Sintesis Komposit Hidroksiapatit dengan Variasi 10-50% Kitosan
SINTESIS KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT
DENGAN VARIASI 10-50% KITOSAN
TATY DIANAWATI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
(2)
ABSTRAK
TATY DIANAWATI. Sintesis Komposit Hidroksiapatit dengan Variasi 10-50%
Kitosan. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan SULISTIOSO GIAT SUKARYO.
Pada bidang medis, komposit HAp/kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
tulang sintetik dalam implantasi tulang. Penambahan kitosan pada HAp sudah
menghasilkan komposit yang baik. Kitosan dapat mengurangi sifat getas HAp.
Karakterisasi XRD menunjukkan bahwa pola pada semua sampel telah terbentuk apatit
dengan puncak yang didominasi oleh puncak HAp. Puncak kitosan tidak terlihat pada
hasil XRD. Hal ini disebabkan kitosan telah menyebar seragam pada sampel. Pada
karakterisasi FTIR, munculnya gugus fosfat dan hidroksil menunjukkan bahwa HAp
teridentifikasi pada sampel, sedangkan kitosan ditunjukkan dengan munculnya gugus NH,
CO dan CH. Hasil pengamatan dengan Mikroskop Optik Stereo, susunan morfologi
sampel yang terlihat rapat menunjukkan bahwa HAp telah tertanam dengan baik pada
kitosan. Hasil uji
Shore A
menunjukkan penambahan kitosan pada HAp terbukti dapat
menghilangkan sifat getas HAp, namun perlu diperhatikan banyaknya penambahan
kitosan tersebut. Penambahan kitosan yang terlalu banyak akan mengurangi kekerasan
dari komposisi HAp/kitosan.
Kata kunci: hidroksiapatit, kitosan, HAp/kitosan
ABSTRACT
In medical cases, HAp/chitosan composite can be used as a synthetic implantation in
bone. Addition of chitosan on HAp seems produce good composite. Chitosan can reduce
the properties of brittle HAp. XRD characterization on all samples showed that pattern
has formed apatite dominated by the peak of HAp. The peak of chitosan on the results of
XRD was not visible. It is due to chitosan has spread all over the samples. On FTIR
characterization, the appearance of phosphate group and hydroxyl group show that HAp
was identified in samples, while chitosan was indicated by the appearance of a group of
NH, CO and CH. The results of observations with an optic stereo microscope, samples
morphology showed that HAp was well distributed in chitosan. Test results of shore A
test showed the addition of chitosan on HAp proved able to eliminate brittle properties of
HAp. A lot of chitosan in the samples will reduce the hardness of the composition of the
HAp / chitosan.
(3)
SINTESIS KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT
DENGAN VARIASI 10-50% KITOSAN
TATY DIANAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
(4)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Sintesis Komposit Hidroksiapatit dengan Variasi 10-50% Kitosan
Nama
: Taty Dianawati
NIM
: G74061178
Departemen : Fisika
Disetujui,
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Kiagus Dahlan
NIP. 196005071987031003
Sulistioso Giat Sukaryo, MT
NIP. 195708261988011001
Diketahui,
Ketua Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor
Dr. Akhiruddin Maddu M.Si
NIP. 19660907 199802 1006
(5)
(6)
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia
dan berkah yang tiada henti-hentinya kepada penulis, hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul
Sintesis Komposit Hidroksiapatit dengan
Variasi 10-50% Kitosan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains program sarjana di Departemen Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua, kakak,
adik, para sahabat, dan para dosen serta staf Departemen Fisika yang selalu memberikan
nasehat, bimbingan dan semangat kepada penulis. Kepada Bapak Kiagus Dahlan dan
Bapak Sulistioso G. Sukaryo sebagai pembimbing skripsi yang selalu memberikan
motivasi dan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa terima kasih
penulis ucapkan kepada rekan-rekan fisika 43 dan civitas akademika fisika lainnya yang
telah banyak banyak membantu penulis selama ini.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan dari aplikasi
material ini.
Bogor, Januari 2013
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26 Agustus 1988 dari
pasangan Bapak Mu’min Imanuddin dan Ibu Sopiah. Penulis
merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan di TK Nurul Islam Tangerang selama satu tahun, kemudian
melanjutkan ke SDN Kelapadua I selama enam tahun kemudian
melanjutkan ke SLTPN 6 Tangerang selama tiga tahun dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas di SMAN 5 Tangerang sampai dengan
tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana strata satu
di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar
(2008-2009, 2010-2011). Penulis juga pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan
sebagai anggota Instrumentasi dan Teknologi (INSTEK) Himpunan Mahasiswa Fisika
(HIMAFI) selama periode 2008-2009. Selama perkuliahan penulis aktif dalam Unit
Kegiatan Mahasiswa
Chess Unity of Agriculture
dan seminar-seminar baik di dalam
kampus maupun di luar kampus.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1
Latar belakang ... 1
1.2
Perumusan Masalah ... 1
1.3
Tujuan Penelitian ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 1
2.1
Kalsium Karbonat dari Cangkang Telur Ayam ... 1
2.2
Tulang ... 2
2.3
Hidroksiapatit ... 2
2.4
Kitosan ... 2
2.5
Komposit Hidroksiapatit/Kitosan ... 3
2.6
X-Ray Diffraction (XRD)... 3
2.7
Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ... 4
2.8
Mikroskop Stereo ... 4
2.9
Uji Kekerasan (Shore Test) ... 5
BAB III METODOLOGI PENEITIAN ... 5
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian ... 5
3.2
Bahan dan Alat ... 5
3.3
Metode Penelitian ... 5
3.3.1
Sintesis Hidroksiapatit ... 5
3.3.2
Pembuatan Komposit HAp/kitosan ... 5
3.3.3
Karakterisasi dengan XRD ... 6
3.3.4
Karakterisasi
dengan FTIR ... 6
3.3.5
Karakterisasi dengan Mikroskop Stereo ... 6
3.3.6
Pengukuran Kekerasan dengan
Shore A
Test... 6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6
4.1
Hasil Sintesis HAp ... 6
4.2
Komposit HAp/kitosan ... 6
4.3
Analisis Difraksi Sinar-X ... 7
4.4
Analisis hasil FTIR ... 8
4.5
Analisis morfologi dengan Mikroskop Optik Stereo ... 9
4.6
Analisis Pengukuran Kekerasan
Shore A
... 10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 11
DAFTAR PUSTAKA ... 12
(9)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kandungan unsur mineral dalam tulang ... 2
Tabel 2 Ukuran Kristal Sampel ... 8
Tabel 3 Parameter Kisi Sampel ... 8
(10)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Sistem kristal hidroksiapatit ... 2
Gambar 2 Skema struktur Kitin dan Kitosan ... 3
Gambar 3 Skema
X-Ray Diffraction
... 3
Gambar 4 Skema FTIR ... 4
Gambar 5 Mikroskop Optik Stereo ... 4
Gambar 6 Pola XRD Kitosan Murni ... 7
Gambar 7 Hasil XRD sample (a) HC1 (b) HC2 (c) HC3 ....
Error! Bookmark not
defined.
Gambar 8 Hasil XRD sample (a) HC4 (b) HC5 ... 7
Gambar 9 Hasil FTIR sampel (a) HC1 dan (b) HC4 ... 9
Gambar 10 Morfologi sampel HC1 (MO,16x) ... 10
Gambar 11 Morfologi sampel HC2 (MO,16x) ... 10
Gambar 12 Morfologi sampel HC3 (MO,16x) ... 10
Gambar 13 Morfologi sampel HC4 (MO,16x) ... 10
Gambar 14 Morfologi sampel HC5 (MO,16x) ... 10
(11)
DAFTAR
LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Diagram alir penelitian ... 15
Lampiran 2 Alat yang digunakan dalam sintesis komposit HAp/kitosan ... 16
Lampiran 3 Sampel dan Proses Pembuatan serbuk CaO ... 17
Lampiran 4 Data JCPDS ... 18
Lampiran 5 Fasa Sampel ... 20
Lampiran 6 Perhitungan ukuran kristal untuk sampel ... 22
Lampiran 7 Perhitungan Parameter Kisi Sampel ... 22
(12)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kerusakan tulang banyak terjadi di Indonesia. Penyebab utamanya antara lain kecelakaan lalu lintas, bencana alam dan osteoporosis.1 Untuk memperbaiki kerusakan
tulang tersebut diperlukan suatu material pengganti tulang. Pada bidang medis telah dilakukan perbaikan kerusakan tulang dengan
berbagai jenis biomaterial. Allograft
merupakan biomaterial yang berasal dari tulang manusia lain. Biomaterial ini memiliki kelemahan yaitu dapat terjadi infeksi jika tulang yang diimplan tidak sehat. Xenograft
merupakan penggantian tulang manusia dengan tulang hewan. Kelemahan dari biomaterial ini yaitu perbedaan komposisi mineral tulang pada kedua biomaterial.
Autograft merupakan penggantian tulang dari
bagian tulang yang lain yang dimiliki oleh individu yang sama. Hal ini akan membuat pasien lebih menderita. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi dalam pembuatan biomaterial sintetik untuk meminimalisir
keterbatasan-keterbatasan pada material
tersebut.2
Hidroksiapatit (HAp) yang memiliki rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan
komponen utama pada tulang dan gigi hewan vertebrata. HAp menjadi bahan yang sangat berpotensial dalam rekayasa jaringan karena memiliki biokompabiltas dan bioaktivitas yang
sangat baik.3 Dalam pembuatan HAp
dibutuhkan prekursor sebagai sumber kalsium.
Prekursor merupakan zat awal yang
dibutuhkan dalam pembuatan suatu senyawa. Saat ini sedang dikembangkan pembuatan HAp dari bahan alam sebagai prekursor. Bahan alam yang mulai dikembangkan yaitu tulang ikan, cangkang kerang, cangkang siput dan cangkang telur. Kalsium karbonat yang terkandung dalam cangkang telur dapat digunakan sebagai sumber kalsium dalam pembuatan HAp. Dengan banyaknya limbah cangkang telur, maka dalam hal ini cangkang telur merupakan pilihan yang paling ekonomis.4
HAp bersifat getas sehingga belum dapat memenuhi syarat sebagai material implan tulang dan gigi, maka serbuk HAp yang dibuat perlu ditambahkan bahan lain seperti polimer.3
Material yang digunakan harus bersifat tidak
beracun, osteokonduktif, biokompatibel,
biodegradabel, dan non karsinogenik.
