Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan N ' Di Kepulauan Riau Daiam Perspekti Otonomi Daerah
PENGEMBANGAN PERIMNAN TANGKAP UNTUI
PEMBERDAYAAN NELAYAN Dl KEPULAUAN RIAI
DALAM PERSPEKTlF OTONOMI DAERAH
OLEH :
HAZMI YULIANSYAH
PROGRAM PASCASARJANA
iNSTiTUT PERTANiAN BOGOR
2002
ABSTRAK
HAZMl YULIANSYAH. Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan
Nelayan di Kepulauan Riau Dalam Perspektii Otonomi Daerah. Dibimbing oleh
M. FED1 A. SONDITA dan DANIEL R. MONINTJA.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis teknologi penangkapan rkan
untuk pemberdayaan nelayan Kabupaten Kepulauan Riau berdasarkan kriteria
aspek biologis, teknis, sosial, ekonomis dan kebijakan melalui pendekatan skoring
dan analytical hierarchy process (AHP). Jenis teknologi penangkapan ikan yang
potensial dikembangkan adalah pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring udang,
jaring kembung, bagan tancap, bubu dasar, rawai dasar dan sero tanam. Dari
kedelapan jenis tersebut akan dipilih tiga teknologi peikanan tangkap.
Kabupaten Kepulauan Riau memiliki keunikan dengan
sebagian besar
wilayahnya adalah laut (96 %) yang berada di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.
Perairan Selat Malaka lebih bersifat perairan pedalaman, terlindung oleh pulau-pulau
dan sangat padat terhadap lalu lintas kapal, sementara perairan Laut Cina Selatan
lebih bersifat terbuka dan memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar.
Adanya Undang-undang Otonomi Daerah memberikan implikasi bahwa pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di area tertentu adalah tanggungjawab
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Riau.
Saat ini di Kepulauan Riau terdapat berbagai jenis teknologi perikanan tangkap,
mulai dari jenis yang sederhana dengan produktivitas yang rendah hingga perikanan
tangkap yang memiliki produktivitas tinggi. Teknologi perikanan tangkap setempat
masih didominasi oleh penggunaan aiat tangkap seperti perangkap (trap), jaring
insang (gill net), bagan tancap (stationary lift net), jaring udang (trammel net).
Sisanya adalah pukat ikan (fish net), pukat c~ncin(purse seine), pukat pantai (beach
seine), lampara dasar (bottom seine net), dan rawai dasar (bottom long line). Untuk
keperluan pengembangan perikanan tangkap di Kepulauan Riau, jumlah nelayan,
produktivitas, komposisi hasil tangkapan, daya saing produk ikan, faktor selektivitas
aiat tangkap, peluang operasi daiam setahun {musim penangkapan ikan), keiayakan
usana
serta
pendapaian neiayan
pada
seiiap
perikanan iangkap
periu
diperiimbangkan.
Program pemberdayaan nelayan diharapkan meciptakan kesempatan kega,
peningkatan pendapatan dan pariisipasi aktif nelayan dalam mengeloia dan
memanfaatkan sumberdaya penkanan yang menjadi wewenang daerah Kepulauan
Riau. Teknologi yang dipilih dapai membuka peluang pekerjaan seluas-luasnya
serta metnperbaiki tarap hidup nelayan beserta keluarganya melalui peningkatan
pendapatan. Keianggengan kegiatan usaha periitanan tangkap memerlukan
sejumlah persyaratan, sepe13 keunntngan yang iayak dan sesuai dengan
kepeniingan stakehoiders iainnya, serta menjaga keiesiarian sumberdaya perikanan.
Pengkajian dengan metode AHP ierhadap 16 panelis setempat (stakeholders)
menyimpulkan bahwa mereka cendenmg memilih teknologi
pukat cincin, jaring
rnsang hanyui dan rawai dasar sebagai teknologi pilihan terbaik dalam rangka
pemberdayaan nelayan di Kepuiauan Riau. Alasan mereka cukup beragam, di
antaranya berkailan dengan besar modal, nilai dan jenis tangkapan, cakupan daerah
penangkapan ikan dan lain-lain. Sedangkan pengkajian lain dengan analisis yang
iebih objektif dengan data kualitatif dan kuantitatif (metode skoring) menyitllpuiitan
pukaf cincin, jaring kembung dan jaring insang hanyut adalah teknologi ierbaik yang
dapat dikeiiibangkan di daerah ini.
