ANALISIS KEKUATAN FATIK ALUMINIUM COR (REMELTING) DENGAN TIPE ROTARY BENDING

(1)

ANALISIS KEKUATAN FATIK ALUMINIUM COR (REMELTING) DENGAN TIPE ROTARY BENDING

Oleh:

MUHAMMAD NURHADI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ANALISIS KEKUATAN FATIK ALUMINIUM COR (REMELTING) DENGAN TIPE ROTARY BENDING

Oleh

MUHAMMAD NURHADI

Aluminium merupakan salah satu bahan logam Non-ferro yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan manusia, baik sebagai keperluan umum seperti untuk alat perabot memasak, etalase, kabel-kabel, plat kendaraan ataupun untuk keperluan khusus yang membutuhkan kekuatan mekanik yang tinggi yaitu kekerasan dan ketahanan panas yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk besi (Fe) terhadap umur kelelahan serta mendapatkan perbandingan campuran yang sesuai antara serbuk besi (Fe) dan Aluminium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aluminium (Al) batangan sisa dari pembuatan etalase dan serbuk besi (Fe).

Proses pembuatan spesimen dilakukan dengan menimbang sejumlah Aluminium (Al) sesuai berat yang telah ditentukan dan menimbang berat serbuk besi (Fe) sebanyak 10% dari berat aluminium. Peleburan Aluminium dilakukan dalam dapur krusibel, aluminium Pada spesimen aluminium dengan penabahan serbuk besi (Fe) sebesar 10%, setelah ladel kita panaskan tesebut maka kita masukan aluminium yang telah di bersihkan dan juga serbuk besi (Fe) yang telah kita ukur jumlah pencampuran yang akan kita buat tadi. Kemudian cairan Aliminium tersebut dimasukkan kedalam


(3)

adalah 63,6 MPa untuk aluminium 0% serbuk besi. sedangkan untuk pengujian dengan menggunakan aluminium 10% serbuk besi diketahui nilai ultimate tensile stress (UTS) adalah 110 MPa, setelah itu dilakukan pengujian fatik.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penambahan serbuk besi (Fe) 0%, dan penambahan serbuk besi (Fe)10% didapatkan umur kelelahan yang berbeda yakni aluminium dengan penambahan serbuk besi (Fe) sebesar 10% lebih rendah dibandingkan dengan aluminium dengan 0% serbuk besi (Fe)


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Batasan Masalah ... 3

E. Sistematika Penulisan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Aluminium ... .. 6

B.Klasifikasi dan Penggolongan Aluminium ... 10

a. Aluminium Murni ... 10

b. Aluminium Paduan ... 11


(8)

d. Sifat – Sifat Bahan ... 20

1. ... Kekuat an Tarik ... 20

2. ... Kelela han Material (Fatigue) ... 23

3. ... Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah ... 30

4. ... Penguji an Kelelahan (Fatigue) ... 33

III. METODE PENELITIAN A.Tempat dan Waktu ... 38

B.Bahan dan Alat ... 38

C.Pembuatan Spesimen Uji ... 40

D.Prosedur Pengujian ... 41

E.Data Yang Diperoleh Dari Pengujian ... 42

F. Data Foto Makro Hasil Pengujian ... 43

G.Data Foto SEM Permukaan Patahan ... 43

H.Diagram Alir Penelitian ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Data Tegangan Yang Diberikan Pada Pengujian ... 45


(9)

C.Hasil Pengujian Lelah (Fatigue) ... 48 D.Pembahasan ... 53

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 61 B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aluminium adalah logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik. Penggunaan aluminium di dunia permesinan dan industri untuk menunjang proses fabrikasi telah banyak diterapkan oleh berbagai perusahaan material. Aluminium digunakan dalam bidang yang luas, bukan hanya untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut dan konstruksikonstruksi yang lain. Untuk mendapatkan peningkatan kekuatan mekanik, biasanya logam aluminium dipadukan dengan unsur Cu, Si, Mg, Ti, Mn, Cr, Ni, dan sebagainya.

Aluminium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya mencapai kemurnian hingga 99,85% berat, tetapi untuk mengolah biji logam menjadi aluminium memerlukan energi yang besar, sedangkan sumber biji aluminium semakin berkurang. Salah satu usaha untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan daur ulang. Pada perusahaan pengecoran industri kecil kebanyakan tidak semua menggunakan bahan aluminium murni, tetapi memanfaatkan sekrap ataupun rijek materials dari peleburan sebelumnya. Proses pengecoran dengan menggunakan bahan baku yang sebelumnya pernah dicor dinamakan remelting. Hasil pengecoran industri kecil (industri


(11)

pelek misalnya) pada saat digunakan dapat mengalami beban berulang - ulang dan kadang - kadang mengalami beban kejut sehingga pelek tersebut harus mendapatkan jaminan terhadap kerusakan akibat retak-lelah, sehingga aman dalam penggunaan atau bahkan mempunyai usia pakai lebih lama. Semua perpatahan yang disebabkan kelelahan melalui tahapan proses : terjadinya retak, perambatan, lelah, patahan, oleh karenanya perlu dilakukan pencegahan pada setiap tahapan proses tersebut dibagian yang paling efektif.

Broek (1986) dalam bukunya menulis bahwa sebagian besar kerusakan konstruksi disebabkan oleh beban yang berulang atau berfluktuasi. Jika fluktuasi tegangan ini cukup besar dan berulang-ulang, kegagalan struktur dapat terjadi walaupun tegangan maksimal yang terjadi pada elemen struktur tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan materialnya. Kegagalan ini dikatakan sebagai fatik atau kelelahan. Jadi kelelahan adalah proses peretakan kemudian merambat dibawah beban yang berulang atau berfluktuasi. Berdasarkan ulasan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sifat lelah yang dimiliki oleh paduan aluminium tuang, dan penulis mengambil judul “Analisis Kekuatan Fatik Aluminium Cor (Remelting) Dengan Tipe Rotary Bending”

B. Perumusan Masalah

Poros merupakan elemen mesin yang berfungsi untuk memindahkan daya dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Kegagalan yang di alami poros terjadi akibat pembebanan yang dialaminya, beban tersebut dapat berupa


(12)

beban puntir atau torsi, bending, beban akibat adanya perubahan temperatur di lingkungan poros beroperasi dan beban yang berulang-ulang (fatigue). Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah untuk mengetahui kegagalan poros akibat adanya beban yang berulang - ulang (fatigue).

Kegagalan yang diakibatkan oleh beban fatik terjadi dalam jangka waktu yang lama, sehingga kegagalanya sulit untuk diprediksi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk memprediksi kegagalan yang dialami oleh poros akibat adanya beban fatik. Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian untuk memprediksi umur lelah poros dengan bahan aluminium. pengujian dilakukan dengan menggunakan aluminium dengan 0% serbuk besi dan luminium dengan 10% serbuk besi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji fatik tipe Rotary Bending dengan variasi beban yang diberikan adalah 30% - 70% dari UTS.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Menganalisis kekuatan lelah aluminium cor dengan menggunakan mesin uji fatik tipe Rotary Bending.

D. Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini penulis membatasinya hanya pada :

1. Material yang digunakan adalah aluminium sisa pembuatan etalase dengan menggunakan 0% serbuk besi dan 10% serbuk besi


(13)

2. Analisis yang dilakukan hanya untuk mengetahui umur kelelahan dari poros.

3. Beban fatik yang diberikan antara 30% - 70 % dari ultimate tensile strength.

4. Mesin uji fatik yang digunakan adalah mesin uji fatik rotary bending, pengujian dilakukan pada kondisi suhu ruangan (30o C).

5. Diasumsikan kondisi semua spesimen adalah sama dalam pengujian.

6. Putaran pada setiap pengujian adalah sama dan kekasaran permukaan spesimen dalam setiap pengujian adalah sama.

7. Pengaruh lingkungan (kelembaban, perubahan temperatur) diabaikan. 8. Pengaruh getaran yang timbul diabaikan

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan dari penelitian ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang teori tentang aluminium cor, kelelahan (fatigue), kalsifikasi mesin uji fatik tipe rotary bending.


(14)

BAB III : METODE PENELITIAN

Terdiri atas hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, yaitu tempat penelitian, bahan penelitian, peralatan penelitian, prosedur pengujian dan diagram alir pelaksanaan penelitian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisikan hasil penelitian dan pembahasan dari data-data yang diperoleh setelah pengujian.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Berisikan hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Memuat referensi yang dipergunakan penulis untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir.

LAMPIRAN


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Aluminium

Aluminium adalah logam yang memiliki kekuatan yang relatif rendah dan lunak. Aluminium merupakan logam yang ringan dan memiliki ketahanan korosi yang baik, hantaran listrik yang baik dan sifat - sifat lainnya. Umumnya aluminium dicampur dengan logam lainnya sehingga membentuk aluminium paduan. Material ini dimanfaatkan bukan saja untuk peralatan rumah tangga, tetapi juga dipakai untuk keperluan industri, kontsruksi, dan lain sebagainya. (Surdia,1992).

Aluminium ditemukan pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted. Baru diakui secara pasti oleh F. Wohler pada tahun 1827. Sumber unsur ini tidak terdapat bebas, bijih utamanya adalah Bauksit. Penggunaan Aluminium antara lain untuk pembuatan kabel, kerangka kapal terbang, mobil dan berbagai produk peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat, penjernih air, fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata sintesis (Surdia dan Saito,1992).

Terdapat beberapa sifat penting yang dimiliki Aluminium sehingga banyak digunakan sebagai Material Teknik, diantaranya:


(16)

a) Penghantar listrik dan panas yang baik (konduktor). b) Mudah difabrikasi

c) Ringan

d) Tahan korosi dan tidak beracun

e) Kekuatannya rendah, tetapi paduan (alloy) dari Aluminium bisa meningkatkan sifat mekanisnya.

Aluminium banyak digunakan sebagai peralatan dapur, bahan konstruksi bangunan dan ribuan aplikasi lainnya dimanan logam yang mudah dibuat dan kuat. Walau konduktivitas listriknya hanya 60% dari tembaga, tetapi Aluminium bisa digunakan sebagai bahan transmisi karena ringan. Aluminium murni sangat lunak dan tidak kuat, tetapi dapat dicampur dengan Tembaga, Magnesium, Silikon, Mangan, dan unsur-unsur lainnya untuk membentuk sifat-sifat yang menguntungkan. Campuran logam ini penting kegunaannya dalam konstruksi mesin, komponen pesawat modern dan roket. Logam ini jika diuapkan di vakum membentuk lapisan yang memiliki reflektivitas tinggi untuk cahaya yang tampak dan radiasi panas. Lapisan ini menjaga logam dibawahnya dari proses oksidasi sehingga tidak menurunkan nilai logam yang dilapisi. Lapisan ini digunakan untuk memproteksi kaca teleskop dan masih banya kegunaan lainnya.

Banyaknya penggunaan Aluminium dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam rumah tangga maupun industri akan membuat limbah Aluminium semakin banyak. Jika hal ini tidak di tangani denga cepat maka limbah ini


(17)

akan memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan, limbah Aluminium dapat mencemari tanah dan juga air. Oleh karena itu perlu dilakukan daur ulang (recycle) dari limbah Aluminium, hasilnya dapat digunakan dalam keperluan rumah tangga maupun dalam pembuatan material teknik.

Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) (Surdia dan Saito,1992).

Salah satu cara daur ulang adalah dengan proses peleburan. Unsur Silikon termasuk dalam salah satu campuran yang paling baik untuk Aluminium, diamana hasil paduan dari kedua unsur ini lebih ringan dibandingkan dengan besi atau baja, ketahanan korosi yang baik, dan mampu mesin yang baik.

Proses peleburan adalah salah satu cara mendaur ulang limbah Aluminium atau Aluminium sekrap, Silikon merupakan salah satu unsur pencampur yang baik karena dapat memperbaiki sifat mekanis Aluminium. Beberapa jenis penggunan hasil paduan ini pada pembuatan material teknik seperti roda gigi,


(18)

head cylinder, dan piston memiliki standar dalam kekuatan dan kekuatan tarik tertentu agar dapat digunakan dengan aman. Oleh karena itu penting kiranya dilakukan penelitian sifat kekerasan dan ketangguhan dari Aluminium daur ulang (recycle) ini. (Arifin, 2011)

Adapun sifat-sifat mekanis aluminium dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Sifat mekanik aluminium


(19)

Tabel 3. Klasifikasi perlakuan bahan.

B. Klasifikasi dan Penggolongan aluminium

Secara umum Aluminium diklasifikasikan berdasarkan:

a. Aluminium Murni

Aluminium 99% tanpa tambahan logam paduan apapun dan dicetak dalam keadaan biasa, hanya memiliki kekuatan tensil sebesar 90 MPa, terlalu lunak untuk penggunaan yang luas sehingga seringkali aluminium dipadukan dengan logam lain.


(20)

b. Aluminium Paduan

Elemen paduan yang umum digunakan pada aluminium adalah silikon, magnesium, tembaga, seng, mangan, dan juga lithium sebelum tahun 1970. Secara umum, penambahan logam paduan hingga konsentrasi tertentu akan meningkatkan kekuatan tensil dan kekerasan, serta menurunkan titik lebur. Jika melebihi konsentrasi tersebut, umumnya titik lebur akan naik disertai meningkatnya kerapuhan akibat terbentuknya senyawa, kristal, atau granula dalam logam.

Namun, kekuatan bahan paduan aluminium tidak hanya bergantung pada konsentrasi logam paduannya saja, tetapi juga bagaimana proses perlakuannya hingga aluminium siap digunakan, apakah dengan penempaan, perlakuan panas, penyimpanan, dan sebagainya.

1. Paduan Aluminium-Silikon

Paduan aluminium dengan silikon hingga 15% akan memberikan kekerasan dan kekuatan tensil yang cukup besar, hingga mencapai 525 MPa pada aluminium paduan yang dihasilkan pada perlakuan panas. Jika konsentrasi silikon lebih tinggi dari 15%, tingkat kerapuhan logam akan meningkat secara drastis akibat terbentuknya kristal granula silika.