Beberapa polimer yang dapat dimanfaatkan
adalah high density polyethylene (HDPE),
asam polylactic, polymethylmethacrylate
(PMMA), dan kitosan.5 Kitosan merupakan
produk turunan dari polimer kitin yaitu limbah pengolahan industri perikanan, khususnya
udang dan rajungan.6 Kitosan bersifat
biokompatibel, biodegradabel, oseokonduktif dan dapat mengurangi sifat getas pada HAp. Komposit dengan menggunakan bahan alam
diharapkan dapat meningkatkan
biokompatibilitas, biokompatibel dan sifat
mekanik komposit sebagai biomaterial
pengganti tulang.7
Pada bidang medis, komposit
HAp/kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tulang sintetik dalam implantasi tulang. Dalam implantasi tulang perlu diperhatikan kekuatan tulang sintetik yang dibuat. Oleh karena itu diperlukan pengujian kekerasan komposit HAp/kitosan.
1.2 Perumusan Masalah
Secara umum HAp/kitosan merupakan komposit yang digunakan dalam pembuatan tulang sintesis untuk mengganti tulang atau jaringan tulang yang rusak. Untuk implan pada makhluk hidup, perlu diperhatikan beberapa hal agar tulang sintetik dapat menyatu dengan tulang aslinya. Diantaranya adalah struktur dan kekerasan komposit HAp/kitosan itu sendiri. Dari hal itu yang ingin dipelajari adalah bagaimana struktur dan kekerasan dari
komposit HAp/kitosan dengan variasi
komposisi antara hidroksiapatit terhadap kitosan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat komposit HAp/kitosan dan karakterisasi dari material tersebut yang mencakup analisis fasa, analisis morfologi permukaan, dan uji kekerasan (hardness).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kalsium Karbonat dari Cangkang
Telur Ayam
Dalam proses sintesis HAp, cangkang telur ayam dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Sebuah cangkang telur berkualitas baik beratnya sekitar 5 gram, 40% atau rata-rata 2,2 gram merupakan kalsium dalam
bentuk kalsium karbonat (CaCO3).8 Cangkang
telur tersebut merupakan 11% dari total berat telur dan terdiri dari kalsium karbonat (94%), kalsium fosfat (1%), bahan organik (4%) dan magnesium karbonat (1%).9
(13)
2
Bahan baku untuk pembentukan kristal kalsit, yaitu ion kalsium dan karbonat, yang berasal dari plasma darah. Jumlah kalsium yang beredar dalam darah pada ayam rata-rata pada satu waktu adalah sekitar 25 miligram. Oleh karena jumlah kalsium yang yang beredar akan diserap dari darah setiap 12 menit. Selama periode utama kalsifikasi cangkang, sebagian besar kalsium dalam cangkang telur mengendap dalam kurun waktu 16 jam. Tidak ada ayam yang dapat mengkonsumsi kalsium begitu cepat untuk memenuhi kebutuhan ini. Sebagai gantinya, kalsium didapat dari tulang khusus yang terdapat pada tulang ayam. Tulang-tulang ini mengumpulkan cadangan kalsium dalam jumlah besar untuk pembentukan cangkang.10
2.2 Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat yang sangat kompleks dan unik. Struktur tulang yang kompleks memahami bagaimana proses kompleks penyembuhan tulang terjadi ketika patah tulang. Salah satu keunikan dari tulang yaitu hanya dengan memahami sifat biomekanis dan biologis dari tulang, maka dapat diketahui jenis implan/ pengganti tulang terbaik yang digunakan untuk merekonstruksi kerusakan tulang. Implan terbaik tulang secara alami adalah material yang memiliki sifat biomekanik dan biologis yang sangat mirip dengan tulang normal.11
Tulang sebagai pembentuk kerangka tubuh manusia memiliki empat fungsi utama. Fungsi mekanik sebagai penyokong tubuh dan tempat melekatnya jaringan otot untuk pergerakan. Fungsi protektif sebagai pelindung berbagai alat vital dalam tubuh dan sumsum tulang. Fungsi metabolik sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting seperti kalsium dan fosfat. Fungsi hemopetik sebagai tempat
Tabel 1 Kandungan unsur mineral dalam tulang.13
Unsur %berat
Ca P Mg Na K C Cl F Zat sisa 34 15 0,5 0,8 0,2 1,6 0,2 0,08 47,62
Total 100
berlangsungnya proses pembentukan dan perkembanagan sel darah.7
Komposisi utama jaringan tulang
bergantung pada spesies, umur, jenis kelamin, jenis tulang, dan posisi tulang. Komposisi tulang secara umum terdiri dari 55% material
anorganik, 30% organik dan 15% air.2
Material anorganik merupakan mineral tulang yang mengandung cukup kalsium (Ca) yaitu dalam bentuk kalsium fosfat karbonat, dan mineral-mineral lain. Mineral-mineral lain yang terkandung antara lain magnesium (Mg), flouride (F), klor (Cl), natrium (Na), dan kalium (K).12 Kandungan senyawa mineral
tulang manusia secara umum terdapat pada Tabel 1.
2.3 Hidroksiapatit
Hidroksiapatit (HAp) merupakan salah satu mineral utama bagi tulang dan gigi. HAp bersifat biokompatibel dan osteokonduktif. Oleh karena itu, HAp dapat digunakan dalam
implantasi tulang.14 HAp memiliki rumus
kimia Ca10(PO4)6(OH)2 yang memiliki rasio
Ca:P adalah 1,67. HAp memilki densitas 3,156
g/cm3. Struktur Kristal HAp adalah
heksagonal dalam bentuk closedpacked
-dengan parameter kisi a = 9,418 Ǻ dan c = 6,881 Ǻ.12 Struktur unit sel HAp terdiri dari
dua triangular (Gambar 1). Atom kalsium
(Ca) ditunjukan oleh warna hijau, atom fosfor oleh warna merah dan atom oksigen oleh warna biru. Setiap unit sel memiliki dua jenis atom Ca yaitu Ca1 dan Ca2. Perbedaan ini berdasarkan letak posisi Ca, dimana Ca1 yaitu yang berada di pusat triangular sedangkan
Ca2 yang berada di dinding triangular.7
2.4 Kitosan
Kitosan merupakan hasil turunan dari polimer kitin yaitu limbah pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan.6
Kitosan merupakan polisakarida yang terdiri
dari glucosamine dan N-acetyl glucosamine
yang dihubungkan dengan sebuah
Gambar 1 Sistem kristal hidroksiapatit7
Kalsium Fosfat Oksigen
(14)
3
Gambar 2 Skema struktur Kitin dan Kitosan15
ikatan β 1-4 glucosidic. Kitosan bersifat
biokompatibel, dan dapat didegradasi oleh enzim dalam tubuh manusia. Hasil degradasi kitosan tidak beracun.15 Skema kitin dan
kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.
Dalam rekayasa jaringan, sifat bioaktif kitosan perlu dimanfaatkan dengan teknik khusus seperti halnya polimer. Kitosan perlu dikombinasikan dengan material bioaktif lannya agar sifat bioaktif kitosan dapat ditingkatkan.4
2.5 Komposit Hidroksiapatit/Kitosan
Material komposit merupakan bahan yang terdiri dari dua atau lebih fasa yang berbeda (fasa matriks dan fasa terdispersi) dan memiliki sifat yang berbeda dari yang salah satu unsurnya. Fasa utama, memiliki karakter kontinyu yang disebut matriks. Matriks biasanya lebih ulet dan kurang keras. Fasa kedua yang tertanam pada matriks dalam bentuk diskontinyu. Ini fase sekunder disebut fasa terdispersi. Fasa terdispersi biasanya lebih kuat dari matriks, oleh karena itu fasa terdispersi biasanya memperkuat matriks. Ada dua sistem klasifikasi bahan komposit. Salah satunya didasarkan pada bahan matriks (logam, keramik, polimer) dan yang kedua didasarkan pada struktur materi.16
Biomaterial seperti HAp, dan kitosan dapat digunakan dalam implantasi tulang.17
Dalam implantasi tulang, HAp merupakan material inorganik utama dari tulang alami yang memiliki sifat biokompatibel dan bioaktif yang baik. Sifat getas HAp, membuat HAp sulit untuk dibentuk atau didesain. Material lain perlu ditambahkan pada HAp
untuk menghilangkan sifat getas HAp.4
Kitosan yang bersifat bioaktif merupakan
pilihan yang tepat untuk ditambahkan pada HAp. Dalam hal ini pengunaan kitosan yaitu sebagai tempat melekatnya HAp. Penambahan kitosan diharapkan dapat meningkatkan bioaktivitas, biokompatibel dan sifat mekanik
komposit HAp/kitosan.7
2.6 X-Ray Diffraction (XRD)
Setiap material memiliki pola difraksi yang khas seperti sidik jari manusia. X-Ray diffraction (XRD) dapat memberikan
informasi secara umum baik secara kuantitatif maupun kualitatif tentang komposisi fasa-fasa dalam kristal. Ada tiga informasi yang perlu diperhatikan untuk mengidentifikasi fasa-fasa dalam suatu material dengan menggunakan XRD yaitu posisi sudut difraksi maksimum, intensitas puncak dan distribusi intensitas sebagai fungsi dari sudut difraksi.4
Difraksi sinar-X atau X-Ray diffraction
(XRD) merupakan metode yang digunakan
untuk mengetahui struktur Kristal dan
perubahan fasa18 Jika sampel merupakan
campuran dari dua material berbeda, maka XRD dapat memberikan informasi mengenai proporsi mineral dari kedua material tersebut.19
Difraksi sinar-X akan menghasilkan pola yang berbeda tergantung pada konfigurasi yang di bentuk oleh atom-atom dalam kristal. Gelombang yang terdifraksi dari atom-atom yang berbeda dapat saling mengganggu. Interaksi ini dapat membuat distribusi intensitas resultannya termodulasi dengan kuat. Jika atom-atom tersusun periodik dalam kristal, maka gelombang terdifraksi akan terdiri dari interferensi maksimum tajam (peak) yang simetri, peak yang terjadi berhubungan dengan jarak antar atom. Syarat terjadinya difraksi harus memenuhi hukum Bragg
.
