Sintesis Komposit Hidroksiapatit-Kitosan-Pva Sebagai Injectable Bone Substitute

SINTESIS KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT-KITOSAN-PVA
SEBAGAI INJECTABLE BONE SUBSTITUTE

FIRNANELTY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul sintesis komposit
hidroksiapatit-kitosan-pva sebagai injectable bone substitute adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016
Firnanelty
NIM G451140041

RINGKASAN
FIRNANELTY. Sintesis Komposit Hidroksiapatit-Kitosan-PVA sebagai
Injectable Bone Substitute. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan CHARLENA.
Bone filler adalah suspensi yang diaplikasikan dengan cara disuntikkan
untuk mengisi celah-celah tulang akibat osteoporosis disebut injectable bone
substitute (IBS). Kelebihan IBS yaitu dapat dibentuk sesuai dengan bentuk rongga
tulang yang akan diisi dan terpolimerisasi in situ setelah disuntikkan. Material
dalam bentuk injectable bersifat steril dan siap pakai serta bersifat osteokonduktif.
Salah satu material yang dapat dibentuk menjadi IBS adalah hidroksiapatit.
Hidroksiapatit (HAp) merupakan senyawa kelompok mineral apatit dengan rumus
kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai bone graft substitute. Hidroksiapatit bersifat
biokompatibel, osteokonduktif dan tidak toksik. Sekitar 65% fraksi mineral di
dalam tulang tersusun atas hidroksiapatit. Namun HAp memiliki kekurangan yaitu
rapuh dan getas. Penambahan kitosan dan PVA bertujuan untuk memperbaiki
kekurangan dari HAp. Studi yang dilakukan tidak hanya upaya untuk
memperbaiki kekurangan HAp saja namun pemilihan starting material juga

sangat penting dalam pembuatan kalsium posfat yang paling ekonomis. Salah satu
sumber kalsium dapat diperoleh dari cangkang tutut. Cangkang tutut merupakan
limbah yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara komersial. Limbah ini
kaya berbagai mineral termasuk kalsium. HAp dapat dikompositkan dengan
kitosan dan PVA yang dapat digunakan sebagai bahan implan tulang. Penelitian
ini bertujuan memanfaatkan cangkang tututsebagai prekursor Ca untuk
menyintesis HAp, menyintesis komposit HAp-kitosan-PVA, melakukan
karakterisasi HAp dan komposit, menguji viskositas dan sitotoksisitas in vitro
pada kultur sel endotel Calf Pulmonary Artery Endothelium (CPAE) (ATCC-CCL
209).
Analisis serbuk cangkang tutut menggunakan Spektrofotometer Serapan
Atom (AAS) menunjukkan kandungan kalsium dalam cangkang sebesar 55.37%.
Hasil sintesis dengan metode presipitasi basah menunjukkan HAp yang diperoleh
merupakan fasa tunggal HAp. Nilai viskositas komposit HAp-kitosan-PVA
diperoleh 36 dPa.s. Hasil ini cukup mendekati nilai standard IBS. Uji
sitotoksisitas in vitro pada kultur sel endotel Calf Pulmonary Artery Endothelium
(CPAE) (ATCC-CCL 209) menunjukkan bahwa tidak timbul toksisitas terhadap
selpada konsentrasi 12.5% dengan persen inhibisi 13.13%. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai viabilitas sel lebih dari 50%.
Limbah cangkang tutut berhasil dimanfaatkan sebagai prekursor kalsium

dalam sintesis fasa tunggal HAp. Berdasarkan viskositas dan sifat sitotoksisitas,
komposit HAp-Kitosan-PVA berpotensi sebagai implan biokompatibel untuk
aplikasi implan tulang.
Kata kunci: Osteoporosis, cangkang tutut (Bellamya javanica), injectable bone
substitute, hidroksiapatit

SUMMARY
FIRNANELTY. Synthesis of composite Hydroxyapatite-Chitosan-PVA as
Injectable Bone Substitute. Supervised by SRI SUGIARTI and CHARLENA.
Bone filler is a suspension that applied by injection to fill the cracks of
bones due to osteoporosis is called injectable bone substitute (IBS). Excess IBS
which can be formed according to the shape of the bone cavity to be filled and
polymerized in situ after being injected. Material of injectable forms are sterile,
ready to use and osteoconductive. One material that can be formed into IBS is
hydroxyapatite. Hydroxyapatite (HAp) is a group of minerals apatite compound
with the chemical formula Ca10(PO4)6(OH)2 as a bone graft substitute.
Hydroxyapatite are biocompatible, osteoconductive, and non-toxic.
Approximately 65% fraction in bone mineral composed of hydroxyapatite.
However HAp has the disadvantage that fragile and brittle. Addition of chitosan
and PVA aimed to improve the lack of HAp. This study not only attempt to

correct any deficiencies HAp but also the selection of the starting material is very
important in making calcium phosphate the most economical. One source of
calcium can be obtained from the Tutut shell. Tutut shell of an abundant waste but
has not been used commercially. This waste is rich in various minerals, including
calcium. HAp can be composited with chitosan and PVA that can be used as bone
implant materials. This research aimed to utilize Tutut shell as precursors of Ca to
synthesize HAp, synthesize composite HAp-chitosan-PVA, characterize HAp and
composite, examine the viscosity and cytotoxicity in vitro in cultured endothelial
cells Calf Pulmonary Artery endothelium (CPAE) (ATCC-CCL 209) of
composite.
Analysis of calcium content by using Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) showed that Tutut shell was 55.37% (by weight). HAp
was synthesized by wet precipitation method, confirmed the formation of single
phase of HAp. Viscosity value of composite HAp-Chitosan-PVA obtained 36
dPa.s. These results are quite close to the value standard of IBS. Cytotoxicity
assay in vitro in cultured endothelial cells Calf Pulmonary Artery endothelium
(CPAE) (ATCC CCL-209) showed there was no toxicity to the cells culture with
concentration 12.5% with the percent inhibition 13.13%. Its indicates that the
value of cell viability over 50%.
The waste of Tutut shell was utilized as a precursor for the synthesis of

calcium in a single phase HAp. Based on the viscosity and cytotoxicity assay,
composite HAp-Chitosan-PVA potential as bone implant applications.
Keywords: Osteoporosis, Tutut shell (Bellamya javanica), injectable bone
substitute, hydroxyapatite

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SINTESIS KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT-KITOSAN-PVA
SEBAGAI INJECTABLE BONE SUBSTITUTE

FIRNANELTY


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Kiagus Dahlan, MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul
“Sintesis Komposit Hidroksiapatit-Kitosan-PVA Sebagai Injectable Bone
Substitute”. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2015 sampai dengan
Mei 2016.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Sugiarti, PhD dan Ibu Dr

