Pemanfaatan Lignin Dari Lindi Hitam Sebagai Bahan Baku Perekat Lignin Resorsinol Formaldehida (LRF)

(1)

PEMANFAATAN LIGNIN DARI LINDI HITAM

SEBAGAI BAHAN BAKU PEREKAT

LIGNIN RESORSINOL FORMALDEHIDA (LRF)

SKRIPSI

Oleh:

Harisyah Manurung

041203001/ Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Usulan : Pemanfaatan Lignin dari Lindi Hitam sebagai Bahan Baku Perekat Resorsinol Formaldehida

Nama : Harisyah Manurung

Nim : 041203001

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ridwanti Batubara, S. Hut, MP

NIP. 132 296 841 NIP. 132 259 571 Iwan Risnasari, S.Hut, MSi

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

NIP. 132 287 853


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 9 April 1986 dari Bapak Abdurrachman Manurung dan Ibunda Murni Daulay, penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1991-1992 di TK Karya Maju Medan, 1992-1998 di SD Swasta Al-Azhar Medan, 1998-2001 di SLTP Negeri 10 Medan, 2001-2004 di SMU Swasta Palapa Medan. Pada tahun 2004 penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan.

Selama kuliah penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia Kayu, Perekat dan Perekatan dan Hama dan Penyakit Hasil Hutan pada tahun 2007. Penulis juga aktif dalam organisasi kampus seperti Bendahara di Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS) tahun 2008. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada tahun 2006 di Mandailing Natal, Praktik Kerja Lapangan di Perum PERHUTANI Unit II Jawa Timur pada tahun 2008.

Penulis melakukan penelitian di HPHTI PT.Toba Pulp Lestari, Tbk pada bulan april 2008 dengan judul ” Pemanfaatan Lignin dari Lindi Hitam sebagai Bahan Baku Perekat Lignin Resorsinol Formaldehida (LRF)” dibawah bimbingan Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P dan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si.


(4)

ABSTRACT

HARISYAH MANURUNG. Lignin usefulness from black liquor like base

substance of Lignin Resorsinol Formaldehida (LRF) glue. Under advisor

Ridwanti Batubara, S. Hut, M. P and Iwan Risnasari, S. Hut, M. Si.

The glue of lignin is glue from plants is used to plywood glue. The purpose of this research is utilization of waste pulp (form of black liquor) to get of lignin and used as base substance of glue. Methode is used by two stage, there are isolation lignin and make the LRF glue. The result of research indication that lignin content is 5,012%. For result tests of to acidity and gelatin time of glue have as according to used standar, however to solid content are not condense, viscosity and density of LRF glue which in test not yet fulfilled Standar Nasional Indonesia (SNI). As a whole the quality of yielded by LRF glue not yet fulfilled SNI.


(5)

ABSTRAK

HARISYAH MANURUNG. Pemanfaatan Lignin dari Lindi Hitam sebagai

Bahan Baku Perekat Lignin Resorsinol Formaldehida (LRF). Dibawah bimbingan Ridwanti Batubara, S. Hut, M.P dan Iwan Risnasari S. Hut,

M. Si.

Perekat lignin merupakan perekat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai bahan perekat kayu lapis. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah pulp (berupa lindi hitam) untuk mendapatkan lignin dan digunakan sebagai bahan baku perekat. Metode yang dilakukan dengan dua tahapan, yaitu pengisolasian lignin dan pembuatan perekat LRF. Hasil penelitian menunjukkan rendemen yang diperoleh sebesar 5,012%. Hasil pengujian derajat keasaman dan masa gelatinasi sudah sesuai dengan standar yang digunakan, akan tetapi untuk kandungan padatan tidak menguap, kekentalan perekat dan berat jenis perekat LRF yang di uji belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Secara keseluruhan kualitas perekat LRF yang dihasilkan belum memenuhi SNI.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan segala berkat dan karunia-Nya penulis masih diberikan kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

Penelitian ini yang berjudul ”Pemanfaatan Lignin dari Lindi

Hitam Sebagai Bahan Baku Perekat Lignin Resorsinol Formaldehida (LRF)”, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Kehutanan di departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya kandungan lignin yang terdapat dalam lindi hitam dari proses kraft dan potensinya sebagai bahan baku perekat serta mengetahui kualitas perekat LRF dengan bahan baku lignin dari lindi hitam PT.Toba Pulp Lestari, Tbk.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing dan memberikan saran dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orangtua tercinta, Bapak Abdurrachman Manurung dan Ibu Murni Daulay, unde Masriah (Almh) abang Abdul Haris, kakak Ayu, kakak Nazwa dan adik Adinda.

2. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P dan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si selaku komisi pembimbing serta Bapak Arif Nuryawan, S.Hut,


(7)

M.Si dan Bapak Tito Sucipto, S.Hut yang telah banyak membantu dalam pencarian literatur.

3. Seluruh Staff dan karyawan di HPHTI PT.Toba Pulp Lestari, Tbk. 4. Seluruh dosen Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian yang telah

membekali penulis dengan ilmu yang diberikan selama mengikuti proses perkuliahan.

5. Teman-teman seangkatan dan adik-adik Kehutanan dan terima kasih kepada keluarga besar.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan, Februari 2009


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Komponen Kimia Kayu ... 4

Lindi Hitam ... 4

Lignin Kraft ... 5

Lignin ... 6

Struktur Lignin ... 7

Klasifikasi dan Distribusi Lignin ... 7

Isolasi dan Penetapan Lignin ... 8

Perekat ... 11

Perekat Lignin ... 11

Perekat Resorsinol Formaldehida ... 12

Jenis-Jenis Kayu yang Digunakan pada Proses Pulping ... 13

METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 17

Persiapan Contoh uji ... 17

Isolasi Lignin ... 17

Pembuatan Perekat Lignin Resorsinol Formldehida ... 19

Pengujian Kualitas Perekat ... 19

Berat Jenis ... 19

Derajat Keasaman (pH) ... 20

Kandungan Padatan yang Tidak Menguap ... 20

Kekentalan (Viskositas) ... 20

Masa Gelatinasi... 21

Analisis Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen ... 23


(9)

Berat Jenis... 26

Gelatinasi ... 27

pH (Keasaman) ... 28

Viskositas... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Mutu fenol resorsinol formaldehida cair

untuk perekat kayu lapis... 22

2. Persentase perbandingan lignin ... 24

3. Data hasil pengujian dengan pembanding PRF ... 31


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan dasar untuk pemulihan lignin dan asam-asam

karboksilat dari lindi hitam kraft ... 10

2. Bagan produk kimiawi yang berasal dari lignin teknis... 10

3. Diagram alir proses isolasi lignin dari larutan sisa pemasak pulp ... 18

4. Alat untuk mengukur pH (pH meter) ... 20

5. Lindi hitam dan lignin ... 24

6. Histogram kandungan padatan yang tidak menguap ... 25

7. Gambar Kandungan padatan yang tidak menguap ... 26

8. Histogram berat jenis ... 27

9. Histogram gelatinasi ... 28

10. Histogram pH (Keasaman) ... 29


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Hasil Penelitian... 35 2. SNI Fenol Formaldehida ... 36 3. Gambar-gambar Penelitian ... 37


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Tanaman Industri (HTI) pada umumnya dibangun agar kayunya dapat digunakan untuk kebutuhan industri perkayuan, seperti

plywood, kayu gergajian, dan pulp. Jenis tanaman yang utama pada HTI di

Indonesia untuk pembuatan pulp adalah jenis tanaman fast growing species seperti jenis ekaliptus dan pinus. Batang kayu tanaman–tanaman ini merupakan bahan pokok yang digunakan untuk pembuatan pulp. Sisa hasil produksi dari pulp ini akan menghasilkan buangan hasil produksi yang tidak sedikit.