Judui Tesis
: Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan Neiayan
'
Di Kepulauan Riau Daiam Perspekti Otonomi Daerah
Nama
: Hazmi Yuliansyah
NRP
: 99571
Program Studi :Teknologi Kelautan
Menyetujui,
1. Kornisi Pembimbing
====-
.-.-
,&
_C_
Dr. Ir. M.
hi A. Sondita. MSc.
Prof. Dr. Daniel
Anggot;
Ketua
. Monintia.
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Teknologi Kelauta
saqana
74cm
1 Sangat selektif
i
1
2,l - 2,5 cm
1
I
9
Sumber : Nurani, (1987); Purbayanto, (2991); Said, (1998)
Daiam penelitian ini juga dilakukan perhitungan terhadap anaiisis kelayakan
finansial pada masing-masing unit perikanan tangkap yang diseleksi. ivlenurui (Gray
e t a1 1984 seperti dikutip oleh Said, 1998), kelayakan finansial dapat dihitung
berdasarkan a t a s kriteria nilai net present value (NPV), &enefit cost ratio (Net BE),
internal rate of return (IRR).
( f ) Net presenf value (NPV)
Penilaian terhadap kriterra nilai NPV iesebut dilakukan dengan melihat hasrl
peih'%ungan NPV untuk setiap un&perikanan tangkap
'=a
NPV [U I]=
(f,,
- c)
C
------, (1 + i),
dimana : b,= benefi (penerimaan) koior pada tahun ke -1
c, = cost (biaya) kotor pada tahun ke-l
I
1
= discount factor
----
(1 + i),
(2) Benefit cost ratio (Net BIC)
Penilaian terhadap kriteria nilai BlC dilakukan dengan tnengacu dari hasil
perniiungan Net BIC untuk setiap unit perikanan iangkap
Net B/C =
'='
Usaha penangkapan ikan dapat dilanjutkan apabila nilai Net BIC
>
0,karena usaha
tersebut memberikan keuntungan.
(3)lntemal rate of return JlRR)
Peniiaian terhadap kriteria niia~ IRR dilakukan dengan mengacu dan hasil
perhitungan IRR untuk setiap unit perikanan tangkap.
= tingkat suku bunga pada NPV posiiii
dimana: i'
'I
"
= tingkat suku bunga pada NPV negatif
NPU' = hasil NPV positi
NPV" = hasil NPV negaiii
Standarisasi nilai dilakukan melalui fungsi nilai (ivlangkusubroto dan Trisnadi, 1987),
yaitu sebagai berikut:
*=n
V(A) =
~ v ; ( untuk
x ) ,i = 1,2,3,
.....n
,=I
Diniana:
V(X)
= fungsi nilai dari variabel X
X
= variabei X
X,
= nilai ierburuk pada kriteria X
x1
= nilai terbaik pada kriteria X
V(A)
= iungsi nilai dari aliernaiif A
Vi(Xi) = fungsi nilai dari alternati pada kriteria ke-i
Xi
= kriteria ke-i
Penentuan urutan prioritas unit perikanan tangkap yang akan dikembangkan
diteiapkan secara urut dari unit periicanan tangkap yang mempunyai nilai tertinggi ke
unit perii~anantangkap dengan fungsi nilai terendah.
2.5.2 Aplikasi Metode Analytical Hierarchy Process {AHP)
AHP merupakan proses
rumrt,
yang
berpikir yang terorganisir untuk permasalahan yang
memungkirlkan adanya
~nteraksi antar
faktor,
namun
ietap
memungkinkan untuk memikirkan faktor-faktor tersebut secara sederhana. Meiode
ini yang pertama kali diiembangkan oleh Thomas L. Saa'iy pada 1993, merupakan
salah satu metode atau alat yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk
memahami kondisi suatu sistem dan membantu dalam meiakukan prediksi terhadap
suatu keputusan yang akan diambil (Moeiyono, 1996). AHP diiujukan uniuk
21
memodelkan probiema yang tidak terstruktur, baik dalam bidang el iomi, sosial,
sains rnanajernen dan sebagainya. Disamping itu baik pula dig akan daiam
rnemodelkan perrnasalahan dan pendapat dimana permasalahan y
g ada telah
dinyatakan secara jelas, dievaluasi, dipertimbangkan dan dipriotitask:
untuk dikaji.
Adapun kegunaan dari AHP ini adalah untuk rnemecahkan perm; 3lahan yang
komplek dan tidak terstruktur.