Charlena, MSi selaku pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan, kesabaran,
nasehat, saran dan kritik yang membangun, serta dukungannya selama proses
penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Prof Dr Dyah
Iswantini Pradono, MScAgr selaku Ketua Program Magister Kimia, Bapak Drs
Sulistioso Giat Sukaryo, MT yang telah banyak memberikan masukan, Bapak Drs
Erizal atas bantuan sterilisasi sampel penelitian, serta seluruh dosen Pascasarjana
Kimia atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Pimpinan dan keluarga besar staf Laboratorium Kimia
Anorganik IPB, staf Laboratorium Kimia Fisik IPB, staf Laboratorium Bersama
Kimia IPB, staf Laboratorium Radiasi PAIR BATAN Jakarta, staf Pusat
Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta, staf Laboratorium Mikrobiologi Pusat
Studi Satwa Primata dan staf Laboratorium Penguji Badan Litbang Departemen
Kehutanan yang telah membantu analisis selama penelitian. Tak lupa pula ungkapan
terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman mahasiswa Sekolah
Pascasarjana Kimia angkatan 2014 atas masukan, saran, dan motivasi yang diberikan
dalam menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Bapak, Mama, Ibu, Kakak, dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Oktober 2016
Firnanelty

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian


1
1
2
2
3
3

2

TINJAUAN PUSTAKA
Injectable Bone Substitute
Cangkang Tutut
Hidroksiapatit
Kitosan
PVA
Teknik Iradiasi Gamma
Viskositas
Uji Sitotoksisitas in vitro Sel Endotel


3
4
4
4
6
7
7
8
8

3

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Preparasi Sampel
Pengukuran Kadar Ca dalam Serbuk Sampel dengan AAS
Kalsinasi Serbuk Sampel dan Konversi menjadi Ca(OH)2

Sintesis HAp dengan Metode Presipitasi Basah
Sintesis Komposit HAp-Kitosan-PVA
Uji Viskositas
Uji In vitro Sitotoksisitas pada Sel Endotel CPAE

9
9
9
9
9
9
10
10
11
11
11
12

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis XRD Cangkang Tutut Sebelum dan
Setelah Kalsinasi
Penentuan Kadar Ca Cangkang Tutut
Hasil Sintesis HAp
Hasil Karakterisasi Fasa HAp menggunakan XRD
Hasil Karakterisasi HAp menggunakan FTIR
Hasil Karakterisasi HAp menggunakan SEM
Komposit HAp-Kitosan-PVA Sebagai Injectable Bone Substitute
Karakterisasi Komposit menggunakan FTIR
Karakterisasi Komposit menggunakan XRD
Karakterisasi Komposit menggunakan SEM
Hasil Uji Viskositas
Hasil Uji Sitotoksisitas In Vitro Sel Endotel

12
12
14
14
15
16
17
17
18
19
20
20
20

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

21
21
22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Cangkang tutut( Bellamya javanica)
Struktur hidroksiapatit
Fenomena antarmuka antara HAp dan sel tubuh
Struktur kitosan
Proses polimerisasi radiasi
Cangkang tutut kering dan serbuk halus
Difraktogram sinar-x serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi
Difraktogram sinar-x hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut
Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis
Spektrum FTIR HAp
Foto SEM HAp dengan perbesaran 500X
Spektrum FTIR PVA, kitosan, HAp, dan Komposit HAp-Kitosan-PVA
Difraktogram sinar-x komposit HAp-Kitosan-PVA
Morfologi komposit HAp-Kitosan-PVA
Komposit HAp-Kitosan-PVA terhadap sel CPAE

4
5
6
7
8
12
13
14
15
16
17
18
19
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Data hasil analisis XRD cangkang tutut
a Serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi
b Serbuk cangkang tutut setelah kalsinsasi
c Hasil sintesis HAp menggunakan metode presipitasi basah
3 Data joint cristal powder diffraction standard (JCPDS)
a Aragonite : CaCO3
b Porlandite : Ca(OH)2
c Hidroksiapatit : Ca10(PO4)6(OH)2
4 Perhitungan AAS kandungan kalsium cangkang tutut sebelum
Kalsinasi
a Absorbans standar kalsium
b Absorbans dan konsentrasi kalsium cangkang tutut
5 a Penentuan pola h2+k2+l2
b Penentuan ukuran kristal HAp hasil sintesis
6 Data uji kultur sel endotel

28
29
29
29
30
30
30
31
31
32
32
32
33
34
35

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bone filler diaplikasikan dengan cara disuntikkan dalam bentuk suspensi
untuk mengisi celah-celah tulang akibat osteoporosis disebut Injectable Bone
Substitute (IBS). Kelebihan injectable system yaitu dapat dibentuk sesuai dengan
bentuk rongga tulang yang akan diisi dan terpolimerisasi in situ setelah
disuntikkan. Selain itu, material dalam bentuk injectable bersifat steril dan siap
pakai (Warastuti et al. 2011). Bahan dalam bentuk IBS harus bersifat
osteokonduktif dan memiliki kekuatan mekanik yang baik (Weiss et al. 2007).
Salah satu material yang dapat dibentuk menjadi IBS adalah hidroksiapatit.
Hidroksiapatit (HAp) merupakan senyawa kelompok mineral apatit dengan rumus
kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sebagai bone graft substitute. Hidroksiapatit (HAp)
merupakan senyawa dari salah satu jenis biokeramik yang paling sering
digunakan karena merupakan unsur anorganik utama penyusun tulang. Sekitar
65% fraksi mineral di dalam tulang tersusun atas hidroksiapatit (Petit 1999).
Hidroksiapatit memiliki beberapa karakteristik, yaitu bioaktif, biokompatibel,
osteokonduktif, tidak toksik, dan tidak imunogenik (Nayak 2010). Namun HAp
memiliki beberapa kekurangan yaitu rapuh, getas, tahanannya yang rendah, dan
memiliki laju resorpsi yang sangat lambat. Jika digunakan sendiri, hidroksiapatit
tidak memiliki kekuatan mekanik dan tidak tahan terhadap tekanan. Sehingga
dilakukan pengembangan untuk menghilangkan kekurangan itu untuk
menghasilkan bone graft yang ideal. Hidroksiapatit banyak dibuat menjadi
komposit dengan material alam seperti kitosan untuk mengatasi sifat rapuhnya.
Sifatnya yang biokompatibel, toksisitas rendah, dan antibakteri (Sugita et al.
2009) menjadikan kitosan memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai
pengganti tulang. Kitosan dapat didegradasi oleh enzim dalam tubuh manusia dan
hasil degradasinya tidak beracun (Kumar 2004).
Mohamed et al (2011) menyebutkan bahwa penambahan kitosan
menyebabkan sifat degradasi dan kekuatan ikatan akan berkurang. Polivinil
alkohol (PVA) yang memiliki karakteristik mekanik dan biokompatibilitas yang
baik dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komposit (Maruf et al.
2013). PVA banyak digunakan untuk menggantikan jaringan tubuh yang
mengalami kerusakan atau penyakit karena memiliki sifat fisikokemikal terutama
sifat bio-tribiological yang sangat baik, yaitu memiliki permukaan licin, tahan
terhadap gesekan, keausan (Suciu et al 2004) dan biokompatibilitas yang baik.
Keberadaan PVA dalam pembentukan komposit juga sebagai agen cross-linking.
Komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA cocok digunakan sebagai material
pengganti tulang dan aplikasi teknik jaringan dalam bentuk injectable bone
substitute dengan menggunakan hidroksipropilmetil selulosa (HPMC) sebagai
suspending agent (Weiss et al. 2007).
Studi yang dilakukan tidak hanya upaya untuk memperbaiki kekurangan
dari sifat HAp sendiri namun dilakukan juga pemilihan starting material dalam
pembuatan kalsium posfat yang paling ekonomis. Cangkang tutut merupakan
limbah yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara komersial. Limbah ini
kaya berbagai mineral termasuk kalsium (Baby et al. 2010). Cangkang tutut

