Hidrolisis Pati dari Empulur Sagu dan Ampas Sagu untuk Produksi Sirup Glukosa

HIDROLISIS PATI DARI EMPULUR SAGU DAN AMPAS
SAGU UNTUK PRODUKSI SIRUP GLUKOSA

IMAM MUTTAQIEN WAHIDIN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hidrolisis Pati dari
Empulur Sagu dan Ampas Sagu untuk Produksi Sirup Glukosa adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Imam Muttaqien Wahidin
NIM F34070060

IMAM MUTTAQIEN WAHIDIN. Hidrolisis Pati dari Empulur Sagu dan Ampas
Sagu untuk Produksi Sirup Glukosa. Dibimbing oleh TITI CANDRA SUNARTI
ABSTRAK
Pati sagu didapatkan dari ekstraksi empulur batang tanaman sagu, sedangkan
ampas sagu merupakan limbah padat yang dikeluarkan dari industri pengolah pati
sagu. Kandungan pati pada ampas masih cukup tinggi dan tergantung pada teknik
ekstraksi patinya. Untuk proses produksi sirup glukosa, hanya komponen pati yang
terhidrolisis baik secara enzimatis maupun asam. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji proses hidrolisis empulur sagu secara langsung dan pemanfaatan ampas
sagu sebagai bahan baku sirup glukosa, dibandingkan dengan pati sagu alami. Hasil
memperlihatkan masih tingginya kandungan pati pada empulur (86,0%) dan ampas
sagu (55,3%). Sirup glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis enzim memiliki nilai (DE
71-74) yang lebih tinggi dibandingkan hidrolisis asam (DE 33-42). Sirup glukosa
yang dihasilkan dari empulur dan ampas sagu secara asam juga memiliki karakteristik
nilai dan kandungan padatan kering yang hampir sama dengan sirup glukosa dari pati

alami, dengan kandungan rendemen yang lebih rendah.

Kata kunci : empulur sagu, ampas sagu, pati sagu, hidrolisis asam, hidrolisis
enzimatis.
IMAM MUTTAQIEN WAHIDIN. Hydrolysis of Starch from Sago Pith and Sago
Hampas for Glucose Syrup Production. Supervised by TITI CANDRA SUNARTI
ABSTRACT
Sago starch is extracted from the pith of sago trunk, while sago hampas is
solid waste generated sago starch processing. Sago hampas still contained some
starch which depends on the extraction technique. In glucose syrup production,
only starch components are hydrolysis by using acid and enzyme. The objectives
of this research are to investigate the direct hydrolysis of sago pith and utilization
of sago hampas for glucose syrup production, compared to native sago starch. The
results showed the high amount of starch in sago pith (86,0%) and sago hampas
(55,3%). Glucose syrup produced from enzymatic hydrolysis has higher dextrose
content (DE 71-74) compared to acid hydrolysis (DE 33-42). Glucose syrup
produced from sago pith and sago hampas have similar characteristic with glucose
syrup produced from native sago starch, but with lower yield.
Keywords : sago pith, sago hampas, sago starch, acid hydrolysis, enzymatic
hydrolysis


HIDROLISIS PATI DARI EMPULUR SAGU DAN AMPAS
SAGU UNTUK PRODUKSI SIRUP GLUKOSA

IMAM MUTTAQIEN WAHIDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Hidrolisis Pati dari Empulur Sagu dan Ampas Sagu untuk Produksi
Sirup Glukosa

Nama
: Imam Muttaqien Wahidin
NIM
: F34070060

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hj. Titi Candra Sunarti, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Hj. Nastiti Siswi Indrastiti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah
pemanfaatan optimal pohon sagu untuk pembuatan sirup glukosa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Titi Candra Sunarti,
MSi yang dengan sabar membimbing saya. Bapak Prof. Suprihatin dan Ibu Dr.
Indah Yuliasih selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran agar
skripsi ini menjadi lebih sempurna. Ibu Ega dan para staf laboran yang membantu
saya dalam penyelesaian penelitian. Teman Saya yang memberi semangat untuk
melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu
dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Imam Muttaqien Wahidin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

3

Bahan

3

Alat


3

Metode Penelitian

3

Rancangan Percobaan

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Komponen Kimia Bahan Baku

4

Hidrolisis Asam


6

Hidrolisis Enzim

8

SIMPULAN DAN SARAN

10

Simpulan

10

Saran

10

DAFTAR PUSTAKA


11

LAMPIRAN

12

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1. Komposisi kimia pati sagu, empulur sagu, dan ampas sagu
2. Karakteristik sirup glukosa hasil hidrolisis asam
3. Karakteristik sirup glukosa hasil hidrolisis enzim

5
7
9


DAFTAR GAMBAR
1. Kurva standar glukosa
2. Kurva standar total gula

15
15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur Analisis Karakteristik Empulur Sagu, Ampas Sagu, dan Pati
Sagu
2. Karakterisasi Sirup Glukosa yang Dihasilkan
3. Sidik ragam data hasil penelitian sirup glukosa hidrolisis asam
4. Sidik ragam data hasil penelitian sirup glukosa hidrolisis enzim

