Penapisan Lektin dari Alga Hijau Asal Pantai Sepanjang, Y ogyakarta dan Binuangeun, Banten

PENAPISAN LEKTIN DARI ALGA HIJAU ASAL PANTAI
SEPANJANG, YOGYAKARTA DAN BINUANGEUN, BANTEN

ANISA FAHRIZA

BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penapisan Lektin dari
Alga Hijau Asal Pantai Sepanjang, Yogyakarta dan Pantai Binuangeun, Banten
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Penelitian ini dibiayai
oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) dari APBN tahun 2014.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) dan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Bogor, Pebruari 2015
Anisa Fahriza
NIM G34100068

ABSTRACK
ANISA FAHRIZA Screening Lectin of Green Algae from the Coastal of
Sepanjang, Yogyakarta and Binuangeun, Banten. Guided by NUNIK SRI
ARIYANTI and NURRAHMI DEWI FAJARNINGSIH.
Lectins are carbohydrate binding proteins that are reversible and have ability
to agglutinate. Lectins derived from algae have several advantages, such as having
low molecular mass, able to bind specific complex oligosaccharides and
glycoproteins and they do not require divalent cations for their biological activity.
This research aims to screen lectins of green algae from the coastal of Sepanjang,
Yogyakarta and Binuangeun, Banten. This research consists of four stages: 1)
sampling and identification of green algae; 2) extraction of the algal sample using
Tris Buffer Saline (TBS) and Phosphate Buffer Saline (PBS); 3) hemagglutination

test of the crude extract using rabbit eritrocytes and group A, B, and O of human
eritrocytes, both native and enzyme treated erithrocytes; 4) analysis of total
protein content using the BCA protein assay kits. Eleven species of green algae
were collected and extracted. Five species of the algae (Cladhopora patentiramea,
Ulva fasciata, Halimeda macroalba, Caulerpa racemosa var. macrophysa, dan
Halimeda micronesica) showed hemagglutination activity on human erithrocytes.
However, hemagglutination test of the other species (Ulva reticulata, Caulerpa
sertulaioides, Caulerpa racemosa var. peltata, Chaetopmorha crassa,
Enteromorpha intestinalis, dan morfospecies 1.) showed negative result on human
erithrocytes. The hemagglutination activity of all the algae was positive on rabbit
erithrocytes. Hemagglutination activity of all the algae except Ulva fasciata and
Halimeda macroalba on the trypsin treated erithrocytes was lower than the native
erithrocytes. A total of 5 species of green algae which showed activity against
human erythrocytes, specifically on either O, A, and B blood group. The high
total protein content of the algal extract did not positively correlated with the
hemagglutination activity.
Keywords: chlorophyta, glycoproteins, green algae, hemagglutination, lectins.

ABSTRAK
ANISA FAHRIZA Penapisan Lektin dari Alga Hijau Asal Pantai Sepanjang,

Yogyakarta dan Pantai Binuangeun, Banten. Dibimbing oleh NUNIK SRI
ARIYANTI dan NURRAHMI DEWI FAJARNINGSIH.
Lektin merupakan protein yang mengikat karbohidrat secara reversible dan
mempunyai kemampuan dalam aglutinasi. Lektin yang berasal dari alga memiliki
kelebihan, antara lain: memiliki massa molekul rendah, mempunyai afinitas
spesifik terhadap oligosakarida kompleks dan glikoprotein, serta tidak
memerlukan kation divalen untuk aktivitas biologis. Penelitian ini bertujuan
menapis lektin dari alga hijau asal Pantai Sepanjang, Yogyakarta dan Pantai
Binuangeun, Banten. Penelitian ini terdiri atas empat tahap, yaitu: 1) eksplorasi
dan identifikasi alga hijau; 2) ekstraksi alga hijau menggunakan Tris Buffer saline
(TBS) dan Phospat Buffer Saline (PBS); 3) uji hemagglutinasi ekstrak kasar alga
hijau menggunakan eritrosit kelinci dan eritrosit manusia golongan A, B, serta O,
eritrosit kelinci dan manusia masing-masing dengan perlakuan enzim tripsin dan
tanpa perlakuan enzim tripsin (native); 4) uji kadar protein menggunakan BCA
protein assay kit. Cladhopora patentiramea, Ulva fasciata, Halimeda macroalba,
Caulerpa racemosa var. marcophysa, dan Halimeda micronesica menunjukkan
hasil positif terhadap eritrosit manusia. Alga hijau Ulva reticulata, Caulerpa
sertulaioides, Caulerpa racemosa var. peltata, Chaetopmorha crassa,
Enteromorpha intestinalis, dan morfospesies 1 tidak menunjukkan aktivitas
hemagglutinasi. Alga hijau yang diuji menggunakan eritrosit kelinci semuanya

menunjukkan aktivitas hemagglutinasi. Semua ekstrak kasar alga hijau kecuali
Ulva fasciata dan Halimeda macroalba mempunyai aktivitas hemagglutinasi
terhadap eritrosit tripsin lebih rendah dibandingkan eritrosit native. Sebanyak 5
jenis alga hijau yang diekstraksi memiliki tingkat hemagglutinasi yang berbedabeda pada darah manusia golongan O, A, dan B. Kadar protein total alga hijau
yang tinggi tidak selalu menunjukkan hasil aktivitas hemagglutinasi yang tinggi.
Kata kunci: alga hijau, chlorophyta, glikoprotein, hemagglutinasi, lektin.

PENAPISAN LEKTIN DARI ALGA HIJAU ASAL PANTAI
SEPANJANG, YOGYAKARTA DAN BINUANGEUN, BANTEN

ANISA FAHRIZA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Judul Skripsi: Penapisan Lektin dari Alga Hijau Asal Pantai Sepnjang,
Yogykarta n Binuangeun, Banten
Nma

: Anisa Fhriza

M

: G34100068

Disetujui oleh

Dr Nunk Si Ariynti. MSi
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


"2

7.