2
mengandung sebagian besar kalsium karbonat. Kalsium dari cangkang tutut dapat
digunakan sebagai prekursor dalam pembuatan kalsium posfat karena
mengandung kadar Ca sekitar 64.73% (Herawaty 2014).
Sintesis hidroksiapatit sudah lazim dilakukan dengan metode presipitasi
basah dan komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA dengan teknik iradiasi gamma.
Iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan
menggunakan sumber iradiasi buatan (Winarno 1980). Teknik iradiasi gamma
dapat diaplikasikan pada industri polimer yaitu untuk mengolah bahan mentah
menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi, dengan bantuan sinar radiasi sebagai
sumber energi. Penggunaan sinar gamma berintensitas tinggi mampu membunuh
organisme berbahaya dan sekaligus sterilisasi material. Secara visual komposit
hasil iradiasi menunjukkan pasta gel yang kental dan homogen (Warastuti et al.
2011). Walaupun penggunaan material hidroksiapatit sudah digunakan untuk
implan dengan pelapisan terhadap logam namun cangkang tutut sebagai IBS
belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan sintesis dan karakterisasi
komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA dengan teknik iradiasi gamma sebagai
injectable bone substitute. Komposit yang dihasilkan dapat digunakan pada
berbagai keperluan klinis pada bidang periodontal, ortopedik, dan bedah plastik
dan telah memenuhi beberapa sifat yang disyaratkan sebagai pengganti tulang
(bone substitute) sesuai hasil uji in vitro, fisik, dan kimia (Azami 2012).

Rumusan Masalah
Beberapa penelitian terus mengembangkan penggunaan hidroksiapatit
mengatasi defek tulang dalam bentuk injectable bone substitute. Penggunaan
hidroksiapatit sendiri mudah rapuh sehingga perlu material lain yang mampu
membuat komposit tersebut kuat dan mampu mempercepat mineralisasi apatit
dalam tubuh. Kombinasi komposit HAp-kitosan-PVA merupakan salah satu
alternatif yang mampu dijadikan bahan injectable bone substitute sehingga
diharapkan dapat diaplikasikan sebagai implan tulang yang memiliki
biokompatibilitas tinggi dan sifat degradasi yang baik. Komposit ini diharapkan
memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan tubuh. Penelitian tentang sintesis HAp
dari cangkang tutut yang dapat dibentuk IBS sangat penting untuk dilakukan agar
dapat memperkaya pengetahuan tentang bahan baku dalam sintesis HAp dan
aplikasinya terutama dalam bidang biomedis.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyintesis dan mengkarakterisasi
hidroksiapatit berbasis cangkang tutut melalui metode presipitasi basah dan
membuat komposit HAp-kitosan-PVA sebagai bahan injectable bone substitute
dalam bentuk yang disuntikkan serta mengukur viskositas, dan sitotoksisitas
komposit terhadap sel endotel.

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi
cangkang tutut sebagai prekursor Ca dalam sintesis HAp dan komposit HApKitosan-PVA yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan implan tulang dalam bentuk
injectable.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 4 tahapan utama. Tahap pertama adalah preparasi
sampel, pengukuran kadar Ca dengan AAS, kalsinasi serbuk sampel, dan konversi
menjadi Ca(OH)2. Tahap kedua adalah sintesis HAp dengan metode presipitasi
basah. Tahap ketiga adalah sintesis komposit HAp-Kitosan-PVA dengan teknik
iradiasi gamma. Tahap keempat adalah tahap uji viskositas dan uji in vitro
sitotoksisitas pada sel endotel CPAE. Diagram alir penelitian disajikan pada
Lampiran 1.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Injectable Bone Substitute (IBS)
Berbagai kasus kerusakan tulang membutuhkan graft tulang sebagai
pengganti tulang. Saat ini graft tulang yang banyak digunakan pada bidang
ortopedi yaitu natural bone antara lain autograft (tulang dari pasien yang sama),
allograft (tulang dari donor manusia lain), dan xenograft (tulang sapi). Autograft
mempunyai kelemahan yaitu tulang harus diambil dari bagian tubuh lain pasien
yang sama melalui teknik operasi sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah
klinis hingga resiko kematian. Sedangkan allograft dan xenograft dapat
menimbulkan reaksi autoimun serta kemungkinan terjadinya transfer penyakit
(Darwis dan Warastuti 2008).
Untuk mengatasi beberapa kelemahan dari proses penggantian tulang yang
telah disebutkan diatas maka dibuat pengganti tulang suntik atau injectable bone
substitutes (IBS) terdiri dari semen kalsium fosfat yang dapat disuntikkan dan
mudah dibentuk. Hal ini memungkinkan ahli bedah untuk menyuntikkan dan
menjangkau daerah-daerah yang sulit di mana mencangkok tulang diperlukan, dan
ditujukan untuk tulang yang kosong atau cacat yang tidak intrinsik untuk stabilitas
struktur tulang. Hal ini diserap kembali dan diganti dengan tulang selama proses
penyembuhan. Penggunaan pengganti tulang dengan kalsium fosfat telah
menyebabkan penurunan dalam masalah yang disebabkan oleh cangkok tulang.
Pengganti tulang ini harus memiliki instrumen pendukung steril, memastikan siap
untuk digunakan dalam ruang operasi. Peran injectable bone substitute bisa juga
ditambahkan sebagai penghantar obat untuk membantu proses penyembuhan
defek tulang (Shi et al. 2008).