12
14
16
19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sagu merupakan tanaman sumber karbohidrat penting selain tanaman padi, jagung,
dan ubi kayu. Di Indonesia tanaman sagu memiliki luas areal lahan sebesar 1,1 juta ha
atau sekitar 51,3 % dari lahan sagu dunia dan sekitar 43,3 % dimiliki oleh negara Papua
New Guinea (Djoefrie et al. 2013). Sebagai pemilik lahan sagu terbesar di dunia cukup
disayangkan pemanfaatan tanaman sagu di Indonesia sangat kecil. Pemanfaatan sagu di
Indonesia hanya sekitar 15%-20% dari potensi yang ada. Padahal jika dikembangkan
secara maksimal tanaman sagu di Indonesia dapat menghasilkan sekitar 25 ton/ha/tahun
pati sagu kering (Bintoro 2008). Peta penyebaran tanaman sagu di Indonesia terdapat di
daerah timur Indonesia yaitu di daerah pulau Sulawesi, pulau Maluku, dan pulau Papua
dengan daerah potensial penghasil yaitu Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua.
Secara ekologi tanaman sagu dapat tumbuh pada area rawa-rawa air tawar atau
rawa gambut, daerah aliran sungai, sekitar sumber air, dan hutan-hutan rawa. Tanaman
sagu dapat tumbuh di daerah yang marjinal dan rawa-rawa yang tidak memungkinkan
tanaman pangan dan tanaman perkebunan untuk tumbuh optimal. Tanaman sagu juga
dapat tumbuh di daerah tergenang sampai pada daerah dengan ketinggian 700 meter di
atas permukaan laut (Louhenapessy 1994).
Tanaman sagu sebagai sumber karbohidrat dan sumber pati dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa. Tanaman sagu memiliki keuntungan
sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa karena tanaman sagu yang memiliki daya
adaptasi yang tinggi dan jika dibudidayakan secara optimal dapat menghasilkan 25
ton/ha/tahun lebih tinggi dibandingkan ubi kayu yang hanya menghasilkan 1,5
ton/ha/tahun, kentang 2,5 ton/ha/tahun, dan jagung 5,5 ton/ha/tahun (Djoefrie et al.
2013).
Empulur sagu memiliki kandungan terbesar berupa pati sebesar 83,5%, sisanya
berupa lemak kasar, serat kasar, abu, protein, pentosan, asam organik, dan air (Fuji et al.
1986). Pati sagu didapatkan dengan cara ekstraksi empulur sagu, ekstraksi dilakukan
untuk mendapatkan kandungan patinya saja dan membuang kandungan lainnya.
Sehingga pada saat proses hidrolisis yang akan diubah menjadi sirup glukosa hanya
patinya saja. Namun, jika proses ekstraksi dihilangkan dan langsung dilakukan
hidrolisis pada empulur sagu maka kandungan selain pati akan ikut dalam proses
hidrolisis. Ampas sagu masih mengandung pati sekitar 52,89% (Nurkurnia 1989).
Kandungan pati pada ampas sangat tergantung pada teknik ekstraksi dan rasping effectnya. Karena itu, ampas sagu masih berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber pati
dalam pembuatan sirup glukosa.
Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh dari pati melalui proses
hidrolisis, kemudian dilakukan pemurnian dan pemekatan sampai tingkat tertentu. Sirup
glukosa banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri makanan, industri farmasi,
dan industri kimia. Pada industri makanan, sirup glukosa digunakan sebagai bahan
pemanis, biasa digunakan dalam minuman soda, permen, dan selai. Proses pembuatan
sirup glukosa yang umum dilakukan yaitu mengekstraksi empulur sagu untuk
mendapatkan patinya. Namun pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan sirup
glukosa tanpa melakukan proses ekstraksi pada sagu. Dengan pemotongan proses

2
ekstraksi pada sagu dapat mengurangi biaya sebanyak Rp 5000/hari/kg, mengurangi
penggunaan air sebanyak 3 l air untuk 1 kg bahan dan mengurangi waktu pada proses
pembuatan sirup glukosa.
Terdapat dua metode dalam proses hidrolisis pembuatan sirup glukosa. Metode
pertama disebut hidrolisis asam dan metode kedua disebut hidrolisis enzim. Pembuatan
sirup glukosa pada metode hidrolisis asam menggunakan suatu senyawa asam yaitu HCl,
sedangkan pada pembuatan sirup glukosa dengan metode hidrolisis enzim terdiri dari
dua tahap yaitu tahap likuifikasi dengan menggunakan α–amilase dan tahap sakarifikasi
dengan menggunakan Dextrozyme (Chaplin dan Buckle 1990). Proses hidrolisis asam
memiliki keuntungan karena tidak memerlukan peralatan yang sangat rumit. Namun,
hidrolisis asam juga memiliki kerugian yaitu peralatan yang digunakan memerlukan
spesifikasi khusus harus tahan korosi dan hasil produksi sirup glukosa yang dihasilkan
memiliki tingkat kemanisan yang lebih rendah karena nilai ekuivalen dekstrosanya
rendah. Hidrolisis enzim memiliki kerugian berupa peralatan yang digunakan cukup
rumit. Keuntungan hidrolisis enzim yaitu produk sirup glukosa yang dihasilkan
memiliki tingkat kemanisan yang tinggi, lebih spesifik prosesnya dan produk yang
dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya
pemurnian lebih murah serta dihasilkan lebih sedikit produk samping dan abu serta
kerusakan warna yang dapat diminimalkan.
Perumusan Masalah
Proses hidrolisis empulur sagu secara langsung dapat menghemat penggunaan
biaya, air, dan energi, sedangkan pemanfaatan ampas sagu dengan kandungan pati yang
masih tinggi dapat meningkatkan nilai tambah limbah agroindustri.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu mendapatkan sirup glukosa dari hasil
hidrolisis pati sagu secara langsung dari empulur batang dan ampas sagu menggunakan
hidrolisis asam dan enzim.
.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memperlihatkan karakteristik sirup glukosa dari bahan
empulur sagu, ampas sagu dan pati sagu sehingga dapat memanfaatkan semua
komponen dalam tanaman sagu lebih baik untuk dibuat menjadi sirup glukosa.
Ruang Lingkup Penelitian
1. Bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan sirup glukosa adalah empulur
sagu dan ampas sagu dari unit pengolahan pati sagu di Bogor dan sebagai
pembanding digunakan pati sagu alami.
2. Pembuatan sirup glukosa dilakukan secara hidrolisis asam menggunakan HCl dan
enzimatis menggunakan α-amilase dan dextrozyme.

3

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empulur sagu, ampas sagu, dan
pati sagu, α-amilase dari Termamyl NOVO enzyme, dan dextrozyme, CaCO3, NaOH,
HCl, H2SO4, arang aktif, pereaksi DNS, fenol, soluble starch, glukosa standar serta
bahan-bahan kimia lainnya yang digunakan untuk analisis pendahuluan dan analisis
produk sirup glukosa.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah water bath incubator,
otoklaf, spektrofotometer, neraca analitik, pH-meter, oven, hot plate, penangas,
penyaring vakum, corong Buchner, termometer, stirrer, oven, tanur, labu Kjeldahl,
desikator, Soxhlet dan peralatan gelas untuk analisis.
Metode Penelitian
1. Persiapan Bahan Baku
Empulur sagu berasal dari batang sagu. Proses pembuatan empulur sagu dimulai
dengan memotong batang sagu menjadi lebih kecil yang kemudian diparut menjadi
tepung. Tepung empulur sagu hasil parutan yang masih kasar selanjutnya diperkecil
ukurannya dengan menggunakan hammer mill hingga diperoleh ukuran tepung empulur
sagu ± 35 mesh. Ampas sagu dibuat dari hasil samping atau limbah dari proses
pembuatan pati sagu dikeringkan dan digiling hingga halus ayakan ± 30 mesh.
2. Karakteristik Empulur Sagu, Ampas Sagu, dan Pati Sagu
Bahan baku berupa empulur sagu, ampas sagu, dan pati sagu dianalisis komponen
proksimatnya, berupa kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar protein, kadar lemak,
karbohidrat by difference dan kadar pati. Prosedur analisis selengkapnya disajikan pada
Lampiran 1.
3. Hidrolisis Asam
Empulur, ampas sagu dan pati sagu dalam air (30% b/v) diturunkan pH-nya
dengan HCl 0,1% hingga pH 2. Labu erlenmeyer ditutup dengan plastik dan diikat
menggunakan karet kuat-kuat. Suspensi pati dihidrolisis dalam otoklaf suhu 121oC
selama 1 jam. Setelah dihidrolisis larutan diuji dengan iod untuk menguji apakah masih
terdapat pati. Kemudian pH larutan dinaikkan dengan NaOH 1 N hingga pH netral.
Untuk menjernihkan sirup glukosa digunakan arang aktif sebanyak 2% bobot pati,
kemudian dipanaskan pada suhu 80oC selama 1 jam sambil diaduk, kemudian disaring
dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 41