Buangan yang dihasilkan dari proses pembuatan pulp pada HTI di Indonesia ini pada dasarnya belum dimanfaatkan dengan baik, yang sebenarnya memiliki daya guna yang lebih, ditambah lagi dengan perkembangan industri-industri di Indonesia belakangan ini yang semakin meningkat, hal ini memicu buangan yang kurang mendapat perhatian oleh setiap orang dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini menjadi perhatian ketika buangan tersebut menyebabkan masalah, seperti adanya penyakit yang disebabkan oleh buangan hasil produksi tersebut. Tercemarnya air oleh buangan tersebut merupakan dampak negatif karena air adalah salah satu penunjang kehidupan manusia.

Buangan dari pabrik pulp pada umumnya berupa padatan, cairan dan gas yang sangat berbahaya bagi manusia maupun lingkungan. Pada pengolahan buangan hasil produksi pulp, sudah cukup banyak orang yang


(14)

melakukan penetralan/memulihkan buangan hasil produksi pulp menjadi buangan yang tidak berbahaya lagi bagi manusia maupun lingkungan, tetapi untuk pemanfaatan yang lebih berdaya guna belum menjadi perhatian dari banyak orang.

Lignin yang berasal dari lindi hitam merupakan buangan dari pembuatan pulp yang telah digunakan sebagai bahan perekat sejak dikenal pemasakan kayu dengan proses sulfit. Pemanfaatan lignin dari lindi hitam didasari pada pengurangan ketergantungan terhadap kebutuhan perekat sintetik sebagai hasil olahan asal minyak bumi yang merupakan sumber daya yang tidak terbarukan, mengurangi pencemaran lingkungan dan

merupakan usaha untuk menekan biaya produksi pembuatan perekat (Nimz, 1983 dalam Santoso dan

Pada pembuatan perekat lignin dari lindi hitam ini, penggunaan resorsinol formaldehida dimungkinkan untuk digunakan. Resorsinol formaldehida memiliki kelebihan-kelebihan, diantaranya baunya kurang bila dibandingkan dengan phenol formaldehida, lebih cepat mengeras pada temperatur rendah, lebih aktif dari fenol formaldehida, tahan terhadap pengaruh cuaca, kelembaban tinggi, direbus air, suhu tinggi dan biodeteriorasi serta penggunaan untuk eksterior, untuk perkapalan, struktural dan untuk marine construction (Ruhendi dkk, 2007).

Jasni, 2003).

Pada dasarnya lindi hitam yang berasal dari industri pulp dengan menggunakan proses kraft belum ada penelitian lebih lanjut untuk melihat kandungan ligninnya, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap lindi


(15)

hitam tersebut untuk pemisahan lignin dan memanfaatkan lignin tersebut sebagai perekat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui banyaknya kandungan lignin yang terdapat pada lindi hitam (Black Liquor) dari proses kraft dan potensinya sebagai bahan baku perekat.

2. Mengetahui kualitas perekat Lignin Resorsinol Formaldehida (LRF) dengan bahan baku lignin dari lindi hitam PT. Toba Pulp Lestari yang menggunakan proses kraft.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu:

1. Tersedianya data besarnya kandungan lignin dari lindi hitam pada pembuatan pulp.

2. Memberikan alternatif pemanfaatan lindi hitam (black liquor) sebagai bahan baku perekat.

Hipotesa Penelitian

Adapun hipotesa penelitian ini adalah pada lindi hitam terdapat lignin yang berpotensi untuk dibuat sebagai bahan baku perekat Lignin Resorsinol Formaldehida (LRF)


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Komponen Kimia Kayu

Pada umumnya komponen kimia kayu daun maupun kayu jarum terdiri dari tiga golongan, yaitu:

1. Polisakarida, terdiri dari selulosa dan hemiselulosa 2. Lignin, dan

3. Zat ekstraktif

Komposisi kimia untuk serat kayu jarum terdiri dari lignin 28±3%, selulosa 42±2%, hemiselulosa 27±2% dan zat ekstraktif 3±2%. Sedangkan untuk serat kayu daun lebar terdiri dari lignin 20±4%,

selulosa 45±2%, hemiselulosa 30±5% dan zat ekstraktif 5±3% (Sugesty, 1991 dalam Sudrajat, 1997).

Lindi Hitam

Lindi hitam diperoleh dari pembuatan pulp dengan proses kraft yang menggunakan larutan putih (white liquor), yang secara selektif akan melarutkan lignin dan membuatnya lebih larut dalam cairan pengolah. Setelah proses ini larutan yang mengandung serat kayu terlarut kemudian masuk ke digester dan dipanaskan. Larutan hasil pemanasan yang berwarna hitam (black liquor) dipisahkan dari pulp. Black Liquor inilah lindi hitam tersebut (Fengel dan

Pembuatan pulp kraft, pada dasarnya lindi hitam kraft tersebut yang tertinggal terdiri atas tiga bagian yang berbeda, yaitu, lignin, produk-produk


(17)

degradasi karbohidrat dan resin serta asam-asam lemak (minyak tall). Adapun lignin dan produk-produk degradasi karbohidrat pada saat ini praktis hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi untuk kebutuhan proses (Sj str m, 1996).

Lignin Kraft

Kebanyakan produk-produk degradasi lignin atau yang disebut “lignin kraft” dapat diendapkan dari lindi hitam dengan asam, tetapi bagian-bagian lignin dengan berat molekul rendah tetap dalam larutan. Hasil pengendapan tergantung pada beberapa faktor, pertama-tama pada pH akhir lindi. Untuk penggunaan-penggunaan teknis adalah menguntungkan dengan menggunakan karbondioksida, tetapi tidak mungkin mencapai harga dibawah pH mendekati 8,5. Bila lindi diasamkan dengan menambahkan asam mineral kuat, lebih banyak lignin terendapkan. Karbondioksida membebaskan gugus-gugus hidroksil fenol asam lemah dari lignin, tetapi bukan gugus-gugus karboksilat kuat (Sj str m, 1996).