Metode XRD berdasarkan sifat difraksi sinar-X yaitu hamburan cahaya dengan panjang gelombang saat melewati kisi kristal dengan sudut melewati kisi kristal dengan
Gambar 3 Skema X-Ray Diffraction20
Kitin
(15)
4
jarak antar bidang kristal sebesar d. Data yang diperoleh dari karakterisasi XRD adalah sudut hamburan atau sudut Bragg () dan intensitas.
Berdasarkan teori difraksi, sudut difraksi tergantung pada lebar celah kisi sehingga mempengaruhi pola difraksi, sedangkan intensitas cahaya difraksi bergantung pada berapa banyak kisi kristal yang memiliki orientasi yang sama. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sistem kristal, parameter kisi dan fasa yang terdapat dalam
suatu sampel.18 Skema XRD dapat dlihat pada
Gambar 3.
2.7 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Fourier Transform Infrared atau biasa
disebut dengan FTIR merupakan metode dengan menggunakan spektroskopi inframerah paling disarankan. Dalam spektroskopi inframerah, radiasi inframerh dilewatkan melalui sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian dilewatkan melalui sampel (ditransmisikan). Spektrum yang dihasilkan merupakan penyerapan molekul dan transmisi yang menciptakan
gugus molekul sampel.21
Terdapat energi vibrasi yang dihasilkan yaitu vibrasi bending dan vibrasi stretching.
Vibrasi bending yaitu pergerakan atom yang
menyebabkan perubahan sudut ikatan antara dua ikatan atom atau pergerakan dari seluruh atom terhadap atom lainnya. Vibrasi stretching
merupakan pergerakan atom yang teratur sepanjang sumbu ikatan antara dua atom sehingga jarak antara dua atom dapat
bertambah atau berkurang. Gugus PO4
3-memiliki 4 modus vibrasi yaitu: Vibrasi
stretching simetri (ν1) dengan bilangan
gelombang sekitar 956 cm-1; Vibrasi bending
simetri (ν2) dengan bilangan
Gambar 4 Skema FTIR22
gelombang sekitar 430-460 cm-1; Vibrasi
stretching asimetri (ν3) dengan bilangan
gelombang sekitar 1040-1090 cm-1; Vibrasi bending asimetri (ν4) dengan bilangan
gelombang sekitar 575-610 cm-1.22
Sumber inframerah memancarkan
panjang gelombang radiasi inframerah yang
berbeda. Radiasi inframerah melewati
interferometer yang memodulasi radiasi inframerah. Interferometer melakukan sebuah Fourier invers transformasi optik pada radiasi inframerah yang masuk. Sinar inframerah termodulasi melewati sampel yang diserap pada panjang gelombang yang berbeda oleh berbagai molekul ini. Kemudian intensitas sinar IR terdeteksi oleh detektor. Sinyal dideteksi dan diubah oleh komputer untuk mendapatkan spektrum IR dari gas sampel.21
Skema FTIR dapat dilihat pada Gambar 4.
2.8 Mikroskop Stereo
Mikroskop stereo merupakan varian mikroskop optik yang dirancang untuk pengamatan perbesaran rendah. Alat ini menggunakan dua jalur optik terpisah untuk memberikan sudut pandang yang sedikit berbeda untuk mata kiri dan kanan. Hal ini akan menghasilkan visualisasi tiga dimensi dari sampel yang diamati. Pengamatan tiga dimensi sangat penting untuk menganalisis detail dari sampel yang diamati. Mikroskop
stereo yang sering digunakan untuk
mempelajari permukaan spesimen padat.23
Mikroskop stereo seperti pada Gambar 5 mempunyai perbesaran 7 hingga 30 kali. Komponen utama mikroskop stereo hampir sama dengan mikroskop cahaya. Lensa terdiri atas lensa okuler dan lensa obyektif. Mikroskop stereo memiliki ketajaman lensa
(16)
yang lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop cahaya sehingga kita dapat melihat bentuk tiga dimensi benda yang diamati. Pada bagian bawah mikroskop terdapat meja preparat. Pada daerah dekat lensa obyektif terdapat lampu yang dihubungkan dengan transformator. Pengatur fokus obyek terletak disamping tangkai mikroskop, sedangkan pengatur perbesaran terletak diatas pengatur fokus.24
2.9 Uji Kekerasan (Shore Test)
Kekerasan (Hardness) merupakan salah
satu sifat dari bahan untuk menahan perubahan
bentuk. Pengujian kekerasan tidak
memberikan data atau skala yang akurat dalam pengukuran terutama pada logam dan material buatan. Metode yang digunakan biasanya untuk mengukur kedalaman lekukan yang ditinggalkan indentor.25
Shore Scleroscope Test bertujuan
mengukur kekerasan yang berkaitan dengan elastisitas bahan. Semakin keras sampel maka semakin tinggi pantulannya. Uji shore diukur
dengan alat yang disebut Durometer
Hardness.26 Pengujian shore A bisa juga
menggunakan Hardness Tester Zwick Shore A
(Lampiran 3).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei 2011 sampai Januari 2012. Pembuatan sampel dilakukan di Laboratorium Biofisika Departmen Fisika FMIPA-IPB. Pengujian
struktur dengan karakterisasi X-Ray
Diffraction (XRD) dan pengamatan dengan
mikroskop optik stereo dilakukan di Laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional
(Batan), Serpong, Tangerang Selatan.
Pengujian struktur dengan Fourier Transform Infrared Microscopy dilakukan di
Laboratorium Analisis FTIR Departemen
Fisika, FMIPA-IPB. Pengujian sifat kekerasan
dilakukan di Laboratorium Badan Tenaga
Nuklir Nasional (Batan), Pasar Jum’at, Lebak
Bulus, Jakarta Selatan.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu cangkang telur ayam sebagai sumber kalsium, diamonium hidrogen fosfat ((NH4)2HPO4) pro analis (Merck), dan
kitosan (Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan IPB). Bahan pendukung lain yang digunakan yaitu aquades, aquabides, dan asam asetat.
Alat yang digunakan terdiri dari dua kelompok, peralatan yang digunakan untuk pembuatan sampel dan pengujian sampel. Peralatan pembuatan sampel terdiri dari
magnetic stirrer, ultrasonic processor, hot plate, neraca analitik, termometer digital,
furnace, inkubator, buret 100 mL, gelas kimia, mortar, pipette Mohr, vakum, dan kertas
saring (whatman 40). Karakterisasi
menggunakan X-Ray Diffraction (XRD),
Fourier Transform Infrared Spectroscopy
(FTIR), dan Mikroskop Optik Stereo. Uji
Mekanik mengunakan Hardness Tester Zwick
Shore A ISO/R 868.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Sintesis Hidroksiapatit
Proses ini diawali dengan kalsinasi cangkang telur untuk memperoleh senyawa kalsium. Cangkang telur dibersihkan dari membran dan kotoran makro dengan
menggunakan aquades. Selanjutnya,
dikeringkan pada suhu ruang dan dikalsinasi pada suhu 1000oC selama 5 jam dengan laju
kenaikan suhu 5oC/menit.7
Senyawa Hidroksiapatit diperoleh dengan mereaksikan prekursor kalsium (Ca) dan prekursor fosfat (PO4). Prekursor Ca diperoleh
dari hasil kalsinasi cangkang telur. Prekursor PO4 diperoleh dari senyawa (NH4)2HPO4.
Masing-masing prekursor dilarutkan dalam aquabides.7
Kedua prekursor direaksikan dengan metode presipitasi, yaitu dengan cara meneteskan 200 ml larutan 0,18 M (NH4)2HPO4 ke dalam 200 ml suspensi 0,3 M
Ca dari hasil kalsinasi cangkang telur. Presipitasi dilakukan pada suhu 37oC larutan
diaduk dengan magnetic stirrer dan hasilnya
diendapkan selama 24 jam pada suhu ruang. Presipitat disaring dengan kertas saring dengan menggunakan bantuan vakum untuk mempercepat proses penyaringan. Kemudian dikeringkan pada suhu 110oC selama 5 jam
dan disintering pada suhu 900oC selama 5 jam,
yang akan menghasilkan serbuk Hidroksiapatit (HAp).7
3.3.2 Pembuatan Komposit HAp/kitosan
Pembuatan komposit HAp/kitosan
dilakukan metode kompaksi dingin.
Hidroksiapatit dicampurkan dalam aquabides menggunakan ultrasonik processor selama 2 jam dengan amplitudo 40%. Larutan kitosan
(17)
2% (b/v) dibuat dengan melarutkan serbuk kitosan dalam asam asetat 3% (v/v) dengan menggunakan hotstirrer pada 300 rpm, 50oC
selama 1 jam. Kemudian kedua larutan
dicampurkan dengan menggunakan hotstirrer
pada 300 rpm, 50oC selama 1,5 jam.
Selanjutnya sampel dikeringkan dalam inkubator pada suhu 60oC selama 15 jam.
Dalam pembuatan HAp/kitosan,
dilakukan 6 variasi perbandingan
hidroksiapatit dan kitosan. Perbandingan komposisi hidroksiapatit (HAp) dan kitosan (C) adalah 90:10, 80:20. 70:30, 60:40 dan 50:50. Kemudian sampel dibuat dalam bentuk padatan dengan dikompaksi pada tekanan 4000 psi atau 27579 kPa*.