Nurhmi Dewi F., SSi, M.Biotech (adv)
Pembimbing II

ceo

-

L.. U

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini merupakan
bagian dari proyek penelitaian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) yang
dibiayai oleh APBN 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nunik Sri Ariyanti, MSi dan
Nurrahmi Dewi F. SSi, M.Biotech (adv) selaku pembimbing skripsi, Dr Kanthi

Arum Widayati, MSi selaku penguji skripsi, Dr Ekowati Chasanah, MSc serta staf
BBP4BKP. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua,
keluarga, dan teman-teman (Idha, Dhia, Tya, Mita, Ismi, dan Melly) sehingga
karya tulis ini dapat selesai dengan baik. Penulis menyadari masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan karya tulis ini, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulisan lainya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2015
Anisa Fahriza

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Bahan

2

Prosedur Penelitan

2


HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Uji Hemaglutinasi

4

Total Kadar Protein

7

SIMPULAN

9

DAFTAR PUSTAKA

9


LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Pengenceran maksimal ekstrak alga hijau dari Pantai Sepanjang
Yogyakarta dan Pantai Binuangeun Banten yang menunjukkan aktivitas
hemagglutinasi pada sampel eritrosit native dan eritrosit tripsin dari
darah manusia golongan A, B, O serta darah kelinci
2 Total kadar protein alga hijau dari Pantai Sepanjang, Yogyakarta dan
Pantai Binuangeun, Banten

5
8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil identifikasi alga hijau dari pantai Sepanjang, Yogyakarta dan
Binuangeun, Banten
2 Kurva standar protein BSA (Bovine Serum Albumin) dengan pelarut
Phospate Buffer Saline (TBS)
3 Kurva standar protein BSA (Bovine Serum Albumin) dengan pelarut
Tris Buffer Saline (PBS)
1 Hasil pengukuran total kadar protein sampel alga hijau asal Pantai
Binuangeun Banten dan Pantai Sepanjang Yogyakarta

15
18
19

20

1

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara maritim yang mempunyai prospek
yang baik untuk mengembangkan dan mengoptimalkan sumber hayati kelautan.
Salah satu sumber daya hayati kelautan yang melimpah di Indonesia adalah alga.
Alga yang berukuran besar (makroalga) tergolong dalam tiga kelompok, yaitu
alga hijau (Chlorophyta), alga coklat (Phaeophyta), dan alga merah (Rhodophyta)
(Kadi 2004). Alga hijau merupakan divisi terbesar dari semua divisi alga, sekitar
6500 jenis anggota divisi ini telah berhasil diidentifikasi (Verheij 1993).
Alga hijau mempunyai ciri-ciri: mengandung pigmen klorofil a dan b,
karoten, santhofil, serta memiliki tilakoid. Persedian makanan alga hijau berupa
kanji (starch), lemak, protein, dan asam amino. Thallus berwarna hijau tua, hijau
muda, hijau transparan, hijau kehitam-hitaman, dan hijau kekuning-kuningan.
Thallus berbentuk lembaran, batangan, bulat, dan gepeng. Thallus bersifat lunak
dan keras. Kandungan kimia esensial yang paling menonjol pada alga hijau adalah
vitamin C (Kadi 2004). Banyak jenis alga hijau telah diketahui mengandung lektin
(Sharon 2007).
Lektin merupakan protein non imun alami yang mengikat karbohidrat secara
reversible dan mempunyai kemampuan dalam aglutinasi eritrosit atau mengikat
polisakarida dan glikoprotein (Goldstein et al. 1980). Beberapa peranan lektin di
bidang biologi, yaitu pengenalan protein-karbohidrat, komunikasi sel, pertahanan
diri sel terhadap antigen, mencegah metastasis tumor, mencegah inflamasi
melebar (Cavada et al. 2001), dan perkembangan sel (Sharon dan Lis 2004). Saat
ini lektin juga dipelajari secara ekstensif di bidang medis, hal ini disebabkan
beberapa lektin yang telah diisolasi menunjukkan aktivitas tinggi anti-HIV (Sato
et al. 2007) dan aktivitas antibiotik (Liao et al. 2003).
Lektin secara alami ditemukan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan alga.
Salah satu jenis alga yang mengandung lektin adalah alga hijau (Sharon 2007).
Secara umum lektin yang berasal dari alga berbeda dari lektin yang berasal dari
tumbuhan atau pun hewan. Lektin yang berasal dari alga memiliki beberapa
kelebihan, yaitu mempunyai massa molekul rendah dibandingkan lektin yang
berasal dari tumbuhan dan hewan, selain itu lektin dari alga memiliki afinitas
spesifik terhadap oligosakarida kompleks, dan glikoprotein. Sebagian dari lektin
alga juga tidak memerlukan kation divalen untuk aktivitas biologis (Rogers dan
Hori 1993).
Isolasi dan karakterisasi kandungan lektin telah dilakukan pada beberapa
jenis alga, yaitu: Ulva lactuca L (Sampaio et al. 1998), Pterocladiella capillacea
(Oliveara et al.2002), Vidalia obtusiloba (Melo et al. 2004), Bryopsis plumosa
(Kim et al.2005), Eucheuma serra (Hori et al. 2007), Gracilaria crassa harvey
(Mangaiyarkarasi et al. 2013). Namun demikian belum ada laporan penapisan
lektin dari alga hijau di Indonesia. Penapisan lektin pada alga dapat dilakukan
menggunakan uji hemagglutinasi. Kelebihan uji ini adalah relatif murah, mudah,
dan cepat untuk dilakukan dibandingkan menggunakan enzyme-linked adsorbent
assay (ELISA) (Teng et al. 2008).
Eritrosit manusia, kelinci, domba dan ayam umum digunakan untuk uji
hemagglutinasi, masing-masing dapat menunjukkan sensitifitas berbeda terhadap
aktivitas suatu hemagglutinin. Sensitifitas eritrosit terhadap aktivitas

2
hemaggultinasi dari tinggi ke rendah, yaitu: darah kelinci, domba, ayam, dan
manusia (Hung et al. 2012). Hasil positif uji hemagglutinasi yang menunjukkan
adanya lektin yang terkandung pada alga ditandai dengan terjadinya agglutinasi
eritrosit (Teixeira et al. 2012).
Penelitian ini bertujuan menapis lektin dari ekstrak alga hijau yang berasal
dari pantai Binuangeun, Banten dan Sepanjang, Yogyakarta menggunakan uji
hemagglutinasi. Ekstraksi dilakukan menggunakan dua macam buffer (PBS dan
TBS). Uji hemagglutinasi menggunakan eritrosit kelinci dan eritrosit manusia
golongan darah A, B, dan O masing-masing dengan perlakuan enzim tripsin dan
tanpa perlakuan enzim (native).

