Rancang Bangun Inkubator Menggunakan Lampu Bohlam sebagai Sumber Panas

RANCANG BANGUN INKUBATOR MENGGUNAKAN
LAMPU BOHLAM SEBAGAI SUMBER PANAS

ESHA ARDHIE

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Rancang Bangun
Inkubator Menggunakan Lampu Bohlam sebagai Sumber Panas adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Esha Ardhie
NIM G74090050

ABSTRAK
ESHA ARDHIE. Rancang Bangun Inkubator Menggunakan Lampu Bohlam
sebagai Sumber Panas. Dibimbing oleh M. NUR INDRO dan ARDIAN ARIEF.
Suhu dan kelembaban relatif merupakan aspek penting pada inkubator untuk
menetaskan telur ayam. Suhu optimal penetasan berada dalam rentang 37-38 ˚C
sedangkan kelembaban relatif dalam rentang 55-70 %. Untuk mendapatkan
optimasi keduanya, dilakukan pengujian jarak antara sumber panas dan
permukaan telur yang ditetaskan serta menguji pengaruh ketersediaan air di dalam
inkubator. Jarak yang diuji adalah 5 cm dan 10 cm. Sumber panas yang dipakai
adalah lampu bohlam 5 watt sebanyak 9 buah. Pengontrol suhu berupa termostat
digital digunakan untuk menstabilkan suhu dalam inkubator. Pada jarak uji 10 cm
dengan kondisi nampan terisi oleh air dihasilkan rentang suhu dan kelembaban
relatif yang sesuai dengan target. Dengan menggunakan perlakuan tersebut,
sebanyak 49 butir telur ayam dimasukkan ke dalam inkubator selama 21 hari.
Suhu pada masa penetasan didapatkan rata-rata sebesar 37.5 ˚C dengan

kelembaban relatif rata-rata sebesar 61.4 %. Pemutaran telur dilakukan secara
manual sebanyak 3 kali sehari dimulai dari hari ke-4 hingga hari ke-18 periode
penetasan. Dari 49 butir telur yang ditetaskan, sebanyak 6 butir telur tidak
menetas sehingga dihasilkan daya tetas sebesar 87.8 %.
Kata kunci: daya tetas, inkubator, kelembaban relatif, penetasan telur, suhu

ABSTRACT
ESHA ARDHIE. Design and Build of Incubator Using Light Bulb as a Heat
Source. Supervised by M. NUR INDRO and ARDIAN ARIEF.
Temperature and relative humidity is an important aspect in the incubator to
incubate chicken eggs. Optimal hatching temperature is in the range 37-38 ˚C
while the relative humidity in the range 55-70 %. To get both optimization, testing
the distance between the heat source and the surface of the egg is hatched, and
examine the effect of the availability of water in the incubator. Tested distance is
5 cm and 10 cm. The heat source used is a 5 watt light bulb as much as 9 pieces.
A digital thermostat temperature controller is used to stabilize the temperature in
the incubator. At a distance of 10 cm with the test conditions produced a tray
filled with water temperature and relative humidity ranges that correspond to the
target. By using such treatment, as many as 49 chicken eggs put in the incubator
for 21 days. The temperature at the time of hatching obtained an average of 37.5

˚C with a relative humidity of an average of 61.4 %. Screening is done manually
eggs 3 times a day starting from day 4 to day 18 of hatching period. Of the 49
eggs that hatched, as many as 6 eggs did not hatch so generated hatchability of
87.8 %.
Keywords: hatchability, hatching eggs, incubator, relative humidity, temperature

RANCANG BANGUN INKUBATOR MENGGUNAKAN
LAMPU BOHLAM SEBAGAI SUMBER PANAS

ESHA ARDHIE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Rancang Bangun Inkubator Menggunakan Lampu Bohlam sebagai
Sumber Panas
Nama
: Esha Ardhie
NIM
: G74090050

Disetujui oleh

Drs M. Nur Indro, MSc
Pembimbing I

Ardian Arief, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Rancang Bangun Inkllh or セQ
Sumber Panas
Nama
: Esha Ardhie
NIM
: G74090050

・ョァオ。ォ@

Lampu Bohlam sebagai

Disetujui oleh

Ardian Arief, MSi
Pembimbing II


Drs M. Nur Indro, MSc
Pembimbing I

dゥセ・エ

セ ィオゥ@

oleh
r--

,
ᄋ@ dイaォィゥ



ョ@ セ。、オL@

Ketua Departemen


MSi

PRAKATA
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, penulis memuji-Nya,
memohon pertolongan kepada-Nya. Penulis berlindung kepada Allah dari
kejahatan dirinya dan dari keburukan amalan-amalannya. Siapa saja yang Allah
beri petunjuk maka tak ada seorang pun yang dapat menyesatkannya dan siapa
saja yang Allah sesatkan maka tidak ada seorang pun yang mampu memberinya
petunjuk kecuali Allah. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, juga kepada keluarga beliau, kepada
seluruh sahabatnya, dan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau
dengan baik dan dengan benar hingga hari akhir kelak. Dengan mengucapkan
Alhamdulillah, penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir ini, semoga dapat
bermanfaat dan menjadi catatan amal bagi penulis. Amin.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Suaeb sebagai ayahanda dan Ibu Rohaeni sebagai
ibunda tercinta yang telah memberikan semuanya, mengorbankan segalanya,
mempertaruhkan apa saja yang mereka miliki untuk membesarkan, mendidik, dan
menyekolahkan penulis. Tak akan cukup mendeskripsikan rasa cinta yang mereka
berikan, keringat yang menemani perjuangannya, dan air mata yang menjadi

penyejuk hatinya, semoga Allah mengampuni dosa-dosa mereka dan memberikan
sebaik-baiknya balasan yaitu surga yang tidak ada kesedihan di dalamnya. Amin.
Terima kasih juga kepada Esha Arvhan (rahimahullah), Esha Lhara Shatie,
Esha Argha Dhanie sebagai kakak dari penulis dan Esha Badra Bayu Gharba
Wiesesa, Esha Barqie Rabbani Anand, Esha Mourkhan Amourva Bhumie, Esha
Uranha Jhatie sebagai adik dari penulis. Terima kasih atas segala kenangan yang
mampu membangkitkan semangat penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Dengan rasa hormat, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada Bapak M. Nur Indro dan Bapak Ardian Arief selaku dosen pembimbing
skripsi serta Bapak Djamil selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak
ilmu kepada penulis. Bapak Mahfudin Zuhri selaku pembimbing akademik,
Bapak Irmansyah sebagai kepala bidang Fisika Terapan IPB dan Bapak
Akhiruddin Maddu selaku Ketua Departemen Fisika IPB serta semua dosen
Departemen Fisika IPB yang telah mendidik dan memberikan pengajaran kepada
penulis baik dalam bidang akademik maupun dalam pembentukkan karakter diri
penulis, Bapak Firman dan semua Staf Departemen Fisika IPB yang telah
membantu sehingga memudahkan penulis dalam meyelesaikan program sarjana di
Fisika IPB.
Terima kasih kepada Andri Hanryansyah, Ali Mahdi Bukhori, Caesar
Riyadi, Iman Noor, Kemal Prabowo, Niken Tri Handoyo, dan Robi Sobirin

sebagai partner yang selalu memberikan dukungan, semangat dan motivasi, serta
banyak hal yang mereka berikan kepada penulis. Selanjutnya, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun pengembagan diri bagi penulis
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tugas
akhir ini.
Bogor, Februari 2014
Esha Ardhie

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2


Hipotesis Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Penetasan Telur Ayam

