Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L.f) Hasil Budidaya
KUALITAS PERTUMBUHAN DAN KARAKTERISTIK KAYU
JATI (
Tectona grandis
L. f
.
) HASIL BUDIDAYA
MUHRAN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) Hasil Budidaya” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013 Muhran NIM E24080089
(4)
(5)
ABSTRAK
MUHRAN. Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) Hasil Budidaya. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. IMAM WAHYUDI, MS.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kualitas pertumbuhan dan karakteristik kayu jati unggul nusantara (JUN) umur 5 tahun dari suatu areal hutan tanaman di daerah Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Contoh uji berupa stik kayu berdiameter 5 mm hasil pengeboran 9 batang pohon sehat pada ketinggian setinggi dada (1.30 m) mulai dari kulit hingga melewati empulur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pertumbuhan pohon JUN yang ditanam dengan jarak tanam 3 m x 3 m tersebut bervariasi. Rata-rata diameter batang 14.45 cm, sedangkan Rata-rata-Rata-rata tinggi totalnya 9.36 m. Kerapatan kayu dan panjang serat dipengaruhi oleh diameter batang, sedangkan kadar air (KA) kayu kondisi segar, berat jenis (BJ) kayu, tebal dinding serat dan MFA (microfibril angle)-nya tidak. Rata-rata KA kayu kondisi segar, BJ dan kerapatan kayu, panjang serat, tebal dinding serat dan MFA berturut-turut 166.37%, 0.36 dan 0.83-0.94 g/cm3, 929.10-1157.92 µm, 3.72 µm dan 29.6˚. Kayu masuk ke dalam Kelas Kuat IV dan belum menghasilkan kayu dewasa. Secara umum sifat-sifat kayu tersebut lebih rendah dibandingkan sifat-sifat kayu jati tua.
Kata kunci: JUN, Tectona grandis, MFA, panjang serat, BJ kayu
ABSTRACT
MUHRAN. Growth Quality and Wood Characteristic of Teak (Tectona grandis) from Man-made Forest. Supervised by Prof. IMAM WAHYUDI.
This study was conducted to evaluate growth quality and wood characteristics of 5 year-old of superior teak (Jati Unggul Nusantara / JUN) from community forest area in West Java. Increment woods of 5 mm in diameter from pith to the bark were extracted from the ninth selected trees at the breast height level (1.30 m) and were used as sample units. The result showed that growth quality of JUN at the spacing of 3 m x 3 m was varied. Average stem diameter was 14.45 cm, while average of total height was 9.36 m. Average values of green moisture content, specific gravity (SG) and wood density, fiber length, cell wall thickness and microfibril angle (MFA) were 166.37%, 0.36 and 0.83-0.94 g/cm3, 929.10-1157.92 µm, 3.72 µm and
29.6˚, respectively. Wood density and fiber length are significantly influenced by stem diameter, while green moisture content, SG, cell wall thickness and (MFA) are not. Wood was classified into strength class of IV and mature wood portion has not been produce yet. Generally, wood properties of JUN studied were lower than those of the older teak wood.
(6)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
KUALITAS PERTUMBUHAN DAN KARAKTERISTIK KAYU
JATI (
Tectona grandis
L. f.) HASIL BUDIDAYA
MUHRAN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
(7)
(8)
Judul Skripsi : Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L.f) Hasil Budidaya
Nama : Muhran
NIM : E24080089
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen
(9)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 hingga September 2013 ini adalah struktur anatomi dan sifat fisis kayu
dengan judul “Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) Hasil Budidaya”. Karya tulis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Meski masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, namun penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat sebagai penunjang penelitian di lapangan oleh semua pihak yang terkait dengan pengembangan tanaman jati cepat tumbuh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Orang tua, Syarifuddin (Kakak) beserta istri Endang dan putrinya Nur Syifa Hidayah, serta Wiwi Jamilah, S.Pt. yang telah memberikan doa, nasehat, serta dukungan dan semangat kepada penulis.
3. Teman-teman THH, atas semangat dan doa yang telah diberikan kepada penulis
Bogor, Desember 2013 Muhran
(10)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Jati 2
Ciri Anatomi 2
Sifat-Sifat Kayu Jati 3
Morfologi Serat 3
Sudut Mikrofibril (Microfibril Angle/MFA) 5
Kayu Juvenil Kayu Dewasa 6
Jati Unggul 6
METODOLOGI PENELITIAN 7
Waktu dan Tempat Penelitian 7
Bahan dan Alat 7
Pelaksanaan Penelitian 7
Penentuan pohon sampel dan pengeboran 7
Persiapan dan pembuatan contoh uji 8
Pengujian sifat fisis kayu 8
Pembuatan sediaan maserasi untuk pengukuran dimensi serat 8 Pembuatan preparat untuk pengukuran sudut mikrofibril 9
Penentuan batas kayu juvenil dan kayu dewasa 9
Pengolahan data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Kualitas Pertumbuhan 9
Kadar Air 11
(11)
Kerapatan 15
Panjang Serat 17
Tebal Dinding 19
Sudut Mikrofibril (Microfibril Angle/MFA) 20
Batas Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa 22
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 29
(12)
DAFTAR TABEL
1. Rata-rata diameter batang dan tinggi pohon JUN umur 5
tahun 10
2. Rata-rata diameter dan tinggi pohon sampel untuk
pengukuran kualitas kayu 11
3. Rata-rata KA kayu pada masing-masing kelompok diameter
pohon 11
4. Hasil analisis sidik ragam KA kayu 12
5. Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap KA kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon 13 6. Rata-rata BJ kayu pada masing-masing kelompok diameter
pohon 13
7. Hasil analisis sidik ragam BJ kayu 13
8. Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap BJ kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon 15 9. Rata-rata kerapatan kayu JUN (g/cm3) untuk masing-masing
kelompok diameter 15
10. Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap
kerapatan kayu 15
11. Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap kerapatan kayu pada masing-masing kelompok diameter
pohon 16
12. Rata-rata panjang serat (µm) kayu JUN untuk masing-masing
kelompok diameter 17
13. Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap
panjang serat 17
14. Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap panjang seratpada masing-masing kelompok diameter pohon 18 15. Rata-rata tebal dinding serat (µm) kayu JUN untuk
masing-masing kelompok diameter 19
16. Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap tebal
dinding serat 19
17. Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap tebal dinding seratpada masing-masing kelompok diameter pohon 20 18. Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap
MFA (microfibril angle) 21
19. Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap MFA (microfibril angle)pada masing-masing kelompok diameter
(13)
DAFTAR GAMBAR
1 Variasi radial KA kayu dari empulur ke arah kulit pada
masing-masing kelompok pohon 12
2 Variasi radial nilai BJ kayu dari empulur ke kulit pada
masing-masing kelompok diameter pohon 14
3 Variasi radial kerapatan kayu (g/cm3) dari empulur ke kulit pada
masing-masing kelompok diameter pohon 16
4 Variasi radial panjang serat (µm) dari empulur ke kulit pada
masing-masing kelompok diameter pohon 18
5 Variasi radial tebal dinding serat (µm) dari empulur ke kulit pada
masing-masing kelompok diameter pohon 20
6 Contoh MFA (tanda (panah) pada kayu JUN 21
7 Rata-rata sudut mikrofibril pada masing-masing riap tumbuh untuk
seluruh kelompok diameter pohon 22
8 Variasi radial panjang serat (µm) dan kerapatan kayu (g/cm3) dari
empulur ke kulit 23
9 Variasi radial panjang serat (µm) dan MFA (˚) dari empulur ke
kulit 23
10 Variasi radial kerapatan kayu (g/cm3) dan MFA (˚) dari empulur ke
kulit 23
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Perhitungan Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air 30 2 Rata-Rata Hasil Perhitungan Panjang Serat dan Tebal Dinding
Serat 33
(14)
(15)
PENDAHULUAN
Latar BelakangJati merupakan jenis kayu yang paling bernilai di Indonesia dan termasuk ke dalam kayu premium pada perdagangan kayu dunia (Lyngdoh et al. 2010). Coraknya yang dekoratif dan sifatnya yang kuat (Kelas Kuat II) serta tahan terhadap berbagai faktor perusak (Kelas Awet I-II) membuat kayu jati banyak digunakan sebagai bahan baku mebel dan furnitur, bahan bangunan, serta kerajinan yang bernilai tinggi. Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa harga kayu jati meningkat sampai 2 kali lipat per lima tahun (Bio Teak 2011).
Pertumbuhan pohon jati cenderung lambat. Kayu berkualitas pada umumnya dihasilkan oleh tegakan yang minimal telah berumur 60 tahun. Akibatnya pasokan dan ketersediaan kayu jati selalu lebih rendah dari kebutuhan. Oleh karena itu dilakukan berbagai upaya untuk mempercepat pertumbuhan pohon jati agar dapat dipanen dalam waktu yang lebih singkat namun tidak mengurangi kualitasnya. Salah satu tanaman jati cepat tumbuh yang banyak dibudidayakan adalah Jati Unggul Nusantara (JUN) yang berasal dari hasil program pemuliaan tanaman jati yang dilakukan oleh Perum Perhutani (Perhutani 2011). Menurut PT Setyamitra Bhaktipersada (2011), beberapa keunggulan JUN adalah kokoh dan cepat tumbuh karena memiliki perakaran majemuk, dan yang terpenting dapat dipanen setelah kayu mencapai umur 5 tahun.
Menurut Sinaga (2012), BJ kayu JUN usia 4 tahun sekitar 0.46 dan masuk dalam Kelas Kuat III. Hasil ini lebih rendah dibandingkan jati konvensional. Kayu-kayu hasil hutan tanaman yang biasanya cepat tumbuh memiliki sifat yang kurang baik karena pertumbuhan pohon yang dipercepat akan menghasilkan sel-sel yang lebih pendek dan berdinding tipis (Kininmonth 1986; Brown et al. 1994). Untuk membuktikan apakah hal ini juga terjadi pada kayu JUN umur 5 tahun, maka dilakukanlah penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas pertumbuhan dan karakteristik kayu JUN umur 5 tahun yang ditanam dengan jarak tanam 3 m x 3 m melalui pengkajian sifat fisis dan morfologi seratnya. Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa juga diteliti sebagai pendukung kualitas kayu yang dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini selain diharapkan dapat membantu mengarahkan pemanfaatan kayu JUN secara optimal juga dapat memberikan informasi bagi manajemen Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) kapan sebaiknya melakukan penebangan sesuai dengan karakteristik sifat fisis dan kualitas seratnya.
