ARTIKEL PENELITIAN PROGRAM PENELITIAN DASAR
TAHUN ANGGARAN 2006
MENUJU INTEGRASI NASIONAL : STUDI TENTANG INTEGRASI MIGRAN
DARI JAWA DI BENGKULU
Dra. Lindayanti, M. Hum. Drs. Zaiyardam Zubir, M.Hum.
Dra. Dwiyanti Hanandini, M. Si.
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Penelitian
Nomor : 005SP3PPDP2MII2006 Tanggal 1 Februari 2006
FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG,
SEPTEMBER 2006
1. Pengantar
Bengkulu yang memiliki lahan luas belum tergarap dan suku Rejang yang bisa menerima pendatang, menjanjikan kehidupan yang
1
lebih baik bagi kolonis dari Jawa. Mereka datang melalui kolonisasi yang diselenggarakan pemerintah. Satu hal yang menarik dalam masalah
perpindahan penduduk ini adalah orang Sunda yang pertama menjadi sasaran program kolonisasi. Setelah itu barulah orang-orang Jawa
didatangkan ke Bengkulu sebagai peserta program kolonisasi. Permasalahan pemindahan penduduk dalam program kolonisasi
telah banyak dibahas, terutama penyenggaraan kolonisasi di Lampung. Misalnya Heeren dalam karyanya, ‘Transmigrasi di Indonesia, Hubungan
antara Transmigran dan Penduduk Asli, dengan Titik Berat Sumatera Selatan dan Tengah’
1
menjelaskan hubungan antara transmigran dan penduduk asli dengan pilihan salah satu daerah penelitiannya Lampung.
Tulisan lain tentang kolonisasi di Lampung adalah karya Kampto Utomo yang membahas masalah transmigrasi di Lampung, ‘Masyarakat
Transmigrasi Spontan di Daerah Wai Sekampung Lampung’
2
. Berdasarkan pertimbangan permasalahan Bengkulu memiliki
kesitimewaan dan masih belum banyak menarik perhatian peneliti maka tulisan ini akan mencoba membahas mengenai pelaksanaan program
kolonisasi di Bengkulu. Apa tujuan pemerintah kolonial Belanda membuat program kolonisasi ? Kalangan Jawa yang mana menjadi sasaran
program kolonisasi dan bagaimana kehidupan mereka di daerah baru ?
1
H.J. Heeren, Transmigrasi di Indonesia, Hubungan antara Transmigran dan Penduduk Asli, dengan Titik Berat Sumatera Selatan dan Tengah terj., Jakarta: PT
Gramedia, 1979
.
2
Kampto Utomo, Masyarakat Transmigran Spontan di Daerah Wai Sekampung Lampung, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1975.
2
1. Kolonisasi salah satu program kebijakan kependudukan pemerintah kolonial Belanda
Kolonisasi adalah salah satu program kebijakan kependudukan yang dibuat pemerintah kolonial Belanda berkaitan dengan masalah
kepadatan penduduk dan penurunan tingkat hidup penduduk di Pulau Jawa. Latar belakang dikeluarkannya kebijakan ini berdasar pandangan
Malthusian yang menghubungkan antara pertumbuhan dan ketersediaan pangan. Berdasarkan pandangan ini di akhir abad ke-19 pulau Jawa telah
kelebihan penduduk dan disertai berkurangnya lahan pertanian. Bagaimana sepuluh orang Jawa dapat bertahan hidup dengan sawah
yang dalam teori hanya dapat menghidupi lima orang ? Hal ini tentu akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
hidup penduduk di pulau Jawa. Pandangan yang suram terhadap kehidupan ekonomi penduduk di Jawa ini sudah dimulai sejak tahun
1880-an, terutama dilihat dari sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian utama penduduk. Oleh karena itu apabila petani tidak lagi
memiliki tanah garapan merupakan suatu musibah dan pemerintah harus memberikan perhatian terhadap masalah ini.
3
Permasalahan ini sejak tahun 1900 menjadi topik pembicaraan di kalangan pemerintah dan di sidang-sidang yang diselenggarakan oleh
Staten Generaal. Akhirnya pemerintah memutuskan untuk dibentuknya komisi yang bertugas untuk melakukan penelitian tentang sebab-sebab
penurunan kemakmuran penduduk di Jawa. Menurut penelitian ini
3
A Th. Van Ginkel, “De Emigratie en kolonisatieproeven der Indische regeering” dalam Koloniaal Tijdschrift, zesde jrg., 1917, hlm. 1537
3
sebenarnya tidak terjadi penurunan kualitas hidup pada penduduk di pulau Jawa.
4
Akan tetapi meskipun demikian perlu mengurangi beban kelebihan penduduk di pulau Jawa.
Langkah pertama dengan memindahkan penduduk dari daerah padat penduduk, seperti di Kedu Selatan Zuid-Kedu ke daerah yang
masih berpenduduk jarang, seperti Sukapura Selatan Zuid-Sukapura di Priangan. Lebih lanjut pembicaraan migrasi penduduk diperluas, yaitu
dengan rencana memindahkan sebagian penduduk dari Jawa ke pulau- pulau lain di Hindia Belanda yang kemudian dikenal dengan kolonisasi.
Kolonisasi mulai dilaksanakan sejak tahun 1905 dan berlangsung sampai sekitar tahun 1941-an. Dalam pelaksanaannya dapat dibedakan antara,
kolonisasi percobaan yang dimulai sekitar tahun 1908 dan program kolonisasi yang dimulai setelah tahun 1930.