(21)

2. Paduan Aluminium-Magnesium

Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 oC hingga 450 oC. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada

suhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut.

3. Paduan Aluminium-Tembaga

Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat, namun rapuh. Umumnya, untuk kepentingan penempaan, paduan tidak boleh memiliki konsentrasi tembaga di atas 5,6% karena akan membentuk senyawa CuAl2 dalam logam yang menjadikan logam rapuh.

4. Paduan Aluminium-Mangan

Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan pengerasan tegangan dengan mudah (work-hardening) sehingga didapatkan logam paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun tidak terlalu rapuh. Selain itu, penambahan mangan akan meningkatkan titik lebur paduan aluminium.


(22)

5. Paduan Aluminium-Seng

Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal karena merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan ini memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium dengan 5,5% seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi sebesar 11% dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan aluminium dengan 1% magnesium yang memiliki kekuatan tensil sebesar 410 MPa namun memiliki elongasi sebesar 6% setiap 50 mm bahan.

6. Paduan Aluminium-Lithium

Lithium menjadikan paduan aluminium mengalami pengurangan massa jenis dan peningkatan modulus elastisitas; hingga konsentrasi sebesar 4% lithium, setiap penambahan 1% lithium akan mengurangi massa jenis paduan sebanyak 3% dan peningkatan modulus elastisitas sebesar 5%. Namun aluminium-lithium tidak lagi diproduksi akibat tingkat reaktivitas lithium yang tinggi yang dapat meningkatkan biaya keselamatan kerja.

7. Paduan Aluminium-Skandium

Penambahan skandium ke aluminium membatasi pemuaian yang terjadi pada paduan, baik ketika pengelasan maupun ketika paduan berada di lingkungan yang panas. Paduan ini semakin jarang diproduksi, karena terdapat paduan lain yang lebih murah dan lebih


(23)

mudah diproduksi dengan karakteristik yang sama, yaitu paduan titanium. Paduan Al-Sc pernah digunakan sebagai bahan pembuat pesawat tempur Rusia, MIG, dengan konsentrasi Sc antara 0,1-0,5% (Zaki, 2003, dan Schwarz, 2004).

8. Paduan Aluminium-Besi

Besi (Fe) juga kerap kali muncul dalam aluminium paduan sebagai suatu "kecelakaan". Kehadiran besi umumnya terjadi ketika pengecoran dengan menggunakan cetakan besi yang tidak dilapisi batuan kapur atau keramik. Efek kehadiran Fe dalam paduan adalah berkurangnya kekuatan tensil secara signifikan, namun diikuti dengan penambahan kekerasan dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam paduan 10% silikon, keberadaan Fe sebesar 2,08% mengurangi kekuatan tensil dari 217 hingga 78 MPa, dan menambah skala Brinnel dari 62 hingga 70. Hal ini terjadi akibat terbentuknya kristal Fe-Al-X, dengan X adalah paduan utama aluminium selain Fe. (Zaki, 2003, dan Schwarz, 2004).

C. Remelting (Cor)

Aluminium cor ulang adalah aluminium yang dipadukan dengan logam lain yang memiliki keterikatan senyawa atom satu sama lain. Paduan logam tersebut berguna untuk meningkatkan kekuatan dari aluminium yang bersifat lunak dan tidak tahan terhadap panas. Jumlah dan distribusi penyebaran partikel penguat komposit matriks logam sangat berpengaruh terhadap


(24)

sifat-sifat mekanis dari komposit. Penambahan jumlah partikel yang tersebar belum tentu mampu meningkatkan kekerasan dari komposit. Untuk itu perlu diketahui jumlah fraksi partikel yang tersebar secara optimal pada logam sehingga akan diperoleh kekerasan yang optimal. (Suryanto, 2005).

Cor ulang yang dilakukan pada aluminium dapat menyebabkan kekerasan meningkat dan ketangguhan menurun, serta porositasnya bertambah. Porositasnya ini tentunya akan mengurangi kekuatan dari aluminium cor, akan tetapi disamping itu, dikemukakan bahwa porositasnya dalam kondisi tertentu akan memperbaiki karakteristik tribologi logam karena membentuk reservoir bagi pelumas dan memudahkan untuk bersirkulasi sehingga menghasilkan pelumasan yang lebih baik. (Heru Uryanto, 2005).

Dapur peleburan aluminium tuang dilakukan pada tanur krus besi cor, tanur krus dan tanur nyala api. Bahan-bahan logam yang akan dimasukkan pada dapur terdiri dari sekrap (remelt) dan bahan murni (aluminium ingot).

Untuk menjaga standar paduan yang telah ditentukan maka sekrap dari bermacam-macam logam tidak boleh dicampurkan bersama ingot tetapi harus dipilih terlebih dahulu. Penambahan unsur yang mempunyai titik lebur rendah seperti seng dan magnesium dapat ditambahkan dalam bentuk elemental sedangkan logam yang mempunyai titik lebur tinggi seperti Cu, Mg, Ni, Mn, Si, Ti, dan Cr adalah paling baik ditambahkan sebagai paduan. Dalam praktek peleburan yang baik mempersyaratkan dapur dan logam yang dimasukan dalam keadaan bersih (Heini dkk, 1981).


(25)

Sebelum dilakukan peleburan di dalam tungku sebaiknya logam dipotong – potong menjadi kecil-kecil, hal ini bertujuan untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan komposisi karena oksidasi. Setelah material mencair, fluks dimasukkan ke dalam coran, yang bertujuan untuk mengurangi oksidasi dan absorbsi gas serta dapat bertujuan untuk mengangkat kotoran-kotoran yang menempel pada aluminium. Selama pencairan, permukaan harus ditutup fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segresi (Surdia dan Chijiiwa, 1991). Kemudian kotoran yang muncul di ambil dan dibuang. Setelah pada suhu kurang lebih 725 0C aluminium di tuang ke dalam cetakan. Adapun untuk remelting, material hasil peleburan di atas dilebur kembali.

Dalam hal ini komposit aluminium dan serbuk besi (Fe) sangat dipengaruhi oleh persentase campuran antara serbuk besi (Fe) dan parameter-parameter seperti suhu (Temperature) dan tekanan proses, sehingga hasil yang didapat secara langsung berpengaruh terhadap ikatan antara aluminium dan serbuk besi (Fe). Selain itu daya lekat antar matrik dengan bahan pengisi (Filler) juga menjadi faktor yang mempengaruhi hasil pembuatan komposit. Dengan adanya gaya adhesi antara matrik dan bahan pengisi mengakibatkan ikatan antara matrik dan bahan penguat. Sehingga, ikatan antara komponen penyusun komposit semakin kuat (Firman, 2011).