(16)
TINJAUAN PUSTAKA
JatiDi Indonesia bibit jati cepat tumbuh banyak dipasarkan dengan berbagai nama dagang seperti jati emas, jati super, jati unggul, jati prima dan jati monfori. Semuanya itu merupakan tanaman jati yang dikembangkan melalui kultur jaringan. Demikian pula jenis jati yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Perum Perhutani yang dikenal dengan nama Jati Plus Perhutani (JPP) (Sumarni & Muslich 2008). JPP tersebut kemudian dibuat turunannya dengan melakukan berbagai perbaikan pada sifat kayunya.
PT. Setyamitra dan KPWN telah berhasil menginduksi perakaran anakan jati menjadi akar tunggang majemuk sehingga pohon lebih kokoh dan tidak mudah roboh serta cepat besar. Bibit jati unggul tersebut kemudian diberi nama JUN (Soeroso & Poedjowadi 2008). Selanjutnya disebutkan bahwa selain perbaikan pada akar, tanaman JUN juga diberikan nutrisi yang berkualitas dan dirawat secara intensif sehingga diharapkan akan menghasilkan umur produksi yang lebih singkat. Dengan menggunakan bibit unggul dan pupuk organik khusus yang dibuat sendiri, JUN umur 4 bulan telah mencapai tinggi 4 m dan diameter 3.5 cm; umur 2 tahun tingginya 10 m dan diameter 10 cm; dan umur 5 tahun tingginya 17.5 m dengan diameter minimal 24 cm. Keunggulan lainnya adalah JUN dapat dipanen pada tahun ke lima dimana kayunya tergolong Kelas Awet III-IV, Kelas Kuat III, dengan bagian teras mencapai 26-27 persen (UBH-KPWN 2012).
Industri penggergajian kayu saat ini telah mampu mengolah kayu yang berdiameter 20 cm menjadi venir dan bahan-bahan pembuatan furnitur. Perkembangan teknologi pengolahan kayu yang ada memungkinkan permasalahan warna, kekuatan dan keawetan kayu dapat diatasi. Tingkat kekerasannya pun dapat direkayasa melalui teknik pemadatan. Dengan menggabungkan teknologi budidaya dan pengolahan, maka umur panen kayu jati yang semula 60 tahun bisa dipercepat menjadi 5 tahun karena telah mencapai diameter minimal 20 cm, dimana pasarnya pun telah tersedia (Soeroso & Poedjowadi 2008).
Ciri Anatomi
Ciri anatomi kayu jati adalah sebagai berikut: porinya tata lingkar, bentuknya bulat sampai bulat telur, diameter tangensial bagian kayu awal sekitar 340-370 μm sedangkan pada kayu akhir sekitar 50-290 μm, bidang perforasi sederhana dan berisi tilosis atau endapan berwarna putih. Parenkimnya ada dua yaitu parenkim paratrakeal bentuk selubung tipis yang pada bagian kayu awal agak lebar sampai membentuk pita marjinal dan parenkim apotrakeal jarang yang umumnya tersusun dari 4 sel. Jari-jarinya 4 seri atau lebih, jumlahnya 4-7 sel per mm, hanya memiliki sel-sel baring (homoseluler) dengan tinggi mencapai 0.9 mm (Mandang dan Pandit 1997).
(17)
Menurut Martawijaya et al. (2005), pori-pori kayu jati sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter dalam susunan tata lingkar, diameternya 20-400 μm dan frekuensinya 3-7 sel per mm2. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Disamping itu terdapat pula parenkim apotrakeal berbentuk pita tangensial pendek atau panjang. Parenkim terminal terdapat pada batas lingkaran tumbuh. Panjang serat rata-rata 1316 μm dengan diameter serat 24.8 μm, tebal dinding 3.3 μm dan diameter lumen 18.2 μm. Jari-jari homogen dengan lebar 50-100 μm, tingginya 500-2000 μm, dengan frekuensi 4-6 sel per mm.
Sifat-Sifat Kayu Jati
Menurut Mandang dan Pandit (1997), warna teras kayu jati kuning emas kecoklatan sampai coklat kemerahan dan mudah dibedakan dari bagian gubalnya yang berwarna putih agak keabu-abuan. Menurut Martawijaya et al. (2005), warna teras kayu jati adalah coklat muda, coklat keabuan sampai coklat merah atau merah coklat, sedangkan kayu gubalnya berwarna putih atau kelabu kekuning-kuningan. Kayu jati memiliki corak dekoratif yang indah berkat jelasnya lingkaran tumbuh, permukaan kayu sedikit kusam dan berminyak. Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata. Arah serat lurus bergelombang sampai agak berpadu. Lingkaran tumbuh tampak jelas, baik pada bidang melintang dan radial maupun bidang tangensial (Mandang dan Pandit 1997).
Berat kayu tergolong sedang dengan permukaan yang halus dan mempunyai karakteristik penampilan yang menarik. Kayu teras berwarna kekuning-kuningan setelah ditebang, tetapi kadang berwarna coklat keemasan atau coklat abu-abu muda setelah dibiarkan di tempat terbuka. Kayu gubal berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat kuning muda dengan tebal 50 mm. Kayu seperti berminyak bila disentuh. Ketika baru ditebang kayu berbau seperti bahan penyamak kulit. Pada kadar air 12 persen, berat jenis (BJ) kayu berkisar 0.62 hingga 0.75 (Martawijaya et al. 2005). Kayu jati termasuk kayu dengan Kelas Awet II dan Kelas Kuat II dengan kekerasan sedang dan mempunyai penyusutan arah radial dan tangensial yang kecil yaitu 2.8% dan 5.2% dari basah sampai kondisi kering tanur. Kayunya mudah dikerjakan baik dengan tangan maupun mesin; jika alat-alat yang digunakan cukup tajam dapat dikerjakan dengan halus, tetapi bidang transversal harus dikerjakan dengan hati-hati karena kayunya agak rapuh. Kayu jati dapat dipolitur dengan baik, mempunyai daya menahan paku yang baik serta mudah direkat.
Morfologi Serat
Sel-sel yang berbentuk langsing dikenal dengan nama serat. Dinding sel umumnya lebih tebal daripada dinding sel parenkim maupun dinding sel pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 μm tergantung pada jenis pohon dan posisinya dalam batang. Diameternya antara 15 sampai 50 μm. Ketebalan dindingnya relatif dibanding diameter: dapat tipis, tebal atau
(18)
sangat tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mandang dan Pandit 2002).
Serat berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanik pada batang karena mempunyai dinding yang relatif tebal. Berdasarkan tipe noktahnya, serat pada kayu daun lebar dibagi atas dua macam yaitu serabut libriform (libriform fiber) dan trakeida serabut (tracheid fiber). Serabut libriform memiliki noktah sederhana yang lebih kecil dan berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanis karena lumen selnya lebih sempit. Serabut libriform terlihat lebih ramping bila dibandingkan dengan trakeida serabut sehingga terlihat lebih panjang. Umumnya pernoktahan pada serabut libriform ini lebih banyak terdapat pada dinding radial dibandingkan dinding tangensialnya. Pada dindingnya sering terdapat modifikasi-modifikasi seperti yang terdapat pada trakeida serabut. Serabut libriform dan trakeida serabut mungkin terdapat secara bersama-sama dalam satu jenis kayu. Perbedaan antara kedua macam sel ini sangat sedikit, sehingga dalam preparat anatomi kedua sel ini sulit dibedakan karena sifat-sifat noktah yang menjadi pembeda diantara keduanya sulit terlihat. Oleh karena itu kedua macam sel ini disebut sel serabut atau serat untuk kayu daun lebar. Sering kali 50% atau lebih volume dari kayu daun lebar ini disusun oleh sel serabut (Pandit dan Ramdan 2002).
Panjang Serat
Handayani (1991) dalam Sofyan et al. (1993) menyatakan bahwa panjang serat dianggap sebagai salah satu dimensi yang memegang peranan utama dalam kekuatan sobek pulp atau kertas yang dihasilkan. Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga (1974) dalam Sofyan et al. (1993) menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan panjang serat dengan diameter serat akan semakin tinggi pula kekuatan sobek dan semakin baik pula daya tenunnya.
Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan. Serat yang lebih panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas tetapi dengan semakin panjang serat maka kertas akan semakin kasar. Serat yang lebih panjang juga akan menghasilkan lembaran kertas yang mempunyai sifat kekuatan yang lebih baik karena memiliki daerah ikatan antar serat (bonding area) yang lebih luas pada saat digiling dan sifat penyebaran tekanan (stres transfer) yang lebih baik. Sifat kekuatan lembaran yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat adalah ketahanan tarik, ketahanan lipat, terutama ketahanan sobek. Di sisi lain, serat kayu yang lebih pendek mampu menghasilkan lembaran kertas yang lebih halus dan seragam (Casey 1980).
Diameter Serat
Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp, pembentukan lembaran, ikatan antar serat dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran tinggi. Ada dua pengertian diameter yaitu diameter serat dan diameter lumen.
(19)
Casey (1980) menggolongkan diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu serat berdiameter besar (0.025-0.026 mm), sedang (0.010-0.025 mm) dan kecil (0.002-0.010 mm).
Diameter serat menunjukkan kelangsingan serat. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik. Serat yang berdinding tipis menyebabkan kekuatan sobek kecil. Dalam menjalin ikatan antar serat yang lebih baik diinginkan ukuran serat yang relatif panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang (Casey 1980).
Tebal Dinding Serat
Tebal dinding serat menentukan sifat-sifat kertas. Dinding yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal, kekuatan sobek yang tinggi tetapi kekuatan jebol, tarik dan lipat relatif rendah.
Serat berdinding tipis mudah menggepeng dan menjadi pipih, sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat, sedangkan serat yang berdinding tebal sukar digepengkan dan bentuknya tetap membulat pada saat pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dan akan memberikan kekuatan sobek yang tinggi, berbeda dengan serat berdinding tipis yang memberikan sifat kekuatan sobek rendah, tetapi kekuatan tarik, jebol dan kekuatan lipatnya tinggi (Casey 1980).
Sudut Mikrofibril (Microfibril Angle/MFA)
Mikrofibril adalah komponen terkecil pada struktur dinding sel dengan diameter sekitar 3-4 nm. Mikrofibril merupakan kumpulan gugus molekul selulosa (protofibril) yang diselimuti oleh lembaran-lembaran hemiselulosa. Menurut Rowell (2005), mikrofibril diibaratkan sebagai palang-palang baja untuk memperkuat struktur beton. Sudut mikrofibril (MFA) adalah arah kemiringan mikrofibril selulosa terhadap sumbu panjang sel serabut atau trakeida (Stuart & Evans 1994; Barnett & Bonham 2004). Pada angiospermae nilai MFA berkisar antara 5-34˚ (Barnett & Bonham 2004).