4
4. Hidrolisis Enzimatis
Empulur, ampas sagu dan pati sagu dalam larutan CaCO3 200 ppm (10% b/v)
diatur pH-nya dengan HCl 0,1% hingga pH 5,2. Panaskan selama 5 menit dalam suhu
1050C di-otoklaf, kemudian tambahkan α–amilase sebanyak 1,75 U/g pati. Campuran
kemudian dikondisikan pada suhu 95oC selama 3 jam pada water bath shaker. Proses
selanjutnya campuran ini diatur pH-nya hingga 4,5 dan ditambahkan dextrozyme
sebanyak 0,3 U/g pati. Campuran dikondisikan pada suhu 600C selama 72 jam dengan
water bath shaker. Tahap terakhir dilakukan pemurnian dengan arang aktif dan
dipanaskan 800C selama 1 jam dalam otoklaf dan disaring menggunakan kertas saring
Whatman No. 41.
5. Karakterisasi Produk Sirup Glukosa yang Dihasilkan
Analisis sirup glukosa yang dihasilkan melalui hidrolisis asam dan hidrolisis
enzimatis, berupa nilai DE, nilai DP, rendemen, kadar abu, kadar bahan kering,
kejernihan, kadar gula pereduksi dan kadar total gula. Prosedur analisis karakteristik
sirup glukosa disajikan pada Lampiran 2.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada pembuatan sirup glukosa adalah
desain rancangan acak lengkap untuk masing-masing metode hidrolisis yaitu hidrolisis
asam dan enzimatis. Satu factor perlakuan (jenis sample) dengan 3 taraf pada setiap
metode hidrolisis, yaitu pati sagu, empulur sagu dan ampas sagu. Setiap unit percobaan
dilakukan 3 ulangan. Model matematika untuk rancangan percobaan penelitian ini
adalah:
Yij = µ + Pi+ εij

Keterangan:
Yij

= variabel yang akan dianalisis

µ

= nilai rata-rata umum

Pi

= perlakuan terhadap jenis sampel ke-i

ε

= galat

i

= taraf perlakuan i = 1,2,3

j

= Ulangan j = 1,2,3

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen Kimia Bahan Baku
Tanaman sagu yang sudah ditebang dan bagian batangnya yang merupakan
sumber pati dan karbohidrat biasa disebut empulur sagu. Pada umur 11 tahun
merupakan waktu tanaman sagu untuk dipanen karena memiliki kandungan pati sekitar
15%–20% dan merupakan kandungan tertinggi pati pada empulur sagu. Setelah
melewati masa panen kandungan pati pada empulur sagu akan menurun karena lewat
masa panen ketika mulai terbentuknya primordia bunga pati pada tanaman sagu akan
digunakan untuk energi dalam pembentukan bunga dan buah. Para petani dapat
mengetahui rendemen pati tertinggi pada tanaman sagu dengan melihat mulai
terbentuknya primordia bunga (Haryanto dan Pangloli 1992).
Pati sagu merupakan pati yang diperoleh dari hasil tahapan proses ekstraksi
empulur sagu dengan dibantu air sebagai perantara. Tahapan proses pengolahan pati
sagu secara tradisional meliputi : penebangan pohon, pemotongan dan pembelahan,
penokokkan atau pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan dan pengemasan
(Haryanto dan Pangloli 1992). Dalam satu pohon sagu dapat dihasilkan sekitar 100 kg –
600 kg Pati dengan rendemen maksimal sekitar 15% (Miftahorrochman dan Novarianto
2003).
Pati merupakan homopolimer glukosa yang berikatan dengan ikatan α–glikosidik.
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai
struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai
struktur bercabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glikosidik sebanyak 4–5% dari berat total.
Tabel 1 memperlihatkan komponen proksimat dan kandungan pati dari empulur sagu
dan ampas sagu. Pati merupakan komponen yang dominan pada empulur dan ampas,
namun sebagai limbah ampas mengandung serat dalam jumlah besar.
Tabel 1 Komposisi kimia pati sagu, empulur sagu, dan ampas sagu
Komposisi kimia
Kadar air (% bb)
Kadar abu (% bk)
Kadar lemak kasar (% bk)
Kadar Protein (% bk)
Kadar serat kasar (% bk)
Kadar karbohidrat (by difference) (% bk)
Kadar pati (% bk)

Pati sagu
15,82
0,12
1,82
0,19
0,19
82,05
97,83

Empulur sagu
10,52
1,18
1,35
0,49
3,34
86,46
86,00

Ampas sagu
9,12
7,59
2,04
0,86
15,34
80,39
55,33

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air
berat basah mempunyai batas maksimum teoritis 100%, sedangkan kadar air
berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100% (Syarif dan Halid 1993). Kadar air
tertinggi didapatkan oleh pati sagu (15,82%) ini cukup tinggi karena menurut SNI kadar
air maksimum pati sagu hanya diperbolehkan berkadar 13%. Kadar air pati sagu yang
tinggi disebabkan kurang maksimumnya proses pengeringan dan faktor penyimpanan