Pengecoran merupakan proses tertua yang dikenal manusia dalam pembuatan benda logam. Proses pengecoran dengan menggunakan pasir cetak meliputi : pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair


(26)

kedalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang pasir cetakan. Berikut ini adalah proses pengecoran pada aluminium tuang :

a. Pembuatan Pola

Pola merupakan bagian yang penting dalam proses pembuatan benda cor, karena itu pulalah yang akan menentukan bentuk dan ukuran dari benda cor. Pola yang digunakan untuk benda cor biasanya terbuat dari kayu, resin, lilin dan logam. Kayu dapat dipakai untuk membuat pola karena bahan tersebut harganya murah dan mudah dibuat dibandingkan pola logam. Oleh karena itu pola kayu umumnya dipakai untuk cetakan pasir. Biasanya kayu yang dipakai adalah kayu seru, kayu aras, kayu mahoni, kayu jati dan lain-lain (Surdia, 1982:62).

b. Pembuatan Inti

Menurut (Surdia, 1982: 104) mengatakan bahwa inti adalah suatu bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetakan, fungsi dari inti adalah untuk mencegah pengisian logam pada bagian-bagian yang berbentuk lubang atau rongga suatu coran. Inti harus memiliki kekuatan yang memadai dan juga mempunyai polaritas (Amstead, 1990:99).

Disamping itu inti harus mempunyai permukaan yang halus dan tahan panas. Inti yang mudah pecah harus diperkuat dengan kawat, selain itu harus dicegah kemungkinan terapungnya inti dalam logam cair.


(27)

c. Pembuatan Cetakan

Cetakan berfungsi untuk menampung logam cair yang akan menghasilkan benda cor. Macam-macam cetakan adalah :

1. Cetakan pasir

Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, pasir yang akan digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti air, kaca, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan (Surdia:1982: 3).

2. Cetakan logam

Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang.

d. Peleburan (pencairan logam)

Untuk mencairkan bahan coran diperlukan alat yang namanya dapur pemanas. Dalam proses peleburan bahan coran ada dua dapur pemanas yang digunakan yaitu dengan menggunakan dapur kupola atau


(28)

dengann menggunakan dapur tanur induksi. Kedua jenis dapur tersebut yang sering digunakan oleh industri adalah tanur induksi frekuensi rendah karena mempunyai beberapa keuntungan (Surdia, 1982: 145).

Keuntungan tersebut adalah mudah mengontrol komposisi yang teratur, kehilangan logam yang sedikit, kemungkinan menggunakan logam yang bermutu rendah, efisiensi tenaga kerja, dapat memperbaiki persyaratan kerja.

e. Penuangan

Menuang adalah memindahkan logam cair dari dapur pemanas ke dalam cetakan dengan bantuan alat yang disebut ladel, kemudian dituangkan ke dalam cetakan. Ladel berbentuk kerucut dan biasanya terbuat dari plat baja yang terlapisi oleh batu tahan api. Saat penuangan diusahakan sedekat mungkin dengan dapur sehingga dapat menghindari logam coran yang membeku sebelum sampai ke cetakan yang diinginkan.

f. Membongkar dan Membersihkan Coran

Pada prinsipnya pembongkaran hasil pengecoran logam dari cetakan dilakukan secara langsung atau mekanis. Setelah benda cetakan membeku atau dingin sampai temperatur rendah cetakan dibongkar, tempat pembongkaran harus memiliki sarana ventilasi udara yang baik.


(29)

g. Pemeriksaan Coran

Pada proses pengecoran pemeriksaan hasil coran mempunyai tujuan yang memelihara kualitas dan penyempurnaan teknik. Dari pemeriksaan maka akan diketahui kekurangan suatu proses yang telah dilakukan, dimana adanya kekurangan tersebut akan meningkatkan hasil yang berkualiatas.

Untuk mendapatkan sifat aluminium yang baru biasa dilakukan dengan jalan menambahkan unsur-unsur paduan kedalam aluminium murni. Namun ada juga yang melakukan penggabungan beberapa paduan aluminium dengan jalan pengecoran (penuangan) untuk memperoleh sifat mekanis bahan yang lebih baik.

D. Sifat-sifat Bahan

1. Kekuatan Tarik

Proses pengujian tarik mempunyai tujuan utama untuk mengetahui kekuatan tarik bahan uji. Bahan uji adalah bahan yang akan digunakan sebagai konstruksi, agar siap menerima pembebanan dalam bentuk tarikan. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya yang berlawanan pada benda dengan arah menjauh dari titik tengah atau dengan memberikan gaya tarik pada salah satu ujung benda dan ujung benda yang lain di ikat. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari suatu bahan yang diberi beban secara statis. Sifat-sifat yang akan diketahui adalah tegangan luluh, tegangan


(30)

Ultimate, tegangan patah, regangan dan sifat mekanis lainnya. Pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan mula-mula akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya yang bekerja. Kesebandingan ini berlangsung terus hingga beban mencapai titik Proportional Limit. Setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban yang tidak berbanding lurus. (Firman, 2011).

Penarikan gaya terhadap bahan akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Kemungkinan ini akan diketahui melalui proses pengujian tarik. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pengujian pergeseran butiran-butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepasnya ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum. Penyusunan butiran Kristal logam yang diakibatkan oleh adanya penambahan volume ruang gerak dari setiap butiran dan ikatan atom yang masih memiliki gaya elektromagnetik, secara otomatis bisa memperpanjang bahan tersebut.

Sifat mekanik pertama yang dapat diketahui berdasarkan kuva pengujian tarik yang dihasilkan adalah kekuatan tarik maksimum yang diberi simbol σu. simbol u didapat dari kata ultimate yang berarti puncak. Jadi besarnya kekuatan tarik ditentukan oleh tegangan maksimum yang diperoleh dari kurva tarik. Tegangan maksimum ini diperoleh dari :


(31)

(1) Dimana :

σu : Ultimate tensile strength Pmaks : Beban maksimum

Ao : Luas penampang awal

Sifat mekanik yang ke dua adalah kekuatan luluh yang diberi simbol σy dimana y diambil dari kata yield atau luluh. Kekuatan luluh dinyatakan oleh suatu tegangan pembatas dari tegangan yang memberikan regangan elastis saja dengan tegangan yang memberikan tegangan elastis bersama plastis. Titik luluh adalah suatu titik perubahan pada kurva pada bagian yang berbentuk linier dan yang tidak linier.

Pada kurva tarik baja karbon rendah atau baja lunak batas ini mudah terlihat, tetapi pada bahan lain batas ini sukar sekali untuk diamati oleh karena daerah linier dan tidak linier bersambung secara kontinyu. Oleh karena itu untuk menentukan titik luluh diambil dengan metoda off set yaitu suatu metoda yang menyatakan bahwa titik luluh adalah suatu titik pada kurva yang menyatakan dicapainya regangan plastis sebesar 0,2 %.