Bendtsen and Senft (1986) dalam Barnett and Jeronimidis (2003) menyebutkan bahwa MFA merupakan faktor penentu sifat-sifat kayu. Orientasi unit struktural selulosa ini berpengaruh pada sifat fisis dan mekanis kayu terutama kerapatan, kekuatan tarik, kekakuan dan kembang susut. Perubahan kecil pada MFA menghasilkan perubahan sifat kayu yang signifikan (Stuart & Evans 1994). Sifat utama kayu yang dipengaruhi oleh MFA adalah penyusutan arah longitudinal, dimana penyusutan arah longitudinal akan meningkat seiring dengan pertambahan nilai MFA, namun memiliki hubungan yang tidak linear (Bernett & Jeronimidis 2003). Demikian juga dengan nilai MOE, semakin besar MFA maka MOE akan semakin kecil sehingga kayu hanya cocok untuk penggunaan-penggunaan yang bernilai rendah. Standar yang menunjukkan berapa nilai MFA minimal
(20)
yang dipersyaratkan agar kayu bisa dijadikan sebagai bahan konstruksi hingga saat ini belum ada.
Walaupun nilai MFA cenderung memberikan pengaruh terhadap susut longitudinal, MFA yang lebih kecil kemungkinan besar akan menyebabkan kembang susut kayu (T/R-ratio) juga lebih kecil dan kayu lebih stabil sehingga akan lebih menguntungkan saat akan diolah jadi venir, furnitur dan produk-produk lainnya; kekuatan tarik dan kekakuan lebih tinggi, serta arah serat lebih lurus, sehingga konsekuensinya, energi yang dipergunakan untuk mengolah kayu ini lebih sedikit karena lebih mudah dikerjakan. Nilai MFA yang kecil merupakan salah satu parameter yang dipilih dalam upaya pemuliaan pohon, tujuannya untuk mengurangi proporsi kayu muda yang memiliki MFA besar, agar sifat kayu menjadi lebih baik dan secara ekonomis nilainya meningkat.
Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa
Menurut Bowyer et al. (2003), kayu juvenil merupakan massa xylem yang dibentuk pada tahun-tahun pertama pertumbuhan anakan saat kambium vaskuler masih dipengaruhi oleh kegiatan meristem pucuk. Pembentukan kayu juvenil dikaitkan dengan pengaruh meristem apikal pada daerah tajuk (ujung batang, cabang, ranting dan akar) yang aktif selama pertumbuhan. Sesudah tajuk naik semakin tinggi ke atas, kambium yang berada pada ketinggian tertentu yang lebih rendah menjadi kurang terpengaruh secara langsung oleh tajuk, dan saat itu kambium tersebut akan membentuk kayu dewasa.
Pada umumnya kayu juvenil lebih rendah kualitasnya dari pada kayu dewasa. Hal ini terutama benar untuk kayu konifer. Secara umum sel-sel kayu juvenil lebih pendek daripada kayu dewasa. Sel-sel dewasa kayu konifer mungkin 3-4 kali panjang sel-sel kayu juvenil, sedangkan serabut-serabut dewasa kayu daun lebar umumnya 2 kali panjang sel-sel yang dekat empulur (Dadswell 1958 dalam Haygreen & Bowyer 1989). Kayu juvenil umumnya kurang baik jika digunakan dalam bentuk utuh (kayu solid) karena apabila digunakan untuk keperluan konstruksi maka akan terjadi cacat yang disebut getas pada kayu. Maksudnya kondisi kayu tersebut adalah abnormal yang menyebabkan kayu dapat patah secara tiba-tiba tanpa memberikan peringatan pada beban yang lebih rendah dari biasanya.
Jati Unggul
Tanaman jati unggul sejak tahun 1980 sudah ditanam secara luas di Myanmar dan Thailand. Sejak tahun 1990 Malaysia juga telah mengembangkan jati unggul secara luas. Indonesia baru mulai melakukannya sejak tahun 1999. Klon jati unggul telah ditanam secara luas di daerah Indramayu sebanyak satu juta pohon (Siswamartana et al. 2005).
Tanaman jati unggul dapat dipanen antara umur 5-15 tahun. Kelebihannya selain memiliki pertumbuhan yang cepat, juga dapat tumbuh seragam dan lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Jati unggul pada usia 5-7 tahun sudah mencapai diameter 27 cm dan tinggi 16 m.
(21)
Dibandingkan dengan jenis kayu pertukangan lain, kualitas kayu jati unggul lebih baik, lagi pula penyusutan volumenya hanya 0.5 kali (Siswamartana et al. 2005). Tanaman jati unggul cocok ditanam pada daerah tropis dan akan tumbuh baik pada daerah dataran rendah (< 50 m dpl) sampai daerah dataran tinggi (800 m dpl). Jenis jati unggul baik ditanam pada tanah aluvial yang banyak mengandung kapur, dengan pH antara 4.5-7.0. Akan tetapi tanaman jati unggul sangat tidak tahan ditanam pada kondisi tanah yang tergenang air atau pada lokasi tanam yang tidak memiliki sistem drainase yang baik (Siswamartana et al. 2005).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan TempatPenelitian ini dilakukan di areal tegakan JUN milik masyarakat yang ada di daerah Ciampea, Bogor dan di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB mulai Desember 2012 hingga Juni 2013.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah stik kayu JUN hasil ekstraksi batang menggunakan bor riap. Stik diekstrak pada ketinggian 1.30 m (setinggi dada) mulai dari bagian kulit hingga ke empulur pada tegakan yang berumur 5 tahun. Penentuan pohon sampel dilakukan secara sistematis, masing-masingnya 3 batang untuk setiap kelas diameter (besar, sedang dan kecil). Bahan lainnya adalah air keran, akuades, potassium klorat (KClO3), potassium iodide, iodine, asam nitrat (HNO3), alkohol teknis, safranin dan karboksilol.
Peralatan yang digunakan terdiri dari cutter, mikrotom, gelas objek, gelas penutup, botol timbang, watch glass, waterbath, mikroskop, pipet dan kamera digital untuk dokumentasi.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari lima tahap yaitu penentuan pohon sampel dan pengeboran batang, persiapan dan pembuatan contoh uji, pengujian sifat fisis, pembuatan sediaan maserasi untuk pengukuran dimensi serat serta penyayatan sampel untuk pengukuran sudut mikrofibril.
Penentuan pohon sampel dan pengeboran
Pada areal tegakan jati yang ada dibuat satu plot berukuran 30 m x 30 m yang mewakili seluruh areal. Semua pohon yang ada di dalam plot diukur diameter batang (setinggi dada) dan tinggi totalnya. Dari hasil pengukuran, dihitung rata-rata diameter dan simpangan bakunya untuk menentukan sembilan pohon sampel. Pohon sampel diwakili oleh tiga pohon
(22)
sehat yang masing-masingnya berbeda dalam hal diameter batang (besar, sedang dan kecil).
Dari kesembilan pohon terpilih selanjutnya diambil contoh uji menggunakan bor riap yang berdiameter 5 mm. Pengeboran dilakukan pada ketinggian sekitar 1.30 m pada dua arah yang berlawanan (Barat dan Timur) untuk mendapatkan contoh uji secara utuh dari kulit ke empulur.
Persiapan dan pembuatan contoh uji
Contoh uji hasil pengeboran dibedakan menurut parameter yang diteliti: satu untuk pengukuran dimensi serat dan satu untuk pengukuran sifat fisis kayu dan MFA. Pengukuran dimensi serat dan sifat fisis dilakukan pada seluruh riap tumbuh yang ada dari empulur ke arah kulit dari seluruh pohon, sedangkan pengukuran MFA hanya dilakukan pada tiga pohon terpilih yang masing-masingnya mewakili diameter kecil, sedang dan besar. Pengujian sifat fisis kayu
Sifat fisis kayu yang diteliti meliputi kadar air (KA) kondisi segar (fresh cut) serta kerapatan dan berat jenis (BJ) kayu. Pengukuran sifat fisis dilakukan mengikuti prosedur standar yang biasa dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, DHHT Fakultas Kehutanan IPB. KA, kerapatan dan BJ kayu ditentukan dengan metode gravimetri dimana unit contoh uji adalah selebar riap tumbuh yang ada. KA, kerapatan (ρ) dan BJ kayu dihitung dengan persamaan:
KA = (BB – BKT) / BKT x 100%
ρ = BB / VB BJ = (BKT / VB) / ρ air
Keterangan:
BB = Berat contoh uji kondisi segar (g)
BKT = Berat contoh uji kondisi kering tanur, yang merupakan berat konstan (g) VB = Volume contoh uji kondisi segar (cm3)
Pembuatan sediaan maserasi untuk pengukuran dimensi serat
Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode Schluze yang dimodifikasi. Masing-masing contoh uji per masing-masing riap tumbuh dipotong-potong hingga berukuran seperti batang korek api lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi secara terpisah. Ke dalam masing-masing tabung selanjutnya ditambahkan KClO3 dan HNO3 hingga contoh uji terendam, lalu dipanaskan di dalam waterbath bersuhu 60ºC selama 24 jam atau sampai contoh uji menjadi lunak (terjadi perubahan warna menjadi putih). Setelah itu sampel uji dicuci dengan air hingga bebas asam dan direndam dalam safranin 2% selama 6-8 jam. Kemudian setelah sampel bebas dari zat warna dilakukan proses dehidrasi bertingkat menggunakan alkohol berturut-turut 10%, 30% dan 50% masing-masing selama 10 menit. Setelah didehidrasi, serat-serat utuh terpilih dipindahkan ke atas gelas objek, ditetesi karboksilol dan dilanjutkan dengan pengamatan dan pengukuran dimensinya menggunakan mikroskop.