Pada penggunaan-penggunaan teknis, lindi hitam pertama dipekatkan dengan cara penguapan hingga kandungan padatan tinggi (25-30%), dan buih-buih sabun tall dapat dipulihkan sebelum pengendapan lignin. Agar supaya pengendapan lignin lebih banyak dan untuk pemulihan asam-asam alifatik (produk-produk degradasi karbohidrat), lindi, setelah tahap penguapan berikutnya dapat dibuat asam yang kuat dengan penambahan asam sulfat. Endapan-endapan lignin kraft yang diperoleh


(18)

setelah karbonasi dan penambahan asam sulfat dipisahkan dari lindi hitam dengan penyaringan (Sj str m, 1996).

Lignin kraft atau bentuk-bentuk modifikasinya dapat digunakan sebagai bahan pendispersi dan sebagai aditif dalam karet, resin, dan plastik. Kondensasi lignin kraft dengan formaldehida dan ikatan silang dengan fenol dapat menghasilkan polimer-polimer termosetting yang berguna sebagai perekat untuk produk-produk yang berbeda seperti kertas berlapis dan kayu

lapis (Sj str m, 1996).

Kelarutan lignin yang diendapkan dapat dinaikkan dengan sulfonasi. Produk-produk yang dihasikan bersaing dengan lignosulfonat, tetapi karena kandungan gugus-gugus hidroksil fenol tinggi, maka lebih berguna dalam penggunaan-penggunaan tertentu, termasuk bahan-bahan tanin. Bagian-bagian yang lebih pasti dan sempit dari segi berat molekul dapat diperoleh dengan fraksionasi lignin kraft atau lignin alkalis dengan penyaringan ultra. Dibandingkan dengan lignin yang tidak terfraksionasi, produk terfraksionasi lebih unggul dalam banyak penggunaan misalnya, untuk perekat

(Sj str m,1996).

Lignin

Pada tahun 1838, Payen mereaksikan HNO3 pekat dengan kayu, hasilnya adalah residu padat dan berserat yang disebut selulosa (meskipun ada juga polisakarida lain). Bagian terlarut yang lebih tinggi kadar karbonnya, oleh Schulze pada tahun 1865 disebut lignin. Pada tahun 1897, Klason mempelajari lignosulfonat (lignin produk pabrik pulp sulfit), dan


(19)

menyimpulkan bahwa lignin terdiri dari fenilpropana. Lignin sebagai polimer baru diketahui pada tahun 1907, unit-unit fenil-propana saling berhubungan melalui ikatan eter (Achmadi,1990).

Struktur Lignin

Lignin adalah polimer yang terdiri dari unit fenilpropana. Penyelidikan lignin didasarkan pada isolasi ligninnya, misalnya lignin kayu-giling (milled wood lignin, MWL), lignin hasil degradasi oksidatif, reduksi, hidrolisis asam atau basa. Selanjutnya dilakukan identifikasi produk reaksi dengan teknik kromatografi dan spektroskopi (Achmadi,1990).

Fenilpropana adalah unit dasar dari lignin sudah diketahui sejak lama, tetapi sulit diterima bahwa ada gugus aromatik. Adanya gugus aromatik dibuktikan oleh Lange pada tahun 1954 dengan spektroskopi ultraviolet (Achmadi,1990).

Klasifikasi dan Distribusi Lignin

Lignin dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok menurut unsur strukturalnya.

1. Lignin guaiasil: terdapat pada kayu jarum (26-32%), dengan prazat koniferil alkohol.

2. Lignin guaiasil-siringil: merupakan ciri kayu daun lebar (20-28%, pada kayu tropis >30%), dengan prazat koniferil alkohol: sinapsil alkohol, nisbah 4:1 sampai 1:2.


(20)

Penggolongan lain dapat juga dilakukan. Pada lignin konsentrasi tinggi terdapat dalam lamela tengah dan rendah dalam dinding sekunder (Achmadi,1990)

Isolasi dan Penetapan Lignin

Sifat-sifat lignin yang disebabkan oleh struktur molekul dan letaknya dalam dinding sel, menyebabkan isolasi lignin dalam bentuk tak berubah, belum dapat dilakukan. Semua metode isolasi menunjukkan kekurangan, baik yang secara mendasar mengubah struktur lignin asli maupun melepaskan bagian lignin yang nisbi tak berubah. Metode isolasi lignin terbagi dalam 2 kelompok, yakni:

1. Metode yang menghasilkan lignin sebagai sisa (residu),

2. Metode yang melarutkan lignin, baik dengan ekstraksi pelarut atau membentuk turunan yang larut (Fengel dan

Metode isolasi lignin yang pertama acap kali dinamakan lignin asam, karena biasanya memanfaatkan H2SO4, HCl, atau campurannya. Konsentrasi H2SO4 biasanya berkisar dari 68-78% (biasanya 72%) kemudian diikuti dengan konsentrasi yang jauh lebih encer untuk menyempurnakan hidrolisis polisakarida. Semua pemisahan lignin dengan metode asam ini selalu mengakibatkan kondensasi lignin, dan masuknya unsur Sulfur atau Clor. Lignin yang diperoleh dengan cara ini tak mungkin digunakan untuk penelitian struktur (Fengel

Wegener, 1995).

dan

Dalam kelompok metode pelarutan lignin, yang paling penting

dalam menghasilkan lignin nisbi tak berubah ialah prosedur Bj rkman.


(21)

Serbuk kayu digiling, kemudian diekstraksi dengan dioksana berair. Produknya lazim disebut lignin kayu giling (milled wood lignin, MWL). Walaupun lignin ini berangkali tidak identik dengan lignin asli dan produknya tidak mewakili lignin total yang ada dalam dinding sel, MWL dapat dipandang sebagai yang terbaik untuk penelitian struktur (Fengel dan

Lignin organosolv yang diperoleh dari delignifikasi dengan etanol air ternyata tidak banyak berubah dan sampai batas analitis tertentu menyerupai MWL. Lignin sulfonat, lignin alkali, tiolignin dan lignin sulfat adalah turunan lignin yang didapat dari limbah pabrik pulp (Fengel

Wegener, 1995).

dan

Penetapan lignin kayu adalah bagian penting dalam analisis kayu maupun dalam pencirian pulp. Metode kuantitatif dapat dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu:

Wegener, 1995).

1. Metode langsung; lignin ditetapkan dalam bentuk residu,

2. Metode tak langsung; kadar lignin dihitung - sesudah kadar polisakarida ditetapkan, atau - ditetapkan secara spektrometri, atau

- dihitung secara titrasi dengan pereaksi (pengoksidasi) (Fengel dan Wegener, 1995).