(32)

a. Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastis misalnya besi cor

b. Bahan ulet dengan titik luluh misalnya pada baja karbon rendah

c. Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas misalnya alumunium. Diperlukan metode off set untuk mengetahui titik luluhnya

d. Kurva tegangan regangan sesungguhnya regangan-tegangan nominal σp = kekuatan patah

σu = kekuatan tarik maksimum σy = kekuatan luluh

ef = regangan sebelum patah x = titik patah

YP = titik luluh

2. Kelelahan material (fatigue)

Fatigue atau kelelahan adalah bentuk dari kegagalan yang terjadi pada struktur karena beban dinamik yang berfluktuasi dibawah yield strength yang terjadi dalam waktu yang lama dan berulang-ulang. Fatik menduduki 90% penyebab utama kegagalan pemakaian. Terdapat 3 fase dalam perpatahan fatik : permulaan retak, penyebaran retak dan patah.

a) Mekanisme dari permulaan retak umumnya dimulai dari crack initiation yang terjadi di permukaan material yang lemah atau daerah


(33)

dimana terjadi konsentrasi tegangan di permukaan (seperti goresan, notch, lubang-pits dll) akibat adanya pembebanan berulang.

b) Penyebaran retak ini berkembang menjadi microcracks. Perambatan atau perpaduan microcracks ini kemudian membentuk macrocracks yang akan berujung pada failure. Maka setelah itu, material akan mengalami apa yang dinamakan perpatahan.

c) Perpatahan terjadi ketika material telah mengalami siklus tegangan dan regangan yang menghasilkan kerusakan yang permanen.

Suatu bagian dari benda dapat dikenakan berbagai macam kondisi pembebanan termasuk tegangan berfluktuasi, regangan berfluktuasi, temperatur berfluktuasi (fatik termal), atau dalam kondisi lingkungan korosif atau temperatur tinggi. Kebanyakan kegagalan pemakaian terjadi sebagai akibat dari tegangan-tegangan tarik.

Awal proses terjadinya kelelahan (fatigue) adalah jika suatu benda menerima beban yang berulang maka akan terjadi slip. Ketika slip terjadi dan benda berada di permukaan bebas maka sebagai salah satu langkah yang disebabkan oleh perpindahan logam sepanjang bidang slip. Ketika tegangan berbalik, slip yang terjadi dapat menjadi negatif (berlawanan) dari slip awal, secara sempurna dapat mengesampingkan setiap efek deformasi. Deformasi ini ditekankan oleh pembebanan yang berulang, sampai suatu retak yang dapat terlihat akhirnya muncul retak mula-mula terbentuk sepanjang bidang slip. Fatigue menyerupai brittle fracture yaitu ditandai dengan deformasi plastis yang sangat sedikit. Proses terjadinya


(34)

fatigue ditandai dengan crack awal, crack propagatin dan fracture akhir. Permukaan fracture biasanya tegak lurus terhadap beban yang diberikan. Dua sifat makro dari kegagalan fatigue adalah tidak adanya deformasi plastis yang besar dan fracture yang menunjukkan tanda-tanda berupa beachmark‟ atau „camshell‟. Tanda-tanda makro dari fatigue adalah tanda garis garis pada pemukaan yang hanya bisa dilihat oleh mikroskop elektron.

Karakteristik kelelahan logam dapat dibedakan menjadi 2 karakteristik makro dan karakteristik mikro. Karakteristik makro merupakan ciri-ciri kelelahan yang dapat diamati secara visual (dengan mata telanjang dan kaca pembesar). Sedangkan karateristik mikro hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. (http://ftkceria.wordpress.com/2012/04/21/ fatigue - kelelahan)

Fatigue atau kelelahan menurut ASM (1975) didefinisikan sebagai proses perubahan struktur permanen progressive localized pada kondisi yang menghasilkan fluktuasi regangan dan tegangan dibawah kekuatan tariknya dan pada satu titik atau banyak titik yang dapat memuncak menjadi retak (crack) atau patahan (fracture) secara keseluruhan sesudah fluktuasi tertentu.

Progressive mengandung pengertian proses fatigue terjadi selama jangka waktu tertentu atau selama pemakaian, sejak komponen atau struktur digunakan. Localized berarti proses fatigue beroperasi pada luasan lokal yang mempunyai tegangan dan regangan yang tinggi karena : pengaruh


(35)

beban luar, perubahan geometri, perbedaan temperatur, tegangan sisa dan tidak kesempurnaan diri. Crack merupakan awal terjadinya kegagalan fatigue dimana kemudian crack merambat karena adanya beban berulang. Fracture merupakan tahap akhir dari proses fatigue dimana bahan tidak dapat menahan tegangan dan regangan yang ada sehingga patah menjadi dua bagian atau lebih.

Salah satu sifat mekanis material adalah kelelahan (fatique). Sifat ini merupakan kekuatan material yang juga berpengaruh terhadap patahnya suatu logam. Dengan pembebanan tunggal kita bisa mengkarakterisasi sifat material logam, misalnya dengan uji tarik dan uji impak. Namun pada kenyataannya, beberapa aplikasi yang ada sering memunculkan adanya beban siklik (cyclic loading) dari pada beban statis. Dan dengan begitu akan muncul masalah yang khusus dalam penggunaan suatu material. Kekuatan fatik adalah fenomena umum dari kegagalan material setelah beberapa siklus pembebanan diberikan pada tingkat tegang di bawah tegangan tarik maksimal (ultimate tensile strenght). Di bawah ini adalah contoh grafik kegagalan material setelah mengalami beban dengan siklus tak hingga.

Gambar 2. Grafik kegagalan material setelah mengalami beban dengan siklus tak hingga (Charis, 2006)


(36)

Ketahanan fatigue suatu bahan tergantung dari perlakuan permukaan atau kondisi permukaan dan temperatur operasi. Perlakuan permukaan merubah kondisi permukaan dan tegangan sisa di permukaan. Perlakuaan permukaan shoot peening menghasilkan tegangan sisa tekan yang mengakibatkan ketahan lelah yang meningkat (Collins,1981). Sedangkan perlakuan permukaan yang menghasilkan tegangan sisa tarik menurunkan ketahanan fatigue-nya (Hanshem and Aly, 1994, Hotta at al, 1995).

Hal itu terjadi karena pada permukaan terjadi konsentrasi tegangan tekan atau tarik yang paling tinggi. Pada kondisi permukaan sedang menerima tegangan tarik maka tegangan sisa tekan pada permukaan akan menghasilkan resultan tegangan tekan yang semakin besar. Tegangan tekan akan menghambat terjadinya initial crack atau laju perambatan retak. Sehingga ketahanan lelah meningkat, dan akan terjadi sebaliknya apabila terjadi tegangan sisa tarik di permukaan.

Pada dasarnya kegagalan fatigue dimulai dengan terjadinya retakan pada permukaan benda uji. Hal ini membuktikan bahwa sifat-sifat fatigue sangat peka terhadap kondisi permukaan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran permukaan, perubahan sifat-sifat permukaan dan tegangan sisa permukaan (Dieter, 1992).

Konsep tegangan-siklus (S-N) merupakan pendekatan pertama untuk memahami fenomena kelelahan logam. Konsep ini secara luas


(37)

dipergunakan dalam aplikasi perancangan material dimana tegangan yang terjadi dalam daerah elastik dan umur lelah yang panjang. Metode S-N ini tidak dapat diterapkan dalam kondisi sebaliknya ( tegangan dalam daerah plastis dan umur lelah yang relative pendek), hal ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini

HCS = high cycles stress/strain LCS = low cycles stress/strain HCF = high cycles fatigue LCF = low cycles fatigue PCS = plastis cycles strain ECS = elastic cycles strain Gambar 3. Pembagian daerah umur lelah dalam kurva S-N

Penyajian data fatigue rekayasa adalah menggunakan kurva S-N yaitu pemetaan tegangan (S) terhadap jumlah siklus sampai terjadi kegagalann (N). Kurva S-N ini lebih diutamakan menggunakan skala semi log seperti ditunjukan pada gambar 3. Untuk beberapa bahan teknis yang penting.