2

Daya Tetas

2

Kalor dan Suhu

3

Perpindahan Kalor

3

Kelembaban Relatif

3

METODE

4

Waktu dan Tempat Penelitian

4

Alat dan Bahan

4

Tahapan Penelitian

4

Perancangan Inkubator

4

Pengaturan dan Pengujian Termostat

6

Pengujian Suhu dan Kelembaban Relatif

6

Pengukuran Suhu dan Kelembaban Relatif Selama Penetasan

6

Menghitung Daya Tetas

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Hasil Pembuatan Inkubator

7

Hasil Pengujian Termostat

9

Hasil Pengujian Suhu

11

Hasil Pengujian Kelembaban Relatif

16

Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Relatif Selama Penetasan

18

Daya Tetas Inkubator

21

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Perlakuan dalam pengujian
Rata-rata suhu tiap termometer pada P1
Rata-rata suhu tiap termometer pada P2
Rata-rata suhu tiap termometer pada P3
Rata-rata suhu tiap termometer pada P4

6
11
12
12
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Desain inkubator tampak luar
Desain inkubator tampak dalam
Peletakan termometer, termostat, dan higrometer pada rak telur
Bagian luar dan dalam inkubator
Rak telur inkubator
Termometer higrometer digital
Termometer digital
Termostat digital
Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P1
Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P2
Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P3
Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P4
Suhu tiap termometer pada P1
Suhu tiap termometer pada P2
Suhu tiap termometer pada P3

4
5
5
7
7
8
8
8
10
10
10
11
13
13
14

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Suhu tiap termometer pada P4
Distribusi panas pada P1
Distribusi panas pada P2
Distribusi panas pada P3
Distribusi panas pada P4
Kelembaban relatif pada P1 dan P2
Kelembaban relatif pada P3 dan P4
Suhu rata-rata tiap termometer selama periode penetasan
Kelembaban relatif selama periode penetasan
Distribusi panas hari ke-4 (kiri) dan ke-7 (kanan)
Distribusi panas hari ke-15 (kiri) dan ke-18 (kanan)
Distribusi panas dari rata-rata tiap rermometer selama periode
penetasan

14
15
15
16
16
17
17
19
19
20
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Data sheet termostat digital
Data sheet termometer digital
Data sheet higrometer digital
Data pengukuran suhu dan kelembaban relatif perlakuan P1
Data pengukuran suhu dan kelembaban relatif perlakuan P2
Data pengukuran suhu dan kelembaban relatif perlakuan P3
Data pengukuran suhu dan kelembaban relatif perlakuan P4
Data pengukuran suhu dan kelembaban relatif selama periode penetasan

23
23
24
24
25
26
27
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam menetaskan telur unggas dikenal dengan dua metode, yaitu metode
secara alamiah dan secara rekayasa. Metode alamiah adalah induk mengerami
telurnya sampai menetas menjadi bibit unggas baru. Sedangkan dengan cara
rekayasa, yaitu upaya mengadopsi pengeraman unggas melalui alat yang dibuat
sedemikan rupa menyerupai fungsi induk.¹ Alat tersebut umumnya dikenal dengan
nama inkubator.
Penetasan telur ayam merupakan tahapan penting dalam proses regenerasi
demi terciptanya pemenuhan konsumsi masyarakat akan kebutuhannya terhadap
daging maupun telur ayam. Penetasan telur dapat dilakukan secara alami dengan
menggunakan induk ayam, namun kemampuan induk untuk mengerami telurnya
sangatlah terbatas yaitu maksimal 10 butir telur tiap induk ayam.² Salah satu
upaya untuk menangani masalah tersebut adalah dibuatnya inkubator yang mampu
mengerami telur ayam lebih banyak dalam waktu yang bersamaan. Pada
prinsipnya, penetasan menggunakan inkubator adalah sama dengan penetasan
menggunakan induk ayam yaitu mengatur dan menjaga suhu agar embrio telur
dapat berkembang dan menetas menjadi anak ayam. Rentang suhu terbaik untuk
pertumbuhan embrio adalah berkisar antara 37 ˚C sampai 38 ˚C dengan suhu
optimal pada suhu 37.8 ˚C.³
Selain suhu, faktor yang menentukan penetasan adalah kelembaban relatif
yang berkisar antara 55-70 %.¹ Untuk menghasilkan suhu yang sesuai dan merata
serta kelembaban relatif yang cukup agar telur ayam dapat menetas, maka perlu
adanya desain yang mendukung dari inkubator tersebut. Inkubator telur secara
manual maupun otomatis pada saat ini sangat berguna bagi peternak ayam atau
pun pengusaha sambilan dalam membantu proses penetasan, sehingga secara
teknis diperlukan rekayasa yang optimal dan berkelanjutan. Dalam penelitian ini
akan dibuat suatu rancang bangun dan pengujian inkubator dengan menggunakan
lampu bohlam sebagai sumber panas dan termostat sebagai pengontrol suhu.

Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah berapa suhu dan kelembaban
relatif yang dibutuhkan untuk penetasan telur ayam?. Bagaimana pengontrolan
agar suhu dan kelembaban relatif dalam inkubator dapat merata dan stabil?.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membuat inkubator untuk penetasan telur ayam
dengan mempertahankan suhu di sekitar telur dengan rentang 37 ˚C sampai 38 ˚C
dan kelembaban relatif dengan rentang 55 % sampai 70 % serta menentukan daya
tetas yang dihasilkan.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam bidang penetasan
telur khususnya bagi masyarakat yang ingin berwirausaha dalam skala kecil atau
menengah.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah dihasilkannya daya tetas yang cukup
tinggi karena suhu dalam inkubator dapat dikontrol oleh termostat dan
pemasangan lampu yang simetri dapat membantu pemerataan panas kepada telur
tetas. Selain itu, kelembaban relatif diduga dapat tercapai jika nampan terisi oleh
air. Kegagalan penetasan mungkin saja terjadi dengan sebab kualitas telur yang
kurang baik.

TINJAUAN PUSTAKA
Penetasan Telur Ayam
Periode penetasan untuk telur ayam adalah selama 21 hari.Ϻ Tata laksana
penetasan telur ayam dikenal dengan dua cara, yaitu cara alamiah dengan induk
ayam dan cara rekayasa dengan inkubator. Inkubator merupakan sebuah peti atau
lemari yang dapat membantu untuk menetaskan telur dengan konstruksi yang
dibuat sedemikian rupa sehingga panas di dalam tidak terbuang.ϻ Tujuan
penetasan dengan inkubator adalah untuk menetaskan telur dengan jumlah banyak
dalam waktu yang sama. Faktor yang mempengaruhi kesuksesan proses penetasan
pada inkubator adalah suhu, kelembaban relatif, sirkulasi udara, dan pemutaran
telur.ϼ

Daya Tetas
Daya tetas merupakan salah satu indikator keberhasilan penetasan. Daya
tetas dapat dihitung dengan persentase perbandingan jumlah telur yang menetas
dari jumlah telur fertil di dalam inkubator.⁷ Daya tetas juga dapat dihitung dengan
perbandingan jumlah telur menetas terhadap jumlah telur yang ditetaskan. Cara
pertama biasanya digunakan oleh usaha penetasan secara komersil sedangkan cara
kedua digunakan untuk mengetahui viabilitas dalam telur tetas yang fertil dalam
penelitian.

3
Kalor dan Suhu
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang mengalir karena adanya
perbedaan suhu dan atau karena adanya usaha atau kerja yang dilakukan pada
sistem. Suhu didefinisikan sebagai derajat panas dinginnya suatu benda. Suhu di
dalam inkubator harus dipertahankan yaitu antara 37 ˚C sampai 38 ˚C.² Suhu yang
berfluktuasi akan menyebabkan kegagalan proses penetasan, sedangkan jika suhu
terlalu tinggi atau rendah akan berpengaruh terhadap lamanya waktu tetas.ϼ Suhu
di dalam ruang mesin tetas akan diukur menggunakan termometer digital dan
dikontrol menggunakan termostat digital.

