trichodermin,
trichodermol, harzianolide serta beberapa senyawa peptaibol dan peptaibiotik
yang berperan dalam aktivitas biokontrol.
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Desember 2012.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorim Biosistematika dan Laboratorium Analitik
LIPI Cibinong, Jawa Barat.
Identifikasi Trichoderma
Pengamatan Morfologi
Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tanah atau
serasah (Tabel 1). Isolat ditumbuhkan kembali pada Potato Dextrose Agar (PDA),
Malt Extract Agar (MEA), Corn Meal Agar (CMA) dengan 2% dekstrosa, dan
diinkubasi pada 25-30 °C selama lima hari. Morfologi dan karakterisasi koloni
dilakukan pada biakan berumur 5 hari. Setelah itu dilakukan pembuatan preparat
dengan menggunakan metode riddle. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Biosistematika, Divisi Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Jawa Barat.
Ekstraksi DNA, Amplifikasi PCR, Sekuensing, dan Analisis Filogenetik
DNA genom dari Trichoderma spp. dipanen setelah 3-5 hari ditumbuhkan di
Potato Dextrose Broth dengan menggunakan NucleonTMPhytoPureTM (GE
Healthcare, Inggris). Daerah internal transcribed spacer (ITS) meliputi ITS 1 dan
2, 5.8S rRNA, dan bagian dari elongation factor α-1 (tef α-1) diamplifikasi
dengan menggunakan pasangan primer dari ITS4 (5'-TCCTCCGCTTATTG
ATATGC-3') - ITS5 (5'-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3') (White et al.
1990) dan tef α-1-fw (5'-GTGAGCGTGGTATCACCATCG-3.') - tef α-1rev (5'GCCATCCTTGGAGACCAGC-3') (Kullnig et al. 2002). Campuran PCR (25 μL)
untuk kedua daerah ITS dan tef α-1 yang mengandung 10 μl nuclease free water,
12.5 μl GoTaq® Green Master Mix (Promega), 0.5 μl dari 10mM primer foward
dan reverse, 0.5 μl DMSO, dan 1μl cetakan DNA. Kondisi amplifikasi PCR untuk
wilayah ITS ditetapkan sebagai berikut: predenaturasi pada 95ºC selama 90 detik,
diikuti dengan 35 siklus dari denaturasi pada 95ºC selama 30 detik, annealing
pada 55 º C selama 30 detik, pemanjangan pada suhu 72ºC selama 90 detik, dan
pemanjangan akhir pada suhu 72ºC selama 5 menit. Amplifikasi PCR untuk
daerah tef α-1 ditetapkan sebagai berikut: predenaturasi pada 94ºC selama 60
8
detik, dengan 35 siklus denaturasi pada 94 º C selama 60 detik, annealing pada
59ºC selama 60 detik, pemanjangan pada 74ºC selama 50 detik, dan pemanjangan
akhir pada 72ºC selama 7 menit. Amplikon dari ITS dan tef α-1 dikirim ke
FirstBASE (Malaysia). Urutan DNA ITS dan tef1 dianalisis menggunakan urutan
sekuens Hypocrea/Trichoderma yang tersedia di http://www.mycobank.org.
Semua sekuens DNA dilihat kesamaannya dengan data genbank sekuen
Trichoderma di http://www.mycobank.org dan www.blast.ncbi.nih.gov/Blast.
Urutan sekuen Trichoderma dari genbank yang sangat mirip dengan isolat
yang diteliti (Tabel 1) diambil dan disejajarkan dengan menggunakan MEGA 5
(Tamura et al. 2011). Hasilnya kemudian didepositkan ke TreeBASE
(http://www.treebase.org/) dengan nomor aksesi S14224 Neighbor-Joining (NJ).
Analisis filogenetik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MEGA 5.
Kekuatan cabang pohon internal yang dihasilkan diuji dengan analisis bootstrap
menggunakan 1.000 ulangan (Felsenstein 1985) dengan nilai 50% consensus tree
pada analisis multigen diterapkan. Ketidaksesuaian Length Difference Test atau
Partition Homogenety (PHT) dianalisis dengan menggunakan PAUP* 4.0b10
(Sowfford 2002) untuk mengevaluasi kesesuaian antara dataset (Cunningham
1997).