3.3.3 Karakterisasi dengan XRD
Untuk mengetahui fasa komposit
HAp/kitosan dilakukan karakterisasi
menggunakan difraksi sinar-X. Alat yang digunakan adalah Shimadzu XRD 610, sumber
target CuKα (λ= 1.54056 Angstrom). Sebelum
dikarakterisasi sampel ditempelkan pada
holder yang berukuran 2x2 cm2 pada
difraktometer. Pada pengamatan ini dilakukan pengukuran difraksi sinar-X pada rentang 10-70o dengan laju 0,01o per detik.
3.3.4 Karakterisasi dengan FTIR
Sampel yang sudah berbentuk pelet dipotong sedikit dan ditumbuk menjadi serbuk. Kira-kira dua milligram sampel yang suda dihaluskan dicampur dengan 100 mg KBr. Hasil pencampuran sampel dengan KBr dikompaksi menjadi pelet tipis. Pelet diuji
pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1, KBr
selalu disertakan pada setiap pengukuran untuk menghilangkan serapan latar belakang
3.3.5 Karakterisasi dengan Mikroskop Stereo
Pengamatan morfologi sampel
menggunakan mikroskop optik stereo. Sampel diletakkan diatas meja preparat, kemudian sampel diamati dengan perbesaran 16 kali. Dilakukan pengambilan gambar secara manual
dengan kamera digital setelah fokus
didapatkan dengan baik. Dilakukan beberapa kali pengulangan sampai mendapatkan gambar yang terbaik.
3.3.6 Pengukuran Kekerasan dengan
Shore A Test
Pengukuran tingkat kekerasan sampel menggunakan perangkat uji shore yaitu
Hardness Tester Zwick Shore A ISO/R 868.
Sampel diletakkan diatas meja/ alas dengan
permukaan yang rata. Alat uji kekerasan Zwick Shore A diletakkan diatas sampel, kemudian
beban seberat 1 kg yang berfungsi sebagai indentor diletakkan diatas alat uji selama 12 detik. Selanjutnya sample diukur nilai
kekerasannya. Besar nilai kekerasan
ditentukan dari skala yang ditunjuk pada jarum yang bergerak dalam alat tersebut. Nilai skala uji shore A berkisar antara 0-100.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Sintesis HAp
HAp merupakan material implan tulang yang bersifat bioaktif dan osteokonduktif sehingga dapat merangsang pertumbuhan sel tulang baru di sekitar implan tulang.7 Dalam
pembuatan HAp diperlukan kalsium dan fosfat. Dalam penelitian ini sumber kalsium diperoleh dari kalsium oksida (CaO) yang berasal dari cangkang telur ayam. CaO didapat dari hasil kalsinasi cangkang telur pada suhu 1000oC selama 5 jam.5 Adapun reaksi dari
pembentukan CaO melalui proses kalsinasi dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)
CaO dari hasil kalsinasi cangkang telur dicampurkan dengan fosfat dari (NH4)2HPO4
dalam proses presipitasi. Hasilnya diendapkan selam 24 jam dan dikeringkan pada suhu 110oC selama 5 jam dan disintering pada suhu
900oC selama 5 jam, yang akan menghasilkan
serbuk Hidroksiapatit (HAp).
Dalam penelitian ini, perbandingan konsentrasi kalsium dan fosfat adalah 1,67 dan temperatur pada saat proses presipitasi 37oC
sesuai dengan temperatur fisiologi tubuh. Bedasarkan penelitian sebelumnya, untuk mendapatkan HAp murni konsentrasi yang digunakan 0,3 M Ca dan 0,18 M P.7
4.2 Komposit HAp/kitosan
HAp bersifat britlle (mudah rusak)
sehingga HAp tidak dapat digunakan pada implan tulang. Pada aplikasinya HAp murni digunakan sebagai bone filler pada tulang
dengan kerusakan kecil.7 Pada implan tulang,
perlu ditambahkan polimer untuk
meningkatkan sifat mekanik. Dalam penelitian ini, HAp dicampurkan dengan kitosan untuk membentuk komposit. Penambahan kitosan diharapkan dapat mengurangi sifat britlle pada
HAp sehingga menghasilkan komposit yang tahan terhadap tekanan dan biodegradabel. Kitosan berperan sebagai tempat tumbuh
(18)
7
senyawa mineral yang membantu sel-sel pembentuk tulang melakukan mineralisasi.
Dalam penelitian ini dilakukan
pengamatan pada pengaruh penambahan kitosan pada HAp. Variasi perbandingan HAp dengan kitosan dilakukan untuk mendapatkan
komposisi komposit yang optimum.
Perbandingan yang digunakan yaitu 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 dan 50:50. HAp dan
Kitosan dicampurkan dengan magnetic stirrer
dan ultrasonik. Hal ini bertujuan agar terjadi pencampuran yang homogen diantara HAp dan Kitosan. Pengamatan fasa dilakukan dengn XRD dan FTIR. Untuk pengamatan struktur digunakan mikroskop optik stereo dengan perbesaran 16x, sedangkan untuk uji keras (hardness)digunakan uji shore A. Hasil
XRD menunjukkan penurunkan intensitas kristal dan pelebaran kurva difraksi. Kitosan dengan struktur amorf yang menyebabkan penurunan dan pelebaran kurva tersebut hal ini
juga membuat puncak kitosan pada 2θ=20o
tidak terlihat pada pola XRD. Pengamatan FTIR dilakukan untuk mendukung hasil pola XRD.
4.3 Analisis Difraksi Sinar-X
Analisis XRD dilakukan untuk
mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung parameter kisi kristal dan ukuran kristal sampel. Pola yang didapat dibandingkan dengan data JCPDS HAp, βTCP, AKA A, dan AKA B, sedangkan untuk acuan pola XRD kitosan (Gambar 6) menggunakan hasil penelitian Dewi dengan
puncak 2θ=20o.7 Kitosan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kitosan komersial. Pola XRD yang ditunjukkan Gambar 6 menunjukkan bahwa kitosan memiliki struktur campuran kristal dan amorf.
Gambar 6 Pola XRD kitosan murni7
Gambar 8 Hasil XRD sample (a) HC1
(b) HC2 (c) HC3
Gambar 7 Hasil XRD sample (a) HC4
(b) HC5
(a) (a)
(b)
(c)
(b)
(19)
8
Hasil dari pola XRD sampel HC1 sampai HC5 (Gambar 7-8) tidak berbeda nyata,
puncak tertinggi dari semua sampel
merupakan milik HAp. Hal ini berarti dalam semua sampel telah terbentuk apatit. Pada hasil XRD puncak tertinggi sampel HC1 pada
sudut 2θ = 31.819o (Gambar 7a), HC2 pada sudut 2θ = 31.819o (Gambar 7b), HC3 pada sudut 2θ = 31.873o (Gambar 7c) HC4 pada
sudut 2θ = 31.771o (Gambar 8a) dan HC5 pada
sudut 2θ = 31.819o (Gambar 8b). Setelah
kitosan ditambahkan pada HAp, intensitas puncaknya menjadi sangat rendah sehingga puncaknya tidak terlihat pada hasil XRD. Hal ini disebabkan struktur kitosan yang lebih amorf dibandingkan HAp. HAp telah mengisi kitosan dan kitosan telah menyebar seragam pada sampel
. Walaupun puncak kitosan tidak muncul, tapi pada hasil XRD sampel HC4 dan HC5 terlihat bahwa pola yang terbentuk semakin tidak teratur atau amorf. Hal ini disebabkan oleh penambahan kitosan yang semakin banyak.
Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan ukuran kristal. Ukuran kristal dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer pada bidang 002 (Lampiran 6). Ukuran kristal sampel berkisar 21-25 nm. Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM. Semakin besar ukuran kristal maka nilai FWHM akan semakin kecil. Berdasarkan hasil perhitungan ukuran kristal sampel hamper mendekati ukuran kristal tulang. Ukuran kristal tulang yang memiliki interval 19-23 nm.7 Ukuran kristal dihitung pada bidang 002
karena karakteristik HAp muncul pada bidang tersebut.4 Ukuran kristal pada sampel tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
Penambahan kitosan tidak mempengaruhi ukuran sampel HAp karena kitosan bersifat amorf.
Tabel 3 menunjukkan hasil
perhitungan parameter kisi sampel. Parameter kisi dihitung dengan menggunakan jarak antar bidang pada geometri kristal heksagonal. Perhitungan parameter kisi dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Hasil perhitungan parameter kisi menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk adalah HAp. Nilai parameter kisi kristal senyawa HAp yang diperoleh dibandingkan dengan data JCPDS yaitu a adalah 9,418 Å dan c adalah 6,884 Å. Nilai akurasi yang diperoleh mencapai 99%. Dengan adanya penambahan kitosan, nilai c dan a dapat berubah. Hal ini dikarenakan kitosan memilik gugus CO yang akan
menggantikan gugus CO3/ OH milik HAp.
4.4
Analisis hasil FTIR
Spektroskopi FTIR mengidentifikasi gugus fungsi yang terbentuk pada sampel. Gugus fungsi yang teridentifikasi pada HAp diantaranya adalah gugus fosfat (PO4), gugus
karbonat (CO3), dan gugus hidroksil (OH),
sedangkan gugus N-H, C-H dan C-O merupakan karakteristik dari kitosan. Hanya dua sampel yang dikarakterisasi dengan FTIR yaitu sampel HC1 dan HC4. Kedua sampel tersebut cukup untuk mewakili keseluruhan sampel. Hasil karakterisasi sampel dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 2 Ukuran Kristal Sampel
KODE SAMPEL Bidang (h k l) βθ (O) (O) cos θ (rad) D (nm)
HC1 (90:10) 0 0 2 25.956 0.325 0.974 0.006 25.084
HC2 (80:20) 0 0 2 25.872 0.325 0.975 0.006 25.079
HC3 (70:30) 0 0 2 25.918 0.325 0.974 0.006 25.082
HC4 (60:40) 0 0 2 25.733 0.326 0.974 0.006 24.995
HC5 (50:50) 0 0 2 25.863 0.379 0.974 0.007 21.506
Tabel 3 Parameter Kisi Sampel Kode
Sampel
Parameter Kisi
a (Å) Accuracy (%) c (Å) Accuracy (%)
HC1 9.433 99.84 6.879 99.93
HC2 9,357 99.35 6,827 99.18
HC3 9,446 99.71 6,896 99.83
HC4 9,360 99.39 6,854 99.57
(20)
9
Spektrum IR pada sampel tersebut menunjukkan adanya pita transmitansi fosfat
υ1, υ3, dan υ4, dan pita transmitansi hidroksil. Munculnya gugus tersebut menandakan bahwa pada sampel telah terbentuk HAp. Pita
transmitansi gugus fosfat ν3 dan ν4 berada di daerah 900–1200 cm-1 dan 550–650 cm-1. Pada
sampel HC1 memperlihatkan pola
karakteristik FTIR gugus PO4(v4) dengan
puncak pada bilangan gelombang sekitar 570 cm-1 dan 601 cm-1. Gugus PO
4(v3) muncul
pada puncak yang memiliki bilangan gelombang sekitar 1033 cm-1 dan 1056 cm-1.