Perpindahan Kalor
Kalor ditransfer dari suatu tempat atau benda ke yang lainnya lewat tiga
proses: dengan konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada konduksi, kalor ditransfer
lewat interaksi antara atom-atom atau molekul, walaupun atom-atom dan
molekulnya tidak berpindah. Pada konveksi, kalor dipindahkan langsung lewat
perpindahan massa. Pada radiasi, energi pancarkan dan diserap oleh benda-benda
dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Radiasi ini bergerak lewat ruang dengan
kelajuan cahaya.Ͼ

Kelembaban Relatif
Udara yang mengandung uap air dinamakan dengan udara lembab atau
udara basah.ϻ Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara
yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif)
maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban relatif adalah perbandingan antara
tekanan parsial dengan tekanan uap. Jika lebih banyak uap air ditambahkan pada
udara dengan volume tertentu pada suatu temperatur, maka tekanan parsial uap air
bertambah. Bila tekanan parsial ini sama dengan tekanan uap untuk temperatur itu,
maka udara dikatakan jenuh. Kelembaban relatif dapat ditambah, baik dengan
menambah jumlah uap air di udara pada temperatur tertentu atau pun dengan
menurunkan temperatur yang menurunkan tekanan uap.Ͼ

Kelembaban relatif optimal di dalam inkubator saat proses penetasan
telur ayam adalah 60 %,⁷ dengan rentang antara 55 % sampai 70 %.¹ Kelembaban
relatif tersebut akan diukur menggunakan higrometer digital.

4

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai bulan Oktober
2013. Tempat penelitian dilakukan di Departemen Fisika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah kotak inkubator, termostat digital,
termometer digital, higrometer digital, 9 buah lampu bohlam 5 watt, kabel, tang,
obeng, software Google SketchUp 8, Software Surfer 9, wadah air, air, dan telur
ayam arab.

Tahapan Penelitian
Perancangan Inkubator
Inkubator berbentuk kotak yang di dalamnya dipasang lampu bohlam
dengan daya 5 watt sebagai sumber pemanas dan termostat sebagai pengontrol
suhu agar menghasilkan panas yang sesuai untuk penetasan telur. Ukuran
inkubator tersebut adalah 60 cm x 60 cm x 45 cm agar memuat telur tetas sekitar
50 butir. Bahan kotak inkubator terbuat dari plywood berfungsi sebagai bahan
isolasi termal untuk mencegah hilangnya panas yang diakibatkan karena
perpindahan panas dari dalam inkubator ke lingkungan sehingga suhu di dalam
ruangan akan terjaga. Ventilasi sebesar 10 cm x 5 cm terdapat di bagian atas untuk
sirkulasi udara. Keberadaan ventilasi dalam inkubator sangatlah penting sebagai
mediator agar terjadi pergantian udara. Ventilasi berguna untuk mensuplai
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida yang muncul akibat metabolisme telur
selama pengeraman berlangsung.
Rak telur diletakan di bagian tengah inkubator, di bagian bawah rak telur
disediakan ruang untuk ditempatkannya wadah yang dapat diisi air atau
dikosongkan untuk melihat pengaruhnya terhadap kelembaban relatif.

Gambar 1 Desain inkubator tampak luar

5
Sebanyak sembilan buah lampu bohlam dipasang pada bagian dalam atas
kotak inkubator agar suhu dapat merata pada telur yang ditetaskan. Lampu
bohlam memiliki efisiensi yang rendah dalam menghasilkan cahaya tampak,
sebagian besar energinya diubah menjadi gelombang inframerah sehingga
menghasilkan panas yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan dalam penetasan
telur ayam ini. Energi yang diubah menjadi cahaya tampak pada lampu bohlam
hanyalah 10 % dan sebanyak 70 % menjadi radiasi inframerah.Ͽ Rangkaian lampu
dipasang secara pararel agar semua lampu memiliki terang yang sama, lalu
dihubungkan pada termostat.

Gambar 2 Desain inkubator tampak dalam
Termometer ditempatkan pada delapan titik sebagai representatif dari suhu
di sekitar telur, sedangkan higrometer ditempatkan di satu titik.

Gambar 3 Peletakkan termometer, higrometer, dan termostat pada rak telur

6
Pengaturan dan Pengujian Termostat
Suhu pada termostat dikalibrasi dengan suhu termometer. Termostat diatur
dalam rentang suhu 37-38 ˚C. Setelah lampu dinyalakan maka lampu akan terus
menyala hingga suhu yang terukur menuju suhu target, setelah melewati suhu 38
˚C maka relay akan off dan akan mematikan lampu. Ketika lampu mati maka suhu
akan turun dan akan menyala kembali atau relay akan on jika suhu yang terukur
kurang dari 37 ˚C. Pengujian termostat dilakukan bersamaan dengan pengujian
suhu dan kelembaban relatif.
Pengujian Suhu dan Kelembaban Relatif
Suhu dan kelembaban diuji dengan jarak 5 cm dan 10 cm. Jarak yang
dimaksud adalah jarak antara permukaan telur dengan permukaan lampu bohlam.
Pengujian juga dilakukan pada nampan sebelum diisi air dan sesudah diisi oleh air.
Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pada jarak berapa suhu dan kelembaban
optimal untuk penetasan telur. Setelah semua alat terpasang, pencatatan suhu dan
kelembaban dilakukan dengan keadaan alat penetas telur yang kosong atau tidak
diisi dengan telur. Perlakuan dalam pengujian ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perlakuan dalam pengujian
Nama Perlakuan

Jarak Permukaan
Telur terhadap
Lampu

Nampan Air

P1

5 cm

Tidak Terisi

P2

10 cm

Tidak Terisi

P3

5 cm

Terisi

P4

10 cm

Terisi

Pengujian
Suhu dan
Kelembaban
Suhu dan
Kelembaban
Suhu dan
Kelembaban
Suhu dan
Kelembaban

Pengukuran Suhu dan Kelembaban Relatif Selama Penetasan
Setelah jarak optimal sudah ditentukan, maka proses penetasan telur
diberlangsungkan yaitu dengan memasukan telur ayam ke dalam inkubator. Suhu
dan kelembaban dicatat pada empat waktu dalam satu hari yaitu pagi, siang, sore,
dan malam sehingga kestabilannya dapat terpantau hingga penetasan.
Menghitung Daya Tetas
Telur yang embrionya tidak berkembang dikatakan telur yang tidak fertil.
Telur yang fertil atau tidak fertil dapat diketahui pada waktu penetasan atau
setelah proses penetasan yaitu dengan peneropongan. Telur yang tidak menetas
belum tentu dikarenakan tidak fertil, ada kemungkinan embrio telur tersebut hidup
namun mengalami kematian sebelum sampai menetas. Daya tetas yang dihitung
adalah perbandingan antara jumlah telur yang ditetaskan dengan jumlah telur yang
menetas tanpa melihat fertilitasnya.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pembuatan Inkubator
Inkubator dibuat sesuai dengan ukuran desain yang dirancang, tampak luar
dari inkubator yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4, di bagian depannya
dipasang kaca agar dapat memantau kondisi di dalam ketika proses penetasan
berlangsung. Ventilasi di bagian atas dibuat fleksibel agar dapat dengan mudah
dibuka atau ditutup sehingga dapat mengontrol sirkulasi udara, jika kondisi
lingkungan terlalu dingin ventilasi dapat ditutup atau jika kondisi di dalam terlalu
panas dengan suhu yang melebihi rentang target maka ventilasi dapat dibuka.
Ruang kosong di bawah rak telur digunakan untuk menempatkan wadah yang
dapat diisi oleh air.