(23)
Pembuatan preparat untuk pengukuran sudut mikrofibril
Pembuatan preparat diawali dengan menyayat contoh uji pada bidang tangensial menggunakan mikrotom rotary untuk menghasilkan sayatan dengan ketebalan 20-30 μm. Sayatan terbaik kemudian dicuci dengan akuades, lalu dicelupkan pada larutan Schulze selama 15 menit. Selanjutnya dicuci kembali dengan akuades untuk menghilangkan larutan Schulze. Langkah berikutnya yaitu dicuci dengan alkohol bertingkat (50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan absolut) masing-masing selama 5 menit. Setelah itu kelebihan alkohol dihilangkan dengan menggunakan kertas saring. Sayatan selanjutnya ditetesi larutan iodine dan potassium iodine. Kelebihan larutan dihilangkan dengan menggunakan kertas saring. Kemudian dibilas menggunakan larutan asam nitrat 50% hingga sayatan berwarna transparan. Kelebihan larutan asam nitrat juga dihilangkan menggunakan kertas saring. Setelah itu didokumentasikan, lalu diukur sudut mikrofibrilnya dengan software Image Motic Plus sebanyak 30 ulangan pada setiap riap tumbuh.
Penentuan Batas Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa
Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa ditentukan berdasarkan variasi radial nilai panjang serat, kerapatan kayu atau MFA dari empulur ke arah kulit sebagaimana Bowyer et al. (2003). Periode pembentukan kayu juvenil dicirikan dengan kenaikan nilai panjang serat dan kerapatan kayu atau pengurangan nilai MFA secara progresif mulai dari empulur hingga ke kulit. Apabila perubahan nilai panjang serat, kerapatan kayu atau MFA mulai stabil, maka pada saat itulah dimulainya periode pembentukan kayu dewasa.
Pengolahan Data
Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskripsi, sedangkan data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya dengan program Excel dan diuji-beda menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95% menggunakan program SPSS 13. Terhadap parameter yang berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan. Karakteristik hasil pengujian yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu untuk jenis jati, baik yang konvensional maupun jati super lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas PertumbuhanRata-rata diameter batang dan tinggi total seluruh populasi pohon jati yang terdapat di dalam petak ukur yang dibuat disajikan pada Tabel 1.
(24)
Tabel 1 Rata-rata diameter batang dan tinggi total pohon JUN umur 5 tahun No. Pohon Diameter (cm) Tinggi (m) No. Pohon Diameter (cm) Tinggi (m)
1 18.47 10.0 23 10.83 10.0
2 15.92 10.5 24 12.74 9.0
3 14.97 9.5 25 16.56 10.0
4 26.43 9.5 26 9.55 8.0
5 14.33 10.0 27 10.19 9.0
6 15.92 10.5 28 15.61 10.5
7 17.52 10.5 29 7.96 8.0
8 7.64 7.0 30 23.89 13.0
9 17.20 10.5 31 13.69 9.0
10 16.88 10.0 32 18.79 11.5
11 15.92 11.0 33 22.29 11.5
12 14.97 9.5 34 8.60 8.0
13 15.92 9.0 35 12.42 8.0
14 12.74 8.0 36 8.28 7.5
15 17.83 11.0 37 16.24 9.0
16 12.10 8.0 38 6.69 8.0
17 8.92 7.0 Rata-rata 14.45 9.36
18 7.96 6.5 St. Deviasi 4.55 1.42
19 14.33 8.5
20 14.01 9.0
21 16.24 9.5
22 18.47 10.5
Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap tegakan JUN yang berumur 5 tahun dengan jarak tanam 3 m x 3 m menunjukkan bahwa besarnya diameter batang dan juga tinggi total pohon bervariasi, yaitu 6.69-26.43 cm (diameter) dan 6.5-13.0 m (tinggi). Rata-rata diameter batang dan tinggi total pohon berturut-turut adalah 14.45 cm dan 9.36 m. Dari data tersebut diketahui bahwa laju pertumbuhan diameter batang tergolong tinggi yaitu 2.89 cm per tahun dan laju pertumbuhan tinggi totalnya sebesar 1.87 m per tahun.
Dibandingkan dengan Sinaga (2012), rata-rata diameter batang dan tinggi total yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih besar. Terdapat pertambahan ukuran diameter dan tinggi masing-masing sebesar 2.19-2.63 cm dan 2.5-1 m seiring bertambahnya umur pohon dari empat ke lima tahun dengan rata-rata pertambahan diameter dan tinggi pohon sebesar 1 cm dan 2.44 m per tahun.
Tabel 2 menyajikan karakteristik pertumbuhan sembilan pohon sampel terpilih dari 38 pohon yang ada yang masing-masingnya diwakili oleh tiga kelas diameter batang. Rata-rata diameter kelompok pohon berdiameter kecil adalah 8.1 cm, diameter sedang 13.9 cm dan besar 22.9 cm. Rata-rata tinggi pohon kecil adalah 7.8 cm, pohon sedang 10.0 cm dan untuk pohon besar 11.3 cm.
(25)
Tabel 2 Rata-rata diameter dan tinggi pohon sampel untuk pengukuran kualitas kayu
Kelompok Diameter (Kode Pohon)
Diameter (cm)
Tinggi (m)
Kecil
K 26 9.5 8.0
K 36 8.2 7.5
K 38 6.6 8.0
Rata-rata 8.1 7.8
Sedang
S 5 14.3 10.0
S 10 16.8 10.0
S 23 10.8 10.0
Rata-rata 13.9 10.0
Besar
B 4 26.4 9.5
B 30 23.8 13.0
B 32 18.7 11.5
Rata-rata 22.9 11.3
Kadar Air
Hasil pengukuran kadar air (KA) kayu kondisi segar dari ketiga kelompok pohon disajikan pada Tabel 3. Hasil selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1.
Tabel 3 Rata-rata KA kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon
Ulangan Pohon
Berdiameter Kecil
Pohon Berdiameter Sedang
Pohon Berdiameter Besar
1 168.96 152.52 160.94
2 191.12 213.19 190.02
3 93.20 169.22 158.15
Rata-rata 151.09 178.31 169.70
Dari Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata KA kayu kondisi segar pada ketiga kelompok diameter batang pohon yang diteliti bervariasi. Rata-rata KA kayu kondisi segar pada pohon yang berdiameter kecil 151.09%, berdiameter sedang 178.31% dan berdiameter besar 169.70%. Semuanya masih diatas 30%. Meskipun bervariasi, analisis sidik ragamnya (Tabel 4) memperlihatkan bahwa diameter batang tidak mempengaruhi nilai KA kayu kondisi segar. Dengan demikian, maka rata-rata KA kayu kondisi segar kayu jati yang diteliti adalah sebesar 166.37%.
(26)
Tabel 4 Hasil analisis sidik ragam KA kayu Sumber
Keragaman
Jumlah Kuadrat Nilai Tengah
Derajat Bebas
Kuadrat
Tengah F Hitung Sig.
Perlakuan 5806.485 2 2903.243 0.375 0.690
Error 325368.057 42 7746.859
Corrected Total 331174.542 44
Gambar 1 menyajikan variasi radial nilai KA kayu kondisi segar dari riap tumbuh yang dekat empulur (RT-1) ke riap tumbuh yang dekat kulit (RT-5). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai KA tersebut meski fluktuatif cenderung meningkat dari empulur ke kulit. Pada pohon yang berdiameter kecil, KA kayu berkurang dari RT-1 ke RT-2 namun kemudian meningkat ke RT-3 dan berkurang kembali ke RT-4. Dari RT-4 ke RT-5, KA kayu bertambah secara signifikan. Pola perubahan nilai KA yang terjadi pada pohon yang berdiameter sedang dan besar berbeda dibandingkan dengan pola yang terdapat pada pohon yang berdiameter kecil dimana nilai KA relatif konstan dari RT-1 ke RT-2, lalu berkurang ke RT-3, kemudian sedikit meningkat ke RT-4 dan meningkat secara signifikan ke RT-5.
Gambar 1 Variasi radial KA kayu dari empulur ke arah kulit pada masing-masing kelompok pohon
Dari Gambar 1 juga diketahui bahwa rata-rata KA kayu kondisi segar pada masing-masing riap tumbuh untuk pohon berdiameter kecil berturut-turut sebesar 139.82% (RT-1), 111.85% (RT-2), 126.21% (RT-3), 105.66% (RT-4) dan 271.93% (RT-5). Untuk pohon berdiameter sedang 147.21% (RT-1), 145.82% (RT-2), 127.19% (RT-3), 133.84% (RT-4) dan 337.05% 5), sedangkan untuk pohon berdiameter besar 140.75% 1), 140.83% 2), 121.15% 3), 138.79% 4) dan 306.99% (RT-5). Hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 5) memperlihatkan bahwa nilai KA kayu dari pohon berdiameter sedang dan besar sangat dipengaruhi oleh riap tumbuh, sedangkan pada pohon berdiameter kecil tidak.
(27)
Tabel 5 Rekapitulasi analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap KA kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon
Sumber Keragaman Perlakuan (Riap Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig.
Diameter Kecil 56853.569 4 14213.392 2.554 0.104
Diameter Sedang 95873.077 4 23968.269 8.704 0.003*
Diameter Besar 71500.131 4 17875.033 9.961 0.002*
* Berbeda sangat nyata
Hasil uji Duncan (Lampiran 3) memperlihatkan bahwa KA kayu di RT-1, RT-2, RT-3 dan RT-4 pada pohon berdiameter sedang dan besar tidak berbeda nyata satu dengan lainnya, tetapi berbeda nyata dengan KA kayu di RT-5 nya. Rata-rata nilai KA kayu di RT-5 lebih besar dibandingkan KA kayu yang ada di RT-1 hingga RT-4.
Berat Jenis
Hasil perhitungan berat jenis (BJ) kayu jati yang diteliti disajikan pada Tabel 6. Diketahui bahwa rata-rata BJ kayu dari pohon yang berdiameter kecil adalah 0.36, dari pohon yang berdiameter sedang 0.34 dan dari pohon berdiameter besar 0.37. Meskipun sedikit bervariasi, analisis sidik ragamnya (Tabel 7) memperlihatkan bahwa BJ kayu tidak dipengaruhi oleh diameter batang. Dengan demikian maka rata-rata BJ kayu jati yang diteliti adalah sebesar 0.36.
Tabel 6 Rata-rata BJ kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon
Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar
1 0.36 0.34 0.39
2 0.30 0.33 0.36
3 0.40 0.35 0.36
Rata-rata 0.36 0.34 0.37
Tabel 7 Hasil analisis sidik ragam BJ kayu Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat
Tengah F Hitung Sig.
