Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat

MANFAAT-BIAYA

USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG
Dl WADUK SAGULING, JAWA BARAT

OLEH :

IWANG GUMILAR

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK

IWANG GUMILAR. Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring

Apung di Waduk Saguling Jawa Barat. Dibimbing oleh KOOSWARDHONO
MUDIKDJO dan SOETRISNO SUKIMIN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan manfaat dan biaya

sebagai dasar untuk melihat kelayakan dari usaha budidaya ikan KJA di Waduk
Saguling menurut skala usaha.
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode
survey. Responden sasaran adalah para petani ikan KJA di Waduk Saguling dan
dinas instansi terkait. Teknik pengumpulan data adalah teknik wawancara
langsung dengan menggunakan kuestioner. Jumlah responden yang dijadikan
sampel sebanyak 125 orang atau sekitar 10% dari total RTP petani ikan KJA di
Waduk Saguling. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah
metode deskripsi kuantitatif dengan menggunakan beberapa kriteria kelayakan
usaha seperti kriteria BIC rasio, Pay back Periods, Break Event Point dan
Profitability Index.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

61

Usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Waduk Saguling
masih layak dilakukan dengan kecenderungan bahwa tingkat kelayakan
finansial dari usaha budidaya ini semakin besar dengan peningkatan
jumlah kolam untuk tiap unit KJA (scale effect).
Upaya meningkatkan keuntungan atau kelayakan usaha dari usaha

budidaya ikan datam KJA di Waduk Saguling melafui upaya penambahan
unit kolam untuk setiap unit KJA di Waduk Saguling secara agregat tidak
dapat dilakukan mengingat daya dukung lingkungan di waduk ini sudah
tidak memungkinkan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah
dengan cara melakukan penggabungan unit-unit KJA yang ada, yang
memilikijumlah kolam sedikit.
Skala KJA mempengaruhi banyaknya limbah pakan yang terbuang ke
perairan waduk. Semakin banyak jumlah unit kolam dalam satu KJA maka
semakin banyak jumlah limbah yang terbuang.

Altemati cara untuk mengurangi jumlah limbah pakan yang terbuang ke
perairan dari KJA di Waduk Saguling antara lain pemberian pakan secara
manual; pengaturan pola tanam dan penggunaanteknologijaring berlapis.

Kata kunci : kelayakan usaha, KJA, limbah

SURATPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :


"MANFAAT-BlAYA USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG
Dl WADUK SAGULING, JAWA BARAT"
adalah benar hasil karya sendiri. Semua sumber data dan inforrnasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

$ogsr.

Mei 2002

MANFAAT-BIAYA
USAHA BUDIDAYA PERIKANAN JARING APUNG

Dl WADUK SAGULING, JAWA BARAT

Tesis
sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

P R O G W PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

:

Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring
Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat

Nama

:

lwang Gumilar

Nomor Pokok

:


99240 / PSL

Program Studi

:

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui,
1. Kornisi Pernbimbing

Ketua

A
Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi


Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. M.S.

Tanggal Lulus : 26 Pebniari 2002

ram Pascasajana

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Pebruari 1967 di Kota Sumedang dan
merupakan anak kedua dari Bapak Engkos Suryamana dan Ibu Engka Sukaesih.
Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Menengah dan
Sekolam Lanjutan Xngkat Atas diselesaikan di Sumedang. Penulis memperoleh
gelar sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran pada tahun 1993.
Sejak tahun 1994 sampai sekarang, penulis bekej a sebagai staf pengajar
pada Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Pada
bulan September 1999, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi
di Program Pascasajana hstitut Pertanian Bogor pada Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas bantuan Beasiswa
Program Pascasarjana (BPPs).

PRAKATA


Puji syukur ke Hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya
penulisan hasil penelitian ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah :
"Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Janng Apung Di Waduk Saguling,

Jawa Barat. Penulisan ini diajukan untuk memenuhi syarat penyelesaian tugas
akhir Program Magister Sains (S-2) pada Program Pascasajana lnstiiut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada :

1.

Bapak Prof. DR. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSG., dan Bapak
Dr. Sutrisno Sukimin sebagai komisi pembimbing yang telah memberi
petunjuk dna bimbingan dalam penelitian dan penulisan.

2.

Ibu Direktur Program Pascasajana lnstitut Pertanian Bogor yang telah

memberi kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan Program S-2.

3.

Pimpinan Proyek Beasiswa Program Pascasajana (BPPs) yang telah
memberikan beasiswa kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
Pascasajana di lntiiut Pertanian Bogor.

4.

Bapak Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
mengikuti pendidikan Program 5-2.

5.

S e l u ~ Sivitas
h
Akademika lnstitut Peltanian Bogor dan rekan-rekan yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran

penelitian dan penulisan tesis ini.
Penghargaan yang tinggi juga penulis sampaikan kepada keluarga atas

pengertian, pengorbanan, dorongan dan do'anya bagi penulis dalam menempuh
pendidikan. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan
yang layak dari-Nya. Amin. Terima kasih.

Bogor, Mei 2002
lwang Gumilar

Halaman
DAFTAR IS1 .......................................................................................

iv

DAFTAR TABEL.................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................


vii

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................

viii

PENDAHULUAN ...............................................................................
Latar Belakang .......................................................................
Perumusan Masalah...............................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
Sejarah dan Perkembangan Kolam Jaring Apung .................
Pengertian. Keuntungan dan Syarat Budidaya lkan KJA .....
Sarana Produksi Budidaya.....................................................
Teknik Budidaya.....................................................................
Limbah Perikanan ..................................................................
Kualitas Air .............................................................................
Teori Kelayakan Usaha ........................... .

.
.........................
METODE PENELITlAN ......................................................................
Waktu dan Lokasi Penelitian..................................................
Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................
Penentuan Besaran Contoh ...................................................
Metode Analisis Data .............................................................

KONDlSl UMUM.................................................................................
Sejarah Pengembangan KJA di Waduk Saguling ..................
Kegiatan Sekitar Waduk ........................................................
Perkembangan RTP Petani lkan............................................
Perkembangan Jaring Apung.................................................
Perkembangan Produksi lkan ................................................
Perkembangan Kematian lkan ...............................................
Karakteristik Petani lkan KJA .................................................
Teknik Budidaya Kolam Jaring Apung ...................................
Kondisi Kualitas Perairan......................................................
Kebijakan Pemerintah............................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tani lkan KJA ...............
Limbah Pakan KJA dan Biaya Ekstemalitas ..........................
Upaya Pengelolaan Limbah Pakan........................................
KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................
Kesimpulan ...........................................................................

...................................................
Saran ........................... .
.
.
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................