Gambar 4 Bagian luar dan dalam inkubator
Rak telur dapat dilihat pada Gambar 5, di bagian bawahnya dipasang kawat
ram dengan lubang yang agak besar agar telur yang diletakkan tidak mudah
bergeser, selain itu juga dipasang sekat untuk mengatur posisi telur yang akan
ditetaskan. Sensor suhu diletakkan di delapan titik, empat di tengah dan empat
lainnya masing-masing berada di tiap sudut. Di antara kedelapan tersebut, terdapat
satu buah sensor berfungsi ganda yang dapat mengukur suhu dan dapat juga
mengukur kelembaban relatif, dapat dilihat pada Gambar 6. Termometer digital
dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan termostat digital pada Gambar 8.

Gambar 5 Rak telur inkubator

8

Gambar 6 Termometer higrometer digital

Gambar 7 Termometer digital

Gambar 8 Termostat digital

9
Hasil Pengujian Termostat
Termostat menjaga suhu terukur antara 37-38 ˚C yang akan mematikan
lampu ketika suhu melebihi 38 ˚C yaitu pada suhu 38.1 ˚C dan akan
menghidupkan lampu kembali ketika suhu kurang dari 37 ˚C yaitu pada suhu 36.9
˚C. Pengujian termostat dilakukan bersamaan dengan pengujian suhu dan
kelembaban relatif. Termostat merupakan pengontrol suhu yang ditunjukkan oleh
termometer H pada Gambar 13 sampai Gambar 16. Dari keempat gambar tersebut
dapat terlihat bahwa pada perlakuan P1 dan P2, suhu termometer tidak seiring
dengan laju suhu termostatnya sehingga suhu pada termostat cenderung lebih
besar daripada suhu termometer lainnya. Hal tersebut berbeda dengan perlakuan
P3 dan P4, laju suhu termostatnya cenderung lebih diikuti oleh termometer
lainnya.
Suhu yang lebih tinggi pada perlakuan P2 daripada perlakuan P1 dan
perlakuan P4 daripada perlakuan P3 dapat diamati lebih spesifik dengan
membandingkan suhu termometer dengan kontrolnya atau suhu pada termostat.
Gambar 9 sampai Gambar 12 menunjukkan perbandingan suhu pada termometer
A dengan suhu termostat dimulai dari waktu 0 jam. Percobaan dimulai pada suhu
awal sekitar 32 ˚C dan mulai mencapai suhu target, yaitu 37 ˚C dalam waktu
sekitar 10 menit.
Pada saat 5 menit dengan perlakan P1, termostat sudah mencapai suhu 37.5
˚C namun termometer A baru mencapai suhu 35.2 ˚C. Pada perlakuan P2, ketika
termostat bersuhu 37 ˚C, termometer A bersuhu 35.6 ˚C. Dengan perlakuan P3,
termostat sudah mencapai suhu 37.8 ˚C namun termometer A baru mencapai suhu
36.5 ˚C. Pada perlakuan P4, termostat bersuhu 37˚ C dengan suhu termometer A
sebesar 36.6 ˚C.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan P1, suhu termostat lebih
cepat panas daripada perlakuan P2 dan suhu termostat juga lebih cepat panas pada
perlakuan P3 daripada perlakuan P4 karena jaraknya yang lebih dekat dengan
sumber panas, namun kenaikan suhu termostat pada perlakuan P1 atau P3 tidak
diikuti oleh termometer A sehingga ketika lampu sudah padam, suhu pada
termometer A masih rendah. Berbeda pada perlakuan P2 atau P4, suhu termostat
tidak terlalu cepat panas daripada perlakuan P3 sehingga kenaikan suhu pada
termostat lebih diikuti oleh kenaikan suhu pada termometer A.
Perbedaan antara termostat dengan termometer tersebut disebabkan karena
sensor suhu pada termostat menggunakan LM35. LM35 adalah sensor suhu yang
cukup presisi dan mudah dikalibrasi, memiliki keakuratan dan linieritas yang
tinggi dengan keluaran impedansi yang rendah.Ͽ

10
39
38
Suhu (°C)

37
36
35

Termostat

34

Termometer A

33
32
0

5

10

15

20

25

30

Waktu (Jam)

Gambar 9 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P1

39
38
Suhu (°C)

37
36
35

Termostat

34

Termometer A

33
32
0

5

10

15

20

25

30

Waktu (jam)

Gambar 10 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P2

39
38
Suhu (°C)

37
36
35

Termostat

34

Termometer A

33
32
0

5

10

15

20

25

30

Waktu (Jam)

Gambar 11 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P3

11
39
38

Suhu (°C)

37
36
35

Termostat

34

Termometer A

33
32
31
0

5

10

15

20

25

30

Waktu (Jam)

Gambar 12 Perbandingan suhu termometer A dengan termostat pada P4

Hasil Pengujian Suhu
Rata-rata suhu tiap termometer untuk semua perlakuan ditunjukkan pada
Tabel 2 sampai Tabel 5. Rara-rata total suhu pada perlakuan P1 adalah 37.0 ˚C,
pada perlakuan P2 adalah 37.1 ˚C, pada perlakuan P3 adalah 37.3 ˚C, pada
perlakuan P4 adalah 37.5 ˚C. Rentang suhu terbaik yang sesuai dengan target
antara 37-38 ˚C ditunjukkan oleh perlakuan P4 dengan rata-rata tiap termometer
berada dalam rentang 37.3 ˚C sampai 37.7 ˚C.
Tabel 2 Rata-rata suhu tiap termometer pada P1
Nama Termometer
Termometer A
Termometer B
Termometer C
Termometer D
Termometer E
Termometer F
Termometer G
Termometer H
Rata-Rata Total

Rata-Rata (˚C)
36.8
36.7
37
37.1
36.8
36.8
37
37.5
37.0

12

Tabel 3 Rata-rata suhu tiap termometer pada P2
Nama Termometer
Termometer A
Termometer B
Termometer C
Termometer D
Termometer E
Termometer F
Termometer G
Termometer H
Rata-Rata Total

Rata-Rata (˚C)
36.9
36.9
37.2
37.2
36.9
36.9
37.1
37.5
37.1

Tabel 4 Rata-rata suhu tiap termometer pada P3
Nama Termometer
Termometer A
Termometer B
Termometer C
Termometer D
Termometer E
Termometer F
Termometer G
Termometer H
Rata-Rata Total

Rata-Rata (˚C)
37.2
37.2
37.4
37.5
37.2
37.1
37.4
37.5
37.3

Tabel 5 Rata-rata suhu tiap termometer pada P4
Nama Termometer
Termometer A
Termometer B
Termometer C
Termometer D
Termometer E
Termometer F
Termometer G
Termometer H
Rata-Rata Total

Rata-Rata (˚C)
37.4
37.3
37.6
37.7
37.3
37.3
37.6
37.6
37.5

Gambar 13 sampai dengan Gambar 16 menunjukkan suhu yang terukur oleh
semua termometer dalam waktu 24 jam yang dimulai dari jam pertama. Uji
perlakuan sebelum wadah diisi oleh air (P1 dan P2) menghasilkan rentang suhu
antara 36.5-38 ˚C, sedangkan setelah diisi oleh air (P3 dan P4) suhu tersebut
berada dalam rentang 37-38 ˚C. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya air