(38)

Gambar 4. Kurva S-N

Kurva tersebut didapat dari pemetaan tegangan terhadap jumlah siklus sampai terjadi kegagalan pada benda uji. Pada kurva ini siklus menggunakan skala logaritma. Batas ketahan fatigue (endurance limit ) baja ditentukan pada jumlah siklus N>107 (Dieter, 1992).

Persamaan umum kurva S-N dinyatakan oleh persamaan ( dowling, 1991)

S = B + C ln (Nf) (2)

Dengan :

B dan C adalah konstanta empiris material

Pengujian fatigue dilakukan dengan cara memberikan stress level tertentu sehingga spesimen patah pada siklus tertentu.

Retak fatigue biasanya dimulai pada permukaan di mana lentur dan torsi menyebabkan terjadinya tegangan-tegangan yang tinggi atau di tempat-tempat yang tidak rata menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan.


(39)

Oleh karena itu, batas ketahanan (endurance limit) sangat tergantung pada kualitas penyelesaian permukaan (Van Vlack, 1983)

Pengujian fatigue dilakukan dengan Rotary Bending Machine. Jika benda uji diputar dan diberi beban, maka akan terjadi momen lentur pada benda uji. Momen lentur ini menyebabkan terjadinya beban lentur pada permukaan benda uji dan besarnya dihitung dengan persamaan (International for use of ONO’S,-)

(3)

Dengan: σ = Tegangan lentur ( kg/cm2 ) W = Beban lentur (kg)

d = Diameter benda uji (cm)

3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau cenderung mengubah kondisi kelelahan atau kekuatan lelah yaitu tipe pembebanan, putaran, kelembaban lingkungan (korosi), konsentarsi tegangan, suhu, kelelahan bahan, komposisi kimia bahan, tegangan-tegangan sisa, dan tegangan kombinasi. Faktor-faktor yang cenderung mengubah kekuatan lelah pada pengujian ini adalah kelembaban lingkungan (korosi) dan tipe pembebanan sedangkan putaran, suhu, komposisi kimia dan tegangan sisa sebagai


(40)

variable yang konstan selama pengujian sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan lelah.

a. Faktor kelembaban lingkungan

Faktor kelembaban lingkungan sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang telah diteliti Haftirman (1995) bahwa pada kelembaban relatif 70 % sampai 80%. Lingkungan kelembaban tinggi membentuk pit korosi dan retak pada permukaan spesimen yang menyebabkan kegagalan lebih cepat terjadi.

b. Tipe pembebanan

Tipe pembebanan ini sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang diteliti oleh Ogawa (1989) bahwa baja S45S yang diberikan tipe pembebanan lentur putar dan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah yang sangat berbeda, baja S45S dengan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah lebih rendah dari baja yang menerima pembebanan lentur putar.

c. Pengaruh kondisi material

Awal retak lelah terjadi dengan adanya deformasi plastis mikro setempat, dengan demikian komposisi kimia dan struktur mikro material akan sangat mempengaruhi kekuatan untuk menahan terjadinya deformasi plastis sehingga akan sangat berpengaruh pula terhadap kekuatan lelahnya.


(41)

d. Faktor suhu

Faktor suhu sangat mempengaruhi kekuatan lelah karena suhu menaikan konduktifitas elektrolit lingkungan sehingga dapat mempercepat proses oksidasi. Untuk mengkondisikan pengujian standar terhadap suhu, pengujian dilakukan pada temperatur kamar. Menurut Haftirman (1995) bahwa pada pengujian di suhu 40o C retakan pada spesimen memanjang dari pada pengujian di suhu 20oC dengan retakan yang halus, karena suhu yang tinggi menyebabkan molekul air yang terbentuk mengecil di permukaan baja sehingga mempercepat terjadinya reaksi oksidasi dan membuat jumlah pit korosi jauh lebih banyak, akibatnya pit korosi cepat bergabung membentuk retakan yang memanjang. Dieter (1986) mengemukakan secara umum kekuatan lelah baja akan turun dengan bertambahnya suhu di atas suhu kamar kecuali baja lunak dan kekuatan lelah akan bertambah besar apabila suhu turun.

e. Faktor tegangan sisa

Faktor tegangan sisa yang mungkin timbul pada saat pembuatan spesimen direduksi dengan cara melakukan pemakanan pahat sehalus mungkin terhadap spesimen sehingga pemakanan pahat tidak menimbulkan tegangan sisa maupun tegangan lentur pada spesimen.

f. Faktor komposisi kimia

Pengaruh faktor komposisi kimia terhadap kekuatan lelah diharapkan sama untuk seluruh spesimen uji dengan pemilihan bahan yang


(42)

diproduksi dalam satu kali proses pembuatan, sehingga didapat kondisi pengujian yang standar untuk seluruh spesimen uji.

4. Pengujian Kelelahan (Fatigue)

a. Alat Uji Fatik

Berikut adalah skema alat uji fatik rotary bending

Gambar 5. Skema alat uji fatik rotary bending

b. Komponen alat uji fatik :

1. Poros

Poros adalah salah satu elemen mesin yang sangat penting peranannya dalam mekanisme suatu mesin ( Sularso dan suga, 2002). Semua motor yang meneruskan daya putar ke elemen mesin yang lain nya harus melalui poros. Jadi poros berfungsi untuk meneruskan tenaga baik puntiran, torsi atau bending dari suatu bagian ke bagian yang lainnya. Menurut klasifikasinya poros dapat dibagi menjadi :


(43)

a) Poros transmisi

Poros ini tidak hanya sebagai pendukung dari elemen mesin yang diputarnnya, tetapi juga menerima beban dan meneruskan momen atau torsi. Beban yang diterima dapat berupa beban puntir murni maupun kombinasi beban puntir bending. Misalnya poros kopling, poros roda gigi dan lain-lain.

b) Poros spindel

Poros jenis ini adalah poros yang relatif pendek, dan hanya menerima puntir murni, walaupun sebenarnya beban lenturnya juga ada, tetapi relatif kecil dibandingkan beban puntirnya. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

c) Gandar

Poros jenis ini adalah poros yang tidak menerima beban puntir, ada yang terpasang secara tetap pada pendukungnya, dan ada pula yang ikut berputar bersama-sama dengan elemen mesin yang terpasang padanya. Dalam hal ini poros tersebut hanya menerima beban lentur.

2. Motor listrik

Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Perubahan ini dilakukan dengan merubah tenaga listrik menjadi magnet yang disebut sebagai elektromagnit. Sebagaimana kita ketahui bahwa,


(44)

kutub-kutub dari magnet yang senama akan tolak menolak dan kutub-kutub yang tidak senama akan saling tarik menarik. Maka kita dapat memperoleh gerakan jika kita memperoleh sebuah magnet pada sebuah poros yang dapat berputar, dan magnet yang lain pada suatu kedudukan yang tetap. Dengan cara inilah energi listrik dapat diubah menjadi energi mekanik.

c. Klasifikasi Mesin Uji Fatik 1. Axial (Direct-Stress)

Mesin uji fatik ini memberikan tegangan ataupun regangan yang seragam kepenampangnya. Untuk penampang yang sama mesin penguji ini harus dapat memberikan beban yang lebih besar dibandingkan mesin lentur statik dengan maksud untuk mendapatkan tegangan yang sama.