Perlakuan 0.007 2 0.004 0.539 0.587
Error 0.287 42 0.007
Corrected Total 0.294 44
Bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu, rata-rata BJ kayu yang diteliti ternyata lebih kecil. Menurut Sinaga (2012), rata-rata BJ kayu JUN umur 4 tahun adalah 0.46, sedangkan menurut Damayanti (2010), BJ
(28)
kayu JUN umur 4 dan 5 tahun sebesar 0.47. Menurut Martawijaya et al. (2005), BJ kayu jati dari tegakan tua (60-80 tahun) sebesar 0.62-0.75. Variasi nilai BJ kayu dapat diakibatkan oleh banyak faktor termasuk lokasi tempat tumbuh, umur pohon, dan lokasi contoh uji dalam batang. Dengan BJ kayu sebesar 0.36, maka kayu JUN umur 5 tahun yang diteliti masuk kedalam kelompok kayu Kelas Kuat IV (PKKI-NI5 1961).
Gambar 2 memuat variasi radial nilai BJ kayu dari empulur ke kulit dari semua pohon yang diteliti. Pada semua pohon yang diteliti diketahui bahwa nilai BJ kayu meski bervariasi cenderung berkurang dari empulur ke kulit. Pada seluruh pohon, BJ kayu terendah terdapat pada RT-5 (dekat kulit), sedangkan BJ kayu tertinggi terdapat pada RT-2 (pohon berdiameter kecil) dan RT-3 (diameter sedang dan besar). Hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 8) memperlihatkan bahwa pada pohon yang berdiameter kecil, nilai BJ kayu tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh, sedangkan pada kelompok pohon berdiameter sedang dan besar BJ kayu dipengaruhi oleh riap tumbuh.
Gambar 2 Variasi radial nilai BJ kayu dari empulur ke kulit pada masing-masing kelompok diameter pohon
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata nilai BJ kayu pada RT-1, RT-2, RT-3, RT-4 dan RT-5 pada pohon yang berdiameter kecil adalah 0.37, 0.41, 0.37, 0.37 dan 0.26, sedangkan pada pohon yang berdiameter sedang 0.37 (RT-1), 0.37 (RT-2), 0.39 (RT-3), 0.36 (RT-4) dan 0.21 (RT-5). Pada pohon yang berdiameter besar 0.42 (RT-1), 0.41 (RT-2), 0.43 (RT-3), 0.37 (RT-4) dan 0.22 (RT-5).
Hasil uji Duncan (Lampiran 3) memperlihatkan bahwa BJ kayu di RT-5 pada pohon berdiameter sedang dan besar berbeda dibandingkan dengan BJ kayu yang terdapat di RT-1, RT-2, RT-3 dan RT-4. BJ kayu di RT-1 hingga RT-4 tidak berbeda nyata. BJ kayu di RT-5 cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan yang lainnya.
(29)
Tabel 8 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap BJ kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon
Sumber Keragaman Perlakuan (Riap Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig.
Diameter Kecil 0.041 4 0.010 1.888 0.189
Diameter Sedang 0.069 4 0.017 10.733 0.001*
Diameter Besar 0.090 4 0.022 13.864 0.000*
* Berbeda sangat nyata
Kerapatan Kayu
Tabel 9 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai kerapatan kayu dipengaruhi oleh ukuran diameter batang pohon. Semakin besar diameter batang, maka nilai kerapatan kayu cenderung semakin besar. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 10). Rata-rata nilai kerapatan kayu dari pohon yang berdiameter kecil, sedang dan besar berturut-turut adalah 0.83 g/cm3, 0.89 g/cm3 dan 0.94 g/cm3.
Tabel 9 Rata-rata kerapatan kayu JUN (g/cm3) untuk masing-masing kelompok diameter Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar
1 0.88 0.84 0.94
2 0.84 0.96 0.97
3 0.77 0.85 0.91
Rata-rata 0.83 0.89 0.94
Tabel 10 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap kerapatan kayu Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig.
Perlakuan 0.090 2 0.045 6.885 0.003*
Error 0.273 42 0.007
Corrected
Total 0.363 44
* Berbeda sangat nyata
Rata-rata nilai kerapatan kayu yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sinaga (2012) dengan kayu JUN umur 4 tahun, tetapi masuk dalam selang nilai kerapatan kayu JUN umur 4 dan 5 tahun sebagaimana Damayanti (2010). Perbedaan ini bisa saja terjadi dikarenakan kerapatan kayu pada jenis yang sama juga bergantung pada lokasi dan kondisi tempat tumbuh serta lokasi contoh uji dalam batang.
Gambar 3 menunjukkan variasi radial nilai kerapatan kayu dari empulur ke arah kulit pada semua pohon yang diteliti. Dari Gambar 3
(30)
diketahui bahwa pada pohon yang berdiameter kecil, kerapatan kayu cenderung berkurang dari RT-1 ke RT-4 kemudian meningkat ke RT-5. Pada pohon yang berdiameter sedang, kerapatan kayu konstan dari RT-1 ke RT-2 lalu berkurang secara perlahan-lahan ke RT-4 dan mengalami peningkatan kembali ke RT-5, sedangkan pada pohon yang berdiameter besar kerapatan kayu cenderung berkurang dari RT-1 ke RT-5.
Pada semua pohon yang diteliti, kerapatan kayu tertinggi terdapat pada RT-1 (0.89 g/cm3 pada pohon yang berdiameter kecil, 0.92 g/cm3 pada pohon yang berdiameter sedang dan 1.01 g/cm3 pada pohon yang berdiameter besar). Kerapatan kayu terendah pada pohon yang berdiameter kecil dan sedang terdapat pada RT-4 (0.76 g/cm3 dan 0.83 g/cm3), sedangkan pada pohon berdiameter besar pada RT-5 (0.87 g/cm3).
Hasil analisis sidik ragamnya memperlihatkan bahwa pada kelompok pohon yang berdiameter kecil dan sedang, kerapatan kayu tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh, sedangkan pada kelompok pohon berdiameter besar kerapatan kayu dipengaruhi oleh riap tumbuh (Tabel 11).
Gambar 3 Variasi radial kerapatan kayu (g/cm3) dari empulur ke kulit pada masing-masing kelompok diameter pohon
Tabel 11 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap kerapatan kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon
Sumber Keragaman Perlakuan (Riap
Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon
Jumlah Kuadrat Nilai Tengah
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F
Hitung Sig.
Diameter Kecil 0.028 4 0.007 1.048 0.430
Diameter Sedang 0.016 4 0.004 0.439 0.778
Diameter Besar 0.045 4 0.011 3.882 0.037*
* Berbeda nyata
Hasil uji Duncan (Lampiran 3) memperlihatkan bahwa kerapatan kayu di RT-2, RT-3, RT-4 dan RT-5 pada pohon berdiameter besar tidak
(31)
berbeda nyata satu dengan lainnya. Kerapatan kayu di RT-1 berbeda nyata dengan kerapatan kayu di RT-4 dan RT-5 tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kerapatan kayu di RT-2 dan RT-3. Kerapatan kayu di RT-1 adalah kerapatan yang tertinggi.
Panjang Serat
Hasil pengukuran panjang serat kayu JUN untuk masing-masing kelompok diameter disajikan pada Tabel 12. Pohon yang berdiameter kecil memiliki rata-rata panjang serat 929.10 µm, pohon berdiameter sedang 1127.50 µm dan pohon berdiameter besar 1157.92 µm. Dapat dilihat juga bahwa semakin besar diameter batang pohon maka semakin besar pula panjang seratnya. Tabel 13 memperlihatkan hasil analisis sidik ragam dimana panjang serat dipengaruhi oleh diameter batang.
Rata-rata nilai panjang serat yang dihasilkan tergolong lebih pendek dibandingkan hasil penelitian Ogata et al. (2008) dan Damayanti (2010), tetapi lebih panjang dibandingkan Sinaga (2012). Menurut Ogata et al. (2008), panjang serat kayu jati sebesar 1.500 μm, sedangkan Damayanti (2010) menyatakan bahwa rata-rata panjang serat kayu JUN umur 4 dan 5 tahun sebesar 1.326 μm. Hasil penelitian Sinaga (2012) menggunakan kayu JUN 4 tahun memperlihatkan bahwa panjang serat berkisar 741.15-845.52
μm. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena nilai panjang serat juga dipengaruhi oleh lokasi tempat tumbuh dan kondisi pertumbuhan, serta lokasi contoh uji dalam batang.
Tabel 12 Rata-rata panjang serat (µm) kayu JUN untuk masing-masing kelompok diameter
Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar
1 899.92 1132.32 1120.37
2 1008.65 1190.84 1134.19
3 878.73 1059.33 1219.21
Rata-rata 929.10 1127.50 1157.92
Tabel 13 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap panjang serat Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig.
Perlakuan 463229.990 2 231614.995 8.096 0.001*
Error 1201613.453 42 28609.844
Corrected Total 1664843.443 44
* Berbeda sangat nyata
Gambar 4 menyajikan variasi radial nilai panjang serat dari empulur ke arah kulit pada semua pohon yang diteliti, sedangkan Tabel 14 memuat hasil analisis sidik ragamnya. Dari Gambar 4 diketahui bahwa panjang serat cenderung meningkat dari empulur (RT-1) ke arah kulit (RT-5) pada semua
(32)
pohon yang diteliti atau dengan kata lain serat terpendek terdapat dekat empulur sedangkan serat terpanjang terdapat di bagian kayu dekat kulit. Rata-rata panjang serat terpendek pada pohon yang berdiameter kecil sebesar 729.40 µm, pada pohon yang berdiameter sedang 841.24 µm dan pada pohon yang berdiameter besar 1117.35 µm, sedangkan rata-rata panjang serat terpanjang pada pohon yang berdiameter kecil, sedang dan besar berturut-turut adalah 1123.89 µm, 1327.51 µm dan 1233.09 µm. Hasil analisis sidik ragamnya memperlihatkan bahwa panjang serat kayu dari pohon yang berdiameter kecil dan sedang dipengaruhi oleh riap tumbuh, sedangkan pada kelompok pohon yang berdiameter besar panjang serat tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh (Tabel 14).
Gambar 4 Variasi radial panjang serat (µm) dari empulur ke kulit pada masing-masing kelompok diameter pohon
Tabel 14 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap panjang serat pada masing-masing kelompok diameter pohon
Sumber Keragaman Perlakuan (Riap
Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon
Jumlah Kuadrat Nilai Tengah
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F
Hitung Sig.