13
mempengaruhi suhu yang terukur. Keberadaan air menyebabkan suhu meningkat
lebih lama jika dibandingkan tidak adanya air.
Pada perlakuan P1 didapatkan suhu terendah sebesar 36.5 ˚C dan suhu
tertinggi sebesar 37.9 ˚C. Pada perlakuan P2 didapatkan suhu terendah sebesar
36.6 ˚C dan suhu tertingi sebesar 37.9 ˚C. Pada perlakuan P3, suhu terendah yang
terukur adalah 36.9 ˚C dengan suhu tertinggi sebesar 38 ˚C. Pada perlakuan P4,
suhu terendah sebesar 37 ˚C dengan suhu tertinggi 38 ˚C.
39

Termometer A

38.5

Termometer B

Suhu (°C)

38

Termometer C

37.5

Termometer D

37
Termometer E

36.5

Termometer F

36

Termometer G

35.5

Termometer H

35
1

3

5

7

9

11 13 15 17 19 21 23
Waktu (Jam)

Gambar 13 Suhu tiap termometer pada P1

39

Termometer A

38.5

Termometer B

Suhu (°C)

38

Termometer C

37.5

Termometer D

37

Termometer E

36.5

Termometer F

36

Termometer G

35.5

Termometer H

35
1

3

5

7

9

11 13 15 17 19 21 23
Waktu (Jam)

Gambar 14 Suhu tiap termometer pada P2

Suhu (°C)

14
39
38.5
38
37.5
37
36.5
36
35.5
35

Termometer A
Termometer B
Termometer C
Termometer D
Termometer E
Termometer F
Termometer G
Termometer H
1

3

5

7

9

11 13 15 17 19 21 23
Waktu (Jam)

Gambar 15 Suhu tiap termometer pada P3

39
38.5

Termometer A
Termometer B
Termometer C
Termometer D
Termometer E
Termometer F
Termometer G
Termometer H

Suhu (°C)

38
37.5
37
36.5
36
35.5
35
1

3

5

7

9

11 13 15 17 19 21 23
Waktu (Jam)

Gambar 16 Suhu tiap Termometer pada P4
Distribusi panas dari rata-rata tiap termometer yang ditempatkan pada rak
telur dapat dilihat pada Gambar 17 sampai Gambar 20. Suhu di keempat sudut
lebih kecil daripada suhu di bagian tengah, hal tersebut karena letak termometer di
keempat sudut tersebut berada lebih jauh dari lampu sehingga mendapatkan
intensitas cahaya yang rendah, sedangkan empat termometer lainnya yang di
tengah lebih banyak mendapatkan intensitas cahaya. Distribusi panas yang paling
baik atau yang paling merata ditunjukkan oleh Gambar 20, yaitu pada perlakuan
P4.

15

Gambar 17 Distribusi panas pada P1

Gambar 18 Distribusi panas pada P2

16

Gambar 19 Distribusi panas pada P3

Gambar 20 Distribusi panas pada P4
Hasil Pengujian Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif yang diukur bersamaan dengan suhu menunjukkan
perbedaan yang sangat jauh antara sebelum dan sesudah nampan diisi oleh air.
Sebelum nampan diisi air kelembaban relatif stabil pada nilai di sekitar 40 %
sedangkan sesudah diisi oleh air kelembaban relatif konstan pada rentang 60-70 %.
Hal tersebut menandakan bahwa kelembaban relatif sangat bergantung dari
ketersediannya air sebagai sumber untuk menghasilkan uap air.
Namun perbedaan antara perlakuan P3 dengan P4 tidak terlalu signifikan.
Rata-rata kelembaban relatif pada perlakuan P3 adalah 64.5 % sedangkan pada
perlakuan P4 sebesar 65 %. Kelembaban relatif juga sangat bergantung kepada
suhu. Semakin besar suhunya maka kapasitas untuk menampung uap air juga
semakin besar. Dengan demikian, jika kelembaban aktual dalam kondisi tetap
maka kelembaban relatif akan semakin kecil jika suhunya semakin tinggi.

17
Dalam hal ini, rata-rata suhu perlakuan P4 lebih besar daripada yang
perlakuan P3, artinya pada perlakuan P4 berpotensi untuk menampung uap air
lebih banyak. Karena potensi tersebut didukung dengan ketersediaannya air, maka
kelembaban relatif pada perlakuan P4 dapat lebih besar daripada kelambaban
relatif pada perlakuan P3, hal tersebut menunjukkan bahwa kelembaban aktual
tidak berada dalam kondisi yang tetap. Sedangkan sebelum nampan diisi oleh air,
kelembaban relatif pada perlakuan P2 lebih rendah daripada perlakuan P1 karena
pada perlakuan P2 suhunya yang lebih tinggi sedangkan sumber air tidak tersedia.
Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar 22.
Pada 10 menit awal, kelembaban relatif pada semua perlakuan mengalami
perubahan yang cukup signifikan, hal tersebut dikarenakan suhunya juga
meningkat secara drastis dari suhu awal sekitar 32 ˚C menuju suhu target sekitar
37 ˚C. Pada saat suhu sudah mencapai target dan terkontrol oleh termostat,
kelembaban relatif pun lebih stabil dibandingkan pada kenaikan suhu awal yang
belum terkontrol oleh termostat.
Kelembaban Relatif (%)

80
60
40

Perlakuan P2
Perlakuan P1

20
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu (Jam)

Gambar 21 Kelembaban relatif pada P1 dan P2

Kelembaban Relatif (%)

80
60
40

Perlakuan P4
Perlakuan P3

20
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu (jam)

Gambar 22 Kelembaban relatif pada P3 dan P4

18
Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Selama Penetasan
Penetasan telur berlangsung selama 21 hari. Suhu dan kelembaban relatif
diukur setiap hari empat kali yaitu pada pagi, siang, sore, dan malam hari untuk
memantau kestabilannya selama periode penetasan karena suhu dan kelembaban
merupakan faktor penting dalam keberhasilan penetasan. Suhu rata-rata
keseluruhan selama periode penetasan adalah 37.5 ˚C sedangkan rata-rata
kelembaban relatifnya sebesar 61.4 %. Selama periode tersebut, suhu berada
dalam rentang 37-38 ˚C sedangkan kelembaban relatif berada dalam rentang 55
sampai 70 %. Hal tersebut menandakan keberhasilan dalam pengontrolan suhu
dan kelembaban relatif selama proses penetasan. Rata-rata suhu dan kelembaban
relatif dapat dilihat pada Gambar 23 dan Gambar 24.
Dari hari pertama hingga hari ketiga terlihat bahwa suhu mengalami
kenaikan karena lubang ventilasi yang ditutup agar udara luar tidak
mempengaruhi suhu di dalam sehingga embrio telur dapat berkembang secara
optimal, kenaikan suhu tersebut diikuti oleh penurunan kelembaban relatif dari
nilai rata-rata 68.3 % menjadi 63 %. Pada hari keempat suhu mulai turun hingga
hari kedelapan. Penurunan tersebut disebabkan karena ventilasi udara sudah mulai
dibuka untuk sirkulasi udara dan mulai dilakukan pemutaran telur untuk
meratakan suhu pada permukaan telur. Pemutaran dilakukan secara manual
sehingga mengharuskan untuk membuka pintu inkubator. Pemutaran telur
dilakukan sehari sebanyak tiga kali. Penurunan suhu tersebut juga diikuti oleh
penurunan kelembaban relatif, hal tersebut terjadi karena pintu inkubator yang
mengharuskan terbuka untuk pemutaran telur dan ventilasi pun dalam keadaan
terbuka sehingga menyebabkan uap air yang sudah terbentuk keluar meninggalkan
sistem. Penurunan suhu dan kelembaban relatif tersebut tidaklah terlalu signifikan,
hal tersebut menandakan bahwa udara luar tidak terlalu berpengaruh terhadap
sistem.
Setelah hari ke-8, suhu terus meningkat hingga hari ke-12. Hal tersebut
karena embrio telur yang semakin berkembang. Peristiwa yang terjadi pada hari
ke-11 adalah bahwa embrio telur sudah nampak seperti anak ayam.¹º Oleh karena
itu, ventilasi dibuka lebih lebar agar sirkulasi udara lebih baik untuk
keberlangsungan hidup embrio sehingga pada hari ke-13 suhu mulai turun
kembali. Hari ke-1 sampai ke-13 terlihat bahwa suhu pada semua termometer
dapat dikatakan memiliki laju yang sama, namun di hari ke-14 hingga hari ke-21
suhu dari tiap termometer terlihat tidak beraturan yang disebabkan karena panas
yang dikeluarkan oleh telur semakin meningkat sehingga suhu empat termometer
di tengah yang dekat dengan telur cenderung lebih besar daripada suhu
termometer di keempat sudut yang tidak terlalu dekat dengan telur. Hal tersebut
dapat dilihat dari Gambar 25 dan Gambar 26 yang menunjukkan pada hari ke-15
sudah terjadi perbedaan suhu dari termometer yang di tengah dengan yang di
pinggir.
Telur mulai menetas pada hari ke-19, sebagian besar pada hari ke-20, dan
ada beberapa yang menetas pada hari ke-21. Pada tiga hari terakhir tersebut,
kelembaban relatif rata-rata diatas 61 % sehingga dapat dikatakan cukup untuk
proses pemecahan kulit telur sehingga telur dapat menetas.