2. Bending Fatique Machines

Cantilever Beam Machines, dimana spesimen memiliki bagian yang mengecil baik pada lebar, tebal maupun diameternya, yang mengakibatkan bagian daerah yang diuji memiliki tegangan seragam hanya dengan pembebanan yang rendah dibandingkan lenturan fatik yang seragam dengan ukuran bagian yang sama.


(45)

Gambar 6. RR. Moore-Type Machines

3. Torsional Fatik Testing Machines

Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika puntiran maks. yang dibutuhkan itu kecil. Gambar dibawah ini adalah “Mesin Uji Fatik akibat Torsi” yang dirancang khusus.

Gambar 7. Torsional Fatik Testing Machines

4. Special-Purpose Fatique Testing Machines

Dirancang khusus untuk tujuan tertentu. Kadang-kadang merupakan modifikasi dari mesin penguji fatik yang suda ada. Penguji kawat adalah modifikasi dari “Rotating Beam Machines”.


(46)

5. Multiaxial Fatique Testing Machines

Dirancang untuk pembebanan atau lebih dengan maksud untuk menetukan sifat logam dibawah tegangan biaxial atau triaxiald


(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung dan Bengkel Pengecoran logam di Tanjung Bintang. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang waktu bulan Juli hingga September 2012. Adapun rincian jadual penelitian dapat dilihat pada bagian jadual pelaksanaan.

B. Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Mesin Uji Fatik Tipe Rotary Bending a.Motor listrik

b.Cekam dan indikator pencatat siklus c.Chasis

d.Beban 2. Stopwatch 3. Pasir cetak 4. Pola cetakan 5. Aluminium 6. Serbuk Besi


(48)

Benda uji untuk pengujian ketahanan fatigue berdasarkan standar

ASTM E 466 mempunyai ukuran dan bentuk ditunjukan pada gambar 7 berikutini :

Gambar 8. Spesimen uji fatigue standar ASTM E 466

Skema alat uji fatik tipe Rotary Bending dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Mesin uji fatik rotary bending Motor listrik

Pencekam

beban chasis


(49)

C. Pembuatan Spesimen Uji

Pada pembuatan spesimen uji pada pengujian fatik aluminium cor ini dilakukan proses pengecoran yang dilakukan di bengkel pengecoran yang ada di Tanjung Bintang dan proses pembubutan dilakukan di bengkel produksi Bina Latih Karya dengan. Adapun langkah-langkah dalam pembuatan spesimen adalah sebagai berikut:

1. Pengecoran aluminium

a. Persiapan aluminium sisa pembuatan lemari dan rak (Etalase) dengan membersihkan dari material selain aluminium, diantaranya pelastik, paku keling, mur dan baut yang tercampur

b. Persiapan tungku pemanasan, persiapan ini dilakukan dengan cara pemanasan ladel diatas tungku api pembakaran

c. Setelah ladel tersebut telah panas dengan mengindikasikan ladel berubah warna kemerahan lalu memasukan aluminium yang telah dibersihkan tersebut ke dalam ladel kemudian dipanaskan hingga aluminium tersebut mencair.

d. Pada spesimen aluminium dengan penabahan serbuk besi (Fe) sebesar 10%, setelah ladel dipanaskan tesebut maka dimasukan aluminium yang telah di bersihkan dan juga serbuk besi (Fe) yang telah diukur jumlah pencampuran yang akan dibuat. Setelelah panaskan ladel yang telah berisi campuran antara aluminium dengan serbuk besi (Fe) di panaskan hingga mencair.

e. Setelah proses peleburan telah selesai maka dilakukan proses tuang pada pola cetakan yang telah dipersiapkan sebelumnya yakni dengan


(50)

cara pembuatan pola dengan pipa yang berdiameter 17 mm sebagai cetakan pada masing-masing spesimen yang akan dibuat.

f. Penuangan cairan aluminium tersebut dilakuakan dengan penuangan langsung ke dalam cetakan yang telah disiapkan.

g. Setelah aluminium yang telah dicetak pada cetakan yang telah disiapkan tersebut mengeras dan dingin maka cetaka dibongkar untuk mendapatkan hasil pengecoran yang telah dilakukan.

2. Pembubutan spesimen

Pada proses pembubutan merupakan proses lanjutan dari proses pengecoran untuk membentuk spesimen sesuai dengan standar pengujian yang digunakan yakni ASTM E 466, proses ini juga ditujukan untuk proses penghalusan permukaan spesimen sebelum dilakukan pengujian.

D. Prosedur Pengujian

Pada pengujian ini diketahui nilai dari Ultimate Tensile Strength (UTS), nilai UTS dari spesimen diperoleh dari data spesifikasi bahan. Setelah diketahui nilai UTS kemudian melakukan pengujian uji fatik dengan mesin uji fatik tipe Rotary Bending. Adapun langkah-langkah pengambilan data adalah sebagai berikut :

1. Setelah diketahui nilai UTS dari data spesifikasi spesimen aluminium 0% serbuk besi dan aluminium dengan 10% serbuk besi, maka dapat ditentukan berat beban yang akan diberikanya itu sebesar 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% dari nilai UTS spesimen.


(51)

3. Memasang beban pertama.

4. Menghidupkan mesin untuk memulai pengujian, pada saat yang bersamaan memulai penghitungan waktu dengan stopwatch.

5. Mengukur putaran motor dengan Tachometer 6. Saat material patah matikan stopwatch dan mesin. 7. Catat waktu yang diperoleh dari stopwatch. 8. Tandai material untuk pengujian pertama.

9. Ulangi langkah 2 – 8 untuk pengujian menggunakan beban selanjutnya. 10. Catat seluruh data dan kejadian selama pengambilan data.

E. Data Hasil Yang Diperoleh Dari Pengujian

Data-data yang diperoleh diolah untuk menjawab tujuan penelitian ini. Berikut adalah data-data yang ingin diperoleh dalam pengujian untuk selanjutnya untuk di analisis :

Tabel 4. Data hasil pengujian

No Beban (%) Aluminium dengan 0% serbuk besi

Aluminium dengan 10% serbuk besi 1 30

2 40 3 50 4 60 5 70

F. Data Foto Makro Hasil Patahan

Setelah spesimen patah dilakukan pengujian foto makro, tujuannya adalah untuk menganalisa struktur pada benda uji atau spesimen.


(52)

G.Data Foto SEM Permukaan Patahan

Pengambilan foto SEM pada permukaan patahan bertujuan untuk mengetahui permukaan dari perambatan retak hingga material tersebut patah.