Meiode AHP adalah penyempurnaan dari sisiern skoring sehing
I
metode ini
dapat mengetahui interaksi dari berbagai faktor yang berpengaruh ?rhadap unit
perikanan iangkap yang akan dikernbangkan. Selanjuinya dikataka
pula bahwa
AHP adalah suatu ieori urnurn tentang pengukuran dan pada dasar
a dirancang
untuk rnenangkap secara rasional persepsi orang yang berhubung:
sangat erat
dengan perrnasalanan ierteniu rnelalui suaiu prosedur yang dirancang niuk sarnpai
pada suatu skala preferensi diantara berbagai gugus alternatif. Disan ng itu dapat
juga digunakan untuk rnenernukan skala rasio baik dari perbandint n pasangan
yan$ diskrei rnaupun kontiniu. Perbandingan-perbandingan ini dapz
diarnbil dari
ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan keku 2n perasaan
dan preierensi, pengukuran, dan pada keterganiungan di daiarn
an diantara
kelompok elemen strukturnya. AHP banyak diierapkan pada pengamb n kepulusan
untuk banyak krikria, perencanaan (prediksi), alokasi sumberday
penyusunan
rnairik input koefisien, peneniuan prioriias dari siraiegi-siraiegi yang
niliki pernain
I
dalarn situasi konRik dan lain sebagainya (Saaty, 1993).
Pada dasarnya ada 3 (tiga)
prinsip dasar dalarn men1 nikasi AHP
(Poerwowidagdo, 2001) yaitu meliputi: 1) menggatnbarkan dan tnengi tikan secara
hierarki, seperti memecah-mecahkan persoalan menjadi unsur-unsur terpisah, 2)
pemberdayaan prioritas dan sintesis atau penetapan pnoritas, seperti penentuan
peringkat elemen-elemen menurut relati pentingnya, 3) konsistensi logis, seperti
rnenjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan
secara konsisiensi sesuai dengan suaiu kriteria iogis.
Penelitian dengan menggunakan metode AHP ini telah banyak dilakukan, tetapi
masih terbatas pada sektor pertanian seeperti Astuti (1987); lndradjaya (1992);
Kamil (1994); Suwintoro (1996); Hanafiah (1997); Suryadi dan Ramadhani (1998);
Samsi (1399); Fahruddin, (2000); dan Sugiarti et a1 (2000); sedangkan untuk sekior
perikanan masih sangat terbatas, diantaranya Tomboelu et af (2000) melakukan
penelitian terhadap analisis kebijakan pengelolaan sumberdaya terumbu karang di
kawasan Bunaken dan sekitamya, Sulawesi Uiara. Penelitian tersebut bertujuan
untuk menganalisis skenario pemanfaatan yang optimal dalam pengeiolaan
sumberdaya terumbu karang serta kebijakan dalam mengaiasi pe~masalahan.
Harrison (2000) melakukan penelitian terhadap
pengeiolaan sumberdaya hutan
mangrove di kawasail Kapet Batulicin Kotabaru, Kalimantan Selatan. Penelitian
iersebut beriujuan uniuk menganalisis skenario pengelolaan sumberdaya mangrove
serta kebijakan dalam mengatasi permasalahan.
Saat ini telah tersedia software yang dapat membantu dalam penentuan prioriias
dan ratio konsistensi (CR) terhadap data yang diperoleh (Expert choice). Soffware ini
dapat dijalankan dengan komputer lBivl PC atau komputer kompatible yang
membutuhkan 256 K memory dan satu tiket double sided (Expert Choice inc, 1999).
Adapun urutan yang ditempuh dalam mengaflikasikanAHP adalah sebagai berikut:
1. Mendifinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
2. Membuai struktur yang diawali dengan iujuan, kriteria dan kernungkinan altemaiii
pada tingkatan kriteria yang paling bawah
3. Membuat rnatrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh
relaii aiau pengaruh setiap elernen ierhadap masing-masing iujuan yang
setingkat di atasnya. Perband~nganberdasarkan judgement dari para pengambil
keputusan, dengan meniiai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan
dengan elernen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan
5. Menghiiung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten
maka pengambilan data diulangi
6. Menghitung matrik pendapat gabungan
Langkah-langkah untuk menganallsis data dengan pendektan AHP diiakukan
dengan mengacu pada petunjuk (Saaty, 1993)
dan telah diierapkan oleh Astuti
(1987); Kamil (1994); Hanafiah (1997); Suryadi dan Ramadhani (1998); Samsi
(1999); Fahruddin, (2000); Tomboelu et al (2000); Sugiarti et al (2000); Harrison
(2000). Uruiannya adalah sebagai berikui:
1. Mendifinisikan masalah dan solusi yang diinginkan
Pendekatan AHP digunakan untuk memecahkan masalah dan solusi yang
diinginkan guna
mendapatkan unit perikanan tangkap yang layak untuk
dikembangkan. Untuk penyusunan suatu analisis yang mengaflikasikan
metode
pendekatan
tersebut,
periu
diketahui
terlebih
dahulu
faktor-faktor
yang
mempengaruhi maniaat dan biaya dalam pengembangan unit perikanan tangkap.