37

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul Tabel

Halaman

Kandungan Gizi Berbagai Bahan Pelet................................
Data Hidromorfologi Waduk Saguling ..................................
RTP Di Waduk Saguling. 1986-1999 ...................................
Perkembangan KJA di Waduk Saguling 1986-1999 ............
Produksi lkan KJA di Waduk Saguling 1986-1999...............
Kematian lkan KJA di Waduk Saguling 1986-1997..............
Tingkat Umur. Pendidikan. Status Pemilikan ......................

.

Hasil pengukuran sedimen tahunan 1985-1999.................
Ringkasan Komponen Biaya dan Penerimaan.....................
Keragaan Manfaat. Biaya dan Keuntungan .........................
lndeks Profitabilitas Usaha Budidaya lkan KJA....................
Pendapatan Petani Usaha Budidaya lkan KJA ....................
Rekapitulasi Kelayakan Usaha.............................................
Perkiraan Jumlah Rata-rata Pemberian Pakan ....................
Perkiraan Jumlah Pakan Sisa Rata-rata yg Terbuang .........
Nilai Pakan Sisa .................................................................
Perbandingan Biaya Limbah Pakan dan Biaya Usaha Tani .
Jumlah KJA. Produksi dan Kematian lkan ...........................
Perkembangan Produktivitas KJA di Waduk Saguling.........

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul Gambar

Halaman

1

Hubungan Antara Ekosistem dan Sistem Produksi Perikanan

17

2

Perkembangan kematian ikan secara massal .......................

75

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul Lampiran

Halaman

I Lokasi Pemantauan Kualitas Air Di Waduk Saguling ............
2 Suhu Air Waduk Saguling......................................................

3

Kadar Oksigen Terlarut di Waduk Saguling...........................

4

Kadar Karbon Dioksida di Waduk Saguling...........................

5

Nilai pH di Waduk Saguling ................... .
.
.
.........................

6

Kadar H2Sdi Waduk Saguling...............................................

7

Kesadahan Air di Waduk Saguling........................................

8

Poia Konstruksi Jaring Apung di Waduk Saguling.................

9

Kriteria Kualitas Air Untuk Perikanan ....................................

10 Perhitungan Kelayakan Usaha Budidaya lkan KJA ...............
11 Kuestioner ......................

.
.
.................................................

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Waduk Saguling terletak sekitar 40 km di sebelah barat kota Bandung.
Secara topografis terletak pada suatu cekungan dengan ketinggian berkisar
antara 550 - 650 mdpl. Waduk ini merupakan waduk serbaguna yang berfungsi
sebagai pengendali banjir, pariwisata dan kegiatan perikanan.
Kegiatan perikanan yang dilakukan di Waduk Saguling adalah usaha
budidaya ikan dalam kolam jaring apung (KJA) yang dilakukan secara intensif,
yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap produksi dan
penyediaan komoditi ikan khususnya ikan air tawar bagi masyarakat di daerah
Jawa Barat dan sekitamya. Berdasarkan data Dinas Perikanan Propinsi Jawa
Barat (1999), produksi ikan KJA dari Waduk Saguling tercatat sekitar 1.262 ton
atau sekitar 7,49% dari total produksi ikan air tawar di Jawa Barat.
Jumlah jaring apung di Waduk Saguling dari sejak pertama dioperasikan
tahun 1986 hingga 1999 mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan
laju peningkatan sekitar 2.027,40%. Hingga tahun 1999 jumlah jaring apung
tercatat sekitar 4.425 unit. Perkembangan yang pesat ini menunjukkan bahwa
kegiatan usaha budidaya ikan dalam KJA ini memberikan keuntungan yang
menjanjikan bagi para petaninya.
Berdasarkan informasi sementara dari dinas perikanan, kegiatan usaha
budidaya ikan KJA di Waduk Saguling, profitabilitasnya dari tahun ke tahun
semakin menurun, sejalan dengan kondisi kualitas air yang juga semakin
menurun.

Berdasarkan hasil penelitian Costa-Pierce et a1.(1990), Pusat Penelitian
Masalah Pencemaran Lingkungan (1991) dan PPSDAL Unpad (1999) diketahui
bahwa perairan Waduk Saguling sudah tercemar sedang sampai berat oleh
limbah ekstemal dan intemal waduk. Limbah ekstemal umumnya bersumber dari
limbah pertanian, domestik dan industri yang berasal dari upstream dan sekitar
waduk, sedangkan limbah intemal umumnya bersumber dari aktivitas perikanan
budidaya yang dilakukan di perairan waduk. Pencemaran ini pada saat-saat
tertentu tenrtama ketika tejadi arus balik sering menyebabkan terjadinya
kematian ikan secara massal di waduk ini yang sangat merugikan petani ikan.
Walaupun demikian temyata minat para petani untuk berwwk tanam ikan dalam
KJA tetap tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah rumah tangga perikanan

(RTP) dan KJA yang terus meningkat.
Disamping memberikan manfaat intemal seperti memberikan kesempatan
kerja dan peningkatan pendapatan bagi para petani dan buruh tani ikan, kegiatan
perikanan KJA di Waduk Saguiing, juga memberikan multiflier effect bagi rantairantai usaha yang terkait dengan kegiatan budidaya ikan, baik rantai hulu
maupun hilir produksi perikanan baik sebagai penyedia sarana produksi
perikanan maupun sebagai pengolah dan pemasar produk perikanan.
Budidaya ikan secara intensif ini, disamping memberikan manfaat juga
potensial menimbulkan biaya bagi masyarakat dan lingkungan di sekitamya
berupa limbah pakan dan hasii metabolisme ikan yang akan memberikan
kontribusi terhadap pencemaran perairan waduk. Pencemaran ini disamping
akan merugikan bagi petani ikan itu sendiri juga akan memberikan dampak
menrgikan bagi para pengguna waduk lainnya.