6
yang cukup lama. Kadar air empulur sagu menurut Fuji et al (1986). berkadar 9-12%
tidak berbeda jauh dengan hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sebesar
10,52%.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan. Kadar abu tertinggi didapatkan oleh ampas (7,59%). Hal ini
karena ampas sagu memiliki kandungan terbesar berupa selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Kadar abu empulur sagu dan pati sagu sangat rendah hanya 1,18% untuk
empulur dan 0,12% untuk pati sagu. Menurut SNI kadar abu maksimum pati sagu 0,5%
dan menurut hasil penelitian Fuji et al (1986). kadar abu empulur sagu sebesar 3,2-4%.
Kadar lemak kasar dan kadar protein ketiga bahan sangat kecil ini sesuai karena ketiga
bahan berasal dari batang sagu yang merupakan tumbuhan. Tumbuhan memiliki kadar
lemak kasar dan kadar protein rendah karena memliki kadar serat yang tinggi. Namun,
tidak semua jenis tumbuhan memiliki kadar lemak kasar rendah seperti biji cokelat
memiliki kadar lemak tinggi atau biji kedelai yang memiliki kadar protein tinggi.
Serat kasar merupakan komponen yang terdiri atas dinding sel, pektin, selulosa,
hemiselulosa, dengan sedikit lignin dan pentosan (Sudharmaji 1996). Kadar serat
tertinggi didapatkan oleh ampas sagu (15,34%), alasannya sama dengan kadar abu
karena ampas merupakan jaringan tanaman memiliki kandungan terbesar berupa
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kadar serat kasar empulur sagu sebesar 3,34% lebih
besar dibandingkan kadar serat kasar pati sagu yang hanya 0,19% hal ini dikarenakan
pati sagu telah mengalami proses ekstraksi dan terpisah dari ampas, sedangkan pada
empulur sagu, bagian pati dan serat ampas belum dipisah sehingga kandungan serat
masih tinggi.
Kadar pati merupakan kandungan amilosa dan amilopektin yang terdapat dalam
suatu bahan. Kadar pati pada penelitian ini sangat penting karena kadar pati
menunjukkan jumlah pati yang dapat dikonversi menjadi glukosa sebagai bahan baku
sirup glukosa. Ketiga bahan baku memiliki kadar pati yang tinggi. Empulur memiliki
kadar pati sebesar 86% hampir sama dengan hasil penelitian Fuji et al (1986). (81,51%
– 84,74%). Pati sagu memliki kadar pati sebesar 97,83% dan ampas sagu memiliki
kadar pati sebesar 55,33%.
Hidrolisis Asam
Hidrolisis asam merupakan proses pemecahan pati secara acak yang tidak
dipengaruhi oleh keberadaan ikatan α-1,6-D-glukosidik. Menurut Wurzburg (1986),
hidrolisis dengan asam akan lebih sensitif pada ikatan α-1,4-D-glukosidik dibanding
ikatan α-1,6-D-glukosidik. Namun struktur linier dengan ikatan α-(1,4) terdapat pada
bagian kristalin, bagian ini tersusun sangat rapat sehingga sangat sukar dimasuki air dan
asam. Bagian amorf walaupun tersusun oleh ikatan α-(1,6) namun merupakan daerah
yang kurang padat dan mudah dimasuki air sehingga akan memudahkan penetrasi dan
hidrolisis asam terhadap granula pati. Pada hidrolisis asam proses pemutusan rantairantai polisakarida menjadi rantai yang pendek menggunakan senyawa asam sebagai
katalisnya.
Proses hidrolisis asam memiliki keuntungan karena tidak memerlukan peralatan
yang sangat rumit. Namun, hidrolisis asam juga memiliki kerugian yaitu peralatan yang
digunakan memerlukan spesifikasi khusus harus tahan korosi dan hasil produksi sirup
glukosa yang dihasilkan memiliki tingkat kemanisan yang lebih rendah karena nilai
ekuivalen dekstrosanya rendah. Peningkatan ekuivalen dektrosa disamping terjadi

7
degradasi karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat
mempengaruhi warna dan rasa (Berghmans 1981).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesempurnaan hidrolisis asam adalah
konsentrasi asam yang ditambahkan, suhu pemanasan dan waktu pemanasan (Junk dan
Pancoast 1980). Hidrolisis asam mempunyai keterbatasan yaitu tidak adanya perbedaan
distribusi gula dalam sirup glukosa pada tingkat hidrolisis yang berbeda, sehingga sirup
yang dihasilkan mudah rusak. Tabel 2 menunjukkan hasil karakteristik sirup glukosa
hasil hidrolisis asam dari pati sagu, empulur sagu, dan ampas sagu.
Tabel 2 Karakteristik sirup glukosa hasil hidrolisis asam
Komposisi
Kadar padatan kering (% bk)
Rendemen (% bk)
Gula pereduksi (g/l)
Total gula (g/l)
Nilai DP
Nilai DE
Kejernihan sebelum purifikasi (abs)
Kejernihan setelah purifikasi (abs)

Pati sagu

Empulur sagu

Ampas sagu

53,80
63,04
264,67
761,00
2,88
34,12

56,13
52,56
280,67
836,00
2,97
33,70

51,44
32,67
180,67
443,67
2,45
41,58

3,11
0,65

3,13
0,82

2,95
0,37

Kejernihan menunjukkan seberapa jernih atau bening suatu cairan. Hal ini
ditunjukkan melalui nilai % transmisi atau nilai adsorbansi dengan menggunakan alat
spektrofotometer. Kejernihan pada hidrolisis asam sangat rendah dapat dilihat dari
Tabel 2 dimana nilai adsorbansi ketiga bahan lebih dari satu. Hal ini dikarenakan pada
proses hidrolisis asam menggunakan panas dan tekanan yang cukup tinggi yang
menyebabkan terjadinya proses karamelisasi. Hal ini didukung oleh Meyer (1975), yaitu
pada suhu tinggi pada larutan gula dapat terjadi karamelisasi, yaitu perubahan yang
terjadi pada senyawa hidrokarbonil (seperti senyawa gula pereduksi dan gula asam)
yang dipanaskan pada suhu tinggi, reaksi ini dapat terjadi tanpa adanya senyawa amino.
Menurut Sastrodipuro (1985), reaksi pencoklatan akan menghasilkan furfural atau
hidroksi metil furfural sebagai senyawa antara. Polimerisasi senyawa furfural
menyebabkan warna sirup glukosa menjadi gelap. Selain suhu senyawa protein juga
mempengaruhi kejernihan. Protein yang terdapat dalam pati akan bereaksi dengan gula
pereduksi melalui reaksi Maillard yang menyebabkan terjadinya pencoklatan non
enzimatis.
Kejernihan yang rendah untuk sirup glukosa sangat tidak diminati oleh konsumen
karena konsumen menyukai sirup glukosa yang jernih. Oleh karena itu dilakukanlah
proses purifikasi pada sirup glukosa. purifikasi merupakan proses penghilangan kotoran
pada suatu bahan. Dengan melakukan proses purifikasi sirup glukosa dapat menjadi
sangat jernih. Dapat dilihat pada Tabel 2 sirup glukosa setelah melakukan proses
purifikasi memiliki nilai adsorbansi kurang dari satu dan ampas sagu memliki nilai
adsorbansi yang paling rendah yaitu sebesar 2,95 sebelum purifikasi dan 0,37 setelah
purifikasi. Ampas sagu memiliki nilai kejernihan paling tinggi dikarenakan kadar
padatan kering dan kadar patinya yang terendah.
Rendemen yang dihasilkan dari pembuatan sirup glukosa dengan menggunakan
hidrolisis asam cukup tinggi. Rendemen tertinggi didapatkan oleh pati sagu yaitu
63,23%. Pati sagu memiliki nilai rendemen tinggi karena pati sagu tidak banyak