METODE
Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alga hijau
hasil eksplorasi dari Pantai Sepanjang, Yogyakarta dan Binuangeun, Banten. Alga
hijau yang berasal dari Pantai Sepanjang Yogyakarta, yaitu: Cladhopora
patentiramea, Ulva fasciata, Ulva reticulata. Alga hijau yang berasal dari Pantai
Binuangeun Banten, yaitu: Enteromorpha intestinalis, Caulerpa sertulaioides,
Caulerpa racemosa var. peltata, Caulerpa racemosa var. Marcophysa, Halimeda
micronesia, Halimeda macroalba, Chaetomorpha crassa, dan morfospesies 1
(nama spesies belum dapat didentifikasi) (Lampiran 1).
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri atas empat tahap, yaitu: eksplorasi dan
identifikasi jenis alga, ekstraksi, uji hemagglutinasi, dan uji total kadar protein.
Eksplorasi dan identifikasi jenis alga. Pengambilan sampel alga hijau
dilakukan dengan cara road sampling di Pantai Binuangeun Banten dan Pantai
Sepanjang Yogyakarta. Alga hijau hasil road sampling kemudian dimasukkan ke
dalam plastik clip dan disimpan di dalam cold box. Setelah sampai di
laboratorium alga hijau dipindahkan ke cold storage dengan suhu -200C sampai
akan dilakukan ekstraksi. Identifikasi sampel alga dilakukan oleh Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI Jakarta.
Ekstraksi. Sebelum dilakukan ekstraksi, alga hijau dibersihkan dari epifit
dan pengotor yang menempel. Sampel alga hijau diekstraksi menggunakan dua
macam perlakuan yaitu dengan dua macam buffer yang berbeda. Perlakuan
pertama menggunakan buffer TBS (0,02 M tris HCl dengan 150 mM NaCl).
Perlakuan kedua dengan buffer PBS (Phospat Buffer Saline) yaitu berupa kapsul
dengan densitas 1000 kg/m3 yang diencerkan dalam aquades. Buffer tersebut
dibuat dengan pH 7. Sampel alga hijau sebanyak 50 gram atau 25 gram digerus
dalam nitrogen cair hingga menjadi bubuk. Bubuk alga dicampur dengan buffer
(TBS atau PBS) dengan perbandingan 1:2. Larutan alga selanjutnya diaduk
menggunakan magnetik stirer selama 8 jam pada suhu 40C. Setelah itu larutan
alga disenrifus pada 10000 rpm selama 30 menit dengan suhu 40C kemudian

3
dipisahkan antara supernatan dan pelet. Ekstrak kasar alga yang berupa supernatan
disimpan pada suhu -200C hingga akan dilakukan pengujian (Praseptiangga 2012).
Uji hemagglutinasi. Uji ini dilakukan menggunakan eritrosit manusia dan
eritrosit kelinci. Eritrosit manusia yang digunakan dari golongan darah A, B, dan
O. Masing-masing sampel eritrosit terdiri atas dua macam, yaitu: eritrosit native
(eritrosit tanpa perlakuan tripsin) dan eritrosit dengan perlakuan enzim tripsin.
Sampel eritrosit manusia diperoleh dari PMI DKI Jakarta. Eritrosit kelinci
diperoleh dari pembuluh vena pada telinga kelinci.
Penyiapan sampel eritrosit untuk uji hemagglutinasi dilakukan dengan
pemurnian sampel eritrosit dari komponen darah lainya dilakukan sebagai berikut:
sebanyak 10 ml eritrosit dari darah manusia golongan A, B, O, dan eritrosit
kelinci masing-masing dimasukkan ke dalam test tube dan ditambahkan 0,85%
NaCl sampai 45 ml (v/v) kemudian disentrifus dengan kecepatan 2500 rpm, 40C
selama 5 menit untuk pemurnian. Supernatan yang terbentuk dibuang sedangkan
endapan yang terbentuk dimurnikan kembali menggunakan NaCl 0,85% sebanyak
3-4 kali. Setelah pemurnian, dibuat larutan 2% eritrosit pada NaCl 0,85% untuk
eritrosit native. Sedangkan penyiapan sampel eritrosit untuk perlakuan darah
mengandung tripsin, endapan eritrosit yang telah dimurnikan ditambah 5 ml
enzim tripsin 0,5% kemudian ditambahkan 0,85% NaCl sampai 50 ml v/v)
selanjutnya dikocok dan diinkubasi pada suhu 370C selama 90 menit dan setiap 30
menit sekali dilakukan pengocokan. Setelah diinkubasi 2% eritrosit dimurnikan
kembali menggunakan 0,85% NaCl sebanyak 3-4 kali. Endapan yang terbentuk
selanjutnya ditambahkan 0,85% NaCl sampai 45 ml (v/v) (Praseptiangga 2012).
Mikro-titer plate (96 well) disiapkan untuk uji hemagglutinasi. Sebanyak
25 µL NaCl 0,85% ditambahkan pada sumur 2 sampai 9 setiap barisnya. Sampel
ekstak alga sebanyak 25 µL dimasukkan pada sumur 1 untuk perlakuan ekstrak
murni tanpa pengenceran dan sumur 2 untuk pengenceran tingkat pertama.
Selanjutnya mulai pada sumur ke 3 sampai ke 10 dilakukan pengenceraan
bertingkat tingkat 2 sampai dengan 8 dengan cara memipet 25 µL sampel yang
telah diencerkan dari sumur sebelumnya ke sumur berikutnya. Suspensi 2%
eritrosit ditambahkan ke setiap sumur pada mikro-titer plate (96 well, U bottom)
selanjutnya diresuspensi. Campuran diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar
(280C) kemudian diamati terjadinya agglutinasi.
Hasil positif dari uji hemagglutinasi ditandai dengan eritrosit yang tidak
mengendap di dasar sumur membentuk titik. Hal ini terjadi karena lektin
membentuk ikatan dengan karbohidrat di permukaan sel eritrosit. Hasil negatif
dari uji hemagglutinasi ditunjukkan dengan eritrosit mengendap di dasar sumur
membentuk titik karena karbohidrat dipermukaan eritrosit tidak diikat oleh lektin
(Stanley 2002). Aktivitas hemagglutinasi ditentukan berdasarkan konsentrasi
terkecil (pengenceran tertinggi) sampel yang masih menyebabkan agglutinasi
pada eritrosit. Semakin besar konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk membuat
darah teragglutinasi menunjukkan aktivitas hemagglutinasi semakin rendah,
sebaliknya semakin kecil konsentrasi yang dibutuhkan untuk mengagglutinasi sel
darah maka semakin tinggi aktivitas hemagglutinasi (Rahmasari 2009).
Uji total kadar protein. Uji ini dilakukan menggunakan BCA protein
assay kit. Uji total kadar protein bertujuan mengetahui kadar protein ekstrak kasar
alga hijau. Sebanyak 20 µL standar atau sampel dimasukkan ke dalam sumur pada
mikro-titer plate. Kemudian sebanyak 200 µL working reagent dimasukkan ke

