Penghitungan Penghasilan Neto dengan Pembukuan

b. Memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Contoh: Tn. Andi seorang dokter di Yogyakarta dengan status kawin dan mempunyai anak 1 dengan penghasilan bruto setahun Rp240.000.000,00. Dia mempunyai usahaindustri minuman ringan dengan peredaran bruto setahun Rp3.000.000.000,00. Diketahui Norma Penghasilan Neto untuk dokter di Yogyakarta 42,5 dan industri minuman ringan 14,5. Cara menentukan penghasilan neto dan pajak terutangnya adalah: Penghasilan neto dokter 42,5 XRp240.000.000,00 =Rp102.000.000,00 Neto industri minuman 14,5 X Rp3.000.000.000,00=Rp435.000.000,00 + Jumlah Penghasilan Neto Rp537.000.000,00 PTKP K1 Diri WP Rp15.840.000,00 WP Kawin Rp 1.320.000,00 Tanggungan Rp 1.320.000,00 Rp 18.480.000,00 – Penghasilan Kena Pajak Rp518.520.000,00 PPh terutang sesuai dengan tarip PPh pasal 17 : 5 x Rp50.000.000,00 =Rp 2.500.000,00 15 x Rp200.000.000,00 =Rp30.000.000,00 25 x Rp250.000.000,00 =Rp62.500.000,00 30 x Rp18.520.000,00 =Rp 5.556.000,00 + PPh Terutang Rp100.556.000,00

2. Penghitungan Penghasilan Neto dengan Pembukuan

Bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT besarnya Penghasilan Kena Pajak menggunakan pembukuan, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutangpembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. n. pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi

1. Pengurangan yang Tidak Diperkenankan