4
Cangkang Tutut
Tutut (Bellamya) termasuk dalam kelompok Operculata yang hidup di perairan
dangkal yang berdasar lumpur dengan aliran air yang lamban dan ditumbuhi
rerumputan air. Misalnya sawah, rawa, pinggir danau, dan pinggir sungai kecil adalah
contoh tempat tutut tumbuh. Ada dua jenis Bellamya yang hidup di sawah, yaitu Tutut
Jawa (Bellamya javanica) dan Tutut Sumatera (Bellamya sumatraensis) yang
sebarannya mencakup Indonesia (Sumatera dan Jawa), Thailand, Kamboja, dan
Malaysia. Kelompok hewan ini bisa memiliki tinggi cangkang hingga 40 mm dengan
diameter 15-25 mm, bentuk cangkangnya kerucut agak menggelembung, tipis, kecil
atau tidak transparan. Tutut memiliki satuatau lebih rangka punggung yang tumpul
dan berbentuk spiral. Bagian atas runcing, berdasar bulat, pinggiran bulat atau
bersudut. Lingkaran embrio tidak mengikat, walaupun pada beberapa spesies keong
dewasa berbentuk bulat dengan warna hijau-kecoklatan atau kuning kehijauan
(Jutting 1956). Cangkang tutut dapat dilihat pada Gambar 1.
Tulang pada vertebrata yang telah tumbuh dewasa sebagian besar tersusun dari
hidroksiapatit. Senyawa ini memiliki susunan molekul teratur (kristal) dan menempati
fibril-fibril kolagen. Keberadaan kolagen dapat diumpamakan dengan cetakan yang
menjadi wadah atau tempat tumbuhnya kristal hidroksiapatit. Hasil difraksi sinar-x,
teramati bahwa kandungan terbesar tulang vertebrata muda dan vertebrata dewasa
ternyata berbeda. Pada tulang muda struktur kristal hidroksiapatit itu belum dijumpai.
Artinya, tulang vertebrata yang masih belia sebagian besar terdiri atas bahan amorf
(bahan yang molekulnya tidak dalam susunan kristal). Perubahan kemudian terjadi
seiring dengan pertumbuhan vertebrata itu. Kandungan tulangnya berubah dari yang
sebagian besar berupa bahan amorf ketika muda, menjadi sebagian besar berupa
kristal hidroksiapatit ketika dewasa (Miranda 2013).
Tutut merupakan moluska air tawar yang dagingnya banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pangan kaya protein dan mineral di berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia. Cangkang tutut merupakan limbah dari konsumsi daging
tutut dan belum memiliki pemanfaatan komersial.

Gambar 1 Cangkang Tutut

Hidroksiapatit
Hidroksiapatit merupakan senyawa kalsium fosfat dengan rumus kimia
Ca10(PO4)6(OH)2. Nisbah mol Ca/P agar material HAp terbentuk adalah 1.67.
Struktur kristal HAp (Gambar 2) adalah heksagonal dengan parameter kisi a = b =
λ.4ββ5 Ǻ dan c = 6.8850 Ǻ (Manafi dan Joughehdoust β00λ). HAp termasuk

5
dalam anggota senyawa kalsium fosfat yang potensial dalam rekayasa jaringan.
Berbagai senyawa kalsium fosfat lainnya adalah dikalsium fosfat dihidrat
(CaHPO4.2H2O), okta kalsium fosfat (Ca8H2(PO4)6·5H2O), dan trikalsium fosfat
(Ca3(PO4)2). HAp merupakan senyawa kalsium fosfat yang paling stabil (Chow
2009).
Hidroksiapatit memiliki biokompabilitas yang sangat baik dengan jaringan
keras, bioaktivitas merekontruksi ulang jaringan tulang yang telah rusak dan juga
di dalam jaringan lunak meskipun mempunyai laju degradasi yang rendah,
osteokonduktivitas tinggi, non-toksik, memiliki sifat non-inflamasi dan sifat
imunogenik (Kusrini dan Sontang 2011).

Gambar 2 Struktur Hidroksiapatit (Aoki 1991)
Sifat kimia yang penting dari hidroksiapatit adalah biocompatible, bioactive,
dan bioresorbable. Biocompatible adalah sifat dimana mineral tersebut tidak
menyebabkan reaksi penolakan dari sistem kekebalan tubuh manusia karena
dianggap sebagai benda asing. Bioactive material akan sedikit terlarut tetapi
membantu pembentukan sebuah lapisan permukaan apatit biologis sebelum
langsung berantarmuka dengan jaringan dalam skala atomik, yang mengakibatkan
pembentukan sebuah ikatan ke tulang. Bioresorbable material akan melarut
sepanjang waktu (tanpa memerhatikan mekanisme yang menyebabkan
pemindahan material) dan mengijinkan jaringan yang baru terbentuk tumbuh pada
sembarang permukaan tak-beraturan namun tidak harus berantarmuka langsung
dengan permukaan material.

Gambar 3 Fenomena antarmuka antara HAp dengan sel tubuh (Bertazzo et al.
2010)
Fenomena antarmuka antara HAp dengan sel tubuh setelah implan masuk
kedalam tubuh akan mengalami beberapa tahapan. Tahap pertama pada awal

6
proses implan, mulai terjadinya pelarutan permukaan HAp, tahap kedua pelarutan
permukaan HAp terus berlanjut, tahap ketiga kondisi kesetimbangan terbentuk
antara larutan fisiologis dengan permukaan HAp, tahap keempat terjadi adsorpsi
protein-protein dan senyawa bioorganik, tahap kelima terjadi adhesi sel, tahap
keenam perkembangan sel, tahap ketujuh awal mula perkembangan sel tulang
baru, dan tahap kedelapan tulang baru telah terbentuk (Gambar 3).
Fenomena tersebut merupakan sifat dari HAp yang juga bioaktif. Bioaktif
diartikan sebagai sifat material yang akan terlarut sedikit demi sedikit tetapi
membantu pembentukan suatu lapisan permukaan apatit biologis sebelum
berantarmuka langsung dengan jaringan pada tingkat atomik, yang menghasilkan
ikatan kimia yang baik antara implan dengan tulang (Suryadi 2011).
Sintesis HAp membutuhkan suatu prekursor sebagai sumber kalsium.
Prekursor berperan sebagai zat awal yang dibutuhkan dalam pembuatan suatu
senyawa. HAp dapat dibuat dari prekursor sintetik maupun dari prekursor bahan
alam. Saat ini sedang dikembangkan pembuatan HAp dari prekursor bahan alam
yaitu tulang ikan, cangkang kerang, batu kapur, cangkang keong dan cangkang
telur. Sumber fosfor yang dapat digunakan untuk sintesis HAp yaitu diamonium
hidrogen fosfat (NH4)2HPO4, asam fosfat (H3PO4), dan difosfor pentaoksida
(P2O5). Material HAp dapat disintesis dengan menggabungkan sumber Ca
dan P. Kalsium (Ca) yang dibutuhkan dalam sintesa mineral apatit banyak
terdapat pada cangkang tutut dengan kandungan gizi tinggi. Cangkang tutut
menyimpan potensi kalsium yang luar biasa, kalsium dalam keong tutut kira-kira
ada 217 mg dalam 100 gram hampir setara dengan segelas susu (Safrida 2014).
Sintesis HAp dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode basah dan metode
kering. Metode basah terdiri atas tiga jenis yaitu metode presipitasi, hidrotermal,
sol gel, dan hidrolisis (Pankaew et al. 2010; Kehoe 2008). Metode kering yaitu
reaksi solid-state, sintesis mechanochemical. Selain itu spray dan freeze-drying
juga dapat digunakan sebagai metode untuk menyintesis HAp (Kehoe 2008).
Metode basah memiliki beberapa kelebihan sehingga mudah diaplikasikan
dalam bidang industri diantaranya, hasil samping sintesisnya berupa air,
kemungkinan kontaminasi selama proses sangat rendah, dan biaya prosesnya
rendah (Kehoe 2008). Metode presipitasi merupakan metode yang sering
digunakan dalam sintesis HAp karena metode ini memiliki kontrol komposisi dan
karakter fisik HAp yang lebih baik serta mudah diaplikasikan (Pankaew et al.
2010).