2. Membuat sruktur hierarki
Hierarki pengarnbilan keputusan dalam pemilihan unit perikanan tangkap yang
kemungkinan dapat dijadikan sebagai alternatii dalam pengembangan perikanan
tangkap di daerah Kabupaten Kepulauan Riau. Struktur hierarki didasari atas
tmgkatan, seperti tingkat 1 merupakan fokus terhadap teknologi perikanan tangkap
yang potensial untuk dikembangkan, fingkat 2 mewpakan kriteria pilihan yang telah
ditetapkan dan tingkat 3 merupakan alterflatif
jenis teknologi perikanan tangkap yang
diteliti.
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan dan melakukan perbandingan
(matrik pendapat individu)
Matnk perbandingan
berpasangan mi menggarnbarkan kontribusi relatif atau
pengaruh seiiap elemen tefnadap masing-masing iujuan aiau kriteria yang seiingkat
di atasnya. Perband~ngan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambil
keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu eiemen dibandingkan dengan
elemen iainnya. Penilaian dilakukan dengan pembobotan untuk masing-masing
komponen dengan perbandingan berpasangan yang dimular dari tingkat tertinggi
sampai tingkat terendah. Petnbobotan ini dilakukan berdasarkarr judgement para
pengambit keputusanlpara pakar (sfakeholdeis) berdasarkan skala komparast yang
tercakup dalam AHP yang disarankan oleh Saaly (1993).
Jika A,, Az, A3, ..., An merupakan gugus elemen tingkat keputusa
maka kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasang
ieihadap elemen yang lainnya akan membentuk mairik A yang
Misalnya apabila ai dibandingkan dengan aj, maka a& menrp
pendapat hasil perbandingan yang rnencerrninkan nilai tingkat kepentingan a;
terhadap aj. Nilai matrik af = ajj = 1, karena perbandingan elemen temadap elemen
itu sendiri adalah 1. Formulasi rnatrik A yang berukuran n x n dengan
a3, ..., a, uniuk i = j = 1,2,3,
...n, adalah sebagai berikut:
A2
A1
all
a12
a13 ..... a,
AZ
?/al2
azz
a=
A3
?lal3
l l a n as
A = {a,) = .
A3
.....A,
A,
..... azn
..... a3,
..... .
4. Meiakukan perbandingan berpasangan
Jika vektor pembobotan elemen operasi A,, A2, Py, dinyatakan sebagai vektor W,
dengan W = (W,, WZ, LV3), maka nilai intensitas kepentingan elernen operasi A,
dibandingkan dengan A2 dapat dinyatakan sebagai perbandingan bobot eletnen
operasi A, terhadap & yakni WINJZ yang sama dengan alz, sehingga matrik
perbandingan yang dlperoleh, seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Matrik perbandingan berpasangan (Saaty, 1993)
I
'
I
Keterangan:
C = Sifat yang dibandingkan
A,, A2, A3, .... An = Elemen yang akan dibandingkan
W = Intensitas periting (Tabel skala banding berpasangan)
Niiai WjW, dengan ij = 1,2,3,...n didapat dari stakeholders yaitu para pengambil
kepuiusan yang berkompoten daiam permasalahan yang dianalisis. Bila matrik ini
dikalikan dengan vektor kolom W (Wt, WZ W3
),,
...W
maka diperoleh hubungan
seperti pada persamaan:
Jika matrik A diketahui dan ingin memperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan
melaiui persamaan sebagai berikut :
dimana I = matrik idenlias
5. Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya
a. Menghitung akar ciri nilai eigen matrik)
Uniuk mendapatkan akar ciri (n), maka hams ada kondisi :
Sebagai contoh, dijelaskan dengan menggunakan matrik A, maka :
Dari hasil perhitungan ini akan didapatkan akar ciri (eigen value) n,, n2, n3
b. Menghitung v
PEMBERDAYAAN NELAYAN Dl KEPULAUAN RIAI
DALAM PERSPEKTlF OTONOMI DAERAH
OLEH :
HAZMI YULIANSYAH
PROGRAM PASCASARJANA
iNSTiTUT PERTANiAN BOGOR
2002
ABSTRAK
HAZMl YULIANSYAH. Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan
Nelayan di Kepulauan Riau Dalam Perspektii Otonomi Daerah. Dibimbing oleh
M. FED1 A. SONDITA dan DANIEL R. MONINTJA.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis teknologi penangkapan rkan
untuk pemberdayaan nelayan Kabupaten Kepulauan Riau berdasarkan kriteria
aspek biologis, teknis, sosial, ekonomis dan kebijakan melalui pendekatan skoring
dan analytical hierarchy process (AHP). Jenis teknologi penangkapan ikan yang
potensial dikembangkan adalah pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring udang,
jaring kembung, bagan tancap, bubu dasar, rawai dasar dan sero tanam. Dari
kedelapan jenis tersebut akan dipilih tiga teknologi peikanan tangkap.