8
menghasilkan waste product berupa ampas, sedangkan empulur sagu dan pati sagu
menghasilkan banyak waste product.
Nilai DE dapat mengindikasikan sebagai persentase pati yang dapat dicerna dari
keseluruhan total karbohidrat dalam pati. Nilai DE tertinggi yaitu ampas sagu sebesar
41,58%, hal ini berarti kemampuan pati sagu untuk dicerna dalam sistem pencernaan
cukup tinggi, pati akan lebih cepat dikonversi menjadi monomer-monomer
penyusunnya untuk diubah menjadi energi. Nilai DP berkaitan dengan nilai DE,
semakin tinggi nilai DE semakin rendah nilai DP. DP menunjukkan jumlah unit
monomer dalam satu molekul. Pada hidrolisis asam nilai DP yang dihasilkan berkisar
antara 2,45 – 2,97 dengan nilai tertinggi terdapat pada empulur sagu (2,97). Ini berarti
pada hidrolisis asam menghasilkan maltosa dan maltotriosa.
Hasil analisa sidik ragam hasil penelitian sirup untuk metode hidrolisis asam
menunjukkan kejernihan setelah purifikasi, kadar padatan kering, rendemen, gula
pereduksi, total gula, nilai DP dan nilai DE berbeda nyata. Hasil sidik analisa ragam
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hidrolisis Enzim
Tipe hidrolisis kedua yaitu hidrolisis enzim. Hidrolisis enzim merupakan proses
pemutusan rantai polisakarida menjadi rantai pendek menggunakan katalis enzim.
Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis
dengan asam. Hidrolisis dengan asam akan memutus rantai polimer secara acak,
sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada
percabangan tertentu (Norman 1981).
Hidrolisis enzim memiliki kerugian berupa peralatan yang digunakan cukup
rumit. Keuntungan hidrolisis enzim yaitu produk sirup glukosa yang dihasilkan
memiliki tingkat kemanisan yang tinggi, lebih spesifik prosesnya dan produk yang
dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya
pemurnian lebih murah serta dihasilkan lebih sedikit produk samping dan abu serta
kerusakan warna yang dapat diminimalkan (Norman 1981).
Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri atas tiga tahapan yaitu
gelatinisasi, likuifikasi dan sakarifikasi. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi
kental dari granula pati, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang
ditandai dengan menurunnya viskositas (Chaplin dan Buckle 1990). Proses likuifikasi
mencairkan gel dan menghidrolisis pati menjadi molekul yang lebih kecil dengan
produk yang dihasilkan yaitu dekstrin.
Selanjutnya dilakukan proses sakarifikasi. Sakarifikasi merupakan proses
mengkonversi oligosakarida menjadi glukosa. pada tahap sakarifikasi oligosakarida
hasil dari proses likuifikasi diubah menjadi glukosa dengan bantuan enzim
amiloglukosidase. Faktor penting dalam proses sakarifikasi yaitu dosis enzim dan waktu
pemanasan (Berghmans 1981).
Enzim α-amilase (1,4 α-glukan–glukanohidrolase) merupakan enzim ekstraseluler
yang mampu menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik pada pati. Proses hidrolisis pati oleh
α-amilase berlangsung dua tahap yaitu degradasi amilosa dan degradasi amilopektin.
Degradasi amilosa menghasilkan maltosa dan maltotriosa, kemudian penguraian
membentuk glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Suatu bagian kecil bisa tertinggal
sebagai campuran polisakarida yang tidak terhidrolisis disebut α – dekstrin.

9
Glukoamilase dikenal juga dengan amiloglukosidase (AMG) atau α-1,4-D-glukan
glukohidrolase bersifat eksoamilase, yaitu dapat memutus rantai pati menjadi molekul
molekul glukosa pada bagian tak mereduksi baik pada ikatan α-1,4 maupun α-1,6.
Glukoamilase terutama memutuskan rantai molekul maltosa menjadi molekul-molekul
glukosa bebas (Tjokroadikoesoemo 1986). Berikut Tabel 3 menunjukkan hasil analisa
hidrolisis enzim dari pati sagu, empulur sagu, dan ampas sagu.
Tabel 3 Karakteristik sirup glukosa hasil hidrolisis enzim
Komposisi

Pati sagu

Empulur sagu

Ampas sagu

Likuifikasi
Gula pereduksi (g/l)
Total gula (g/l)
Nilai DP
Nilai DE

199,78
538,00
2,69
37,11

280,00
734,33
2,62
38,13

127,89
325,00
2,54
39,35

Sakarifikasi
Gula pereduksi (g/l)
Total gula (g/l)
Nilai DP

314,00
439,00
1,40

396,22
536,33
1,35

245,44
337,67
1,38

71,52

72,69

73,88

Kejernihan sebelum purifikasi (abs)

1,54

1,81

1,12

Kejernihan setelah purifikasi (abs)

0,51

0,70

0,33

Kadar padatan kering (% bk)

60,67

57,74

69,81

Rendemen (% bk)

70,63

62,12

33,76

Nilai DE

Proses hidrolisis enzim menghasilkan sirup glukosa yang lebih jernih
dibandingkan proses hidrolisis asam dimana rentang nilai adsorbansi hidrolisis enzim
antara 1,12-1,81 (Tabel 3) sedangkan hidrolisis asam antara 2,95–3,11 (Tabel 2). Hal ini
dikarenakan hidrolisis enzim tidak menggunakan panas yang tinggi dan dalam
prosesnya dilakukakan pengadukan. Namun demikian hidrolisis enzim masih memiliki
nilai adsorbansi lebih dari satu sehingga membutuhkan proses purifikasi untuk
membuatnya menjadi jernih. Tingkat kerjernihan tertinggi pada hidrolisis enzim sama
dengan hidrolisis asam yaitu ampas sagu sebesar 1,12 pada saat sebelum purifikasi dan
0,33 setelah purifikasi.
Rendemen pada proses hidrolisis enzim juga mempunyai nilai lebih tinggi
dibandingkan rendemen pada proses hidrolisis asam. Rendemen pada hidrolisis asam
memiliki rentang nilai 33,76-70,63%, untuk hidrolisis asam memiliki rentang nilai
32,05-63,23%. Hidrolisis enzim dalam prosesnya tidak membutuhkan suhu yang sangat
tinggi sehingga waste product berupa uap air dalam sirup glukosa tidak banyak
terbuang. Pada hidrolisis enzim rendemen tertinggi terdapat pada pati sagu sebesar
70,63%.
Nilai DE hasil hidrolisis enzim berada pada rentang 71,52-73,88% dengan nilai
DE tertinggi didapatkan oleh ampas sagu. Pada nilai DP hidrolisis enzim memiliki
rentang nilai antara 1,35–1,48. Ini berarti pada akhir tahap proses sakarifikasi hidrolisis
enzim mengubah oligosakarida menjadi glukosa dan maltosa.