19
38.0
Termometer A
37.8

Termometer B

Suhu (°C)

Termometer C
37.6

Termometer D
Termometer E

37.4

Termometer F
Termometer G

37.2

Termometer H

37.0
1

3

5

7

9

11

13

15

17

19

21

Hari ke-

Gambar 23 Suhu rata-rata tiap termometer selama periode penetasan

Kelembaban Relatif (%)

80.0
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
1

3

5

7

9

11

13

15

17

19

21

Hari ke-

Gambar 24 Kelembaban relatif selama periode penetasan
Distribusi panas yang diambil dari suhu yang terukur oleh termometer di
sekitar telur ditunjukkan oleh Gambar 25-26. Pada Gambar 27, masing-masing
termometer di setiap sudut memiliki rata-rata suhu sebesar 37.5 ˚C sedangkan
empat termometer di tengah masing-masing memiliki rata-rata suhu sebesar 37.6
˚C. Sebelum diisi telur maupun sesudah diisi telur untuk penetasan, suhu di
keempat sudut tetap lebih kecil daripada suhu di tengah namun perbedaannya
sangatlah kecil, yaitu 0.1 ˚C sedangkan sebelum terisi oleh telur perbedaan suhu
di sudut dengan yang di tengah sekitar 0.3 ˚C. Setelah diisi oleh telur tetas,
distribusi panas lebih merata karena telur yang ditetaskan juga memberikan
kontribusi panas.

20

Gambar 25 Distribusi panas hari ke-4 (kiri) dan ke-7 (kanan)

Gambar 26 Distribusi panas hari ke-15 (kiri) dan ke-18 (kanan)

Gambar 27 Distribusi panas dari rata-rata tiap rermometer selama periode
penetasan

21
Menghitung Daya Tetas
Jumlah telur tetas yang dimasukkan ke dalam inkubator sebanyak 49 butir.
Telur yang menetas sebanyak 43 butir dan yang tidak menetas sebanyak 6 butir.
Telur yang tidak menetas dapat disebabkan karena embrio yang tidak berkembang
atau karena kematian sebelum telur menetas. Embrio yang tidak berkembang
dapat berkaitan dengan kualitas telur tersebut sedangkan kematian sebelum
menetas dapat disebabkan oleh kelembaban relatif yang kurang atau kandungan
kalsium telur yang tinggi sehingga tidak mampu untuk memecahkan kulit telur
tersebut. Hasil yang didapatkan diperoleh daya tetas sebesar 87.7 %. Daya tetas
tersebut didapatkan dari perbandingan jumlah telur yang menetas terhadap jumlah
telur yang ditetaskan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Inkubator dipergunakan untuk meningkatkan jumlah telur yang ditetaskan
dalam waktu yang bersamaan sehingga dapat meningkatan efisiensi waktu dan
nilai ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk membuat alat penetas telur
menggunakan lampu bohlam sebagai sumber panas dengan menggunakan kontrol
suhu berupa thermostat digital. Suhu dan kelembaban relatif adalah dua faktor
terpenting dalam keberhasilan usaha penetasan. Pengujian terhadap jarak antara
permukaan telur dengan sumber panas tersebut dilakukan untuk mengetahui jarak
optimal sehingga didapatkan panas dan kelembaban relatif yang cukup agar telur
ayam dapat menetas. Jarak yang diuji adalah 5 cm dan 10 cm. Pengukuran suhu
menggunakan termometer digital sedangkan pengukuran kelembaban relatif
menggunakan higrometer digital.
Kelembaban relatif dapat tercapai ketika nampan terisi oleh air, sedangkan
ketika nampan tidak terisi oleh air dihasilkan kelembaban relatif yang jauh dari
target. Suhu pada jarak 5 cm maupun 10 cm tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara kedua jarak tersebut. Namun pada jarak 10 cm terihat lebih baik
dalam rentang suhu maupun kelembaban. Suhu dan kelembaban relatif sebelum
dan setelah telur dimasukkan pada perlakuan P4 didapatkan hasil yang tidak jauh
berbeda, meskipun keberadaan telur menyebabkan suhu menjadi meningkat tetapi
suhu yang terukur masih dalam rentang target yaitu antara 37-38 ˚C dan
kelembaban relatif masih dalam rentang 55-70 %.
Telur yang ditetaskan menetas pada hari ke-19, ke-20, dan ke-21. Dari 49
telur ayam yang dimasukkan ke dalam alat penetas telur, 43 menetas dan 6 telur
tidak menetas sehingga didapatkan daya tetas sebesar 87.8 %. Dilihat dari
kestabilan suhu dan kelembaban yang sesuai dengan target, maka keberhasilan
usaha penetasan telur ini disimpulkan bukan hanya bergantung kepada kondisi
inkubatornya saja tetapi bisa juga dapat ditinjau dari kualitas telur atau
keterampilan pengelolanya dalam memperlakukan telur.

22
Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut, secara teknis dapat dikembangkan
pengontrol kelembaban relatif secara otomatis ataupun sistem pemutaran telur
secara otomatis sehingga hal-hal terpenting dalam penetasan seperti suhu,
kelembaban, sirkulasi udara, dan pemutaran telur dapat terkendali dengan baik
dengan harapan dapat mempermudah pengendalian serta meningkatkan daya tetas.
Selain itu, pengujian daya tetas terhadap fertilitas atau kualitas telur bisa menjadi
wacana lebih lanjut dari penelitian ini karena hal tersebut juga merupakan faktor
penentu dalam keberhasilan penetasan.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Hermawan Rudi. Membuat Mesin Tetas Berkualitas. Pustaka Baru Press.
2012.
2. Suprapto, Tjahjono A, Sunarto E Epyk. Rancang Bangun Mesin Penetas
Telur Ayam Berbasis Mikrokontroler Dengan Fuzzy Logic Controller
(Software). Teknik Elektro Industri, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
3. Decuypere E, Tona K, Bruggeman V, Bamelis F. The Day-Old Chick: A
Crucial Hinge Between Breeders And Broilers. Ceva Animal Health Asia
Pacific. 2007. Web. 06 Mar. 2013. http://www.thepoultrysite.com
/focus/contents/ceva/OnlineBulletins/ob_2007/Article-No12-May07.pdf.
4. MN Nasruddin. Penentuan Suhu pada Ruangan Penetasan Telur Berbasis
Mikroprosesor. Jurnal Penelitian MIPA. 2007;1(1):30-31.
5. Isa M, Ibrahim T, Syuhada A, Hamdani. Analisa Pengaruh Kelembaban
Relatif dalam Inkubator Telur. Jurnal Teknik Mesin Pascasarjana Universitas
Syiah Kuala. 2012;1(1):3-5.
6. Winarto, Syah B, Harmen. Rancang Bangun Sistem Kendali Suhu Dan
Kelembaban Udara Penetas Ayam Berbasis PLC (Programmable Logic
Controller). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro. 2008;1(2):23-25.
7. Clauer J Phillip. Incubating Eggs. Virginia Cooperative Extention. Virginia
State University. 2009.
8. Tipler, Paul A. Fisika Untuk Sains Dan Teknik Edisi Ketiga Jilid I. Erlangga.
Jakarta.
9. Saputro HJ, Sukmadi T, Karnoto. Analisa Penggunaan Lampu LED Pada
Penerangan Dalam Rumah. Jurnal Transmisi. 2013;15(1):21.
10. CP Bulletin Service. Perkembangan Embrio Dari Hari Ke Hari. 2007;88(8).
Web. 03 Mar. 2014. http://cpi222-37.cp.co.id/files/downloadsmodule/
@random4413d85398188/1185953410_buletin_maret_2007.pdf