Kabupaten Kepulauan Riau memiliki keunikan dengan
sebagian besar
wilayahnya adalah laut (96 %) yang berada di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.
Perairan Selat Malaka lebih bersifat perairan pedalaman, terlindung oleh pulau-pulau
dan sangat padat terhadap lalu lintas kapal, sementara perairan Laut Cina Selatan
lebih bersifat terbuka dan memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar.
Adanya Undang-undang Otonomi Daerah memberikan implikasi bahwa pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di area tertentu adalah tanggungjawab
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Riau.
Saat ini di Kepulauan Riau terdapat berbagai jenis teknologi perikanan tangkap,
mulai dari jenis yang sederhana dengan produktivitas yang rendah hingga perikanan
tangkap yang memiliki produktivitas tinggi. Teknologi perikanan tangkap setempat
masih didominasi oleh penggunaan aiat tangkap seperti perangkap (trap), jaring
insang (gill net), bagan tancap (stationary lift net), jaring udang (trammel net).
Sisanya adalah pukat ikan (fish net), pukat c~ncin(purse seine), pukat pantai (beach
seine), lampara dasar (bottom seine net), dan rawai dasar (bottom long line). Untuk
keperluan pengembangan perikanan tangkap di Kepulauan Riau, jumlah nelayan,
produktivitas, komposisi hasil tangkapan, daya saing produk ikan, faktor selektivitas
aiat tangkap, peluang operasi daiam setahun {musim penangkapan ikan), keiayakan
usana
serta
pendapaian neiayan
pada
seiiap
perikanan iangkap
periu
diperiimbangkan.
Program pemberdayaan nelayan diharapkan meciptakan kesempatan kega,
peningkatan pendapatan dan pariisipasi aktif nelayan dalam mengeloia dan
memanfaatkan sumberdaya penkanan yang menjadi wewenang daerah Kepulauan
Riau. Teknologi yang dipilih dapai membuka peluang pekerjaan seluas-luasnya
serta metnperbaiki tarap hidup nelayan beserta keluarganya melalui peningkatan
pendapatan. Keianggengan kegiatan usaha periitanan tangkap memerlukan
sejumlah persyaratan, sepe13 keunntngan yang iayak dan sesuai dengan
kepeniingan stakehoiders iainnya, serta menjaga keiesiarian sumberdaya perikanan.
Pengkajian dengan metode AHP ierhadap 16 panelis setempat (stakeholders)
menyimpulkan bahwa mereka cendenmg memilih teknologi
pukat cincin, jaring
rnsang hanyui dan rawai dasar sebagai teknologi pilihan terbaik dalam rangka
pemberdayaan nelayan di Kepuiauan Riau. Alasan mereka cukup beragam, di
antaranya berkailan dengan besar modal, nilai dan jenis tangkapan, cakupan daerah
penangkapan ikan dan lain-lain. Sedangkan pengkajian lain dengan analisis yang
iebih objektif dengan data kualitatif dan kuantitatif (metode skoring) menyitllpuiitan
pukaf cincin, jaring kembung dan jaring insang hanyut adalah teknologi ierbaik yang
dapat dikeiiibangkan di daerah ini.
