UJIAN NASIONAL SMA MA SMK SELALU RIBUT S

UJIAN NASIONAL SMA/MA/SMK SELALU RIBUT SETIAP TAHUN

  Masalah Ujian Nasional slalu ribut setiap tahun, sebuah gambaran filosofi bagaimana mutu generasi muda Indonesia ke depan. Pada tahun-tahun sebelumnya selalu setiap tahun diributkan mengenai ketidakjujuran peserta ujian nasional dalam mengerjakan lembar jawaban ujian nasional. Ketidak-jujuran itu bisa dilakukan oleh peserta maupun pihak penyelenggara dikarenakan keraguan, siswa ragu memberikan jawaban dan guru ragu apakah siswanya dapat lulus ujian nasional. Masalah klasik ini telah sejak dulu menjadi bahan temuan di berbagai tempat saat UN SMA/MA/SMK namun litbang Kemendikbud tak dapat menyimpulkan solusi yang baik untuk penyelenggaraan Ujian Nasional.

  UN adalah tingkat uji yang paling tinggi dan paling istimewa bagi siswa SMA/MA/SMK di negara kita, dimana ujian istimewa ini menentukan nasib seorang siswa setelah belajar selama 3 tahun di kelas 10, 11 dan 12. Hal demikian karena jika seorang siswa hanya memiliki raport naik kelas 11, maka raport naik kelas 11 itu tak berlaku di negara kita untuk melanjutkan keperguruan tinggi atau melamar pekerjaan apa pun. Terkecuali memiliki ijazah jenjang tersebut. Jadi UN mengikat selama 3 tahun belajar di SMA/MA/SMK. Dikarenakan istimewa itulah moment UN menjadi harapan sekaligus tantangan yang harus dihadapi siswa, sebab jika gagal siswa bukan merugi 1 tahun tetapi 3 tahun. Karenanya UN menjadi perhatian serius bagi siswa dan guru. Berbagai upaya dilakukan untuk menghadapi UN seperti belajar exstra namun juga banyak siswa yang menganggap sepele UN dikarenakan mengharapkan bantuan dari pihak sekolah. Mereka yang mengangap sepele dan mengharapkan bantuan dari sekolah berkaca pada waktu yang sudah-sudah. Logikanya jika sebuah sekolah tidak berhasil dalam UN atau dalam kata lain siswanya banyak yang tidak lulus UN jangan harap tahun ajaran baru nanti mendapat siswa yang banyak. Dalih “nama baik” sekolah ini banyak pihak sekolah melakukan upaya demi keberhasilan siswanya mengikuti UN dengan berbagai cara baik positif maupun yang negatif. Dalih nama baik ini juga berpengaruh pada tingkat prosentase kelulusan di Dinas Pendidikan setempat yang pada ujung-ujungnya menjadi nama baik sebuah daerah. UN demikian sangat berdampak luas. Target kelulusan yang tinggi oleh penyelenggara di kabupaten/propinsi akan membuat kepala sekolah ketakutan akan kemampuan siswanya. Maka tidak mustahil karena menjadi permasalahan berantai di daerah akan dicari format penyelamatan siswa agar lulus UN. Di pihak orang tua siswa kekhawatiran akan nasib putra-putrinya juga sangat berlebihan. Apalag sebelum UN sekolah sekolah telah merencanakan arahan siswanya ke perguruan tinggi. Berbagai model penerimaan mahasiswa perguruan tinggi negeri ditawarkan untuk siswa sesuai dengan prestasinya oleh pihak sekolah. Namun UN belum tentu lulusnya. Jika sampai begini orang tua siswa menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Apalagi bagi mereka yang pada tingkat kelas 10 dan 11 mendapatkan prestasi di kalasnya, maka jika gagalan UN akan dipertanyakan oleh orang tua siswa yang berprestasi itu kepada pihak sekolah dengan tuduhan macam-macam. Apalag ketika didapati siswa yang tidak serius menghadapi UN dapat lulus dengan nilai baik. Sungguh UN menjadi bahan pemberitaan nasional setiap tahun. Permasalahan klasik yang tidak diatasi secara mennyeluruh oleh pemerintah dalam hal ini Kemendikbud. Masyarakat akhirnya bosan mendengar pemberitaan masalah UN. Kenyataan yang diberitakan tidak ditindaklanjuti kemudian. Seperti yang sudah -sudah yang ketahuan nyontek diberikan ujian ulang, atau ditutup pemberitaannya. Penyelenggaraan yang kurang baik nanti dievaluasi kemudian. jalur khusus. Yang