23

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data sheet termostat digital
No.

Spesifikasi termostat digital

1

Power supply : 1.2V DC, 1A

2

Sensor suhu LM35 (range 0-100˚C)

3

Display 2.5 digit (1 angka dibelakang koma)

4

Output relay (NO = 10A, NC = 6A @250V

5

Mode operasi : heating or cooling

6

Tipe konektor supply dan output : terminal screw

7

Tipe koneksi sensor : D-Plug

8

Dilengkapi LED power dan LED indikasi relay

9

Memiliki 3 parameter : setting value (SV),
hysteresis (HYS), correction factor (CF)

10

Dilengkapi 3 tombol untuk pengesetan parameter

11

Kabel sensor dapat diperpanjang hingga 10 meter

Lampiran 2 Data sheet termometer digital
No.

Spesifikasi termometer digital

1

Measuring range : -50˚C sampai 110˚C

2

Accuracy : ± 1˚C

3

Resolution : 0.1˚C

4

Sampling period : 10 sekon

5

Battery : 1.5V LR44 x 2

6

Dimention : 48mm x 28.6mm x 15.2mm

24
Lampiran 3 Data sheet higrometer digital
No.

Spesifikasi higrometer digital

1

Temperature range : -50˚C sampai 70˚C

2

Humidity range : 10% RH sampai 99% RH

3

Accuracy ± 1˚C, ± 5% RH

4

Battery : 1.5V LR44 x 1

5

Sampling periode : 10 sekon

6

Dimention : 48mm x 28.6mm x 15.2mm

Lampiran 4 Data pengukuran suhu dan kelembaban perlakuan P1
Waktu
(jam)
0
0.08
0.17
0.34
0.5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Suhu
A
(˚C)
32.2
35.2
36
36.1
36.5
36.6
36.7
36.7
36.7
36.8
36.8
36.7
36.8
36.8
36.9
36.9
36.8
36.7
36.7
36.8
36.9
36.7
36.8
36.9
36.8

Suhu
B
(˚C)
32.1
35
35.9
36.1
36.5
36.5
36.6
36.6
36.6
36.7
36.6
36.7
36.8
36.9
36.8
36.7
36.7
36.8
36.7
36.8
36.8
36.8
36.8
36.8
36.9

Suhu
C
(˚C)
32.3
35.4
36.2
36.4
36.7
36.8
37
36.9
36.9
37.1
37.1
36.8
36.9
37
37
37
37.1
37.2
37.1
37.1
36.9
37
37
37.1
37.1

Suhu
D
(˚C)
32.2
35.5
36.1
36.3
36.8
36.8
37
37.1
36.9
36.9
37.1
37.1
37
37.2
37.2
37
37.1
37
37.2
37.2
36.9
36.9
37
37.1
37.2

Suhu
E
(˚C)
32
35.2
35.9
36.2
36.4
36.6
36.6
36.7
36.9
36.8
36.8
36.7
36.7
36.9
36.9
36.8
36.8
36.8
36.7
36.7
36.9
36.8
36.9
36.9
36.8

Suhu
F
(˚C)
32.1
35.1
35.9
36.1
36.4
36.5
36.7
36.7
36.8
36.7
36.8
36.8
36.8
36.7
36.8
36.7
36.7
36.7
36.7
36.9
36.7
36.8
36.8
36.9
36.9

Suhu
G
(˚C)
32.3
35.3
36.2
36.3
36.4
36.5
36.9
36.9
37
37
37.2
37.1
37.1
37.1
37
37
37
36.9
37
37.1
37.1
36.9
37
37.1
37.1

Suhu
H
(˚C)
32.2
37.5
37.4
37.7
37.2
37.8
37.6
37.5
37.4
37.7
37.8
37.6
37.6
37.1
37.9
37.4
37.6
37.3
37.3
37.8
37.2
37.1
37.2
37.5
37.5

RH
(%)
67
57
52
49
49
48
47
47
46
45
44
44
42
42
42
42
42
42
42
42
42
42
42
42
42

25
21
22
23
24

36.7
36.8
36.8
36.8

36.7
36.7
36.7
36.8

37.1
37
37
37

37.2
37.1
37
37

36.8
36.7
36.7
36.8

36.8 37.2
36.7 37.2
36.8 37
36.7 37.1

37.9
37.4
37.7
37.7

42
42
42
42

Lampiran 5 Data pengukuran suhu dan kelembaban perlakuan P2
waktu
(jam)
0
0.08
0.17
0.34
0.5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Suhu Suhu
A
B
(˚C) (˚C)
32.2 32.1
35.6 35.5
36.2 36.1
36.5 36.5
36.8 36.7
36.9 36.9
36.8 36.7
36.8 36.7
36.8 36.8
36.9 36.9
37
36.9
37
37
37
37.1
37.1 37.1
36.9
37
36.9
37
37.1
37
37
36.8
37
36.8
37
36.8
36.8 36.9
36.9 36.9
36.8
37
37
36.8
36.9 36.8
36.9 36.9
36.9 36.8
37
37
37.1 37.1

Suhu
C
(˚C)
32.3
36.2
36.8
36.8
36.9
37
37
37.1
37.1
37.2
37.1
37.2
37.2
37.2
37.1
37.1
37.2
37.3
37.3
37.2
37.2
37.2
37.2
37.3
37.1
37.1
37.3
37.3
37.2

Suhu
D
(˚C)
32.1
35.9
36.7
36.7
36.9
37.1
37
37.2
37.2
37.1
37.2
37.1
37.1
37.1
37.1
37.1
37.2
37.2
37.3
37.3
37.3
37.2
37.3
37.2
37.2
37.1
37.1
37.2
37.2

Suhu
E
(˚C)
32.2
35.5
36.3
36.5
36.7
36.8
36.7
36.6
36.7
36.7
36.9
36.9
37
37.1
37
37
36.9
36.8
36.8
36.9
36.8
36.8
36.9
36.9
37
36.8
37
37
37

Suhu Suhu
F
G
(˚C) (˚C)
32
31.7
35.5 35.4
36
36.6
36.4 36.8
36.7 36.9
36.9
37
36.8 37.1
36.7
37
36.7 37.2
36.8 37.2
37
37.2
36.9 37.1
37
37
37
37.1
36.8 37.1
36.8 37.1
36.8 37.3
36.8 37.3
37
37.2
36.9 37.2
36.8 37.1
37
37.1
36.8
37
36.8 37.2
36.9 37.2
36.8 37.2
36.9 37.2
37
37
37
37.1