4
dalam masing-masing sumur Mikro-titer plate dan dicampur dengan cara
digoyang selama ± 30 detik. Selanjutnya mikro-titer plate ditutup dan diinkubasi
pada suhu 370C selama 30 menit. Setelah didinginkan selama 5 menit pada suhu
ruang, mikro-titer plate dibaca menggunakan spektofotometer pada panjang
gelombang 562 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Hemagglutinasi
Ekstrak kasar alga hijau menunjukkan aktivitas hemagglutinasi yang
berbeda pada eritrosit kelinci dan eritrosit manusia. Uji hemagglutinasi ekstrak
alga hijau menggunakan eritrosit kelinci menunjukkan hasil positif, meskipun uji
hemagglutinasi ekstrak alga hijau yang sama menggunakan eritrosit manusia
menunjukkan hasil negatif. Sebanyak 10 jenis alga hijau yang diekstraksi pada
penelitian ini semuanya menunjukkan aktivitas hemagglutinasi terhadap eritrosit
kelinci. Selain itu konsentrasi ekstrak kasar alga hijau yang dibutuhkan untuk
mengagglutinasi eritrosit kelinci cenderung lebih kecil dibandingkan konsentrasi
ekstrak kasar alga hijau yang dibutuhkan untuk mengagglutinasi eritrosit manusia,
kecuali ekstrak kasar Caulerpa racemosa var. marcophysa. Hal ini menunjukkan
lektin pada ekstrak alga yang diuji, mempunyai aktivitas hemagglutinasi yang
lebih tinggi pada eritrosit kelinci dibandingkan eritrosit manusia. Aktivitas
hemagglutinasi terhadap eritrosit kelinci lebih tinggi dari pada golongan darah
manusia juga diperoleh pada ekstrak beberapa makroalga dari Vietnam (Hung et
al. 2012).
Uji hemagglutinasi menggunakan eritrosit manusia menunjukkan hasil
positif pada 5 dari 10 jenis alga hijau yang diekstraksi. Alga hijau yang
mempunyai aktivitas hemagglutinasi terhadap eritrosit manusia, yaitu:
Cladhopora patentiramea, Ulva fasciata, Halimeda macroalba, Caulerpa
racemosa var. macrophysa, dan Halimeda micronesica. Alga hijau lainya, yaitu:
Ulva reticulata, Caulerpa sertulaioides, Calulerpa racemosa var. peltata,
Chaetopmorha crassa, Enteromorpha intestinalis, dan morfospesies 1 tidak
menyebabkan agglutinasi pada eritrosit manusia (Tabel 1).
Sebanyak 5 jenis alga hijau yang menunjukkan aktivitas hemagglutinasi
terhadap eritrosit manusia memiliki tingkat hemagglutinasi yang berbeda-beda
pada golongan darah O, A, dan B. Alga hijau Cladhopora patentiramea
mempunyai aktivitas hemagglutinasi yang tinggi pada golongan darah O dan
golongan darah A, tetapi mempunyai aktivitasnya rendah pada golongan darah B
yang diberi perlakuan enzim tripsin dan tanpa perlakuan enzim tripsin (native).
Ulva fasciata tidak banyak berbeda aktivitas hemagglutinasinya pada golongan
darah O, A, dan B tripsin maupun native. Alga hijau Caulerpa racemosa var.
marcophysa hanya terjadi pada eritrosit manusia golongan darah O dan A native
yang diekstrak menggunakan buffer PBS. Aktivitas hemagglutinasi ekstrak kasar
Halimeda micronesica hanya terjadi pada eritrosit manusia golongan darah O dan
A native yang diekstrak menggunakan buffer PBS. Ekstrak kasar Halimeda

5
macroalba hanya menunjukkan aktivitas hemagglutinasi rendah pada golongan
darah O dan A serta tidak menunjukkan aktivitas hemagglutinasi pada golongan
darah B.
Beberapa lektin bersifat spesifik terhadap golongan darah. Lektin yang
berasal dari alga Enteromorha lingulata bersifat spesifik terhadap golongan darah
B dan Gigartina skottsbergii spesifik terhadap golongan darah A sedangkan lektin
dari Palmaria decipiens tidak spesifik terhadap golongan darah (Souza et al.
2007). Setiap golongan darah mempunyai susunan gula yang spesifik. Golongan
darah O tersusun atas fukosa, golongan darah A tersusun atas fukosa dengan gula
N-asetil galaktosamin, golongan darah B memiliki fukosa dengan gula Dgalaktosamin. Golongan darah AB memiliki susunan fukosa dengan N-asetil
galaktosamin D-galaktosamin (Morgan dan Watkins 2000). Adanya interaksi
spesifik antara lektin dengan karbohidrat eritrosit memainkan peranan penting
dalam penelitian antigen yang berkaitan dengan sistem golongan darah ABO
(Teixeira et al. 2012).
Tabel 1 Pengenceran maksimal ekstrak alga hijau dari Pantai Sepanjang
Yogyakarta dan Pantai Binuangeun Banten yang menunjukkan aktivitas
hemagglutinasi pada sampel eritrosit native dan eritrosit tripsin dari
darah manusia golongan A, B, O serta darah kelinci
Nama jenis

Asal Sampel

Buffer
Ekstraksi

Pengenceran tertinggi yang masih
menunjukkan aktivitas hemagglutinasi
darah
O O A A B B K K
N T N T N T N T