(22)

Lindi Hitam

Penguapan Ekstraktif S

CO2 Karbonasi Lignin H2S

Penguapan Na2CO3, NaHCO3

H2SO4 Pengasaman Lignin H2S

Penguapan Asam-asam mudah menguap Na2SO4

Asam-asam hidroksi

Pemurnian

Gambar 1 Bagan dasar untuk pemulihan lignin dan asam-asam karboksilat dari

lindi hitam kraft (Sj str m, 1996).

Vanilin Siringaldehida Asam vanilat Fenol Asam karbonat Dimetil sulfida Ter DMSO DMS Gas sintetik Eteana Benzena Arang Fenol Metana Karbonmonoksida Arang Etuna

700 - 1000oC

400 - 500oC

Percikan Pirolisis Perekat Komponen resin Bahan pendispersi Emulsifier Fusi alkalis Lignin Teknis Pembakaran

Energi Hidrogenolisis Ter

Minyak

Fenol Fenol Benzena


(23)

Perekat

Penelitian untuk mengembangkan perekat-perekat yang memuaskan dari bermacam-macam bahan organik alami telah mempertunjukkan kemampuan untuk menggantikan petrokemikalia. Dua sumber alami yang mungkin dari resin tipe eksterior adalah kulit kayu dan senyawa-senyawa

lignin yang diperoleh dalam pembuatan pulp kayu (Haygreen dan

Perekat adalah penyambung antara dua atau lebih pada permukaan benda yang berbeda maupun sejenis untuk dijadikan satu. Keadaan suatu perekat ditentukan oleh metode aplikasinya. Perekat cair pada umumnya lebih mudah digunakan, secara mekanis penyebarannya pada permukaan benda yang halus dan rata akan tercapai, sedangkan untuk permukaan yang tidak rata sebaiknya menggunakan sapuan (kuas) atau semprot (spray).

Bowyer, 1996).

Setiap bahan perekat pada umumnya mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing, termasuk di dalamnya faktor harga, maka banyak hasil penelitian terfokus pada modifikasi dengan tujuan mendapatkan bahan perekat yang mempunyai spesifikasi khusus dengan harga ekonomis. Sebagai contoh, produk modifikasi bahan perekat konvensional adalah melamin urea formaldehida (MUF), melamin urea fenol formaldehida (MUPF), tanin urea formaldehida (TUF), dan lignin sulfonat (Pizzi,1983 dalam Yanto,2007).

Perekat Lignin

Lignin adalah suatu produk alami yang dihasilkan oleh semua tumbuhan berkayu. Merupakan komponen kimia dan morfologi ciri dari


(24)

jaringan tumbuhan tingkat tinggi. Kandungan lignin mencapai 15-40% dari berat kering kayu dengan variasi menurut jenis kayu, kondisi pertumbuhan, bagian dari tumbuhan dan banyak faktor lain. Dari segi morfologi, lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamela tengah, dinding primer maupun dalam dinding sekunder. Selama perkembangan sel, lignin dimasukkan sebagai komponen terakhir di dalam dinding sel, menembus di antara fibril dan berfungsi sebagai penguat dinding sel (Ruhendi dkk, 2007).

Pada proses pembuatan pulp, lignin merupakan limbah yang tidak bernilai dan diusahakan untuk dihilangkan. Penggunaan lignin sebagai perekat dimulai sejak dimulainya pembuatan pulp sulfat (spent sulfite

liquor/SSL). Pada dasarnya pembuatan lignin sebagai perekat hampir sama

seperti pada fenol formaldehida, karena keduanya mempunyai komponen kimia yang hampir sama yaitu dari gugus fenolik, sehingga menyebabkan lignin dapat digunakan untuk mensubstitusi fenol formaldehida (Ruhendi dkk, 2007).

Perekat Resorsinol Formaldehida

Isolat lignin yang diperoleh dari lindi hitam memiliki struktur kimia yang dominan terdiri atas siringil dan guasil (49%) dengan nisbah siringil terhadap guaiasil sebesar 1:2,5, serta mengandung gugus fungsi khas, yaitu hidroksifenolik dan metoksil. Lignin ini efektif bila digunakan secara bersama dengan resorsinol dalam bereaksi dengan formaldehida, sehingga dalam kondisi basa terbentuk kopolimer lignin resorsinol formaldehida, sebagai perekat kempa dingin untuk kayu lamina (Ruhendi dkk, 2007).


(25)

Pada penggunaannya resorsinol formaldehida yang digunakan sebagai perekat adalah berupa novolak yang dihasilkan dari kondensasi resorsinol dan formaldehida dengan perbandingan molar 2 : (1-1,5) dan dapat berlangsung pada keadaan basa maupun asam. Agar novolak itu dapat berfungsi sebagai perekat maka untuk mencapai tahap resite dapat dilakukan dengan cara penambahan para-formaldehida yang cukup

sehingga dapat dicapai perbandingan molar sekitar 1 : 1 (Ruhendi dan Hadi, 1997 dalam Ruhendi dkk, 2007).

Kelebihan resorsinol formaldehida adalah baunya kurang bila dibandingkan dengan fenol formaldehida, lebih cepat mengeras pada temperatur rendah, lebih aktif dari fenol formaldehida, tahan terhadap pengaruh cuaca, kelembaban tinggi, direbus air, suhu tinggi dan biodeteriorasi serta penggunaan untuk eksterior, untuk perkapalan, struktural dan untuk marine construction (Ruhendi dkk, 2007).

Jenis-Jenis Kayu yang Digunakan pada Proses Pulping Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla Blake.)

Eucalyptus urophylla termasuk famili Myrtaceae yang terdiri dari

500 jenis dan 138 varietas dan merupakan tumbuhan yang endemik di Australia dan kepulauan sebelah utara Timor, Irian, dan Philipina. Nama

Eucalyptus urophylla diberi oleh Dr. Blake. Nama urophylla berasal dari

Yunani, yaitu auro yang berarti ekor, dan phylla berarti daun (Suhaendi dan Djalpulus, 1978 dalam Purba, 1999).


(26)

Sistematika Eucalyptus urophylla dalam dunia tumbuhan sebagai berikut :

Divisio : Spermathophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledon

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Eucalyptus

Spesies : Eucalyptus urophylla

(Suhaendi dan Djalpulus, 1978 dalam Purba, 1999)

Kayu Pinus (Pinus merkusii Jungh. et. De Vriese.)

Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese termasuk famili pinaceae,

sinonim dengan P. sylvestris auct. Non. L, P. Sumatrana Jungh, P.