Diameter Kecil 369357.034 4 92339.258 7.367 0.005*
Diameter Sedang 438584.524 4 109646.13 11.771 0.001*
Diameter Besar 23129.560 4 5782.390 0.380 0.818
* Berbeda sangat nyata
Hasil uji Duncan (Lampiran 3) memperlihatkan bahwa pada pohon berdiameter kecil, panjang serat di RT-1, RT-2 dan RT-3 tidak berbeda nyata. Panjang serat di RT-4 dan RT-5 berbeda nyata dengan panjang serat di RT-1 dan RT-2 tetapi tidak berbeda nyata dengan yang di RT-3. Pada pohon berdiameter sedang diketahui bahwa panjang serat di RT-1 berbeda nyata dengan yang lainnya. Panjang serat di RT-2 berbeda nyata dengan yang di RT-4 dan RT-5, sedangkan yang di RT-3 berbeda nyata dengan
(33)
yang di RT-2, RT-4 dan RT-5. Pada pohon kecil dan sedang tersebut, serat yang ada di RT-5 merupakan serat terpanjang.
Tebal Dinding
Tabel 15 menyajikan nilai rata-rata tebal dinding serat kayu yang diteliti pada masing-masing kelompok diameter pohon. Rata-rata tebal dinding serat kayu dari pohon yang berdiameter kecil, sedang dan besar hampir sama yaitu berturut-turut 3.70 µm, 3.78 µm dan 3.68 µm. Meskipun bervariasi, hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 16) menunjukan bahwa tebal dinding serat tidak dipengaruhi oleh diameter batang. Dengan demikian, rata-rata tebal dinding serat kayu yang diteliti adalah sebesar 3.72 µm. Tabel 15 Rata-rata tebal dinding serat (µm) kayu JUN untuk
masing-masing kelompok diameter
Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar
1 3.74 3.75 3.77
2 3.72 3.92 3.63
3 3.65 3.67 3.64
Rata-rata 3.70 3.78 3.68
Hasil penelitian ini masuk dalam kisaran nilai rata-rata hasil penelitian Ogata et al. (2008), namun lebih tebal dibandingkan Damayanti (2010) dan Sinaga (2012). Menurut Ogata et al. (2008), tebal dinding serat kayu jati berkisar antara 3-5 μm, sedangkan menurut Damayanti (2010), rata-rata tebal dinding serat kayu JUN umur 4 dan 5 tahun adalah 2.06 μm. Menurut Sinaga (2012), tebal dinding serat kayu JUN umur 4 berkisar 3.06-3.20 μm.
Tabel 16 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap tebal dinding serat Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig.
Perlakuan 0.074 2 0.037 0.905 0.412
Error 1.712 42 0.041
Corrected Total 1.786 44
Gambar 5 memperlihatkan variasi radial nilai tebal dinding serat dari empulur ke arah kulit. Dari Gambar 5 diketahui bahwa tebal dinding serat kayu dari semua pohon yang diteliti hampir sama, berkisar dari 3.65 μm hingga 3.85 μm dengan rata-rata 3.72 μm. Hasil ini didukung oleh analisis sidik ragamnya (Tabel 17) yang menunjukkan bahwa tebal dinding serat tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh.
(34)
Gambar 5 Variasi radial tebal dinding serat (µm) dari empulur ke kulit pada masing-masing kelompok diameter pohon
Tabel 17 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap tebal dinding seratpada masing-masing kelompok diameter pohon
Sumber Keragaman Perlakuan (Riap
Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon
Jumlah Kuadrat Nilai Tengah
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F
Hitung Sig.
Diameter Kecil 0.094 3 0.031 1.751 0.234
Diameter Sedang 0.067 3 0.022 0.256 0.855
Diameter Besar 0.090 3 0.030 1.675 0.249
Sudut Mikrofibril (Microfibril Angle/MFA)
Pada kayu daun lebar, MFA merupakan orientasi mikrofibril selulosa pada dinding sekunder khususnya pada lapisan S2 terhadap orientasi longitudinal sel serabut (Walker dan Butterfield 1995; Donaldson 2008; Tabet dan Aziz 2010). Mikrofibril tak lain adalah benang-benang selulosa yang tersusun rapi dengan ikatan β (1-4)-D-glucopyranose (Hori et al. 2003). Jordan et al. (2006) menyatakan bahwa MFA dapat bervariasi menurut jenis, dalam pohon pada jenis yang sama tetapi berbeda tempat tumbuh, serta antar bagian pohon. MFA juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Donaldson 2008).
Gambar 6 memuat contoh MFA yang diperoleh. Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa rata-rata nilai MFA pada kayu yang berasal dari pohon berdiameter kecil, sedang dan besar berturut-turut adalah 31.4˚, 29.4˚
dan 28.1˚. Meskipun rata-rata nilai MFA tersebut cenderung berkurang dengan bertambahnya ukuran diameter batang (pohon semakin besar), hasil analisis sidik ragamnya membuktikan bahwa MFA tidak dipengaruhi oleh
(35)
diameter batang (Tabel 18). Dengan demikian maka rata-rata MFA kayu jati yang diteliti adalah sebesar 29.6˚.
Gambar 6 Contoh MFA (tanda (panah) pada kayu JUN
Hasil yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan MFA menurut Donaldson (2008), namun masuk dalam selang nilai MFA sebagaimana Barnett & Bonham (2004). MFA hardwood pada umumnya
sekitar 20˚ (Donaldson 2008), sedangkan MFA pada angiospermae berkisar
antara 5-34˚ (Barnett & Bonham 2004).
Tabel 18 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap MFA (microfibril angle)
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat Nilai Tengah
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F
Hitung Sig.
Perlakuan 27.633 2 13.817 1.987 0.180
Error 83.444 12 6.954
Corrected Total 111.077 14
Gambar 7 memuat variasi radial nilai MFA dari empulur ke arah kulit pada ketiga pohon terpilih. Pada semua pohon yang diteliti diketahui bahwa MFA kayu cenderung fluktuatif dari empulur (RT-1) ke arah kulit (RT-5). Pada pohon yang berdiameter kecil (P-26), MFA cenderung berkurang dari empulur ke kulit, sedangkan pada pohon yang berdiameter sedang (P-5) dan besar (P-4) cenderung meningkat. Pada pohon yang berdiameter kecil, MFA pada RT-1 sebesar 30.4˚, sedangkan pada RT-5
28.5˚. Pada pohon yang berdiameter sedang, MFA pada RT-1 sebesar 27.0˚ sedangkan pada RT-5 32.7˚. Pada pohon yang berdiameter besar, MFA pada RT-1 sebesar 28.6˚, sedangkan pada RT-5 sebesar 32.0˚. Meskipun bervariasi dan fluktuatif, hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 19) menunjukkan bahwa MFA tidak dipengaruhi secara nyata oleh riap tumbuh.
(36)
Gambar 7 Rata-rata sudut mikrofibril pada masing-masing riap tumbuh untuk seluruh kelompok diameter pohon
Pola variasi radial nilai MFA yang diperoleh berbeda bila
dibandingkan dengan pola “standar” sebagaimana Bowyer et al. (2003) mau pun Ishiguri et al. (2012), tetapi sama dengan pola sebagaimana Zhang et al. (2011). Bowyer et al. (2003) dan Ishiguri et al. (2012) menyatakan bahwa MFA pada umumnya berkurang dari empulur ke arah kulit, sedangkan menurut Zhang et al. (2011), variasi radial MFA dari empulur ke kulit bergantung pada kondisi dan faktor lingkungan tempat tumbuh. Tegakan yang tumbuh sangat rapat dan terhindar dari angin akan menghasilkan nilai MFA yang cenderung konstan atau meningkat dari empulur ke arah kulit. Tabel 19 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap MFA
(microfibril angle) pada masing-masing kelompok diameter pohon
Sumber Keragaman Perlakuan (Riap
Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon
Jumlah Kuadrat Nilai Tengah
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F
Hitung Sig.
Diameter Kecil 11,809 4 2,952 0,011 1,000
Diameter Sedang 34,329 4 8,582 0,037 0,997
Diameter Besar 32,076 4 8,019 0,038 0,997
Batas Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa
Gambar 8 menunjukkan variasi radial nilai panjang serat dan kerapatan kayu dari empulur (RT-1) ke kulit (RT-5), sedangkan Gambar 9 memperlihatkan variasi radial panjang serat dan MFA dari empulur ke kulit. Gambar 10 menyajikan variasi radial nilai kerapatan kayu dan MFA.
(37)
Gambar 8 Variasi radial panjang serat (µm) dan kerapatan kayu (g/cm3) dari empulur ke kulit
Gambar 9 Variasi radial panjang serat (µm) dan MFA (˚) dari empulur ke kulit
Gambar 10 Variasi radial kerapatan kayu (g/cm3) dan MFA (˚) dari empulur ke kulit
(38)
Dari Gambar 8 diketahui bahwa panjang serat terus bertambah dari empulur ke kulit, sedangkan kerapatan kayu meski berfluktuasi cenderung berkurang. Peningkatan nilai panjang serat secara signifikan (dari 896.00
μm ke 1228.16 μm) dan cenderung berkurangnya nilai kerapatan kayu (dari 0.94 g/cm3 ke 0.82 g/cm3) tersebut mengindikasikan bahwa keseluruhan bagian batang masih berupa kayu juvenil karena nilai panjang serat dan kerapatan kayu belum stabil. Menurut Bowyer et al. (2003), periode pembentukan kayu dewasa dicirikan dengan stabilnya perubahan nilai panjang serat dan kerapatan kayu. Hal ini diperkuat dengan nilai MFA yang juga cenderung masih meningkat dari empulur ke arah kulit (dari 28.5˚ ke
31.1˚) (Gambar 9 dan 10). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pohon JUN umur 5 tahun yang diteliti belum menghasilkan bagian kayu dewasa. Perlu diukur nilai parameter di riap-riap tumbuh selanjutnya.
Trockenbrodt dan Josue (1999) serta Okuyama et al. (2005) menyebutkan bahwa periode pembentukan kayu juvenil pada jati berlangsung hingga umur 12-15 tahun, sedangkan menurut Darwis et al. (2005), pohon jati baru membentuk kayu dewasa pada riap tumbuh ke-11 dan ke-12 (umur 11-12 tahun). Berdasarkan penelitian Bhat et al. (2001) dalam Bhat dan Priya (2004) batas kayu juvenil dan kayu dewasa pada jati berada pada riap tumbuh ke-20. Pada jati India, hasil penelitian Trockenbrodt dan Josue (1999) menyebutkan bahwa kedewasaan kayu jati terjadi mulai pohon berumur 21 tahun.