Kitosan
Kitosan merupakan salah satu polimer alami yang digunakan secara luas
disajikan pada Gambar 4. Kitosan dapat diperoleh dengan deacetylating secara
parsial dari kitin yang dapat diekstrak dari binatang berkulit keras. Kitosan
merupakan polisakarida yang terdiri dari glucosamine dan N-acetyl glucosamine
yang dihubungkan dengan sebuah ikatan
1-4 glucosidic. Kitosan besifat
biokompatibel dan dapat didegradasi oleh enzim dalam tubuh manusia dan hasil
degradasinya tidak beracun (Kumar 2004). Dalam bidang medis membran kitosan
dibuat berpori untuk mempermudah sirkulasi udara dan mencegah akumulasi air

7
pada luka, sehingga luka cepat menjadi kering dan cepat sembuh. Selain itu,
kitosan juga bersifat antibakteri (Sugita et al. 2009).
R

OH

OH

H

H

NH

H

H

O

O
HO

O
H

H
H

NH2

H

H
H

HO
O

O

H

O

O
HO

H

H
H

NH2
H

OH

Gambar 4 Struktur kitosan

Polivinil Alkohol (PVA)
Polivinil alkohol (PVA) adalah suatu resin yang dibuat dari penggabungan
molekul-molekul (polimerisasi) yang diperoleh dari hidrolisis dari polimer vinil
ester dengan menggunakan material awal polivinil asetat. Polivinil Alkohol adalah
salah satu dari beberapa polimer sintetik yang biodegradable (Kroschwitz 1998).
PVA berwarna putih, bentuk seperti serbuk, rasa hambar, tembus cahaya, tidak
berbau dan larut dalam air. PVA salah satu polimer yang mempunyai sifat
hidrofolik dan sebagai perekat. PVA dapat digunakan sebagai lapisan tipis yang
sensitif. PVA terkenal sebagai polimer sintetik larut air, dan rantai utamanya
saling berikatan melalui ikatan hidrogen oleh sebab adanya gugus hidroksil.

Teknik Iradiasi Gamma
Teknologi polimerisasi radiasi adalah salah satu teknologi nuklir yang
dapat diaplikasikan pada industri polimer yaitu untuk mengolah bahan mentah
menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi, dengan bantuan sinar radiasi sebagai
sumber energi. Radiasi berfungsi sebagai alat untuk mempermudah, mempercepat,
reaksi kimia yang diperlukan di dalam proses polimerisasi atau memperbaiki.
Secara konvensional reaksi kimia dimaksud, biasanya berlangsung melalui
inisiator bahan kimia dan energi panas. Dalam proses polimerisasi radiasi,
pemakaian bahan kimia dan panas sangat sedikit, baik jenis maupun kadarnya,
karena sudah terwakili oleh sumber radiasi tersebut.
Ada dua sumber radiasi yang sering digunakan dalam proses polimerisasi
radiasi yaitu: sumber radiasi yang memancarkan sinar gamma dan sumber radiasi
yang memancarkan sinar berkas elektron. Dengan mengendalikan jenis dan
persentase monomer, serta dosis radiasi, maka akan diperoleh kondisi optimum
proses polimerisasi radiasi. Dengan proses polimerisasi radiasi tersebut maka akan
dihasilkan produk baru yang diinginkan, misalnya lebih kuat, ulet, keras, kenyal
dan sebagainya. Proses polimerisasi ini tidak menggunakan bahan kimia
pemercepat dan panas, karena sudah terwakili oleh sinar radiasi, sehingga

8
prosesnya dapat dilakukan pada suhu kamar, disamping itu proses polimerisasi
radiasi mudah dikontrol/dipantau, sederhana, cepat, bebas pencemaran baik udara
maupun limbah padat, serta produk yang dihasilkan tidak mengandung bahan
beracun/karsinogen, karena prosesnya merupakan teknologi bebas pencemaran.
Secara garis besar proses polimerisasi radiasi digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5 Proses polimerisasi radiasi

Viskositas
Viskositas atau kekentalan merupakan gaya gesekan antara molekulmolekul yang menyusun suatu fluida. Jadi molekul-molekul yang membentuk
suatu fluida saling gesek-menggesek ketika fluida-fluida tersebut mengalir. Pada
zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik
antara molekul sejenis). Viskositas disebabkan oleh kohesi dan pertukaran
momentum molekuler di antara lapisan-lapisan fluida dan pada waktu
berlangsungnya aliran, efek ini terlihat sebagai tegangan tangensial atau tegangan
geser di antara lapisan yang bergerak. Akibat adanya gradien kecepatan, akan
menyebabkan lapisan fluida yang lebih dekat pada plat yang bergerak, dan akan
diperoleh kecepatan yang lebih besar dari lapisan yang lebih jauh. Cairan yang
mempunyai viskositas lebih tinggi akan lebih lambat mengalir di dalam pipa
dibandingkan cairan yang viskositasnya lebih rendah. Sebuah benda yang
bergerak dalam fluida yang punya viskositas lebih tinggi mengalami gaya gesek
viskositas yang lebih besar daripada jika benda tersebut bergerak di dalam fluida
yang viskositasnya lebih rendah.

Uji Sitotoksisitas In vitro Sel Endotel
Sitotoksisitas merupakan suatu uji viabilitas sel yang mencerminkan non
sitotoksisitas suatu biomaterial. Uji ini penting dalam desain biomaterial untuk
aplikasi dalam suatu rekayasa jaringan (Hashmi 2014). Uji sitotoksisitas dalam
penelitian ini dilakukan secara in vitro menggunakan media kultur sel endotel cell
pulmonary artery endhothelium (CPAE ATCC-CCL 209). Sel endotel memainkan
peranan penting dalam penyembuhan luka karena terdapat pada permukaan dalam
pembuluh darah dan sel utama yang terlibat dalam angiogenesis (Marques et al.
2008). Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang
merupakan suatu proses fisiologis tubuh untuk menyediakan nutrisi, oksigen, dan
memicu pembentukan jaringan granulasi pada daerah luka. Angiogenesis

9
memainkan peranan penting dalam membangun rangka dan perbaikan pada tulang
yang retak atau patah. Hal ini dapat ditangani melalui proses implantasi (Kanczler
dan Oreffo 2008). HAp untuk mempercepat proses penyembuhan luka setelah
implantasi, mampu meningkatkan proliferasi endotel yang dibutuhkan untuk
terjadinya angiogenesis (Pezzatini 2007). HAp sebagai implan juga berguna
menjaga konsentrasi kalsium pada darah (Zhang 2012).

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober β015‒Mei 2016 di
Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Kimia
Fisik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Bersama Departemen Kimia IPB,
Laboratorium Radiasi PAIR BATAN Jakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan, Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian Republik
Indonesia, dan Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Satwa Primata.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang tutut diperoleh dari
Kabupaten Bogor, CaCO3 (Merck), HNO3(Merck), (NH4)2HPO4 (Merck), air
bebas ion, sel endotel CPAE ATCC CCL-209 (American Type Culture
Collection, USA), dulbecco's modified eagle medium (Gibco, USA), dan biru
tripan (Sigma, USA).