Tabel 1 Galur-galur Trichoderma spp. yang digunakan dalam penelitian
No
No Aksesi
Asal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
LIPIMC 0152
LIPIMC 0384
LIPIMC 0388
LIPIMC 0548
LIPIMC 0564
LIPIMC 0565
LIPIMC 0566
LIPIMC 0568
LIPIMC 0569
LIPIMC 0570
LIPIMC 0571
LIPIMC 0572
LIPIMC 0573
IPBCC 93.260
IPBCC 99.300
IPBCC 06.325
IPBCC 07.545
IPBCC 07.546
IPBCC 07.547
IPBCC 07.556
IPBCC 08.605
IPBCC 08.606
IPBCC 08.618
IPBCC 13.1031
IPBCC 13.1031
IPBCC 13.1033
Tanah, Gunung Bromo
Serasah, Gunung Salak
Tanah, Raja Ampat Papua
Tanah, Gunung Bromo
Serasah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Tanah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Tanah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Serasah, Gunung Salak
Tanah
Gaharu, Pekanbaru
Tandan kosong kelapa sawit, Pekanbaru
Serasah Shorea sp., Kalimantan
Serasah Shorea sp., Kalimantan
Serasah, Kalimantan
Serasah Shorea sp., Kalimantan
Serasah, Tarakan
Serasah, Kalimantan
Serasah
Tanah
Tanah, Gunung Ciremai
Tanah
9
No
No Aksesi
Asal
27
IPBCC 13.1034
Tanah, Yogyakarta
Uji Aktivitas Antagonis Trichoderma
Uji antagonis dilakukan dengan dua cara yaitu uji antagonis langsung dan
uji pengaruh senyawa volatil. Uji antagonis langsung dilakukan dengan metode
kultur ganda (Skidmore & Dickinson 1976). Trichoderma sp. dan Foc yang
ditumbuhkan pada medium cawan Malt Extract Agar (MEA) selama 5-7 hari pada
suhu 27oC dijadikan sumber inokulum. Satu potong cetakan miselium
Trichoderma (diam. + 0.5 cm) diletakkan berdampingan dengan satu potong
cetakan miselium Foc dengan jarak inkubasi 3 cm. Pertumbuhan kedua koloni
diamati setiap hari dari hari ke-2 sampai hari ke-7. Daya hambat galur
Trichoderma terhadap Foc dinyatakan dengan persentase daya hambatnya yang
dihitung berdasarkan rumus (Bendahmane et al. 2012):
I (%)
I
Cn
Co
= ( 1 - Cn/Co ) x 100
= persentase daya hambat
= rata-rata diameter cendawan patogen pada perlakuan
= rata-rata diameter cendawan patogen pada kontrol
Daya hambat juga dinyatakan dalam bentuk kategori interaksi antagonis (Tabel 2)
menurut Rini dan Sulochana (2007).
Kategori Interaksi Trichoderma terhadap Fusarium oxysporum f.sp.
cubense
Kategori
Definisi
1
Koloni Trichoderma menutupi seluruh koloni Foc
2
Koloni Trichoderma menutupi 3/4 koloni Foc
3
Koloni Trichoderma menutupi 1/2 koloni Foc
4
Koloni Trichoderma dan Foc tertahan pada zona kontak
5
Koloni Foc menutupi koloni Trichoderma
Tabel 2
Pada uji senyawa volatil koloni Trichoderma dan Foc ditumbuhkan pada
cawan berbeda. Tutup cawan Trichoderma yang telah berumur ±5 hari, dibuka
dan ditangkupkan pada cawan yang berisi biakan cendawan Foc yang baru
diinokulasikan. Pengamatan dilakukan sampai pertumbuhan Foc memenuhi
cawan atau terhenti. Daya hambat dihitung dengan cara yang sama seperti
diuraikan di atas.