Perumusan Masalah

Profit umumnya merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh setiap
bentuk usaha yang dilakukan oleh masyarakat termasuk oleh para petani ikan
KJA yang ada di Waduk Saguling. Kegiatan apapun akan dilakukan oleh para
petani selama dalam ukuran ekonomi masih memungkinkan, untuk memperoieh
profit sebesar-besarnya dengan menggunakan sumberdaya yang sehemathematnya.
Banyaknya peminat usaha budidaya ikan dalam KJA di Waduk Saguling
mengindikasikan bahwa kegiatan usaha ini diduga menjanjikan keuntungan yang
besar bagi para pelakunya. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari setiap
kegiatan usaha merupakan indikator kelayakan finansial bagi kegiatan usaha
tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kelayakan usaha budidaya
ikan KJA ini, perlu dilakukan pengujian finansial dengan menggunakan
parameter-parameter kelayakan investasi tertentu.
Pada hakekatnya, kelayakan investasi didasarkan atas imbangan antara
manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha tersebut dengan biaya yang
ditimbulkannya. Dalam penelitian ini akan diteliti bagaimana performa manfaat
dan biaya dari kegiatan usaha budidaya ikan KJA di Waduk Saguling sebagai
indikator kelayakan usaha. Dalam kenyataannya di lapangan skala usaha
budidaya ikan KJA, dalam ha1 ini jumlah kolam untuk setiap unit KJA adalah
bervariasi dari mulai empat hingga 12 kolam per unit KJA. Oleh karena itu,
secara lebih spesifik, akan diteliti kelayakan usaha budidaya ikan KJA di Waduk
Saguling menurut skala kolam.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :

o Mengetahui performa manfaat dan biaya dari kegiatan usaha budidaya
ikan dalam KJA di Waduk Saguling sebagai indikator kelayakan usaha
menurut skala kolam.

o Mengetahui biaya ekstemalitas dari usaha budidaya ikan dalam KJA
yang ada di Waduk Saguling.

-

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan
dalam proses pengambilan keputusan bagi pemerintah dalam menetapkan
kebijakan lingkungan khususnya dalam pengelolaan usaha budidaya ikan KJA.
Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi para pelaku
usaha budidaya ikan KJA untuk mengevaluasiefisiensi penggunaansumberdaya
yang digunakan dalam proses produksi. Sehingga diharapkan kelak para petani
dapat lebih baik lagi dalam mengelola usahanya terrnasuk upaya menekan
sebesar-besamya limbah yang ditimbulkan dari usaha budidaya ikan tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Perkembangan Kolam Jaring Apung
Budidaya karamba atau jaring apung dimulai di Asia Tenggara seperti di
kemukakan oleh Pantalu, 1979, yaitu di Kamboja dimana para nelayan di sekitar
Great Lake memelihara ikan lele (Clarias spp) dan ikan-ikan komersial lainnya
dalam karamba bamboo atau rotan dan keranjang-keranjang. Dari sini kemudian
menyebar ke Vietnam, Thailand dan negara-negara lndocina lainnya.
Di Indonesia budidaya karamba dengan bambu terapung telah dijumpai
sejak 1922 di Danau Mundung Jambi untuk memelihara ikan liar seperti
Leptobarbus hoeveni (Reksalegora, 1979). Sejak itu meluas ke daeradaerah

lain. Di Pulau Jawa karamba dari bamboo yang direndam dalam air atau
dijangkar ke dasar sungai, untuk memelihara ikan mas telah berkembang pada
tahun 1940-an.
Dalam 15 tahun terakhir budidaya karamba telah tersebar luas di lebih
dari 35 negara, yaitu Eropa, Asia, Afrika dan Amerika, dan pada tahun 1978 lebih
dari 70 spesies ikan air tawar telah dibudidayakan.

Pengettian, Keuntungan dan Syarat Budidaya lkan KJA
Budidaya ikan di jaring apung adalah cara memelihara ikan yang
dilakukan dalam wadah yang berupa kantongjaring yang letaknya terapung pada
permukaan air, biasanya terdapat pada permukaan air waduk atau danau yang
sifat aimya tidak tergenang atau tidak terlalu deras aliran aimya.
Penyebab wadah tersebut menjadi terapung karena disangga oleh benda
yang sifatnya terapung, seperti drum, dan dikaitkan pada sebuah rakit berbentuk
bujursangkar atau persegi panjang.

Terdapat beberapa keuntungan teknis yang dapat diperoleh dari sistem
budidaya ikan di jaring apung, diantaranya tidak perlu membuat kolam sehingga
tidak perlu mengeluarkan biaya produksi untuk pengadaan lahan; intensifikasi
produksi ikan dan optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan; pesaing dan
pemangsa ikan mudah dikendalikan; serta pengelolaan dan pemanenan ikan
tidak terlalu rumit. Dengan demikian, keuntungan secara ekonomis tidak perlu
diragukan lagi.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan, waduk-waduk di
Indonesia mulai terancam kelestariannya karena pengelolaan waduk sudah tidak
optimal lagi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya waduk-waduk yang
tercemar berat sehingga terganggu fungsi-fungsi ekosistem yang ada di
dalamnya.
Ada beberapa syarat yang haws diperhatikan dalam melakukan usaha
budidaya ikan di jaring apung, diantaranya syarat sosial ekonomis dan ekologis.
Syarat sosial ekonomis meliputi ketersediaan aksesibilitas yang memadai,
terjaminnya keamanan usaha dari gangguan yang mungkin terjadi, kemudahan
mendapatkan tenaga kerja, kemudahan memperoleh sarana produksi untuk
usaha, serta sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang tata wang dan
pengembangan perikanan. Sedangkan syarat ekologis meliputi luas perairan
yang memadai, volume air cukup besar dan memungkinkan untuk melakukan
usaha budidaya, arus air tidak terlalu deras, kedalaman air minimal tersedia,
tingkat kesuburan air tidak terlalu tinggi, dan bebas dari pencemaran.

Sarana Produksi Budidaya
Kantong Jaring apung
Ukuran kantong jaring yang dipergunakan sebagai wadah budidaya tidak
ada batasannya. Namun ukuran kantong jaring yang biasa digunakan di
lapangan bervariasi, mulai dari 2~2x2meter hingga 9~9x2meter. Di pasaran
hingga saat ini, kurang tersedia wadah berupa kantong jaring yang siap pakai,
sehingga untuk itu harus merancang sendiri sesuai dengan ukuran yang
dikehendaki.
Rakit Budidaya

Rakit budidaya berfungsi sebagai tempat untuk rnengaitkan wadah jaring
budidaya. Rakii ini dapat terbuat dari bambu, kayu, dan besi. Penggunaannya di
lapangan tergantung dari ketersediaan dana yang dimiliki. Namun, umumnya
yang banyak digunakan oleh para petani ikan adalah rakit yang terbuat dari
bambu. Rakii disusun dalam bentuk empat bujursangkar dan sudut pertemuan
rakit diikat dengan tali ijuk atau kawat agar kedudukan masing-masing rakit
rnenjadi kokoh dan tidak bergeser.
Rakit tersebut agar dapat berfungsi masih memerlukan beberapa
peralatan lain seperti pelampung rakit dan jangkar rakit. Pelampung rakit
urnurnnya rnenggunakan drum bekas. Pelarnpung ini dipasang pada setiap sudut
rakit dengan kokoh agar tidak bergeser dari posisinya. Jangkar berguna agar
rakit tidak hanyut di perairan. Jangkar terbuat dari berrnacam-rnacarn bahan
seperti dari besi, semen beton dan batu yang dibungkus dalarn kantong jaring.