Judui Tesis
: Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan Neiayan
'
Di Kepulauan Riau Daiam Perspekti Otonomi Daerah
Nama
: Hazmi Yuliansyah
NRP
: 99571
Program Studi :Teknologi Kelautan
Menyetujui,
1. Kornisi Pembimbing
====-
.-.-
,&
_C_
Dr. Ir. M.
hi A. Sondita. MSc.
Prof. Dr. Daniel
Anggot;
Ketua
. Monintia.
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Teknologi Kelauta
saqana
74cm
1 Sangat selektif
i
1
2,l - 2,5 cm
1
I
9
Sumber : Nurani, (1987); Purbayanto, (2991); Said, (1998)
Daiam penelitian ini juga dilakukan perhitungan terhadap anaiisis kelayakan
finansial pada masing-masing unit perikanan tangkap yang diseleksi. ivlenurui (Gray
e t a1 1984 seperti dikutip oleh Said, 1998), kelayakan finansial dapat dihitung
berdasarkan a t a s kriteria nilai net present value (NPV), &enefit cost ratio (Net BE),
internal rate of return (IRR).
( f ) Net presenf value (NPV)
Penilaian terhadap kriterra nilai NPV iesebut dilakukan dengan melihat hasrl
peih'%ungan NPV untuk setiap un&perikanan tangkap
'=a
NPV [U I]=
(f,,
- c)
C
------, (1 + i),
dimana : b,= benefi (penerimaan) koior pada tahun ke -1
c, = cost (biaya) kotor pada tahun ke-l
I
1
= discount factor
----
(1 + i),
(2) Benefit cost ratio (Net BIC)
Penilaian terhadap kriteria nilai BlC dilakukan dengan tnengacu dari hasil
perniiungan Net BIC untuk setiap unit perikanan iangkap
Net B/C =
'='
Usaha penangkapan ikan dapat dilanjutkan apabila nilai Net BIC
>
0,karena usaha
tersebut memberikan keuntungan.
(3)lntemal rate of return JlRR)
Peniiaian terhadap kriteria niia~ IRR dilakukan dengan mengacu dan hasil
perhitungan IRR untuk setiap unit perikanan tangkap.
= tingkat suku bunga pada NPV posiiii
dimana: i'
'I
"
= tingkat suku bunga pada NPV negatif
NPU' = hasil NPV positi
NPV" = hasil NPV negaiii
Standarisasi nilai dilakukan melalui fungsi nilai (ivlangkusubroto dan Trisnadi, 1987),
yaitu sebagai berikut:
*=n
V(A) =
~ v ; ( untuk
x ) ,i = 1,2,3,
.....n
,=I
Diniana:
V(X)
= fungsi nilai dari variabel X
X
= variabei X
X,
= nilai ierburuk pada kriteria X
x1
= nilai terbaik pada kriteria X
V(A)
= iungsi nilai dari aliernaiif A
Vi(Xi) = fungsi nilai dari alternati pada kriteria ke-i
Xi
= kriteria ke-i
Penentuan urutan prioritas unit perikanan tangkap yang akan dikembangkan
diteiapkan secara urut dari unit periicanan tangkap yang mempunyai nilai tertinggi ke
unit perii~anantangkap dengan fungsi nilai terendah.
2.5.2 Aplikasi Metode Analytical Hierarchy Process {AHP)
AHP merupakan proses
rumrt,
yang
berpikir yang terorganisir untuk permasalahan yang
memungkirlkan adanya
~nteraksi antar
faktor,
namun
ietap
memungkinkan untuk memikirkan faktor-faktor tersebut secara sederhana. Meiode
ini yang pertama kali diiembangkan oleh Thomas L. Saa'iy pada 1993, merupakan
salah satu metode atau alat yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk
memahami kondisi suatu sistem dan membantu dalam meiakukan prediksi terhadap
suatu keputusan yang akan diambil (Moeiyono, 1996). AHP diiujukan uniuk
21
memodelkan probiema yang tidak terstruktur, baik dalam bidang el iomi, sosial,
sains rnanajernen dan sebagainya. Disamping itu baik pula dig akan daiam
rnemodelkan perrnasalahan dan pendapat dimana permasalahan y
g ada telah
dinyatakan secara jelas, dievaluasi, dipertimbangkan dan dipriotitask:
untuk dikaji.
Adapun kegunaan dari AHP ini adalah untuk rnemecahkan perm; 3lahan yang
komplek dan tidak terstruktur.