10
Hasil analisa sidik ragam hasil penelitian sirup untuk metode hidrolisis enzim
menunjukkan kejernihan sebelum purifikasi, kejernihan setelah purifikasi, kadar
padatan kering, rendemen, gula pereduksi, total gula, nilai DP dan nilai DE berbeda
nyata. Hasil sidik analisa ragam dapat dilihat pada Lampiran 4.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komponen kimia dari pati sagu, ampas sagu, dan pati sagu menunjukkan
kandungan pati tertinggi terdapat pada pati sagu dengan nilai 97,83%, kemudian
empulur sagu sebesar 86% dan terakhir ampas sagu sebesar 55,33%. Sirup glukosa hasil
hidrolisis asam memiliki kejernihan yang lebih rendah dibandingkan hasil hidrolisis
enzim. Ampas sagu menjadi bahan yang memiliki nilai kejernihan tertinggi baik dari
hasil hidrolisis asam maupun hidrolisis enzim. Rendemen sirup glukosa hasil hidrolisis
enzim juga ternyata lebih tinggi dibandingkan hidrolisis asam. Rendemen tertinggi
terdapat pada pati sagu baik dari hasil hidrolisis asam maupun hidrolisis enzim. Nilai De
produk hidrolisis asam lebih rendah dibandingkan hidrolisis enzim. Namun nilai De
teringgi dihasilkan dari ampas sagu. Produk yang dihasilkan dari hasil hidrolisis asam
masih berupa campuran dengan nilai DP 2,45-2,97, sedangkan hasil hidrolisis enzimatis
setelah sakarifikasi menghasilkan produk campuran dengan nilai DP 1,35-1,40.
Saran
Pembuatan sirup glukosa dengan bahan baku ampas sagu cukup sulit karena
suspensi yang dihasilkan antara ampas sagu dan air tidak menghasilkan cairan namun
berupa padatan. Terutama pada saat melakukan hidrolisis enzim. Suspensi yang berupa
padatan akan sulit memaksimalkan kerja enzim karena pencampuran tidak sempurna.
Sehingga diperlukan perlakuan khusus pada pembuatan suspensis sehingga menjadi
berupa cairan.

DAFTAR PUSTAKA
Akyuni D. 2004. Pemanfaatan pati sagu (Metroxylon sp.) untuk pembuatan sirup
glukosa menggunakan α-amilase dan amiloglukosidase [Skripsi]. Bogor:
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
AOAC. 1999. Artificial Methods of Analysis of Association of Analytical Chemist. New
York.
Apriyanto A, Dedi F, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis
Pangan. Bogor: PAU IPB.
Bintoro M.H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press, Bogor.
Berghmans E. 1981. Starch Hydrolysates : Improved Sweetener Obtained by The Used
of Enzymes. Denmark: Novo Industri AS, Novo Alle.
Chaplin MF, Buckle. 1990. Enzym Technology. Cambridge University Press, New York.

11
Djoefrie MHB, Syafruddin SA, Dewi RK dan Ahyuni Destieka. 2013. Sagu Mutiara
Hijau Khatulistiwa yang Dilupakan. Bogor Digreat Publishing.
Dubois M, Gilles K, A Hamilton J, K Rebers PA, Smith F. 1956. Colorimetric method
for determination of sugars and retard substances. Anal Chem. 28:350.
Falch M. 1997. Sago palm Metroxylon sagu Rottb. Promoting the Conservation and Use
of Underutilizied and Neglected Crops. 13. International Plant Genetic Resources
Institute, Rome-Italy. 76.
Fridayani. 2006. Produksi Sirup Glukosa dari Pati Sagu yang Berasal dari Beberapa
Wilayah di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Fuji S, S Kishihara, M Komoto. 1986. Studies on Improvement of Sago Starch Quality.
Proceeding Third International Sago Symposium: 186-192.
Haryanto B, Pangloli P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.
Hizukuri S, Takeda Y, Yasuda M. 1981 Multibranced nature of amylase and action of
debranching enzymes. Carbohydr Res. 94:205.
Juliano BO. 1971. A Simplified Assay for Milled Rice Amylose Measurement. J.
Cereal Sci. Today, 16 : 334-336.
Junk W, Pancoast H. 1980. Handbook of Sugars. Westport: AVI Publishing Company.
Louhenapessy JE. 1994. Evaluasi dan Klasifikasi Kesesuaian Lahan Bagi Sagu
Metroxylon sp. [Disertasi]. UGM Yogyakarta.
Miftahorrochman dan H Novarianto. 2003. Jenis-Jenis Sagu Potensial di Sentani, Irian
Jaya. Prosiding Seminar Nasional Sagu. Manado. 6 Oktober 2003.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determinationof reducing sugar.
J Anal Chem. 31: 426-428.
Norman BE. 1981. New Development in Starch Syrup Technology. in. G. G. Birch, N.
Blakebrough, dan K. J. Parker (eds.). Enzymes and Food Processing. Applied
Science Publ. Ltd., London.
Nurkurnia E. 1989. Hasil Fermentasi Rumen Kambing Kacang Betina dengan
Pemberian Beberapa Tingkat Ampas Sagu (Metroxylon sp.) dalam Ransum.
[Skripsi]. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Wibisono G. 2004. Hidrolisis enzimatis pati umbi-umbian Indonesia dengan alfa
amilase (bakterial) dan amilase pankreatin [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Wurzburg. 1986. Modified Starches: Properties and Uses. Florida: CRC Press.