Gudang, Rumah Jaga dan Perahu
Sarana penunjang lainnya yang tidak kalah pentingnya bagi usaha
budidaya ikan jaring apung adalah gudang dan rumah jaga. Bahan untuk gudang

dan rumah jaga ini dindingnya dapat terbuat dari kayu atau bilik bambu, atapnya
dapat berupa rumbia, seng atau plastik bergelombang.
Ukuran gudang dan rumah jaga dapat disesuaikan dengan ukuran rakit
yang menopangnya. Oleh karena itu diupayakan agar bahan untuk gudang dan
rumah jaga ini tidak terlalu berat sehingga tidak membebani rakii lebih berat lagi.
Karena umumnya letak jaring budidaya terdapat di tengah perairan yang
agak dalam, maka kehadiran sarana transportasi seperti perahu sangat penting
untuk membawa orang, pakan, benih ikan, maupun ikan hasil panen dari darat ke
lokasi budidaya dan sebaliknya. Ukuran perahu ini disesuaikan dengan daya
angkut yang dikehendaki.

Alat-alat bantu
Alat-alat bantu yang digunakan dalam usaha budidaya ikan jaring apung
meliputi alat bantu pemeliharaan dan pemanenen; seperti serok untuk
menangkap ikan, ember, anco, tempat pakan, blower, gas, karet, plastik atau
fiberglass untuk mengangkut ikan dan timbangan.
lkan Budidaya
Jenis ikan yang akan dibudidayakan dalam jaring apung seyogyanya ikan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi mengingat sistem budidaya ini merupakan
usaha yang bersifat padat modal.
Beberapa jenis ikan ekonomis yang dapat dibudidayakan di jaring apung
diantaranya lkan Mas (Cypnnus capio), Nila Merah (Oreochromis sp), Nila GIFT
(Oreochmmis niloticus), Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Jambal (Pangasius
pangasius), Gurame (Osphronemus gouramy), Tawes (Puntius gonionotus), dan
beberapa jenis ikan hias seperti ikan Botia (Botia macracanta), Koki (Carasius
auratus), Koi (Cypnnus sp) dan Oscar (Astronotus ocellatus).

Pakan
Dalam budidaya ikan secara intensif pemberian pakan berupa pelet
sangat penting untuk mempercepat pertumbuhan ikan budidaya karena dalam
pelet biasanya terkandung komponen-komponen pakan yang mengandung nilai
gizi yang tinggi.
Bahan mentah pelet secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
bahan hewani, nabati dan tambahan. Bahan hewani dapat berasal dari tepung
ikan, tepung tulang, tepung darah dan sebagainya. Bahan nabati dapat berasal
dari tepung kedelei, tepung jagung, dedak halus dan sebagainya. Bahan-bahan
tambahan pelet biasanya berupa vitamin, mineral, pelezat atau bahan perekat.
Bahan tambahan ini biasanya digunakan dalam jumlah yang kecil, yaitu sekitar
1% dari total kebutuhan bahan untuk pelet.
Kandungan gizi bahan hewani dan nabati dari pelet berbeda-beda sesuai
dengan jenis bahan itu sendiri. Pada Tabel 1 disajikan bahan-bahan yang
digunakan sebagai bahan pelet dan kandungan gizinya. Bahan tambahan,
vitamin, mineral, pelezat dan perekai biasanya diberikan dalam juhlah yang
relatif kecil sekiiar 1% saja. lkan yang dibudidayakan dalam jaring apung
biasanya dipacu pertumbuhannya dengan menggunakan pelet dengan
kandungan protein antara 20 - 40 %.

Tabel I.Kandungan Gizi Berbagai bahan Hewani dan Nabati Pelet (petsen)
Bahan

Bahan Protein
Kering Kasar

Karbohidrat

Lemak

Serat
Kasar

Abu

A. Hewani
1. Tepung darah

51.81

71.45

13.12

7.95

0.42

7.04

2. Tepung ikan

83.80

48.23

3.81

1.71

4.01

25.98

2. Tepung teri

88,OO

53.3

4.3

1

8.4

20.9

3. Tepung kepala udang

88.68

32.38

6.3

21.43

0.8

39.13

5.43

23.38

0.062

11.82

25.33

31.41

1. Dedak kasar

87.69

8.54

35.09

21.93

6.98

15.15

2. Dedak halus

80.42

9.84

37.64

15.63

6.90

10.51

3. Tepung beras

88.57

12.66

54.80

5.34

9.45

6.30

4. Tepung jagung

87.78

9.54

2.35

6.97

3.51

5. Tepung kacang hijau

90.04

29.40

-

2.70

0.87

3.50

6. Onggok

84.55

2.07

93.49

2.61

0.85

0.98

7. Bungkil kelapa

86.25

18.46

34.8

11.09

15.73

6.17

8. Bungkil kacang tanah

86.19

10.35

71.87

10.50

2.64

4.66

9. Ampas kc. kedelai

86.10

18.40

44,.20

9.10

7.10

7.30

32.30

1.94

5.88

4. Tepung benawa

B. Nabati

10. Ampas k c hijau

95.55

15.77

-

11. Bungkil biji kapuk

83.90

27.40

18.60

25.30

5.60

7,OO

12. Bungkil wijen

93.50

39.60

23,.20

6.10

12.60

12,OO

13. Ampas tahu

12.53

21.23

19,OO

29.59

16.22

5.45

14. Ubi kayu

33.30

1,OO

30,OO

1.40

0.40

0.50

15. Tepung gaplek

87,OO

2.60

78.40

3.60

10

1.40

16. Ubi jalar

24.92

1.85

77.75

3.50

21.96

1.40

17. Jagung

84.62

10.40

85.89

1.61

0.53

1.93

18. Kacang kedelai

91.80

39.60

29.50

2.80

14.30

5.40

19. Kacang tanah

89.63

34.26

48.51

3.34

8.16

5.73

20. Daun ubi kayu

33.00

8.20

3.90

7.80

1.20

1.90

21. Daun ubi jalar

10,OO

3,OO

3.20

3.60

0.30

1-10

Sumber : Atmadja Hardjamulia, 1979

Teknik Budidaya

Penebaran lkan
Di dalam budidaya ikan jaring apung, padat penebaran ikan perlu
diperhatikan, karena jumlah ikan yang terlalu padat dalam jaring budidaya akan
menyebabkan terjadinya persaingan dalam memanfaatkan pakan, ruang dan
oksigen sehingga dalarn kondisiterlalu padat pertumbuhan ikan akan terganggu.
Demikian pula jika kepadatan ikan terlalu rendah secara ekonornis akan
menimbulkan kerugian karena tejadi pemborosan ruang, waktu, dan biaya.
Forrnuia yang ditawarkan dalam menentukan kepadatan ikan adalah
sebagai berikut :
PPI =
BRP
Keterangan : PPI
BTP
BRP
BRT