Cladhopora
patentiramea

Yogyakarta

TBS1
TBS2
PBS1
PBS2

29
29
29
29

22
25
27
27

0
0
29
29

25
24
26
24

0
0
0
0

2
22
25
26

29
29
29
29

25
25
28
27

Ulva fasciata

Yogyakarta

TBS1

24

24

22

24

24

25

28

22

TBS2

23

25

2

24

22

24

28

22

PBS1

23

24

2

24

2

23

26

22

PBS2

2

3

2

4

2

2

3

2

2

3

7

23

TBS1

0

0

0

0

0

0

28

25

PBS1

0

0

0

0

0

0

25

22

TBS1

0

0

0

0

0

0

27

0

7

0

Ulva reticulata
Enteromorpha
intestinalis

Yogyakarta
Banten
Banten

TBS2

0

0

0

0

0

0

2

PBS1

0

0

0

0

0

0

28

0

0

2

7

0

2

9

27

9

26

PBS2
Banten
Morfospesies 1

Caulerpa
sertulaioides

Banten

Caulerpa
recemosa var.
marcophysa

Banten

2

TBS1

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0

TBS2

0

0

0

0

0

0

2

PBS1

0

0

0

0

0

0

29

210

TBS 1

0

0

0

0

0

0

29

0

0

2

9

0

3

22
22

PBS 1

0

0

0

0

0

TBS 1

2

4

0

2

4

0

2

4

0

2

PBS 1

23

0

23

0

24

0

23

6
Tabel 1 (lanjutan)
Caulerpa
racemossa var.
peltata
Halimeda
micronesica

Halimeda
macroloba

Chaetomorpha
crassa

Banten

Banten

Banten

Banten

TBS 1

0

0

0

0

0

0

29

0

PBS 1

0

0

0

0

0

0

29

2

6

22

TBS1

0

0

0

0

0

0

2

TBS2

0

0

0

0

0

0

25

23

6

24

PBS1

2

0

2

0

0

0

2

PBS2

2

0

0

0

0

0

26

23

TBS1

2

22

0

22

0

0

29

25

TBS2

2

2

0

0

0

0

27

25

PBS1

0

2

5

0

2

5

0

0

2

7

28

PBS2

24

0

0

0

0

0

29

27

TBS1

0

0

0

0

0

0

29

0

0

2

9

0

2

9

0

TBS2
PBS1

0
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0

9

PBS2
0
0
0
0
0
0 2
0
Keterangan: AN= eritrosit golongan darah manusia A native, AT= eritrosit golongan darah
manusia A yang diberi perlakuan enzim tripsin, BN= eritrosit golongan darah manusia B, BT=
eritrosit golongan darah manusia B yang diberi perlakuan enzim tripsin, ON= eritrosit golongan
darah manusia O native, OT= eritrosit golongan darah manusia O yang diberi perlakuan enzim
tripsin, KN= eritrosit kelinci native, KT= eritrosit kelinci yang diberi perlakuan enzim tripsin.

Semua ekstrak kasar alga hijau kecuali Ulva fasciata dan Halimeda
macroalba mempunyai aktivitas hemagglutinasi terhadap eritrosit tripsin lebih
rendah dibandingkan eritrosit native. Hasil ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya yang menyatakan eritrosit yang diberi perlakuan enzim
tripsin lebih tinggi aktivitas hemagglutinasinya dibandingkan eritrosit native
(Benedives et al. 1999, Souza et al. 2007, Hung et al. 2010). Perlakuan enzim
tripsin pada eritrosit yang digunakan untuk uji hemagglutinasi dapat
meningkatkan sensitivitas aktivitas hemagglutinasi lektin terhadap eritrosit. Hal
ini disebabkan tripsin membuang glikoprotein pada permukaan membran eritrosit
sehingga lektin lebih mudah mengagglutinasi eritrosit (Hung et al. 2010 dan
Fernandes et al. 2011).
Penelitian lain menyebutkan lektin yang berasal dari Phaseolus vulgaris
yang diuji menggunakan eritrosit yang diberi perlakuan enzim tripsin juga
memiliki aktivitas hemagglutinasi yang lebih rendah dibandingkan eritrosit native
(tidak diberi perlakuan enzim). Adanya senyawa anti tripsin (polifenol) yang
terdapat dalam Phaseolus vulgaris terbukti mengurangi aktivitas hemagglutinasi
(Fernandez et al. 1982). Lektin yang berasal dari misellia cendawan Grifola
frondosa juga menunjukkan aktivitas hemagglutinasi yang lebih rendah pada
eritrosit tripsin dibandingkan eritrosit native tetapi penyebabnya belum diketahui
(Olga et al. 2013).
Hal lain yang kemungkinan menyebabkan aktivitas hemagglutinasi eritrosit
yang diberi perlakuan enzim tripsin memiliki aktivitas hemagglutinasi lebih
rendah karena enzim tripsin memutus ikatan peptida (sisi karboksil residu lisin
dan arginin) pada protein permukaan sel eritrosit. Putusnya ikatan peptida pada
protein menyebabkan perubahan struktur tiga dimensi protein menjadi struktur
protein yang acak. Sehingga karbohidrat pada permukaan sel eritrosit tertutupi

7
oleh struktur acak protein sehingga lektin kesulitan dalam mengikat karbohidrat
permukaan sel eritrosit (Prih Sarnianto 15 Agustus 2014, komunikasi pribadi).
Ekstraksi alga hijau menggunakan 2 buffer yang berbeda (TBS dan PBS)
tidak selalu menyebabkan hasil uji hemangglutinasi yang berbeda. Sebanyak 10
jenis yang diuji, 9 jenis tidak menunjukkan aktivitas hemagglutinasi yang berbeda
jika diekstraksi menggunakan dua jenis buffer yang berbeda (buffer TBS dan
PBS) sedangkan 1 jenis alga hijau Cladhopora patentiramea menunjukkan
aktivitas hemagglutinasi berbeda jika diekstrasi menggunakan buffer TBS dan
PBS. Cladhopora patentiramea yang diekstraksi menggunakan PBS menunjukkan
aktivitas hemagglutinasi yang lebih tinggi dibandingkan Cladhopora
patentiramea yang diekstraksi menggunakan TBS. Hal ini disebabkan karena
kadar protein protein total Cladhopora patentiramea lebih tinggi ketika
diekstraksi menggunakan buffer PBS. Sedangkan jenis alga yang lain buffer TBS
dan PBS tidak berpengaruh nyata pada aktivitas hemagglutinasi.

Total Kadar Protein
Sebanyak 10 jenis alga yang telah diuji aktivitas hemagglutinasinya
dilakukan uji kadar total protein menggunakan metode PierceTM BCA Protein
Assay Kit (Lampiran 2, 3, 4). Alasan menggunakan metode ini karena metode ini
cukup akurat dengan pengerjaan yang relatif singkat dan mudah dibandingkan
dengan metode Bradford, Kjeldahl, dan Lowry (Lewis et al. 1951). Tujuan dari
pengukuran kadar total protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein total
pada ekstrak kasar alga hijau.
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi protein dari makro alga, pada
penelitian ini yaitu: PBS (Phospat buffer saline) pH 7 dan TBS (Tris buffer saline)
150 mM NaCl PH 7. Alasan menggunakan buffer PBS dan TBS dalam penelitian
ini karena kedua buffer ini sering digunakan dalam percobaan biologi sel untuk
mempertahankan osmolaritas sel karena mengandung ion garam yang
mempertahankan pH. Ion Na+ dan Cl- yang terkandung dalam kedua buffer ini
mempunyai peranan dalam menjaga osmolaritas ekstraseluler sedangkan ion
Phospat yang terdapat pada kedua buffer ini berfungsi menyeimbangakan
osmolaritas intraseluler. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
ekstraksi protein alga, yaitu suhu, pelarut organik dan enzim yang dapat merusak
protein (Walsh 2002).
Ekstraksi alga hijau menggunakan buffer TBS dan PBS menghasilkan kadar
total protein yang berbeda. Buffer TBS lebih baik untuk mengekstraksi protein
alga hijau Caulerpa sertulaioides, Chaetomorpha crassa, dan morfospesies 1
karena ekstraksi alga tersebut menggunakan buffer TBS menghasilkan kadar
protein yang lebih tinggi. Sebaliknya protein alga hijau Cladhopora patentiramea,
Halimeda macroalba lebih baik diekstraksi menggunakan buffer PBS
dibandingkan buffer TBS. Alga Ulva fasciata, Ulva reticulata, Enteromorpha
intestinalis, Caulerpa racemosa var. marcophysa, Caulerpa racemosa var.
peltata, dan Halimeda micronesica tidak berbeda nyata apabila diekstraksi
menggunakan buffer TBS maupun PBS (Tabel 2).
Alga yang mempunyai kandungan protein kasar tertinggi Chaetomorpha
crassa sedangkan alga yang mempunyai protein kasar terendah adalah Halimeda