10
4 HASIL
Identifikasi Trichoderma
Morfologi Trichoderma
Berdasarkan ciri morfologinya, galur-galur Trichoderma yang digunakan
dalam penelitian ini tersebar dalam tiga seksi, yaitu Trichoderma,
Longibrachiatum, dan Pachybasium. Strain LIPIMC 0566, LIPIMC 0571,
LIPIMC 0568, dan IPBCC 13.1031 umumnya memiliki konidiofor yang lebih
kurus dibandingkan dengan ukuran standar konidiofor Trichoderma, percabangan
jarang, fialid seringkali berpasangan, dan dalam rangkaian yang jarang melebih
dari tiga (Gambar 2A-C). Karakteristik morfologi ini merupakan ciri khas seksi
Trichoderma sensu Bissett (1991a). Bissett menyatakan bahwa seksi Trichoderma
memiliki konidiofor menyebar, percabangan tidak teratur, konidiofor primer lebih
panjang, dan konidiofor sekunder sebagian besar tidak bercabang, dan fialid lebih
jarang tapi teratur. Pada PDA, diameter koloni dari galur-galur itu adalah 5-9 cm
setelah 5 hari inkubasi pada 25-30˚C. Sebagian besar koloni dari galur-galur
tersebut berwarna kehijauan, kecuali koloni LIPIMC 0571 yang memiliki koloni
keputihan. Pada Malt Extract Agar (MEA), semua galur tersebut memiliki koloni
berwarna hijau terang sampai hijau gelap, sedangkan pada CMA, koloni
membentuk bintil-bintil kompak seperti yang dinyatakan oleh Bissett (1991a).
Galur lainnya seperti IPBCC 06.325, IPBCC 07.556, IPBCC 93.260 dan
LIPIMC 0570 memiliki kemiripan morfologi dengan seksi Longibrachiatum
sensu Bissett (1991c). Pada PDA dan MEA, koloni galur-galur ini adalah sekitar 6
-9 cm setelah 5 hari inkubasi pada 25-30˚C. Koloni IPBCC 07.556 dan LIPIMC
0570 berwarna putih keabu-abuan, sedangkan koloni dari IPBCC 93.260 dan
IPBCC 06.325 berwarna hijau kekuningan.
Galur-galur lain yang tidak termasuk ke dalam kedua seksi itu, memiliki
konidiofor yang gemuk, fialid yang membengkak pada bagian dasarnya dan
pendek, dan beberapa galur memiliki rangkaian fialid yang bergerombol (Gambar
2E-G). Warna koloninya bervariasi dari putih, hijau muda, hijau gelap keabuabuan. Morfologi ini jelas mirip dengan seksi Pachybasium sensu Bissett
(1991b).
11
-
Gambar 2 Karakteristik mikroskopis Trichoderma, A. Konidiofor yang sempit
dan bergelombang, T. asperellum LIPIMC 0568, B. Percabangan
konidifor unilateral, T. atroviride LIPIMC 0566 (a. fialid interkalar
dan b. 2-3 rangkaian fialid), C. 2-4 fialid interkalar pada konidiofor
primer T.ovalisporum LIPIMC 0571, D. Pola percabangan
kondidiofor T.reesei IPBCC 07.556, E-F. Jalinan konidiofor yang
gemuk, pendek dan membengkak dengan fialid dalam rangakain yang
bergerombol membentuk struktur piramid, G. T.virens LIPIMC 0388
(a. fialid terminal 3-5 rangkaian, ampuliform dan b. Konidiofor primer
yang gemuk), H. Fialid interkaler dan ampuliform Trichoderma sp.
LIPIMC 0570, I. Konidia Trichoderma sp. LIPIMC 0570 berbentuk
ellips, J. Trichoderma sp. IPBCC 13.1032 (a. Konidiofor primer and
b. Konidiofor sekunder) and K. Konidianya berbentuk bulat ( : skala
10 μm).
Analisis Filogenetik
Analisis urutan ITS dan tef α-1 dengan metode NJ menghasilkan tiga pohon
filogenetik (Gambar 3-5). Sekitar 600bp dari ITS dan 250bp dari tef α-1
dimasukkan kedalam analisis. Pohon filogenetik dibangun dari banyak galur yang
diteliti dan galur-galur rujukan dari GenBank (Tabel 2). Berdasarkan analisis
PHT, terdapat ketidaksesuaian yang nyata pada partisi data ITS dan tef α-1 (Pvalue = 0.004), walaupun begitu, kedua data ini digabungkan dengan berdasarkan
teori “total evidence'' (Huelsenbeck et al. 1996). Penggabungan data ini bertujuan
untuk memperoleh pohon filogeni spesies yang relevan. Analisis filogenetik
menunjukkan bahwa semua Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini
12
tersebar ke dalam seksi Longibrachiatum, seksi Pachybasium, dan seksi
Trichoderma (Gambar 3). Penyebaran ke dalam seksi ini didukung oleh
pengamatan morfologi.