= Padat Penebaran lkan (kg/m3)
= Berat Total Panen (kg/m3)
= Berat Rata-rata Produksi Akhir (kglekor)
= Berat Rata-rata Penebaran (kglekor)

Misalkan petani menginginkan ikan yang akan dipanen kelak memiliki
berat rata-rata 0,5 kg/ekor, berat total saat panen 25 kg/m3,dan ikan yang akan
ditebarkan rnemiliki berat rata-rata 0,l kglekor, maka padat penebarannya sesuai
dengan rumus di atas adalah 5kg/m3.
Jika wadah jaring apung yang digunakan berukuran 4x4x1,5 meter maka
jumlah ikan yang hams ditebarkan pada wadah tersebut sebanyak 24 x 5 kg,
yaitu 120 kg ikan.
Di lapangan padat penebaran biasanya didasarkan pada pengalaman
sehari-hari yang diperoleh petani dari beberapa kali periode usaha yang mereka

tekuni, akhimya diperoleh angka penebaran yang ideal sesuai dengan kondisi
perairan setempat dan jenis ikan yang dibudidayakan.
Agar ikan yang ditebarkan tidak 1010s dari wadah budidaya, perlu sekali
diperhatikan ukuran mata jaringnya sebelumnya. Untuk penebaran ikan dengan
ukuran 50-100 gramlekor, mata jaring ukuran 2 inchi dapat digunakan,
sedangkan bila ukurannya lebih kecil lagi tentu harus menggunakan wadah
dengan mata jaring yang lebih kecil lagi.
Penebaran ikan sebaiknya dilakukan pada sore hari atau padi hari pasa
saat kondisi perairan tidak terlalu panas agar ikan tidak stress; disamping itu juga
perlu dilakukan aklimatisasi.

Pemberian Pakan
Pada bulan pertama pemeliharaan, setiap hari pelet diberikan sebanyak
4% dari berat total ikan yang dipelihara dalam kantong jaring apung. Pada bulan

kedua, jumlah pelet dikurangi menjadi 3,5 %. Bila budidaya ini dilakukan lebih
dari dua bulan, maka jumlah pelet yang diberikan setiap hari adalah 3% dari
berat total ikan pada bulan ketiga dan keempat. Kemudian pada bulan kelima,
pelet diberikan sebanyak 2,5%. Bulan berikutnya, pelet cukup diberikan
sebanyak 2% agar kehilangan bobot ikan dapat dicegah.
Setiap hari ikan yang dipelihara diberi pelet sebanyak tiga kali, pagi, siang
dan sore. Bila jumlah pakan yang diberikan setiap hari sejumlah 3%, maka porsi
pemberian itu dibagi tiga untuk pemberian pagi, siang dan sore, masing-masing
porsinya 1%. Pemberian pakan ini hendaknya sediki demi sedikiti sesuai dengan
nafsu makan ikan. Agar tidak hanyut terbuang, maka cara pemberian pakan
sebaiknya disebar di bagian tengah kantong jaring.

Selain pakan berupa pelet, pakan tambahan lainnya dapat juga diberikan
sesuai jenis ikan yang dibudidayakan. Pakan tambahan dapat berupa dedak,
tanaman air, dedaunan, dsb.
Agar jumlah pakan yang diberikan dapat ditentukan maka setiap 7-10 hari
sekali dapat dilakukan sampling populasi. Misalnya, jumlah populasi setiap
kantong jaring sekitar 1.200 ekor. Dalam pelaksanaan sampling, ikan yang
diambil dari kantong tersebut cukup sekitar 120 ekor saja, atau sekitar 10% dari
total populasi. Kemudian ditimbang satu per satu. Misalkan beratnya rata-rata 0,2
kglekor, berarti berat populasi ikan yang ada dalam kantong tersebut adalah 240
kg. Hasil ini diperoleh dengan cara mengalikan berat rata-rata sampling (0,2 kg)
dikalikan total populasi (1.200 kg). Bila akan diberikan pelet setiap hari sebanyak
3% rnaka harus disediakan pelet sebanyak 3% x 240 kg, yaitu 7,2 kg/hari.
Pengonfrolan
Kegiatan lain yang tidak boleh diabaikan dalam melakukan usaha
budidaya ikanjaring apung adalah melakukan pengontrolanterhadap kualitas air,
kesehatan ikan, keadaan wadah budidaya dan keamanan lingkungan usaha.
Pengontolan ini dimaksudkan agar usaha budidaya yang dilakukan dapat
berjalan

dengan

lancar

dan

memberikan

keuntungan

bagi

yang

mengusahakannya.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan tergantung pada situasi yang ada. Salah satu
pertimbangan dilakukan pemanenan adalah bahwa ikan sudah mencapai ukuran
yang dikehendaki dan menguntungkan bila di jual.
Pada prinsipnya pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pemanenan selektif dan pernanenantotal. Pemanenanselektif dilakukan dengan

cam memilih ikan-ikan yang berukuran tertentu yang dikehendaki; sedangkan
pemanenan total dilakukan terhadap seluruh ikan yang ada dalam wadah
budidaya tanpa memperhatikan ukuran tiap-tiap ikan.
lkan yang telah dipanen dapat disimpan pada jaring apung yang sudah
disediakan dan ditempatkan pada lokasi yang mengalir. Dengan cara demikian
diharapkan ikan tidak mengalami kepayahan meskipun kepadatannya tinggi.