Alat
Alat-alat yang digunakan adalah ayakan 100 mesh, pengaduk magnetik,
tanur, buret, indikator pH universal, oven, kertas saring, sonikasi, sentrifugasi, dan
peralatan uji kultur sel. Sedangkan peralatan karakterisasi terdiri dari Difraksi
Sinar-X (XRD) Shimadzu XD-7000, Spektrometer Infra Merah Transformasi
Fourier (FTIR) Bruker Tensor 3, Mikroskop Pemancar Elektron (SEM) Carl-Zeiss
Bruker EVO MA10, dan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) Shimadzu AA7000.

Prosedur Penelitian
Preparasi sampel
Sampel (cangkang tutut) dibersihkan dari kotoran menggunakan air
kemudian direbus selama 1 jam. Selanjutnya sampel dikeringkan di bawah sinar
matahari lalu digiling menggunakan mesin penggiling sampai menjadi serbuk

10
halus. Serbuk sampel diayak 100 mesh. Fasa serbuk lolos 100 mesh dianalisis
dengan XRD (Mijan et al. 2015).

Pengukuran Kadar Ca dari CaO
Preparasi Sampel
Sampel serbuk tutut yang sudah dikalsinasi CaCO3 ditimbang sebanyak 0.1
gram kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dalam labu ukur 100 mL. Setelah
itu, didiamkan ± 5 menit sampai larut dan jernih. Sampel ditera dengan akuades,
lalu dikocok. Selanjutnya dipipet 1 mL larutan yang telah dibuat dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 100 mL. Sampel ditera dengan akuades dan ditambahkan
strontium agar ionnya stabil, kemudian dikocok. Larutan diukur dengan SSA pada
= 4ββ.7 nm.
Preparasi Deret Standar
Larutan 1000 ppm dibuat dengan cara ditimbang sebanyak 0.25 gram
CaCO3 ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pekat
dan didiamkan ± 5 menit sampai larut dan jernih. Sampel ditera dengan akuades,
lalu dikocok-kocok. Setelah itu dibuat 100 ppm dengan memipet 10 mL dari
larutan 1000 ppm dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian, ditera
dengan akuades dan di kocok. Selanjutnya dari larutan 100 ppm dibuat deret
standar dengan konsentrasi 2, 4, 8, 12, dan 16 ppm yaitu dipipet 2, 4, 8, 12, dan 16
mL kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Ditambahkan sedikit strontium agar ionnya stabil, ditera dengan akuades lalu
dikocok. Deret standar diukur dengan SSA pada = 4ββ.7 nm.
Preparasi Blanko
Sebanyak 5 mL HNO3 pekat dipipet dalam labu ukur 100 mL. Selanjutnya
ditera dengan akuades dan dikocok. Setelah itu, dipipet 1 mL larutan yang telah
dibuat dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan
sedikit strontium, ditera dengan akuades lalu dikocok. Larutan diukur dengan SSA
pada = 4ββ.7 nm.
Kalsinasi CaCO3 menjadi CaO dan Konversi CaO menjadi Ca(OH)2
(Soido et al. 2009)
CaCO3 kemudian di kalsinasi pada suhu 1000 oC selama 3 jam, kemudian
didiamkan selama 1 minggu. Proses kalsinasi bertujuan untuk mengubah CaCO3
menjadi CaO, yang terjadi pada suhu 1000o-1200oC. Sebagian CO2 akan terlepas
dan menyebabkan penurunan massa sampel. Serbuk tutut yang telah dikalsinasi
dilanjutkan analisis fasa menggunakan XRD. CaO kemudian dikonversi menjadi
Ca(OH)2. Serbuk diratakan pada wadah dan dibiarkan berinteraksi dengan udara
terbuka (dihidrasi) selama seminggu. Serbuk Ca(OH)2 yang terbentuk kemudian
dianalisis menggunakan XRD.

11
Sintesis HAp dengan metode presipitasi basah
Hidroksiapatit disintesis dari Ca(OH)2 yang telah disiapkan dari cangkang
tutut. Ca(OH)2 dibuat menjadi larutan 0.5 M lalu direaksikan dengan (NH4)2.HPO4
0.3 M sebagai berikut.
10Ca(OH)2 + 6(NH4)2.HPO4  Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH
HAp dibuat dengan metode presipitasi basah melalui prinsip reaksi antara
kalsium hidroksida dan asam posfat pada suhu 40±2 oC dengan pH 10. Reaksi
terjadi dengan cara (NH4)2HPO4 0.3 M diteteskan ke dalam Ca(OH)2 0.5 M
dengan laju alir 1,3 mL per menit selama ±1 jam. Reaksi menghasilkan basa
NH4OH sehingga pH nya mencapai nilai 10 dengan menggunakan indikator pH
universal setiap menit. Suspensi yang dihasilkan didiamkan selama 24 jam dan
dilanjutkan dengan proses sonikasi selama 6 jam. Setelah itu disentrifugasi selama
15 menit pada 4500 rpm dan dibilas dengan akuades. Endapan yang dihasilkan
kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam. Serbuk HAp
yang telah terbentuk diangkat dan dibiarkan mendingin pada suhu kamar.

Sintesis HAp-Kitosan-PVA
Kitosan terlebih dahulu dilarutkan dalam asam asetat 3% kemudian diaduk
dengan pengaduk magnetik. PVA dilarutkan dalam aquades hingga homogen.
Kemudian larutan kitosan dicampurkan ke dalam larutan PVA. Larutan
hidroksiapatit kemudian dimasukkan ke dalam campuran kitosan dan PVA. Ke
dalam larutan HPMC 2% (w/v) dicampurkan campuran hidroksiapatit-kitosanPVA sedikit demi sedikit dan diaduk selama 6 jam hingga homogen. Dihasilkan
suspensi berwarna putih. Kemudian komposit diiradiasi pada dosis 20 kGy.
Karakterisasi menggunakan XRD, FTIR dan SEM.

Uji viskositas (Modifikasi Putra et al. 2014)
Analisis viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sampel suspensi
yang telah disintesis. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Viscotester
TV-10. Suspensi komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA langsung dimasukkan
gelasa becker dan dilakukan pengukuran dengan menggunakan rotor nomor 1.
Pengukuran diawali dengan mengaitkan rotor pada viscotester dan sampel
dimasukkan ke dalam gelas becker hingga batas sampel pada rotor. Bagian needle
clamp yang ada ditepi dipindahkan ke arah sebaliknya dan alat dinyalakan. Ketika
rotor mulai berputar, jarum indikator viskositas secara perlahan akan bergerak ke
arah kanan dan akan stabil pada nilai tertentu. Skala yang digunakan sesuai
dengan rotor yang digunakan yaitu skala kedua untuk rotor nomor 1. Setelah
selesai pembacaan hasil viskositas, alat tersebut dimatikan dan needle clamp
dikembalikan ke arah sebelumnya. Hasil yang ditampilkan berupa angka yang
menunjukkan kekentalan sampel suspensi komposit hidroksiapatit-kitosan-PVA
dalam satuan dPa.s.