  Pada gilirannya mereka yang bodoh dikedokteran karena menggunakan tertangkap basah ketika test masuk perguruan tinggi berbuat curang kini bangga dengan almamaternya. Anak murni dan cerdas sama-sama berjalan saja. Yang cerdas tetapi miskin ada tempatnya ada jalurnya sendiri. Inilah Indonesia. (agus warsono)

  

  . Ujian Nasional/Admin (KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO) Tiada hari tanpa masalah, dan berharap akan membuatnya semakin matang. Pernyataan ini sepertinya teapt bagi pelaksanaan ujian nasional 2013 di negeri Indonesia Raya ini. Betapa Pelaksanaan UN SMA di hari ini (senin, 22/4/2013) merupakan jadwal tertunda dari jadwal semula senin pekan lalu (15/4/2013) pada 11 propinsi. Sebagaimana kita tahu bahwa penundaan UN pekan lalu disebabkan keterlambatan soal dari pihak percetakan, sehingga distribusi soal ke sekolah penyelenggara menjadi terlambat. Namun kenyataannya, soal ujian untuk hari ini (senin, 22/4/2013) masih juga bermasalah. Di samping kedatangannya terlambat, jumlahnya pun juga kurang. Dua sekolah penyelenggara tidak mendapatkan kuota soal dari percetakan.

  Kondisi ini dialami terjadi di Rayon Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Dua sekolah yang bernasib kurang beruntung itu adalah SMAN 1 Towuti dan SMAN 1 Burau. Setelah mengidentifikasi semua amplop soal yang tiba di kantor dinas pendidikan Kab. Luwu Timur, ternyata kedua sekolah tersebut sama sekali tidak mendapatkan satu pun amplop naskah soal ujian Bahasa Indonesia yang ujiannya dilaksanakan pada hari senin (22/4/2013).

  Tidak kurang ada 11 provinsi yang harus menunda pelaksanaan Ujian Nasional karena soal yang dijadikan materi ujian belum dapat didistribusikan, akibat belum tercetak sampai batas waktu yang ditentukan.

  11 Provinsi tersebut masing-masing Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, NTT, NTB dan Bali. Dengan demikian, para siswa SMA/MA maupun SMK di sebelas provinsi itu baru dapat melaksanakan ujian pada tanggal 18 sampai dengan 23 April 2013. Ditundanya pelaksanaan Ujian Nasional di sejumlah daerah ini merupakan masalah baru yang sebelumnya jarang ditemukan, sebab selama ini yang menjadi persoalan adalah angka kelulusan yang rendah di daerah-daerah tertentu dan kebocoran soal ujian, dan masalah-masalah kecurangan lainnya. Masalah kebocoran soal dan kecurangan nampaknya dapat diatasi dengan adanya barcode dengan soal bervariasi dengan 20 paket soal yang berbeda, setidaknya dapat memperkecil peluang siswa untuk mendapatkan bocoran soal. Tapi masalah keterlambatan percetakan soal nampaknya menjadi persoalan yang sulit dimengerti dan membuat sejumlah praktisi pendidikan anggota dewan angkat bicara, sebab seharusnya ini tidak perlu terjadi jika Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja secara profesional. Pertanyaannya mengapa ini terjadi ?. Salah satu penyebab terlambatnya percetakan soal ujian karena pihak percetakan PT. Graha Printing Indonesia kewalahan karena banyaknya dan kompleksnya materi yang harus dikerjakan, sementara waktunya agak terbatas. Padahal idelanya soal sudah harus siap minimal H-3, tapi yang terjadi sampai hari H, 15 April di 11 Provinsi belum menerimanya. Mepetnya waktu tentu berbanding lurus dengan kesepakatan tender yang mungkin juga mengalami keterlambatan karena ada indikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan justru memenangkan perusahaan yang penawarannya lebih tinggi yakni PT.Graha Printing dengan penawaran Rp 22,5 milyar sementara perusahaan lainnya PT Aneka Ilmu sebasar Rp 17.1 milyar, PT Jasuindo Tigaperkasa menawarkan Rp 21,2 milyar dan PT Dedikasi Prima Rp 21,6 milyar. Jika memang benar persoalannya akibat keterlambatan tender, tentu ini sangat disayangkan, sebab masih saja terjadi adanya permainan yang tidak bersih dan malah amburadul karena tidak kreidibelnya perusahaan yang dimenangkan. Oleh kerena itu, sudah seharusnya perusahaan dan oknum – Kementerian Pendididkan yang terkait mendapat sangsi yang tegas dan berat jangan hanya cukup meminta maaf agar hal ini menjadi pelajaran. Apalagi jika memang benar-ada unsur korupsi, sudah barang tentu harus diproses secara hukum sebab kejadian ini tentu saja sudah merugikan banyak orang, baik secara materil maupun psikologis siswa dan akhirnya berujung pada kualitas Ujian Nasionmal itu sendiri. (YP/DS/AKS) Masalah di Wilayah Lain