Meiode AHP adalah penyempurnaan dari sisiern skoring sehing
I
metode ini
dapat mengetahui interaksi dari berbagai faktor yang berpengaruh ?rhadap unit
perikanan iangkap yang akan dikernbangkan. Selanjuinya dikataka
pula bahwa
AHP adalah suatu ieori urnurn tentang pengukuran dan pada dasar
a dirancang
untuk rnenangkap secara rasional persepsi orang yang berhubung:
sangat erat
dengan perrnasalanan ierteniu rnelalui suaiu prosedur yang dirancang niuk sarnpai
pada suatu skala preferensi diantara berbagai gugus alternatif. Disan ng itu dapat
juga digunakan untuk rnenernukan skala rasio baik dari perbandint n pasangan
yan$ diskrei rnaupun kontiniu. Perbandingan-perbandingan ini dapz
diarnbil dari
ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan keku 2n perasaan
dan preierensi, pengukuran, dan pada keterganiungan di daiarn
an diantara
kelompok elemen strukturnya. AHP banyak diierapkan pada pengamb n kepulusan
untuk banyak krikria, perencanaan (prediksi), alokasi sumberday
penyusunan
rnairik input koefisien, peneniuan prioriias dari siraiegi-siraiegi yang
niliki pernain
I
dalarn situasi konRik dan lain sebagainya (Saaty, 1993).
Pada dasarnya ada 3 (tiga)
prinsip dasar dalarn men1 nikasi AHP
(Poerwowidagdo, 2001) yaitu meliputi: 1) menggatnbarkan dan tnengi tikan secara
hierarki, seperti memecah-mecahkan persoalan menjadi unsur-unsur terpisah, 2)
pemberdayaan prioritas dan sintesis atau penetapan pnoritas, seperti penentuan
peringkat elemen-elemen menurut relati pentingnya, 3) konsistensi logis, seperti
rnenjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan
secara konsisiensi sesuai dengan suaiu kriteria iogis.
Penelitian dengan menggunakan metode AHP ini telah banyak dilakukan, tetapi
masih terbatas pada sektor pertanian seeperti Astuti (1987); lndradjaya (1992);
Kamil (1994); Suwintoro (1996); Hanafiah (1997); Suryadi dan Ramadhani (1998);
Samsi (1399); Fahruddin, (2000); dan Sugiarti et a1 (2000); sedangkan untuk sekior
perikanan masih sangat terbatas, diantaranya Tomboelu et af (2000) melakukan
penelitian terhadap analisis kebijakan pengelolaan sumberdaya terumbu karang di
kawasan Bunaken dan sekitamya, Sulawesi Uiara. Penelitian tersebut bertujuan
untuk menganalisis skenario pemanfaatan yang optimal dalam pengeiolaan
sumberdaya terumbu karang serta kebijakan dalam mengaiasi pe~masalahan.
Harrison (2000) melakukan penelitian terhadap
pengeiolaan sumberdaya hutan
mangrove di kawasail Kapet Batulicin Kotabaru, Kalimantan Selatan. Penelitian
iersebut beriujuan uniuk menganalisis skenario pengelolaan sumberdaya mangrove
serta kebijakan dalam mengatasi permasalahan.
Saat ini telah tersedia software yang dapat membantu dalam penentuan prioriias
dan ratio konsistensi (CR) terhadap data yang diperoleh (Expert choice). Soffware ini
dapat dijalankan dengan komputer lBivl PC atau komputer kompatible yang
membutuhkan 256 K memory dan satu tiket double sided (Expert Choice inc, 1999).
Adapun urutan yang ditempuh dalam mengaflikasikanAHP adalah sebagai berikut:
1. Mendifinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
2. Membuai struktur yang diawali dengan iujuan, kriteria dan kernungkinan altemaiii
pada tingkatan kriteria yang paling bawah
3. Membuat rnatrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh
relaii aiau pengaruh setiap elernen ierhadap masing-masing iujuan yang
setingkat di atasnya. Perband~nganberdasarkan judgement dari para pengambil
keputusan, dengan meniiai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan
dengan elernen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan
5. Menghiiung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten
maka pengambilan data diulangi
6. Menghitung matrik pendapat gabungan
Langkah-langkah untuk menganallsis data dengan pendektan AHP diiakukan
dengan mengacu pada petunjuk (Saaty, 1993)
dan telah diierapkan oleh Astuti
(1987); Kamil (1994); Hanafiah (1997); Suryadi dan Ramadhani (1998); Samsi
(1999); Fahruddin, (2000); Tomboelu et al (2000); Sugiarti et al (2000); Harrison
(2000). Uruiannya adalah sebagai berikui:
1. Mendifinisikan masalah dan solusi yang diinginkan
Pendekatan AHP digunakan untuk memecahkan masalah dan solusi yang
diinginkan guna
mendapatkan unit perikanan tangkap yang layak untuk
dikembangkan. Untuk penyusunan suatu analisis yang mengaflikasikan
metode
pendekatan
tersebut,
periu
diketahui
terlebih
dahulu
faktor-faktor
yang
mempengaruhi maniaat dan biaya dalam pengembangan unit perikanan tangkap.