8
micronesica (Tabel 2). Kandungan protein kasar satu jenis alga hijau dari habitat
yang berbeda kemungkinan memiliki total kadar protein yang berbeda. Hal ini
kemungkinan terjadi karena adanya perbedaan kandungan mineral pada habitat
makro alga tersebut. Kondisi lingkungan yang optimal juga membuat alga tumbuh
subur dan menghasilkan metabolit primer (misal protein) yang banyak untuk
pertumbuhan dan perkembangan alga (Polat dan Ozugal 2008). Selain itu,
rusaknya protein karena terdenaturasi saat alga dibersihkan juga dapat
mempengaruhi total kadar protein alga tersebut.
Total kadar protein ekstrak alga yang telah dipresipitasi dapat digunakan
untuk mengukur aktivitas hemagglutinasi alga secara kuantitatif. Pengukuran
aktivitas hemagglutinasi secara kuantitatif dilakukan dengan cara membagi total
kadar protein yag diperoleh dengan pengenceran tertinggi sampel alga yang masih
menunjukkan aktiviitas hemagglutinasi (Benevides et al. 1999). Pengukuran
aktivitas hemaggluinasi secara kuantitatif pada penelitian ini tidak dilakukan
karena ekstrak alga hijau yang diukur kadar proteinya merupakan ekstrak kasar
(belum dilakukan presipitasi protein).
Kadar protein total alga hijau yang tinggi tidak selalu menunjukkan hasil
aktivitas hemagglutinasi yang tinggi. Alga hijau Chaetomorpha crassa yang
memiliki kadar total protein tertinggi setelah diuji aktivitas hemagglutinasi
menggunakan eritrosit manusia dari golongan A, B, dan O tidak memberikan hasil
positif atau tidak terjadi agglutinasi pada eritrosit (Tabel 1, 2). Hal ini
kemungkinan disebabkan pengukuran total kadar protein menggunakan ekstrak
kasar alga hijau sehingga protein selain lektin yang terkandung pada alga hijau
juga ikut terukur kadar proteinnya.
Tabel 2 Total kadar protein alga hijau dari Pantai Sepanjang (Yogyakarta) dan
Pantai Binuangeun (Banten)
Asal
sampel
Pantai
Sepanjang

Pantai
Binuangeun

Nama Jenis

Kadar rata-rata ± standar deviasi
protein total (µg/ml)

Uji t
(alpha=0.05)

TBS

PBS

Cladhopora patentiramea

476.800±0.026

742.033±0.031

2.02E-07

Ulva fasciata

461.483±0.056

498.383±0.023

0,292*

Ulva reticulata

321.883± 0.189

508.050±0.130

0,140*

Enteromorpha intestinalis

216.367±0.032

336.867±0.066

0,009*

Morfospesies 1

701.133±0.066

448.800±0.100

0,001

Caulerpa sertulaioides
Caulerpa racemosa var.
macrophysa
Caulerpa racemosa var.
peltata

335.667±0.005

271.267±0.004

0,002

286.733±0.025

296.567±0.012

0,665*

431.300±0.023

438.300±0.042

0,816*

Halimeda micronesica

74.131±0.032

47.967±0.011

0,045*

Halimeda macroalba

207.550±.052

516.200±0.043

0,001

Chaetomorpha crassa
917.650±0.041 694.217± 0.098
Keterangan
*taraf uji 0,05< p velue = tidak berbeda nyata.
Uji t dilakukan pada masing-masing jenis antara buffer TBS dengan buffer PBS.

0,003

9

SIMPULAN
Sebanyak 10 jenis alga hijau yang diuji menggunakan eritrosit kelinci
memiliki aktivitas hemagglutinasi. Aktivitas hemagglutinasi lektin alga hijau yang
diuji menggunakan eritrosit kelinci lebih tinggi dibandingkan aktivitas
hemagglutinasi lektin yang diuji menggunakan eritrosit manusia. Lima jenis alga
hijau (Cladhopora patentiramea, Ulva fasciata, Halimeda macroalba, Caulerpa
racemosa var. marcophysa, dan Halimeda micronesica) memiliki aktivitas
hemagglutinasi pada eritrosit manusia, sedangkan alga hijau lainya (Ulva
reticulata, Caulerpa sertulaioides, Calulerpa racemosa var. peltata,
Chaetopmorha crassa, Enteromorpha intestinalis, dan morfospesies 1 tidak
mempunyai aktivitas hemagglutinasi pada eritrosit manusia. Aktivitas
hemagglutinasi alga hijau yang diuji dengan eritrosit native dan eritrosit tripsin
mempunyai aktivitas yang berbeda pada masing-masing alga. Sebanyak 5 jenis
alga hijau memiliki tingkat hemagglutinasi yang berbeda-beda pada darah
manusia golongan O, A, dan B. Total kadar protein alga hijau yang tinggi tidak
selalu menunjukkan hasil aktivitas hemagglutinasi yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Benevides NMB, Oliveira SRM, Holanda ML , Melo FR , Freitas ALP,. 1999.
Seasonal in hemagglutinatinating activity and chemical composition of two
red marine algae Gracilaria domigensis and Gelidium pusillum. Revista
Brasileira de Fisiologia Vegetal 11(2):91-95.
Cavada BS, Barbosa T, Arruda S, Grangeiro TB, Barral Netto M. 2001. Revisiting
proteus: do minor changes in lectin structure matter in biological activity?
Lessons from and potential biotechnological uses of the Diocleinae subtribe
lectins. Curr Protein Pept Sci 2: 123-135.
Fernandez F, Elias LG, Braham E, Bressani R. 1982. Trypsin inhibitor and
hemagglutinins in beans (Phaseolus vulgaris) and their relationship with
content of tannins and associated polyphenol. J Agri Food Chem 30: 734739.
Fernandes HP, Cesar CL, Castro MLB.2011. Electrical properties of the red
blood cell membrane and immunohematological investigation. Rev Bras
Hematol Hemoter 33(4): 297–301.
Goldstein IJ, Hughes RC, Monsigny, Osawa T, Sharon N. 1980. What should be
called a lectin?. Nature 285: 66.
Hori K, Sato Y, Ito K, Fujiwara Y, Iwamoto Y, Makino H, Kawakubo A. 2007.
Strict specificity for high-mannose type N-glycans and primary structure of
a red alga Eucheuma serra lectin. Glycobiology 17 (5): 479–491.
Hung LD, Ly MB, Trang VTD, Ngoe NTD, Hoa LT, Trinh PTH. 2012. A new
screeninng for hemagglutinins from Vietnamse marine macroalga. J Appl
Phycol 24: 227-235.