  Masalah seputar ujian nasional itu, tidak hanya terjadi di wilayah Indonesia Tengah, tapi juga di beberapa wilayah yang lain. Puluhan sekolah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara juga gagal menggelar ujian. Karena distribusi soal kurang beres.

  "Dari pendataan, kendala ini terjadi merata di semua wilayah Sumut. Ada yang ikut, ada yang tidak. Sebagian tetap melaksanakannya," kata Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, saat mengunjungi salah satu SMK di Deli Serdang. Selain Kabupaten Deli Serdang, sebanyak 42 sekolah SMA sederajat di Kabupaten Simalungun juga terpaksa menunda pelaksaan ujian. Berdasarkan surat edaran dari Badan Standar Pendidikan Nasional (BSPN) pada Minggu malam, ujian akan dialaksanakan pada 22- 25 April 2013. Mundur selama satu pekan.

  Penundaan juga terjadi di sekolah di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Sidempuan, Kota Pematang Siantar dan Kota Medan. Bila ratusan sekolah di sejumlah provinsi itu menunda jadwal ujian, SMA 4 Kota Tanggerang terpaksa mengandakan sendiri soal ujian dengan fotokopi karena jumlahnya kurang. Setidaknya 80 siswa di sekolah itu yang mendapat lembar pertanyaan fotokopi. Pelaksanaan ujian nasional di sejumlah sekolah di Kota Bekasi, Jawa Barat, juga kurang mulus. Lembar jawaban dan lembar naskah soal berbeda. Lembar soal Bahasa Indonesia, namun di lembar jawaban sesuai kodenya adalah Bahasa Inggris. Perbedaan itu terjadi di SMKN 1, SMKN 2 dan SMK Bina Mandiri. mulailah masalah - masalah bermunculan tentang tanggapan Ujian Nasional yang sekarang. "Kok , bisa Soal kurang sampai di fotocopy ?" , "kenapa soal belum sampe tempat tujuan pada waktunya ?" . Bahkan santer berita bahwa banyak provinsi di Indonesia yang terpaksa menunda Ujian Nasional SMA 2013 ini. Kenapa semua itu bisa terjadi ?

  

Pemerintah rupanya selalu berupaya untuk meningkatkan kredibilitas ujian nasional

sebagai salah satu alat untuk mengukur keberhasilan pendidikan di Indonesia, yang

pada gilirannya akan digunakan untuk menentukan pembuatan kebijakan dalam

dunia pendidikan. Pemerintah berupaya agar pendidikan di Indonesia mampu

menjadi tulang punggung pengembangan generasi muda untuk masa depan.