Kayu yang mengandung kayu juvenil akan menjadi getas sehingga penggunaannya sebagai bahan konstruksi tidak diperkenankan (Anisah dan Siswamartana 2005). Selain itu kayu juvenil mengakibatkan sortimen kayu cenderung memiliki cacat bentuk (melengkung) dan pecah yang cukup besar (Brown et al. 1952).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kualitas pertumbuhan tanaman JUN umur 5 tahun dengan jarak tanam 3 m x 3 m bervariasi. Rata-rata diameter batang berkisar antara 14.45 cm dan rata-rata tinggi pohon total berkisar antara 9.36 m.
2. Kerapatan kayu dan panjang serat dipengaruhi oleh diameter batang, sedangkan KA kayu kondisi segar, BJ kayu, tebal dinding serat dan MFA (microfibril angle) tidak dipengaruhi.
3. Rata-rata KA kayu kondisi segar, BJ kayu, kerapatan kayu, panjang serat, tebal dinding serat dan sudut MFA berturut-turut adalah 166.37%, 0.36, 0.83-0.94 g/cm3, 929.10-1157.92 µm, 3.72 µm dan 29.6˚.
4. Kayu JUN masuk dalam Kelas Kuat IV.
(39)
Saran
Untuk lebih meningkatkan penggunaan kayu JUN perlu adanya evaluasi dalam perencanaan daur tebang. Daur tebang yang telah ditetapkan yaitu 5 tahun, perlu dikaji ulang karena BJ kayu yang dihasilkan tergolong rendah dan pohon belum membentuk kayu dewasa.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengukur nilai kerapatan kayu, panjang serat dan MFA di riap-riap tumbuh selanjutnya untuk memastikan periode pembentukan kayu dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Anisah LN, S Siswamartana. 2005. Kualitas kayu Jati Plus Perhutani pada kelas umur I di beberapa lokasi penanaman. Di dalam Siswamartana S, U Rosalina, A Wibowo (Editor). Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. Jakarta. Hlm 163-182.
Barnett JR, VA Bonham. 2004. Cellulose microfibril angle in the cell wall of wood fibres. Biology Review (79). Hlm 461-472
---, G Jeronimidis. 2003. Wood Quality and Its Biological Basis. Blackwell Publishing (Australia) dan CRC Press (Canada). Hlm 8-9. Bhat KM, PB Priya. 2004. Influence of provenance variation on wood
properties of teak from Western Ghat Region in India. IAWA Journal. 25 (3): 273-282.
Bio Teak. 2011. Potensi pasar [terhubung berkala]. Http://www.jatibioteak. com [19 September 2013].
Bowyer JL, R Shmulsky, JG Haygreen. 2003. Forest Products and Wood Science: An Introduction. Fourth Edition. IOWA State University Press, Ames, Iowa, USA.
Brown HP, AJ Panshin, CC Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology. Volume I. McGraw-Hill Book Company. New York.
---. 1994. Textbook of Wood Technology: Physical, mechanical and chemical properties of the commercial woods of the United States. Vol. II. McGraw-Hill Book Company. New York
Casey J. 1980. Pulp and Paper: Chemistry and Chemical Technology. Third Edition. Vol-IA. Willey and Sons Inc. New York.
Damayanti R. 2010. Struktur makro, mikro dan ultramikroskopik kayu jati unggul nusantara dan kayu jati konvensional [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Tidak Diterbitkan.
(40)
Darwis A, R Hartono, SS Hidayat. 2005. Presentase kayu teras dan kayu gubal serta penentuan kayu juvenil dan kayu dewasa pada lima kelas umur jati (Tectona grandis L. f.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 3 (1): 6-8.
Donaldson L. 2008. Microfibril Angle: Measurement, variation, and relationship-A Review. IAWA Journal. 29(4):345-386.
Haygreen JG, JL Bowyer. 1989. Forest Products and Wood Science. Iowa State University Press / Ames.
Hori R, H Suzuki, T Kamiyama. 2003. Variation of microfibril angles and chemical composition implication for functional properties. Journal of Material Science Letters. 22:963-966.
Ishiguri F, T Hiraiwa, K Iizuka, S Yokota, D Priadi, N Sumiasri, N Yoshizawa. 2012. Radial variation in microfibril angle and compression properties of Paraserianthes falcataria planted in Indonesia. IAWA Journal. 33(1): 15-23.
Jordan L, DB Hall, A Clark, RF Daniels. 2006. Variation in loblolly pine cross-sectional microfibril angle with tree height and physiographic region. Wood and Fiber Science. 38(3):390-398.
Kininmonth JA. 1986. Wood from fast-grown, short-rotation trees. Proceedinggs 18th IUFRO World Congress, Division 5 Forest Products, Kyoto.
Lyngdoh N, G Joshi, G Ravikanth, RU Shaanker, R Vasudeva. 2010. Influence of levels of genetic diversity on fruit quality in teak (Tectona grandis Linn.f). Current Science 99(5):639-644.
Mandang YI, IKN Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan PROSEA Indonesia.
---. 2002. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea, Bogor dan Pusat Diklat Pegawai SDM Kehutanan, Bogor.
Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, SA Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia. Jilid 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Ogata K, T Fujii, H Abe, P Baas. 2008. Identification of the timbers of Southeast Asia and Western Pacific. PP. 360-363. T Fujii, K Ogata, H Abe, S Noshiro, A Kagawa (Editors). Kaiseisha Press. Japan.
Okuyama T, H Yamamoto, I Wahyudi, YS Hadi, KM Bhat. 2005. Some wood quality issues in planted teak. Proceedings of the International Conference on Quality Timber Products of Teak from Sustainable Forest Management.
Pandit IKN, H Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Baku. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
(41)
Perhutani. 2011. Jati Plus Perhutani (JPP) [terhubung berkala]. http://www.perumperhutani. com/produk-layanan/benih-dan-bibit/jati-plus-perhutani/ [19 september 2013].
[PKKI] Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. PKKI N.1-5. 1961. Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik: Bandung.
PT Setyamitra Bhaktipersada. 2011. Jati Unggul Nusantara (JUN) [terhubung berkala]. http://www.jatijun.com [16 September 2013]. Rowell RM. 2005. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites.
Taylor and Francis Group. CRC Press.
Sinaga DKD. 2012. Evaluasi kualitas pertumbuhan dan karakteristik kayu jati (Tectona grandis L.f.) unggul nusantara umur empat tahun [Skripsi]. Jurusan Teknologi Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Tidak Diterbitkan.
Siswamartana S, U Rosalina, A Wibowo. 2005. Kebun Benih Klonal Jati. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan (P3SDH) Perum Perhutani.
Soeroso H, D Poedjowadi. 2008. Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil, Lima Tahun Panen. Penerbit Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBHH-KPWN). Jakarta.
Sofyan K, DS Nawawi, T Priadi. 1993. Sifat pulp jenis-jenis kayu cepat tumbuh. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Stuart SA, R Evans. 1994. X-ray diffraction estimation of the microfibril
angle variation in eucalypt increment cores. Research Report. The CRC for Hardwood Fibre & Paper Science.
Sumarni G, M Muslich. 2008. Kelas awet jati jati cepat tumbuh dan jati konvensional pada berbagai umur pohon. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Tabet TA, FHA Aziz. 2010. Influence of microfibril angle on thermal and dynamic-mechanical properties of Acacaia mangium wood using X-Ray difraction and dynamics-mechanical test. Proceeding of the world Congress on Engineering 2010 Vol II WCW. London.
Trockenbrodt M, J Josue. 1999. Wood properties and utilization potential of plantation teak (Tectona grandis) in Malaysa - A critical review. Journal of Tropical Forest Product 5 (1): 58-70 (1999).
UBH-KPWN. 2012. Petunjuk Teknis Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman Jati Ungggul Nusantara. UBH-KPWN. Jakarta.
Walker JCF, BG Butterfield. 1995. The importance of microfibril angle for processing industries. New Zealand Forestry: 34-40.
Zhang T, SL Bai, S Bardet, T Almeras, B Thibaut, J Beauchene. 2011. Radial variation of vibrational properties of three tropical woods. Journal of Wood Science57: 377-386.