Suhu
H
(˚C)
32
37
37.4
37.2
37.8
37.7
37.3
37.5
37.3
37.8
37
37.6
37.6
37.4
37.3
37.7
37.4
37.5
37.5
37.9
37.3
37.3
37.6
37.2
37.9
37.8
37.4
37.7
37.4

RH
(%)
67
55
50
47
47
42
42
41
41
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40

26
Lampiran 6 Data pengukuran suhu dan kelembaban perlakuan P3
Waktu
(jam)
0
0.08
0.17
0.34
0.5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Suhu Suhu Suhu
A
B
C
(˚C) (˚C) (˚C)
32.3 32.2 32.4
36.5 36.1 36.5
37
36.5 37.1
37.1 36.9 37.3
37.1 37.1 37.3
37.1 37.2 37.3
37.3 37.3 37.5
37.2 37.3 37.5
37.2 37.2 37.4
37.1 36.9 37.2
37.3
37
37.3
37.2 37.1 37.4
37.3 37.1 37.2
37.1 37.1 37.3
37.1
37
37.1
37.2 36.9 37.2
37.3
37
37.3
37.2
37
37.2
37.2 37.1 37.4
37.3 37.3 37.6
37.3 37.3 37.6
37.3 37.4 37.7
37.3 37.3 37.7
37.1 37.4 37.6
37.2 37.6 37.8
37.3 37.4 37.8
37.2 37.3 37.5
37.3 37.3 37.6
37.2 37.2 37.4

Suhu
D
(˚C)
32.3
36.1
36.8
37.3
37.5
37.7
37.8
37.6
37.6
37.5
37.5
37.6
37.5
37.4
37.4
37.6
37.5
37.3
37.4
37.5
37.5
37.6
37.5
37.6
37.8
37.8
37.5
37.5
37.4

Suhu
E
(˚C)
32.4
35.9
36.2
37
37.1
37.2
37.3
37.3
37.2
37.2
37.3
37.3
37.4
37.2
37.1
37
37.1
37
37.1
37.3
37.3
37.3
37.4
37.3
37.5
37.5
37.2
37.2
37.1

Suhu
F
(˚C)
32.2
36
36.4
36.8
37
37.1
37.1
37.2
37.1
37
37.2
37.1
37.2
37.1
36.9
37.1
37.1
36.9
37
37.1
37.3
37.3
37.3
37.3
37.3
37.2
37.1
37.1
37.1

Suhu
G
(˚C)
32.3
36.1
36.9
37.2
37.4
37.6
37.5
37.5
37.4
37.4
37.4
37.3
37.4
37.2
37.2
37.6
37.6
37.3
37.3
37.4
37.4
37.2
37.5
37.6
37.3
37.8
37.6
37.4
37.4

Suhu
H
(˚C)
32.3
37.8
37.5
37.2
37.2
37.3
37.9
37.6
37.2
37.7
37.4
37.3
37.7
37.5
37
37.9
37.7
37.4
37.2
37.7
37.9
37.4
38
37.3
37.3
37.9
37.2
38
37.4

RH
(%)
76
66
62
60
60
61
66
66
66
67
66
65
65
66
67
67
65
63
64
64
63
63
64
63
63
63
64
63
63

27
Lampiran 7 Data pengukuran suhu dan kelembaban perlakuan P4
Waktu
(jam)
0
0.08
0.17
0.34
0.5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Suhu Suhu Suhu
A
B
C
(˚C) (˚C) (˚C)
32.2 31.8
32
36.6 36.3 36.4
37
37
37.3
37.2
37
37.3
37.6 37.1 37.7
37.8 37.2 37.8
37.8 37.5 37.7
37.6 37.5 37.7
37.6 37.4 37.6
37.6 37.4 37.8
37.1 37.2 37.6
37.3 37.2 37.4
37.4 37.2 37.3
37.2 37.2 37.4
37.3 37.3 37.5
37.5 37.3 37.7
37.5 37.3 37.6
37.3 37.4 37.6
37.2 37.2 37.5
37.1 37.3 37.3
37.2 37.3 37.4
37.3 37.3 37.7
37.3 37.3 37.7
37.4 37.2 37.7
37.5 37.3 37.8
37.5 37.3 37.8
37.5 37.3 37.8
37.5 37.3 37.8
37.5 37.4 37.8

Suhu
D
(˚C)
32.2
36.2
37.2
37.5
37.9
38
37.9
37.8
37.9
37.9
37.8
37.6
37.7
37.6
37.6
37.8
37.8
37.7
37.6
37.5
37.5
37.8
37.8
37.8
37.7
37.8
37.8
37.6
37.6

Suhu Suhu Suhu
E
F
G
(˚C) (˚C) (˚C)
32.2
32
32.5
35.8 35.9 36.2
36.6 36.8 37.3
36.9 36.9 37.3
37.3 37.3 37.6
37.5 37.5 37.8
37.5 37.6 37.7
37.4 37.6 37.7
37.2 37.4 37.6
37.3 37.5 37.6
37.4 37.2 37.7
37.4 37.2 37.6
37.3 37.2 37.5
37.2 37.1 37.5
37.2 37.1 37.5
37.4 37.5 37.8
37.5 37.5 37.7
37.5 37.2 37.6
37.3 37.2 37.7
37.1 37.1 37.6
37.1 37.2 37.7
37.3 37.4 37.6
37.3 37.3 37.6
37.3 37.2 37.7
37.3 37.2 37.5
37.3 37.2 37.6
37.4 37.3 37.6
37.4 37.2 37.7
37.3 37.3 37.6

Suhu
H
(˚C)
31.5
37
38
37.9
38
37.9
37.3
37.6
37.4
38
37
37.5
37.7
37.4
37.1
37.7
38
37.2
37
37.2
37.7
37.9
37.6
37.6
37.7
37.9
37.7
37.5
37.6

RH
(%)
76
71
65
63
63
62
67
67
66
67
65
65
66
67
67
67
66
64
65
65
64
64
65
65
64
63
63
64
63

28
Lampiran 8 Data pengukuran suhu dan kelembaban selama periode penetasan
Waktu
(hari)

1

2

3

4

5

6

7

Suhu Suhu Suhu Suhu Suhu Suhu Suhu
A
B
C
D
E
F
G
(˚C) (˚C) (˚C) (˚C) (˚C) (˚C) (˚C)
37.6 37.5 37.3 37.1 37.5 37.6 37.5

Suhu
H
(˚C)
37.7

37.5

37.4

37.6

37.5

37.7

37.8

37.6

37.9

69

37.6

37.4

37.6

37.4

37.4

37.4

37.6

37.2

69

37.7

37.5

37.9

37.5

37.5

37.5

37.5

37.9

66

37.6

37.7

37.9

37.6

37.6

37.6

37.4

37.2

66

37.5

37.5

37.5

37.5

37.5

37.5

37.5

37.2

63

37.5

37.8

37.9

37.8

37.7

37.8

37.5

37.8

64

37.5

37.8

37.8

37.8

37.7

37.7

37.6

37.6

64

37.6

37.5

37.5

37.5

37.5

37.5

37.6

37.2

62

37.6

37.8

37.8

37.8

37.8

37.8

37.7

37.7

62

37.7

37.7

37.7

37.6

37.6

37.6

37.4

37.5

64

37.8

37.8

37.8

37.7

37.7

37.7

37.6

38

64

37.5

37.7

37.7

37.5

37.5

37.5

37.5

38

64

37.6

37.6

37.6

37.5

37.5

37.5

37.4

37.3

65

37.4

37.5

37.5

37.5

37.5

37.5

37.6

37

66

37.4

37.7

37.8

37.6

37.6

37.6

37.5

37.2

65

37.5