Untuk pita serapan kecil, gugus PO4(v1)
muncul pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 972 cm-1. Pada Sampel
HC4 gugus PO4(v4) berada pada pada puncak
dengan panjang gelombang sekitar 570 cm-1
dan 601 cm-1. Gugus PO
4(v3) pada panjang
gelombang sekitar 1064 cm-1, sedangkan
gugus PO4(v1) muncul pada puncak dengan
panjang gelombang sekitar 979 cm-1. Gugus
hidroksil (OH) pada sampel HC1 muncul pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 1681 cm-1 dan 3571 cm-1, sedangkan pada sampel HC4 muncul pada puncak dengan
(CO3), pada sampel HC1 muncul pada puncak
dengan panjang gelombang sekitar 894 cm-1
dan 910 cm-1, sedangkan pada sampel HC4
muncul pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 887 cm-1 dan 902 cm-1.
Keberadaan kitosan pada sampel
ditunjukkan dengan munculnya gugus CO, CH dan NH. Pada sampel HC1, gugus NH dan CH muncul pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 1458 cm-1, 1566 cm-1, dan
2962 cm-1. Pada sampel CH4 gugus CO, NH
dan CH muncul pada puncak dengan panjang gelombang sekitar 1437 cm-1, 1573 cm-1, dan
2972 cm-1. Pada sampel HC1, gugus NH
overlap dengan OH di panjang gelombang
sekitar 3570, sedangkan pada sampel HC4,
gugus NH overlap dengan OH di panjang
gelombang sekitar 3600. Secara keseluruhan, gusus fungsi yang terlihat pada kedua sampel kurang lebih sama hanya berbeda pada nilai transmisinya saja.
4.5 Analisis morfologi dengan Mikroskop Optik Stereo
Pengamatan morfologi dilakukan dengan Mikroskop Optik Stereo. Hasil pengamatan ini ditampilkan pada Gambar 10 sampai 14.
Gambar 9 Hasil FTIR sampel (a) HC1 dan (b) HC4
. 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 400 900 1400 1900 2400 2900 3400 3900 Tr an sm itan si
Bilangan Gelombang (cm-1)
PO4-V3
PO4-V4 NH NH CH OH CH OH NH NH
PO4-V3 PO4-V1
PO4-V4 CO
CO
(a)
(21)
10
Gambar 10 Morfologi sampel HC1 (MO,16x)
Gambar 11 Morfologi sampel HC2 (MO,16x)
Gambar 12 Morfologi sampel HC3(MO,16x)
Gambar 13 Morfologi sampel HC4 (MO,16x)
Gambar 14 Morfologi sampel HC5 (MO,16x)
Dari Gambar 10-14 terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara sampel HC1 sampai HC5. Penambahan kitosan pada
komposit menghasilkan permukaan sampel yang semakin kasar, tidak teratur dan mudah hancur. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan komposisi kitosan pada HAp
mempengaruhi morfologi komposit
HAp/kitosan. Morfologi sampel HC1 menunjukkan permukaan yang teratur, rapat dan halus. Hal ini mengindikasikan bahwa partikel HAp dalam komposit menyebar seragam di dalam kitosan. Partikel HAp telah tumbuh dengan baik dalam kitosan. Sampel HC2 terlihat teratur namun tidak sehalus sampel HC1. Morfologi sampel HC3 sepintas terlihat tidak jauh berbeda dengan sampel HC2 tapi dari warna sampel HC3 terlihat lebih kuning dan kekuatan mekaniknya lebih rendah dari sampel HC2. Sampel HC4 dan sampel HC5 mulai menunjukkan perbedaan yang sangat terlihat. Sampel HC4 masih terlihat rapat tapi kasar, sedangkan sampel HC5 terlihat sangat tidak teratur dan sangat kasar.
4.6 Analisis Pengukuran Kekerasan
Shore A
Sampel yang sudah dikompaksi
kemudian dilakukan uji kekerasan Shore A.
Hasil uji kekerasan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil yang didapat dari uji shore A
menunjukkan bahwa tingkat kekerasan
sampel berbanding terbalik dengan
penambahan kitosan. Semakin keras
komposit HAp/kitosan maka semakin sedikit kitosan yang ditambahkan (Gambar 15). Sampel HC1 (90:10) dan HC2 (80:20) memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa HAp telah menyatu dengan baik pada kitosan.
Pada komposit HAp/kitosan, kitosan
berperan sebagai perekat HAp. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sifat getas HAp. Secara umum sampel HAp yang dibuat komposit dengan Kitosan memiliki tingkat kekerasan yang baik, namun perlu diperhatikan porsi yang kitosan yang ditambahkan. Penambahan kitosan yang terlalu banyak dapat mengurangi tingkat kekerasan komposit HAp/kitosan.
Sebuah hubungan semi-empiris antara
kekerasan shore A dan modulus Young
untuk elastomer telah diturunkan oleh Gent.27 Hubungan ini memiliki bentuk:
dengan E adalah modulus Young dalam
(22)
Tabel 4 Hasil Uji Shore A
Kode Sampel
Komposisi
(HAp:Kitosan) Shore A Shore D
Modulus Young (MPa)
HC1 90:10 92 39 26,59
HC2 80:20 92 39 26,59
HC3 70:30 91 38 23,40
HC4 60:40 89 37 18,75
HC5 50:50 86 35 14,28
Gambar 15 Grafik Uji Shore A dan Shore D
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
HAp merupakan material implan tulang yang bersifat bioaktif dan osteokonduktif sehingga dapat merangsang pertumbuhan sel tulang baru di sekitar implan tulang. Pemanfaatan cangkang telur ayam sebagai bahan HAp dan cangkang kulit udang sebagai bahan kitosan merupakan pilihan yang sangat ekonomis dan dapat mengurangi limbah cangkang telur pada lingkungan.
Pada bidang medis, komposit
HAp/kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tulang sintetik dalam implantasi tulang. Penambahan kitosan pada HAp sudah menghasilkan komposit yang baik. Kitosam dapat mengurangi sifat getas HAp.
Karakterisasi XRD menunjukkan pola XRD sampel HC1 sampai HC5 tidak berbeda nyata, puncak tertinggi dari semua sampel merupakan milik HAp. Hai ini berarti dalam semua sampel telah terbentuk apatit. Puncak kitosan yang muncul pada sampel komposit HAp/kitosan intensitasnya sangat rendah. Hal
ini disebabkan struktur kitosan yang lebih amorf dibandingkan kristal HAp. HAp telah mengisi matrik kitosan, Intensitas kitosan yang terdekteksi menjadi lebih rendah karena kitosan telah menyebar seragam pada sampel.
FTIR mengidentifikasi adanya gugus
fungsi OH, PO4, NH, CO, dan CH pada
sampel HC1 dan HC4. Munculnya guguus fosfat, dan hidroksil menunjukkan bahwa HAp teridentifikasi pada sampel, sedangkan kitosan ditunjukkan dengan munculnya gugus NH, CO, dan CH. Dengan munculnya gugus NH, CO, dan CH menunjukkan bahwa kitosan telah berikatan dengan HAp sebagai biokomposit. Dari kedua hasil FTIR, gusus fungsi yang terlihat kurang lebih sama hanya berbeda pada nilai transmisinya saja.
Hasil pengamatan dengan Mikroskop Optik Stereo pun memperlihatkan bahwa morfologi dari sampel HC1 dan HC2 belum terlihat perbedaannya. Susunan morfologi Sampel HC1 dan HC2 terlihat rapat. Hal ini menunjukkan bahwa HAp telah tertanam dengan baik pada kitosan artinya HAp/kitosan telah saling berikatan dengan baik.
0 20 40 60 80 100
HC 1 HC2 HC3 HC4 HC5
Nila i Sho re Kode Sampel Shore A Shore D
(23)
12
Hasil uji Shore A menunjukkan sampel
HC1 dan HC2 mempunyai sifat mekanik yang paling keras. Penambahan kitosan pada HAp terbukti dapat menghilangakan sifat getas HAp, namun perlu diperhatikan banyaknya penambahan kitosan tersebut. Penambahan kitosan yang terlalu banyak akan mengurangi kekerasan dari komposi HAp/kitosan.
5. 2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk membuat komposit HAp/kitosan dengan ukuran yang lebih besar dan berpori agar menyerupai tulang. Hal tersebut diharapkan dapat menjadikan komposit HAp/kitosan sebagai pengganti tulang, tidak hanya sebagai
pelapis material logam. Komposit
HAp/kitosan dibuat berpori agar penyerapan HAp pada tulang bisa lebih baik. Pengujian secara in vivo dan in vitro juga perlu dilakukan
agar dapat diketahui kemampuan adaptasi komposit jika diimplan dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawarman, et all. (2010).
Karakteristik Fisik dan Mekanik Tulang Sapi Variasi Berat Hidup Sebagai Referensi Desain Material Implan.
Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9.
2. Bhat, S,V. (2002). Biomaterials.
Pangboune England. Alpha Science International Ltd.
3. Haoran, G et all. (2010). From crabshell
to chitosan-hydroxyapatite composite material via a biomorphic mineralization synthesis method. J Mater Sci: Mater Med. 21:1781.