(42)
(43)
Lampiran 1 Hasil perhitungan berat jenis, kerapatan dan kadar air
No. Pohon No. Riap
Kondisi Basah Berat Kering Tanur
(g) Berat Jenis
Kerapatan (g/cm3)
Kadar Air (%)
Berat (g) Volume (cm3)
26 1 0.437 0.43 0.181 0.42 1.02 141.17
2 0.186 0.21 0.083 0.40 0.89 123.29
3 0.159 0.20 0.075 0.38 0.80 111.44
4 0.193 0.22 0.096 0.44 0.88 100.93
5 0.170 0.21 0.036 0.17 0.81 367.95
36 1 0.177 0.21 0.066 0.31 0.84 168.59
2 0.347 0.39 0.139 0.36 0.89 149.53
3 0.274 0.33 0.107 0.33 0.83 155.68
4 0.128 0.17 0.056 0.33 0.76 127.43
5 0.213 0.24 0.047 0.20 0.89 354.37
38 1 0.131 0.16 0.063 0.39 0.82 109.70
2 0.124 0.16 0.076 0.48 0.78 62.73
3 0.106 0.13 0.050 0.39 0.82 111.51
4 0.071 0.11 0.038 0.34 0.65 88.62
5 0.109 0.14 0.057 0.40 0.78 93.46
(44)
Lampiran 1 Hasil perhitungan berat jenis, kerapatan dan kadar air (Lanjutan)
No. Pohon No. Riap
Kondisi Basah Berat Kering Tanur
(g) Berat Jenis
Kerapatan (g/cm3)
Kadar Air (%)
Berat (g) Volume (cm3)
5 1 0.372 0.40 0.168 0.42 0.93 121.34
2 0.350 0.38 0.143 0.38 0.92 144.41
3 0.467 0.55 0.190 0.35 0.85 145.74
4 0.153 0.21 0.067 0.32 0.73 128.17
5 0.220 0.29 0.068 0.24 0.76 122.95
10 1 0.333 0.36 0.116 0.32 0.93 188.41
2 0.743 0.75 0.292 0.39 0.99 154.38
3 0.325 0.34 0.143 0.42 0.96 126.78
4 0.202 0.23 0.077 0.34 0.88 162.26
5 0.181 0.17 0.034 0.20 1.07 434.12
23 1 0.248 0.28 0.107 0.38 0.89 131.87
2 0.177 0.21 0.074 0.35 0.85 138.66
3 0.150 0.18 0.071 0.40 0.84 109.04
4 0.194 0.22 0.091 0.42 0.88 111.10
5 0.138 0.17 0.030 0.18 0.81 355.45
(45)
Lampiran 1 Hasil perhitungan berat jenis, kerapatan dan kadar air (Lanjutan)
No. Pohon No. Riap
Kondisi Basah Berat Kering Tanur
(g) Berat Jenis
Kerapatan (g/cm3)
Kadar Air (%)
Berat (g) Volume (cm3)
4 1 0.790 0.79 0.360 0.46 1.00 119.28
2 0.826 0.84 0.357 0.43 0.98 131.34
3 0.319 0.36 0.157 0.44 0.89 104.02
4 0.244 0.26 0.112 0.43 0.94 117.84
5 0.217 0.25 0.050 0.20 0.87 332.21
30 1 0.617 0.60 0.258 0.43 1.03 139.42
2 0.876 0.87 0.357 0.41 1.01 147.60
3 0.523 0.53 0.226 0.43 0.99 131.77
4 0.278 0.30 0.111 0.37 0.93 151.04
5 0.280 0.31 0.058 0.19 0.90 380.27
32 1 0.547 0.54 0.208 0.38 1.01 163.55
2 0.442 0.47 0.182 0.39 0.94 143.56
3 0.946 0.96 0.416 0.43 0.99 127.66
4 0.162 0.21 0.066 0.31 0.77 147.49
5 0.170 0.20 0.055 0.28 0.85 208.50
(46)
Lampiran 2 Rata-rata hasil perhitungan panjang serat dan tebal dinding serat Kelas Diameter Kecil
Kelas Diameter Sedang Kelas Diameter Besar
K26 PS DS DL TD S5 PS DS DL TD B4 PS DS DL TD
R1 690,20 24,75 17,37 3,69 R1 922,13 25,35 17,85 3,75 R1 902,53 23,68 16,42 3,63 R2 830,20 23,32 16,18 3,57 R2 906,73 23,56 16,07 3,75 R2 1044,40 24,40 16,78 3,81 R3 979,07 23,92 15,59 4,17 R3 1229,20 26,78 19,52 3,63 R3 1168,07 25,70 18,33 3,69 R4 969,73 25,35 17,97 3,69 R4 1269,80 26,42 18,68 3,87 R4 1244,13 26,66 18,68 3,99 R5 1030,40 25,47 18,33 3,57 R5 1333,73 26,89 19,40 3,75 R5 1242,73 25,82 18,33 3,75 rata-rata 899,92 24,56 17,09 3,74 rata-rata 1132,32 25,80 18,30 3,75 rata-rata 1120,37 25,25 17,71 3,77
K36 PS DS DL TD S10 PS DS DL TD B25 PS DS DL TD
R1 833,00 33,80 26,42 3,69 R1 854,93 24,28 17,14 3,57 R1 1263,73 26,54 19,40 3,57 R2 704,67 25,23 17,97 3,63 R2 1150,80 32,61 23,32 4,64 R2 1145,67 33,92 26,66 3,63 R3 992,60 31,89 24,75 3,57 R3 1238,53 27,25 19,87 3,69 R3 1081,73 26,06 18,92 3,57 R4 1207,27 35,11 26,78 4,17 R4 1350,07 31,89 24,28 3,81 R4 1092,93 33,20 25,59 3,81 R5 1305,73 32,13 24,99 3,57 R5 1359,87 27,37 19,64 3,87 R5 1086,87 26,54 19,40 3,57 rata-rata 1008,65 31,63 24,18 3,72 rata-rata 1190,84 28,68 20,85 3,92 rata-rata 1134,19 29,25 21,99 3,63
K38 PS DS DL TD S3 PS DS DL TD B4 PS DS DL TD
R1 665,00 25,70 18,21 3,75 R1 746,67 22,37 15,23 3,57 R1 1185,80 29,99 22,73 3,63 R2 813,40 22,49 15,35 3,57 R2 1061,67 27,85 20,71 3,57 R2 1244,13 30,46 23,21 3,63 R3 805,93 27,37 20,11 3,63 R3 1096,20 22,49 14,99 3,75 R3 1184,87 40,70 33,56 3,57 R4 1073,80 27,61 20,11 3,75 R4 1103,20 27,25 19,75 3,75 R4 1111,60 35,11 27,49 3,81 R5 1035,53 19,75 12,61 3,57 R5 1288,93 25,70 18,33 3,69 R5 1369,67 25,70 18,56 3,57 rata-rata 878,73 24,59 17,28 3,65 rata-rata 1059,33 25,13 17,80 3,67 rata-rata 1219,21 32,39 25,11 3,64
Ket: PS = panjang serat; DS=diameter serat; DL=diameter lumen; TD= tebal dinding; Satuan dalam µm
(47)
Lampiran 3 Hasil analisis sidik ragam
Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Diameter Batang Terhadap KA Kayu
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: KA
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 5806,485a 2 2903,243 ,375 ,690
Intercept 1245547,306 1 1245547,306 160,781 ,000
Diameter 5806,485 2 2903,243 ,375 ,690
Error 325368,057 42 7746,859
Total 1576721,848 45
Corrected Total 331174,542 44
a. R Squared = ,018 (Adjusted R Squared = -,029)
KA Duncan
Diameter N Subset
1
kecil 15 151,0933
besar 15 169,7033
sedang 15 178,3120
Sig. ,431
Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Riap Tumbuh Terhadap KA Kayu Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon
Kelompok Diameter Kecil
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: KA.kecil
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 56853,569a 4 14213,392 2,554 ,104
Intercept 342437,931 1 342437,931 61,526 ,000
Riap 56853,569 4 14213,392 2,554 ,104
(48)
KA.kecil
Duncan
Riap N Subset
1 2
R4 3 105,6600
R2 3 111,8500
R3 3 126,2100
R1 3 139,8200 139,8200
R5 3 271,9267
Sig. ,612 ,055
Kelompok Diameter Sedang
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: KA.sedang
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 95873,077a 4 23968,269 8,704 ,003
Intercept 476927,540 1 476927,540 173,186 ,000
Riap 95873,077 4 23968,269 8,704 ,003
Error 27538,515 10 2753,851
Total 600339,132 15
Corrected Total 123411,592 14
a. R Squared = ,777 (Adjusted R Squared = ,688)
KA.sedang
Duncan
Riap N Subset
1 2
R3 3 127,1867
R4 3 133,8433
R2 3 145,8167
R1 3 147,2067
R5 3 337,5067
(1)
TDS
Duncan
Diameter N Subset 1 besar 15 3,6820 kecil 15 3,7060 sedang 15 3,7773 Sig. ,230
Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Riap Tumbuh Terhadap Tebal Dinding
Serat Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon
Kelompok Diameter Kecil
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: TDS.kecil Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,198a 4 ,049 1,373 ,311
Intercept 206,017 1 206,017 5722,682 ,000
Riap ,198 4 ,049 1,373 ,311
Error ,360 10 ,036
Total 206,574 15
Corrected Total ,558 14
a. R Squared = ,355 (Adjusted R Squared = ,096)
TDS.kecil Duncan
Riap N Subset 1 R5 3 3,5700 R2 3 3,5900 R1 3 3,7100 R3 3 3,7900 R4 3 3,8700 Sig. ,105
(2)
Kelompok Diameter Sedang
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: TDS.sedang Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,223a 4 ,056 ,785 ,560
Intercept 214,024 1 214,024 3017,535 ,000
Riap ,223 4 ,056 ,785 ,560
Error ,709 10 ,071
Total 214,956 15
Corrected Total ,932 14
a. R Squared = ,239 (Adjusted R Squared = -,065)
TDS.sedang Duncan
Riap N Subset 1
R1 3 3,6300
R3 3 3,6900
R5 3 3,7700
R4 3 3,8100
R2 3 3,9867
Sig. ,162
Kelompok Diameter Besar
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: TDS.besar Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model ,145a 4 ,036 4,734 ,021
Intercept 203,357 1 203,357 26478,758 ,000
Riap ,145 4 ,036 4,734 ,021
Error ,077 10 ,008
Total 203,579 15
Corrected Total ,222 14
(3)
TDS.besar
Duncan
Riap N Subset
1 2
R1 3 3,6100
R3 3 3,6100
R5 3 3,6300
R2 3 3,6900
R4 3 3,8700
Sig. ,321 1,000
Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Diameter Batang Terhadap MFA
(
microfibril angle
)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: MFA
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 27,633a 2 13,817 1,987 ,180
Intercept 13154,243 1 13154,243 1891,699 ,000
Diameter 27,633 2 13,817 1,987 ,180
Error 83,444 12 6,954
Total 13265,320 15
Corrected Total 111,077 14 a. R Squared = ,249 (Adjusted R Squared = ,124)
MFA Duncan
Diameter N Subset 1
besar 5 28,0800
sedang 5 29,3800
kecil 5 31,3800
(4)
Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Riap Tumbuh Terhadap MFA (
microfibril
angle
) Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon
Kelompok Diameter Kecil
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: MFA.kecil Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 11,809a 4 2,952 ,011 1,000
Intercept 2328,774 1 2328,774 8,588 ,015
Riap 11,809 4 2,952 ,011 1,000
Error 2711,567 10 271,157
Total 5052,150 15
Corrected Total 2723,376 14 a. R Squared = ,004 (Adjusted R Squared = -,394)
MFA.kecil Duncan
Riap N Subset 1
R1 3 10,8000
R3 3 12,4667
R2 3 12,7667
R5 3 12,8333
R4 3 13,4333
Sig. ,859
Kelompok Diameter Sedang
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: MFA.sedang Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 34,329a 4 8,582 ,037 ,997
Intercept 2086,241 1 2086,241 8,922 ,014
Riap 34,329 4 8,582 ,037 ,997
Error 2338,340 10 233,834
Total 4458,910 15
Corrected Total 2372,669 14 a. R Squared = ,014 (Adjusted R Squared = -,380)
(5)
MFA.sedang
Duncan
Riap N Subset
1 R1 3 9,6667
R3 3 10,9000
R2 3 12,0667
R4 3 12,1000
R5 3 14,2333
Sig. ,742
Kelompok Diameter Besar
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: MFA.besar Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Corrected Model 32,076a 4 8,019 ,038 ,997
Intercept 1935,744 1 1935,744 9,146 ,013
Riap 32,076 4 8,019 ,038 ,997
Error 2116,440 10 211,644
Total 4084,260 15
Corrected Total 2148,516 14 a. R Squared = ,015 (Adjusted R Squared = -,379)
MFA.besar
Duncan
Riap N Subset
1
R2 3 9,9000
R1 3 10,2000
R4 3 11,0000
R3 3 11,7000
R5 3 14,0000
(6)