2. Membuat sruktur hierarki
Hierarki pengarnbilan keputusan dalam pemilihan unit perikanan tangkap yang
kemungkinan dapat dijadikan sebagai alternatii dalam pengembangan perikanan
tangkap di daerah Kabupaten Kepulauan Riau. Struktur hierarki didasari atas
tmgkatan, seperti tingkat 1 merupakan fokus terhadap teknologi perikanan tangkap
yang potensial untuk dikembangkan, fingkat 2 mewpakan kriteria pilihan yang telah
ditetapkan dan tingkat 3 merupakan alterflatif
jenis teknologi perikanan tangkap yang
diteliti.
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan dan melakukan perbandingan
(matrik pendapat individu)
Matnk perbandingan
berpasangan mi menggarnbarkan kontribusi relatif atau
pengaruh seiiap elemen tefnadap masing-masing iujuan aiau kriteria yang seiingkat
di atasnya. Perband~ngan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambil
keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu eiemen dibandingkan dengan
elemen iainnya. Penilaian dilakukan dengan pembobotan untuk masing-masing
komponen dengan perbandingan berpasangan yang dimular dari tingkat tertinggi
sampai tingkat terendah. Petnbobotan ini dilakukan berdasarkarr judgement para
pengambit keputusanlpara pakar (sfakeholdeis) berdasarkan skala komparast yang
tercakup dalam AHP yang disarankan oleh Saaly (1993).
Jika A,, Az, A3, ..., An merupakan gugus elemen tingkat keputusa
maka kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasang
ieihadap elemen yang lainnya akan membentuk mairik A yang
Misalnya apabila ai dibandingkan dengan aj, maka a& menrp
pendapat hasil perbandingan yang rnencerrninkan nilai tingkat kepentingan a;
terhadap aj. Nilai matrik af = ajj = 1, karena perbandingan elemen temadap elemen
itu sendiri adalah 1. Formulasi rnatrik A yang berukuran n x n dengan
a3, ..., a, uniuk i = j = 1,2,3,
...n, adalah sebagai berikut:
A2
A1
all
a12
a13 ..... a,
AZ
?/al2
azz
a=
A3
?lal3
l l a n as
A = {a,) = .
A3
.....A,
A,
..... azn
..... a3,
..... .
4. Meiakukan perbandingan berpasangan
Jika vektor pembobotan elemen operasi A,, A2, Py, dinyatakan sebagai vektor W,
dengan W = (W,, WZ, LV3), maka nilai intensitas kepentingan elernen operasi A,
dibandingkan dengan A2 dapat dinyatakan sebagai perbandingan bobot eletnen
operasi A, terhadap & yakni WINJZ yang sama dengan alz, sehingga matrik
perbandingan yang dlperoleh, seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Matrik perbandingan berpasangan (Saaty, 1993)
I
'
I
Keterangan:
C = Sifat yang dibandingkan
A,, A2, A3, .... An = Elemen yang akan dibandingkan
W = Intensitas periting (Tabel skala banding berpasangan)
Niiai WjW, dengan ij = 1,2,3,...n didapat dari stakeholders yaitu para pengambil
kepuiusan yang berkompoten daiam permasalahan yang dianalisis. Bila matrik ini
dikalikan dengan vektor kolom W (Wt, WZ W3
),,
...W
maka diperoleh hubungan
seperti pada persamaan:
Jika matrik A diketahui dan ingin memperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan
melaiui persamaan sebagai berikut :
dimana I = matrik idenlias
5. Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya
a. Menghitung akar ciri nilai eigen matrik)
Uniuk mendapatkan akar ciri (n), maka hams ada kondisi :
Sebagai contoh, dijelaskan dengan menggunakan matrik A, maka :
Dari hasil perhitungan ini akan didapatkan akar ciri (eigen value) n,, n2, n3
b. Menghitung v