12
Lampiran 1 Prosedur Analisis Karakteristik Empulur Sagu, Ampas Sagu, dan Pati Sagu
Kadar Air (AOAC, 1999)
Sampel sebanyak 2 g-5 g dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama
satu jam pada suhu 100oC-105oC dan telah diketahui bobotnya kemudian dipanaskan
dalam oven pada suhu 100oC-105oC selama tiga jam. Sampel didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan kembali sampai bobot
sampel konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar air (%) = Bobot Sampel Awal – Bobot Sampel Akhir × 100%
Bobot Sampel Awal
Kadar Abu (AOAC, 1999)
Sampel sebanyak 2 g-5 g dimasukkan dalam cawan porselin yang telah diketahui
bobotnya (yang terlebih dahulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator).
Sampel kemudian diarangkan dan dilanjutkan dengan pengabuan dalam tanur pada suhu
600oC. Abu yang diperoleh dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar abu (%) =
Bobot Abu × 100%
Bobot Sampel
Kadar Serat (AOAC, 1999)
Contoh sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian
tambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dihidrolisis dalam autoclave selama 15 menit
pada suhu 105°C. Setelah dingin kemudian tambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml
dan dihidrolisis kembali dalam autoclave selama 15 menit. Dalam keadaan panas, cairan
dalam labu erlenmyer disaring dengan kertas saring tak berabu Whatman No 41 yang
telah dikeringkan dan diketahui bobot tetapnya. Endapan yang terdapat pada kertas
saring dicuci berturut-turut dengan 25 ml air panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian
dengan 25 ml air panas terakhir dengan 25 ml etanol 95%. Kertas saring dikeringkan
dalam oven bersuhu 105°C selama 1 jam, lanjutkan lagi sampai bobotnya tetap
Kadar serat (%) = Bobot Kertas dan Serat – Bobot kertas x 100 %
Bobot Contoh Awal
Kadar Lemak Kasar Metode Soxhlet (AOAC, 1995)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang (A). Sebanyak 5 g sampel dibungkus dalam kertas saring
kemudian dimasukkan ke dalam lebu ekstraksi soklet. Alat kondensor diletakkan di
atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksan dimasukkan ke dalam labu lemak
secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama ± 6 jam sampai pelarut yang turun
kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi
dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C hingga mencapai bobot yang tetap, kemudian
didinginkan dalam desikator. Labu bersama lemak di dalamnya ditimbang (B).

13
Kadar Lemak (%) =

B-A
x 100%
Bobot Contoh (g)
Kadar Pati (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 1 g dimasukkan dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan
HCl 3% sebanyak 200 ml. Hidrolisis pada suhu 115oC selama 1 jam, kemudian
didinginkan. Sampel kemudian dinetralkan dengan NaOH 40%, kemudian ditera dalam
labu ukur 250 ml. Pipet 10 ml sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan
ditambahkan Luff Schroll sebanyak 25 ml. Sampel dididihkan di bawah pendingin tegak
tepat 10 menit setelah mendidih, kemudian didinginkan. Sampel kemudian ditambahkan
20 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 melalui dinding tabung. Titrasi menggunakan
NaSO4 0.1 N, gunakan indikator kanji. Blanko dikerjakan dengan mengganti sampel
dengan aquades.
Kadar Pati (%) = 0,9 x pengenceran x mg monosakarida × 100%
Bobot Sampel (mg)
Kadar Protein (AOAC, 1995)
Sebanyak 0,1 g contoh dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 2,5
ml H2SO4 pekat, 1 g katalis dan beberapa butir batu didih. Laurtan didestruksi hingga
menghasilkan larutan jernih kemudian didinginkan. Larutan hasil destruksi dipindahkan
ke alat destilasi dan ditambahkan 15 ml NaOH 50%. Labu erenmeyer yang berisi 25 ml
HCl 0,02 N dan 2-4 tetes indikator mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam
alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol (2:1) diletakkan di bawah kondensor.
Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan HCl. Destilasi dilakukan sampai
volume larutan dalam erlenmeyer mencapai 2 kali volume awal. Ujung kondensor
dibilas dengan akuades (ditampung dalam erlenmeyer). Larutan yang berada dalam
erlenmeyer dititrasi dengan NaOH 0,02 N hingga diperoleh perubahan warna dari hijau
menjadi ungu. Setelah itu dilakukan pula penetapan blanko.
Kadar Protein (%) = (a-b) x N x 0,014 x 6,25 x 100%
W
Keterangan :
a = ml NaOH untuk titrasi balnko
b = ml NaOH untuk titrasi contoh
N = Normalitas NaOH
W = Bobot Contoh (g)
Kadar Karbohidrat (By Difference)
Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (A+B+C+D)
Dimana : A= Kadar Abu B = Kadar Protein
C = Kadar Lemak D = Kadar Air

14
Lampiran 2 Karakterisasi Sirup Glukosa yang Dihasilkan
Kadar Padatan Kering (Apriyantono et al.,1989)
Cawan aluminium dikeringkan menggunakan oven pada suhu 1050C selama 1 jam,
kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang.
Arang aktif sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya
kemudian masukkan sirup glukosa sebanyak 2 g. Sirup glukosa dikeringkan di dalam
oven pada suhu 1050C selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai
dingin dan ditimbang. Sirup glukosa tersebut dipanaskan kembali ke dalam oven selama
15 menit, lalu dilakukan penimbangan ulang, pemanasan dilanjutkan hingga berat
konstan.
Rendemen
Rendemen sirup glukosa dihitung sebagai perbandingan bahan kering pati dengan
sirup glukosa dalam persentase.
Rendemen (%) = BS x (BK/100)
x 100%
Bp X (1 – ka/100)
BS : bobot sirup glukosa
BK : kadar bahan kering sirup glukosa
BP : bobot bahan yang digunakan
Ka : kadar air pati
Kejernihan
Pengukuran kejernihan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Contoh
sirup dimasukkan dalam kuvet, kemudian dibaca % Transmisi atau adsorbansi pada
panjang gelombang 650 nm. Hal yang sama dilakukan pada blanko (akuades).
Analisa Kandungan Gula Pereduksi dengan Metode DNS (Meller, 1959)
Penyiapan Pereaksi DNS
Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrosalisilat (DNS)
dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air, setelah itu ditambah dengan 306 g Na-K
tartarat, 7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50oC dan 8,3 g Na-metabisulfit. Larutan
ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator
fenolftalein. Banyaknya titran berkisar 5-6 ml, jika kurang maka harus ditambahkan 2 g
NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N.
Penyiapan Gula Pereduksi Glukosa
Contoh yang telah jernih dimasukkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambah 3 ml pereaksi DNS dan dipanaskan dalam air mendidih selama 5
menit. Kemudian contoh didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Bila diperlukan,
contoh diencerkan sampai terukur pada kisaran 20% - 80% transmisi (%T) pada panjang
gelombang 550 nm, untuk pengukuran blanko menggunakan aquades. Kurva standar

15
dibuat dengan menggunakan larutan glukosa standar dengan konsentrasi 0, 100, 150,
200, 250 dan 300 ppm (μg/ml). Gambar berikut menunjukkan kurva standar glukosa

Adsorbansi

0,8
0,6
y = -0,003x + 0,927
R² = 0,992

0,4
0,2
0,0
0

50

100

150

200

250

300

Glukosa (ppm)