12
Uji in vitro Sitotoksisitas pada Sel Endotel CPAE
Pengujian sitotoksisitas dengan metode 3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)2,5difeniltetrazolium bromide (MTT) dilakukan pada Sel CPAE. Sel CPAE
ditumbuhkan dalam media penumbuh Dulbecco’s modified Eangle’s medium
(DMEM). Sel yang digunakan diinokulasi pada pelat yang terdiri atas 96 sumur
dengan jumlah media penumbuh 100 L/sumur yang mengandung ββ00
sel/sumur. Sebanyak 100 L sampel dengan deret konsentrasi tertentu
ditambahkan pada inokulan, kemudian diinkubasi selama 48 jam dalam inkubator
CO2 5% pada suhu γ7 ᵒC. Selanjutnya ke dalam setiap sumur ditambahkan 10 L
MTT dan diinkubasi kembali selama 4 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu
γ7 ᵒC. sel hidup yang bereaksi dengan MTT membentuk formazan menjadi
berwarna biru. Formazan yang terbentuk dilarutkan dalam etanol 96%. Serapan
dibaca dengan spektrofotometer ELISA microplate reader pada 5λ5 nm.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Cangkang tutut pada Gambar 6 merupakan limbah dari konsumsi daging
tutut dan belum memiliki pemanfaatan komersial. Cangkang tutut memiliki
bentuk cangkang kerucut agak menggelembung dengan tinggi cangkang hingga
40 mm dengan diameter 15-25, tipis, dan kecil. Cangkang tutut cocok sebagai
sumber material komposit karena mengandung berbagai mineral. Salah satunya
adalah unsur kalisum. Kalsium dalam cangkang tutut memiliki satu komposisi
fasa yaitu kalsium karbonat (CaCO3).
a

b

Gambar 6 Cangkang tutut (Bellamya javanica) (a) kering (b) serbuk halus

Hasil Analisis XRD Cangkang Tutut Sebelum dan Setelah Kalsinasi
Hasil analisis XRD untuk keberadaan senyawa CaCO3 dari serbuk cangkang
tutut sebelum kalsinasi menunjukkan bahwa cangkang tutut memiliki puncakpuncak pada kisaran βθ β6-53 (°) yaitu 26.34, 27.26, 33.28, 36.16, 37.98, 38.14,
41.52, 42.96, 45.90, 48,54, 50.4, dan 52.52 (Gambar 7). Puncak difraksi fasa
CaCO3 (aragonite) dicirikan dari puncak difraksi yang khas dengan intensitas
tertinggi berada pada sudut βθ β6.γ4°, γγ.β8°, γ6.16°, dan 5β.5β° (berdasarkan
data JCPDS No. 41-1475). Analisis difraksi sinar-x terhadap serbuk cangkang
tutut menunjukkan bahwa CaCO3 merupakan komponen utama.

13
CaCO3

Gambar 7 Difraktogram sinar-x serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi
Fase kristal CaCO3 aragonit terbentuk dari kondisi super jenuh dan
membutuhkan suhu dan tekanan yang tinggi. Fase ini disintesis pada temperatur di
atas 60oC. Umumnya, aragonit ditemukan di alam sebagai biomineral dalam batu
karang, cangkang kerang, cangkang tutut, dan otolit. Aragonit berisostruktur
dengan karbonat dari kation divalen seperti Ba, Sr, dan Pb (Dickens dan Bowen
2007).
Serbuk cangkang tutut yaitu CaCO3 dikalsinasi pada suhu 1000-1β00 ᵒC
selama 3 jam. Kalsinasi pada suhu rendah dapat menyebabkan senyawa CaO yang
dihasilkan berubah kembali menjadi CaCO3 dan dekomposisi CO2 yang
dihasilkan akan cukup rendah. Proses kalsinasi bertujuan untuk mengubah
senyawa CaCO3 menjadi CaO. Kondisi ini menyebabkan seluruh komponen
organik cangkang tutut terbakar habis menjadi CO2 dan H2O (Adak dan Purohit
2011). Kalsinasi juga dapat menghilangkan senyawa organik dan pengotor yang
mengganggu dalam proses pembentukan HAp (Sukaryo et al. 2009). Dengan
demikian di akhir proses kalsinasi, seluruh cangkang tututdiharapkan dapat
berubah menjadi CaO dan menyebabkan massa sampel berkurang. Data hasil
analisis XRD serbuk cangkang tutut sebelum kalsinasi dapat dilihat pada
Lampiran 2a dan standar fasa CaCO3 dapat dilihat pada Lampiran 3a.
Reaksi: CaCO3(s)

CaO(s) + CO2(g)

Senyawa CaO yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi Ca(OH)2.
Proses konversi dilakukan dengan cara dibiarkan kontak langsung dengan udara.
Proses ini bertujuan agar terjadi hidrasi CaO menjadi Ca(OH)2 melalui persamaan
reaksi: 2CaO(s) + 2H2O(g) → βCa(OH)2(s). Pola XRD cangkang tutut setelah
kalsinasi menunjukkan bahwa telah terbentuknya fasa Ca(OH)2 (portlandite) yang
dicirikan keberadaannya pada sudut 2θ = 18.18°, 28.68°, 34.30°, 47.40°, 50.92°,
54.16°, dan 62.62°, 64.16°, 67.46° (berdasarkan data JCPDS No. 44-1481)
(Gambar 8).

14
Ca(OH)2

Gambar 8 Difraktogram sinar-x hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut
Senyawa Ca(OH)2 yang diperoleh ini merupakan starting material yang
digunakan dalam tahap sintesis HAp. Data hasil analisis XRD serbuk cangkang
tutut setelah kalsinasi dapat dilihat pada Lampiran 2b dan standar fasa Ca(OH)2
dapat dilihat pada Lampiran 3b.

Penentuan Kadar Ca Cangkang Tutut
Analisis kadar Ca dalam cangkang tutut setelah kalsinasi menggunakan
AAS. Hasil analisis serbuk cangkang tutut menunjukkan kandungan kalsium
sebesar adalah 55.37% (Lampiran 4). Kandungan kalsium cangkang tutut yang
diperoleh lebih rendah dibandingkan cangkang tutut hasil penelitian Herawaty
(2014) sebesar 64.73%. Namun kandungan kalsium dari cangkang tutut lebih
tinggi dibandingkan cangkang keong sawah hasil Winata (2012) sebesar 52%.
Hasil AAS telah membuktikan bahwa cangkang tutut yang kaya akan kalsium
berpotensi sebagai prekursor kalsium untuk mensintesis HAp.
Tutut hidup di tanah sawah berlumpur, oleh karena selain kalsium yang
terdapat dalam cangkang diduga terdapat unsur lain yang terkandung dalam
cangkang tutut yaitu magnesium, fosfor, natrium, besi, mangan, tembaga dan
seng. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh komposisinya memiliki kadar
dibawah 0.05%, sedangkan kadar tertinggi sebesar 0.08% berasal dari unsur besi.
Kadar ini masih dibawah syarat mutu yaitu 2.00% berdasarkan persyaratan dalam
SNI 19-7030-2004 yang mengindikasikan bahwa cangkang tutut ini tidak
termasuk limbah organik domestik yang membahayakan (Herawaty 2014).