Finlaysoniana Blume, P. Latteri Mason, P merkusii var. Tokinensis, P. Merkusiana Cooling & Gaussen. Nama daerah : damar batu, huyam, kayu

sala, sugi, tusam (Sumatera), pinus (Jawa), Sral (Kamboja), Thong Mu (Vietnam), Tingyu (Burma), Tapusan (Filipina), Indochine Pine,

Merkus Pine (Amerika Serikat, Inggris) dan lain-lain (Harahap dan Izudin, 2002 dalam Pangaribuan 2007)

Menurut Harahap dan Izudin, 2002 dalam Pangaribuan 2007, klasifikasi P. Merkusii adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermathophyta Sub Divisio : Gymnospermae


(27)

Kelas : Coniferae

Ordo : Pinales

Famili : Pinaceae

Genus : Pinus

Spesies : Pinus merkusii Jungh. et. De Vriese

Mangium (Acacia mangium Willd.)

Daerah penyebaran alaminya meliputi daerah Queensland, Australia bagian utara, Irian Jaya bagian utara (Fak-Fak dan Tomage), Kepulauan Aru, Maluku Selatan, Seram bagian barat dan daerah Bentuas Kalimantan Timur. Satu-satunya yang menjadi faktor pembatas Acacia mangium yaitu tidak dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat lebih dari 300 meter di atas permukaan laut.

Taksonomi dari Acacia mangium menurut Khaerudin, 1993 dalam Capah, 2007 sebagai berikut:

Divisio : Spermathophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledon

Ordo : Caesalpinia

Famili : Caesalpiniaceae

Genus : Acacia


(28)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Desember 2008. Tempat penelitian di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (pengambilan sampel), Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: lindi hitam pulp dari kayu ekaliptus (Eucalyptus urophylla), Pinus (Pinus merkusii), Akasia (Acacia mangium) yang diperoleh dari PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, bahan kimia yang digunakan antara lain: asam sulfat 2 N, NaOH 0,1 N, NaOH 10%, NaOH 50%, Resorsinol dan Formaldehida.

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: erlenmeyer, indikatoruniversal pH, kertas saring, alumunium foil, batang pengaduk, sarung tangan, masker, timbangan elektrik, oven, desikator, sentrifius, cawan petri, pipet tetes, gelas ukur, saringan 100 mesh, viskometer, tabung reaksi, pH-meter, dan tabung piknometer.


(29)

Metode Penelitian 1. Persiapan Contoh Uji

Lindi hitam yang merupakan cairan sisa pemasak dari pembuatan

pulp diambil dan disaring, untuk memisahkan larutan pemasak pulp dari

serat-serat kayu yang tersisa.

2. Isolasi Lignin

Isolasi lignin dari sisa larutan pemasak pulp dilakukan dengan memasukkan 200 ml larutan sisa pemasak kedalam erlenmeyer dan ditetesi dengan asam sulfat 2 N, dengan perlahan-lahan (1 ml per menit) sampai larutan sisa menunjukkan pH 2. Penurunan pH dimaksudkan agar lignin yang semula larut akan mengendap, karena terjadinya reaksi kondensasi.

Larutan pemasak ini kemudian disentrifus dengan kecepatan 2.500 rpm dengan waktu 25 menit. Endapan lignin yang terbentuk dilarutkan dengan larutan NaOH 0,1 N dan disaring. Selanjutnya larutan lignin diendapkan lagi dengan penambahan asam sulfat, dilakukan kembali seperti diatas. Metode pemisahan ini disebut dengan pengendapan berulang (reprepitasi).

Endapan lignin yang diperoleh lalu dicuci dengan air panas dan terakhir dengan air dingin sampai air pencuci tak asam lagi. Hal ini dapat diketahui dengan menghitung pH air pencuci tersebut. Lignin ini kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 500C, lalu dihaluskan dan diayak dengan menggunakan saringan 100 mesh (lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2). Lignin yang diperoleh, siap untuk digunakan sebagai bahan


(30)

perekat. Rendemen dinyatakan dalam persen bobot (gram) per volume larutan sisa pemasak (ml).

Larutan Sisa Pemasak

Filtrasi

Serat Larutan Sisa Pemasak

Pengasaman

Supernatan Endapan Lignin

Dilarutkan dengan NaOH

Padatan Non Lignin Larutan Lignin

Pengasaman

Supernatan Endapan Lignin

Pencucian dengan H2SO4 Endapan Lignin Pencucian dengan Air

Pengeringan

Supernatan Lignin

Gambar 3 Diagram alir proses isolasi lignin dari larutan sisa pemasak pulp (Ruhendi dkk, 2007).


(31)

3. Pembuatan Perekat Lignin Resorsinol Formaldehida

Komposisi aplikatif perekat lignin resorsinol formaldehida adalah pada resin yang bernisbah mol lignin (L) : resorsinol (R) : formaldehida (F) = 1 : 0,5 : 2 ; 1 : 0,3 : 2 ; dengan kadar aditif 1,5% dari resin padatnya. Penggunaan variasi resorsinol pada pembuatan ini, pada dasarnya ingin melihat keefektifan mana yang paling baik. Resorsinol ini juga digunakan untuk membantu formaldehida dalam bereaksi dengan lignin (Ruhendi dkk, 2007).

4. Pengujian Kualitas Perekat (Citraningtyas, 2002)

a. Berat jenis

Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Timbang piknometer kosong (W1).

2. Masukkan air suling ke dalam piknometer hingga penuh, kemudian tutup, jangan sampai ada gelembung udara didalamnya.

3. Bersih dan keringkan bagian luar piknometer yang berisi air suling tersebut, kemudian timbang (W2).

4. Keluarkan air dari dalam piknometer, bersih dan keringkan.

5. Masukkan contoh uji perekat ke dalam piknometer hingga penuh dan tutup, jangan sampai ada gelembung udara.

6. Bersih dan keringkan bagian luar piknometer yang berisi contoh uji tersebut, kemudian timbang (W3).

7. hitung, bobot jenis dengan persamaan:

Bobot Jenis =

) 1 2 ( ) 1 3 ( W W W W − −


(32)

b. Derajat keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan pHmeter, melalui tahapan sebagai berikut:

1. Standardisasikan pHmeter dengan menggunakan larutan buffer pH 7 dan pH 10.

2. Tuangkan contoh ke dalam piala 200 ml secukupnya dan lakukan pengukuran terhadap pH contoh.

Gambar 4 pH meter.

c. Kandungan padatan yang tidak menguap

Pengujian kadar kandungan padatan yang tidak menguap dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Timbang contoh sebanyak 1,5 gram dan masukkan ke dalam cawan (W1).

2. Kemudian keringkan selama 3 jam pada suhu (105±2)0C, dinginkan dalam desikator dan timbang (W2).

3. Hitung sisa penguapan dengan persamaan: Sisa penguapan (%) = (W2/W1) x 100%


(33)

d. Kekentalan (Viskositas)

Kekentalan perekat diukur dengan menggunakan viskometer, dengan tahapan sebagai berikut:

1. Diukur masa perekat yang akan digunakan sebanyak ±6 gr. 2. Kemudian perekat yang sama diukur volumenya sebanyak ± 5 ml. 3. Lalu perekat dimasukkan ke dalam viskometer secara perlahan. 4. Setelah perekat masuk ke dalam viskometer, kemudian perekat

dihisap melalui labu pengukur sampai batas atas pipa kapiler.