4. Samsiah, R. (2009). Karakterisasi
Biokomposit Apatit-Kitosan dengan XRD, FTIR, SEM dan Uji Mekanik. Skripsi. Bogor; hlm 1-7.
5. Nurlela, A. (2009). Penumbuhan Kristal
Apatit dari Cangkang Telur dan Bebek
pada Kitosan dengan Metode
Pressipitasi. Tesis. Bogor; hlm 22-25.
6. Wardaniati, R.A., Setyaningsih, S.
(2009). Pembuatan Chitosan dari Kulit
Udang dan Aplikasinya untuk
Pengawetan Bakso. [terhubung berkala]. http:// eprints.undip.ac.id/1718/. [3
febuari 2011].
7. Dewi, S.U. (2009). Pembuatan Komposit
Kalsium Fosfat-Kitosan dengan Metode Sonikasi. Tesis. Bogor; hlm 20-45.
8. Butcher, G.D., Miles, R.D. (2010).
Concepts Of Eggshell Quality. Lucky
Glider Rescue.
9. Hui P et all. (2010). Synthesis of
Hydroxyapatite Bio-Ceramic Powder by
Hydrothermal Method. Journal of
Minerals & Materials Characterization & Engineering. 9(8): 683
10. Taylor, T.G. (1970). How an Eggshell is
Made Eggshell is largely-crystalline calcium carbonate. Scientific American. 222:88-95.
11. Nather, A., Zameer, A. (2005). Bone
Grafts And Bone Substitutes - Basic Science and Clinical Applications. World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 12. Kalfas, I.H. (2000). Principles of Bone
Healing. Departement of Neurosurgery,
Section of Spinal Surgery, Cleveland Clinic Foundation: Cleveland-Ohio.
13. Aoki H. (1991). Science and Medical
Applications of Hydroxyapatite. Institute for Medical and Dental Engineering.
Tokyo Medical and Dental University 14. Daud, A.R., Abdullah, Y., Ibrahim, P.,
Hassan, P. (2001). Pencirian salutan Hidroksiapatit yang dihasilkan melalui kaedah Elektroporesis menggunakan
XRD dan SEM. Malaysian Journal of
Analytical Sciences. 7:89.
15. Kumar, M.N., Muzzarelli R.A.A.,
Muzzarelli C., Sashiwa H., Domb A.
(2004). Chitosan Chemistry and
Pharmacentical Perspective. Chem Kev.
104(12):601784.
16. Kopeliovich D. Ceramic Matrix
Composites (introduction). [terhubung berkala].
http://www.substech.com/dokuwiki/doku .php?id=ceramic_matrix_
composites_introduction. [15 Oktober 2012]
17. Augustine, R., Kalappura, U.G., Mathew,
K.T. (2008). Biocompatibility Study of Hydroxyapatite-Chitosan Composite for Medical Applications at Microwave Frequencies. J Microwave and Optical Technology Letters. 12: 2931
18. Cullity, B.D., Stock, S.R. (2001).
Element of X-Ray Diffraction. New
Jersey: Prentice Hall.
19. Crain, E.R. X-Ray Diffraction Methods-Crains Petrophysical Online Handbook.
[terhubung berkala].
http://www.spec2000.net/09-xrd.htm. [11 Maret 2012]
20. (Anonim). (2001). X-Ray Diffraction
Primer. [terhubung berkala].
http://pubs.usgs.gov/of/2001/of01-041/htmldocs/xrpd.htm [11 Maret 2012]
(24)
13
21. (Anonim). (2001). Introduction of
Fourier Transform Infrared
Spectrometry. [terhubung berkala].
http://mmrc.caltech.edu/FTIR/FTIRintro. pdf [4 Mei 2012]
22. Lestari, A. (2009). Sintesis Dan
Karakterisasi Komposit Apatit-Kitosan Dengan Metode In-Situ Dan Ex-Situ. Skripsi. Bogor; hlm 4-5.
23. Nothnagle, P.E,. Chambers, W.,
Davidson, M.W.
Introduction to Stereomicroscopy.
[terhubung berkala].
http://www.microscopyu.com/articles/ste reomicroscopy/stereointro.html [12 Maret 2012]
24. Wirjosoemarto et all. (2004). Teknik
Laboratorium. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
25. (Anonim). Thermal Spray Coatings.
[terhubung berkala].
http://www.gordonengland.co.uk/. [22
Januari 2012]
26. (Anonim). (2001). Material Hardness.
University of Maryland.
27. Gent AN. (1958). On the relation
between indentation hardness and Young's modulus. Transactions of Institution of Rubber Industry. 34:46–57.
(25)
(26)
15
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Analisis
Laporan
Selesai
Ya
Tidak
Karakterisasi dengan XRD, FTIR, Mikroskop Optik
Stereo dan uji Shore A
Stirrer 300 rpm
Homogen?
Pengeringan
Pembuatan larutan kitosan
dalam asam asetat
Serbuk
Kitosan
Stirring 300 rpm
Dispersi serbuk
dalam aquabides
(sonikasi 1 jam)
Pembuatan larutan
CaO dan (NH
2)HPO
4Ya
Alat dan Bahan
PenelitianLarutan Kitosan
Siap?
Tidak
Pembuatan CaO dari
Cangkang Telur
Presipitasi
Aging
Pemanasan
Sintering
Serbuk HAp
(27)
16
Lampiran 2 Alat yang digunakan dalam sintesis komposit HAp/kitosan
Keterangan:
(a)
Crussible
(b)
Labu takar
(c)
Burette
(d)
Mortar
(e)
Breaker glass
(f)
Neraca Analitik
(g)
Hot Plate
(h)
Ultrasonic Processor
(i)
Alat kompaksi
(j)
X-Ray Diffraction
(k)
FTIR Spectroscopy
(l)
Hardness tester Zwick Shore A
(m)
Mikroskop Optik Stereo
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
(28)
17
Lampiran 3 Sampel dan Proses Pembuatan serbuk CaO
Keterangan:
1.
Cangkang telur dibersihkan
2.
Cangkang teur dikeringakn dan ditempatkan pada
crussible
3.
Cangkang telur ditimbang
4.
Kalsinasi cangkang telur
5.
CaO hasil kalsinasi
(29)
18
Lampiran 4 Data JCPDS
(a)
Hidrosiapatit
(30)
19
(c)
AKA A
(31)
20
Lampiran 5 Fasa Sampel
Sampel HC1 (HA:Kitosan = 90:10)
Sampel HC2 (HA:Kitosan = 80:20)
Sampel HAP TCP AKA A AKA B
FASA
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
14.21 7 14.23 99.89 TCP
16.87 12 16.84 99.86 16.81 99.70 HAP
18.55 8 18.79 98.72 18.47 99.59 18.60 99.72 AKA A
21.85 8 21.82 99.86 21.87 99.89 HAP
22.45 9 22.21 98.92 TCP
22.83 10 22.90 99.66 22.69 99.41 HAP
25.97 36 25.88 99.66 25.80 99.36 25.97 99.98 25.73 99.06 AKA A
28.19 12 28.13 99.78 28.13 99.78 HAP
28.89 22 28.97 99.75 28.68 99.26 28.54 98.75 HAP
31.82 100 31.77 99.86 HAP
32.20 49 32.20 99.99 32.21 99.95 32.17 99.92 HAP
32.90 53 32.90 100.0 33.03 99.63 32.84 99.79 HAP
Sampel HC3 (HA:Kitosan = 70:30)
Sampel HAP TCP AKA A
FASA
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
14.70 8 14.23 96.69 TCP
16.92 17 16.84 99.53 16.81 99.37 HAP
17.57 11 17.00 96.67 TCP
18.82 10 18.79 99.83 18.47 98.12 18.60 98.83 TCP
21.09 10 21.39 98.59 21.53 97.97 TCP
21.80 12 21.82 99.89 21.87 99.65 HAP
22.45 8 22.21 98.92 TCP
22.88 11 22.90 99.90 22.69 99.17 HAP
23.37 9 23.38 99.96 AKA A
25.97 40 25.88 99.66 25.80 99.36 25.97 99.98 25.73 99.06 AKA A
27.49 10 27.42 99.76 TCP
28.19 12 28.13 99.78 28.13 99.78 AKA B
29.00 24 28.97 99.88 28.68 98.88 28.54 98.36 HAP
31.28 11 31.03 99.19 31.53 99.20 AKA A
31.87 100 31.77 99.69 HAP
32.31 46 32.20 99.66 32.21 99.71 32.17 99.58 AKA B
33.01 70 32.90 99.67 33.03 99.95 32.84 99.46 TCP
34.10 22 34.05 99.86 33.92 99.48 34.17 99.79 HAP
SAMPEL HAP TCP AKA A AKA B
FASA
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
14.43 6 14.23 98.59 TCP
16.92 13 16.84 99.53 16.81 99.37 HAP
20.2 6 20.21 96.98 TCP