Limbah Perikanan
Limbah perikanan adalah buangan yang dihasilkan dari proses produksi
usaha budidaya ikan. Buangan ini dapat berupa feses hasil metabolisme ikan,
dan pakan sisa yang terbuang karena tidak dikonsumsi oleh ikan.
Di dalam sistem produksi perikanan budidaya jaring apung, disamping
dihasilkan barang konsumsi berupa ikan segar, juga menghasilkan limbah baik
yang berasal dari sisa metabolisme berupa peces, maupun sisa pakan yang tidak
dikonsumsi ikan budidaya. Limbah tersebut ada yang masih dapat di-reuse dan
ada pula yang tidak dapat dimanfaatkan ulang serta dibuang ke lingkungan
perairan. Yang dimaksud dengan reuse dalam kaitannya dengan kegiatan
perikanan budidaya ikan dalam jaring apung adalah pemanfaatan kembali pakan
yang terbuang oleh ikan pada layer bawah maupun oleh ikan yang berada di
perairan bebas di luar jaring apung yang tidak dibudidayakan. Proses
menghasilkan limbah tersebut dapat dilihat pada Gambar I.
Protein yang terkandung dalam pakan merupakan komponen dasar
jaringan hewan dan zat gizi yang penting untuk memelihara hidup dan
pertumbuhan (Herper, 1989). Kebutuhan protein bagi ikan berubah-ubah sesuai
dengan perubahan siklus hidup atau tahapan hidup ikan. Ikan-ikan kecil yang
pertumbuhannya cepat membutuhkan protein lebih banyak dibanding ikan-ikan

besar yang pertumbuhannya relatif lambat (Philips, 1969 dalam Hoar, 1969).
Secara umum peningkatan kebutuhan protein ikan lebih dari 40% akan
mendorong ekskresi amonia (Tyler dan Calow, 1985).
Arnonia dalam air ada dalam dua bentuk, yaitu un-ionized (NH,) dan

ionized (NH4) (Colt, 1974). Menurut Spote (1979) amonia adalah bentuk utama
ekskresi nitrogen oleh hewan-hewan akuatik. Colt (1974) menyebutkan bahwa
amoniak merupakan komponen utama yang diekskresikan ikan-ikan air tawar
terdiri dari 6080% dari total N yang dikeluarkan. Menurut Rottman dan Shirernan
(1985) amonia diekskresikan ke dalam air oleh ikan sebagai hasil metabolisrne
protein.
Selanjutnya Ming (1985) menyatakan bahwa laju ekskresi amonia
meningkat dengan cepat sebagai respon terhadap penambahan protein.
Sampath (1985) menyatakan bahwa produksi amonia berkorelasi secara linier
dengan tingkat protein dalam makanan. Kadar produksi amoniak suatu bahan
adalah sekiiar 16% dari kadar proteinnya (Herper, 1988).
Abel(1989) menyatakan bahwa amonia merupakan racun bagi kehidupan
akuatik. Toksisitas amonia nitrogen dilambangkan secara utama dalam bentuk

un-ionized amonia; sedangkan tingkat toksisitasnya, menurut Colt (1974),
bervariasi dan dipengaruhi oleh pH dan temperatur lingkungannya. Ketika pH
dan ternperatusr meningkat, konsentrasi NH3-Njuga meningkat. Pada pH tinggi,
jumlah dan tingkat ketoksikan amonia semakin meningkat, begitu pula bila
kelarutan oksigen menurun (Spote, 1979).
Abel(1989) rnenyebutkan kadar NH3pada pH 8,5 dan temperatur 2 0 ' ~
sekitar 0,22 mgll. Ketika konsentrasi amonia di lingkungan air tinggi, ekskresi
arnonia oleh tubuh ikan akan berkurang sehingga terjadi peningkatan konsentrasi
amonia dalam darah dan jaringan tubuh ikan. Hal tersebut menyebabkan pH

darah meningkat dan berpengaruh buruk terhadap reaksi enzim dalam tubuh.
Keberadaan amonia yang tinggi dalam darah dan jaringan karena tidak
diekskresikan, akan meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan dan
mengurangi kemampuan darah untuk mentranspor oksigen. Tingkat toksisitas
biasanya terlihat dari pertumbuhan yang rendan dan tingginya tingkat mortalitas
ikan (Spote, 1979).
Menurut Dulmiad, I, dkk. (1994), senyawa-senyawa pengkayaan

-

pencemaran yang diakibatkan oleh budidaya ikan dalam jaring apung terutama
adalah Nitrogen yang terkandung dalam pakan. Kuantitas senyawa tersebut
dalam pakan ikan bervariasi tergantung kepada jenis dan kualitas pakan. Namun
demikian pada pakan yang banyak digunakan dewasa ini biasanya terdiri dari
sekiar 12 kg Fosfor dan 55 kg Nitrogen untuk tiap ton pakan benrpa pelet. lkan
akan mengasimilasi sebagian dari ham-ham tersebut, yaitu sekitar 5 kg Fosfor
dan 14 kg Nitrogen pada rasio konversi pakan 2,O dan akan membiarkan sisanya
memasuki lingkungan sebagai limbah metabolik.
Menurut Ming (1985) tingkat toleransi hewan akuatik terhadap amonia
beragam, bergantung pada spesies, kondisi fisiologis dan kondisi lingkungannya.
Secara umum konsentrasi amonia dalam air tidak lebih dari 0,l

mgll.

Konsentrasi amonia antara 0,4 - 2,O mgll dalam jangka waktu yang pendek bisa
menyebabkan kematian.

Gambar 1. Hubungan Antaa Ekosistem dan Sistem Produksi Perikanan

Kualitas Air
Kualitas air secara umum diartikan sebagai peubah yang mempengaruhi
pengelolaan,kelangsungan hidup dan produktivitas ikan yang dibudidayakan.
Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi yang dinyatakan dalam kisaran
angka. Untuk mengetahui kualitas air tidak cukup dengan hanya mengamati
kondisi fisik air di lapangan saja, melainkan haws diuji secara laboratoris dari

parameter-parameter tertentu. Parameter kualitas air penting bagi perikanan
disajikan pada Lampiran 9.
Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No. OUMENKLHIlI1988, yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran
air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam, sehingga kuatiias air turun sampai ke tingkat
tertentu yang rnenyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
Perairan dikatakan terpolusi atau tidak layak digunakan jika parameterparameter yang ada dalam perairan tersebut sudah melebihi nilai ambang batas
yang telah ditentukan. Berkaitan dengan limbah perikanan, yaitu parameter
Amoniak, jika kandungan amoniak yang dihasilkan dari usaha budidaya ikan
jaring apung dalam perairan rnelebihi nilai ambang batas sebesar maksimal
0,016 mgA maka dikatakan bahwa kegiatan usaha budidaya ikan tersebut telah
mencemari dan mengganggu lingkungan perairan.
Air sebagai media hidup organisme perairan hams mempunyaid aya
dukung kehidupan dan pertumbuhan bagi organisme yang hidup di dalamnya.
Beberapa faktor lingkungan air yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan
adalah suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, Nitrit, BOD dan COD.
a)