5. Kemudian perekat dari atas pipa kapiler dibiarkan turun sampai bagian bawah dari pipa kapiler.

6. Kemudian dihitung waktunya. Waktu yang dihitung adalah waktu yang dibutuhkan perekat untuk turun dari bagian atas ke bagian bawah pipa kapiler.

e. Masa gelatinasi

Prosedur pengujian masa gelatinasi adalah sebagai berikut:

1. Timbang ± 10 gram contoh uji dan masukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian tutup.

2. Panaskan di atas penangas air pada suhu 1000C, permukaan contoh diletakkan 2 cm di bawah permukaan air.

3. Amati waktu yang dibutuhkan contoh uji dalam tabung tergelatin dengan cara memiringkan tabung reaksi dan terlihat contoh uji tidak mengalir lagi.


(34)

Analisis Data

Analisa data yang dilakukan berupa penghitungan rendemen lignin dari lindi hitam pulp kraft dengan rumus sebagai berikut:

Rendemen (%) =

input output

x 100%

Hasil pengujian yang diperoleh dari penelitian kemudian di bandingkan dengan mutu perekat Fenol Formaldehida cair. Mutu fenol formaldehida cair untuk perekat kayu lapis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persyaratan mutu fenol formaldehida cair untuk perekat kayu lapis

No Parameter Satuan Persyaratan

1 2 3 4 5 6 7 Bentuk Kenampakan

pH (250C)

Kekentalan (250C) Berat Jenis (250C) Sisa Penguapan

Masa Gelatinasi (1000C)

- - - cps - % Menit Cair

Merah kehitaman dan bebas dari kotoran 10,0-13,0

130-300 1,165-1,200 40-45


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Berdasarkan hasil isolasi lignin dari lindi hitam, maka persen rendemen lignin yang diperoleh adalah sebesar 5,012%. Nilai output ini di dapat dari hasil isolasi lignin dari lindi hitam seberat 120,3 gram dibandingkan dengan volume atau input bahan baku sebesar 2000 ml atau setara dengan 2400,2 gram.

Rendemen ini diperoleh dari 2400,2 gram larutan lindi hitam, dimana lignin yang diperoleh dari perpaduan beberapa macam kayu. Kayu yang dipergunakan pada saat lindi hitam ini diperoleh tersusun dari kayu ekaliptus, pinus dan mangium. Perpaduan antara beberapa kayu inilah yang mempengaruhi besarnya rendemen lignin yang diperoleh dari lindi hitam karena setiap kayu memiliki kandungan lignin yang berbeda-beda.

Lignin pada pinus yang merupakan kayu lunak berkisar antara 25-30%, sedangkan pada ekaliptus dan mangium yang merupakan kayu keras berkisar antara 18-25%. Perpaduan jenis kayu dan faktor dari umur kayu saat di panen (biasanya yang masih berumur muda, berkisar umur 3-5 tahun, dimana pada umur 3-5 tahun tersebut pembentukan kayu tersebut masih sedikit menghasilkan lignin kayu) yang berpengaruh terhadap rendemen lignin yang diperoleh. Untuk lebih jelasnya perbedaan lignin kayu dapat dilihat pada Tabel 2.


(36)

Tabel 2 Persentase perbandingan lignin

Kayu lunak (%) Kayu keras (%)

Kayu Kulit Kayu Kulit

Lignin Polisakarida Ekstraktif

25-30 66-72 2-9

40-55 30-48 2-25

18-25 74-80 2-5

40-50 32-42 5-10

Sumber: Harkim dan Rowe (1971) dalam Haygreen dan Bowyer (1996).

Perekat LRF (Lignin Resorsinol Formaldehida) dalam beberapa hal, kopolimer lignin resorsinol formaldehida yang dibuat pada berbagai komposisi nisbah mol, yang selanjutnya disebut resin LRF. Resin LRF yang diperoleh memiliki sifat fisis berupa cairan berwarna coklat kehitaman dan berbau khas fenol. Warna yang dihasilkan diduga berasal dari perpaduan lignin isolat dengan resorsinol yang merupakan senyawa fenolik mengandung 1 gugus hidroksi tambahan pada inti aromatik, membentuk posisi meta (Pizzi dalam Santoso, 2003).

Gambar 5 Lindi hitam (A), dan Lignin (B).

Berdasarkan SNI fenol resorsinol formaldehida bentuk dari perekat lignin resorsinol formaldehida sudah sesuai dengan standar yaitu berbentuk cair. Selain itu kenampakan perekat juga sudah sesuai yaitu berwarna merah kehitaman.


(37)

Kandungan Padatan yang tidak Menguap

Nilai rata-rata dari kandungan padatan yang tidak menguap dengan perbedaan dalam penggunaan resorsinol dapat dilihat pada Gambar 6.

46,8 49,06 0 10 20 30 40 50 60 LRF(1:0,3:2) LRF(1:0,5:2)

Perbandingan Resorsinol (mol)

K an d u n gan p ad atan yan g ti d ak me n gu ap (%)

Gambar 6 Histogram kandungan padatan yang tidak menguap.

Nilai rata-rata kadar padatan perekat Lignin Resorsinol Formaldehida yang dihasilkan adalah 46,80% dan 49,06%. Dari data diatas untuk LRF (1:0,5:2) dan LRF (1:0,3:2) tidak sesuai dengan standar PF karena hasil yang diperoleh lebih besar dari standar yang disyaratkan yaitu sebesar 40-45%. Bila dilihat pada penelitian sebelumnya juga tidak berbeda jauh hasil yang diperoleh dari penelitian diatas, yaitu 32,08% dan 38,11% (Santoso, 2003).

Hasil yang diperoleh, perbandingan resorsinol dalam pembuatan perekat ini menunjukkan dengan bertambahnya resorsinol maka bertambah pula kandungan padatan yang tidak menguap. Hal ini juga terbukti dari penelitian sebelumnya yang dari perbandingan resorsinol 0,3-1,1 peningkatan padatannya dari 32,08-43,17 (Santoso 2003). Gambar 7 adalah gambar padatan yang tidak menguap.


(38)

Gambar 7 Kandungan padatan yang tidak menguap.

Meningkatnya resin padat, mengindikasikan bahwa penambahan resorsinol semakin menambah sempurnanya reaksi kopolimerisasi, sehingga molekul-molekul yang terkandung dalam resin makin meningkat. Dengan demikian diharapkan akan semakin banyak molekul-molekul perekat yang akan bereaksi dengan kayu ketika berlangsung proses perekatan, sehingga tercipta keteguhan rekat yang lebih baik.