Analisa Total Gula Metode Fenol-Sulfat (Dubois et al., 1956)
Sampel sebanyak 1 ml (mengandung [ 100 μg karbohidrat) ditambahkan dengan
0,5 ml larutan fenol dalam aquades [5% (b/v)], dikocok-kocok dengan vortex hingga
homogen. Kemudian dilakukan penambahan 2,5 ml larutan H2SO4 pekat, secara
langsung pada bagian permukaan larutan (tanpa menyentuh dinding tabung reaksi).
Larutan didiamkan selama 10 menit sebelum dikocok-kocok kembali dengan vortex.
Pembacaan nilai absorbansi dilakukan minimal 30 menit setelah pengocokan pada 490
nm. Gambar berikut menunjukkan kurva standar total gula.

adsorbansi

0,8
y = 0,010x - 0,011
R² = 0,995

0,6
0,4
0,2
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

Glukosa (ppm)

Nilai DE (Dextrose Equivalent)
Nilai DE dihitung berdasarkan perbandingan gula pereduksi sampel dengan total
gula sampel
DE = Gula Pereduksi x 100
Total Gula

16
Nilai DP (Derajat Polimerisasi)
Nilai derajat polimerisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara total gula
dengan gula pereduksi sampel.
DP = Total Gula
Gula pereduksi
Lampiran 3 Sidik ragam data hasil penelitian sirup glukosa hidrolisis asam
Daftar analisa sidik ragam kejernihan sebelum purifikasi
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total

df
1
2
4
9

JK
84,886
0,70
0,400
85,099

RJK
84,886
0,035
0,100

F

Sig.

3,516

0,131

Daftar analisa sidik ragam kejernihan setelah purifikasi
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

db
1
2
4
9

JK
2,382
0,205
0,000
2,590

RJK
2,382
0,103
4,444 x 10

F

Sig.

2310,250*

0,000

-5

Uji lanjut Duncan terhadap kejernihan setelah purifikasi
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
0,371 A
Pati sagu
0,652
B
Empulur sagu
0,820
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Daftar analisa sidik ragam kadar padatan kering
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

db
1
2
4
9

JK
26041,353
32,901
3,819
26097,143

RJK
26041,353
16,451
0,955

F

Sig.

17,229*

0,011

17
Uji Duncan terhadap kadar padatan kering
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
51,443 A
Pati sagu
53,803
B
Empulur sagu
56,127
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Daftar analisa sidik ragam rendemen
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

db
1
2
4
9

JK
21983,993
1428,387
0,472
25253,435

RJK
21983,993
714,193
0,118

F

Sig.

14720,579*

0,000

F

Sig.

903,455*

0,000

Uji lanjut Duncan terhadap rendemen
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
32,667 A
Empulur sagu
52,560
B
Pati sagu
63,043
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Daftar analisa sidik ragam gula pereduksi
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*
Berbeda nyata

db
1
2
4
9

JK
527071,160
17311,547
28,323
544897,942

RJK
527071,160
8655,773
9,581

Uji lanjut Duncan terhadap gula pereduksi
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
180,667 A
Pati sagu
264,663
B
Empulur sagu
280,663
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata

18

Daftar analisa sidik ragam total gula
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

db
1
2
4

JK
RJK
4164320,440 4164320,440
260250,889
130125,44
3911,111
977,778

9

4441832,000

F

Sig.

133,083*

0,000

Uji Duncan terhadap total gula
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
443,667 A
Pati sagu
761,000
B
Empulur sagu
836,000
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Daftar analisa sidik ragam nilai DP
Sumber
Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

db
1
2
4
9

JK
68,945
0,467
0,030
69,558

RJK
68,945
0,234
0,007

F

Sig.

31,540*

0,004

Uji lanjut Duncan terhadap nilai DP
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
2,450 A
Pati sagu
2,880
B
Empulur sagu
2,973
B
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata

19
Daftar analisa sidik ragam nilai DE
Sumber
Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

Db
1
2

JK
11967,631
117,812

RJK
11967,631
58,906

4
9

13,760
12117,101

3,439

F

Sig.

17,129*

0,011

Uji Duncan terhadap nilai DE
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
33,703 A
Pati sagu
34,117 A
Empulur sagu
41,577
B
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Lampiran 4 Sidik ragam data hasil penelitian sirup glukosa hidrolisis enzim
Daftar analisa sidik ragam kejernihan sebelum purifikasi
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

Db
1
2
4
9

JK
12,984
1,737
0,003
14,732

RJK
12,984
0,869
0,001

F

Sig.

1221,437*

0,000

Uji Duncan terhadap kejernihan sebelum purifikasi
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
1,21 A
Pati sagu
1,54
B
Empulur sagu
1,81
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata

20
Daftar analisa sidik ragam kejernihan setelah purifikasi
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel

db
1
2

JK
3,386
0,304

RJK
3,386
0,152

Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

4
9

0,000
3,698

8,333 x 10-5

F

Sig.

1825,600*

0,000

Uji lanjut Duncan terhadap kerjernihan setelah purifikasi
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
0,337 A
Pati sagu
0,517
B
Empulur sagu
0,707
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Daftar analisa sidik ragam kadar padatan kering
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

db
1
2
4
9

JK
35425,514
257,851
0,458
35667,051

RJK
35425,514
118,925
0,115

F

Sig.

1038,096*

0,000

Uji Duncan terhadap kadar padatan kering
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Empulur sagu
57,740 A
Pati sagu
60,667
B
Ampas sagu
69,810
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Daftar analisa sidik ragam rendemen
Sumber
Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total

db
1
2
4
9

JK
27688,960
2348,734
1,463
30039,571

RJK
27688,960
1174,367
0,366

F

Sig.

3210,992*

0,000

21
*Berbeda nyata
Uji Duncan terhadap rendemen
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
33,760 A
Empulur sagu
62,920
B
Pati sagu
70,630
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Daftar analisa sidik ragam gula pereduksi tahap sakarifikasi
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

db
1
2
4
9

JK
913298,778
34192,286
4,075
947520,973

RJK
913298,778
17096,143
1,019

F

Sig.

16782,131*

0,000

Uji Duncan terhadap gula pereduksi tahap sakarifikasi
Peringkat (α = 0,05)*
Sampel
Rata-rata
Ampas sagu
245,447 A
Pati sagu
314,000
B
Empulur sagu
396,220
C
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
huruf yang berbeda menyatakan rata-rata berbeda nyata
Daftar analisa sidik ragam total gula sakarifikasi
Sumber Variasi
Rata-rata
Sampel
Kekeliruan
Total
*Berbeda nyata

db
1
2
4
9

JK
RJK
1723969,000 1723969,000
59210,667
29605,333
1,333
0,333
1783363,000

F

Sig.

88816,000*

0,000

Uji lanjut Duncan terhadap total gula tahap sakarifikasi
Sampel
Ampas sagu
Pati sagu
Empulur sagu

Peringkat (α = 0,05)*
Rata-rata
337,667 A
439,000
B
536,333
C

22
* = huruf yang sama menyatakan rata-rata tidak berbeda nyata
hu