Suhu
Suhu air berperan dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota

air, serta mempengaruhi kehidupan organisme air secara tidak langsung, yaitu
melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Peningkatan suhu
akan menyebabkan aktivitas rnetabolisrne meningkat, dan suhu tinggi akan

meningkatkan konsumsi oksigen dan teQadipenguraian set. Menurut Imawan,
1987, suhu air media hidup ikan juga dapat mempengaruhi aktivitas organisme
dalam mencari makan. Selain itu, suhu air dapat mempengaruhi sekresi dan
aktivitas tubuh ikan dan toleransi suhu setiap kan berbeda-beda. Pada
umumnya, suhu yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan adalah antara 2 7 ' ~

- 30'~.
b)

Oksigen Terlarut

Pada budidaya ikan kadar oksigen terlarut dalam air merupakan
parameter pentbahan kualitas air yang paling kritis karena oksigen terlarut ini
sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme , yaitu untuk pemafasan,
pertumbuhan dan metabolisme. Kebutuhan organisme terhadap oksigen
tergantung dari jenis, stadia dan aktivitasnya.
Agar ikan dapat hidup layak dan kegiatan budidaya ikan berhasil, maka
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 mgn. Menurut Susanto,
1992, kadar oksigen terlarut dalam air yang ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan ikan dalam kolam sebanyak 5

- 6 mgA, dan kandungan oksigen

terlarut kurang dari 0,3mgn akan menyebabkan kematian ikan, batas terendah
kandungan oksigen yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan ikan adalah
1,O mgll.

c)

Karbondioksida

Karbondioksida dalam air berasal dari dekomposisi bahan organic, difusi
dari udara dan pemafasan (Boyd dan Lichkoppler, 1979). Kandungan
karbondioksida yang baik agar tidak mengganggu kehidupan ikan adalah tidak
lebih-dari 5 mgll dan ikan dapat mentolerir kandungan karbondioksida lebih dari
10 mgll apabila kandungan oksigen terlarut cukup tinggi.

d)

Nitrit

Nitrogen merupakan salah satu unsure penting bagi pertumbuhan
organisme dan unsure utama pembentuk protein. Nitrogen dalam air berbentuk
N2 yang segera berubah menjadi senyawa lain seperti Nitrit, Nitrat, ammonium
dan Arnonia. Secara umurn, dalarn perairan beroksigen tinggi Nitrit ada dalarn
jumlah sedikit, karena dengan tingginya oksigen nitrit akan berubah menjadi
nitrat, sedangkan nitrit akan menjadi ammonia pada perairan tanpa oksigen.
Peranan utama nitrit adalah dalam perubahan transfer oksigen, oksidasi
persenyawaan penting dan rusaknya jaringan organ respirasi. Nitrit merupakan
senyawa oksidan yang kuat. Nitrit mengoksidasi ion ferro dalam haemoglobin
sehingga

menghalangi

pembentukan

sel

darah

merah.

Menurut

Tiensongrusmee, et all, 1988, kandungan nitrit dalam air tidak boleh lebih dari 6
rngn.
e)

BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan mikro organisme atau bakteri aerobik di dalam air untuk memecahkan
(mendegradasi) dan menstabilkan bahan buangan organic yang ada di dalam
lingkungan air tersebut. Sebenamya peristiwa penguraian bahan buangan
erganik melalui proses oksidasi oleh mikro organisme di dalam lingkungan air
adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila mengandung oksigen yang
cukup.
Jumlah mikro organisme di dalam lingkungan perairan etrgantung pada
tingkat kebersihan air. Air yang jernih bisanya mengandung mikro organisme
yang relatif sedikit dibandingkan dengan air yang tercemar oleh bahan bahan
buangan. Mikro organisrne yang mernerlukan oksigen untuk mernecah bahan

buangan organik disebut bakteri aerobik, sedangkan mikro organisme yang tidak
memerlukan oksigen disebut bakteri anaerobik.
Proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh
mikro organisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut :

CnH,ObN, + (n + a14
Bahan organic

- W2 - 3c/4)02

-

nC02 + (a12 3cM) H20 + cNH3

oksigen Bakteri aerobik Karbondioksida Air

Amonia

Dari reaksi di atas, bahan buangan organic dipecah dan diuraikan
menjadi gas COz, air dan gas NH3. Timbulnya ammonia inilah yang
menyebabkan bau busuk pada perairan yang tercernar oleh bahan buangan
organik.
Reaksi tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, kira-kira 10 hari.
Dalam waktu 2 hari reaksi diperkirakan mencapai 50%, dalam waktu 5 hari
sekitar 75%.
Makin besar BOD dalam perairan maka persediaan oksigen terlarut yang
berada di dalamnya makin berkurang. Oksigen terlarut dalam air apabila
kandungannya menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah
bahan buangan organik akan menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila
oksigen terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam
keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan rnengambil alih tugas untuk memecah
bahan buangan yang ada di dalarn air.
Hasil pemecahan bahan buangan oleh mikro organisme aerobik dan
anaerobik hasilnya akan berbeda sebagai berikut :

Kondisi Aerobik

-

Kondisi Anaerobik

S ---+

H2S04

S

P

&PO4

P

-

.-+

H2S
PH3+ komponen P

Hasil percobaan pada kondisi anaerobic pada umumnya berbau tidak enak
sebagai contoh amin berbau amis dan anyir, dan H2S serta komponen posfor
berbau busuk.
f)

COD (Chemical Oxygen Demand)

COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang
diperlukan agar bahan buamngan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui
rekasi kimia. Dalam ha1 ini bahan buangan organic akan dioksidasi oleh Kalium
bichromat menjadi gas COz dan H20 serta sejumlah ion Chrom. K2Cr2Q
digunakan sebagai sumber oksigen. Oksidasi terhdap bahan buangan organik
akan mengikuti reaksi sebagai berikut :

Kat

Reaksi tersebut pedu pemanasan dan penambahan katalisator Perak
sulfat (Ag2S04)untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam buangan organic ada
unsur Chlorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri
sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Chlorida dapat mengganggu
karena akan ikut teroksidasi oleh Kalium bichromat sesuai dengan reaksi berikut

Apabila dalam larutan air terdapat Chlorida, maka oksigen yang
diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenamya.
Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organic tidak dapat
diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion
Chlor menjadi merkuri chlorida mengikuti reaksi berikut :