Menurut Vick dalam Santoso (2003), ikatan rekat maksimum dapat dicapai jika perekat membasahi semua permukaan adheren sehingga terjadi kontak antara molekul perekat dan molekul kayu, dengan demikian daya tarik antar-molekul antara kayu dan perekat dapat lebih sempurna. Jadi peningkatan kadar resin padat cenderung meningkatkan kualitas perekatan.

Berat Jenis

Nilai rata-rata dari berat jenis perekat lignin resorsinol formaldehida yang dibuat dengan lignin sebagai binder dapat dilihat pada Gambar 8.


(39)

1,14 1,15

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

LRF(1:0,3:2) LRF(1:0,5:2)

Pe rbandingan Re sorsinol (mol)

B

e

r

a

t j

e

n

is

Gambar 8 Histogram berat jenis.

Adapun berat jenis perekat LRF (1:0,5:2) yaitu sebesar 1,15 dan untuk LRF (1:0,3:2) nilai berat jenisnya 1,14 tidak memenuhi standar fenol formaldehida yang mensyaratkan berat jenis berkisar antara 1,165-1,200, akan tetapi memenuhi untuk penelitian yang dilakukan sebelumnya yang hasilnya berkisar antara 1,16-1,29 (Santoso, 2003).

Berat jenis resin perekat cenderung meningkat dengan bertambahnya mol resorsinol, hal ini sejalan dengan Cowd dalam Santoso (2003), yang mengemukakan bahwa pengembangan kekristalan diikuti oleh peningkatan massa jenis. Namun dalam Santoso (2003), penambahan resorsinol sampai 1,1 mol masih belum menyamai kadar resin padat perekat PRF.

Gelatinasi

Masa gelatinasi adalah waktu yang dibutuhkan perekat untuk mengental atau menjadi gel sehingga tidak dapat ditambahkan lagi dengan bahan lain dan siap untuk direkatkan (Salomon, 1967 dalam Meda, 2006 diacu dalam Ruhendi dkk, 2007) . Nilai rata-rata masa glatinasi untuk perekat lignin resorsinol formaldehida ini dapat dilihat pada Gambar 9.


(40)

94,33 102,67 90 92 94 96 98 100 102 104 LRF(1:0,3:2) LRF(1:0,5:2)

Perbandingan Resorsinol (mol)

Wa k tu G la ti n a si (m en it)

Gambar 9 Histogram waktu gelatinasi (menit)

Gelatinasi pada hasil yang diperoleh telah memenuhi standar, dimana hasil rata-rata yang di peroleh lebih panjang yaitu 94,33 dan 102,67 menit, hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang bernilai 125-140 menit (Santoso, 2003). Hasil di atas sesuai untuk standar fenol formaldehida yang syaratnya >30 menit.

Waktu tergelatin mewakili pot life resin. Resin LRF yang dibuat memiliki waktu tergelatin lebih panjang daripada perekat PF yang digunakan sebagai pembanding. Hal ini mengisyaratkan bahwa resorsinol yang terikat pada lignin yang dimetiolasi pada kondisi basa sehingga terbentuk rantai cabang, seperti yang dikutip dari Pizzi (1994) dalam Santoso (2003). Hal ini berakibat terbatasinya kekristalan LRF, sehingga resin tersebut lebih amorf daripada PF.


(41)

pH (Keasaman)

Nilai rata-rata pH perekat lignin resorsinol formaldehida dari seluruh percobaan yang dilakukan pH tersebut memiliki rata-rata 10,67 (Gambar 10).

10,67 10,67

0 2 4 6 8 10 12

LRF(1:0,3:2) LRF(1:0,5:2)

Perbandingan Resorsinol (mol)

p

H

(

K

ea

sa

m

a

n

)

Gambar 9 Histogram pH (Keasaman)

Dalam pembuatan lignin resorsinol formaldehida ini ditambahkan NaOH yang berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi antara lignin, resorsinol dan formaldehida. Menurut Pizzi dalam Citaningtyas 2002, kenaikan pH diatas 3 mengakibatkan proses pereaksian semakin cepat. Hal ini terjadi karena katalis NaOH tersebut menyebabkan pengaktifan lignin dengan resorsinol dan formaldehida. Adapun hasil yang diperoleh pH sebesar 10,67 sesuai untuk standar fenol formaldehida yang syaratnya pH 10,0-13,0 begitu juga dengan penelitian sebelumnya yang memperoleh pH 11 (Santoso, 2003).


(42)

Viskositas

Viskositas atau kekentalan dari perekat lignin resorsinol formaldehida untuk nilai rata-rata masanya dapat dilihat pada Gambar 10. Viskositas atau kekentalan pada hasil yang diperoleh belum memenuhi standar, dimana hasil rata-rata yang di peroleh adalah 0,936 dan 1,002 poise begitu juga penelitian sebelumnya yang diperoleh 1,0 poise (Santoso ,2003). Hal ini dapat dilihat dari fenol formaldehida yang mensyaratkan viskositas sebesar 1,30-3,00 poise atau 130-300 cps.

0,936 1,002 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 LRF(1:0,3:2) LRF(1:0,5:2)

Pe rbandingan Re sorsinol (mol)

V isk o si ta s ( p o ise )

Gambar 11 Histogram Viskositas (poise)

Viskositas resin LRF dibuat relatif tidak terpengaruh dengan bertambahnya mol resorsinol, dan diupayakan lebih encer daripada perekat PF, dengan tujuan agar memiliki pot-life lebih lama. Parameter ini bukan merupakan besaran yang diukur, melainkan target akhir dari reaksi. Kondisi ini diciptakan karena menurut Maloney dalam Santoso (2003), resin yang berkadar padat tinggi dengan viskositas sesuai akan membuatnya mampu menembus pori kayu dengan baik dan membentuk ikatan yang optimum, sehingga dihasilkan daya rekat yang memuaskan. Fakta di lapangan seringkali menunjukkan bahwa perekat yang viskositasnya tinggi,


(43)

pot-lifenya lebih singkat dan akan lebih cepat mengeras daripada yang encer,

sehingga kualitas perekatannya relatif rendah.

Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa untuk kandungan padatan yang tidak menguap, masa gelatinasi dan juga viskositas lebih rendah dari standar yang digunakan. Hasil pH lebih basa dari pH standar, untuk kesesuaian standar yang digunakan menurut Santoso (2003), ada kecenderungan bahwa semakin tinggi jumlah mol resorsinol, kadar resin padat LRF semakin meningkat, demikian pula dengan waktu terbentuknya gel (gelatinous time) semakin lama. Selain itu juga pH yang tidak sesuai dengan standar yang digunakan tetap masih bisa digunakan karena masih sesuai untuk interaksi antara perekat dengan kayu (pH 8-11). Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8 Data hasil pengujian dengan pembanding PF

No Pengujian Satuan LRF

1:0,3:2 LRF 1:0,5:2 Fenol Formaldehida 1 2 3 4 5 6 7 Bentuk Kenampakan

pH (250C)

Kekentalan (250C)

Berat Jenis (250C) Sisa Penguapan Masa Gelatinasi (1000C)

- - - Poise - % Menit Cair Merah kehitaman 10,67 0,936 1,1422 46,798 94,33 Cair Merah kehitaman 10,67 1,002 1,1505 49,06 102,67 Cair Merah kehitaman

dan bebas dari kotoran 10,0-13,0 1,30-3,00 poise atau 130-300 cps

1,165-1,200 40-45

>30

Hasil yang diperoleh dari perbandingan beda mol resorsinol tidak berbeda jauh dari hasil pengujian, namun dapat dilihat dari data yang diperoleh bahwa LRF (1:0,5:2) lebih mendekati standar yang digunakan


(44)

dibandingkan dengan LRF (1:0,3:2) walaupun beda antara keduanya juga tidak jauh. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Santoso (2003) yang dapat dilihat pada tabel hasil di bawah ini

Tabel 9 Data penelitian yang dilakukan oleh Santoso

Pengujian Nisbah mol lignin : resorsinol : formaldehida Pembanding 1:0,3:2 1:0,5:2 1:0,7:2 1:0,9:2 1:1,1:2 PRF Keadaan Waktu tergelatin (menit) Kadar resin padat (%) Viskositas (25±10C) (poise) Keasaman (pH) Bobot jenis (+) 125 32,08 1,0 11,0 1,16 (+) 128 38,11 1,0 11,0 1,16 (+) 131 43,28 1,1 11,0 1,18 (+) 140 45,49 1,2 11,0 1,29 (+) 136 43,17 1,2 11,0 1,28 (+) 85 57,03 3,4 8,0 1,15

Sumber: Santoso, 2003


(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Lignin yang diperoleh dari lindi hitam sebesar 5,012%.

2. Hasil pengujian kualitas perekat berupa bentuk, kenampakan telah sesuai dengan standar begitu juga dengan masa gelatinasi dan pH, akan tetapi untuk pengujian yang lain belum memenuhi standar Fenol Formaldehida.

SARAN

Penelitian yang akan membuat perekat LRF dengan menggunakan lignin dari lindi hitam sebaiknya melakukan analisis dengan metode spektroskopi infra merah, difraksi sinar-X dan penganalisis termal diferensial yang akan lebih mempertegas kesesuaian perekat LRF yang dibuat dengan standar yang digunakan.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S. S. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Citraningtyas, E.R. 2002. Kualitas Tanin Kulit Kayu Akasia (Acacia

mangium Willd) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Perekat.

Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB, Bogor. Fengel, D dan G. Wegener. 1995. Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Haygreen, J. G dan J. L. Browyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Purba, R. 1999. Pengaruh Efektif Mikroorganisme-4 Terhadap Dekomposisi Serasah Eucalyptus urophylla. Skripsi Mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Simalungun. Pematang Siantar. (Tidak Dipublikasikan).

Ruhendi, S., D. N. Koroh, F. A. Syamani, H. Yanti, Nurhaida, S. Saad, dan T. Sucipto. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Santoso, A, 2003. Sintesis dan Pencirian Resin Lignin Resorsinol Formaldehida untuk Perekat Kayu Lamina. Skripsi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Santoso, A dan Jasni. 2003. Daya Tahan Garis Rekat LRF Pada Kayu Lamina Manii Terhadap Serangan Rayap Kayu Kering. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1, No. 1.

Sj str m, E. 1996. Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sudrajat, H. 1997. Isolasi Lignin dan Daur Ulang Larutan Pemasak dari Lindi Hitam Proses Organosolv Kayu Jarum Serta Sifat Pulpnya. Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Yanto,D. H. Y. 2007. Fortifikasi Perekat Berbasis Resorsinol dan Isosianat

pada Perekat Lateks Karet Alam – Stirena. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI IX UPT. Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial-LIPI, Cibinong Bogor. Bogor. [27 Februari 2008]


(47)

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian

Kandungan Padatan yang tidak Menguap

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

LRF (1:0,5:2) LRF (1:0,3:2) 46,667 46,667 53,846 46,667 46,667 47,059 147,18 140,393 49,06 46,7977

Total 287,573

Berat Jenis

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

LRF (1:0.5:2) LRF (1:0,3:2) 1,1505 1,1362 1,1434 1,1434 1,1577 1,1469 3,4516 3,4265 1,1505 1,1422

Total 6,8781

Gelatinasi (menit)

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

LRF (1:0.5:2) LRF (1:0,3:2) 105 95 103 96 100 92 308 283 102,67 94,33

Total 591

Viskositas (poise)

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

LRF (1:0.5:2) LRF (1:0,3:2) 0,9478 0,9469 1,0458 0,9143 1,0131 0,9469 3,0067 2,8081 1,002 0,936

Total 5,8148

pH

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata

1 2 3

LRF (1:0.5:2) LRF (1:0,3:2) 11 11 10 11 11 10 32 32 10,67 10,67


(48)

Lampiran 2 SNI Fenol Formaldehida

Tabel Standar mutu fenol formaldehida cair untuk perekat kayu lapis

No Parameter Satuan Persyaratan

1 2

3 4 5 6 7

Bentuk Kenampakan

pH (250C)

Kekentalan (250C) Berat Jenis (250C) Sisa Penguapan

Masa Gelatinasi (1000C)

- -

- cps

- % Menit

Cair

Merah kehitaman dan bebas dari kotoran 10,0-13,0

130-300 1,165-1,200 40-45


(49)

Lampiran 3 Gambar-gambar Penelitian

Gambar lindi hitam


(50)

Gambar bahan dan alat penelitian pengisolasian lignin


(51)

Gambar sentrifius

Gambar bagian dalam sentrifius


(52)

Gambar perekat LRF siap uji


(53)

Gambar pengujian viskositas


(1)

Lampiran 2 SNI Fenol Formaldehida

Tabel Standar mutu fenol formaldehida cair untuk perekat kayu lapis

No

Parameter

Satuan

Persyaratan

1

2

3

4

5

6

7

Bentuk

Kenampakan

pH (25

0

C)

Kekentalan (25

0

C)

Berat Jenis (25

0

C)

Sisa Penguapan

Masa Gelatinasi (100

0

C)

-

-

-

cps

-

%

Menit

Cair

Merah kehitaman dan

bebas dari kotoran

10,0-13,0

130-300

1,165-1,200

40-45


(2)

Lampiran 3 Gambar-gambar Penelitian

Gambar lindi hitam


(3)

Gambar bahan dan alat penelitian pengisolasian lignin

Gambar pH meter


(4)

Gambar sentrifius

Gambar bagian dalam sentrifius


(5)

Gambar perekat LRF siap uji


(6)

Gambar pengujian viskositas