21.90 11 21.82 99.61 21.87 99.86 TCP
22.99 9 22.90 99.62 22.69 98.69 HAP
26.02 37 25.88 99.45 25.80 99.15 25.97 99.81 25.73 98.85 AKA A
26.51 8 26.51 99.98 26.85 98.74 TCP
27.70 27.77 99.76 TCP
28.19 10 28.13 99.78 28.13 99.78 HAP
29.06 18 28.97 99.69 28.68 98.69 28.54 98.17 HAP
30.19 7 29.97 99.25 AKA A
30.68 6 30.51 99.44 AKA A
31.87 100 31.77 99.69 31.03 97.27 31.53 98.91 HAP
32.31 49 32.20 99.66 32.21 99.71 32.17 99.58 AKA A
(32)
21
Sampel HC4 (HA:Kitosan = 60:40)
Sampel HC5 (HA:Kitosan = 50:50)
Sampel HAP βTCP AKA A AKA B Fase
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
10.80 19 10.82 99.79 10.85 99.54 10.72 99.28 HAP
13.40 16 13.63 98.28 TCP
14.16 20 14.23 99.50 TCP
16.97 20 16.84 99.21 16.81 99.05 HAP
17.19 17 17.00 98.90 TCP
18.82 16 18.79 99.83 18.47 98.12 18.60 98.83 HAP
21.25 21.39 99.35 21.53 98.73 TCP
21.96 25 21.82 99.36 21.87 99.61 TCP
22.93 25 22.90 99.86 22.69 98.93 HAP
24.13 23 23.38 96.79 AKA A
25.97 48 25.88 99.66 25.80 99.36 25.97 99.98 25.73 99.06 AKA A
27.43 23 27.42 99.96 TCP
28.08 25 28.13 99.84 28.13 99.84 HAP
28.89 35 28.97 99.75 28.68 99.26 28.54 98.75 HAP
29.44 21 29.66 99.26 29.68 99.17 29.36 99.73 AKA B
30.30 21 30.51 99.32 AKA A
31.82 100 31.77 99.86 31.03 97.44 31.53 99.08 HAP
32.25 55 32.20 99.82 32.21 99.88 32.17 99.75 AKA A
32.96 70 32.90 99.83 33.03 99.79 32.84 99.63 HAP
Sampel HAP βTCP AKA A AKA B
FASA
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
10.80 19 10.82 99.79 10.85 99.54 10.72 99.28 HAP
13.83 14 13.63 98.55 TCP
16.92 20 16.84 99.53 16.81 99.37 HAP
17.41 19 17.00 97.63 TCP
18.27 14 18.79 97.28 18.47 98.94 18.60 98.26 TCP
19.57 18 19.36 98.91 AKA A
21.74 20 21.82 99.65 21.87 99.40 HAP
23.10 20 22.90 99.15 22.69 98.22 HAP
25.75 44 25.88 99.51 25.80 99.80 25.97 99.15 25.726 99.90 AKA B
26.51 16 26.51 99.98 26.85 98.74 TCP
28.14 23 28.13 99.97 28.126 99.97 AKA B
28.79 34 28.97 99.38 28.68 99.63 28.54 99.12 TCP
29.54 16 29.66 99.63 29.68 99.54 29.355 99.36 TCP
30.41 18 30.51 99.67 AKA A
31.71 100 31.77 99.80 31.03 97.79 31.53 99.42 HAP
32.09 65 32.20 99.67 32.21 99.62 32.172 99.75 AKA B
(33)
22
Lampiran 6 Perhitungan ukuran kristal untuk sampel
Perhitungan ukuran kristal dilakukan melalui persamaan Debye Scherrer
Keterangan:
D adalah ukuran kristal (nm) 0,9 adalah konstanta untuk kristal
λ adalah panjang gelombang sinar-X pada saat difraksi (nm)
β adalah Full Weight Half Modulation (FWHM) (rad) θ adalah sudut difraksi (rad)
Pada penelitian ini menggunakan Cu sebagai sumber sinar-X dengan panjang gelombang (λkαCu)
adalah 0,154056 nm. Perhitungan dilakukan pada bidang (0 0 2)
KODE SAMPEL Bidang (h k l) 2θ (O) β(O) cos θ D
HC1 (90:10) 0 0 2 25.956 0.325 0.974 25.084 HC2 (80:20) 0 0 2 25.872 0.325 0.975 25.079 HC3 (70:30) 0 0 2 25.918 0.325 0.974 25.082 HC4 (60:40) 0 0 2 25.733 0.326 0.974 24.995 HC5 (50:50) 0 0 2 25.863 0.379 0.974 21.506
Lampiran 7 Perhitungan Parameter Kisi Sampel
Perhitungan parameter kisi kristal dihitung melalui metode Cohen dengan persamaan sebagai berikut: 2 2 2 2 2 2 sin sin sin
A B C A B C A B C Dimana:
2 sin 10 10 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 D A l c B k hk h a CNilai λ yang digunakan merupakan panjang gelombang Cu pada XRD (λkαCu) yaitu 0,154056 nm
Persamaan diatas diselesaikan dengan matriks dibawah ini:
[
] [
] [
]
(1)
(c)
AKA A
(2)
Sampel HC1 (HA:Kitosan = 90:10)
Sampel HC2 (HA:Kitosan = 80:20)
Sampel HAP TCP AKA A AKA B
FASA
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
14.21 7 14.23 99.89 TCP
16.87 12 16.84 99.86 16.81 99.70 HAP
18.55 8 18.79 98.72 18.47 99.59 18.60 99.72 AKA A
21.85 8 21.82 99.86 21.87 99.89 HAP
22.45 9 22.21 98.92 TCP
22.83 10 22.90 99.66 22.69 99.41 HAP
25.97 36 25.88 99.66 25.80 99.36 25.97 99.98 25.73 99.06 AKA A
28.19 12 28.13 99.78 28.13 99.78 HAP
28.89 22 28.97 99.75 28.68 99.26 28.54 98.75 HAP
31.82 100 31.77 99.86 HAP
32.20 49 32.20 99.99 32.21 99.95 32.17 99.92 HAP 32.90 53 32.90 100.0 33.03 99.63 32.84 99.79 HAP
Sampel HC3 (HA:Kitosan = 70:30)
Sampel HAP TCP AKA A
FASA
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
14.70 8 14.23 96.69 TCP
16.92 17 16.84 99.53 16.81 99.37 HAP
17.57 11 17.00 96.67 TCP
18.82 10 18.79 99.83 18.47 98.12 18.60 98.83 TCP
21.09 10 21.39 98.59 21.53 97.97 TCP
21.80 12 21.82 99.89 21.87 99.65 HAP
22.45 8 22.21 98.92 TCP
22.88 11 22.90 99.90 22.69 99.17 HAP
23.37 9 23.38 99.96 AKA A
25.97 40 25.88 99.66 25.80 99.36 25.97 99.98 25.73 99.06 AKA A
27.49 10 27.42 99.76 TCP
28.19 12 28.13 99.78 28.13 99.78 AKA B 29.00 24 28.97 99.88 28.68 98.88 28.54 98.36 HAP
31.28 11 31.03 99.19 31.53 99.20 AKA A
31.87 100 31.77 99.69 HAP
32.31 46 32.20 99.66 32.21 99.71 32.17 99.58 AKA B 33.01 70 32.90 99.67 33.03 99.95 32.84 99.46 TCP 34.10 22 34.05 99.86 33.92 99.48 34.17 99.79 HAP
SAMPEL HAP TCP AKA A AKA B
FASA
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
14.43 6 14.23 98.59 TCP
16.92 13 16.84 99.53 16.81 99.37 HAP
20.2 6 20.21 96.98 TCP
21.90 11 21.82 99.61 21.87 99.86 TCP
22.99 9 22.90 99.62 22.69 98.69 HAP
26.02 37 25.88 99.45 25.80 99.15 25.97 99.81 25.73 98.85 AKA A
26.51 8 26.51 99.98 26.85 98.74 TCP
27.70 27.77 99.76 TCP
28.19 10 28.13 99.78 28.13 99.78 HAP
29.06 18 28.97 99.69 28.68 98.69 28.54 98.17 HAP
30.19 7 29.97 99.25 AKA A
30.68 6 30.51 99.44 AKA A
31.87 100 31.77 99.69 31.03 97.27 31.53 98.91 HAP 32.31 49 32.20 99.66 32.21 99.71 32.17 99.58 AKA A 33.01 67 32.90 99.67 33.03 99.95 32.84 99.46 TCP
(3)
Sampel HC4 (HA:Kitosan = 60:40)
Sampel HC5 (HA:Kitosan = 50:50)
Sampel HAP βTCP AKA A AKA B Fase
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
10.80 19 10.82 99.79 10.85 99.54 10.72 99.28 HAP
13.40 16 13.63 98.28 TCP
14.16 20 14.23 99.50 TCP
16.97 20 16.84 99.21 16.81 99.05 HAP
17.19 17 17.00 98.90 TCP
18.82 16 18.79 99.83 18.47 98.12 18.60 98.83 HAP
21.25 21.39 99.35 21.53 98.73 TCP
21.96 25 21.82 99.36 21.87 99.61 TCP
22.93 25 22.90 99.86 22.69 98.93 HAP
24.13 23 23.38 96.79 AKA A
25.97 48 25.88 99.66 25.80 99.36 25.97 99.98 25.73 99.06 AKA A
27.43 23 27.42 99.96 TCP
28.08 25 28.13 99.84 28.13 99.84 HAP
28.89 35 28.97 99.75 28.68 99.26 28.54 98.75 HAP 29.44 21 29.66 99.26 29.68 99.17 29.36 99.73 AKA B
30.30 21 30.51 99.32 AKA A
31.82 100 31.77 99.86 31.03 97.44 31.53 99.08 HAP 32.25 55 32.20 99.82 32.21 99.88 32.17 99.75 AKA A 32.96 70 32.90 99.83 33.03 99.79 32.84 99.63 HAP
Sampel HAP βTCP AKA A AKA B
FASA
2θ int-f 2θ %Δ2θ 2θ 2θ %Δ2θ 2θ %Δ2θ