Pada masa percobaan kolonisasi antara tahun 1905–1929 agen pemerintah sulit mencari penduduk desa yang bersedia mengikuti
kolonisasi. Oleh karena pemerintah harus bersaing dengan para agen tenaga kerja yang bekerja mengerahkan penduduk desa untuk bekerja
menjadi kuli kontrak. Selain itu agen-agen tenaga kerja yang berada di desa-desa menyebarkan desas-desus tentang keburukan situasi desa
kolonisasi, terutama desa kolonisasi Gedong Tataan. Hal ini dilakukan agar orang-orang Jawa tidak mau mengikuti program kolonisasi yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
5
4
C.J. Hasselman, Algemeen Overzicht van de Uitkomsten van het Welvaart- Onderzoek, Gehouden op Java en Madura in 1904-1905, ‘S –Gravanhege: Martinus
Nijhoff, 1914
5
4
Hal ini disebabkan karena para pengusaha swasta Barat tidak mendukung program kolonisasi yang dianggap akan menyebabkan
kesulitan dalam perekrutan buruh.
6
Akan tetapi sebaliknya setelah krisis ekonomi tahun 1930 para pengusaha mulai mendukung program
kolonisasi. Perubahan ini terutama disebabkan karena rencana penghapusan poenale sanctie dan anjuran pemerintah untuk mengganti
penggunaan kuli kontrak dengan kuli bebas. .
Mereka berangkat tanpa mendapatkan bantuan keuangan dari pemerintah dan mereka hanya berharap untuk mendapatkan tanah yang
luas dan awalnya mereka dapat bekerja membantu panen padi di sawah- sawah milik kolonis terdahulu. Sampai tahun 1932 program kolonisasi
baru yang disebut sistim bawon menjadi program resmi pemerintah.
7
Program kolonisasi yang berjalan secara teratur baru dilaksanakan sejak tahun 1937 dengan dibentuknya komisi yang khusus mengurus
masalah pemindahan penduduk. Komisi itu bernama Komisi Pusat untuk emigrasi dan kolonisasi penduduk pribumi Centrale Commissie voor
Emigratie en Kolonisatie van Inheemschen.
8
Karl J Pelzer,Pioneer Settlement in the Asiatic Tropics, Studies in Land Utilization and Agricultural Colonization in Southern Asia, New York: American
Geographical Society, 1948, hlm. 197
6
Patrice Levang, Ayo Ke Tanah Sabrang, Transmigrasi di Indonesia, terj., Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2003, hlm.36
7
Kolonisasi dengan sistim Bawon yaitu memanfaatkan tradisi Jawa ‘bawon’ yang bermakna mempekerjakan orang untuk membantu memanen padi dengan sistim
pembayaran berupa padi. Program ini berlangsung dengan memanfaatlan para kolonis terdahulu yang membutuhkan tenaga kerja untuk membantu saat panen padi. Sistim
bawon ini terutama berlaku pada pelaksanaan kolnisasi di Lampung.
8
Besluit no. 30 tanggal 29 Januari 1937 dan kemudian nama komisi ini diganti menjadi Komisi Sentral untuk Migrasi dan Kolonisasi penduduk pribumi dengan Besluit
no. 18 tanggal 31 Mei 1939
5
Program kolonisasi berjalan melalui jalur resmi, yaitu memanfaatkan lurah sebagai sarana propaganda. Penduduk yang
berminat mengikuti program kolonisasi dapat mendaftar ke kantor lurah atau dapat langsung mendaftar ke kantor camat.
9
Bagi lurah dan camat yang dapat mengirimkan penduduknya untuk mengikuti klonisasi mana
pemerintah memberi penghargaan. Untuk memperoleh kepastian bahwa penduduk benar-benar berangkat maka tidak jarang para pamong desa
mengantar warganya ke desa kolonisasi di Tanah Sabrang. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk menarik minat
penduduk mengikuti program kolonisasi antara lain dengan melalui pemutaran film, pemasangan poster yang mengundang orang Jawa ke
“Tanah Sabrang” di ruang publik, seperti di stasiun kereta api dan di kantor pegadaian. Film ini mengisahkan tentang keberhasilan peserta
kolonisasi di “Tanah Sabrang,” dimulai dengan cara rekrutmen peserta sampai terbentuknya desa baru di Tanah Sabrang. Di daerah baru
dikisahkan bahwa setiap orang telah memiliki rumah, tanah pekarangan, dan lahan persawahan yang subur dan dapat menikmati wayang sehingga
mereka merasa seperti hidup di tanah Jawa. Pemutaran film ini dilakukan berkeliling desa-desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan diputar di
tempat terbuka sehingga penduduk dari desa sekitar dapat menonton. Sesuai dengan tujuan Komite Kolonisasi untuk merekrut peserta
orang muda maka propaganda tentang Tanah Sabrang juga dilakukan
9
Purwanta Iskandar et.al, Desa Transmigrasi Sidomulyo 1937, Seri Laporan no. R. 10, Yogyakarta: Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada,
1978, hlm. 7
6
pada murid-murid sekolah dasar di kampung-kampung, terutama murid kelas 4 dan kelas 5. Propaganda dilakukan oleh Komite Kolonisasi
melalui buku-buku yang menceriterakan tentang kolonisasi, antara lain karya Hardjawisastra, “Bojong Menjang Tanah Sabrang” diterbitkan pada
tahun 1938 dan karya Hardjawisastra dan Koesrin yang berjudul “ Ajo Menjang Kolonisasi” terbit tahun 1940.
2. Peserta kolonisasi