(53)

H. Diagram AlirPenelitian

Gambar 10.Diagram alir penelitian Mulai

Uji fatik dengan Mesin Uji Fatik Tipe Rotary Bending

Dengan beban 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, dan dari UTS

Spesimen Patah Foto Makro Kesimpulan Selesai Fatigue limit T Y

Aluminium 0% serbuk besi Dengan Nilai UTS

dan

Aluminium 10% serbuk besi Dengan Nilai UTS

Foto SEM

Analisa Hasil Data Pengujian


(54)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil pengujian, pengambilan data,dan analisis pengujian lelah pada aluminium cor (remelting) 0% serbuk besi dan aluminium cor (remelting) 10% serbuk besi dengan menggunakan mesin uji fatik tipe rotary bending maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketahanan lelah benda uji menurun seiring bertambahnya tegangan yang dialami aluminium.

2. Perbandingan waktu pengujian antara aluminium cor (remelting) 0% serbuk besi dan aluminium cor (remelting) 10% serbuk besi tidak begitu jauh perbedaanya

3. Getaran dapat menyebabkan penjalaran crack semakin cepat sehingga menyebabkan aluminium tidak memiliki fatik limit pada pengujian dengan beban rendah.

4. Aluminium cor (remelting) memiliki nilai kelelahan yang rendah, getas dan juga kurang baik untuk komponen struktur yang mengalami getaran besar.


(55)

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan mengenai Pengujian lelah aluminium cor (remelting) 0% serbuk besi dan aluminium cor (remelting) 10% serbuk besi dengan menggunakan mesin uji fatik rotary bending yang ada di laboratorium metrologi industri adalah sebagai berikut:

1. Alat uji ini kurang cocok untuk pengujian aluminium cor (remelting) Sebaiknya menggunakan mesin uji fatik dibuat untuk pengujian dengan beban yang rendah.

2. Getaran pada mesin uji fatik dibuat seminimal mungkin sehingga hasil yang diperoleh dapat akurat dengan tegangan yang diterima oleh benda uji tanpa faktor-faktor tambahan yang lain.

3. Penyetelan sumbu poros diatur sejajar antara motor dengan pencatat siklus sehingga tidak terjadinya getaran yang tinggi

4. Untuk mengurangi getaran dapat meakukan penyetelan ulang center poros motor dengan poros pencatat siklus diharapkan dapat mengurangi getaran yang ditimbulkan dalam pengujian selanjutnya.

5. Pemasangan spesimen uji pada pencekam harus dengan kuat dan sejajar dengan sumbu poros motor dan pencatat siklus


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Collins,J.A., 1981, Failure of Material in Mechanical Design, Analysis Predection and Prevention, John Willey & Son, Inc US

Dieter, George E., 1992, Metalurgi Mekanik, Jilid 1, edisi ketiga, alih bahasa oleh Sriati Djafrie, Erlangga, Jakarta

Dowling, N,E, 1991, Mechanical Behaviour of Material, Prentice, New Jersey Harsono.C.S., 2006, Karakteristik Kekuatan Fatik Pada Paduan Aluminium

Tuang,UNES, Semarang

Hotta, S., Saruki, k., and Arai, T., 1995, Endurance Limit of Thin Hard Coated Steels in Bending Fatigue, Surface and Coating Tecnology, 70,121-129 International For Use of ONO’S, High Temperature Rotating Bending Fatigue

Testing Machine, Model H6

Sisworo dan Sudjito. 2009. Ketahanan Fatik Rotary Bending. http://aguskreatif.blogspot.com. Diakses pada 31 Maret 2011.

Surdia Tata, dan Saito Shinroku.1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT Dainippon Gitakarya Printing

Dieter, George E (Alih bahasa: Ir. Sriati Djaprie, M.E., M.Met). 1996. Metalurgi Mekanik - Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Van, V. 2005. Ilmu dan Teknologi Bahan. Erlangga. Jakarta.

Wordpress. 2009. Sifat Material. http://luvlyly4.wordpress.com. Diakses pada 10 April 2011

Surya,Firman. 2011. Pengaruh Penambahan Serbuk Besi (Fe) Terhadap Perubahan Sifat Mekanik Pada Aluminium (Al) Remelting

Dowling, E. Norman, 1999. Mechanical Behavior Of Materials. 2nd edition. Printed in the united states of America.


(57)

Gamabr 1. Aluminium sisa pembuatan etalase


(58)

(59)

Gambar 5. Pola cetakan


(60)

(61)

(62)

Gambar 10. Spesimen Uji


(63)

(64)

(65)

(66)

A. Perhitungan pembebanan yang diberikan pada pengujian aluminium 0% serbuk besi.

Diketahui :

L : 225 mm d : 8 mm UTS : 63,3 MPa

1. Pembebanan 30 %

8,48 N

2. Pembebanan 40 %


(67)

14,1 N

4. Pembebanan 60 %

16,4 N

5. Pembebanan 70 %

19,7 N

B. Perhitungan pembebanan yang diberikan pada pengujian aluminium 10% serbuk besi.

Diketahui :

L : 225 mm d : 8 mm UTS : 110 MPa


(68)

14,8 N

2. Pembebanan 40 %

19,8 N

3. Pembebanan 50 %


(69)

29,8 N

5. Pembebanan 70 %

34,7 N

2. Perhitungan prediksi umur kelelahan material

a) Perhitungan prediksi umur kelelahan material pada pengujian aluminium 0% serbuk besi.

σ = -37,42 ln(N) + 468,49 prediksi pembebanan 30% σ = -37,42 ln(Nf) + 468,49 -37,42 ln(Nf) = σ – 468,49 ln(Nf) =


(70)

b) Perhitungan prediksi umur kelelahan material pada pengujian aluminium 10% serbuk besi.

σ = -34,89 ln(N) + 453,87 prediksi pembebanan 30% σ = -34,89 ln(Nf) + 453,87 -34,89 ln(Nf) = σ – 453,87 ln(Nf) =

ln(Nf) =


(1)

(2)

A. Perhitungan pembebanan yang diberikan pada pengujian aluminium 0% serbuk besi.

Diketahui :

L : 225 mm d : 8 mm UTS : 63,3 MPa

1. Pembebanan 30 %

8,48 N

2. Pembebanan 40 %


(3)

3. Pembebanan 50 %

14,1 N

4. Pembebanan 60 %

16,4 N

5. Pembebanan 70 %

19,7 N

B. Perhitungan pembebanan yang diberikan pada pengujian aluminium 10% serbuk besi.

Diketahui :

L : 225 mm d : 8 mm UTS : 110 MPa


(4)

14,8 N

2. Pembebanan 40 %

19,8 N

3. Pembebanan 50 %


(5)

4. Pembebanan 60 %

29,8 N

5. Pembebanan 70 %

34,7 N

2. Perhitungan prediksi umur kelelahan material

a) Perhitungan prediksi umur kelelahan material pada pengujian aluminium 0% serbuk besi.

σ = -37,42 ln(N) + 468,49 prediksi pembebanan 30% σ = -37,42 ln(Nf) + 468,49 -37,42 ln(Nf) = σ – 468,49 ln(Nf) =


(6)

σ = -34,89 ln(N) + 453,87 prediksi pembebanan 30% σ = -34,89 ln(Nf) + 453,87 -34,89 ln(Nf) = σ – 453,87 ln(Nf) =

ln(Nf) =