Secara umum, topologi pohon filogenetik dari ITS mirip dengan topologi
pohon filogenetik kombinasi ITS-tef α1. Seksi Trichoderma dan seksi
Longibrachiatum kokoh pada pohon kombinasi dari pada pohon ITS berdasarkan
nilai boostrapnya. Pada pohon ITS, Trichoderma spp. IPBCC 06.325, IPBCC
07.556, IPBCC 93.260 dan LIPIMC 0570 berkelompok dalam
seksi
Longibrachiatum dengan nilai bootstrap 88% (Gambar 3), sedangkan
Trichoderma spp. LIPIMC 0566, LIPIMC 0571, LIPIMC 0568, dan IPBCC
13.1032 mengelompok dalam seksi Trichoderma dengan bootstrap 96% (Gambar
3). Isolat Trichoderma lainnya berkelompok dalam seksi Pachybasium (Gambar
4) yang dapat dipisahkan lagi menjadi beberapa kelompok kecil. Dalam seksi
Pachybasium, Trichoderma sp. LIPIMC 0388, LIPIMC 0565, dan IPBCC 08.618
berkelompok bersama dengan T. virens CBS 249.59 dengan nilai bootstrap 86%
pada pohon ITS (Gambar 3). Trichoderma sp. LIPIMC 0152, IPBCC 13.1031,
13.1033 IPBCC, dan IPBCC 13.1034 membentuk kelompok monofiletik dengan
T. harzianum CBS 226,95 dengan nilai bootstrap berturut-turut 55% (Gambar 3)
dan 52% di pohon ITS dan kombinasi (Gambar 5). Nomor aksesi Trichoderma
spp. lainnya secara morfologi termasuk seksi Pachybasium dianggap kelompok
parafiletik berdasarkan pohon ITS dan kombinasi.
Topologi pohon filogenetik yang dihasilkan dari analisis urutan tef α-1
berbeda dari topologi ITS dan kombinasinya. Trichoderma seksi Longibrachiatum
dan seksi Trichoderma tidak monofiletik (Gambar 4). Seperti pada pohon ITS,
pada pohon tef α-1 Trichoderma sp. LIPIMC 0388, LIPIMC 0565, dan IPBCC
08.618 berkelompok bersama dengan T. virens CBS 249.59 dengan nilai
bootstrap support 81% (Gambar 4) dalam seksi Pachybasium. Beberapa spesies
yang lain dalam seksi Pachybasium masih bersifat parafiletik.
Tabel 3 Nomor koleksi dan Nomor aksesi GenBank dari takson-takson yang
berkerabat yang digunakan dalam analisis filogenetik*
No Nama Spesies
Nomor Koleksi
Nomor Aksesi di GenBank
ITS1 dan ITS2
tefα-1
1
Hypocrea aureoviridis
CBS 245.63
AF399219.1
AF534575.1
2
Hypocrea citrina var.
GJS 96.191
DQ000636.1
DQ005523.1
americana
3
Hypocrea sulphurea
CBS 500.67
HM466665.1
AY937439.1
4
Hypomyces samuelsii
FN859450.1
FN868768.1
5
Trichoderma cf.
IPBCC 13.1032
KC847175
Ovalisporum
6
T. asperellum
CBS.433.97
AY380912
AF401000
7
T. asperellum
LIPIMC0568
KC847169
8
T. atroviride
CBS 142.95
AF456917.1
AY376051.1
9
T. atroviride
LIPIMC0566
KC847170
10 T. aureoviride
CBS.245.63
Z48819
AF401002
11 T. brevicompactum
MA 4103
AF400267
AF401005
12 T. candidum
PC.59
AY737757
AY737742
13
No Nama Spesies
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
T. cerinum
T. chlorosporum
T. chromospermum
T. cinnamomeum
T. citrinoviride
T. crassum
T.cremeum
T. erinaceum
T. effusum
T. fertile
T. gelat