10
Kadi A. 2004. Rumput Laut Nilai Ekonomis dan Budidayanya. Pusat Penelitian
Oseonografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta (ID). ISBN 9793378-19-0.
Kim GH, Klochkova TA, Yoon KS, Song YS, Lee KP. 2005. Purification and
characterization of a lectin, bryohealin, involved in the protoplast formation
of a marine green alga Bryopsis plumosa (Chlorophya). J Phycol 42: 86–95.
Lewis F, Rose J, Randall, Oliver, Lowry, Nira J, Rosebrough. 1951. Protein
measurement. J. Biol. Chem 193:265-275.
Liao WR, Lin JY, ShiehWY, JengWL, HuangR. 2003. Antibiotic activity of
lectins from marine algae against marine vibrios. J Ind Microbiol Biotechnol
30: 433-439.
Mangaiyarkarasi, Nadimuthub, Kannanc. 2013. Partial purification of
heamagglutinin from the red seaweed, Gracilaria crassa harvey. Int J Curr
Sci 6: E 1-6.
Melo FR, Norma MB, Benedives, Pareira MG, Holana, Mendes FNP, Oliveira
SRM, Vreitas ALP, Silva LMCM. 2004. Purification and partial
characterisation of a lectin from the red marine alga Vidalia obtusiloba C.
Agardh. Revista Brasil Bot 27(2): 263-269.
Morgan WT, Watkins WM. 2000. Unraveling the biochemical basis of blood
group ABO and Lewis antigenic specificity. Glycoconj 17: 501-530.
Olga, Tsivileva, Valentina, Nikitina. 2013. Trypsin-Treated Erythrocytes
Competition with Lectin-Specific Carbohydrates: Mushroom Lectins Select
a Winner. New York (US): Nova Science Publishers.
Oliveara SRM, Nascimento AE, Lima MEP, Leite YFMM, Benedives NMB.
2002. Purification and characterisation of a lectin from the red marine alga
Pterocladiella capillacea (S.G. Gmel.) Santel & Hommers. Revista Brasil
Bot 25: 397-403.
Polat, Ozogul Y. 2008. Biochemical composition of some red and brown
macroalgae from the northeastern Mediterranean Sea. Int J Food Sci Nutr
59, pp 566–572.
Praseptiangga D, Hirayama M, Hori K. 2012. Purification, characterization, and
cDNA cloning of a novel lectin from green alga Codium barbatum. Biosci.
Biotechnol. Biochem.76(4): 110944-1-7.
Rahmasari R.2009. Pengaruh perlakuan kimiawi adan biologis terhadap
penyusutan bahan, kandungan antitripsin, lektin, dan nutrien bungkil biji
jarak pagar (Jatropha curcas L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rogers DJ, Hori K. 1993. Marine algal lectins: new developments. Hidrobiologia
260/261: 589-593.
Sampaio A, Rogers DJ, Barwell CJ. 1998. Isolation and characterizartion of the
lectin from the green marine alga Ulva lactuca L. Bot Marina 41:427-433.
Sharon N. 2007. Carbohydrate-specific reagents and biological recognition
molecules. J Biol Chem 282: 2753-2764.
Sharon N, Lis H. 2004. History of lectins: from hemagglutinins to biological
recognition molecules. Glycobiology 14: 53R-62R.
Sato Y, Okuyama, Hori K. 2007. Primary structure and carbohydrate binding
specificity of a poten`t anti-HIV lectin isolated from the filamentous
cyanobacterium Oscillatoria agardhii. J Biol Chem 282:11021-11029.

11
Souza BWS, Teixeira DIA, Andrade FK, Melo MRS, Munoz AM, Freitas ALP.
2007. A survey of antartic algae for agglutinins. Oecol Bras 11 (1): 122130.
Stanley J. 2002. Essentials of Immunology and Serology. New York(NY):
Thomson Learning Inc.
Teixeira EH, Arruda FVS,Nascimento KSD, Carneiro VA, Nagano CS,Silva
BRD, Sampaio AH, Cavada BS. 2012. Biological applications of plants and
algae lectins: An Overview Doi: 10.5772/50632.
Teng HW, MinHL, Nan WS. 2008. Screening of lectins by an enzyme-linked
adsorbent assay. Food Chemistry 113 (2009): 1218–1225.
Verhejj E. 1993. Marine plants on the reefs of the spermonde archipelago, SW
Sulawesi, Indonesia: aspects of taxonomy, floristics, and ecology. Blumea
37: 2.
Walsh G. 2002. Proteins: Biochemistry and Biotechnology. England (ENG):
Chichester.

12

13

LAMPIRAN

14

15
15

Lampiran 2 Hasil identifikasi alga hijau dari Pantai Sepanjang,Yogyakarta dan
Binuangeun, Banten

Kode : BIN 02 2014
Divisi : Chlorophya
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Siphonales
Suku : Caulerpaceae
Marga : Caulerpa
Jenis : Caulerpa racemosa var.
marcophysa

Kode : BIN 05 2014
Divisi : Chlorophya
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Cladophoraales
Suku : Cladoporaceae
Marga : Chaetomorpha
Jenis : Chaetomorpha crassa

Kode : BIN 06 2014
Divisi : Chlorophya
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Siphonocladales
Suku : Caulerpaceae
Marga : Caulerpa
Jenis : Caulerpa sertulaioides

Kode
Divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis

: BIN 07 2014
: Chlorophya
: Chlorophyceae
: Siphonales
: Caulerpaceae
: Caulerpa
: Caulerpa racemosa
var. peltata

16
12
Lampiran 1 (lanjutan)

Kode : BIN 13 2014
Divisi : Chlorophya
Nama spesies belum dapat
didentifikasi (morfospesies 1)

Kode : BIN 17 2014
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Ulvophyceae
Bangsa : Ulvales
Suku : Ulvaceae
Marga : Ulva
Jenis : Ulva reticulate