Hasil Sintesis HAp dengan Metode Presipitasi Basah
Sintesis hidroksiapatit paling banyak dilakukan adalah metode presipitasi
basah. Metode ini digunakan karena jumlah produk HAp yang dihasilkan relatif
lebih banyak dan tanpa menggunakan pelarut organik (Cunniffe et al. 2010).
Selain itu partikel HAp yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian tinggi dalam
waktu sintesis yang cepat. Sintesis HAp dilakukan dengan mereaksikan larutan
Ca(OH)2 dengan larutan (NH4)2HPO4 dengan persamaan reaksi:
10Ca(OH)2 + 6(NH4)2HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH

15
Proses sintesis berlangsung menggunakan pH optimum terbentuknya HAp
yaitu 10 (Dahlan et al. 2009). Apabila pH larutan kurang dari 10 atau melebihi
10akan menyebabkan terbentuknya kalsium monofosfat dan kalsium dehidrat
yang mudah larut dalam air (Afshar et al. 2003). Suhu sintering sangat penting
dalam proses menghasilkan HAp murni karena fasa selain HAp dapat terbentuk
apabila suhu sintering terlampau tinggi maupun terlampau rendah. Jika suhu
sintering terlampau tinggi maka akan terbentuk senyawa apatit karbonat tipe A
Ca10(PO4)6CO3 dan jika suhu sintering terlampau rendah maka akan terbentuk
senyawa apatit karbonat tipe B Ca10(PO4)3CO3(OH)2 (Shojai et al. 2013). Proses
sonikasi dilakukan dengan memberikan gelombang ultrasonik yangbertujuan
untuk memperkecil ukuran HAp dan membuat partikel HAp homogen sehingga
derajat kristalinitasnya meningkat. Proses dekantasi dan sentrifugasi bertujuan
agar HAp dapat mengendap sehingga mudah untuk dipisahkan (Earl et al. 2006).

Hasil Karakterisasi Fasa HAp menggnakan XRD
Identifikasi pola difraksi sinar-x HAp hasil sintesis dengan metode
presipitasi dicirikan oleh puncak difraksi di antara sudut βθ ββ–80° (Gambar 9).
Pola XRD menunjukkan bahwa serbuk hasil sintesis merupakan murni fasa
tunggal HAp berdasarkan data JCPDS No. 09-0432 (Lampiran 3c). Hal ini
dibuktikan dari puncak ciri khas yang kuat pada βθ = γ1.λ8°, γβ.λ6°, dan γγ.08°
tanpa adanya puncak asing. Data hasil analisis XRD HAp dapat dilihat pada
Lampiran 2c.

Gambar 9 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode presipitasi

Selain pola difraksi sinar-x khas dari HAp dicirikan pula dengan munculnya
beberapa puncak difraksi intensitas sedang pada sudut 2θ β6° dan 39–53°, dua
puncak agak lemah di 28–29° dan 64°. Hasil analisis yang dilakukan Lee (2009)
menggunakan program general structure analysis system (GSAS) menunjukkan
struktur HAp adalah struktur heksagonal.

16
Hasil Analisis HAp menggunakan FTIR
Analisis spektrum FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugug fungsi
yang terdapat pada senyawa HAp yang dihasilkan. Gugus fungsi pada HAp
ditandai dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 400–4000 cm-1.
Spektrum FTIR HAp hasil sintesis metode presipitasi dapat dilihat pada Gambar
10.
.

-

OH

CO32PO43-

PO43-

Gambar 10 Spektrum FTIR hidroksiapatit hasil metode presipitasi basah
Adanya serapan pada bilangan gelombang 1033.12, 604.89 dan 565.77 cm-1
yang merupakan vibrasi gugus PO43-. Bilangan gelombang pada vibrasi gugus
PO43- yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh
Farnoush et al. (2012) yaitu muncul pada bilangan gelombang di sekitar 1090,
602, dan 570 cm-1. Sejalan dengan Destainville (2003) yang juga melaporkan
bahwa gugus PO43- muncul pada bilangan gelombang 1041.56, 601.79 dan 567.07
cm-1. Adanya gugus OH- ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan
gelombang 3431.90 cm-1. Vibrasi gugus OH- yang sama juga telah dilaporkan
oleh Farnoush et al. (2012) yaitu muncul pada serapan pada bilangan gelombang
sekitar 3572 dan 632 cm-1. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh
Dedourkova et al. (2012) bahwa gugus OH- muncul pada bilangan gelombang
3575 cm-1. Gugus OH- yang sama juga dilaporkan muncul pada bilangan
gelombang 3421.72 cm-1 (Raynaud 2002). Adanya puncak lemah yang merupakan
vibrasi dari gugus CO32- ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan
gelombang 1421.03 cm-1. Vibrasi dari gugus CO32- yang sama juga telah
dilaporkan oleh Farnoush et al. (2012) bahwa spektrum lemah mengindikasikan
adanya gugus CO32- muncul pada bilangan gelombang 1470 dan 1420 cm-1
sebagai hasil dari absorpsi atmosfer CO2 pada permukaan partikel HAp. Hal ini
sejalan dengan hasil FTIR pada gugus CO32- yang dilaporkan oleh Herawaty et al.
(2014) yaitu muncul pada bilangan gelombang 1454.33 cm-1. Meejoo et al. (2006)
juga melaporkan gugus CO32- muncul pada serapan gelombang 1454.33 cm-1.
Menurut Dedourkova et al. (2012) bahwa adanya substitusi karbonat pada gugus
hidroksil atau fosfat dapat disebabkan oleh kelarutan CO2 di lingkungan sekitar
terkait dengan pengadukan yang kuat selama proses sintesis HAp dengan metode
presipitasi kimia. Hasil spektrum terlihat bahwa gugus fosfat terdeteksi paling
dominan. Hasil ini menunjukkan tingkat kemurnian HAp yang sangat tinggi,

17
walaupun masih terdapat gugus karbonat sebagai kalsium karbonat dalam jumlah
yang sangat kecil (trace element).

Hasil Karakterisasi HAp menggunakan SEM
Analisis SEM bertujuan untuk melihat partikel HAp. Analisis ini dilakukan
dengan teknik pelapisan menggunakan emas. Foto SEM partikel HAp dapat
dilihat pada Gambar 11. Kristal HAp yang diperoleh cenderung berbentuk bulat
atau bola dan ukuran rata-rata pori yang homogen. Farnoush et al. (2012)
melaporkan hal yang sama bahwa morfologi HAp dilihat menggunakan SEM
diperoleh HAp berbentuk bola. Porositas HAp berfungsi menyediakan lingkungan
biologi yang baik pada adhesi sel, interaksi selular, proliferasi, dan migrasi
(Poinern et al. 2013). Dengan demikian, pori HAp yang terdapat diantara butiran
HAp diharapkan memiliki kemampuan sebaga