10.80 19 10.82 99.79 10.85 99.54 10.72 99.28 HAP
13.83 14 13.63 98.55 TCP
16.92 20 16.84 99.53 16.81 99.37 HAP
17.41 19 17.00 97.63 TCP
18.27 14 18.79 97.28 18.47 98.94 18.60 98.26 TCP
19.57 18 19.36 98.91 AKA A
21.74 20 21.82 99.65 21.87 99.40 HAP
23.10 20 22.90 99.15 22.69 98.22 HAP
25.75 44 25.88 99.51 25.80 99.80 25.97 99.15 25.726 99.90 AKA B
26.51 16 26.51 99.98 26.85 98.74 TCP
28.14 23 28.13 99.97 28.126 99.97 AKA B
28.79 34 28.97 99.38 28.68 99.63 28.54 99.12 TCP 29.54 16 29.66 99.63 29.68 99.54 29.355 99.36 TCP
30.41 18 30.51 99.67 AKA A
31.71 100 31.77 99.80 31.03 97.79 31.53 99.42 HAP 32.09 65 32.20 99.67 32.21 99.62 32.172 99.75 AKA B 32.79 80 32.90 99.67 32.45 98.93 32.60 99.39 HAP
(4)
Perhitungan ukuran kristal dilakukan melalui persamaan Debye Scherrer
Keterangan:
D adalah ukuran kristal (nm)
0,9 adalah konstanta untuk kristal
λ adalah panjang gelombang sinar
-X pada saat difraksi (nm)
β adalah Full Weight Half Modulation (FWHM) (rad)
θ adalah sudut difraksi (rad)
Pada penelitian ini menggunakan Cu sebagai sumber sinar-
X dengan panjang gelombang (λ
kαCu)
adalah 0,154056 nm. Perhitungan dilakukan pada bidang (0 0 2)
KODE SAMPEL Bidang (h k l) 2θ (O) β(O) cos θ D
HC1 (90:10) 0 0 2 25.956 0.325 0.974 25.084 HC2 (80:20) 0 0 2 25.872 0.325 0.975 25.079 HC3 (70:30) 0 0 2 25.918 0.325 0.974 25.082 HC4 (60:40) 0 0 2 25.733 0.326 0.974 24.995 HC5 (50:50) 0 0 2 25.863 0.379 0.974 21.506
Lampiran 7 Perhitungan Parameter Kisi Sampel
Perhitungan parameter kisi kristal dihitung melalui metode Cohen dengan persamaan sebagai
berikut:
2 2 2 2 2 2sin
sin
sin
A
B
C
A
B
C
A
B
C
Dimana:
2
sin
10
10
4
3
2 2 2 2 2 2 2 2
D
A
l
c
B
k
hk
h
a
C
Nilai λ yang digunakan merupakan panjang gelombang Cu pada XRD (λ
kαCu) yaitu 0,154056 nm
Persamaan diatas diselesaikan dengan matriks dibawah ini:
[
] [
] [
]
(5)
Lampiran 8 Hasil perhitungan Parameter Kisi Sampel
Sampel HC1
βθ α θ δ sin2θ αsin2θ sin2θ δsin2θ α δ αδ a
(Å) Ke tepat
an c (Å)
Ke tepat
an 21.90 4.00 0.00 0.19 1.39 0.04 0.14 0.00 0.05 0.00 0.00 5.57
22.99 3.00 1.00 0.20 1.53 0.04 0.12 0.04 0.06 3.00 1.53 4.58
26.02 4.00 1.00 0.23 1.93 0.05 0.20 0.05 0.10 4.00 1.93 7.70
28.14 1.00 4.00 0.25 2.22 0.06 0.06 0.24 0.13 4.00 8.89 2.22
29.06 7.00 0.00 0.25 2.36 0.06 0.44 0.00 0.15 0.00 0.00 16.51
31.82 7.00 1.00 0.28 2.78 0.08 0.53 0.08 0.21 7.00 2.78 19.46
32.31 3.00 4.00 0.28 2.86 0.08 0.23 0.31 0.22 12.00 11.43 8.57
33.01 9.00 0.00 0.29 2.97 0.08 0.73 0.00 0.24 0.00 0.00 26.71
34.20 4.00 4.00 0.30 3.16 0.09 0.35 0.35 0.27 16.00 12.64 12.64
35.61 9.00 1.00 0.31 3.39 0.09 0.84 0.09 0.32 9.00 3.39 30.52
39.58 7.00 4.00 0.35 4.06 0.12 0.80 0.46 0.47 28.00 16.24 28.41
39.89 13.00 0.00 0.35 4.11 0.12 1.51 0.00 0.48 0.00 0.00 53.47
40.54 12.00 1.00 0.35 4.23 0.12 1.44 0.12 0.51 12.00 4.23 50.70
∑ 47.61 24.37 23.42 967.00 764.92 1536.44
Sampel HC2
βθ α θ δ sin2θ αsin2θ sin2θ δsin2θ α δ αδ a(Å) tepat Ke
an c(Å) Ke tepat
an 22.83 3.00 1.00 0.20 1.51 0.04 0.12 0.04 0.06 3.00 1.51 4.51
25.97 0.00 4.00 0.23 1.92 0.05 0.00 0.20 0.10 0.00 7.67 0.00
28.19 1.00 4.00 0.25 2.23 0.06 0.06 0.24 0.13 4.00 8.93 2.23
28.89 7.00 0.00 0.25 2.34 0.06 0.44 0.00 0.15 0.00 0.00 16.34
31.82 7.00 1.00 0.28 2.78 0.08 0.53 0.08 0.21 7.00 2.78 19.46
32.20 3.00 4.00 0.28 2.84 0.08 0.23 0.31 0.22 12.00 11.36 8.52
32.90 9.00 0.00 0.29 2.95 0.08 0.72 0.00 0.24 0.00 0.00 26.56
34.10 4.00 4.00 0.30 3.14 0.09 0.34 0.34 0.27 16.00 12.57 12.57
35.45 9.00 1.00 0.31 3.36 0.09 0.83 0.09 0.31 9.00 3.36 30.27
39.30 7.00 4.00 0.34 4.01 0.11 0.79 0.45 0.45 28.00 16.04 28.08
39.84 13.00 0.00 0.35 4.10 0.12 1.51 0.00 0.48 0.00 0.00 53.35
∑ 51.19 26.87 25.08 1122.00 837.55 1628.51
Sampel HC3
βθ α θ δ sin2θ αsin2θ sin2θ δsin2θ α δ αδ a(Å) tepat Ke
an c(Å) Ke tepat
an 18.82 3.00 0.00 0.16 1.04 0.03 0.08 0.00 0.03 0.00 0.00 3.12
21.80 4.00 0.00 0.19 1.38 0.04 0.14 0.00 0.05 0.00 0.00 5.52
22.88 3.00 1.00 0.20 1.51 0.04 0.12 0.04 0.06 3.00 1.51 4.54
25.97 0.00 4.00 0.23 1.92 0.05 0.00 0.20 0.10 0.00 7.67 0.00
28.19 1.00 4.00 0.25 2.23 0.06 0.06 0.24 0.13 4.00 8.93 2.23
29.00 7.00 0.00 0.25 2.35 0.06 0.44 0.00 0.15 0.00 0.00 16.46
31.87 7.00 1.00 0.28 2.79 0.08 0.53 0.08 0.21 7.00 2.79 19.52
32.31 3.00 4.00 0.28 2.86 0.08 0.23 0.31 0.22 12.00 11.43 8.57
33.01 9.00 0.00 0.29 2.97 0.08 0.73 0.00 0.24 0.00 0.00 26.71
34.10 4.00 4.00 0.30 3.14 0.09 0.34 0.34 0.27 16.00 12.57 12.57
35.45 9.00 1.00 0.31 3.36 0.09 0.83 0.09 0.31 9.00 3.36 30.27
39.35 7.00 4.00 0.34 4.02 0.11 0.79 0.45 0.46 28.00 16.08 28.14
39.89 13.00 0.00 0.35 4.11 0.12 1.51 0.00 0.48 0.00 0.00 53.47
∑ 67.07 29.14 30.28 1129.00 905.86 2112.48
(6)
βθ α θ δ sin2θ αsin2θ sin2θ δsin2θ α δ αδ a(Å) tepat Ke an
c(Å) Ke tepat
an 21.742 4 0 0.190 1.372 0.036 0.142 0.000 0.049 0 0.000 5.489
23.096 3 1 0.202 1.539 0.040 0.120 0.040 0.062 3 1.539 4.616
25.426 4 1 0.222 1.843 0.048 0.194 0.048 0.089 4 1.843 7.373
25.751 0 4 0.225 1.888 0.050 0.000 0.199 0.094 0 7.550 0.000
28.135 1 4 0.246 2.224 0.059 0.059 0.236 0.131 4 8.894 2.224
28.785 7 0 0.251 2.319 0.062 0.432 0.000 0.143 0 0.000 16.231
31.711 7 1 0.277 2.763 0.075 0.523 0.075 0.206 7 2.763 19.340
32.090 3 4 0.280 2.822 0.076 0.229 0.306 0.216 12 11.289 8.467
32.794 9 0 0.286 2.934 0.080 0.717 0.000 0.234 0 0.000 26.402
33.986 4 4 0.297 3.125 0.085 0.342 0.342 0.267 16 12.499 12.499
35.341 9 1 0.308 3.346 0.092 0.829 0.092 0.308 9 3.346 30.114
39.784 13 0 0.347 4.095 0.116 1.505 0.000 0.474 0 0.000 53.231
∑ 46.067 25.045 22.917 826 788.960 1467.543
Sampel HC5
βθ α θ δ sin2θ αsin2θ sin2θ δsin2θ α δ αδ a(Å) tepat Ke
an c(Å)
Ke tepat
an 18.816 3 0 0.164 1.040 0.027 0.080 0.000 0.028 0 0.000 3.121
21.958 4 0 0.192 1.398 0.036 0.145 0.000 0.051 0 0.000 5.593
22.934 3 1 0.200 1.518 0.040 0.119 0.040 0.060 3 1.518 4.555
25.426 4 1 0.222 1.843 0.048 0.194 0.048 0.089 4 1.843 7.373
25.914 0 4 0.226 1.910 0.050 0.000 0.201 0.096 0 7.640 0.000
28.081 1 4 0.245 2.216 0.059 0.059 0.235 0.130 4 8.863 2.216
28.839 7 0 0.252 2.327 0.062 0.434 0.000 0.144 0 0.000 16.286
31.819 7 1 0.278 2.780 0.075 0.526 0.075 0.209 7 2.780 19.459
32.253 3 4 0.281 2.848 0.077 0.231 0.309 0.220 12 11.392 8.544
32.957 9 0 0.288 2.959 0.080 0.724 0.000 0.238 0 0.000 26.635
34.095 4 4 0.298 3.142 0.086 0.344 0.344 0.270 16 12.569 12.569
35.449 9 1 0.309 3.364 0.093 0.834 0.093 0.312 9 3.364 30.274
39.242 7 4 0.342 4.002 0.113 0.789 0.451 0.451 28 16.007 28.013
39.838 13 0 0.348 4.104 0.116 1.509 0.000 0.476 0 0.000 53.351