Kode : BIN 21 2014
Divisi : Chlorophya
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Siphonocladales
Suku : Codiaceae
Marga : Halimeda
Jenis : Halimeda micronesica

Kode : BIN 23 2014
Divisi : Chlorophya
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Siphonocladales
Suku : Codiaceae
Marga : Halimeda
Jenis : Halimeda macroalba

1317

Lampiran 1 (lanjutan)

Kode : GK 8 2014
Divisi : Chlorophya
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Cladhoporales
Suku : Cladophoraceae
Marga : Cladhopora
Jenis : Cladhopora patentiramea

Kode : GK 11 2014
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Ulvophyceae
Bangsa : Ulvaales
Suku : Ulvaceae
Marga : Ulva
Jenis : Ulva fasciata

Kode : GK 12 2014
Divisi : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Bangsa : Ulotrichales
Suku : Ulvaceae
Genus : Enteromorpha
Jenis : Enteromorpha intestinalis

18

1

Lampiran 3 Kurva standar protein BSA (Bovine Serum Albumin) dengan pelarut Phospate Buffer Saline (TBS)
Data pengukuran absorbansi standar BSA dengan pelarut TBS

A
B
Rata-rata

Absorbansi
4
5

1

2

3

6

7

8

9

2,425

1,7657

1,357

1,1519

0,8628

0,616

0,4291

0,2953

0,2663

2,2029

1,977

1,3878

1,1047

0,8654

0,5871

0,4268

0,2894

0,2522

2,314
2,0547

1,8714
1,6121

1,3724
1,1132

1,1283
0,8691

0,8641
0,6049

0,6016
0,3423

0,428
0,1687

0,2924
0,0331

0,2593

Grafik hubungan antara absorbansi dan konsentrasi protein standar BSA dengan pelarut TBS

Lampiran 4 Kurva standar protein BSA (Bovine Serum Albumin) dengan pelarut Tris Buffer Saline (PBS)
Data pengukuran absorbansi standar BSA dengan pelarut PBS
Absorbansi
1
2
3
4
5
6
A
2,6713 2,2113 1,5083 1,3978 0,8565
0,588
B
2,5185 1,9726 1,5779 1,1351 0,9414 0,6351
Rata-rata
2,5949
2,092 1,5431 1,2665
0,899 0,6116
2,3429
1,84 1,2911 1,0145
0,647 0,3596

7
0,41
0,4461
0,4281
0,1761

8
0,2635
0,3039
0,2837
0,0317

9
0,2222
0,2818
0,252

Grafik hubungan antara absorbansi dan konsentrasi protein standar BSA dengan pelarut PBS

19

20

17

Lampiran 5 Hasil pengukuran total kadar protein sampel alga hijau asal Pantai
Binuangeun Banten dan Pantai Sepanjang Yogyakarta
Nama jenis
Cladhopora
patentiramea

Ulva fasciata

Enteromorpha
intestinalis
Caulerpa recemosa
var. marcophysa
Chaetomorpha
crassa
Caulerpa
sertulaioides
Caulerpa racemossa
var. peltata
Morfospesies 1

Ulva reticulata

Halimeda
micronesica

Halimeda macroloba

Sampel
GK 8 TBS 1
GK 8 TBS 2
GK 8 PBS 1
GK 8 PBS 2
GK 11 TBS 1
GK 11 TBS 2
GK 11 PBS 1
GK 11 PBS 2
GK 12 TBS 1
GK 12 TBS 2
GK 12 PBS 1
GK 12 PBS 2
BIN 2 TBS 1
BIN 2 PBS 1
BIN 5 TBS 1
BIN 5 TBS 2
BIN 5 PBS 1
BIN 5 PBS 2
BIN 6 TBS 1
BIN 6 PBS 1
BIN 7 TBS 1
BIN 7 PBS 1
BIN 13 TBS 1
BIN 13 TBS 2
BIN 13 PBS 1
BIN 13 PBS 2
BIN 17 TBS 1
BIN 17 TBS 2
BIN 17 PBS 1
BIN 17 PBS 2
BIN 21 TBS 1
BIN 21 TBS 2
BIN 21 PBS 1
BIN 21 PBS 2
BIN 23 TBS 1
BIN 23 TBS 2
BIN 23 PBS 1
BIN 23 PBS 2

Ulangan 1
0,8347
0,7892
0,9136
0,9648
0,7088
0,8245
0,7946
0,8378
0,4651
0,8286
0,7314
0,9677
0,6064
0,6035
1,3045
1,1928
0,9215
1,0693
0,6665
0,5849
0,8388
0,7134
0,9515
1,0475
0,6592
0,8513
0,5666
0,4986
0,7207
0,5835
0,3592
0,4416
0,3534
0,3554
0,5725
0,4921
0,7319
0,7836

Absorbansi
Ulangan 2 Ulangan 3
0,8069
0,7653
0,7893
0,8272
0,8986
0,9436
0,9774
0,9560
0,7393
0,7693
0,8389
0,8399
0,7851
0,8113
0,8358
0,8355
0,4651
0,4974
0,7927
0,8342
0,7058
0,7201
0,8343
0,9988
0,6391
0,5906
0,6136
0,6275
1,2232
1,2706
1,2532
1,2134
0,9423
0,9113
1,0990
1,1317
0,6603
0,6561
0,5908
0,5930
0,8526
0,8079
0,7595
0,7969
0,9705
1,0087
1,0456
1,1348
0,6747
0,7033
0,8216
0,8925
0,5706
0,5715
0,5103
0,5324
0,7085
0,7160
0,6055
0,5968
0,3780
0,3784
0,4237
0,4160
0,3791
0,3762
0,3638
0,3697
0,5847
0,5820
0,4797
0,4861
0,7855
0,7640
0,8455
0,8372

21
18

RIWAYAT HIDUP
Penulis Lahir di Purworejo Jawa Tengah pada tanggal 23 November 1992
merupakan putri bungsu dari pasangan orang tua Suhartono dan Naniek Sutarmi.
Penulis menjalani pendidikan di TK Siwi Loka Bayan, kemudian melanjutkan
pendidikan Sekolah Dasar di SDN Bayan Purworejo, lalu bersekolah di SMPN 5
Purworejo, selanjutnya melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di
SMAN 2 Purworejo. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor (IPB) Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menyelesaikan pendidikan penulis aktif sebagai anggota Observasi
Wahana Alam (OWA) sub divisi climbing. Penulis pernah melakukan Praktek
Kerja Lapangan di PT Rumpun Sari Kemuning I Karanganyar bagian quality
control proses produksi teh hijau pada tahun 2013.