Wama larutan air yang mengandung bahan buangan organic sebelum
reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan
berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi
terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah Kalium bichromat yang
dipakai pada reaksi tersebut. Makin banyak Kalium bichromat yang dipakai pada
reaksi oksidasi makin banyak oksigen yang dipedukan. Ini berarti air makin
banyak tercemar oleh bahan buangan ~rganik.
Teori Kelayakan Usaha
Rasio Manfaat Biaya
Secara rasional, setiap kegiatan yang dilakukan pada suatu lingkungan
tertentu akan menimbulkan dampak berupa manfaat (advantages) dan kerugian
(disadvantages) terhadap lingkungan. Secara ekonomis, manfaat dapat dapat

disebut juga sebagai benefit sedangkan kerugian dapat disebut sebagai cost.
Selisih antara benefit dan biaya lingkungan adalah keuntungan lingkungan (gain
environmental). lmbangan benefit dan biaya yang positif (> 0)mengindikasikan

bahwa kegiatan yang dilakukan secara totalitas memberikan manfaat yang
menguntungkan bagi lingkungan (Tumer, Pearce dan Bateman, (1994)).
Analisis imbangan manfaat-biaya merupakan salah satu kriteria dalam
menilai kelayakan investasi pada suatu usaha yang dilakukan. lmbangan

manfaat-biaya merupakan perbandingan antara benefit kotor atau total
pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara keseluruhan, atau
jika dirumuskan adalah sebagai berikut :
Total penerimaan
Rasio Manfaat Biaya (BIC rasio) =
Total biaya
Jika nilai BIC rasio lebih besar dari satu berarti usaha tersebut layak
untuk dilakukan dan jika lebih kecil dari satu berarti tidak layak untuk dikerjakan.
Untuk BIC rasio sama dengan satu berarti aliran kas masuk (cash inflow)sama
dengan aliran kas keluar (cash ouMow).
Adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan eksploitasi
sumberdaya lingkungan selama ini cenderung hanya berorientasi ekonomis yakni
mengejar keuntungan yang sebesar-besamya tanpa atau kurang memperhatikan
pertimbangan dampak terhadap lingkungan. Apabila ha1ini terus dibiarkan maka
tidak menutup kemungkinan kehancuran lingkungan akan semakin dipercepat
yang pada akhimya kembali akan merugikan manusia itu sendiri.

1)

Benefit (Manfaat)

Secara ekonomis, benefit diartikan sebagai hasil kali total kuantitas output
(Q) dari suatu proses produksi dengan harga yang terbentuk di pasar (P) yang
dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu (Sukimo, 1985). Besamya benefit
dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut

Bt =QtxPt
Keterangan : Bt = benefit pada waktu produksi ke-t
Qt = kuantitas produksi pada waktu ke-t
Pt = harga produksi pada waktu ke-t

Dalam usaha budidaya ikan dalam kolam jaring apung, benefit usaha
diperoleh dari penjualan ikan hasil budidaya pada tingkat produksi dan harga
tertentu. Menurut Yung (1981), besamya produksi dari usaha budidaya ikan
dipengaruhi oleh stocking rate, survival rate dan growth rate. Peningkatan
stocking rate dalam kolam jaring apung dapat dilakukan melalui pemberian
pemupukan dan pemberian pakan secara intensif, polikultur, manipulasi stock
dan peningkatan aerasi. Survivalrate dari kolam jaring apung dapat ditingkatkan
melalui manajemen kolam yang baik seperti stocking rate yang benar, tepat jenis
dan jumlah pakan atau pupuk, kualitas air yang baik serta pencegahan hama
penyakit ikan. Peningkatan survival dan growth rate sangat tergantung dari
perbaikan genetik ikan yang dibudidayakan seperti selective breeding dan
hibridisasi serta manajemen kolam.
Disamping dengan peningkatan produksi budidaya, peningkatan income
bagi petani kolam jaring apung juga dapat ditingkatkan melalui upaya
peningkatan harga jual ikan dan penurunan biaya produksi dan biaya
ekstemalitas.

2)

Cost (Biaya)
Secara ekonomis, cost diartikan sebagai sejumlah biaya yang dikeluarkan

untuk pembelian input yang akan digunakan dalam suatu proses produksi barang
atau jasa yang dinyatakan dalam satuan mata uang tertentu. Analisa biaya dalam
suatu proses produksi dapat dibedakan menurut jangka waMu kegiatan usaha,
yaitu jangka pendek (shorttern), dimana sebagian input produksi tidak dapat
ditambah jumlahnya; dan jangka panjang (longtern) dimana semua faktor
produksi dapat mengalami perubahan (Sukimo, 1985).

Biaya produksi dalam jangka waktu pendek

1

Analisa biaya produksi dalam jangka waktu pendek dapat dibedakan
menurut berubah atau tidaknya jumlah faktor produksi yang digunakan. Apabila
jumlah suatu faktor produksi yang dikeluarkan jumlahnya selalu berubah-ubah,
maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya. Biaya
produksi demikian disebut sebagai biaya variabel (variable cost). Dan apabila
jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap maka biaya produksi
yang dikeluarkan juga tetap. Biaya produksi demikian disebut sebagai biaya tetap
(Fixed cost).
Analisis biaya produksi juga menganalisis mengenai biaya produksi total
(total cost), biaya produksi rata-rata (average cost) dan biaya produksi marginal
(marginal cost).
a)

Total Cost
-

Biaya Total (Total Cost)
Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan
untuk memperoleh faktor produksi. Biaya total (TC) diperoleh dari
menjumlahkan biaya tetap total (TFC) dan biaya berubah total ( T K ) .
Dengan demikian, biaya total dapat dihitung dengan menggunakan
formula berikut :
TC = TFC + TVC

-

Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost)
Biaya tetap total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya.

-

Biaya Berubah Total (Total Variable Cost)

Biaya berubah total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.

b)

Average Cost
-

Biaya Total Rata-rata (TotalAverage Cost)
Biaya total rata-rata adalah keseluruhan biaya rata-rata yang digunakan
untuk memperoleh faktor produksi. Biaya total rata-rata (AC) diperoleh
dari penjumlahan biaya tetap rata-rata (AFC) dan biaya berubah rata-rata

(AVC) atau hasil pembagian antara biaya total (TC) dan kuantitas
produksi (Q). Biaya total rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan
formulas berikut :

AC = TCIQ atau
AC = AFC + AVC

- Biaya Tetap Rata-rata (Average Fixed Cost)
Biaya tetap rata-rata adalah biaya rata-rata untuk memperoleh faktor
produksi yang tetap jumlahnya. Biaya tetap rata-rata diperoleh dengan
cara membagi biaya tetap total (TFC) dengan kuantitas produksi (Q),
yang diformulasikan sbb :

AFC = TFCIQ
- Biaya Berubah Rata-rata (Average Variable Cost)
Biaya berubah rata-rata adalah biaya rata-rata untuk memperoleh faktor
produksi yang berubah-ubah sifatnya. Biaya berubah rata-rata (